• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMUTUS MATA RANTAI JERATAN TENGKULAK DAN BANK TITHIL : PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH TANI DALAM PENINGKATAN EKONOMI MELALUI USAHA KREATIF DI DESA KEDUNGSUGO KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MEMUTUS MATA RANTAI JERATAN TENGKULAK DAN BANK TITHIL : PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH TANI DALAM PENINGKATAN EKONOMI MELALUI USAHA KREATIF DI DESA KEDUNGSUGO KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO)

SKRIPSI

Diajukan kepada Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk memenuhi syarat memperoleh

gelar sarjana dalam program Srata Satu (S-1)

pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)

Oleh:

UMI MAGHFIROH B32210022

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(2)

KECAMATAN PRAMBON SIDOARJO)

SKRIPSI

Diajukan kepada Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk memenuhi syarat memperoleh

gelar sarjana dalam program Srata Satu (S-1)

pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)

Oleh:

UMI MAGHFIROH B32210022

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(3)
(4)
(5)
(6)

Siraman do’a dan lautan kasih sayang beliau menjadikan kami sebagai pribadi yang terarah.

 Saudara sekandung, mas Andik, adek Fila, adek Fina, adek Fita, adek Fiza, adek Syifa. Kasih sayang dan motivasi kalian mampu mengantarkan adek dan

mbak kalian menjadi seseorang yang mampu untuk melewati banyak hal.

 Mas Nun yang setia mendampingi saya dalam setiap kondisi.

 Anak-anakku Xaby, Viera, Cunie, Memeo, Lyx, Misty, dan Cuhus bermain bersama kalian menjadi kegembiraan tersendiri.

 Abah Imam Chambali dan Ibu Luluk Chumaidah, orang tua kedua nanda selama di Surabaya, matur sembah nuwun atas segala arahan dan bimbingannya.

 Para Guru yang ikhlas membimbing dan mendidik saya, para Handai Taulan yang sudi memberikan motivasi dan inspirasi.

 Para sahabat yang tiada hentinya menyemangati saya ketika saya rapuh, biyung Nurul, Istianah, Fara Twin, Neng Nad, Budhe Rysca, Osin, Vitri

Hulwa, sahabat di kamar Siti Aisyah, kamar Makkah, areK NDALEM

 Teman-teman Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010. Terimakasih atas warna yang kalian berikan.

 Teman-teman Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, melewati banyal hal bersama kalian menjadi hal yang tidak akan terlupa.

(7)

Sabar itu indah

Ikhlas itu mujarab

Istiqomah itu karomah

(8)

bekerja pada sektor pertanian. Pekerjaan ini justru sebagian besar dilakukan oleh perempuan-perempuan desa ini terutama perempuan yang menjadi kepala keluarga. Kepala keluarga perempuan ini juga berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, seperti suaminya telah meninggal, suaminya menikah lagi dan tidak dinafkahi, juga ada yang terpaksa bekerja menjadi buruh tani karena suaminya sudah tidak sanggup bekerja lagi.

Riset pendampingan ini menitikberatan pada fokus permasalahan kualitas hidup perempuan buruh tani Kedungsugo. Ada tiga garis besar masalah yang dihadapi perempuan buruh tani Dusun Cangkringan yakni rendahnya tingkat ekonomi keluarga perempuan buruh tani. Problem yang kedua adalah ketidaktahuan perempuan buruh terhadap pangsa pasar dan tidak adanya jaringan atau akses yang dapat digunakan untuk menjual hasil produksi. Dari permasalah tersebut, muncul beberapa gagasan untuk perencanaan kerangka solusi yang dibangun atas dasar keberpihakan kepada perempuan buruh tani. Gagasan-gagasan tersebut dihimpun melalui komunikasi strategis yang dibangun oleh fasilitator, tim serta stakeholder. Selain itu adanya pengirganisasian riset bersama masyarakat sangat membantu dalam perumusan dan penyusunan perencanaan solusi.

Perencanaan tersebut meliputi aspek peningkatan pengetahuan, adanya kelembagaan yang menghimpun, serta adanya akses yang mampu meningkatkan daya jual produksi. Kelembagaan yang dimaksudkan adalah tempat belajar yang disusun atas dasar kejasama antara komunitas, fasilitator, serta stakeholder yang faham akan permasalahan dan potensi yang dimiliki komunitas. Adapun realisasi perencanaan tersebut berupa program yang digagas bersama. Program-program tersebut meliputi pembelajaran untuk kaum perempuan melalui baca, tulis, dan hitung (Calistung), pendidikan kesehatan reproduksi, pelatihan teknologi tepat guna. Dari program-progam yang telah dilaksanakan, saat ini perempuan buruh tani sudah mampu memasarkan produksinya melalui jaringan online yang dibantu oleh stakeholder serta masyarakat Kedungsugo pada umumnya.

(9)

PENYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Analisa Situasi Problematik ... 1

B. Fokus penelitian ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Kerangka Teoritik ... 9

F. Metode Penelitian Untuk Pemberdayaan ... 18

G. Strategi Pendampingan ... 23

H. Sistematika Pembahasan ... 30

BAB II MENELISIK BUTIR-BUTIR KEHIDUPAN DI DUSUN CANGKRINGAN A. Bentang Alam Dusun Cangkringan ... 33

(10)

F. Kebijakan Desa dan Politik Pembangunan ... 50

BAB III MENGURAI BENANG KUSUT KEHIDUPAN PEREMPUAN BURUH TANI DUSUN CANGKRINGAN

A. Potret Keluarga Miskin Perempuan Buruh Tani yang Menjadi

Kepala Keluarga di Dusun Cangkringan ... 53

B. Jerat Tengkulak Lokal dan Bank Tithil Terhadap Perempuan

Buruh Tani ... 61

C. Minimnya Tingkat Pendidikan dan Rendahnya Proteksi

Pemerintah dalam Mengurangi Kerentanan Perempuan Buruh

Tani ... 69

BAB IV MENCARI JALAN KELUAR PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH TANI

A. Mengorganisir Perempuan Buruh Tani yang Menjadi Kepala

Keluarga Dusun Cangkringan dalam Membangun Kesadaran

Bersama ... 75

B. Membentuk Kelompok Perempuan Buruh Tani Untuk Agenda

Riset ... 83

C. Dinamika Proses Perencanaan ... 85

D. Menjalin Kerjasama dengan Stakeholder ... 92

BAB V MEMBONGKAR YANG MEMBELENGGU

A. Pembentukan Kelembagaan Perempuan Buruh Tani ... 94

(11)

A. Lepasnya Perempuan Buruh Tani Dari Jerat Tengkulak ... 102

B. Kelembagaan baru masyarakat sebagai wadah edukasi dalam

mengembangkan potensi perempuan buruh tani dusun

cangkringan agar terhindar dari jeratan tengkulak dan Bank Tithil ... 104 C. Pemasaran Hail Produksi Masyarakat Melalui Jejaring Sosial ... 106

D. Gerakan Komunitas Perempuan Buruh Tani dalam Konteks

Dakwah Bil Hal ... 107

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 121

(12)

Tabel 1.2 : Jadwal Proses Kegiatan ... 27

Tabel 2.1 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

Tabel 2.2 : Data Penduduk Berdasarkan Rentan Usia ... 38

Tabel 2.3 : Pendidikan Masyarakat Desa Kedungsugo ... 38

Tabel 2.4 : Data Kesejahteraan Penduduk ... 39

Tabel 2.5 : Data Penduduk Berdasarkan Profesi ... 41

(13)

A. Analisa Situasi Problematik

Desa Kedungsugo merupakan salah satu desa yang terletak di

tengah-tengah Kecamatan Prambon Sidoarjo. Secara geografis di sebelah barat desa

ini berbatasan dengan Desa Kedungwonokerto Kecamatan Prambon. Di

sebelah timur berbatasan dengan Desa Gedangrowo Kecamatan Prambon.

Disebelah Utara dengan pabrik gula Prambon dan sebelah selatan dengan

Kecamatan Mojosari. Desa yang masih asri dengan lahan persawahan dan

ladang yang mengelilingi perumahan warganya.

Hal inilah yang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakatnya

bekerja pada sektor pertanian. Pekerjaan ini justru sebagian besar dilakukan

oleh perempuan-perempuan desa ini terutama perempuan yang menjadi kepala

keluarga. Kepala keluarga perempuan ini juga berasal dari latar belakang

kehidupan yang berbeda, seperti suaminya telah meninggal, suaminya

menikah lagi dan tidak dinafkahi, juga ada yang terpaksa bekerja menjadi

buruh tani karena suaminya sudah tidak sanggup bekerja lagi.

Buruh tani perempuan yang menjadi kepala keluarga ini tidak hanya

menjadi buruh yang menggarap sawah di desanya saja, melainkan mereka

berkelompok untuk menggarap sawah di kecamatan lain yang letaknya

berjauhan. Berdasarkan data hasil verifikasi dan fasilitasi penanggulangan

(14)

Kedungsugo terdapat 35 buruh tani perempuan yang menjadi kepala

keluarga.1

Tabel 1:1

No Nama Perempuan

Buruh Tani yang Menjadi Kepala Keluarga

Usia (tahun) Latar Belakang Menjadi

Kepala Keluarga

Latar Belakang Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Kapsiyah Sumariani Sotah Sunarsih Jami Muliasih Siti Churrotun Sudarsih Riani Suhariati Sutami Poni Sujiyah Wartini Rupiah Nuriati Kasening Suteri Kasemu Muliyati Sunarti Suparti Parinten Sonah Sutamah Suparni Sumi Sudartik Miserah Munawaroh Julaikah Rusdiana Saniah Sulami Temu 54 48 47 35 67 38 37 38 47 49 55 51 39 40 41 51 53 55 57 60 63 57 58 44 45 44 57 58 58 49 64 61 29 33 70 Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Cerai hidup Meninggal Meninggal Meninggal Ditelantarkan Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Cerai hidup Cerai hidup Meninggal Cerai hidup Meninggal Meninggal Ditelantarkan Ditelantarkan Meninggal

Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tidak tamat SD Tamat SMP/MTS Tamat SD

Tidak tamat SD

Sumber: Data Perempuan Buruh Tani Desa Kedungsugo dari Hasil Verifikasi dan Fasilitasi Program Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo tahun 2014.

1

(15)

Data diatas menunjukkan terdapat 7 perempuan buruh tani kepala

keluarga dengan latar belakang suami yang cerai hidup, 3 orang yang

ditelantarkan, dan 25 orang yang ditinggal meninggal dunia oleh suaminya.

Selain dikarenakan kemiskinan (faktor ekonomi) sehingga memicu banyaknya

kaum laki-laki yang memilih bekerja di luar kota dan akhirnya menikah lagi,

faktor lain yang menjadi latar belakang perempuan buruh tani kepala keluarga

memilih bercerai dan ditelantarkan adalah karena masih kentalnya budaya

patriarki seperti perempuan harus bekerja sementara laki-laki lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk ngopi atau berjudi.

Sebagaimana wawancara dengan Ibu Sulami (33 Tahun) pada tanggal

20 Agustus 2014 pukul 17.00 WIB, “Bojo kulo senengane main kale medok

(berjudi dan berzina), kulo meteng 4 wulan anak 1 sampun ditinggal mboten

ngerti parane” (Suami saya suka berjudi dan berzina. Hamil 4 bulan anak

pertama sudah ditinggal tidak tahu rimbanya) dan Ibu Sudartik (58 Tahun)

pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 14.00 WIB, “urip kulo sakwontene,

mbak. Bojo kulo nguli teng Surabaya. Wangsul mbeto tiyang estri. Nggeh kulo

pegat mawon. Anak kulo pas niku taseh alit-alit” (hidup saya miskin dan

seadanya, mbak. Suami bekerja jadi buruh serabutan di Surabaya. Ketika

pulang sudah membawa istri baru. Saya memilih bercerai saja. Waktu itu anak

saya masih kecil-kecil).

Selain itu data diatas juga memuat latar belakang pendidikan yang

rata-rata tidak tamat SD. Hal inilah yang juga menjadi faktor dari lemahnya

(16)

mengembangkan diri dan melakukan langkah-langkah survival untuk

mencapai kesejahteraan. Untuk membaca saja, bagi sebagian besar perempuan

buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan masih tidak bisa (buta huruf).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Kapsiyah, buruh tani janda

yang tinggal di RT.02, perempuan buruh tani Dusun Cangkringan biasanya

berangkat dari rumah pada pukul 6.00 WIB. Dengan diangkut secara

berkelompok menggunakan mobil bak, terbuka perempuan buruh tani ini

menggarap lahan persawahan di luar desanya bahkan di luar kecamatan

Prambon seperti desa-desa di Kecamatan Krian, Kecamatan Balongbendo

sampai Kecamatan Porong hingga pukul 12.00 WIB.

Biasane kulo bidal jam 6.00 WIB, mbak. Wangsule jam 12.00 WIB. Nggeh, kelompokan ngoten garap sabine. Mangke diangkut damel kol tepak. Kadang nggeh teng daerah Prambon piyambak, kadang teng Krian, Balongbendo sampek Porong”

“Biasanya kami berangkat pukul 6.00 WIB. Ya, berkelompok dalam menggarap sawah. Berangkat diangkut menggunakan mobil bak terbuka, kadang di Krian, Balongbendo sampai Kecamatan Porong”.2

Selain sebagai buruh tani, perempuan-perempuan tersebut juga

melakukan pekerjaan menjadi buruh ronce dan pengumpul kain-kain bekas

dari salah satu industri konveksi yang ada di Desa Kedungsugo untuk diolah

sebagai keset, bros, gelang dan hasil kerajinan lainnya. Mereka dibayar

Rp.20.000,- per 2 gros.3 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Anita (37

tahun) pada tanggal 21 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.

2

Hasil wawancara dengan Ibu Kapsiyah (Buruh Tani Janda) 20 Agustus 2014

3

(17)

“Garap roncean gelang niku mundute dugi juragan, mbak. Per grosse Rp.7.500-Rp.20.000. setunggal gross niku 12 lusin dadose 144 gelang mangke dipasaraken kale juragane teng PGS kale Pasar Turi”

“Untuk meronce bahan baku dari juragan, mbak. Setiap grossnya dihargai Rp.7.500-Rp.20.000. 1 gross sama dengan 12 Lusin jadi 144 buah gelang yang nanti dipasarkan ke Pusat Grosir Surabaya dan Pasar Turi). Beberapa yang lainnya memilih bekerja sebagai buruh kupas bawang dengan upah 10.000 per karung”.4

Kehidupan serba sulit itulah yang mengakibatkan banyaknya buruh tani

perempuan di Desa Kedungsugo semakin termarjinalkan. Belum adanya

kelembagaan yang mampu menampung mereka untuk dapat mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, serta rendahnya tingkat

pendidikan dan taraf ekonomi, juga kurangnya perhatian pemerintah desa

terhadap kehidupan buruh tani perempuan berdampak pada semakin buruknya

kehidupan buruh tani perempuan ini.

Profil Tenaga Kerja Buruh tani perempuan di Desa Kedungsugo

Kecamatan Prambonmemberikan gambaran yang hampir sama mengenai

alasan perempuan di pedesaan memilih bekerja menjadi buruh tani.

Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain: rendahnya tingkat pendapatan keluarga,

tidak memiliki pekerjaan lain, dan rendahnya pengetahuan dan skill

digolongkan sebagai faktor pendorong. Sedangkan alasan karena mengikuti

ajakan teman/keluarga, penghasilan menjadi buruh tani dengan berkelompok

lumayan besar ketimbang di desa yang hanya dibayar Rp.20.000 setengah hari

digolongkan kedalam faktor penarik.

4

(18)

Permasalahan pendapatan petani yang relatif rendah merupakan

permasalahan yang sangat kompleks. Faktor yang menyebabkan permasalahan

ini terjadi dari berbagai aspek. Terbatasnya modal yang dimiliki petani

sehingga mengalami keterbatasaan dalam proses produksi, sempitnya lahan

pertanian yang dimiliki warga sehingga tingkat produksinya sedikit, tingginya

biaya produksi akibat naiknya harga pupuk dan obat-obatan, hingga rendahnya

harga jual produk pertanian akibat permainan harga di pasar.

Ada tiga garis besar masalah yang dihadapi perempuan buruh tani

Dusun Cangkringan yakni rendahnya tingkat ekonomi keluarga perempuan

buruh tani, hal ini disebabkan karena rendahnya pendapatan perempuan buruh

tani dari hasil menggarap sawah dan menjadi pengerajin monte. Belum adanya

pendampingan dalam menambah pekerjaan lain juga disinyalir sebagai

penyebabnya. Hal ini tentu saja beralasan karena perempuan buruh tani di

dusun ini cenderung pasrah dengan kondisi yang ada.

Problem yang kedua adalah ketidaktahuan perempuan buruh terhadap

pangsa pasar dan tidak adanya jaringan atau akses yang dapat digunakan

untuk menjual hasil produksinya mengakibatkan rendahnya nilai jual hasil

produksi masyarakat yang mengakibatkan rendahnya pendapatan masyarakat

dan semakin kentalnya dominasi tengkulak sebagai distributor hasil produksi.

Yang ketiga adalah rendahnya proteksi pemerintah desa dalam

meningkatkan taraf hidup perempuan buruh tani. Kegiatan pemberdayaan

yang melibatkan perempuan buruh tani cenderung tidak ada, sehingga sistem

(19)

ada perbaikan dan menilai keterbelengguan itu sebagai hal yang wajar.

Adanya anggapan bahwa perempuan buruh tani Dusun Cangkringan tidak

akan bisa berkembang ditunjang dengan rendahnya tingkat partisipasi

perempuan buruh tani untuk menunjang kehidupannya menjadi lebih baik

dinilai sebagai batu sandungan yang dianggap sulit untuk berubah. Padahal

sudah semestinya menjadi tugas pemerintah desa untuk memberikan

ketegasan dan mengentas akar kemiskinan yang berkembang di masyarakat.

B. Fokus Penelitian

Dalam mengkaji kehidupan perempuan buruh tani kepala keluarga

diantara problematika dan menyusun kerangka solutif bersama masyarakat,

tentu dibutuhkan adanya fokus penelitian. Fokus dalam penelitian membantu

dalam penganalisaan masalah, potensi dan pola pemberdayaan yang akan

dilakukan terhadap perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun

Cangkringan. Adapun fokus tersebut mengarahkan pada:

1. Mengurai faktor dan latar belakang problem ketergantungan perempuan

buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan terhadap jerat tengkulak

lokal dan juragan.

2. Menganalisa potensi. Baik alam, manusia, kelembagaan,

kelompok-kelompok sosial dan ekonomi yang ada dalam kehidupan perempuan

buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan.

3. Bagaimana menghimpun ide-ide yang bersumber dari masyarakat dalam

hal ini perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan dan

(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan peneliti dalam pendampingan buruh tani perempuan

yang menjadi kepala keluarga di Desa Kedungsugo dengan meningkatkan

pemanfaatan potensi lokal melalui usaha kreatif adalah Untuk bekerja bersama

masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan taraf hidup buruh tani

perempuan Desa Kedungsugo melalui usaha sebagai berikut:

1. Meningkatnya pemenuhan hak dasar dan kebutuhan dasar bagi keluarga

perempuan buruh tani.

2. Meningkatnya peran serta buruh tani dalam pembangunan desa dengan

meningkatkan pendapatan melalui pengelolahan keterampilan dan potensi

lokal di Desa Kedungsugo.

3. Terbentuknya kelembagaan yang menampung perempuan buruh tani

sebagai wadah belajar, bekerja dan meningkatkan kemandirian.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian dan pemberdayaan buruh tani perempuan Desa

Kedungsugo ini dapat dijadikan barometer dalam mengembangkan

pola-pola pemberdayaan masyarakat terhadap kaum perempuan marjinal,

sehingga keilmuannya dapat diaplikasikan sebagai tindak lanjut dari studi

(21)

2. Manfaat Bagi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)

Dengan adaya penelitian ini dapat dijadikan referensi baru dalam

mengembangkan strategi pemberdayaan masyarakat untuk regenerasi

selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Universitas

Sebagai tolak ukur untuk mengembangkan pola pemberdayaan

melalui dakwah bil hal, selain itu dapat dijadikan referensi dalam

melakukan riset dan pendampingan masyarakat.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian berbasis pendampingan ini diharapkan mampu

merangsang daya partisipatif masyarakat dalam meningkatkan

usaha-usaha kreatif sebagai peningkatan ekonomi.

E. Kerangka Teoritik

1. Strategi Pemberdayaan

Definisi pemberdayaan masyarakat mengalami perkembangan dari

waktu ke waktu. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan

masyarakat dinilai penting sebagai langkah untuk mewujudkan

pembangunan kemanusiaan. Pemberdayaan masyarakat bermakna sebagai

upaya menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan,

(22)

didalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan

mempengaruhi masyarakat itu sendiri.5

Berdasarkan definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat

adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas

masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu

sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang

tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan

hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk

meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa

kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang

kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam

hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan.

Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat6, yang

mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki

relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan

suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara

bersama-sama.

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi

yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah

5

Ife, Jim.1995 Community Development: Creating Community Alternatives Vision Analysis & Practise. Sydney: Addison Wesley Longman Australia Pty Ltd. hal. 182.

6

(23)

satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan

masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat7,

pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong

terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya

pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman

diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima

bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan

keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan

tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana,

pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan

sekaligus evaluator.

Sumodiningrat8 lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja

sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui

pendampingan sosial. Terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat

dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:

a. Motivasi

Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk

membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal

pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan

masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam

kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan

7

Ibid hal. 102

8

(24)

mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang

mereka miliki.

b. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Kemampuan

Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui

pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan

untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara

partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat

melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan

pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu

masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka

sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian

mereka sendiri.

c. Manajemen Diri

Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin

yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti

melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan

pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka

untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan

wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem

tersebut.

d. Mobilisasi Sumber

Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap

(25)

melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk

menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa

setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika

sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan

kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial.

Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan

sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua

anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat

menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.

e. Pembangunan dan Pengembangan Jaringan

Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat

perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya

membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem

sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan

dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan

bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.

Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan

adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat

khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas

masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity

building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam

pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola

(26)

mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui

penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan

mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan

pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang

digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan.

Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses

pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka

kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung

dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

2. Pemberdayaan Buruh Tani Perempuan yang Menjadi Kepala Keluarga

Perempuan seringkali dilibatkan dalam program-program

pembangunan yang mengarah kepada pengurangan kemiskinan, perluasan

kesempatan sosial dan memberikan sumbangan kepada kinerja ekonomi.

Membantu mereka berarti bisa memberi sumbangan besar guna

mengurangi kemiskinan. Selain itu perempuan juga memiliki pengaruh

dominan terhadap generasi yang akan datang melalui sikap, pendidikan

dan kesehatan mereka.9

Perempuan tani adalah sosok perempuan pedesaan baik yang dewasa

maupun muda. Mereka adalah isteri petani atau anggota keluarga tani yang

terlibat secara langsung atau tidak dengan tetap atau sewaktu waktu dalam

9

(27)

kegiatan usaha tani dan kesibukan lainnya berhubungan dengan kehidupan

dan penghidupan keluarga tani. Perempuan buruh tani dari setiap daerah

mempunyai masalah yang sama dan secara umum mereka menghadapi

masalah yang sama pula. Permasalahannya berupa tingkat hidup yang

rendah dan jumlah keluarga yang relatif besar, tingkat pendidikan dan

kesempatan belajar kurang, pengetahuan dan keterampilan yang sangat

terbatas dan tertinggal dalam usaha tani, kurangnya sikap positif terhadap

kemajuan baik karena adat, agama, maupun kebiasaan hidup.

Perempuan memegang peranan penting sebagai ibu rumah tangga

dengan berbagai jenis pekerjaan dari yang berat sampai yang ringan,

seperti mengatur rumah tangga, memasak, mencuci, mengasuh dan

mendidik anak. Namun sejalan dengan perkembangan di sektor pertanian,

maka perempuan tani perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan

sehingga dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari segala

jenis sumber daya yang ada disekitarnya berupa sumber daya alam

maupun sumber daya manusia.

Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian mayoritas

angkatan kerja di Indonesia. Pembangunan pertanian bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, pertumbuhan

kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan gizi dan ketahanan pangan

rumah tangga, dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan. Semua ini

berkaitan erat dengan peran, tugas, dan fungsi perempuan di pedesaan.

(28)

suami maupun istri (pola nafkah ganda), perempuan memiliki peluang

kerja yang dapat menghasilkan pendapatan bagi rumah tangganya, sebagai

upaya mengurangi kemiskinan

Pemberdayaan adalah suatu aktifitas refleksif, suatu proses yang

mampu diinisiasi dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang

mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination).

Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan,

sumber-sumber dan alat-alat prosedural melalui masyarakat untuk dapat

meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang

berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik bukan merupakan upaya

pemaksaan kehendak dan proses yang dipaksakan.

Ada banyak makna pemberdayaan yang dikemukakan oleh para ahli

yaitu :

a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang

yang lemah atau tidak beruntung.10

b. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali

kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.11

c. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi

cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga

yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan

10

Ife, J.W. 1995. Community Development; Creating Community Alternatives-vision, Analysis and Practice. 11 (Melbourne : Longman). hal. 3

Cleves, M.J. 1996. Gender dan Pembangunan. (Terjemahan: Hartian, S. Pustaka Pelajar, Yokyakarta).

(29)

bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan

yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang

lain yang menjadi perhatiannya.12

d. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap

sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan

jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses

pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Mosse mengemukakan bahwa pemberdayaan lebih terkait dengan

pendekatan dari bawah keatas (bottom-up) dari pada pendekatan dari atas

ke bawah (top down). Lembaga-lembaga terkait dengan gerakan

pemberdayaan mengambil tindakan berdasarkan kesadaran masyarakat.

Hal inilah yang diterjemahkan menjadi partisipasi dan konsekuensi yang

disebut dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up).13

Sesungguhnya pendekatan ini lebih merupakan pendekatan perempuan

terhadap pembangunan, dari pada pendekatan laki-laki. Pendekatan ini

memahami tujuan pembangunan dari perempuan dalam pengertian

kemandirian dan kekuatan internal.

12

Edi, Suharto,. Hadi, Agus Purbatin. 2004. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi danKelembagaan Dalam Pembangunan. (Yayasan Agribisnis/PusatPengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA)). hal. 34

13

(30)

F. Metode Penelitian Untuk Pemberdayaan

1. Pendekatan Penelitian

Pada proses pendampingan yang akan dilakukan di desa Kedungsugo

ini metodologi yang digunakan adalah teknik PAR (Participatory Action

Research), dimana dalam teknik ini keterlibatan secara aktif semua

pihak-pihak yang berkaitan dengan problematika yang ada kemudian

dikorelasikan dalam rencana-rencana solutif. Mengkaji setiap tindakan,

setiap pengalaman dan potensi yang dimiliki masyarakat merupakan

langkah-langkah untuk merubah keadaan ke arah yang lebih baik. Topik,

media dan konten pembelajaran berasal dari masyarakat. Sedangkan untuk

proses pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan berkala melalui

seringnya uji coba dan diskusi bersama hingga menemukan inovasi baru

yang lebih baik.

Fasilitasi yang dilakukan berupa tindakan nyata dan langsung

praktek sesuai dengan topik yang dikaji. Proses pembelajaran yang

dilakukan tidak memisahkan bagaimana melakukan, mempelajari,

memahami hingga menemukan hasilnya dan dilakukan bersama-sama

sehingga proses pembelajaran yang dilakukan berasal dari upaya

menstrukturkan pengalaman yang telah dialami, bukan hanya belajar dari

(31)

Adapun prinsip-prinsip dari Participatory Action Research (PAR)14

adalah:

a. Masyarakat dipandang sebagai subjek bukan objek.

b. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.

c. Peneliti memposisikan dirinya sebagai insider bukan outsider.

d. Fokus pada topik utama permasalahan.

e. Pemberdayaan dan partisipatif masyarakat dalam menentukan

indikator sosial (indikator evaluasi partisipatif). Kemampuan

masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan,

pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, peilaian, dan koreksi

terhadap kegiatan yang dilakukan.

f. Keterlibatan semua anggota kelompok dan menghargai perbedaan.

g. Konsep triangulasi. Untuk bisa mendapatkan informasi yang

kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan konsep triangulasi

yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check

and recheck).

h. Optimalisasi hasil.

i. Fleksibel dalam proses partisipasi.

2. Langkah-Langkah Metode Penelitian Participatory Action Research (PAR)

Dalam metode Participatory Action Research (PAR) terdapat

langkah-langkah yang memuat proses belajar masyarakat yang tidak hanya

di desain melainkan mengalir seperti air dengan mengedepankan

14

(32)

penerapan kesadaran kritis dalam mengembangkan diri masyarakat ke arah

yang lebih baik. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan dalam

beberapa tahapan sebagai berikut15:

a. Inkulturasi (membangun hubungan kemanusiaan)

Dalam tahap ini, fasilitator membangun trust building yaitu

dengan turut serta dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh perempuan buruh tani dan warga desa Kedungsugo secara umum.

Dari proses ini diharapkan agar fasilitator mengetahui dan memahami

pola hidup serta budaya dan sistem sosial yang terbangun dalam

kehidupan masyarakat agraris di Desa Kedungsugo.

b. Membentuk tim riset bersama komunitas

Fasilitator menyadari bahwa dalam proses bekerja bersama

masyarakat, adanya partisipasi masyarakat memegang peranan

penting. Maka kerjasama dibangun dengan melibatkan beberapa

perempuan desa yang bekerja sebagai buruh tani sekaligus menjadi

kepala keluarga. Selain itu kerjasama dengan pihak stakeholder juga

dibangun seperti mengikutsertakan tokoh perempuan desa. Hal ini

dimksudkan untuk memudahkan dalam melancarkan aksi-aksi strategis

dalam menanggapi isu-isu yang ada dan melibatkan perempuan buruh

tani.

15

(33)

c. Pemetaan Partisipatif

Bersama dengan tim yang telah dibentuk dengan melibatkan

masyarakat Desa Kedungsugo serta pihak-pihak yang memiliki andil

di desa, fasilitator melakukan pemetaan wilayah guna mengungkap

isu-isu strategis dan memetakan potensi yang dapat dikelola sebagai

hasil dari kerja bersama masyarakat.

d. Merumuskan Masalah

Fasilitator bersama tim merumuskan masalah yang mendasar

hingga perempuan buruh tani mengalami kerentanan yang kritis. Hal

ini dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang, faktor, proses

dan akibat.

e. Menyusun Strategi Gerakan

Setelah merumuskan dan memahami permasalahan yang

dihadapi, selanjutnya menysusun strategi gerakan untuk memecahkan

problem yang terjadi dalam kehidupan perempuan buruh tani.

f. Melancarkan Aksi Perubahan

Aksi perubahan yang akan dilakukan oleh fasilitator bersama

masyarakat yaitu dengan membentuk kelembagaan yang merupakan

wadah belajar dan bekerja yang mampu menunjang kehidupan

keluarga perempuan buruh tani dengan menghimpun kreatifitas yang

dimiliki perempuan buruh tani seperti meronce gelang, kalung dan

kerajinan lainnya serta meningkatkan pemenuhan hak dasar dan

(34)

ditingkatkannya pengetahuan perempuan buruh tani tentang isu-isu

gender yang berkembang. Hal ini kesemuanya diaktualisasikan melalui

pembentukan pos perempuan mandiri di Desa Kedungsugo.

g. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat

Pusat-pusat pembelajaran masyarakat pada dasarnya dibangun

atas dasar kebutuhan kelompok dalam melaksanakan transformasi

sosial. Pusat belajar yang dimaksudkan merupakan media untuk

komunikasi, riset dan diskusi dalam pemecahan masalah16.

h. Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan

Untuk melancarkan aksi program agar terlaksana dengan baik,

peneliti dalam proses pengorganisasiannya melibatkan local leader

yang berperan dalam proses pembangkitan kesadaran untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi secara mandiri serta menjalin

kerjasama dengan pihak-pihak stakeholder terutama adalah pemerintah

desa.

3. Teknik-Teknik Pendampingan dan Pengumpulan Data (PRA)

Dalam kerja PAR segala tindakan pembelajaran bersama komunitas,

dengan menggendakan program riset melalui teknik PRA (Participatory

Rural Appraisal) untuk memahami persoalan masyarakat yang selanjutnya

menjadi alat perubahan sosial. Sambil membangun kelompok-kelompok

16

(35)

komunitas sesuai dengan potensi dan keragaman yang ada. Teknik-teknik

PRA yang dilakukan adalah17:

a. Mapping (Pemetaan)

Mapping merupakan teknik PRA untuk menggali informasi yang

meliputi sarana fisik dan kondisi sosial dengan menggambar kondisi

wilayah secara umum Desa Kedungsugo Prambon. Dalam hal ini peta

yang akan dimunculkan ada 2, pertama peta buruh tani perempuan di

desa Kedungsugo, kedua kondisi umum desa sekaligus pusat-pusat

belajar masyarakat terutama titik-titik dimana perempuan buruh tani

biasanya membuat kerajinan.

b. Transect

Transect merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat

dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan

sumberdaya-sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah Desa

Kedungsugo.

c. Timeline

Timeline adalah teknik penelusuran alur sejarah suatu masyarakat

dengan menggali kejadian penting yang pernah dialami pada alur

waktu tertentu. Dalam hal ini akan menguraikan latar belakang

kehidupan buruh tani perempuan hingga memilih untuk bekerja secara

berkelompok ke desa lain. Juga mengurai pengelolahan sampah/limbah

pabrik konveksi yang ada di Desa Kedungsugo.

17

(36)

d. Trend and Change

Bagan perubahan dan kecenderungan merupakan teknik PRA

yang memfasilitasi masyarakat dalam mengenali perubahan dan

kecenderungn berbagai keadaan, kejadian serta kegiatan masyarakat

dari waktu ke waktu18. Hasilnya adalah bagan atau matriks yang

berkenaan tentang kualitas hidup perempuan buruh tani (ekonomi,

kesehatan, pendidikan) yang semakin hari semakin terabaikan.

e. Seasonal Calendar (Kalender Musim)

Suatu teknik PRA yang dipergunakan untuk mengetahui kegiatan

utama, masalah dan kesempatan dalam siklus tahunan yang dituangkan

dalam bentuk diagram. Hasilnya akan digambar dalam bentuk

matriks19. Teknik ini digunakan untuk mengetahui musim tanam di

desa Kedungsugo dan masa tunggu panen yang mengakibatkan

banyaknya buruh tani perempuan untuk mengerjakan sawah dan

ladang di desa dan kecamatan lain di luar desanya.

f. Daily Routine (Kalender Harian)

Kalendar harian ini didasarkan pada perubahan analisis dan

monitoring dalam pola harian masyarakat. Hal tersebut sangat

bermanfaat dalam rangka memahami kunci persoalan dalam tugas

harian, juga sebagai alat untuk kegiatan perempuan buruh tani dalam

kehidupan sehari-harinya20. Kalendar ini juga menjadi acuan adanya

18

Ibid, Hal.67

19

Ibid, Hal.67

20

(37)

perubahan, mengingat pendampingan yang akan dilakukan akan

mampu merubah pola kegiatan perempuan buruh tani sehari-harinya.

g. Diagram Venn

Diagram venn merupakan teknik dalam PRA dalam menganalisa

arus ketergantungan dan keterlibatan subyek penelitian terhadap

masyarakat secara umum21. Dalam hal ini Diagram Venn digunakan

untuk melihat hubungan perempuan buruh tani dengan lembaga yang

terdapat di Desa Kedungsugo. Dalam pembuatan diagram venn ini

bertujuan untuk memfasilitasi diskusi-diskusi masyarakat untuk

mengidentifikasi pihak-pihak yang ada di desa, menganalisa dan

mengkaji peranannya, serta kepentingan dan manfaatnya bagi

masyarakat.

h. Analisis Survey Belanja Rumah Tangga

Penganalisaan belanja rumah tangga sangat diperlukan untuk

mengetahui kerentanan yang dihadapi perempuan buruh tani Desa

Kedungsugo. Survey ini mengidentifikasi pengeluaran dan pemasukan

rumah tangga.

i. Diagram Alur

Merupakan teknik untuk menggambarkan arus hubungan

diantara semua pihak dan komoditas yang terlibat dalam suatu

masyarakat, dan dapat digunakan untuk menganalisa alur penyebaran

keyakinan dan tata nilai keagamaan dalam masyarakat.

21

(38)

j. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur ini merupakan alat penggalian

informasi berupa tanya jawab yang sistematis tentang pokok-pokok

tertentu. Wawacara ini bersifat semi terbuka, artinya alur pembicaraan

lebih santai22. Wawancara semi terstruktur dilakukan oleh fasilitator

dengan perempuan buruh tani kepala keluarga Dusun Cangkringan

ketika terlibat langsung dengan aktifitas perempuan buruh tani maupun

melalui proses Focus Group Discussion (FGD). Selain itu fasilitator

juga melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat dan pihak-pihak

yang berpengaruh terhadap kehidupan perempuan buruh tani dalam

menggali problem dan potensi yang ada di Dusun Cangkringan Desa

Kedungsugo.

k. Analisa Pohon Masalah dan Pohon Harapan

Teknik analisa pohon masalah merupakan teknik yang

dipergunakan untuk menganalisa secara bersama-sama masyarakat

tentang akar masalah dari masalah yang ada. Dengan teknik ini juga

dapat digunakan untuk menelusuri penyebab terjadinya masalah

sehingga dapat dikerucutkan dalam kerangka solusi yang logis

berdasar penganalisaan problematis tersebut23.

22

Ibid, Hal 71

23

(39)

G. Strategi Pendampingan

Dalam mengkaji metodologi PAR dalam penerapan pendampingan

kepada masyarakat diperlukan adanya rancangan strategis yang memuat

langkah-langkah yang dilakukan fasilitator dalam melaksanakan proses belajar

bersama masyarakat. Rancangan yang merupakan langkah-langkah strategis

ini diperlukan sebagai tolak ukur agar pendampingan yang dilakukan

fasilitator bersama masyarakat dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu

langkah strategis ini juga merupakan pemicu dari optimalisasi gerakan yang

[image:39.595.110.517.312.727.2]

dilakukan bersama masyarakat. Adapun prosesnya dapat dijelaskan dalam

tabel berikut:

Tabel 1: 2

No Kegiatan

Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12

1. Inkulturasi xx x X

2. Focus Group Discussion (Membentuk

tim riset

bersama masyarakat)

x Xx x

3. Pemetaan Partisipatif

xx x

4. Diskusi Problematik

x xx

5. Analisa Potensi x xxx x 6. Focus Group

Discussion Perencanaan Aksi

x xxx

7. Aksi x x

8. Membangun

Kesepakatan Keberlanjutan

(40)

Ada 5 langkah utama yang dilakukan oleh fasilitator dalam menyusun

strategi pemberdayaan berdasarkan tabel diatas, yakni:

1. Inkulturasi

Proses inkulturasi merupakan salah satu upaya utama dalam

membangun trust building dengan masyarakat sehingga masyarakat

mampu mengenal fasilitator sebagai teman belajar sekaligus penggerak

perubahan24. Hal ini juga dapat disebut sebagai upaya kulonuwun (permisi)

kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam hal ini perempuan buruh

tani di Dusun Cangkringan dan pemerintah desa serta tokoh-tokoh yang

berkaitan dengan kehidupan mereka. Proses ini dilakukan oleh fasilitator

pada minggu-minggu pertama bulan Agustus hingga awal minggu kedua

bulan September. Adapun agenda kegiatan masyarakat seperti tahlilan,

dibaan dan PKK menjadi forum inkulturasi yang optimal bagi fasilitator

selain kegiatan pertanian dan kerajinan yang menjadi keseharian

perempuan buruh tani yang menjadi kepala keluarga.

2. Focus Group Discussion (FGD)

Selain inkulturasi, strategi pemberdayaan selanjutnya adalah

melakukan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini merupakan salah

satu wadah edukasi dalam membangun kesadaran kritis masyarakat dalam

menyelami masalahnya sendiri sekaligus merumuskan ide yang bersumber

dari masyarakat dalam menyelesaikan problematika yang dihadapinya.

Kegiatan FGD dilaksanakan secara intens pada minggu terakhir bulan

24

(41)

Agustus hingga akhir bulan November dengan mengedepankan 5 aspek

bahasan, pertama membentuk tim riset bersama masyarakat dengan

memerankan masyarakat sebagai motor penggerak. Kedua, melakukan

pemetaan partisipatif. Ketiga, diskusi problematik dan analisa potensi

lokal. Keempat, perancangan dan pelaksanaan aksi bersama masyarakat.

Kelima, melakukan evaluasi hasil program yang dilaksanakan bersama

masyarakat. Dalam melakukan FGD fasilitator melibatkan perempuan

buruh tani kepala keluarga, yang secara intensif dilakukan dengan

keterlibatan 2 orang local leader yakni Ibu Setyowati dan Ibu Anita.

Selain itu fasilitator juga melibatkan kepala desa dan tokoh-tokoh

perempuan desa. Hal ini dimaksudkan agar ada kesinambungan dengan

pihak-pihak stakeholder dalam melakukan pendampingan.

3. Diskusi Problematik dan Analisa Potensi

Dalam menganalisa problematika yang dihadapi perempuan buruh

tani yang menjadi kepala keluarga di Dusun Cangkringan, fasilitator

melakukan transektoral dengan melibatkan Local Leader yakni Ibu

Setyowati dan Ibu Anita sehingga data yang didapatkan melalui

penelusuran wilayah dapat dinilai secara subyektif dan obyektif.

Penganalisaan problem juga dilakukan dengan menggunakan teknik PRA

seperti analisa survey belanja harian, daily routine, kalender musim,

pemetaan tematik serta menyusun pohon masalah melalui dialog secara

(42)

masalahnya sendiri dan menyusun gerakan kemandirian melalui

perencanan aksi.

4. Perencanaan dan Pelaksanaan Aksi

Perencanaan dilakukan fasilitator bersama local leader yakni Ibu

Setyowati dan Ibu Anita melalui Focus Group Discussion (FGD) yang

diagendakan secara intens pada minggu 1-3 Bulan September dengan

menyertakan tokoh perempuan desa dan perempuan buruh tani yang

menjadi kepala keluarga serta pihak stakeholder, yakni Sidoarjo Crisis

Center.

5. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi sangat diperlukan dalam proses

pemberdayaan mengingat hal ini merupakan tonggak pelaksanaan program

agar berjalan secara kontinyu di masyarakat hingga mampu berkembang

dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat lainnya.

H. Sistematika Pembahasan BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab yang mengawali tentang judul proposal

skripsi yang diangkat oleh penulis: Analisa situasi problematik, tujuan,

manfaat, definisi konsep, pendekatan penelitian dan metodologi

(43)

BAB II DESKRIPSI LOKAL DESA KEDUNGSUGO

Dalam bab ini peneliti menyusun profil desa, letak desa secara geografis,

kondisi demografis, kondisi sosial kemasyarakatan, kondisi ekonomi,

kebijakan pemerintah dan pembangunan, dan aspek-aspek lain yang

mempengaruhi kehidupan buruh tani perempuan yang menjadi kepala

keluarga Desa Kedungsugo

BAB III ANALISA PROBLEMATIKA BURUH TANI PEREMPUAN

Pada bab ini penulis memaparkan hasil Focus Group Discussion maupun

hasil pengamatan secara subyektif dalam memahami persoalan yang dihadapi

buruh tani perempuan yang menjadi kepala keluarga di Desa Kedungsugo

Kecamatan Prambon.

BAB IV DINAMIKA PROSES PENDAMPINGAN

Dalam bab ini berisi tentang menyadurkan konsep pemberdayaan

perempuan dalam konsep Participatory Rural Apraisal (PRA) dalam

menyusun langkah-langkah perencanaan hingga terimplementasikan dalam

aksi bersama masyarakat

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAAT

Dalam bab ini dibahas aksi-aksi yang dilakukan bersama masyarakat

sesuai dengan metodologi dan pendekatan penelitian.

BAB VI ANALISA REFLEKTIF

Di bab ini berisikan tentang hasil perubahan dari proses pendampingan

yang telah dilakukan dengan menyadurkan pada teori-teori yang berkaitan

(44)

BAB VII PENUTUP

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan, saran serta penutup dari hasil

(45)

BAB II

MENELISIK BUTIR-BUTIR KEHIDUPAN DI DUSUN CANGKRINGAN

A. Bentang Alam Dusun Cangkringan

Dusun Cangkringan merupakan salah satu wilayah administrasi dari

Desa Kedungsugo Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo, sebuah desa

yang masih senantiasa teguh menjaga kedesaannya dengan alam, budaya dan

sosial kemasyarakatannya. Sawah membentang dari ujung utara ke selatan,

ladang mengelilingi seolah menjadi benteng bagi penghidupannya yang tidak

pernah mengenal lelah. Jalanan yang berbatu yang menghubungkan antara

dusun ini dengan desa lainnya seolah menunjukkan tentang bagaimana

[image:45.595.129.507.327.642.2]

teguhnya kerja keras diantara masyarakatnya.

Gambar 2:1 Bentang Alam Desa Kedungsugo

Luas Desa Kedungsugo mencapai 285,7 Ha yang terkotak-kotak

(46)

dan Dusun Kedungsugo.25 Keempat dusun tersebut mengisi relung-relung

penghidupan di lahan pertanian dan industri yang berdiri kokoh di selatan desa

ini. Di sebelah utara dan timur desa ini berbatasan dengan Desa

Kedungwonokerto, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gedangrowo,

sedangkan di sebelah barat berbatasan denganDesa Jatialun-alun.

Jarak tempuh dari Desa Kedungsugo ke ibukota kecamatan adalah 4 km

dengan melalui jalan aspal, paving dan berbatu. Jalan aspal membentang dari

timur ke barat dan ke selatan. Jalan paving menjadi penghubung antar dusun.

Sedangkan jalan berbatu terbentang di utara desa.

Desa Kedungsugo secara umum merupakan desa yang hijau dengan

sumber daya alam yang melimpah. Adapun aset yang dimiliki oleh

masyarakat adalah tanah persawahan dan ladang. Luas tanah persawahan di

desa ini mencapai 201,2 Ha sedangkan tanah kering hanya sekitar 44,9 Ha

yang diperuntukkan untuk pemukiman warga26. Meskipun terkadang diantara

sungai-sungai yang mengalir mengandung limbah dari industri-industri yang

ada di Kecamatan Prambon, masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya

pada sektor ini senantiasa menciptakan keseimbangan agar tidak sampai

hilang, hal ini ditunjukkan dengan aktifitas pertanian sampingan seperti

menanam cabe dan tomat diantara tanaman padi.

Sedangkan sebagian besar tanah ladang di desa ini justru dikuasai oleh

pemilik pabrik gula Prambon yang menanam tebu di ladang dan menjadikan

masyarakat sebagai buruh tani dan buruh ladang yang dipekerjakan dengan

25

Profil RPJMDes Desa Kedungsugo

26

(47)

upah Rp.30.000 per harinya. Kalau tidak ada lahan yang digarap, masyarakat

[image:47.595.124.511.211.559.2]

justru menggarap tanah di wilayah lain secara borongan.

Gambar 2:2Pabrik gula tebu Prambon

Selain menjadi kawasan pertanian yang berpotensi dikembangkan

sebagai kawasan holtikultur, Desa Kedungsugo juga dikelilingi oleh

industri-industri kecil sebagai rentetan kawasan industri-industri di wilayah Sidoarjo yang

terbentang dari kawasan Siborian (Sidoarjo, Balong Bendo Krian) ke NIP

(Ngoro Industri Park) hingga PIER (Pasuruan Industry Estate Rembang)

sehingga berpengaruh besar pada kualitas sumber daya alam dan sumber daya

manusianya. Tidak sedikit dari industri-industri kecil yang mengalirkan

limbahnya ke sungai di desa-desa ini sehingga mempengaruhi kehidupan biota

(48)

B. Masyarakat Kedungsugo Di Antara Timbunan Jerami

Desa Kedungsugo berpenduduk 1.198 KK dengan jumlah penduduk

keseluruhan adalah 4.756 jiwa, yang tersebar dalam 4 dusun yakni Dusun

Sugo, Dusun Cangkringan, Dusun Kedungsugo dan Dusun Pandokan serta

dalam 17 Rukun Tetangga dan 4 Rukun Warga. Jumlah penduduk perempuan

mencapai 2336 dan jumlah penduduk laki-laki mencapai 2423 jiwa.27

Mayoritas masyarakat Kedungsugo berprofesi sebagai petani dan

pengrajin, meskipun tidak sedikit diantaranya yang bekerja di industri-industri

menengah maupun besar yang ada di Kecamatan Prambon dan di Kabupaten

Mojokerto. Berdasarkan penuturan Bapak Sugito (57 Tahun) yang merupakan

Sekertaris Desa Kedungsugo pada tanggal 12 Agustus 2014, ada sekitar 2000

jiwa yang memilih untuk menempati ranah agraris dengan menyewa lahan

atau menjadi buruh tani.28

Hal menarik adalah dalam masa penantian panen biasanya masyarakat

desa yang bergantung pada sektor pertanian ini memilih untuk menjadi buruh

lahan di wilayah lain di luar desanya, dan kebanyakan merupakan

perempuan-perempuan perkasa yang menjadi kepala keluarga. Perempuan-perempuan-perempuan

desa ini berangkat diangkut menggunakan mobil bak terbuka dari pukul 6.00

WIB hingga pukul 12.00 WIB dengan upah sebesar Rp.30.000,-.

Biasane buruh niku berangkate jam 6 injing, mbak sampai jam 12 siang. Nitih mobil bak ngoten. Soale kelompokan

“Biasanya buruh itu berangkatnya jam 6 pagi mbak sampai jam 12 siang.

Naik mobil pick up. Soalnya kelompokan”.29

27

Data Kecamatan Prambon Dalam Angka Tahun 2011, hal. 15

28

Hasil wawancara dengan Bapak Sugito (12 Agustus 2014)

29

(49)

Setelah pulang menjadi buruh tani, biasanya mereka menjadi buruh

kupas bawang atau menjadi pengrajin monte. Adapun jumlah kepala keluarga

[image:49.595.123.514.236.571.2]

berdasarkan jenis kelamin dapat dijelaskan melalui tabel berikut:

Tabel 2:1

Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin30

Sumber: Data Statistik Kependudukan Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011

Keluarga-keluarga di Desa Kedungsugo mayoritas merupakan keluarga

pra sejahtera dengan kehidupan menengah ke bawah. Tidak jarang dari

masyarakat yang memilih untuk melakukan mobilitas dengan menjadi

pembantu rumah tangga atau pekerja kasar di luar desa demi mendapatkan

penghidupan yang layak. Seperti yang dilakoni oleh Ibu Suparni (44 Tahun)

Hal ini juga ditunjang dengan jumlah masyarakat berusia produktif dan latar

belakang pendidikan sebagaimana yang dijelaskan dalam tabel berikut:

30

Data Kecamatan Prambon Dalam Angka Tahun 2011, hal. 15

Laki-Laki Perempuan Jumlah KK

(50)

Tabel 2:2

Data Penduduk Berdasarkan Rentan Usia31 Rentan Usia Jumlah Penduduk

0-1 Tahun 46

< 5 Tahun 223

5-6 Tahun 84

7-15 Tahun 605

16-21 Tahun 391

22-59 Tahun 2.194

>60 Tahun 425

Sumber: Data Statistik Kependudukan Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011

Adapun latar belakang pendidikan masyarakat Kedungsugo dapat

dijelaskan dalam tabel berikut:

[image:50.595.126.518.149.564.2]

Tabel 2:3

Pendidikan Masyarakat Desa Kedungsugo32 Latar Belakang Pendidikan Jumlah Penduduk

Tidak Tamat SD 242

Tamat SD-SMP 576

Tamat SMA 323

Tamat Perguruan Tinggi 57

Sumber: Data Pendidikan Penduduk Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2011

Data diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat desa

Kedungsugo memiliki latar belakang pendidikan tamat SD hingga SMP saja,

dan bahkan terdapat 242 jiwa yang tidak tamat sekolah dasar. Dari 242 jiwa

tersebut sebagian besar adalah mereka yang buta huruf. Hal ini diperkuat

melalui wawancara yang dilakukan fasilitator berulang kali pada perempuan

buruh tani kepala keluarga utamanya bahwa masih banyak yang buta huruf.

31

Data Kecamatan Prambon Dalam Angka, hal.27

32

(51)

Tentu saja faktor ini berpengaruh pada pola pikir dan cara masyarakat

bertahan hidup. Tidak jarang anak-anak muda usia 15 tahun sudah berhenti

sekolah dan memilih bekerja baik sebagai buruh kasar/bangunan, buruh tani

maupun menjadi buruh serabutan. Hal ini pulalah dengan ditunjang berbagai

faktor juga mempengaruhi banyaknya kasus kawin-cerai di kalangan pasangan

muda sehingga peran perempuan di desa ini tampak seperti motor penggerak

ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas hidup keluarganya.

C. Kantong-Kantong Ekonomi Masyarakat Kedungsugo

Jika dilihat dari segi ekonomi, masyarakat Desa Kedungsugo

merupakan masyarakat yang menengah ke bawah. Hanya beberapa gelintir

[image:51.595.106.517.274.572.2]

orang saja yang berpenghasilan diatas Rp.600.000,- per bulan.

Tabel 2:4 Data kesejahteraan penduduk

Dusun Pra Sejahtera Sejahtera I Keluarga

Sejahtera II dan III

Cangkringan 97 123 17

Sugo 56 237 86

Kedunglo 23 134 78

Pandokan 79 207 54

Sumber: Data Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka Tahun 2013

Dari hasil survey belanja harian yang dilakukan dengan mengikut

sertakan keluarga yang kepala keluarganya perempuan disimpulkan bahwa

rata-rata penghasilan masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani berkisar

Rp.450.000,- hingga Rp.600.000 sedangkan untuk memenuhi kebutuhan

(52)

dengan wilayah perkotaan, mereka mengandalkan penghasilan dari pekerjaan

lain yang menjadi sampingan. Sebagaimana penuturan Ibu Anita,33

“Upahe buruh niku setunggal dintene Rp.30.000,- mbak. Nggeh kasarane angsal Rp.600.000,- setunggal sasi. Niku nek garape ben dinten. Nek mboten nggeh kadang angsal separohe niku mpun sae mbak. Makane katah seng nggada sampingan”

“Upah buruh tani sehari adalah Rp.30.000,-. Ya, dalam sebulan bisa menghasilkan Rp.600.000,-. Itu kalau menggarap sawahnya setiap hari. Kalau tidak, ya, dapat separuh dari Rp.600.000,- itu sudah bagus. Makanya banyak yang memilih bekerja sampingan”.

Adapun pekerjaan tersebut adalah seperti menjadi pengrajin monte,

penjahit keset, atau menjadi buruh kupas bawang. Untuk laki-laki biasanya

mereka mengandalkan penghasilan sebagai buruh serabutan dan buruh

bangunan.34 Sehingga jarang ditemukan aktifitas laki-laki di desa ini untuk

mendapatkan penghasilan sampingan, meskipun ada beberapa orang yang

menyablon untuk kemasan dari kerajinan monte yang hendak dipasarkan.

Dalam menganalisa profesi dan jenis pekerjaan dari kebanyakan orang

di Desa Kedungsugo dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

33

Hasil wawancara dengan Ibu Anita pada tanggal 12 Agustus 2014

34

(53)
[image:53.595.123.518.172.543.2]

Tabel 2:5

Data Penduduk Berdasarkan Profesi35

Sumber: Data Statistik Penduduk Berdasarkan Profesi Desa Kedungsugo dalam Kecamatan Prambon dalam Angka tahun 2013

Data diatas menunjukkan bahwa pertanian menjadi primadona bagi

sebagian besar masyarakat selain menjadi pegawai di pabrik. Hal ini ditunjang

dengan banyaknya lahan pertanian yang dapat digarap dan banyaknya

masyarakat yang berprofesi sama.

Masyarakat Desa Kedungsugo menggantungkan hidupnya pada dua

aspek, yakni pertanian dan jasa. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya

bahwa pertanian tidak sekedar menjadi penyelesaian ekonomi saja, melainkan

juga menjadi pola pikir dan gaya hidup masyarakat Desa Kedungsugo yang

cenderung masih mengangkat ketradisionalannya. Sedangkan jasa juga

dianggap sebagai potensi yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat,

seperti menjual jasa menjadi pekerja publik seperti buruh, guru dan lain

35

Data Statistik Desa Tahun 2011

Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Petani Pedagang Nelayan Jasa TNI Polri Pedagang 48 1101 8 964 22 0 7 16 6 15 5 358 7 1138 2 0 5 5 4 8 53 1459 15 2102 24 0 12 21 10 23

(54)

sebagainya atau menjadi penyablon yang menerima pesanan untuk membuat

kemasan dari hasil kerajinan tangan masyarakat.

Penghasilan yang tidak menentu sebagai buruh tani, membuat

masyarakat beralih profesi menjadi pengrajin. Kegiatan pengrajin ini sebagian

besar diikuti oleh perempuan-perempuan desa. Pusatnya ada di Dusun

Cangkringan. Hal ini mengingat karena salah satu pengusaha di Cangkringan

lah yang menjadi pencetus adanya pengrajin monte ini. Di dusun ini sebagian

besar masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani mulai melepas topi capil

-nya di siang hari dan memenuhi beranda rumah mereka dengan dua baskom

berisi monte dan satu kardus berisi assesoris perempuan.

Usaha kerajinan monte ini mulai menggeliat pada tahun 1970an.36 Hal

ini didasarkan pada wawancara pada tanggal 5 September 2014 dengan Ibu

Riani (46 Tahun) yang berprofesi sebagai buruh ronce sejak berusia 12 Tahun,

“Usaha ronce iki mbak kaet tahun 70-an. Aku dewe melu ngeronce iki ket kelas 6 SD. Biyen juragane jek siji, mbak. Ndek Cangkringan tok. Saiki wes sampek 4. Kadang ngumpul nggarap ngeten niki bedo juragan lo mbak”.

Usaha ronce tersebut dari tahun 70-an. Saya sendiri ikut meronce dari kelas 6 SD. Dulu juragannya masih satu, mbak. Di Cangkringan saja. Sekarang sudah sampai 4. Terkadang mengarjakan seperti ini beda juragan

mbak“.

Dari penuturan diatas awal dari industri ronce ini berasal dari adanya

pengusaha monte di Dusun Cangkringan. Pengusaha inilah yang menyediakan

bahan dan memasarkannya ke pusat-pusat grosir yang ada di Surabaya. Ada

sekitar puluhan pengrajin monte, adapun produk yang dihasilkan adalah pita,

36

(55)

gelang, kalung dan bross. Meskipun produk ini bersifat musiman, dengan

permintaan cenderung naik ketika menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri

namun masyarakat masih kukuh dengan aktifitas pengrajin ini.37

Dalam sehari biasanya perempuan Dusun Cangkringan menghasilkan

rata-rata 1,5 gross (1 Gross = 12 Lusin) dengan upah Rp.7.500-Rp.20.000 per

gross.Ibu Anita (37 tahun) pada tanggal 21 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.

“Garap roncean gelang niku mundute dugi juragan, mbak. Per grosse Rp.7.500-Rp.20.000. setunggal gross niku 12 lusin dadose 144 gelang mangke dipasaraken kale juragane teng PGS kale Pasar Turi”

“untuk meronce bahan baku dari juragan, mbak. Setiap grossnya dihargai Rp.7.500-Rp.20.000. 1 gross sama dengan 12 Lusin jadi 144 buah gelang yang nanti dipasarkan ke Pusat Grosir Surabaya dan Pasar Turi”.38

Selain menjadi pengrajin monte, aktifitas kerajinan tangan lainnya juga

dilakukan dalam memanfaatkan kain-kain perca yang merupakan limbah dari

salah satu pabrik konveksi yang ada di desa ini. Kain-kain perca tersebut

diolah untuk kemudian menjadi keset, kain pel dan bross. Penghasilannya pun

lumayan yakni berkisar Rp.3.000,- per keset.

D. Kesehatan Masyarakat Kedungsugo

Di Desa Kedungsugo terdapat Poskesdes yang terletak di balai Desa,

namun poskesdes hanya buka pada hari-hari tertentu sehingga dalam

menjawab problem kesehatan di desa ini masyarakat menggunakan jasa dokter

jaga yang terdapat di Desa Kedung Wonokerto atau ke Puskesmas Prambon

yang jaraknya sekitar 3 km dari desa. Biasanya Poskesdes memiliki bidan jaga

37

Hasil Wawancara dengan Ibu Anita (5 September 2014)

38

(56)

yakni Ibu Ratna. Warga yang berobat tidak dikenai biaya, namun karena

sering tidak ada yang menjaga p

Gambar

Tabel 1.1 : Data Perempuan Buruh Tani ........................................................................
Tabel 1:1
tabel berikut:
Gambar 2:1 Bentang Alam Desa Kedungsugo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga judul dari penelitian ini adalah “Pengaruh Brand Awareness, Kualitas Produk, dan Harga Terhadap Repurchase Intention Melalui Kepuasan Konsumen Sebagai

URAIAN TUGAS RUANG KAMAR BERSALIN STAF PUSKESMAS KABERE..  Nama :

Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kelurahan Dalam Wilayah Kabupaten Gowa (Lembaran Daerah Kabupaten Gowa.. Tahun 2005 Nomor

Nilai signifikansi model lebih kecil dari nilai α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda sesuai untuk menjelaskan hubungan antara deskriptor

Berdasarkan karakteristik kurva, koefisien penyerapan kebisingan optimal terjadi pada komposisi 50:50, artinya bahwa campuran tersebut adalah 50% merupakan serat kertas dan 50%

Tingkat penyangraian yang semakin meningkat dari light menuju dark menyebabkan penurunan kadar air biji kopi sangrai yang setara pada biji kopi mentah (GB) dan biji kopi

Pemahaman dan Hasil belajar peserta didik Pengamatan hasil belajar peserta didik kelas III mata pelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan

Jika kadar Sulfida pada perlakuan aerasi selama 3 jam dibandingkan dengan baku mutu limbah cair penyamakan kulit dari Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014, maka tidak