UPACARA RITUAL SUNAN ANDONG WILLIS DI DESA PANYURAN KECAMATAN PALANG KABUPATEN TUBAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Progam Strata Satu (S1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SKI)
OLEH Dewi Sri Utami
A0.22.12.046
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Dewi Sri Utami , 2016 : Makam Sunan Andong Willis Dan Esensi Keberadaan Tempat Sakral Panyuran Palang Tuban.
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Biografi
Sunan Andong Willis dan bagaimana keadaan geografis masyarakat Panyuran
Tuban, (2) Tempat-tempat yang disakralkan oleh masyarakat disekitarnya, (3)
tradisi-tradisi apa saja yang masih dilakukan masyarakat Panyuran Palang Tuban.
Dalam menjawab permasalahan ini, penulis menggunakan metode
pendekatan Antropologi dengan menggunakan teori-teori sosial budaya karena
dalam penelitian ini penulis ingin membahas tentang tradisi yang masih ada ata
masih dilakukan sampai saat ini oleh masyarakat setempat dan tempat yang masih
sakralkan oleh masyarakat setempat dimana tempat-tempat tersebut adalah
peninggalan dari Sunan Andong Willis. Sesuai dengan permasalahn tersebut,
maka sumber yang didapat dari hasil pengamatan, wawancara dan juga
menggunakan literatur-literatur bacaan yang berhubungan dengan ini.
Hasil dari pengamatan dapat diketahui bahwa Makam Sunan Andong
Willis dan Keberadaan Tempat Sakral Panyuran Palang Tuban. Tempat-tempat
yang masih di keramatkan oleh masyarakat sekitar dan tradisi-tradisi yang masih
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 11
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 11
F. Penelitian Terdahulu ... 12
G. Metode Penelitian ... 14
H. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II: BIOGRAFI KYAI ANDONG WILLIS DI DESA PANYURAN PALANG TUBAN A. Biografi Kyai Andong Willis ... 19
B. Kondisi Masyarakat Di Desa Panyuran Palang Tuban ... 24
BAB III: TEMPAT YANG DISAKRALKAN OLEH MASYARAKAT PANYURAN PALANG TUBAN
A. Masjid ... 30
B. Makam ... 32
C. Sumur ... 41
BAB IV: TRADISI YANG MASIH DILAKUKAN OLEH
MASYARAKAT PANYURAN PALANG TUBAN
A. Khaul Besar ... 55
B. Burdah... 57
C. Manganan Perahu ... 62
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 72
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan kitan Al-Qur’an sebagai pedoman dan Undang-undang
bagi kaum Muslimin dalam mengarungi hidupnya. Dengan pantulan sinarnya akan
menjadi terang, dengan petunjuknya, mereka akan mendatkan jalan yang lapang
dari ajaran-ajarannya yang lurus serta undang-undangnya yang bijaksana mereka
dapat memetik suatu hal yang membuat mereka dalam puncak kebahagiaan dan
keluhuran.1
Dalam hal ini banyak tokoh-tokoh penyebar agama Islam yang sangat terkenal
dan masyur di tanah Jawa. Dalam sejarah Islam terdapat banyak sekali
tokoh-tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam. Setiap tokoh-tokoh
memiliki cara masing-masing untuk memberikan pemahaman agama ke pada
masyarakat yang dituju (masyarakat sekitar tempat tinggalnya). Oleh sebab itu
bukan suatu hal yang tabu apabila mereka di sepuhkan oleh penduduk sekitar
karena dianggap telah memberikan kontribusi nyata demi kemaslahatan
masyarakat. Adrianus Meliala yang merupakan Ketua Dewan Besar Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Universitas Indonesia juga mengatakan bahwasannya, orang
yang ditokohkan oleh masyarakat biasanya memiliki andil yang cukup penting di
1
2
lingkungan tersebut. Dan salah satu tokoh yang masuk dalam katageri tersebut
adalam Sunan Andong Willis.
Sunan Andong Willis adalah orang kelahiran Madura yang menetap di Desa
Panyuran Tuban Jawa Timur. Setelah kematiaannya, tempat-tempat yang ada di
sekitar makam beliau menjadi sakral bagi masyarakat sekitar; Masjid, Makam,
Sumur.
Dalam memberikan nama Andong Willis tidak diketahui, tetapi berdasarkan
pengakuan Mbah Imam mantan kepala desa Panyuran dan sekarang menjadi juru
kunci makam dinyatakan bahwa dalam mimpi-mimpinya memang didapati adanya
pengakuan bahwa orang yang dikubur itu bernama Andong Willis dan berpakaian
ala Madura. Berdasarkan mimpi itulah diyakini bahwa makam itu adalah makam
Andong Willis. Andong Willis mempunyai du orang putera, yang satu
dimakamkan di Bonang, Lasem dan satunya lagi di Baturetno.2
Islam di Jawa melalui pesisir dan terus berkelanjutan ke wilayah pedalaman.
Kontak kebudayaan antara pendatang yang sering singgah diwikayah pesisir pada
masa-masa awal Islam di Jawa menyebabkan adanya proses tarik menarik antara
budaya lokal dan budaya luar yang tak jarang menghasilkan dinamika budaya
masyarakat setempat. Manusia merupakan mahluk yang saling berinterksi, yakni
kesatuan manusia yang memiliki prasarana. Dalam kehidupannya,
masyarakat-memiliki peraturan-peraturan, norma dan kebudayaan.3 Menurut Raymond
2
R. Soeparmo, Tjatatan Sedjarah Tujuh Ratus Tahun Tuban. (Tuban: Seruni, 1971), 101.
3
3
Williams seperti yang dikutip leh Koentjaraningrat kebudayaan memiliki
pengertian yang dekat dengan kultivasi yang berarti pemeliharaan ternak, hasil
bumi dan upacara-upacara religious. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan
berasal dari bahasa sangsekerta ykni Buddayah bentuk jamak dari kata buddhi
yang berarti budi atau akal. Budaya adalah daya dan budi yang berupa karya,
cipta, karsa dan rasa. Kata budaya dipakai sebagai kata singkatan saja dari kata
kebudayaan yang memiliki arti yang sama.4
Cliffort Greetz mendefinisakan kebudaaan suatu pola makna-makna yang
diwujudkan dalam simbol, yitu ggasan gagasa yang di warsi dan diwujudkan
dalam bentuk simbolik (menyampaikan, melestarikan dan mengembangkan
penegtahuan) mengenai sikap pendirian dari kehidupan.5
Menurut penulis, budaya meruakan suatu pemikiran yang bersumber dari akal
dan menghasilakn sutu benda, upacara-upacara yang di pelajari dan dipahami.
Sehingga menjadikan pencipta budaya itu mewariskan kebudayaannya itu secara
turun temurun kepada generasi selanjutnya, agar dikembangkan dan dilestarikan.
Kebudayaan biasanya terkait dengan kepercayaan, kepercayaan bisa berupa
pandangan masa lalu, masa sekarang dan pengetahuan yang lainnya. Kepercayaan
tersebut bisa jadi pengalamn pribadi ataupun pengalaman sosial,6 kepercayaan
identik dengan mitos atau magic.
4
Koentjaraningrat, Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 146.
5
Ibid., 15.
6
4
Magic atupun mitos muncul karena adanya pengalaman dari suatu suku, di
Indonesia, masyarakat Jawa mengenal macam-macam tradisi lokal yang terkait
dengan upacara-upacara dalam lingkup siklus kehidupan sampai upacara
keagamaan. Istilah tradisi berhubungan dengan masa lalu dan wujudnya masih ada
sampai saat ini. Sheils seperti yang dikuti oleh Pranown berpendapat bahwa tradisi
adalh sesutu yang ditransmisikan dari masa lalu ke masa kini, jika tidak
diwariskan tradisi tersebut akan punah.7
Dalam tradisi Islam lokal masyarakat pesisir Palang Tuban Jawa Timur ini
memiliki keunikannya sendiri. Keunikan tersebut tampak nyata dari berbagai
pelaksanaan upacara ritual yang sekarang. Di dalam sesuatu upacar yang
diselenggarakan, akan tampak adanya sesuatu yang dianggap sakral, yang berbeda
dengan yang alami, empiris atau profan. Diantara ciri-ciri yang sakral itu adalah
adanya keyakinan, ritus, misteri dan supernatural.
Dalam komunitas lokal ini, representasi semua itu berupa pemberian
sesajiatau sesajen, bacaan suci (bacaan Al-Qur’an, tahlil, dan ratiban), dan do’a
dalam berbagai variasinya. Didalam upaya cara lingkup hidup, sarana ritus itu
berupa bahan-bahan makanan yng telah disucikan melalui cara-cara tertent, yang
tidak lazim untuk kegiatan membuat makananpada umumnya. Ada prosesi
“penyucian” yanhg terlibata di dalamnya.
Upacara dikuburan orang meninggal juga mengandung keyakinan, misteri dan
penghormatan kepda nenek moyang atau leluhurnya yang sudah meninggal.
7
5
Didalam tradisi manganan ternyata tidak mengandung dimensi memberikan
sesajen kepada arwah leluhur dengan bahan makanan yang disucikan melalui
do’a-do’a saja tetapi juga dengan tindakan menghormati. Perbuatan ritual juga
diberikan kepada sumur yang dianggap memiliki kekuatan gaib atau adikodrati.
Dalam kasus pemberian sesajen kepada sumur dengan kembang telon dan bukan
dengan bungga yang lainnya, tentu mengandung pemberian sesajen itu harus
sesuai dengan keinginan yang diberiya, ada proses penyamaan apa yang diberinya.
Dalam sisitem keyakinan mereka bahwa bahwa pemerian kepada kekuatan
gaib harus berbeda dengan pemberian terhadap yang lain. Jadi mereka tidak asal
memberi berangkat dari sisitem kongnitif yang diperoleh dari para pendahulunya.
Wilayah pantai utara Jawa memiliki keunukannya tersendiri dilihat dari banyaknya
makam wali sebagai penyebar Islam di tanah Jawa.
Sepanjang pantai Utara Jawa didapati brabagai makam wali.8 Dalam setiap
makam wali juga menghadirkan nuansa sakral, yang berbeda dengan
makam-makam suci pada umumnya. Unsur air sakral dapat ditemui di dalam sumur wali,
gentong air dan berkah air.
Unsur tempat makamsuci juga berbeda dengan makam-makam lainnya, yaitu
lokusnya selalu lebih tinggi dibanding dengan makam lainny. Kemudian undur ciri
khas makam maezan, penutup maezan, ruang makam dan cungkup makamyang
8
6
berbeda dengan lainnya. Semua ini menenetukan tingkatan para waliyang berbeda
dengan manusia lainnya.
Dalam kajian kehidupan beragamaan, banyak ahli yang mengunakan konsepsi
Geertz (197: 87-125) tentang agama yng melihatnya sebagai pola sebagai
tindakan.9 Dalam hal ini, agama merupakan pedoman yang dijadikan sebagai
kerangka interpretasi tindakan manusia. Selain itu, agama juga merupakan pola
tindakan manusia yang tampak dalam kehidupan kesahariannya. Di sini agama
dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan.
Pola tindakan terkait dengan sistem nilai atau sisrem evaluatif, dan pola dari
tindakan yang terkait dengan sistem kongnitif atau sistem pengetahuan manusia.
Hubungan antara pola dari tindakan terkait dengan sisitem kongnitif atau sistem
pengetahuan manusia. Hubungan antara pola bagi dan pola dari tindakan itu
terletak pada sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan dilakukan.10
Dalam hal ini masjid berasala dari bahasa arab sajada yang berarti tempat
sujud atau tempat menyembah Allah SWT. Bumi yang kita tempati ini adalah
masjid bagi kaum muslimin. Dari setiap muslim boleh melakukan shalat di wilyah
manapun di bumi ini kecuali di atas kuburn, tempat yang bernajis, dan
tempat-rtempat yang menurut ukuran syari’at Islam tidak sesuai untuk dijadikan tempat
shalat.
9
Clifford Greetz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 8-9.
10
7
Dalam sejarah tokoh-tokoh penyebar agama Islam khususnya di kota Tuban
terdapat makam keramat Sunan Andong Willis dimana makam beliau terletak di
Panyuran Palang Tuban.11 Makam keramat ini berada di wilayah pantai utara Desa
Panyuran. Kesederhanaan makam ini masih sangat terasa . berbeda dengan
makam-makam wali lainnya yang sudah mengalami renovasi beberapa kali., akan
tetapi makam Sunan Andong Willis ini masih asli.
Atap aslinya terbuat dari welit12yang masih ditempatkan pada tempat asalnya, meskipun diatasnya sudah diatapi genteng. Bangunan utama makam juga masih
tetap terdiri dari dua buah makam membujur ke utara, maesan dikepala di tutup
kain putih, dan lantai dari pesisir laut serta kijing dari bangunan permanen yang
sudah lapuk. Untuk memasuki makam orang harus melewati pintu di sebelah
tenggara yang berukuran yang kecil, sehingga orang harus membungkuk.
Pendeknya ukuran pintu masuk, dimaksudkan orang yang akan masuk akan masuk
dalam posisi menghormat.
Di sebelah selatan makam Sunan Andong Willis di bangun sebuah masjid,
yang di berinama Masjid Astana Andongwillis.13 Islamisasi di Jawa tidak bisa
dipisahkan dari kota Tuban sebagai bandar terbesar yang terkenal dimasa
islamisasi. Bahkan ditenggarai bahwa Islamisasi di Jawa sesungguhnya bermula
dari Tuban dan Gresik. Jika di Gresik di jumpai makam Fatimah binti Maimun dan
11
Mujib, Wawancara, Tuban, 19 September 2015.
12
Kata welit disini mempunyai arti daun kelapa yang dikeringkan dan ditata rapi sehingga tidak mudah rapuh.
13
8
kemudian Maulana Maghribi , maka di Tuban dijumpai makam Syeikh Ibrahim
Asmaraqandi.
Tuban menempati posisi terpenting dalam proses islamisasi awal Jawa. Secara
khusus, wilayah pesisir Palang merupkan penyebaran Islam awal di Jawa,
khusunya di Jawa Timur.14
Makam ini digolongkan makam yang sangat tertua atau digolongkan pada
awal islamisasi jawa, yakni disekitar pemerintahan Raden Patah. Makam ini
menjadi menarik karena sering dibakar oleh orang yang tidak setuju dengan
pengkultusan makam. Pada tahun 1967 makam ini pernah dibakar olejh
sekelompok orang yang tidak setuju dengan tindakan takhayul dan khurafat .
tindakan pengkultusan terhadap orang yang meninggal dalam bentuk
upacara-upacara seperti khaul dan nyekar, di anggap tidak Islami, sebab tidak
menunjukkan geneinitas islam.15
Pada dasarnya Sunan Andong Willis ini bukanlah penduduk asli dari oran
Jawa, tetapi baliau berasak dari Madura. Dalam perjalanan ke barat untuk
mendatangi putranya yng belajar agama islam di Bonang, akan tetai sesampainnya
disana ;terjadi pertempuran antara tentara demak melawan tentara majapait. Beliau
membela tentara demak dan terbunuh, dan layonnya mengambang sampai ke
Panyuran tersebut.
14
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: Lkis2005), 167.
15
9
Agama islam umumnya berkembang baik dikalangan masyarakat orang jawa.
Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khususnya untuk tempat beribadah
orang-orang yang beragama islam. Walaupun demikian tidak semua orang
beribadah menurut agam islam.16
Istilah tradisi mengandung pengertian tentang adaya kaitannya dengan masa
lalu dengan masa sekarang. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan dari
generasi ke generasi, dan wujudnya masih ada hingga sekarang. Oleh karena itu,
Sheils (1981:2) yang dikutip oleh Pranowo (2002:8) secara ringkas menyatakan
bahwa tradisi adalah sesuatu yang diwariskan atau ditransisikan dari masa lalu ke
masa kini. Jadi ketika berbicara tebtang tradisi islam berarti berbicara serangkaian
atau doktrin yang terus berlangsung dari masa lalu hingga masa sekarang, yang
masih dan tetap berfungsi di dalam kehidupan masyarakat.17
Header Ruslan ialah seorang guru besar dipondok pesantren Darul Ma’arif
Bandung dalam tulisannya yang berjudul Dinamika Kepemimpinan Kyai atau
Sunan di Pesantren menulis tenang seluk beluk dana arti Kyai atau Sunan.
Menurutnya Kyai berasal dari bahasa Jawa kuno Kiya-Kiya yang mempunyai arti
orang yang dihormati. Sedangkan dalam pemaikannya digunakan untuk pertama,
pada benda atau hewan yang dikeramatkan seperti Kyai Plered (tombak), kyai
Rebo dan Kyai Wage (gajah yang ada di kebun binatang Gembira Loka
16
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Jakarta: DJAMBATAN 1970), 339.
17
10
Yogyakarta). Kedua, kepada orang tua yang pada umumnya. Ketiga, kepada orang
tua yang memiliki keahlian dalam agama Islam yang mengajar santri di pesantren.
Secara termonologi, menurut Manfred Ziemenk, pengertian dari kyai adalah
pendiri atau pemimpin, sebagai muslim yang terpelajar yang telah membaktikan
hidupnya demi Allah serta menyebarkan dan mendalami ajaran-ajaran dan
pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Namun, pada masyarakat
kata Kyai disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam khazanah Islam.
Melihat latarbelakang di atas yang telah penulis paparkan, mka penulis
mengangkat judul. Upacara Ritual Sunan Andong Willis Di Desa Panyuran
Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.
Rumusan Maslah
Berdasarkan latar belakang masalh di atas selanjutnya penuli dapat
merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana latarbelakang kehidupan Sunan Andong Willis di Desa
Panyuran Palang Tuban ?
2. Mengapa tempat-tempat yang ada disekitar makam Sunan Andong
Willis di sakralkan?
3. Tradisi apa yang masih dilakukan hingga saat ini dimakam Andong
Willis ?
11
Tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis, dalam penulisan proposal ini
adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kiprah Sunan Andong Willis dalam
menyebarkan agama islam di tanah Jawa khususnya di Desa Panyuran
Tuban
2. Untuk mengetahui tradisi dan tempat-tempat yang di sakralkan oleh
masyarakat Panyuran palang Tuban
3. Dan untuk mengetahui aktifitas apa saja yang dilakukan di makam
Sunan Andong Willis.
C. Kegunaan Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan membawa nilai dan kegunaan yang besar,
baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis. Hasil penelitian
diharapkan dapat: 1. Aspek Akademis (keilmuan), yakni untuk menambah dan
memperluas serta memperkaya khazanah pengetahuan tentang Makam. Dalam
mengkaji Makam khususnya dalam segi Tradisi dan tempat-tempat sakral di
makam Sunan Andong Willis panyuran palang Tuban. 2. Aspek praktisi dapat
dipergunakan sebagai dokumen kearsiapan di badan Arsip Daerah Tuban dan
12
diharapkan dapat menarik minat peneliti lain khususnya dikalangan mahasiswa
untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang masalah yang serupa.
D. Pendekatan dan Kerangka Teori
Untuk dapat lebih mengetahui dan memahami tentag Makam Sunan Andong
Willis dan Esensi Keberadaan Tempat-tempat Sakral Panyuran Palang Tuban.
Penulis mencoba melakukan penelitian di Makam Sunan Andong Willis.
Merupakan penelitian budaya tentang Makam Sunan Andong Willis dan
Esensi Keberadaan tempat-tampat sakral. Maka penulis menggunakan pendekatan
Antropologi dengan teori-teori sosial karena dalam penelitian ini penulis ingin
membahas tentang tradisi yang masih ada ata masih dilakukan sampai saat ini
oleh masyarakat setempat dan tempat yang masih sakralkan oleh masyarakat
setempat dimana tempat-tempat tersebut adalah peninggalan dari Sunan Andong
Willis.
Dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada Makam Kyai Andong Willis
dan esensi keberadaan tempat yang disakralkan oleh masyarakat Panyuran Palang
Tuban. Penelitian ini berbentuk deskriptif (mencari kejelasan tentang Makam
Sunan Andong Willis studi tentang tradisi dan tempat-tempat sakral yang ada di
makam Sunan Andong Willis).
13
Dalam penelitian tersebut ada hubungan kemiripan dengan penelitian
terdahulu anatar lain yang dibahas oleh :
1. Marzuki, M.Ag Jurusan PPPkn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta. Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Prespektif Islam.
Dalam penelitiannya menjelskan bahwa masyarakat Jawa yang mayoritas
beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya
Jawanya. Di antara tradisi dan budaya ini kadang bertentangan dengan
ajaran-ajaran Islam. Tradisi dan budaya Jawa ini sngatlah dijunjung tinggi oleh
masyarakat Jawa, terutama yang abangan. Diantara tradisi dan budaya ini adalah
keyakinan adanya dewa dewi yang berkedudukan seperti Tuhan, tradisi tentang
ziarah ke makam-makam orang yang tertentu. Melakukan upacara-upacara ritual
yang bertujuan untuk persembahan kepada tuhan atau meminta berkah serta
terkabulnya permintaan tertentu. Menurut Marzuki, dalam tulisannya mengatakan
bahwa : setelah dikaji inti dari tradisi dan budaya tersebut, terutama terlihat dari
tujuan dan tatacara melakukan ritusnya. Jelaslah bahwa semua itu tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Tuhan yang mereka tuju dalam keyakinan mereka jelaslah
bukan Allah, tetapi dalam bentuk dewa-dewi seperti Dewi Sri, Ratu Pantai
Selatan, roh-roh para leluhur atau yang lainnya. Contohnya dalam keraton
Yogyakarta adanya penyembahan keris, dalam prespektif pemikiran mereka keris
mempunyai pengaruh dan efek yakni diyakini sebagai dewa perusak.
2. Andamari Kusuma Wardhanya, 2008, dengan judul Upacara Ruwatan
14
Bojonegoro: Suatu Studi Komersialisasi Tradisi. Upacara ruwatan merupakan
salah satu upcar upacara yang masih dilakukan oleh masyarakat Kabupaten
Bojonegoro. Upacara ruwatan ini bertujuan untuk membuang sengkolo atau
bencana yang ada pada tubuh sesorang yang mempunyai sukerto (kotoran).
Bentuk pelaksanaan upacara ruwatan dilakukan secara masal oleh masyarakat
Kabupaten Bojonegoro dengan harapan bencana yang akan menimpa hidupnaya
bisa terlepas dan kembali menjadi orng yang bersih. Upacara ruwatan masih
dilakukan dan mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat Bojonegoro. Penelitian ini bertujuan (1) menjadikan terjadinya proses
perubahan bentuk upacara ruwatan di Kabupaten Bojonegoro, (2) menjelaskan
perubahan makna upacara ruwatan dari para pelaku Upacara ruwatan, (3)
menjelaskan proses komersialisasi dana upacara ruwatan masal di Kayangan Api.
F. Metode Penelitian
Dalam menggunakan metode antropologi-budaya, tingkatan ini adalah
pengumpulan fakta mengenai kejadian-kejadian dan gejala masyarakat dan
kebudayaan untuk mengolahan secara ilmiah. Dalam kenyataan, aktivitas
pengumpulan fakta disini terdiri berbagai metode mengobservasi, mencatat,
mengolah dan mendeskripssikan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat yang
hidup.18
18
15
Ilmu antropologi-budaya penelitian lapangan merupakan cara terpenting untuk
mengumpulkan fakta-faktanya. Dalam melakukan penelitian dilpang peneliti
datang sendiri dan menceburkan diri dlam suatu masyarakat untuk mendapatkan
keterangn tentang gejala kehidupan manusia dalam masyarakat.
Dalam melakukan penelitian selain obsevasi sendiri sebagian besar bahan
keterangan diperoleh dari warga masyarakat setempat. Yang merupakan
orang-orang pemberi keterangan atau informan.
Data adalah pernyataan atau keterangan atau bahan, dasar yang di pergunakan
untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang diteliti.19 Sedangkan yang
dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data
iperoleh.20 Menurut derajatnya, jenis data penelitian terdiri dari dua macam yaitu
data primer dan data sekunder.21
a. Data Primer
Sumber data Primer yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber primer
yakni sumber asli yang membuat informasi22, atau data yang diperoleh langsung
dari sumbernya, diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya.23
b. Data Sekunder
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), 8.
20
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Preaktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 107.
21
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Media, 1995), 132.
22
Ibid., 132.
23
16
Data Sekunder merupakan sumber yan tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya orang lain atau lewat dokumen, atau data yang
bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti.24 Misalnya dari
majalah, brosur, keterangan-keterangan lainnya. Dalam data sekunder ini data
yang diperoleh adalah data tentang nilai-nilai Islam tentang tradisi.
Selain menggunakan metode di atas penulis juga menggunakan teknik
pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data.25 Sedangkan instrument pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.26
c. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai suatu study yang bersifat sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala yang diteliti dengan cara mengamati dan
mencatat.27
d. Interview (wawancara)
Metode Interview adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan dengan tujuan
24
Lexy, Penelitian Kualitatif, 186.
25
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktiek (Jakarta: PT. Reneka Cipta, 2002), 197.
26
Ibid., 198.
27
17
penelitian.28 Instrumennya adalah pedoman wawancara. Adapun wawancara ini
yaitu langsungtanya jawab dengan kita, kepala desa, juru kunci, serta masyarakat
yang terlibat dalam tradisi tersebut.
e. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang
artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumntasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.29
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, observasi, dokumentasi
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan ke orang lain.30
G. Sistematiaka Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta memudahkan
pemahaman terhadap penulisan penelitian ini, maka penulis membagi skripsi ini
menjadi saling berhubungan. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
28
Sutrisno Hadi, Metodologi Researceh II (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), 193.
29
Ibid., 125.
30
18
Bab pertama ini berisi tentang gambaran secara umum yang meliputi:
Latarbelakang , B. Rumusan Masalah, C. Tujuan Penelitian, D. Kegunaan
Penelitian, E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik, F. Penelitian Terdahulu, G.
Metode Penelitian: data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengambilan
daat, teknik analisis data, observasi, interview, H. Sistematika Pembahasan.
Bab kedua ini berisikan tentang gambaran umum desa Panyuran Kecamatan
Tuban mencakup letak geografisnya, pendidikan, ekonomi serta dinamika
keberagamaan masyarakat serta biografi Kyai Andong willis.
Bab ketiga ini menjelaskan tentang adanya tempat-tempat yang ada di sekitar
makam Sunan Andong willis di sakralkan oleh masyarakt yakni yang
mencangkup beberapa tempat yang di sucikan sebagi berikut: Masjid, Makam dan
sumur yang masih ada sampai saat ini dan masih digunakan oleh masyarakat
setempat.
Bab keempat ini berisikan tradisi yang masih dilakukan masyarakat setempat
mulai sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap ada di tengah-tengah
masyarakat, yang mencakup dari manganan yang diadakan setiap Mulud akan
tetapi seiring berkembangnya zaman dalam hal ini masyarakat juga mengadakan
pengajian, Khaul besar yang selalu dilaksanakan setiap setahun sekali, dan
upacara manganan perahu tradisi ini berbeda dengan larung laut karena mangan
perahu ini dilakukan di daratan bukan di tengah-tengah laut yang seperti biasanya
19
Bab kelima menyajikan penutup, yang berisikan kesimpulan-dan saran-saran,
yaitu kesimpulan secara menyeluruh dari uraian yang penulis kemukakan dalam
bab-bab sebelumnya sertadilanjutkan dengan saran-saran yang dapat digunakan
untuk perbaikan yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini dimasa
BAB II
SUNAN ANDONG WILLIS DAN GAMBARAN UMUM DESA PANYURAN PALANG KABUPATEN TUBAN
A. Biografi Sunan Andong Willis
Makam Sunan Andong Willis ini terletak di dukuh Kepoh, Desa Panyuran,
Kecamatan palang Tuban dalam masyarakat setempat makam Sunan Andong
Willis sangatlah dikeramatkan. Makam ini terletak di wilyah pantai Utara desa
Panyuran. Sunan Andong Willis bukanlah termasuk dari jajaran wali atau Sunan
di Tuban akan tetapi beliau dikenal di tuban dengan sebutan Sunan Andong
Willis karena pertama masuk di tanah jawa khususnya didaerah Tuban juga
sempat menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Ia berasal dari Madura.
Dalam perjalananya ke barat untuk mendatangi putranya yang belajar di Bonang,
maka sesampainya di Gresik terjadi pertempuran antara tentara Demak melawan
Majapahit.1
Pada saat itu beliau ikut andil dalam pertempuran tersebut dan beliau
membela tentara Demak dan beliau terbunuh, layonya mengambang sampai di
Desa Panyuran. Oleh masyarakat setempat dimakamkan di pantai Panyuran
tersebut. Menurut R. Soeparmo dalam bukunya Catatan Sejarah 700 tahun
Tuban, pangeran Andong Willis merupakan dari Madura. Menilik nama ini ada
1
21
kemungkinan yang dimakamkan disitu adalah salah seorang bangsawan dari
Madura. Makam Sunan Andong willis ini merupakan makam yang tertua atau
diperkirakan pada awal Islamisasi di Jawa, yakni disekitar pemerintahan Raden
Patah.
Sebelum jasad beliau dimakamkan di Tuban, jasadnya mengambang di laut
utara desa Panyuran. Pada waktu itu jasad dari Sunan Andong Willis ditemukan
leh masyarakat setempat tanpa kepala. Jasa ini tidak dapat dipindahkan keliang
lahat meskipun diangkat oleh banyak orang. Setelah selepas sholat magrib, dari
arah utara (laut) terlihat cahaya yang sangat menyilaukan mata dan semakin
menepi akan penasaran cahaya tersebut masyarakat menunggu cahaya tersebut
sehingga menepilah cahaya tersebut. Ternayata cahaya yang di tunggu oleh
masyarakat tersebut adalah kepala manusia.
Sehingga menepilah kepala tersebut dan semakin menepi dan kemudian
tergletak di dekat mayat tanpa kepala tersebut. Oleh masyarakat yang menunggu
mayat tersebut kemudia meletakkan kepala tersebut di taruh jasad orang yang
meninggal tersebut. Tiba-tiba tanpa disangka kepala tersebut menyambung
kembali, Wallahua’lam bi Showaf. Setalah kepala dan badan itu menyambung dapatlah jasad tersebut diangkat dan dimasukkan ke liang lahat. Untuk menandai
makam itu ditanamilah pohon kepoh.
Menurut penuturan KH. Abdul Matin, yang merupakan pengasuh Pondok
Pesantren Bejagung Semanding, Syekh Andalusy adalah seorang penyiar agama
22
rombongan Syekh Maulana Mlaik Ibrahim Asmoro, ayahanda dari Sunan
Ampel. Saat itu, para penyebar Islam yang datang ke negeri-negeri jauh telah
bersepakat, jika dintara mereka meninggal dalam perjalanan, sementara jarak
tujuan yang masih jauh, mayatnya terpaksa dilempar ke laut untuk mengurangi
beban kapal dan agar tidak menggangu para mujahid yang lainnya. Atas takdir
Allah, Syekh Andalusy meninggal dalam perjalanan menuju ke tanah Jawa.
Mayatnya pun kemudian dilempar ke laut, dan dibawa ombak hingga ketepian
pantai Demak. Masyarakat yang menemukannya lalu menguburkn mayat itu,
tidak jauh dari pantai mayat yang terdampar.
Agama Islam masuk ke Indonesia melalui para Ulama’ yang telah
menuntut ilmu dari negara-negara yang masyur dalam bidang keilmuannya
kemudian para ulama’ tersebut berkunjung ke pulau Jawa pada abad ke-15 dan
ke-16 untuk menyebarkan agama Islam. Di samping itu. Mereka juga mengurusi
masalah kepetingan duniawi. Pengislaman pulauan indonesia merupakan jerih
payah usaha mereka mendapat sambutan yang cukup meriah sebagai ahli
spiritual dan intelektual. Mobilitas sosial kosmopolit, pergaulan luas, mempunyai
jaraingan antar negara, mempunyai daya pikir, dan penuh dengan kecakapan,
membuat daya tarik pada pihak istana Islam. Mereka direkrut sebgagai tenaga
ahl, penasehat, dan bahkan diminta untuk membantu memimpin usaha.2
Akan tetapi belum genap sehari, makam Syekh Andalusy hilang termakan
ombak pasang, dan mayatnya terseret hingga ke pantai Lasem. Masyarakat
2
23
setempat pun menguburkannya akan tetapi lagi-lagi ombak laut merusak
makamnya dan membawa jasad Syekh Andalusy hingga jauh ketepian patai
Pamanyuran (Panyuran). Warga saat itu hendak mengembalikan jasad Syekh
Andalusy ke Demak, karena masyarakat setempat telah mendengar kabar bahwa
ada jasad seorang dari daerah jauh yang hilang saat dikuburkan di Demak. Tetapi
saat diangkat tak seorang pun yang mampu mengangkatmya.
Datanglah kemudian Syekh Maulana Ishak yang sedang melacak jejak
mayat sahabat mujahidinya itu. Setelah mendengar kabar dari masyarakat
setempat, Syekh Maulana Ishak lalu memutuskan agar mayat Syekh Andalusy
dikubur saja di Dukuh Kepoh, Panyuran itu. Orang-orang tentu bertanya pada
Maulana Ishak, itu mayat siapa. Oleh Maulana Ishak menjawabnya namanya
Syekh Andalusy. Berhubung lidah orang Jawa saat itu belum terbiasa dengan
lafaz asing, maka masyarakat setempat menyebutnya dengan pangillan Andong
Willis, sampai saat ini.3
Dari Makam Sunan Andong Willis ini banyak peristiwa yang telah
beberapa kali terjadi dan membuat unik dari makam ini karena makam dari Kyai
Andong Willis ini sudah beberapa kali dibakar oleh orang-orang tidak setuju
pengkultusan4 makam. Pada masa kepemimpinan Kepala Desa Soedirman makam ini dibakar oleh sekelompok orang yang tidak setuju denga tindakan
3
Tim penyusun, Tuban Bumi Wali The Spirit Of Harmoni (Tuban: Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, 2013) 203-204.
4
24
takhayul dan khurofat. Tindakan pengkultusan terhadap orang yang meninggal
dalam bentuk upacara-upacara sperti khaul dan nyekar, dianggap tidak islami,
sehingga tidak memperhatikan geuninitas islam.5
Dalam pendidikannya Sunan Andong Willis ini sangatlah tekun dalam
menuntut ilmu beliau dari kecil sudahlah mendalami ilmu-ilmu yang di peroleh
semas beliau menuntut ilmu di negri-negri sebrang. Sepulangnya dari menuntut
ilmu beliau banyak mencetuskan beberapa buku yang ia gunakan dalam
menyebarkan agama Islam khususnya di kota Tuban. Kyai Andong Willis ini
sangatlah haus kan pengetahuan, ia tekun dalam belajar.
Dalam menuntut ilmu Sunan Andong Willis dikenal sangatlah cepat
mengingat dan mampu menyerap pengetahuan dengan cepat. Beliau mempelajari
berbagai ilmu agama yang mampu mendukungnya dalam menyebarkan agama
Islam.
Sepulangnya dari menuntut ilmu beliau menyebarkan agama Islam dan
kemunculan dari Sunan Andong Willis sebagai ulama’ di tengah-tengah
masyarakat yang masih belum mengenal agama Islam. Sebagai ulama’ yang
sangatlah tangkap beliau mengajarkan ilmunya dengan sunguh-sunguh dan
bertekun beliau mampu mengajak masyarakat untuk memeluk agama Islam,
selain dalam menyebarkan agama islam beliau juga menulis karya-karyanya.
5
25
B. Kondisi Masyarakat Desa Panyuran
1. Letak Geografis dan Kondisi Demografis
Desa panyuran merupakan desa yang terletak di daratan redah, tinggi,
pantai dan sebagian tanahnya adalah tanah kering, secara geografis Desa
Panyuran memiliki luas kuarang lebih 14,075 ha. Desa ini terletak kurang lebih
15 Km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan, 9 Km dari Ibukota
Kabupaten/Kota,, 105 Km dari kota Provinsi.6
Desa panyuran tepatnya disebelah Utara Laut Jawa da di tengah-tengah dua
desa, yakni desa Gresik Harjo dan desa Glodok. Desa Gresik Harjo berada
disebelah Barat sedangkan desa Glodok berada di sebelah Selatan dan Timur.
2. Kondisi Penduduk
Mayoritas penduduk desa palang oleh suku Jawa, ada pendatang yang
kemudian menetapa. Warga pendatang yang menetap umumnya disebabkan oleh
faktor perkawinan, dan ada juga yang disebabkan oleh faktor tugas, seperti
penugasan mengajar. Berdasarkan adat yang diperoleh dari penduduk desa
Panyuran Kecamatan Palang Kabupaten Tuban berjumlah 3941 jiwa.7
6
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tuban tahun 2012. Kecamatan Palang Dalam Angka 2012,2.
7
26
Tabel 1
Kondisi Penduduk desa Panyuran8
Tingkat penduduk Jumlah
Kepala Keluarga 1112 orang
Jumlah Perempuan 1990 orang
Jumlah Laki-laki 1951 orang
Agama Islam 3939 orang
Kristen 2 orang
3. Kondisi Ekonomi
Berdasarkan tingkat penghasilan warga panyuran, warga kurang mampu
menduduki peringkat pertama. Selanjutnya kepala keluarga dan yang terakhir
keluarga kaya. Klasifikasi ini berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan
merupakan yang dibandingkan dengan besar pemasukan yang mereka peroleh,
disamping itu, klasifikasi ini juga melihat dari harta profit dan nonprofit yang
mereka miliki.
8
27
Desa Panyuran tingkat perekonomiannya dan keadaan perumahan atau
tempat tinggal dilingkungn kehidupannya sangatlah sederhana. Dalam hal ini
antara tempat tinggal yang satu dengan yang lainnya saling berdempeetan
sehingga faktor lingkungan menjadi masalah yang cukup besar.
Tingkat mata pencarian desa Pabyuran mayoritas sebagai nelayan,
sehingga tidak salah jika mereka menggantungkan hidupmya dari hasil melaut.
Jumlah warga Panyuran yang pekerjaanya sebagai nelayan sebanyak 1,376
orang, ada juga yang sebagai pns 9 orang, ABRI 6 orang, swasta 424 orang
pedagang 275 orang, tani 5 orang, pertukangan 19 orang, buruh tani 23 orang,
pensiun 3 orang, jasa 2 orang.9
Guna meningkatkan pengahsilan dari pekerjaan sebagai nelayan serta
kesejahteraan keluargannya maka didesa panyuran perlu upaya dukungan dari
pemerintah setempat untuk didirikan sebuah koperasi agar kesejahteraan nelayan
setempat lebih sejahtera.
Tabel 2
Jumlah penduduk menurut kondisi perekonomian
Jumlah Perekonimian Jumlah
Nelayan 1,376 orang
PNS 9 orang
ABRI 6 orang
9
28
Swasta 424 orang
Pedagang 275 orang
Tani 5 orang
Pertukangan 19 orang
Buruh Tani 23 orang
Pensiun 3 orang
Jasa 2 orang
C. Aktivitas Masyarakat Desa Panyuran Plang Tuban
Jika ditinjau dari segi keagamaan, dapat disimpulkan bahwa penduduk
Desa Panyuran Kecamatan Palang Kabupaten Tuban adalah mayoritas agama
Islam, dan mayoritas bermadzab Syafi’i. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan
-kegiatan yang dilakukan masyarakat yang mengarah pada -kegiatan yang
dilakukan oleh para ahlu sunnah wa al-jama’ah, biasanya ajaran ini diidentikan dengan organisasi masyarakat Nahdhatul Ulama (NU).10
Bila ditinjau dari aktifitas keagamaan dapat dikatakan bahwa mayoritas
keIslaman penduduk Panyuran begitu kuat. Terbukti dengan antusias mereka
mengikuti berbagai aktivitas keagamaan baik berupa kegiatan harian, mingguan,
bulanan, dan tahunan. Sehingga kegiatan tersebut syi’ar Islam di Desa Panyuran
10
29
menjadi semakin semarak. Adapun aktifits yang selalu dilakukan penduduk desa
Panyuran yakni sebagai berikut:
1. Kegiatan Harian
Ialah aktifnya penduduk Desa Panyuran yang melaksanakan sholat fardhu di
masjid, musolla bahkan di rumah-rumah sendiri baik dilakukan secara
berjama’ah maupun induvidu. Jug juga aktifnya pengajaran baca da menulis
Al-Qur’an (mengaji) bagi anak-anak kecil dan remaja yang dilakukan sore hari dan
sesudah magrib di masjid, musollah dan di rumah para ustadz-ustadzah.
2. Kegiatan Mingguan
Ialah kegiatan keagamaan yang dilaksanakan satu minggu sekali yang
meliputi kegiatan seperti dhiba’an, yasinan dan tahlilan. Kegiatan dhiba’an yaitu
pembacaan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad yang dibaca secara
bergantian dalam suatu kelompok yang diikuti oleh anak-anak, remaja, orang
dewasa dan orang tua baik perempuan maupun laki-laki.
Kegiatan ini dilakukan di musollah satu ke musollah yang lainnya secara
bergiliran. Sedangkan yasinan dan tahlilan yang biasanya dilaksanakan pada hari
senin malam selasa sesudah isya’ bertempat dirumah oenduduk desa secara
bergantian, kegiatan ini biasanya diikuti oleh ibu-ibu fatayat.
3. Kegiatan Bulanan
Kegiatan keagamaan satu bulan sekali ini beruapa pengajian yang biasanya
30
pengajian dimulai diawali dulu dengan bacaan surat Al-Waqiah dan pembacaan
Istigosah. Kegiatan ini diikuti oleh kaum laki-laki. Disamping pengajian,
nyekar11 juga merupakan kegiatan bulanan yang ada di desa Panyuran, kegiatan ini dilaksanakan sesudah ashar pada hari kamis malam jum’at wage.
Semua masyarakat laki-laki maupun perempuan, baik remaja maupun orang
dewasa semua berbondong-bondong berdatangan ke makam untuk berziarah ke
makam keluarganya yang sudah meninggal.
4. Kegiatan tahunan
Kegiatan keagamaan yang dilakukan satu tahun sekali ini berupa aktifnya
masyarakat melakukan peribadatan pada bulan romadhon, selesai melakukan
ibadah puasa, penduduk desa juga aktif ibadah-ibadah yang lain seperti sholat
tarawih 20 rakaat dan sholat witir 3 rokaat dengan berjama’ah dan tadarusan baik
dimasjid ataupun di musollah. Semua kegiatan keagaman tersebut membuktikan
bahwa mayoritas masyarakat desa Panyuran merupakan masyarakat yang
religius dengan kualitas keIslama yang sangat kuat.12
11
Nyekar dalam bahasa indonesia mempunyai arti takziyah kekeluarganya yang sudah meninggal.
12Thoha Hamim, “Merayakan Maulid Nabi Tradisi Popular di Kalangan Masyarakat Pesantren”,
31
BAB III
TEMPAT YANG DISAKRALKAN OLEH MASYARAKAT PANYURAN KABUPATEN TUBAN
A. Makam yang disakralkan
Dalam bahasa Arab, makam berasal kata maqam yang berarti tempat, status,
atau hirarki. Tempat menyimpan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut Qobr,
yang dalam penyebutan orang Jawa kubur atau lebih jelasnya disebut kuburan. Baik
kata makam atau kubur yang biasanya memperoleh akhiran an, yang pada akhirnya
disebut dengan kuburan atau makaman pada umumnya digunakan untuk menyebut
tempat menguburkan atau memakamkan mayat. Dalam penamaannya tidak ada
bedanya, sehingga orang yang akan beziarah bisa mengatakan ke makaman atau
akan kekuburan. Namun, dengan demikian ada kekhususan tersendiri dalam
kuburan atau makam tersebut karena yang dikuburkan itu adalah sorang tokoh
ulama penyebar agama islam atau wali sehingga masyarakat menyebutnya dengan
makam wali.
Makam bagi sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya
sekedar tempat penyimpanan mayat, akan tetapi adalah tempat yang sangat
dikeramatkan karena disitu dikuburkan jasad orang yang sangat penting atau
seorang tokoh yang sangat disegani dan dihormati. Jasadnya bukanlah seperti jasad
32
dimakan ulat dan lain sebagainya karena adanya kekuatan magis yang dimiliki oleh
tokoh tersebut meskipun sudah meniggal.
Dalam penyebaran agama islam dipulau Jawa khususnya di Tuban banyak
sekali tokoh-tokoh agama yang menjadi penyiar agama islam. Bukannya hanya
Kyai Andong Willis saja. Akan tetapi di pesisir utara Jawa terdapat beberapa
kompleks pemakaman yang merupakan tempat-tempat pemakaman yang
merupakan tempat-tempat penguburan yang dianggap keramat oleh masyarakat.
Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang tercatat, misalnya dari Gresik dapat
ditemukan catatan sejarah, yaitu :1) Batu maezan Fatimah Binti Maemun bin
Hibatullah (terkenal dengan nama putri Suwari) di mLeran disebelah utara kota
Gresik yang bertuliskan huruf kufi dengan bahasa Arab berangka tahun 475 atau
495 H. Dalam menentukan tahun tersebut dikarenakan ada beberapa bagian huruf
yang hilang. 2) Terdapat juga batu maezan Malik Ibrahim yang terbuat dari batu
pualam, yang bertuliskan kufi pulan jdalam bahasa arab yang meninggal pada hari
senin, 12Rabiul Awal 822 H.1
Berbagai makam ali tersebut hingga sekarang tetap mendapatkan
pengkramatan dari sebagian umat Islam yang melalui upacara ziarah, peringatan
tahunan dimana masyarakat menyebutnya dengan khaul. Makam yang esensinya
merupakan tempata penyimpan jenazah berubah fungsi menjadi tempat ritual
keagamaan dan ekonomi.
1
33
B. Masjid tempat yang disakralkan
Masjid bagi umat Islam merupakan tempat yang dianggap suci untuk
melakukan ibadah, terutama shalat. Menurut sebagian orang Masjid bukanlah hanya
tempat untuk beribadah aka tetapi mereka mempunyai prespektif bahwa Masjid
merupakan tempat yang sangat disakralkan dan mengandung makna kesakralan
tertentu pula. Sebagai tempat yang disakralkan, masjid menjadi tempat ibadah,
seperti shalat wajib, shalat Jum’at, selain itu masjid menjadi tempat yang di sucikan
karena yang mendirikan oleh orag yang suci. Masjid menjadi tempat yang suci
karena yang mendirikan merupakan orang dipilih oleh Allah sebagai hamba yang
terpilih.2
Seorang arsitektur muslim diberi kebebasan dalam menentukan bentuk dan
model bangunan masjid, karena model dan bentuk masjid termasuk dalam masalah
Ijtihadiyah para arsitektur muslim. Juga tidak ada perintah kusus bentuk-bentuk
bangunan masjid itu, artinya model dan bentuk masjid termasuk dalam kriteria.
Pada penyebaran islam keberbagai penjuru dunia, menyebabkan bentuk
masjid sangatlah beragam, kebergaman ini menjadi khasanah dan menjadikannya
sabgtlah unik. Penyebabnya lingkingan memberi warna dan bebtuk masjid.
2
34
Kedatangan Islam di Indonesia mampu menerobos dan berdakwah
ditengah-tengah masyarakat Hindu. Sehingga ada saat ini Islam merupakan agama yang
paling besar di Indonesia. Setelah Islam menjadi agama yang tidak terhitung
banyaknya, dimana ada kelompok Islam dan mereka pertama-tama mendirikan
masjid yang merupakan tempat yang sangtlah penting untuk didirikan.
Snouck Hurgonje pernah mengatakan masjid di Indonesia, kalau
dibandingkan dengan masjid di negara yang lainnya, merupakan pusat pengaruh
islam yang lebih besar terhadap kehidupan penduduk secara keseluruhan. Orang
yang ingin menyelidiki keagamaan disalah satu pulau di Indonesia seperti Jawa,
harus memulai dengan mempelajari masjid.3
Mihrab dan mimbar dalam bait Allah, seperti juga makam, terutama
dimadinah, memiliki kekudusan khusus, pengunjung-pengunjung datang berziarah
untuk mendapatkan berkah. Dalam masjid sering terdapat tempat yang memiliki
kekudusan khusus. Misalnya Masjid Quba dan Madinah, tempat dimana Nabi
melakukan shalat dipandang kudu dalam masjid-masjid lain tempat dimana seorang
wali, atau seorang keramat yang pernah duduk atau dimana terjadi peristiwa yang
dianggap bersifat kudus atau supernatural, dipandang memiliki kekudusan dan ia
ramai diziarahi. Pengunjung-pengunjung yang saleh melakukan ziarah ke masjid
3
35
yang dianggap merka sebagai tempat yang sakral dan memiliki makna kesakralan
tertentu.4
Dengan meningktnyaderajat kekudusan, maka cara dan siapa yang boleh
memasuki masjid , dan laku perbuatan dalamnyamenjadi terbatas, apabila
dibandingkan dengan cara dan siapa yang boleh memasukinya dan laku
perbuatannya di dalmnya dalam kurun Nabi. Misalnya kebiasaan meninggalkanalas
kaki waktu masok masjid, dimulai dari zaman ‘Umar. Bermacam kaidah lahir
dalam rangka menjunjung tinggi kekudusan masjid. Diantara kaidah itu ada yang
berhubungn dengan kehadiran wanita dalam masjid.
Dilihat dari segi harfiah, masjid memanglah tempat sembahyang. Perkataan
masjid berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan, fi’il madinya sajada (ia
sudah sujud), fi’il sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim
makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjid. Jadi,
ejaan aslinya adalah masjid (dengan a).
Bermacam-macam kaidah lahir dalam rangka menjunjung tinggi ekudusan
masjid. Diantara kaidah itu ada yang berhubungan dengan kehadiran wanita dalam
masjid.
Masjid-masjid yang ada di Indonesia merupakan masjid yang sangatlah
dikuduskan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Akan tetapi, yang kudus atau
keramat sebenarnya adalah makam itu sendiri. Inilah yang mengerakkan orang
4
36
mendirikan masjid atasnya. Sifat kekudusan dari masjid hanyalah karena ada
makam di sekitarnya sehingga membuat orang beriisiatif untuk membangun sebuah
masjid di sekitar makam tersebut.
Kekuasaan seorang wali atau keramat yang membangunkan masjid, berbekas
pada bangunan tersebut. Masjid-masjid yang seperti inilah ramai diziarahi. Masjid
di Indonesia dipandang dengan sebegitu kudusnya, sehingga terutama masjid
sebagai tempat beribadah. Hampir tidak terlintas dalam pikiran orang, untuk
menghubungkan masjid dengan kebudayaan. Kebudayaan adalah soal duniawi,
yang bersifat profan. Sol-soal duniawi, kemasyarakatan boleh dilakukan kalau mau
tapi janganlah di masjid.5
Masyarakat panyuran dalam mempergunakan masjid tidaklah hanya untuk
mengerjakan sholat saja, akan tetapi di masjid juga juga sering dilakukan pengajian
Al-Qur’an. Pengajian yang dipandang amal saleh telah ada sejak perkembangan
islam.
Masjid menjadi ramai ketika pada bulan Ramadhan, juga pada malam-malam
tertentu, misalnya hari besar, hari peringatan, tahun baru, dalam pertengan bulan
dan bulan baru. Yang diadakan dzikir dan membaca ayat-ayat suci al-qur’an serta
adanya makanan dan minuman yang telah disajikan oleh masyarakat disekitarnya
untuk warga yang sedang melakukan tahlilan ataupun kegiatan yang lainnya.
Masjid yang ada di sakralkan oleh masyarakat Panyuran palang Tuban ini
mempunyai bangunan yang sangat unik dan sangatlah sederhana. Masjid ini
5
37
menglami beberapa kali pemugaran. Masjid ini dibangun pada tahun 1972 dari
bentuknya yang emula sangatlah sederhana yang beratapkan genting biasa,
berdinding kayu dan lantai kayu karena pada saat itu belumlah zamannya semaju
sekrang. Terjadi pemugaran kembali pada tahun 1972 yang dibangun secara
permanen. Akan tetapi, pemugaran tersebut tidaklah merubah keseluruhan dari
bangunan Masjid yang lama.
Seiring dengan berjalannya waktu masjid ini dengan mengalami beberapa
perubahan. Pertumbahan Islam Indonesia didukung oleh tradisi lama di satu pihak
dan kebudayaan asing non Islandi pihak lain.6
Perkembangan Islam tidak terleps dari pengaruh Akulturasi, ini karena proses
timbulnya budaya Islam tidak terlepas dari ungkapan pandangan hidup kaum
muslimin yang merupakan penjelma dari kegiatan hati nuraninya. Yang paling
menonjol dari ungkapa hati nurani ini dalah hal-hal yang berkaitan dalam bentuk
seni. Kebudayaan islam merupakan salah satu bentuk wadah untuk memberi bentuk
serta warna tentang kesenian Islam.
Bila dibandingkan ssecara sepintas monumen-monumen arsitektur Islam di
Indonesia dengan monumen-monumen arsitektur kebudayaan Indonesia-hindu
bahkan dengan zaman Indonesia-kolonial, jumlahnya tidaklah mencolok, kalau
ratusan ribu bangunan masjid yng ada tidak turut dihitung.
Dalam perkembangan keseniannya akan terlihat dalam bidang seni rupa,
bidang-bidang arsitektur, seni kerajinan, seni hias, atau dekorasi. Seni tulis kaligrafi
6
38
maupun seni lukis mimbar, banyak memperlihatkan kemajuan bidang-bidang seni
rupa Islam. Bangunan-bangunan masjid, istana-istana, madrasah mauseloum adalah
salah satu bukti pengungkapan seni bangunan (arsitektur) Islam, yang memilki
keindahan yang tiada taranya.
a. Ornamen
Dalam masjid Astanna ini masih terlihat sederhana akan tetapi tmempunyai
arti yang sangat dalam. Meski dalam masjid ini tidak begitu semewah
masjid-masjid yang lainnya. Seperti dalam masjid-masjid yang lainnya seni ukir dalam ukiran
yang lebih besar diterapkan pada bangunan-banguna Islam. Tiang-tiang kayu yang
ditata hampir keseluruhannya penuh dengan ukiran, bahkan mimbar pun tidak
terlepas dari ornamen ukiran ini.
Dalam masjid Astana ini juga memiliki ornamen-ornamen yang menarik.
Sepadan dengan berkembangnya seni ukir ini, maka hampir sama bentuknya
dengan segala bentuk hiasan yang diterapkan pada arsitektur Islam. Malahan sebagi
seni komponen seni rupa maka seni hias, ornamen ini merupakan jalan keluar dari
adanya larangan bagi kaum muslimin untuk menggambarkan manusia dan mahluk
hidup lainnya sebagai motif, berupa lukisan atau patung. Motif yag terpilih dan
sesuai dengan tradisi lama ialah hiasan yang merupakan bentuk stilasi dari
pertumbuhan yang dibuat melingkar-lingkar dan meliuk-meliuk dengan mengikuti
pola ornamen, yang kemudian terkenal sebagai hiasan arabsek.
Sebagai timbal balik, munculah seni hias geometris yang dipadukan dengan
39
terhadap eni kaligrafi dalam masyarakat. Apalagi untuk penampilan hiasan didalam
masjid huruf arab ini akan sangat cocok untuk menerapkan cuplikan ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjadi hiasan di pinggir yang mengelilingi bagian atas dinding
masjid. Hiasan masji ini mengunakan tulisan kaligrafi arab kufa yang mulai dipakai
sejak zaman dinasti Umayyah, di zaman perkembangannya kemudian dipakai pula
huruf Arab Nashi, atau corak karmalis.
Seni tulis atau disebut seni kaligrafi, yang bersumber dari tulisan arab, yang
berkembangnya telah dimulai sejak berabad-abad yang lampau.7 Dibeberapa negara
Islam, seperti Turki, Persia, India, Mesir dan jugadi Indonesia, seni kaligrafi arab
telah merupakan salah satu cabang seni Islam yang mengalami perkembangan yang
menonjol disamping seni arsitektur.
Dalam arsitektur Islam seni dekoratif dan ornametik mempunyai ciri-ciri yang
berbentuk garis-garis, bidang ritme dan warna-warna yang menarik yang kemudian
membentuk satu kesatuan yang sangat saling berkesinambungan. Menurut
pengertian seni hal tersebutlah yang menjadi elemen utama estetika.
Dalam masjid Kyai Andong Willis ini terdapat tulisan kaligrafiyang berada
didinding disebelah kanan dan kiri mihrab dan juga pada bagian atas . Hiasan huruf
arab atau kaligrafi tersebut berupa tulisan-tulisan lafal Al-Qur’an.
b. Mihrab
7
40
Suatu ruangan atau relungan yang ada didalam masjid yang terletak didepan
sekali pada bagian masjid dan berfungsi sebagai penunjuk arah kiblat. Ukurannya
macam dan besar kecilnya. Bentuk dibagian depan juga
bermacam-macam dan besarnya penuh dengan hiasan. Dan mihrab juga merupakan syarat
untuk pembangunan masjid. Cirri dari pembangunan masjid yang ada di seluruh
dunia yakni terletak di bagian mihrabnya.
Mihrab yang merupakan bagian dari masjid, sering juga bentuknya seperti
lengkung tapal kida, yang biasanya teletak dikiri mimbar. Yang istilah Jawa disebut
dengan pengimaman dan di sunda disebut dengan paimanan (tempat imam).
Dalam masjid Astanna Kyai Andong Willis ini mempunya dua mihrab yang
saling berdampingan. Dalam mihrab tersebut terletak pada kiri dan kanan dalam
bagian atasnya bertuliskan ayat-ayat suci Al-Qur’an pada mihrab sebelah kiri
diguankan sebagi tempat untuk imam, sedangkan mihrab bagian kiri digunakannya
untuk ceramah ayang biasanya dilakukan selepas sholat magrib.
c. Menara
Setelah agam Islam berkembang, fungsi salah satu bagian dari bangunan
masjid yakni bergeser menjadi tempat untuk menyerukanadzan. Penambahan
menara bukan hanya untuk menambah keagungan masjid dan keindahan masjid,
akan tetapi berfungsi sebagi tempat untuk mengumandangkan adzan yang
dilakukan oleh muadzin. Pada masa Nabi Muhammad SAW dan al-Khufah
Arrasyidin, masjid madinah belum memilki menara, sehingga seorang muadzin
41
Dalam sejarah, menara sebagai bagian dari bangunan masjid umumnya
relative muda. Sebab menara adalah bagian yang ditambahkan dalam pembuatan
masjid. Adanya menara masjid-masjid yang ada di Indonesia asal mulanya yang
dipengaruhi oleh imigran-imigran dari Arab.8 Karena pada waktu dulu adzan
dilakukan di tingkat yang teratas dari atap bangunan masjid. Baru dari abad ke-19
muncul adanya menara masjid yang dibangun oleh imigran-imigran arab.
d. Pintu dan Jendela
Peradaban Islam menganjurkan pemanfaatan maksimum terhadap faktor
alamiah dalam arsitektur, yang mengkombinasikan keindahan dan efisensi, yang
mengambarkan pengaruh berimbang dengan lingkungannya. Atas dasar prinsip ini,
seorang arsitek muslim tidak pernah menggunakan jendela kaca besar dilingkungan
yang berudara panas, yang memungkinkan udara panas untuk masuk kdalam
ruangan. Sebaliknya dia menggunakan tenaga dari luar secara maksimal untuk
mempertahankan agar suhu didalam ruangan tetap sejuk. Begitu pula penggunan
sinar dalam pola arsitektur muslim dan dan dalam perencanaan kota, keduanya
mengingatkan kehadiran Tuhan, sebagai sumber kegembiraan, kenikmatan, sumber
cahaya alam, dan tenaga panas. Jadi arsitektur islam menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi tradisional untuk menciptakan suasana damai, tentram
dan keindahan didalam gedung juga di daerah perkotaan, yang ada pada waktu
8
42
bersamaan, menjaga kesinambungan alami diantara ilmu-ilmu pengetahuan yang
ada.
Bentuk lengkung pintu dan jendela masjid yang berbentuk lengkung tapal
kuda setengah lingkaran merupakan cirri khusus dalam arsitektur masjid yang
terdapat disemua negara islam maupun negara lain yang ada bangunan masjidnya.9
Bentuk-bentuk lengkung tapal kuda ini yang bercorak setengah lingkaran ini,
memiliki kebersamaan bentuk kubah, dimana kubah tersebut juga berbentuk
setengah lingkaran. Kalau dibandingkan kedu corak lengkung kubah dengan
lengkung pintu dan jendela masjid ini, dapat disebutkan bahwa pengarah bentuk
kubah sengat besar terhadapa bentuk lengkung pintu dan jendela, malah memilki
kebersamaan bentuk yang searah, sehingga dengan kebersamaan pola tersebut
melahirkan suatu keselarasan pandangan yang menyatu dalam sebuah bangunan
masjid.
Bentuk pintu, jendela, dan kubah pada masjid Kyai Andong Willis ini sama
dengan bentuk masjid-masjid yang lainnya yaitu bentuk lengkung tapal kuda.
Dengan demikian bentuk lengkung-lengkung pintu jendela serta bentuk atap kubah
adalah keserasian yang terpadu dalam suatu corak arsitektur bangunan masjid.
Sehingga keduanya bersatu dalam memperlihatkan sinar keagungannya.
Dalam kesaakralan masjid Astanna di Panyuran Palang Tuban ini terletak
pada pengkudusan masjid itu sendiri karena pada zaman dulu masjid tersebut
9
43
digunakan untuk menyebarkan agama islam dan digunakan untuk berdakwah oleh
kyai Andong Willis ini untuk memperluas agama Islam di Pulau Jawa. Sehingga
masyarakat sampai saat ini masih menggunakan dan merawat masjid tersebut
dengan baik.
C. Sumur yang disakralkan
Dalam kehidupan masyarakat panyuran palang tuban pada saat itu belum
secanggih pada zaman sekarang, dan sebelum adanya teknlogi yang sangat
memungkinkan untuk membuat sebuah sumur, yakni maka masyarkat panyuran
dulu menggunakan sumur dari makam Kyai Andong Willis yang sudah ada sejaka
zaman dulu. Akan tetapi sumur di makam itu sekarang sudah di pugar menjadi
lebih modern dengan seiring berjalannya waktu dan teknologi sudah semakin
canggih. Dalam sumur itu sekarang telah dibuat dengan menggunakan keran.10
Dalam masa sebelum ada teknologi yang secanggih sekarang masyarakat
panyuran palang tuban dulu membuat sumur untuk mendapatkan air demi
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Akan tetapi, apabila musim kemarau tiba
sumur mereka kekeringan. Tapi tidak dengan sumur Kyai ini sumur ini selalu ada
air dan tidak pernah mengalami kekeringan sama sekali.
Warga selalu mengambil air di situ pabila musim kemarau telah tiba.
Masyarakat menganggap suur itu membawa berkah. Tidak hanya untuk dibuat
10
44
untuk minum akan tetapi masyarakat juga menggunakannya untuk keperluan
sehari-hari.
Sumur ini berbeda dengan yang dibuat oleh masyarakat sekarang. Selain
bentuknya yang unik, yakni dengan dinding yang tidak merata, airnya sangatlah
bening dan sangat menyegarkan. Dulu sebelumnya dinding sumur ini diatasnya
terbuat dari balok yang terbuat dari kayu jati.
Dengan berjalannya waktu sumur tersebut sekarang telah mengalami
perubahan. Dalam mengambil air pada zaman dulu seorang wanita menggunakan
buyung sedangkan laki-laki menggunakan pikulan. Dalam hal ini wanita dan
perempuan sama tidak ada yang membedakan kasta, karena dalam hal ini sumur
menjadi tempat bertemunya masyarakat.
Sumur dalam hal ini juga merupakan tempat yang disakralkan oleh
masyarakat setempat. Dalam anggapan orang Jawa sumur merupakan berkah
sehingga dalam keberadaannya perlu ditempatkan didalam kesakralannya.
Dalam penghormatan atas pengeramatan sumur, hakikatnya juga terkait
dengan perasaan syukur terhadap Allah yang telah memberikan keberkahan berupa
air yang menjadi sumber kehidupan. Sumur tidak hanya sebagai minum, memasaka
membersihkan badan dan memberikan kehidupan bagi mahluk yang lainnya. Akan
45
sebagai sarana untuk berwudhu (bersuci) dari Hadasts atau najis, baik besar maupun
kecil.11
Dalam hal ini masyarakat beranggapan bahwa sumur yang ada didekat makam
Kyai Andong Willis ini memiliki kesakralan yang sangat luar biasa dikarenakan
banyak peziarah yang datag kemudian mengambil airnya untuk dibawa pulang dan
dikasih kepada sanak saudara dan mereka beranggapan bahwa airnya sangat
mujarab sehingga dapat mengobati segala macam penyakit. Meskipun belum teruji
klinis akan kekasiatan air tersebut akan tetapi dari masyarakat sendiri sudah
beranggapan dari dulu hingga sekarang.
11