KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO)
SKRIPSI
Diajukan kepada Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana dalam program Srata Satu (S-1)
pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)
Oleh:
UMI MAGHFIROH B32210022
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO)
SKRIPSI
Diajukan kepada Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana dalam program Srata Satu (S-1)
pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)
Oleh:
UMI MAGHFIROH B32210022
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
Siraman do’a dan lautan kasih sayang beliau menjadikan kami sebagai pribadi yang terarah.
Saudara sekandung, mas Andik, adek Fila, adek Fina, adek Fita, adek Fiza, adek Syifa. Kasih sayang dan motivasi kalian mampu mengantarkan adek dan
mbak kalian menjadi seseorang yang mampu untuk melewati banyak hal.
Mas Nun yang setia mendampingi saya dalam setiap kondisi.
Anak-anakku Xaby, Viera, Cunie, Memeo, Lyx, Misty, dan Cuhus bermain bersama kalian menjadi kegembiraan tersendiri.
Abah Imam Chambali dan Ibu Luluk Chumaidah, orang tua kedua nanda selama di Surabaya, matur sembah nuwun atas segala arahan dan bimbingannya.
Para Guru yang ikhlas membimbing dan mendidik saya, para Handai Taulan yang sudi memberikan motivasi dan inspirasi.
Para sahabat yang tiada hentinya menyemangati saya ketika saya rapuh, biyung Nurul, Istianah, Fara Twin, Neng Nad, Budhe Rysca, Osin, Vitri
Hulwa, sahabat di kamar Siti Aisyah, kamar Makkah, areK NDALEM
Teman-teman Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010. Terimakasih atas warna yang kalian berikan.
Teman-teman Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, melewati banyal hal bersama kalian menjadi hal yang tidak akan terlupa.
Sabar itu indah
Ikhlas itu mujarab
Istiqomah itu karomah
bekerja pada sektor pertanian. Pekerjaan ini justru sebagian besar dilakukan oleh perempuan-perempuan desa ini terutama perempuan yang menjadi kepala keluarga. Kepala keluarga perempuan ini juga berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, seperti suaminya telah meninggal, suaminya menikah lagi dan tidak dinafkahi, juga ada yang terpaksa bekerja menjadi buruh tani karena suaminya sudah tidak sanggup bekerja lagi.
Riset pendampingan ini menitikberatan pada fokus permasalahan kualitas hidup perempuan buruh tani Kedungsugo. Ada tiga garis besar masalah yang dihadapi perempuan buruh tani Dusun Cangkringan yakni rendahnya tingkat ekonomi keluarga perempuan buruh tani. Problem yang kedua adalah ketidaktahuan perempuan buruh terhadap pangsa pasar dan tidak adanya jaringan atau akses yang dapat digunakan untuk menjual hasil produksi. Dari permasalah tersebut, muncul beberapa gagasan untuk perencanaan kerangka solusi yang dibangun atas dasar keberpihakan kepada perempuan buruh tani. Gagasan-gagasan tersebut dihimpun melalui komunikasi strategis yang dibangun oleh fasilitator, tim serta stakeholder. Selain itu adanya pengirganisasian riset bersama masyarakat sangat membantu dalam perumusan dan penyusunan perencanaan solusi.
Perencanaan tersebut meliputi aspek peningkatan pengetahuan, adanya kelembagaan yang menghimpun, serta adanya akses yang mampu meningkatkan daya jual produksi. Kelembagaan yang dimaksudkan adalah tempat belajar yang disusun atas dasar kejasama antara komunitas, fasilitator, serta stakeholder yang faham akan permasalahan dan potensi yang dimiliki komunitas. Adapun realisasi perencanaan tersebut berupa program yang digagas bersama. Program-program tersebut meliputi pembelajaran untuk kaum perempuan melalui baca, tulis, dan hitung (Calistung), pendidikan kesehatan reproduksi, pelatihan teknologi tepat guna. Dari program-progam yang telah dilaksanakan, saat ini perempuan buruh tani sudah mampu memasarkan produksinya melalui jaringan online yang dibantu oleh stakeholder serta masyarakat Kedungsugo pada umumnya.
PENYATAAN KEASLIAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Analisa Situasi Problematik ... 1
B. Fokus penelitian ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Kerangka Teoritik ... 9
F. Metode Penelitian Untuk Pemberdayaan ... 18
G. Strategi Pendampingan ... 23
H. Sistematika Pembahasan ... 30
BAB II MENELISIK BUTIR-BUTIR KEHIDUPAN DI DUSUN CANGKRINGAN A. Bentang Alam Dusun Cangkringan ... 33
F. Kebijakan Desa dan Politik Pembangunan ... 50
BAB III MENGURAI BENANG KUSUT KEHIDUPAN PEREMPUAN BURUH TANI DUSUN CANGKRINGAN
A. Potret Keluarga Miskin Perempuan Buruh Tani yang Menjadi
Kepala Keluarga di Dusun Cangkringan ... 53
B. Jerat Tengkulak Lokal dan Bank Tithil Terhadap Perempuan
Buruh Tani ... 61
C. Minimnya Tingkat Pendidikan dan Rendahnya Proteksi
Pemerintah dalam Mengurangi Kerentanan Perempuan Buruh
Tani ... 69
BAB IV MENCARI JALAN KELUAR PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH TANI
A. Mengorganisir Perempuan Buruh Tani yang Menjadi Kepala
Keluarga Dusun Cangkringan dalam Membangun Kesadaran
Bersama ... 75
B. Membentuk Kelompok Perempuan Buruh Tani Untuk Agenda
Riset ... 83
C. Dinamika Proses Perencanaan ... 85
D. Menjalin Kerjasama dengan Stakeholder ... 92
BAB V MEMBONGKAR YANG MEMBELENGGU
A. Pembentukan Kelembagaan Perempuan Buruh Tani ... 94
A. Lepasnya Perempuan Buruh Tani Dari Jerat Tengkulak ... 102
B. Kelembagaan baru masyarakat sebagai wadah edukasi dalam
mengembangkan potensi perempuan buruh tani dusun
cangkringan agar terhindar dari jeratan tengkulak dan Bank Tithil ... 104 C. Pemasaran Hail Produksi Masyarakat Melalui Jejaring Sosial ... 106
D. Gerakan Komunitas Perempuan Buruh Tani dalam Konteks
Dakwah Bil Hal ... 107
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 121
Tabel 1.2 : Jadwal Proses Kegiatan ... 27
Tabel 2.1 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37
Tabel 2.2 : Data Penduduk Berdasarkan Rentan Usia ... 38
Tabel 2.3 : Pendidikan Masyarakat Desa Kedungsugo ... 38
Tabel 2.4 : Data Kesejahteraan Penduduk ... 39
Tabel 2.5 : Data Penduduk Berdasarkan Profesi ... 41
A. Analisa Situasi Problematik
Desa Kedungsugo merupakan salah satu desa yang terletak di
tengah-tengah Kecamatan Prambon Sidoarjo. Secara geografis di sebelah barat desa
ini berbatasan dengan Desa Kedungwonokerto Kecamatan Prambon. Di
sebelah timur berbatasan dengan Desa Gedangrowo Kecamatan Prambon.
Disebelah Utara dengan pabrik gula Prambon dan sebelah selatan dengan
Kecamatan Mojosari. Desa yang masih asri dengan lahan persawahan dan
ladang yang mengelilingi perumahan warganya.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakatnya
bekerja pada sektor pertanian. Pekerjaan ini justru sebagian besar dilakukan
oleh perempuan-perempuan desa ini terutama perempuan yang menjadi kepala
keluarga. Kepala keluarga perempuan ini juga berasal dari latar belakang
kehidupan yang berbeda, seperti suaminya telah meninggal, suaminya
menikah lagi dan tidak dinafkahi, juga ada yang terpaksa bekerja menjadi
buruh tani karena suaminya sudah tidak sanggup bekerja lagi.
Buruh tani perempuan yang menjadi kepala keluarga ini tidak hanya
menjadi buruh yang menggarap sawah di desanya saja, melainkan mereka
berkelompok untuk menggarap sawah di kecamatan lain yang letaknya
berjauhan. Berdasarkan data hasil verifikasi dan fasilitasi penanggulangan
Kedungsugo terdapat 35 buruh tani perempuan yang menjadi kepala
keluarga.1
Tabel 1:1
No Nama Perempuan
Buruh Tani yang Menjadi Kepala Keluarga
Usia (tahun) Latar Belakang Menjadi
Kepala Keluarga
Latar Belakang Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Kapsiyah Sumariani Sotah Sunarsih Jami Muliasih Siti Churrotun Sudarsih Riani Suhariati Sutami Poni Sujiyah Wartini Rupiah Nuriati Kasening Suteri Kasemu Muliyati Sunarti Suparti Parinten Sonah Sutamah Suparni Sumi Sudartik Miserah Munawaroh Julaikah Rusdiana Saniah Sulami Temu 54 48 47 35 67 38 37 38 47 49 55 51 39 40 41 51 53 55 57 60 63 57 58 44 45 44 57 58 58 49 64 61 29 33 70 Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Ditelantarkan Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Cerai hidup Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Ditelantarkan Ditelantarkan Meninggal
Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SMP/MTS Tamat SD
Tidak tamat SD
Sumber: Data Perempuan Buruh Tani Desa Kedungsugo dari Hasil Verifikasi dan Fasilitasi Program Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo tahun 2014.
1
Data diatas menunjukkan terdapat 7 perempuan buruh tani kepala
keluarga dengan latar belakang suami yang cerai hidup, 3 orang yang
ditelantarkan, dan 25 orang yang ditinggal meninggal dunia oleh suaminya.
Selain dikarenakan kemiskinan (faktor ekonomi) sehingga memicu banyaknya
kaum laki-laki yang memilih bekerja di luar kota dan akhirnya menikah lagi,
faktor lain yang menjadi latar belakang perempuan buruh tani kepala keluarga
memilih bercerai dan ditelantarkan adalah karena masih kentalnya budaya
patriarki seperti perempuan harus bekerja sementara laki-laki lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk ngopi atau berjudi.
Sebagaimana wawancara dengan Ibu Sulami (33 Tahun) pada tanggal
20 Agustus 2014 pukul 17.00 WIB, “Bojo kulo senengane main kale medok
(berjudi dan berzina), kulo meteng 4 wulan anak 1 sampun ditinggal mboten
ngerti parane” (Suami saya suka berjudi dan berzina. Hamil 4 bulan anak
pertama sudah ditinggal tidak tahu rimbanya) dan Ibu Sudartik (58 Tahun)
pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 14.00 WIB, “urip kulo sakwontene,
mbak. Bojo kulo nguli teng Surabaya. Wangsul mbeto tiyang estri. Nggeh kulo
pegat mawon. Anak kulo pas niku taseh alit-alit” (hidup saya miskin dan
seadanya, mbak. Suami bekerja jadi buruh serabutan di Surabaya. Ketika
pulang sudah membawa istri baru. Saya memilih bercerai saja. Waktu itu anak
saya masih kecil-kecil).
Selain itu data diatas juga memuat latar belakang pendidikan yang
rata-rata tidak tamat SD. Hal inilah yang juga menjadi faktor dari lemahnya
mengembangkan diri dan melakukan langkah-langkah survival untuk
mencapai kesejahteraan. Untuk membaca saja, bagi sebagian besar perempuan
buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan masih tidak bisa (buta huruf).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Kapsiyah, buruh tani janda
yang tinggal di RT.02, perempuan buruh tani Dusun Cangkringan biasanya
berangkat dari rumah pada pukul 6.00 WIB. Dengan diangkut secara
berkelompok menggunakan mobil bak, terbuka perempuan buruh tani ini
menggarap lahan persawahan di luar desanya bahkan di luar kecamatan
Prambon seperti desa-desa di Kecamatan Krian, Kecamatan Balongbendo
sampai Kecamatan Porong hingga pukul 12.00 WIB.
“Biasane kulo bidal jam 6.00 WIB, mbak. Wangsule jam 12.00 WIB. Nggeh, kelompokan ngoten garap sabine. Mangke diangkut damel kol tepak. Kadang nggeh teng daerah Prambon piyambak, kadang teng Krian, Balongbendo sampek Porong”
“Biasanya kami berangkat pukul 6.00 WIB. Ya, berkelompok dalam menggarap sawah. Berangkat diangkut menggunakan mobil bak terbuka, kadang di Krian, Balongbendo sampai Kecamatan Porong”.2
Selain sebagai buruh tani, perempuan-perempuan tersebut juga
melakukan pekerjaan menjadi buruh ronce dan pengumpul kain-kain bekas
dari salah satu industri konveksi yang ada di Desa Kedungsugo untuk diolah
sebagai keset, bros, gelang dan hasil kerajinan lainnya. Mereka dibayar
Rp.20.000,- per 2 gros.3 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Anita (37
tahun) pada tanggal 21 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.
2
Hasil wawancara dengan Ibu Kapsiyah (Buruh Tani Janda) 20 Agustus 2014
3
“Garap roncean gelang niku mundute dugi juragan, mbak. Per grosse Rp.7.500-Rp.20.000. setunggal gross niku 12 lusin dadose 144 gelang mangke dipasaraken kale juragane teng PGS kale Pasar Turi”
“Untuk meronce bahan baku dari juragan, mbak. Setiap grossnya dihargai Rp.7.500-Rp.20.000. 1 gross sama dengan 12 Lusin jadi 144 buah gelang yang nanti dipasarkan ke Pusat Grosir Surabaya dan Pasar Turi). Beberapa yang lainnya memilih bekerja sebagai buruh kupas bawang dengan upah 10.000 per karung”.4
Kehidupan serba sulit itulah yang mengakibatkan banyaknya buruh tani
perempuan di Desa Kedungsugo semakin termarjinalkan. Belum adanya
kelembagaan yang mampu menampung mereka untuk dapat mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, serta rendahnya tingkat
pendidikan dan taraf ekonomi, juga kurangnya perhatian pemerintah desa
terhadap kehidupan buruh tani perempuan berdampak pada semakin buruknya
kehidupan buruh tani perempuan ini.
Profil Tenaga Kerja Buruh tani perempuan di Desa Kedungsugo
Kecamatan Prambonmemberikan gambaran yang hampir sama mengenai
alasan perempuan di pedesaan memilih bekerja menjadi buruh tani.
Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain: rendahnya tingkat pendapatan keluarga,
tidak memiliki pekerjaan lain, dan rendahnya pengetahuan dan skill
digolongkan sebagai faktor pendorong. Sedangkan alasan karena mengikuti
ajakan teman/keluarga, penghasilan menjadi buruh tani dengan berkelompok
lumayan besar ketimbang di desa yang hanya dibayar Rp.20.000 setengah hari
digolongkan kedalam faktor penarik.
4
Permasalahan pendapatan petani yang relatif rendah merupakan
permasalahan yang sangat kompleks. Faktor yang menyebabkan permasalahan
ini terjadi dari berbagai aspek. Terbatasnya modal yang dimiliki petani
sehingga mengalami keterbatasaan dalam proses produksi, sempitnya lahan
pertanian yang dimiliki warga sehingga tingkat produksinya sedikit, tingginya
biaya produksi akibat naiknya harga pupuk dan obat-obatan, hingga rendahnya
harga jual produk pertanian akibat permainan harga di pasar.
Ada tiga garis besar masalah yang dihadapi perempuan buruh tani
Dusun Cangkringan yakni rendahnya tingkat ekonomi keluarga perempuan
buruh tani, hal ini disebabkan karena rendahnya pendapatan perempuan buruh
tani dari hasil menggarap sawah dan menjadi pengerajin monte. Belum adanya
pendampingan dalam menambah pekerjaan lain juga disinyalir sebagai
penyebabnya. Hal ini tentu saja beralasan karena perempuan buruh tani di
dusun ini cenderung pasrah dengan kondisi yang ada.
Problem yang kedua adalah ketidaktahuan perempuan buruh terhadap
pangsa pasar dan tidak adanya jaringan atau akses yang dapat digunakan
untuk menjual hasil produksinya mengakibatkan rendahnya nilai jual hasil
produksi masyarakat yang mengakibatkan rendahnya pendapatan masyarakat
dan semakin kentalnya dominasi tengkulak sebagai distributor hasil produksi.
Yang ketiga adalah rendahnya proteksi pemerintah desa dalam
meningkatkan taraf hidup perempuan buruh tani. Kegiatan pemberdayaan
yang melibatkan perempuan buruh tani cenderung tidak ada, sehingga sistem
ada perbaikan dan menilai keterbelengguan itu sebagai hal yang wajar.
Adanya anggapan bahwa perempuan buruh tani Dusun Cangkringan tidak
akan bisa berkembang ditunjang dengan rendahnya tingkat partisipasi
perempuan buruh tani untuk menunjang kehidupannya menjadi lebih baik
dinilai sebagai batu sandungan yang dianggap sulit untuk berubah. Padahal
sudah semestinya menjadi tugas pemerintah desa untuk memberikan
ketegasan dan mengentas akar kemiskinan yang berkembang di masyarakat.
B. Fokus Penelitian
Dalam mengkaji kehidupan perempuan buruh tani kepala keluarga
diantara problematika dan menyusun kerangka solutif bersama masyarakat,
tentu dibutuhkan adanya fokus penelitian. Fokus dalam penelitian membantu
dalam penganalisaan masalah, potensi dan pola pemberdayaan yang akan
dilakukan terhadap perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun
Cangkringan. Adapun fokus tersebut mengarahkan pada:
1. Mengurai faktor dan latar belakang problem ketergantungan perempuan
buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan terhadap jerat tengkulak
lokal dan juragan.
2. Menganalisa potensi. Baik alam, manusia, kelembagaan,
kelompok-kelompok sosial dan ekonomi yang ada dalam kehidupan perempuan
buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan.
3. Bagaimana menghimpun ide-ide yang bersumber dari masyarakat dalam
hal ini perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan dan
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan peneliti dalam pendampingan buruh tani perempuan
yang menjadi kepala keluarga di Desa Kedungsugo dengan meningkatkan
pemanfaatan potensi lokal melalui usaha kreatif adalah Untuk bekerja bersama
masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan taraf hidup buruh tani
perempuan Desa Kedungsugo melalui usaha sebagai berikut:
1. Meningkatnya pemenuhan hak dasar dan kebutuhan dasar bagi keluarga
perempuan buruh tani.
2. Meningkatnya peran serta buruh tani dalam pembangunan desa dengan
meningkatkan pendapatan melalui pengelolahan keterampilan dan potensi
lokal di Desa Kedungsugo.
3. Terbentuknya kelembagaan yang menampung perempuan buruh tani
sebagai wadah belajar, bekerja dan meningkatkan kemandirian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian dan pemberdayaan buruh tani perempuan Desa
Kedungsugo ini dapat dijadikan barometer dalam mengembangkan
pola-pola pemberdayaan masyarakat terhadap kaum perempuan marjinal,
sehingga keilmuannya dapat diaplikasikan sebagai tindak lanjut dari studi
2. Manfaat Bagi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)
Dengan adaya penelitian ini dapat dijadikan referensi baru dalam
mengembangkan strategi pemberdayaan masyarakat untuk regenerasi
selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Universitas
Sebagai tolak ukur untuk mengembangkan pola pemberdayaan
melalui dakwah bil hal, selain itu dapat dijadikan referensi dalam
melakukan riset dan pendampingan masyarakat.
4. Manfaat Bagi Masyarakat
Penelitian berbasis pendampingan ini diharapkan mampu
merangsang daya partisipatif masyarakat dalam meningkatkan
usaha-usaha kreatif sebagai peningkatan ekonomi.
E. Kerangka Teoritik
1. Strategi Pemberdayaan
Definisi pemberdayaan masyarakat mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan
masyarakat dinilai penting sebagai langkah untuk mewujudkan
pembangunan kemanusiaan. Pemberdayaan masyarakat bermakna sebagai
upaya menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan,
didalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan
mempengaruhi masyarakat itu sendiri.5
Berdasarkan definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat
adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas
masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu
sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang
tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk
meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa
kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang
kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam
hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan.
Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat6, yang
mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki
relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan
suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara
bersama-sama.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi
yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah
5
Ife, Jim.1995 Community Development: Creating Community Alternatives Vision Analysis & Practise. Sydney: Addison Wesley Longman Australia Pty Ltd. hal. 182.
6
satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat7,
pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong
terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya
pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman
diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima
bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan
keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan
tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana,
pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan
sekaligus evaluator.
Sumodiningrat8 lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja
sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui
pendampingan sosial. Terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat
dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:
a. Motivasi
Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk
membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal
pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan
masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam
kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan
7
Ibid hal. 102
8
mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang
mereka miliki.
b. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Kemampuan
Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui
pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan
untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara
partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat
melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan
pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu
masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka
sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian
mereka sendiri.
c. Manajemen Diri
Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin
yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti
melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan
pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka
untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan
wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem
tersebut.
d. Mobilisasi Sumber
Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap
melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk
menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa
setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika
sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan
sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua
anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat
menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
e. Pembangunan dan Pengembangan Jaringan
Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat
perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya
membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem
sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan
dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan
bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan
adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat
khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas
masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity
building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam
pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola
mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui
penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan
mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan
pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang
digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan.
Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses
pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka
kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung
dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
2. Pemberdayaan Buruh Tani Perempuan yang Menjadi Kepala Keluarga
Perempuan seringkali dilibatkan dalam program-program
pembangunan yang mengarah kepada pengurangan kemiskinan, perluasan
kesempatan sosial dan memberikan sumbangan kepada kinerja ekonomi.
Membantu mereka berarti bisa memberi sumbangan besar guna
mengurangi kemiskinan. Selain itu perempuan juga memiliki pengaruh
dominan terhadap generasi yang akan datang melalui sikap, pendidikan
dan kesehatan mereka.9
Perempuan tani adalah sosok perempuan pedesaan baik yang dewasa
maupun muda. Mereka adalah isteri petani atau anggota keluarga tani yang
terlibat secara langsung atau tidak dengan tetap atau sewaktu waktu dalam
9
kegiatan usaha tani dan kesibukan lainnya berhubungan dengan kehidupan
dan penghidupan keluarga tani. Perempuan buruh tani dari setiap daerah
mempunyai masalah yang sama dan secara umum mereka menghadapi
masalah yang sama pula. Permasalahannya berupa tingkat hidup yang
rendah dan jumlah keluarga yang relatif besar, tingkat pendidikan dan
kesempatan belajar kurang, pengetahuan dan keterampilan yang sangat
terbatas dan tertinggal dalam usaha tani, kurangnya sikap positif terhadap
kemajuan baik karena adat, agama, maupun kebiasaan hidup.
Perempuan memegang peranan penting sebagai ibu rumah tangga
dengan berbagai jenis pekerjaan dari yang berat sampai yang ringan,
seperti mengatur rumah tangga, memasak, mencuci, mengasuh dan
mendidik anak. Namun sejalan dengan perkembangan di sektor pertanian,
maka perempuan tani perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan
sehingga dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari segala
jenis sumber daya yang ada disekitarnya berupa sumber daya alam
maupun sumber daya manusia.
Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian mayoritas
angkatan kerja di Indonesia. Pembangunan pertanian bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, pertumbuhan
kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan gizi dan ketahanan pangan
rumah tangga, dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan. Semua ini
berkaitan erat dengan peran, tugas, dan fungsi perempuan di pedesaan.
suami maupun istri (pola nafkah ganda), perempuan memiliki peluang
kerja yang dapat menghasilkan pendapatan bagi rumah tangganya, sebagai
upaya mengurangi kemiskinan
Pemberdayaan adalah suatu aktifitas refleksif, suatu proses yang
mampu diinisiasi dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang
mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination).
Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan,
sumber-sumber dan alat-alat prosedural melalui masyarakat untuk dapat
meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik bukan merupakan upaya
pemaksaan kehendak dan proses yang dipaksakan.
Ada banyak makna pemberdayaan yang dikemukakan oleh para ahli
yaitu :
a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
yang lemah atau tidak beruntung.10
b. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.11
c. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga
yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan
10
Ife, J.W. 1995. Community Development; Creating Community Alternatives-vision, Analysis and Practice. 11 (Melbourne : Longman). hal. 3
Cleves, M.J. 1996. Gender dan Pembangunan. (Terjemahan: Hartian, S. Pustaka Pelajar, Yokyakarta).
bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan
yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang
lain yang menjadi perhatiannya.12
d. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Mosse mengemukakan bahwa pemberdayaan lebih terkait dengan
pendekatan dari bawah keatas (bottom-up) dari pada pendekatan dari atas
ke bawah (top down). Lembaga-lembaga terkait dengan gerakan
pemberdayaan mengambil tindakan berdasarkan kesadaran masyarakat.
Hal inilah yang diterjemahkan menjadi partisipasi dan konsekuensi yang
disebut dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up).13
Sesungguhnya pendekatan ini lebih merupakan pendekatan perempuan
terhadap pembangunan, dari pada pendekatan laki-laki. Pendekatan ini
memahami tujuan pembangunan dari perempuan dalam pengertian
kemandirian dan kekuatan internal.
12
Edi, Suharto,. Hadi, Agus Purbatin. 2004. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi danKelembagaan Dalam Pembangunan. (Yayasan Agribisnis/PusatPengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA)). hal. 34
13
F. Metode Penelitian Untuk Pemberdayaan
1. Pendekatan Penelitian
Pada proses pendampingan yang akan dilakukan di desa Kedungsugo
ini metodologi yang digunakan adalah teknik PAR (Participatory Action
Research), dimana dalam teknik ini keterlibatan secara aktif semua
pihak-pihak yang berkaitan dengan problematika yang ada kemudian
dikorelasikan dalam rencana-rencana solutif. Mengkaji setiap tindakan,
setiap pengalaman dan potensi yang dimiliki masyarakat merupakan
langkah-langkah untuk merubah keadaan ke arah yang lebih baik. Topik,
media dan konten pembelajaran berasal dari masyarakat. Sedangkan untuk
proses pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan berkala melalui
seringnya uji coba dan diskusi bersama hingga menemukan inovasi baru
yang lebih baik.
Fasilitasi yang dilakukan berupa tindakan nyata dan langsung
praktek sesuai dengan topik yang dikaji. Proses pembelajaran yang
dilakukan tidak memisahkan bagaimana melakukan, mempelajari,
memahami hingga menemukan hasilnya dan dilakukan bersama-sama
sehingga proses pembelajaran yang dilakukan berasal dari upaya
menstrukturkan pengalaman yang telah dialami, bukan hanya belajar dari
Adapun prinsip-prinsip dari Participatory Action Research (PAR)14
adalah:
a. Masyarakat dipandang sebagai subjek bukan objek.
b. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.
c. Peneliti memposisikan dirinya sebagai insider bukan outsider.
d. Fokus pada topik utama permasalahan.
e. Pemberdayaan dan partisipatif masyarakat dalam menentukan
indikator sosial (indikator evaluasi partisipatif). Kemampuan
masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan,
pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, peilaian, dan koreksi
terhadap kegiatan yang dilakukan.
f. Keterlibatan semua anggota kelompok dan menghargai perbedaan.
g. Konsep triangulasi. Untuk bisa mendapatkan informasi yang
kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan konsep triangulasi
yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check
and recheck).
h. Optimalisasi hasil.
i. Fleksibel dalam proses partisipasi.
2. Langkah-Langkah Metode Penelitian Participatory Action Research (PAR)
Dalam metode Participatory Action Research (PAR) terdapat
langkah-langkah yang memuat proses belajar masyarakat yang tidak hanya
di desain melainkan mengalir seperti air dengan mengedepankan
14
penerapan kesadaran kritis dalam mengembangkan diri masyarakat ke arah
yang lebih baik. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan dalam
beberapa tahapan sebagai berikut15:
a. Inkulturasi (membangun hubungan kemanusiaan)
Dalam tahap ini, fasilitator membangun trust building yaitu
dengan turut serta dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh perempuan buruh tani dan warga desa Kedungsugo secara umum.
Dari proses ini diharapkan agar fasilitator mengetahui dan memahami
pola hidup serta budaya dan sistem sosial yang terbangun dalam
kehidupan masyarakat agraris di Desa Kedungsugo.
b. Membentuk tim riset bersama komunitas
Fasilitator menyadari bahwa dalam proses bekerja bersama
masyarakat, adanya partisipasi masyarakat memegang peranan
penting. Maka kerjasama dibangun dengan melibatkan beberapa
perempuan desa yang bekerja sebagai buruh tani sekaligus menjadi
kepala keluarga. Selain itu kerjasama dengan pihak stakeholder juga
dibangun seperti mengikutsertakan tokoh perempuan desa. Hal ini
dimksudkan untuk memudahkan dalam melancarkan aksi-aksi strategis
dalam menanggapi isu-isu yang ada dan melibatkan perempuan buruh
tani.
15
c. Pemetaan Partisipatif
Bersama dengan tim yang telah dibentuk dengan melibatkan
masyarakat Desa Kedungsugo serta pihak-pihak yang memiliki andil
di desa, fasilitator melakukan pemetaan wilayah guna mengungkap
isu-isu strategis dan memetakan potensi yang dapat dikelola sebagai
hasil dari kerja bersama masyarakat.
d. Merumuskan Masalah
Fasilitator bersama tim merumuskan masalah yang mendasar
hingga perempuan buruh tani mengalami kerentanan yang kritis. Hal
ini dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang, faktor, proses
dan akibat.
e. Menyusun Strategi Gerakan
Setelah merumuskan dan memahami permasalahan yang
dihadapi, selanjutnya menysusun strategi gerakan untuk memecahkan
problem yang terjadi dalam kehidupan perempuan buruh tani.
f. Melancarkan Aksi Perubahan
Aksi perubahan yang akan dilakukan oleh fasilitator bersama
masyarakat yaitu dengan membentuk kelembagaan yang merupakan
wadah belajar dan bekerja yang mampu menunjang kehidupan
keluarga perempuan buruh tani dengan menghimpun kreatifitas yang
dimiliki perempuan buruh tani seperti meronce gelang, kalung dan
kerajinan lainnya serta meningkatkan pemenuhan hak dasar dan
ditingkatkannya pengetahuan perempuan buruh tani tentang isu-isu
gender yang berkembang. Hal ini kesemuanya diaktualisasikan melalui
pembentukan pos perempuan mandiri di Desa Kedungsugo.
g. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat
Pusat-pusat pembelajaran masyarakat pada dasarnya dibangun
atas dasar kebutuhan kelompok dalam melaksanakan transformasi
sosial. Pusat belajar yang dimaksudkan merupakan media untuk
komunikasi, riset dan diskusi dalam pemecahan masalah16.
h. Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan
Untuk melancarkan aksi program agar terlaksana dengan baik,
peneliti dalam proses pengorganisasiannya melibatkan local leader
yang berperan dalam proses pembangkitan kesadaran untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi secara mandiri serta menjalin
kerjasama dengan pihak-pihak stakeholder terutama adalah pemerintah
desa.
3. Teknik-Teknik Pendampingan dan Pengumpulan Data (PRA)
Dalam kerja PAR segala tindakan pembelajaran bersama komunitas,
dengan menggendakan program riset melalui teknik PRA (Participatory
Rural Appraisal) untuk memahami persoalan masyarakat yang selanjutnya
menjadi alat perubahan sosial. Sambil membangun kelompok-kelompok
16
komunitas sesuai dengan potensi dan keragaman yang ada. Teknik-teknik
PRA yang dilakukan adalah17:
a. Mapping (Pemetaan)
Mapping merupakan teknik PRA untuk menggali informasi yang
meliputi sarana fisik dan kondisi sosial dengan menggambar kondisi
wilayah secara umum Desa Kedungsugo Prambon. Dalam hal ini peta
yang akan dimunculkan ada 2, pertama peta buruh tani perempuan di
desa Kedungsugo, kedua kondisi umum desa sekaligus pusat-pusat
belajar masyarakat terutama titik-titik dimana perempuan buruh tani
biasanya membuat kerajinan.
b. Transect
Transect merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat
dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan
sumberdaya-sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah Desa
Kedungsugo.
c. Timeline
Timeline adalah teknik penelusuran alur sejarah suatu masyarakat
dengan menggali kejadian penting yang pernah dialami pada alur
waktu tertentu. Dalam hal ini akan menguraikan latar belakang
kehidupan buruh tani perempuan hingga memilih untuk bekerja secara
berkelompok ke desa lain. Juga mengurai pengelolahan sampah/limbah
pabrik konveksi yang ada di Desa Kedungsugo.
17
d. Trend and Change
Bagan perubahan dan kecenderungan merupakan teknik PRA
yang memfasilitasi masyarakat dalam mengenali perubahan dan
kecenderungn berbagai keadaan, kejadian serta kegiatan masyarakat
dari waktu ke waktu18. Hasilnya adalah bagan atau matriks yang
berkenaan tentang kualitas hidup perempuan buruh tani (ekonomi,
kesehatan, pendidikan) yang semakin hari semakin terabaikan.
e. Seasonal Calendar (Kalender Musim)
Suatu teknik PRA yang dipergunakan untuk mengetahui kegiatan
utama, masalah dan kesempatan dalam siklus tahunan yang dituangkan
dalam bentuk diagram. Hasilnya akan digambar dalam bentuk
matriks19. Teknik ini digunakan untuk mengetahui musim tanam di
desa Kedungsugo dan masa tunggu panen yang mengakibatkan
banyaknya buruh tani perempuan untuk mengerjakan sawah dan
ladang di desa dan kecamatan lain di luar desanya.
f. Daily Routine (Kalender Harian)
Kalendar harian ini didasarkan pada perubahan analisis dan
monitoring dalam pola harian masyarakat. Hal tersebut sangat
bermanfaat dalam rangka memahami kunci persoalan dalam tugas
harian, juga sebagai alat untuk kegiatan perempuan buruh tani dalam
kehidupan sehari-harinya20. Kalendar ini juga menjadi acuan adanya
18
Ibid, Hal.67
19
Ibid, Hal.67
20
perubahan, mengingat pendampingan yang akan dilakukan akan
mampu merubah pola kegiatan perempuan buruh tani sehari-harinya.
g. Diagram Venn
Diagram venn merupakan teknik dalam PRA dalam menganalisa
arus ketergantungan dan keterlibatan subyek penelitian terhadap
masyarakat secara umum21. Dalam hal ini Diagram Venn digunakan
untuk melihat hubungan perempuan buruh tani dengan lembaga yang
terdapat di Desa Kedungsugo. Dalam pembuatan diagram venn ini
bertujuan untuk memfasilitasi diskusi-diskusi masyarakat untuk
mengidentifikasi pihak-pihak yang ada di desa, menganalisa dan
mengkaji peranannya, serta kepentingan dan manfaatnya bagi
masyarakat.
h. Analisis Survey Belanja Rumah Tangga
Penganalisaan belanja rumah tangga sangat diperlukan untuk
mengetahui kerentanan yang dihadapi perempuan buruh tani Desa
Kedungsugo. Survey ini mengidentifikasi pengeluaran dan pemasukan
rumah tangga.
i. Diagram Alur
Merupakan teknik untuk menggambarkan arus hubungan
diantara semua pihak dan komoditas yang terlibat dalam suatu
masyarakat, dan dapat digunakan untuk menganalisa alur penyebaran
keyakinan dan tata nilai keagamaan dalam masyarakat.
21
j. Wawancara Semi Terstruktur
Wawancara semi terstruktur ini merupakan alat penggalian
informasi berupa tanya jawab yang sistematis tentang pokok-pokok
tertentu. Wawacara ini bersifat semi terbuka, artinya alur pembicaraan
lebih santai22. Wawancara semi terstruktur dilakukan oleh fasilitator
dengan perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan
ketika terlibat langsung dengan aktifitas perempuan buruh tani maupun
melalui proses Focus Group Discussion (FGD). Selain itu fasilitator
juga melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat dan pihak-pihak
yang berpengaruh terhadap kehidupan perempuan buruh tani dalam
menggali problem dan potensi yang ada di Dusun Cangkringan Desa
Kedungsugo.
k. Analisa Pohon Masalah dan Pohon Harapan
Teknik analisa pohon masalah merupakan teknik yang
dipergunakan untuk menganalisa secara bersama-sama masyarakat
tentang akar masalah dari masalah yang ada. Dengan teknik ini juga
dapat digunakan untuk menelusuri penyebab terjadinya masalah
sehingga dapat dikerucutkan dalam kerangka solusi yang logis
berdasar penganalisaan problematis tersebut23.
22
Ibid, Hal 71
23
G. Strategi Pendampingan
Dalam mengkaji metodologi PAR dalam penerapan pendampingan
kepada masyarakat diperlukan adanya rancangan strategis yang memuat
langkah-langkah yang dilakukan fasilitator dalam melaksanakan proses belajar
bersama masyarakat. Rancangan yang merupakan langkah-langkah strategis
ini diperlukan sebagai tolak ukur agar pendampingan yang dilakukan
fasilitator bersama masyarakat dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu
langkah strategis ini juga merupakan pemicu dari optimalisasi gerakan yang
[image:39.595.110.517.312.727.2]dilakukan bersama masyarakat. Adapun prosesnya dapat dijelaskan dalam
tabel berikut:
Tabel 1: 2
No Kegiatan
Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12
1. Inkulturasi xx x X
2. Focus Group Discussion (Membentuk
tim riset
bersama masyarakat)
x Xx x
3. Pemetaan Partisipatif
xx x
4. Diskusi Problematik
x xx
5. Analisa Potensi x xxx x 6. Focus Group
Discussion Perencanaan Aksi
x xxx
7. Aksi x x
8. Membangun
Kesepakatan Keberlanjutan
Ada 5 langkah utama yang dilakukan oleh fasilitator dalam menyusun
strategi pemberdayaan berdasarkan tabel diatas, yakni:
1. Inkulturasi
Proses inkulturasi merupakan salah satu upaya utama dalam
membangun trust building dengan masyarakat sehingga masyarakat
mampu mengenal fasilitator sebagai teman belajar sekaligus penggerak
perubahan24. Hal ini juga dapat disebut sebagai upaya kulonuwun (permisi)
kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam hal ini perempuan buruh
tani di Dusun Cangkringan dan pemerintah desa serta tokoh-tokoh yang
berkaitan dengan kehidupan mereka. Proses ini dilakukan oleh fasilitator
pada minggu-minggu pertama bulan Agustus hingga awal minggu kedua
bulan September. Adapun agenda kegiatan masyarakat seperti tahlilan,
dibaan dan PKK menjadi forum inkulturasi yang optimal bagi fasilitator
selain kegiatan pertanian dan kerajinan yang menjadi keseharian
perempuan buruh tani yang menjadi kepala keluarga.
2. Focus Group Discussion (FGD)
Selain inkulturasi, strategi pemberdayaan selanjutnya adalah
melakukan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini merupakan salah
satu wadah edukasi dalam membangun kesadaran kritis masyarakat dalam
menyelami masalahnya sendiri sekaligus merumuskan ide yang bersumber
dari masyarakat dalam menyelesaikan problematika yang dihadapinya.
Kegiatan FGD dilaksanakan secara intens pada minggu terakhir bulan
24
Agustus hingga akhir bulan November dengan mengedepankan 5 aspek
bahasan, pertama membentuk tim riset bersama masyarakat dengan
memerankan masyarakat sebagai motor penggerak. Kedua, melakukan
pemetaan partisipatif. Ketiga, diskusi problematik dan analisa potensi
lokal. Keempat, perancangan dan pelaksanaan aksi bersama masyarakat.
Kelima, melakukan evaluasi hasil program yang dilaksanakan bersama
masyarakat. Dalam melakukan FGD fasilitator melibatkan perempuan
buruh tani kepala keluarga, yang secara intensif dilakukan dengan
keterlibatan 2 orang local leader yakni Ibu Setyowati dan Ibu Anita.
Selain itu fasilitator juga melibatkan kepala desa dan tokoh-tokoh
perempuan desa. Hal ini dimaksudkan agar ada kesinambungan dengan
pihak-pihak stakeholder dalam melakukan pendampingan.
3. Diskusi Problematik dan Analisa Potensi
Dalam menganalisa problematika yang dihadapi perempuan buruh
tani yang menjadi kepala keluarga di Dusun Cangkringan, fasilitator
melakukan transektoral dengan melibatkan Local Leader yakni Ibu
Setyowati dan Ibu Anita sehingga data yang didapatkan melalui
penelusuran wilayah dapat dinilai secara subyektif dan obyektif.
Penganalisaan problem juga dilakukan dengan menggunakan teknik PRA
seperti analisa survey belanja harian, daily routine, kalender musim,
pemetaan tematik serta menyusun pohon masalah melalui dialog secara
masalahnya sendiri dan menyusun gerakan kemandirian melalui
perencanan aksi.
4. Perencanaan dan Pelaksanaan Aksi
Perencanaan dilakukan fasilitator bersama local leader yakni Ibu
Setyowati dan Ibu Anita melalui Focus Group Discussion (FGD) yang
diagendakan secara intens pada minggu 1-3 Bulan September dengan
menyertakan tokoh perempuan desa dan perempuan buruh tani yang
menjadi kepala keluarga serta pihak stakeholder, yakni Sidoarjo Crisis
Center.
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi sangat diperlukan dalam proses
pemberdayaan mengingat hal ini merupakan tonggak pelaksanaan program
agar berjalan secara kontinyu di masyarakat hingga mampu berkembang
dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat lainnya.
H. Sistematika Pembahasan BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan bab yang mengawali tentang judul proposal
skripsi yang diangkat oleh penulis: Analisa situasi problematik, tujuan,
manfaat, definisi konsep, pendekatan penelitian dan metodologi
BAB II DESKRIPSI LOKAL DESA KEDUNGSUGO
Dalam bab ini peneliti menyusun profil desa, letak desa secara geografis,
kondisi demografis, kondisi sosial kemasyarakatan, kondisi ekonomi,
kebijakan pemerintah dan pembangunan, dan aspek-aspek lain yang
mempengaruhi kehidupan buruh tani perempuan yang menjadi kepala
keluarga Desa Kedungsugo
BAB III ANALISA PROBLEMATIKA BURUH TANI PEREMPUAN
Pada bab ini penulis memaparkan hasil Focus Group Discussion maupun
hasil pengamatan secara subyektif dalam memahami persoalan yang dihadapi
buruh tani perempuan yang menjadi kepala keluarga di Desa Kedungsugo
Kecamatan Prambon.
BAB IV DINAMIKA PROSES PENDAMPINGAN
Dalam bab ini berisi tentang menyadurkan konsep pemberdayaan
perempuan dalam konsep Participatory Rural Apraisal (PRA) dalam
menyusun langkah-langkah perencanaan hingga terimplementasikan dalam
aksi bersama masyarakat
BAB V AKSI BERSAMA MASYARAAT
Dalam bab ini dibahas aksi-aksi yang dilakukan bersama masyarakat
sesuai dengan metodologi dan pendekatan penelitian.
BAB VI ANALISA REFLEKTIF
Di bab ini berisikan tentang hasil perubahan dari proses pendampingan
yang telah dilakukan dengan menyadurkan pada teori-teori yang berkaitan
BAB VII PENUTUP
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan, saran serta penutup dari hasil
BAB II
MENELISIK BUTIR-BUTIR KEHIDUPAN DI DUSUN CANGKRINGAN
A. Bentang Alam Dusun Cangkringan
Dusun Cangkringan merupakan salah satu wilayah administrasi dari
Desa Kedungsugo Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo, sebuah desa
yang masih senantiasa teguh menjaga kedesaannya dengan alam, budaya dan
sosial kemasyarakatannya. Sawah membentang dari ujung utara ke selatan,
ladang mengelilingi seolah menjadi benteng bagi penghidupannya yang tidak
pernah mengenal lelah. Jalanan yang berbatu yang menghubungkan antara
dusun ini dengan desa lainnya seolah menunjukkan tentang bagaimana
[image:45.595.129.507.327.642.2]teguhnya kerja keras diantara masyarakatnya.
Gambar 2:1 Bentang Alam Desa Kedungsugo
Luas Desa Kedungsugo mencapai 285,7 Ha yang terkotak-kotak
dan Dusun Kedungsugo.25 Keempat dusun tersebut mengisi relung-relung
penghidupan di lahan pertanian dan industri yang berdiri kokoh di selatan desa
ini. Di sebelah utara dan timur desa ini berbatasan dengan Desa
Kedungwonokerto, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gedangrowo,
sedangkan di sebelah barat berbatasan denganDesa Jatialun-alun.
Jarak tempuh dari Desa Kedungsugo ke ibukota kecamatan adalah 4 km
dengan melalui jalan aspal, paving dan berbatu. Jalan aspal membentang dari
timur ke barat dan ke selatan. Jalan paving menjadi penghubung antar dusun.
Sedangkan jalan berbatu terbentang di utara desa.
Desa Kedungsugo secara umum merupakan desa yang hijau dengan
sumber daya alam yang melimpah. Adapun aset yang dimiliki oleh
masyarakat adalah tanah persawahan dan ladang. Luas tanah persawahan di
desa ini mencapai 201,2 Ha sedangkan tanah kering hanya sekitar 44,9 Ha
yang diperuntukkan untuk pemukiman warga26. Meskipun terkadang diantara
sungai-sungai yang mengalir mengandung limbah dari industri-industri yang
ada di Kecamatan Prambon, masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya
pada sektor ini senantiasa menciptakan keseimbangan agar tidak sampai
hilang, hal ini ditunjukkan dengan aktifitas pertanian sampingan seperti
menanam cabe dan tomat diantara tanaman padi.
Sedangkan sebagian besar tanah ladang di desa ini justru dikuasai oleh
pemilik pabrik gula Prambon yang menanam tebu di ladang dan menjadikan
masyarakat sebagai buruh tani dan buruh ladang yang dipekerjakan dengan
25
Profil RPJMDes Desa Kedungsugo
26
upah Rp.30.000 per harinya. Kalau tidak ada lahan yang digarap, masyarakat
[image:47.595.124.511.211.559.2]justru menggarap tanah di wilayah lain secara borongan.
Gambar 2:2Pabrik gula tebu Prambon
Selain menjadi kawasan pertanian yang berpotensi dikembangkan
sebagai kawasan holtikultur, Desa Kedungsugo juga dikelilingi oleh
industri-industri kecil sebagai rentetan kawasan industri-industri di wilayah Sidoarjo yang
terbentang dari kawasan Siborian (Sidoarjo, Balong Bendo Krian) ke NIP
(Ngoro Industri Park) hingga PIER (Pasuruan Industry Estate Rembang)
sehingga berpengaruh besar pada kualitas sumber daya alam dan sumber daya
manusianya. Tidak sedikit dari industri-industri kecil yang mengalirkan
limbahnya ke sungai di desa-desa ini sehingga mempengaruhi kehidupan biota
B. Masyarakat Kedungsugo Di Antara Timbunan Jerami
Desa Kedungsugo berpenduduk 1.198 KK dengan jumlah penduduk
keseluruhan adalah 4.756 jiwa, yang tersebar dalam 4 dusun yakni Dusun
Sugo, Dusun Cangkringan, Dusun Kedungsugo dan Dusun Pandokan serta
dalam 17 Rukun Tetangga dan 4 Rukun Warga. Jumlah penduduk perempuan
mencapai 2336 dan jumlah penduduk laki-laki mencapai 2423 jiwa.27
Mayoritas masyarakat Kedungsugo berprofesi sebagai petani dan
pengrajin, meskipun tidak sedikit diantaranya yang bekerja di industri-industri
menengah maupun besar yang ada di Kecamatan Prambon dan di Kabupaten
Mojokerto. Berdasarkan penuturan Bapak Sugito (57 Tahun) yang merupakan
Sekertaris Desa Kedungsugo pada tanggal 12 Agustus 2014, ada sekitar 2000
jiwa yang memilih untuk menempati ranah agraris dengan menyewa lahan
atau menjadi buruh tani.28
Hal menarik adalah dalam masa penantian panen biasanya masyarakat
desa yang bergantung pada sektor pertanian ini memilih untuk menjadi buruh
lahan di wilayah lain di luar desanya, dan kebanyakan merupakan
perempuan-perempuan perkasa yang menjadi kepala keluarga. Perempuan-perempuan-perempuan
desa ini berangkat diangkut menggunakan mobil bak terbuka dari pukul 6.00
WIB hingga pukul 12.00 WIB dengan upah sebesar Rp.30.000,-.
“Biasane buruh niku berangkate jam 6 injing, mbak sampai jam 12 siang. Nitih mobil bak ngoten. Soale kelompokan”
“Biasanya buruh itu berangkatnya jam 6 pagi mbak sampai jam 12 siang.
Naik mobil pick up. Soalnya kelompokan”.29
27
Data Kecamatan Prambon Dalam Angka Tahun 2011, hal. 15
28
Hasil wawancara dengan Bapak Sugito (12 Agustus 2014)
29
Setelah pulang menjadi buruh tani, biasanya mereka menjadi buruh
kupas bawang atau menjadi pengrajin monte. Adapun jumlah kepala keluarga
[image:49.595.123.514.236.571.2]berdasarkan jenis kelamin dapat dijelaskan melalui tabel berikut:
Tabel 2:1
Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin30
Sumber: Data Statistik Kependudukan Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011
Keluarga-keluarga di Desa Kedungsugo mayoritas merupakan keluarga
pra sejahtera dengan kehidupan menengah ke bawah. Tidak jarang dari
masyarakat yang memilih untuk melakukan mobilitas dengan menjadi
pembantu rumah tangga atau pekerja kasar di luar desa demi mendapatkan
penghidupan yang layak. Seperti yang dilakoni oleh Ibu Suparni (44 Tahun)
Hal ini juga ditunjang dengan jumlah masyarakat berusia produktif dan latar
belakang pendidikan sebagaimana yang dijelaskan dalam tabel berikut:
30
Data Kecamatan Prambon Dalam Angka Tahun 2011, hal. 15
Laki-Laki Perempuan Jumlah KK
Tabel 2:2
Data Penduduk Berdasarkan Rentan Usia31 Rentan Usia Jumlah Penduduk
0-1 Tahun 46
< 5 Tahun 223
5-6 Tahun 84
7-15 Tahun 605
16-21 Tahun 391
22-59 Tahun 2.194
>60 Tahun 425
Sumber: Data Statistik Kependudukan Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011
Adapun latar belakang pendidikan masyarakat Kedungsugo dapat
dijelaskan dalam tabel berikut:
[image:50.595.126.518.149.564.2]Tabel 2:3
Pendidikan Masyarakat Desa Kedungsugo32 Latar Belakang Pendidikan Jumlah Penduduk
Tidak Tamat SD 242
Tamat SD-SMP 576
Tamat SMA 323
Tamat Perguruan Tinggi 57
Sumber: Data Pendidikan Penduduk Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011
Data diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat desa
Kedungsugo memiliki latar belakang pendidikan tamat SD hingga SMP saja,
dan bahkan terdapat 242 jiwa yang tidak tamat sekolah dasar. Dari 242 jiwa
tersebut sebagian besar adalah mereka yang buta huruf. Hal ini diperkuat
melalui wawancara yang dilakukan fasilitator berulang kali pada perempuan
buruh tani kepala keluarga utamanya bahwa masih banyak yang buta huruf.
31
Data Kecamatan Prambon Dalam Angka, hal.27
32
Tentu saja faktor ini berpengaruh pada pola pikir dan cara masyarakat
bertahan hidup. Tidak jarang anak-anak muda usia 15 tahun sudah berhenti
sekolah dan memilih bekerja baik sebagai buruh kasar/bangunan, buruh tani
maupun menjadi buruh serabutan. Hal ini pulalah dengan ditunjang berbagai
faktor juga mempengaruhi banyaknya kasus kawin-cerai di kalangan pasangan
muda sehingga peran perempuan di desa ini tampak seperti motor penggerak
ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas hidup keluarganya.
C. Kantong-Kantong Ekonomi Masyarakat Kedungsugo
Jika dilihat dari segi ekonomi, masyarakat Desa Kedungsugo
merupakan masyarakat yang menengah ke bawah. Hanya beberapa gelintir
[image:51.595.106.517.274.572.2]orang saja yang berpenghasilan diatas Rp.600.000,- per bulan.
Tabel 2:4 Data kesejahteraan penduduk
Dusun Pra Sejahtera Sejahtera I Keluarga
Sejahtera II dan III
Cangkringan 97 123 17
Sugo 56 237 86
Kedunglo 23 134 78
Pandokan 79 207 54
Sumber: Data Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2013
Dari hasil survey belanja harian yang dilakukan dengan mengikut
sertakan keluarga yang kepala keluarganya perempuan disimpulkan bahwa
rata-rata penghasilan masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani berkisar
Rp.450.000,- hingga Rp.600.000 sedangkan untuk memenuhi kebutuhan
dengan wilayah perkotaan, mereka mengandalkan penghasilan dari pekerjaan
lain yang menjadi sampingan. Sebagaimana penuturan Ibu Anita,33
“Upahe buruh niku setunggal dintene Rp.30.000,- mbak. Nggeh kasarane angsal Rp.600.000,- setunggal sasi. Niku nek garape ben dinten. Nek mboten nggeh kadang angsal separohe niku mpun sae mbak. Makane katah seng nggada sampingan”
“Upah buruh tani sehari adalah Rp.30.000,-. Ya, dalam sebulan bisa menghasilkan Rp.600.000,-. Itu kalau menggarap sawahnya setiap hari. Kalau tidak, ya, dapat separuh dari Rp.600.000,- itu sudah bagus. Makanya banyak yang memilih bekerja sampingan”.
Adapun pekerjaan tersebut adalah seperti menjadi pengrajin monte,
penjahit keset, atau menjadi buruh kupas bawang. Untuk laki-laki biasanya
mereka mengandalkan penghasilan sebagai buruh serabutan dan buruh
bangunan.34 Sehingga jarang ditemukan aktifitas laki-laki di desa ini untuk
mendapatkan penghasilan sampingan, meskipun ada beberapa orang yang
menyablon untuk kemasan dari kerajinan monte yang hendak dipasarkan.
Dalam menganalisa profesi dan jenis pekerjaan dari kebanyakan orang
di Desa Kedungsugo dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
33
Hasil wawancara dengan Ibu Anita pada tanggal 12 Agustus 2014
34
Tabel 2:5
Data Penduduk Berdasarkan Profesi35
Sumber: Data Statistik Penduduk Berdasarkan Profesi Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka tahun 2013
Data diatas menunjukkan bahwa pertanian menjadi primadona bagi
sebagian besar masyarakat selain menjadi pegawai di pabrik. Hal ini ditunjang
dengan banyaknya lahan pertanian yang dapat digarap dan banyaknya
masyarakat yang berprofesi sama.
Masyarakat Desa Kedungsugo menggantungkan hidupnya pada dua
aspek, yakni pertanian dan jasa. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya
bahwa pertanian tidak sekedar menjadi penyelesaian ekonomi saja, melainkan
juga menjadi pola pikir dan gaya hidup masyarakat Desa Kedungsugo yang
cenderung masih mengangkat ketradisionalannya. Sedangkan jasa juga
dianggap sebagai potensi yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat,
seperti menjual jasa menjadi pekerja publik seperti buruh, guru dan lain
35
Data Statistik Desa Tahun 2011
Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Petani Pedagang Nelayan Jasa TNI Polri Pedagang 48 1101 8 964 22 0 7 16 6 15 5 358 7 1138 2 0 5 5 4 8 53 1459 15 2102 24 0 12 21 10 23
sebagainya atau menjadi penyablon yang menerima pesanan untuk membuat
kemasan dari hasil kerajinan tangan masyarakat.
Penghasilan yang tidak menentu sebagai buruh tani, membuat
masyarakat beralih profesi menjadi pengrajin. Kegiatan pengrajin ini sebagian
besar diikuti oleh perempuan-perempuan desa. Pusatnya ada di Dusun
Cangkringan. Hal ini mengingat karena salah satu pengusaha di Cangkringan
lah yang menjadi pencetus adanya pengrajin monte ini. Di dusun ini sebagian
besar masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani mulai melepas topi capil
-nya di siang hari dan memenuhi beranda rumah mereka dengan dua baskom
berisi monte dan satu kardus berisi assesoris perempuan.
Usaha kerajinan monte ini mulai menggeliat pada tahun 1970an.36 Hal
ini didasarkan pada wawancara pada tanggal 5 September 2014 dengan Ibu
Riani (46 Tahun) yang berprofesi sebagai buruh ronce sejak berusia 12 Tahun,
“Usaha ronce iki mbak kaet tahun 70-an. Aku dewe melu ngeronce iki ket kelas 6 SD. Biyen juragane jek siji, mbak. Ndek Cangkringan tok. Saiki wes sampek 4. Kadang ngumpul nggarap ngeten niki bedo juragan lo mbak”.
“Usaha ronce tersebut dari tahun 70-an. Saya sendiri ikut meronce dari kelas 6 SD. Dulu juragannya masih satu, mbak. Di Cangkringan saja. Sekarang sudah sampai 4. Terkadang mengarjakan seperti ini beda juragan
mbak“.
Dari penuturan diatas awal dari industri ronce ini berasal dari adanya
pengusaha monte di Dusun Cangkringan. Pengusaha inilah yang menyediakan
bahan dan memasarkannya ke pusat-pusat grosir yang ada di Surabaya. Ada
sekitar puluhan pengrajin monte, adapun produk yang dihasilkan adalah pita,
36
gelang, kalung dan bross. Meskipun produk ini bersifat musiman, dengan
permintaan cenderung naik ketika menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri
namun masyarakat masih kukuh dengan aktifitas pengrajin ini.37
Dalam sehari biasanya perempuan Dusun Cangkringan menghasilkan
rata-rata 1,5 gross (1 Gross = 12 Lusin) dengan upah Rp.7.500-Rp.20.000 per
gross.Ibu Anita (37 tahun) pada tanggal 21 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.
“Garap roncean gelang niku mundute dugi juragan, mbak. Per grosse Rp.7.500-Rp.20.000. setunggal gross niku 12 lusin dadose 144 gelang mangke dipasaraken kale juragane teng PGS kale Pasar Turi”
“untuk meronce bahan baku dari juragan, mbak. Setiap grossnya dihargai Rp.7.500-Rp.20.000. 1 gross sama dengan 12 Lusin jadi 144 buah gelang yang nanti dipasarkan ke Pusat Grosir Surabaya dan Pasar Turi”.38
Selain menjadi pengrajin monte, aktifitas kerajinan tangan lainnya juga
dilakukan dalam memanfaatkan kain-kain perca yang merupakan limbah dari
salah satu pabrik konveksi yang ada di desa ini. Kain-kain perca tersebut
diolah untuk kemudian menjadi keset, kain pel dan bross. Penghasilannya pun
lumayan yakni berkisar Rp.3.000,- per keset.
D. Kesehatan Masyarakat Kedungsugo
Di Desa Kedungsugo terdapat Poskesdes yang terletak di balai Desa,
namun poskesdes hanya buka pada hari-hari tertentu sehingga dalam
menjawab problem kesehatan di desa ini masyarakat menggunakan jasa dokter
jaga yang terdapat di Desa Kedung Wonokerto atau ke Puskesmas Prambon
yang jaraknya sekitar 3 km dari desa. Biasanya Poskesdes memiliki bidan jaga
37
Hasil Wawancara dengan Ibu Anita (5 September 2014)
38
yakni Ibu Ratna. Warga yang berobat tidak dikenai biaya, namun karena
sering tidak ada yang menjaga p