• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPADATAN RUANG KELAS TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 2 SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPADATAN RUANG KELAS TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 2 SIDOARJO."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPADATAN RUANG KELAS TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN PAI

DI SMA NEGERI 2 SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

MENIK OKTAFIA C.N NIM. D71211124

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Menik Oktafia C.N (D71211124), 2016: Pengaruh Kepadatan Ruang Kelas

Terhadap Proses Pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo.

Dalam sistem pendidikan, para generasi akan menjadi come in untuk

diproses sehingga mencetak come out yang mampu menopang keberlanjutan

perkembangan bangsa. Begitu sentralnya fungsi pendidikan, sehingga setiap detail dari sistem yang dijalankannya harus diperhatikan dan dijaga. Seperti halnya proses pembelajaran di dalam kelas dengan kondisi ruang kelas yang padat, ini merupakan salah satu contoh kesalahan dalam penerapan sistem yang harus segera diperbaiki. Ruang kelas dengan jumlah peserta didik yang tidak sesuai kapasitas ukuran kelas akan menyebabkan beberapa gangguan dalam berjalannya proses pembelajaran. Oleh karena itu, penulis menggunakan kondisi kepadatan ruang kelas sebagai bahan penelitian skripsi, tepatnya kepadatan ruang kelas di SMA Negeri 2 Sidoarjo.

Penelitian ini memiliki tiga rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimanakah kepadatan ruang kelas di SMA Negeri 2 Sidoarjo? 2) Bagaimanakah proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo? 3) Apakah kepadatan ruang kelas berpengaruh terhadap proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo?

Penulis menggunakan penelitian kuantitatif untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Agar hasil penelitian valid dan dapat dipertanggung jawabkan, peneliti menggunakan empat metode pengumpulan data, yaitu: metode dokumentasi, wawancara, observasi dan pengisian angket. Keempat metode tersebut kemudian menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif regresi sederhana.

Analisis hasil data kualitatif menunjukkan bahwa kepadatan ruang kelas di SMA Negeri 2 Sidoarjo sebagian besar diluar standar kapasitas luas kelas. Kelas yang ukurannya 7,5m x 7,5m seharusnya memiliki jumlah peserta didik maksimal 28-29 siswa (dengan rasio 2m²/peserta didik), namun di SMA Negeri 2 Sidoarjo rata-rata tiap kelasnya memiliki 39-41 peserta didik. Sedangkan, proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo sudah menggunakan K13 yang dimana dalam prosesnya banyak sekali varian kegiatan edukatif. Analisis hasil data kualitatif menyatakan bahwa kepadatan ruang kelas berpengaruh terhadap proses pembelajaran PAI. Kemudian dari analisis hasil data kuantitatif dengan

menggunakan penghitungan statistika regresi sederhana, menyatakan bahwa Fo >

(6)

ABSTRACT

Menik Oktafia C.N (D71211124), 2016: The Affect of The Classroom Density

toward PAI Learning Process in SMA’ Negeri 2 Sidoarjo.

Within the education system, the young generation will be “come in” for being processed to create “come out” which able to hold nation development sustainability. Education’s function is very important, every details of it’s system must be payed and guarded. Just like a learning process in a dense classroom, this is the one example of many fault system applications which must be repaired as soon as possible. Classroom with out of capacity student amount can cause any interruptions in the learning process. Therefore, I used this problem as a research object, specifically the classroom density in SMA Negeri 2 Sidoarjo.

This research has three problem formulations, these are: 1) How is the classroom density in SMA Negeri 2 Sidoarjo? 2) How is the PAI leraning process in SMA Negeri 2 Sidoarjo? 3) Does the classroom density has affect toward PAI learning process in SMA Negeri 2 Sidoarjo?

This research used quantitative method to get answer of those three problem formulations. Four data collect methods had been used by this research in case to get high validity answers. Those data collect methods are documentation,

interview, observation and questioner. Those four methods produced qualitative and quantitative datas.

The result of qualitative datas analysis showed that the most classroom

density in SMA Negeri 2 Sidoarjo are out of the class’s size standart capacity. The

size of each classroom are 7,5 × 7,5 meter and it should has amount about 28-29

student in each classroom (with rasio 2m2/student), in fact in SMA Negeri 2

Sidoarjo has amount about 39-41 students in each classroom. Then, The PAI learning process in that school has been using K13 which there are many educative activity processes within it. Whereas, the quantitative data analysis showed that the classroom density in SMA Negeri 2 Sidoarjo has affect toward PAI learning process. It’s simple regression statistic count showed that F0 ≥ Ftabel..

therefore, H0 was rejected and Ha was recognized, which means there is a

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Kegunaan Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

F. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan tentang Kepadatan Ruang Kelas ... 11

1. Pengertian Kepadatan Ruang Kelas ... 11

2. Kriteria Kepadatan Ruang Kelas ... 14

B. Tinjauan tentang Proses Pembelajaran PAI ... 23

1. Pengertian Proses Pembelajaran ... 23

2. Persyaratan dan Pelaksanaan Proses Pembelajaran ... 24

3. Pendidikan Agama Islam dan Aspek-Aspeknya ... 30

4. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 39

C. Pengaruh Kepadatan Ruang Kelas terhadap Proses Pembelajaran PAI ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 46

(8)

C.Variabel dan Indikator Penelitian ... 49

D.Populasi dan Sampel ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 53

F. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 60

1. Identitas Sekolah ... 60

2. Identitas Kepala Sekolah ... 60

3. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Sidoarjo ... 61

4. Struktur dan Muatan Kurikulum ... 63

5. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Sidoarjo ... 65

6. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Sidoarjo ... 66

7. Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 68

8. Peserta Didik ... 69

B. Penyajian dan Analisis Data Kualitatif ... 70

1. Data Hasil Dokumentasi ... 71

2. Data Hasil Wawancara ... 71

C. Penyajian dan Analisis Data Kualitatif ... 77

1. Data Hasil Observasi ... 77

2. Data Hasil Angket ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel I : Sarana Kelas untuk SD/MI ... 15

Tabel II : Sarana Kelas untuk SMP/MTs ... 18

Tabel III : Sarana Kelas untuk SMA/MA ... 21

Tabel IV : Standar Kompetensi Lulusan ... 64

Tabel V : Status Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin ... 68

Tabel VI : Usia dan Masa Kerja ... 68

Tabel VII : Lahan Sekolah ... 69

Tabel VIII : Tingkat Rombongan Belajar ... 70

Tabel IX : Jadwal Observasi ... 78

Tabel X : Hasil Angket Kepadatan Ruang Kelas ... 83

Tabel XI : Hasil Angket Proses Pembelajaran PAI ... 84

Tabel XII : Presentase Kepadatan Ruang Kelas ... 86

Tabel XIII : Presentase Proses Pembelajaran PAI ... 88

Tabel XIV : Tabel Penolong ... 90

Tabel XV : Tabel Uji Linieritas Regresi ... 94

Tabel XVI : Tabel Ringkasan Uji Linieritas Regresi ... 97

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Pedoman Interview

Lampiran II : Pedoman Observasi

Lampiran III : Kisi-kisi Angket

Lampiran IV : Angket

Lampiran V : Absensi siswa

Lampiran VI : Biodata Penulis

Lampiran VII : Pernyataan keaslian tulisan

Lampiran VIII : Surat izin penelitian

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara padat penduduk terbesar ke-4 di dunia

setelah USA. Indonesia juga menerima predikat sebagai jamrud khatulistiwa

karena kekayaan hutan yang di dalamnya melimpah sumber daya alam.

Mengingat dua unsur penting suatu negara tersebut sudah dimilikinya dengan

jumlah tidak sedikit, untuk menjadi negara maju seharusnya tidaklah sulit bagi

Indonesia. Namun kenyataan berkata lain, dalam kegemilangan potensi yang

dimilikinya, Indonesia justru tertinggal dengan negara-negara tetangga yang

Sumber Daya Alam (SDM) dan Sumber Daya Manusia (SDA)-nya jauh lebih

sedikit. Buruknya pengembangan SDM berdampak pada pemborosan SDA

yang mengakibatkan lambannya pembangunan negara disegala sektor.

Masalah sumber daya manusia merupakan masalah jangka panjang yang

proses pembangunan, pengembangan dan perbaikannya membutuhkan waktu

cukup lama. Begitu pula dengan dampaknya, baik buruknya sumber daya

manusia memiliki dampak jangka panjang terhadap kehidupan bangsa.

Dalam prosesnya, pembangunan sumber daya manusia sudah dimulai

sejak generasi muda ada di dalam janin para ibu, seperti perbaikan gizi ibu

hamil, program-program kesehatan bagi ibu hamil, dan sebagainya. Kemudian

generasi muda tersebut dilahirkan, tumbuh dan berkembang melewati

fase-fase usia hingga mencapailah usia produktif dimana pada usia tersebut mereka

(12)

Generasi muda yang berkompeten tentu akan memilih profesi yang

berkompeten pula, sehingga akan berdampak baik terhadap kehidupan bangsa

di segala sektor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, industri, dan lainnya.

Hasilnya, ini akan membawa bangsa ke tingkat kesejahteraan tinggi. Begitu

pula sebaliknya, apabila generasi muda tidak atau kurang berkompeten, tentu

akan membawa bangsa ke tingkat kesejahteraan yang lebih rendah. Oleh

karena itu, perlu adanya perhatian khusus dan serius terhadap pembangunan

sumber daya manusia pada tiap-tiap fase, salah satunya adalah fase remaja

yang pada fase ini mereka dalam masa sekolah baik tingkat menengah pertama

(SMP) ataupun menengah akhir (SMA). Masa ini merupakan masa dimana

pendidikan-lah yang memegang kunci utama atas pembentukan karakter

berpikir manusia.

Berbicara mengenai pendidikan, sudah tentu tidak lepas dari unsur

pokoknya yaitu pendidik dan peserta didik. Keduanya merupakan unsur pokok

pendidikan yang saling melengkapi dan mempengaruhi. Sebuah sistem

pendidikan tidak akan terjadi/terlaksana apabila di dalamnya tidak ada salah

satu dari keduanya. Adanya pendidik dikarenakan adanya kebutuhan dari

peserta didik. Begitu pula sebaliknya, peserta didik ada dikarenakan adanya

pendidik yang akan memenuhi kebutuhan peserta didik.

Pendidik merupakan bahasa etimologis dari guru. Secara terminologis,

guru sering diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap

perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan kognitif, potensi

(13)

bertanggung jawab memberikan pertolongan pada siswa dalam perkembangan

jasmani dan ruhaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri

sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba (‘abd) dan khalifah Allah

(khalÎfatullâh), dan mampu sebagai makhluk sosial dan individual yang

mandiri.1

Sedangkan peserta didik merupakan bahasa etimologis dari siswa.

Dalam suatu sistem pendidikan, siswa merupakan input pendidikan yang akan

mempengaruhi output pendiidkan. Di dalam suatu sistem, setiap input akan

diproses menjadi output yang telah diharapkan sebelumnya. Siswa juga dapat

dikatakan sebagai individu yang menerima pengaruh pendidikan dari guru dan

lingkungan. Pengaruh tersebut diberikan secara sengaja dan sistematis.

Dalam sudut pandang pedagogis, siswa merupakan anak didik yang

memiliki hak untuk dididik dan kewajiban untuk belajar dalam suatu sistem

pendidikan secara komprehensif dan integratif. Guru bertanggung jawab

dalam membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana

caranya dan kapan waktunya. Siswa harus berinteraksi terus menerus dan

saling berasimilasi antara pengetahuan ilmiah dan pengembangannya.2

Diantara pendidik dan peserta didik dibutuhkan kesinambungan interaksi

sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Dengan kata lain,

pendidik dapat mengoptimalkan strategi pembelajaran yang telah

direncanakan, dan peserta didik dapat aktif mengikuti kegiatan pembelajaran

sehingga potensinya terasah dengan baik.

1

Chaerul Rochmad dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru (Bandung: Nuansa Cendekia, 2011), 15.

2

(14)

Diantara interaksi keduanya, terdapat beberapa unsur pendukung yang

memiliki posisi sangat penting untuk menunjang kelancaran proses

berjalannya kegiatan belajar mengajar, yaitu sarana dan prasarana, khususnya

yang akan peneliti bahas adalah prasarana kelas.

Ruang kelas memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses

hasil belajar peserta didik. Guru perlu mengkondisikan ruang kelas yang

mampu menunjang perkembangan peserta didik secara optimal, karena

sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh peserta didik adalah berada di

ruang kelas.3 Namun bagaimana bila kondisi ruang kelas tidak sesuai dengan

apa yang dibutuhkan oleh peserta didik? Khususnya dalam hal kepadatan

siswa di setiap kelas.

Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun

2007 tentang Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,

bahwa kapasitas maksimum ruang kelas pada jenjang SMA/MA adalah 32

peserta didik dan rasio minimum luas ruang kelas 2 m²/peerta didik. Itu

berarti, luas minimum ruang kelas adalah 64 m².

Sedangkan pada kenyataannya, banyak sekolah yang tidak memenuhi

standar persyaratan ruang kelas yang telah ditetapkan oleh pemerintah

tersebut. Seperti pada SMA Negeri 2 Sidoarjo, ruang kelas memiliki ukuran

8x8 m², sehingga apabila dihitung sesuai dengan peraturan pemerintah yang

mengharuskan rasio minimum ruang kelas 2 m²/peserta didik, maka kelas

seharusnya hanya berkapasitas 32 siswa. Namun setiap ruang kelas di SMA

3

(15)

Negeri 2 Sidoarjo berisi 38-40 siswa. Dampaknya sangat peneliti rasakan

sekali saat peneliti melaksanakan program PPL II (Praktik Pengalaman

Lapangan II). Proses belajar mengajar sangat sulit untuk dikondusifkan,

terutama dalam hal penilaian, peneliti sebagai guru PPL saat itu sangat sulit

untuk melakukan observasi siswa, karena tidak mungkin seorang pendidik

mampu mengobservasi sedemikian banyaknya peserta didik, sekalipun bisa

namun tidak mungkin secara optimal. Bahkan terkadang para pendidik

cenderung mengarang nilai observasi dikarenakan kemustahilan untuk

mengamati satu per satu peserta didik. Hal ini berakibat dangkalnya

pemahaman seorang guru terhadap potensi anak didiknya, sehingga potensi

anak didik tidak terasah dengan baik. Akhirnya Tujuan pembelajaran pun

tidak pernah mencapai kata maksimal.

Terlebih pada kurikulum K13, guru dituntut untuk merancang

pembelajaran aktif dengan berbagai variasi permainan edukatif. Bisa

dibayangkan apabila kelas yang seharusnya berkapasitas 32 peserta didik

namun diisi 40 peserta didik dan dilaksanakan kegiatan pembelajaran aktif di

dalamnya, yang ada bukan kefokusan peserta didik terhadap tujuan permainan,

namun kekacauan akibat dari sesaknya kelas. Hasilnya, kurikulum K13 cukup

sampai pada formalitas saja karena kondisi dilapangan tidak memungkinkan

untuk diterapkan setiap detail isi dari K13.

Berdasar pengalaman PPL II yang sudah dilakukan oleh peneliti,

beruntung sekali peneliti mengemban tugas menjadi guru PAI selama dua

(16)

MIPA 1 dan X MIPA 7. Kelas X MIPA 1 hanya berisi 25 peserta didik

dikarenakan kelas tersebut merupakan kelas akselerasi/percepatan, sedangkan

kelas X MIPA 7 adalah kelas biasa dan berisi 40 siswa. Selama proses

pembelajaran, peneliti berusaha sangat keras untuk menerapkan metodologi

K13 dan hasilnya pun berbeda. Di X MIPA 1, peneliti sangat leluasa

mengkondusifkan kelas dan melaksanakan bebrgai kegiatan/permainan

edukatif. Sedangkan di X MIPA 7, keadaannya menjadi kacau dan tujuan

permainan pun tidak tercapai meskipun peneliti menerapkan permainan yang

sama diantara kedua kelas tersebut. Begitu pula dalam hal penerapan metode

lainnya seperti ceramah dan diskusi, peneliti sangat leluasa di kelas X MIPA 1

dan keadaan menjadi kurang kondusif saat diterapkan di X MIPA 7.

Euis Karwati dan Donni Juni Priansa dalam bukunya yang berjudul

Manajemen Kelasmengatakan bahwa “Ruang kelas yang diciptakan oleh guru

perlu memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan potensi, fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, serta

psikologi peserta didik dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor.”4

Sejalan dengan apa yang sudah peneliti katakana pada paragraf

sebelumnya, dalam ruang kelas yang tidak memenuhi standar kepadatan kelas

yang sudah ditetapkan pemerintah, pendidik sangat kesulitan dalam

melakukan berbagai kegiatan pembelajaran terutama dalam hal penilaian,

yaitu penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga pertumbuhan dan

perkembangan potensi, fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, serta

4

(17)

psikologi peserta didik tidak berkembang secara optimal. Berdasarkan asumsi

diatas, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh

Kepadatan Ruang Kelas terhadap Proses Pembelajaran PAI di SMA

Negeri 2 Sidoarjo.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kepadatan ruang kelas di SMA Negeri 2 Sidoarjo?

2. Bagaimana proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo?

3. Apakah kepadatan ruang kelas berpengaruh terhadap proses pembelajaran

PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan seperti apakah kepadatan ruang kelas di SMA Negeri 2

Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui adakah pengaruh kepadatan ruang kelas terhadap

proses pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Sidoarjo.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Akademis Teoritis

Penelitian ini dilaksanakan dengan landasan teori dan metode yang

sistematis, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan oleh para pendidik,

pemikir pendidikan dan instansi pemerintah sebagai rujukan untuk

berinovasi dalam mengatasi masalah prasarana sekolah yang masih perlu

(18)

2. Secara Sosial Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu mengoptimalkan proses

pengasahan potensi peserta didik sehingga menjadikan peserta didik

sebagai out come yang berkualiats dalam perilaku dan prestasi.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang dirumuskan oleh peneliti

tentang istilah-istilah yang ada pada masalah peneliti dengan maksud untuk

menyamakan presepsi antara peneliti dan dengan orang-orang yang terkait

dengan penelitian. 5

Sesuai dengan judul dan rumusan masalah di atas, maka yang perlu

peneliti rumuskan definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. Kepadatan Ruang Kelas

Ruang kelas adalah ruang yang ada di dalam kelas yang berfungsi

sebagai sarana bagi proses pembelajaran peserta didik. Sedangkan

kepadatan ruang kelas adalah jumlah peserta didik dalam kelas yang akan

mempengaruhi kualitas proses belajar.6

2. Proses Pembelajaran

Proses transformasi pesan edukatif berupa materi pembelajaran dari

guru kepada peserta didik.7

5

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2014), 287. 6 Euis Karwati & Donni Juni Priansa, Manajemen Kelas… 49. 7

(19)

3. Pendidikan Agama Islam

Menurut Dzakiyah Darajat pendidikan islam adalah suatu kegiatan

yang lebih ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud

dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.

Selain itu pendidikan islam tidak hanya bersifat teoritis saja tetap juga

praktis.8 Karena pendidikan agama islam bertujuan untuk membentuk

akhlak yang baik bagi peserta didik.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca

dalam memahami skripsi yang akan ditulis. Untuk itu penulis membuat

pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama adalah Pendahuluan, pada Bab ini penulis menguraikan

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

Bab dua adalah Landasan Teori, dalam bab ini akan dibahas: 1)

Tinjauan tentang Kepadatan Ruang Kelas, meliputi: Pengertian kepadatan

ruang kelas, kriteria kepadatan ruang kelas; 2) Tinjauan tentang Proses

Pembelajaran PAI, meliputi: pengertian proses pembelajaran, persyaratan dan

pelaksanaan proses pembelajaran, tinjauan tentang Pendidikan Agama Islam

dan aspek-aspeknya, dan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam; 3)

8

(20)

Tinjauan tentang Pengaruh Kepadatan Ruang Kelas terhadap Proses

Pembelajaran PAI dan Hipotesis.

Bab tiga adalah Metode penelitian, meliputi: A) Jenis dan Rancangan

Penelitian; B) Jenis Data dan Sumber Data; C) Variabel dan Indikator

Penelitian; D) Populasi dan Sampel; E) Teknik Pengumpulan Data; F) Teknik

Analisis Data.

Bab empat adalah Laporan Hasil Penelitian, meliputi: latar belakang

obyek penelitian, penyajian data dan analisis data.

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Kepadatan Ruang Kelas

1. Pengertian Kepadatan Ruang Kelas

Arikunto menjelaskan pengertian kelas sebagai sekelompok peserta

didik yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari

guru yang sama. Jadi, jika ada sekelompok peserta didik yang pada waktu

bersamaan menerima pelajaran yang sama dari guru yang berbeda, jelas itu

tidak dapat dinamakan kelas. Sementara Nawawi mengartikan kelas

sebagai suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat

sekolah sebagai satu kesatuan diorganisasikan menjadi unit kerja yang

secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar

yang kreatif untuk mencapai tujuan.1

Secara sederhana kelas dapat diartikan sebagai unit kerja terkecil di

sekolah yang digunakan sebagai tempat untuk kegiatan belajar-mengajar.

Pembagian kelas sebagai sebuah unit biasanya ditentukan oleh jenjang usia

peserta didik. Misalnya untuk jenjang peserta didik usia 6 hingga 12 tahun

yang belajar di SD/MI, mereka belajar mulai dari kelas I, II, III, IV, V, dan

VI. Kemudian untuk jenjang peserta didik usia 12 hingga 14 tahun yang

belajar di SMP/MTs, mereka belajar mulai dari kelas VII, VIII, dan IX.

Sementara itu, di tingkat SMA/MA yang peserta didiknya berusia 15-17

tahun, kelas ditentukan bukan hanya dengan jenjang dan umur, tetapi juga

1

(22)

minat peserta didik. Misalnya, setelah belajar di kelas X, peserta didik naik

kelas XI kemudian XII dan diperkenankan memilih program yang ia

minati, misalnya program IPA, IPS atau Bahasa sehingga ada kelas XI

IPA, XI IPS, XI Bahasa, XII IPA, XII IPS, dan XII Bahasa.

Sebagai suatu unit kerja terkecil di sekolah, di dalam suatu kelas

terdiri dari sekelompok peserta didik dan berbagai sarana belajar.

Sekelompok peserta didik tersebut tentu tidaklah homogen, tetapi

heterogen atau beraneka ragam, mulai dari perbedaan fisik seperti

perbedaan jenis kelamin, perbedaan tinggi badan, perbedaan berat badan,

hingga perbedaan keadaan alat indra yang mereka miliki serta perbedaan

psikis seperti perbedaan tingkat intelektualitasnya hingga perbedaan tipe

belajar.2

Pengertian kelas tersebut akan menjadi lebih spesifik apabila terdapat

kata “ruang” sebelumnya, yaitu ruang kelas. Ruang dalam perspektif

bangunan adalah rongga yang dibatasi oleh permukaan bangunan. Ruang

dapar berupa ruang dalam dan ruang luar. Pada umumnya, ruang dalam

dibatasi oleh tiga bidang, yaitu sebuah lantai, sebuah dinding, dan sebuah

langit-langit. Sedangkan ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan

membatasi alam. Ruang dapat diamati oleh semua pancaindra manusia

terutama oleh mata dengan bantuan cahaya. Dalam arti luas, ruang kelas

dapat dipahami sebagai ruang yang ada di dalam bangunan maupun yang

ada di luar bangunan yang dijadikan tempat berlangsungnya proses

2

(23)

pembelajaran. Dalam arti sederhana, ruang kelas adalah ruang yang ada di

dalam kelas yang berfungsi sebagai sarana bagi proses pembelajaran

peserta didik.3

Agar tercipta suasana belajar yang menggairahkan, perlu

diperhatikan pengaturan atau penataan ruang kelas. Pengaturan dan

penataan ruang kelas hendaknya memungkinkan anak duduk

berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk

membantu siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang kelas

perlu diperhatikan hal-hal berikut, yaitu:4

a. Ukuran dan bentuk kelas

b. Bentuk serta ukuran bangku dan meja peserta didik

c. Jumlah peserta didik dalam kelas

d. Jumlah peserta didik dalam setiap kelompok

e. Jumlah kelompok dalam kelas

f. Komposisi peserta didik dalam kelompok (seperti siswa pandai

dengan siswa kurang pandai, pria dan wanita).

Sedangkan kepadatan ruang kelas adalah jumlah peserta didik dalam

kelas yang akan mempengaruhi kualitas proses belajar.5 Kepadatan ruang

kelas merupakan salah satu unsur dari kriteria kenyamanan kelas yang

harus diperhatikan karena merupakan bagian dari prinsip-prinsip

pengaturan kelas.

3

Euis Karwati & Donni Juni Priansa, Manajemen Kelas (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 45.

4

(24)

2. Kriteria Kepadatan Ruang Kelas

Kepadatan ruang kelas berkaitan dengan pengelolaan ruang kelas.

Apabila kepadatan suatu ruang kelas tidak sesuai dengan kapasitas yang

seharusnya, maka sistem pengelolaan kelas tersebut perlu diperbaiki lagi

sehingga mampu menciptakan kondisi kelas yang diharapkan yaitu kondisi

kelas yang mendukung keberhasilan kegiatan belajar-mengajar.

Pemerintah telah mengatur standar kelas di semua tingkat pendidikan

formal, yaitu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Berikut adalah standar

kelas tingkat SMA/MA berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana

untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA:6

a. Kelas untuk SD/MI

SD/MI memiliki minimum 6 kelas dan maksimum 24 kelas.

Kapasitas maksimum ruang kelas 2 m²/peserta didik, untuk kelas

dengan peserta didik kurang dari 15 orang luas minimum ruang kelas

30 m² dengan lebar minimum ruang kelas 5 m.

Ruang kelas berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran

teori, praktik, yang tidak memerlukan peralatan khusus atau praktik

dengan alat khusus yang mudah dihadirkan. Ruang kelas harus

memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan yang memadai

untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar

ruangan.

6

(25)

Ruang kelas juga harus memiliki pintu yang memadai agar

peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya

dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang kelas

dilengkapi sarana sebagai berikut:

No. Jenis Rasio Deskripsi

1. Perabot

a. Kursi Peserta

Didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

Desain dudukan dan sandaran

membuat peserta didik nyaman

belajar.

b. Meja peserta

didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk belajar

dengan nyaman.

Desain memungkinkan kaki peserta

didik masuk dengan leluasa ke

bawah meja.

c. Kursi guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan tidak mudah

Tabel I

(26)

dipindahkan.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

d. Meja guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk bekerja

dengan nyaman.

e. Lemari 1 buah /

ruang

Ukuran memadai untuk menyimpan

perlengkapan yang diperlukn kelas.

Tertutup dan dapat dikunci.

f. Rak hasil

karya peserta

didik

1 buah /

ruang

Ukuran memadai untuk meletakkan

hasil karya seluruh peserta didik

yang ada di kelas.

Dapat berupa rak terbuka atau

lemari.

2. Peralatan Pendidikan

a. Alat peraga 1 buah /

ruang

Peralatan sesuai dengan daftar sarana

laboratorium IPA

3. Media Pendidikan

a. Papan tulis 1 buah /

ruang

Ukuran minimum 90 cm × 200 cm.

Ditempatkan pada posisi yang

(27)

melihatnya dengan jelas.

4. Peralatan Pendidikan

a. Tempat

sampah

1 buah /

ruang

b. Tempat cuci

tangan

c. Jam dinding

d. Soket listrik 1 buah /

ruang

b. Kelas untuk SMP/MTs

Pada satu SMP/MTs memiliki minimum 3 kelas dan maksimum

24 kelas. Ruang kelas digunakan sebagai tempat kegiatan

pembelajaran, teori, dan praktik yang tidak memerlukan perlatan

khusus atau praktik dengan perlatan khusus yang mudah dihadirkan.

Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.

Rasio minimum luas ruang kelas 2 m² / peserta didik. Untuk

kelas dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang

kelas 30 m² dengan lebar minimum ruang kelas 5 m. ruang kelas

memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan yang memadai

untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar

(28)

Ruang kelas juga memiliki pintu yang memadai agar peserta

didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya dan

dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang kelas

dilengkapi dengan sarana berikut ini:

No. Jenis Rasio Deskripsi

1. Perabot

a. Kursi Peserta

Didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

Desain dudukan dan sandaran

membuat peserta didik nyaman

belajar.

b. Meja peserta

didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk belajar

dengan nyaman.

Desain memungkinkan kaki peserta

didik masuk dengan leluasa ke

bawah meja.

c. Kursi guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan tidak mudah

Tabel II

(29)

dipindahkan.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

d. Meja guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk bekerja

dengan nyaman.

e. Lemari 1 buah /

ruang

Ukuran memadai untuk menyimpan

perlengkapan yang diperlukn kelas.

Tertutup dan dapat dikunci.

f. Papan

panjang

1 buah /

ruang

Ukuran minimum 60 cm × 120 cm

2. Media Pendidikan

a. Papan tulis 1 buah /

ruang

Ukuran minimum 90 cm × 200 cm.

Ditempatkan pada posisi yang

memungkinkan seluruh peserta didik

melihatnya dengan jelas.

3. Peralatan Pendidikan

a. Tempat

sampah

1 buah /

ruang

b. Tempat cuci

(30)

c. Jam dinding

d. Soket listrik 1 buah /

ruang

c. Kelas untuk SMA/MA

Pada sebuah SMA/MA memiliki minimum 3 kelas dan

maksimum 27 kelas. Fungsi ruang kelas adalah sebagai tempat

kegiatan pembelajaran, teori dan praktik yang tidak memerlukan

peralatan khusus atau praktik dengan alat khusus yang mudah

dihadirkan.

Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik. Rasio

minimum luas ruang kelas 2 m²/peserta didik. Untuk kelas dengan

peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas 30 m²

dengan lebar minimum ruang kelas 5 m.

Ruang kelas memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan

yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan

pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai

agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi

bahaya dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang

kelas dilengkapi dengan sarana berikut ini:7

(31)

No. Jenis Rasio Deskripsi

1. Perabot

a. Kursi Peserta

Didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

Desain dudukan dan sandaran

membuat peserta didik nyaman

belajar.

b. Meja peserta

didik

1 buah /

peserta didik

Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

oleh peserta didik.

Ukuran memadai untuk belajar

dengan nyaman.

Desain memungkinkan kaki peserta

didik masuk dengan leluasa ke

bawah meja.

c. Kursi guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan tidak mudah

dipindahkan.

Ukuran memadai untuk duduk

dengan nyaman.

d. Meja guru 1 buah / guru Kuat, stabil, dan mudah dipindahkan

[image:31.595.141.517.135.768.2]

oleh peserta didik. Tabel III

(32)

Ukuran memadai untuk bekerja

dengan nyaman.

e. Lemari 1 buah /

ruang

Ukuran memadai untuk menyimpan

perlengkapan yang diperlukn kelas.

Tertutup dan dapat dikunci.

f. Papan

panjang

1 buah /

ruang

Ukuran minimum 60 cm × 120 cm

2. Media Pendidikan

a. Papan tulis 1 buah /

ruang

Ukuran minimum 90 cm × 200 cm.

Ditempatkan pada posisi yang

memungkinkan seluruh peserta didik

melihatnya dengan jelas.

3. Peralatan Pendidikan

a. Tempat

sampah

1 buah /

ruang

b. Tempat cuci

tangan

c. Jam dinding

d. Soket listrik 1 buah /

(33)

B. Tinjauan tentang Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem.8 Sistem adalah

satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling

berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka ada tiga hal penting yang

menjadi karakteristik suatu sistem. Pertama, setiap sistem pasti memiliki

tujuan. Tujuan merupakan arah yang harus dicapai oleh suatu pergerakan

sistem. Semakin jelas tujuan maka semakin mudah menentukan

pergerakan sistem. Kedua, sistem selalu mengandung suatu proses. Proses

adalah rangkaian kegiatan. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan.

Semakin kompleks tujuan, semakin rumit juga proses kegiatan. Ketiga,

proses kegiatan dalam suatu sistem selalu melibatkan dan memanfaatkan

berbagai komponen atau unsur-unsur tertentu. Oleh sebab itu, suatu sistem

tidak mungkin hanya memiliki satu komponen saja. Sistem memerlukan

dukungan berbagai komponen yang satu sama lain saling berkaitan.

Suatu sistem memiliki ukuran dan batas yang relatif. Bisa jadi suatu

sistem tertentu pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang

lebih luas. Misalnya, sistem pembelajaran yang memiliki

komponen-komponen tertentu pada dasarnya merupakan subsistem dari system

pendidikan, dan system pendidikan merupakan subsistem dari sistem

8

(34)

sosial masyarakat. Dalam sistem pembelajaran itu pun memiliki

subsistem-subsistem yang lebih kecil, misalnya subsistem media,

subsistem strategi, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, mengapa pembelajaran dikatakan sebagai suatu

sistem karena pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu

membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan rangkaian

kegiatan yang melibatkan berbagai komponen.9

Sementara Wina Sanjaya menjelaskan secara detail tentang proses

pembelajaran dari sudut pandang cakupan sebuah sistem pembelajaran,

Euis Karwati dan Donni Juni Priansa secara singkat mengatakan bahwa

proses pembelajaran adalah proses transformasi pesan edukatif berupa

materi pembelajaran dari guru kepada peserta didik.10 Penjelasan dari

keduanya memiliki satu kesamaan pemikiran yaitu bahwa keseluruhan

proses belajar mengajar pasti terjadi interaksi antar komponen dan

masing-masing komponen saling mempengaruhi sehingga tujuan pendidikan dapat

tercapai. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran

adalah suatu rangkaian kegiatan edukatif antara guru dan peserta didik

dengan melibatkan/menggunakan komponen pembelajaran lainnya sebagai

penunjang untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

2. Persyaratan dan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Seluruh rangkaian kegiatan proses pembelajaran dalam sistem

pendidikan formal SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA telah diatur dalam

9Ibid., h. 49.

(35)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, biasa disingkat RPP. Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran

tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari

silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam

upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan

pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis

agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik.

Proses pembelajaran secara khusus telah diatur dalam Permendikbud

Nomor 65 Tahun 2013 tentang pengembangan RPP Kurikulum 2013.

Dalam mengembangkan RPP bagi pembelajaran dalam konteks kurikulum

2013, minimal ada dua hal utama yang harus diperhatikan, yaitu

persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan proses

pembelajaran. Kedua hal yang harus diperhatikan sejalan dengan regulasi

dimaksud adalah sebagai berikut: 11

a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1) Alokasi waktu jam tatap muka pembelajaran SD/MI 35 menit,

SMP/MTs 40 menit, SMA/MA 45 menit, dan SMK/MAK 45

menit.

11

(36)

2) Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta

didik.

3) Pengelolaan Kelas

a) Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik

sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses pembelajaran.

b) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran

harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.

c) Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas, dan mudah

dimengerti oleh peserta didik.

d) Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan

kemampuan belajar peserta didik.

e) Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, dan

keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

f) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons

dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran

berlangsung.

g) Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya

dan mengemukakan pendapat.

h) Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi.

i) Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta

(37)

j) Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai

dengan waktu yang dijadwalkan.

b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi RPP,

meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.

1) Kegiatan pendahuluan. Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk

mengikuti proses pembelajaran.

b) Member motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai

manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,

dengan memberikan contoh dan perbandingan local, nasional,

dan internasional.

c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan

pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

d) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang

akan dicapai.

e) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan

sesuai silabus.

2) Kegiatan inti

Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode

pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.

(38)

saintifik dan/atau inkuiri dan discovery dan/atau pembelajaran yang

menghasilkan karya berbasis pemecahan maslaah (project based

learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang

pendidikan.

a) Sikap

Sesuai dengan karakteristik sikap, salah satu alternative yang

dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,

menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh

b) Pengetahuan

Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui,

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga

mencipta. Karakteristik aktivitas belajar dalam domain

pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan

aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk

memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik

sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis

penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk

mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan

kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan

menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan

karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

(39)

Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati,

menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh

isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan

dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan

proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan

keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang

menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian

(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang

menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project

based learning).

3) Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara

individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk

mengevaluasi:

a) Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang

diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan

manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil

pembelajaran yang telah berlangsung;

b) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran;

c) Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian

(40)

d) Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk

pertemuan berikutnya.

Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan

proses pembelajaran tersebut merupakan peraturan yang dibuat untuk

diterapkan kesemua mata pelajaran, demikian pula dalam proses

pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI), mengingat bahwa peraturan

tersebut merupakan bagian dari sistem proses pembelajaran yang

merupakan subsistem dari pendidikan nasional.

3. Pendidikan Agama Islam dan Aspek-aspeknya

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga kata, yakni; Pendidikan,

agama dan Islam. Pendidikan dalam arti sempit dapat di artikan

sebagai manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan

nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Kata agama sebagai pecahan dari kata-kata “A” artinya “ tidak”

dan “gama” artinya “kacau”, jadi “Agama” berarti “ tidak kacau”.

Pengertian tersebut mengandung makna bahwa agama sebagai

pedoman aturan hidup akan memberikan petunjuk kepada manusia

sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan baik, teratur, aman,

dan tidak terjadi kekacauan yang berujung pada tindakan anarkis.

Sedangkan kata Islam adalah memberikan keseluruhan jiwa raga

seseorang kepada Allah SWT, dan mempercayakan seluruh jiwa raga

(41)

Menurut Dzakiyah Darajat pendidikan Islam adalah suatu

kegiatan yang lebih ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang

akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri

maupun orang lain. Selain itu pendidikan islam tidak hanya bersifat

teoritis saja tetap juga praktis.12 Karena pendidikan agama Islam

bertujuan untuk membentuk akhlak yang baik bagi peserta didik.

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan agama Islam (PAI) sebagai suatu disiplin ilmu

mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu

yang lain. Bahkan sangat berbeda sesuai dengan orientasi dari

masing-masing lembaga yang menyelenggarakannya. Pusat kurikulum

Depdiknas mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam di

Indonesia adalah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan

keimanan peserta didik melalui pemberian dan pemupukan

pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik

tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus

berkembang dalam hal keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah

SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Allah berfirman dalam al-Qur’an surah ali-Imran ayat 138:13





















12

Dzakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 28. 13

(42)

Artinya:

“(al-Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan

petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ayat di atas secara jelas menerangkan bahwa pendidikan agama

Islam yang berpedoman dari al-Qur’an dan as-Sunnah adalah untuk

menuntun umat manusia ke jalan kebenaran yaitu jalan taqwa.

Peserta didik yang telah mencapai tujuan pendidikan agama

Islam dapat digambarkan sebagai sosok individu yang memiliki

keimanan, komitmen, ritual dan sosial pada tingkat yang diharapkan.

Dengan demikian, pendidikan agama Islam disamping bertujuan

menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai Islami,

juga mengembangkan anak didik agar mampu mengamalkan nilai-nilai

itu secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas

wahyu Tuhan. Dalam arti, pendidikan agama Islam secara optimal

harus mampu mendidik anak didik agar memiliki “ kedewasaan atau

kematangan” dalam berpikir, beriman, dan bertaqwa kepada Allah

SWT. Disamping itu juga mampu mengamalkan nilai-nilai yang

mereka dapatkan dalam proses pendidikan, sehingga menjadi pemikir

yang baik sekaligus pengamal ajaran Islam yang mampu berdialog

dengan perkembangan kemajuan zaman.14

14

(43)

Dalam pengertian umum, pendidikan Islam sering diartikan

sebagai usaha pendewasaan manusia.15 Bila merujuk pada informasi

al-Qur’an, pendidikan Islam mencakup segala hal dalam kehidupan ini.

Ini karena al-Qur’an merupakan asas dalam pendidikan Islam sehingga

bisa dipahami bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk

mentauhidkan diri kepada Allah. Artinya, mentauhidkan diri kepada

Allah adalah prioritas utama dalam pendidikan Islam selain dari tujuan

keilmuan.16

Para tokoh telah menyebutkan ada beberapa tujuan pendidikan

agama Islam, diantaranya:

1) Menurut Athbiya’ al-Abrasy tujuan pendidikan Islam ada lima,

yaitu:17

a) Membantu pembentukan akhlak yang mulia

b) Mempersiapkan untuk kehidupan dunia dan akhirat

c) Membentuk pribadi yang utuh, sehat jasmani dan rohani

d) Menumbuhkan ruh ilmiah, sehingga memungkinkan murid

mengkaji ilmu semata untuk ilmu itu sendiri

e) Menyiapkan murid agar mempunyai profesi tertentu sehingga

dapat melaksanakan tugas dunia dengan baik, atau singkatnya

persiapan untuk mencari rizki.

15

Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 41.

16

Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 131.

17

(44)

2) Menurut D. Marimba, bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam

adalah menjadi atau membentuk kepribadian muslim.

3) Dzakiyah Darajat, menyebutkan bahwa tujuan akhir dari

pendidikan Islam adalah menjadi insan kamil.18

4) Suroso Abdussalam mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan

Islam diarahkan pada upaya merealisasikan pengabdian manusia

kepada Allah, baik pada tingkat individual, maupun masyarakat,

dan kemanusiaan secara luas.19

Sedangkan dalam segi fungsi, keberadaan pendidikan agama

Islam sudah barang tentu didalam rangka melestarikan sistem nilai

taqwa itu sendiri. Sebab merupakan sunnatullah bahwa sistem nilai

tertentu akan menuntun sistem pendidikan yang dikembangkan,

strategi yang ditempuh, teknik yang digunakan, materi pelajaran

sebagai muatannya, kebijakan-kebijakan pendidikan dari tingkat satu

lembaga pendidikan hingga tingkat pusat dan sistem kurikulumnya

secara menyeluruh, tidaklah boleh bertentangan dengan sistem nilai

tersebut.20

Secara rinci, pendidikan agama Islam berfungsi untuk:

1) Penanaman nilai-nilai kesadaran beribadah siswa kepada Allah

SWT, sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup didunia

maupun di akhirat.

18

Dzakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam… h. 31. 19

Suroso Abdussalam, Sistem Pendidikan Islam (Bekasi: Sukses Publishing, 2011), h. 31. 20Ibid.,

(45)

2) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta

akhlak mulia peserta didik seoptimal mungin, yang telah di

tanamkan terlebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

3) Perbaikan kesalahan dan kelemahan siswa dalam keyakinan

keimanan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari

4) Pembentukkan kedisiplinan, tanggung jawab, jujur baik di sekolah

maupun di rumah.

5) Pembekalan bagi siswa terhadap pendidikan islam dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Urgensi Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Dalam pandangan agama Islam, keyakinan agama itu dibangun

di atas logika berpikir yang kukuh, tidak mungkin kita memahaminya

kecuali dengan melibatkan seluruh potensi logika dan nalar kita.

Seandainya kita memakai konsep pendidikan agama mereka (barat)

yang hanya berdasar pada gerak emosi dan fenomena social semata

dalam konsep pendidikan agama kita, maka yang terjadi adalah

kegagalan dan tidak ada satupun tujuan pendidikan yang akan kita

capai.

Dalam masalah akidah, pandangan teori filsafat dan pendidikan

Barat yang terbaru, juga harus tumbuh dari keinginan dan mengikuti

kemauan. Sementara kemauan terhadap sesuatu, yang tidak muncul

kecuali karena ada tujuan adalah yang menumbuhkan dalam akal,

(46)

dengan kemauan dan selera mereka. Di atas konsep pendidikan ini,

akal meretas jalannya menuju bangunan ideologi sehingga

mengabaikan aspek moralitas dalam membangun pendidikan sesuai

dengan ajaran agama yang benar.

Sementara akidah dalam pandangan Islam adalah dasar utama

bagi setiap kemauan dan keinginan anak manusia. Karena itulah semua

keinginan dan kemauan itu bertolak dari nol, tidak ada yang

mengawalinya kecuali akal dan logika, tetapi dengan syarat keduanya

jernih dan sehat. Di atas konsep pendidikan ini, aqidah kita meretas

jalan kepada kebebasan dan kemerdekaan dengan tetap

mempertahankan keyakinan terhadap agama. Disinilah pentingnya

pendidikan Islam perlu diterapkan secara optimal dalam setiap

lembaga pendidikan, karena fenomena yang terjadi adalah moralitas

bangsa kita sudah jauh dari nilai-nilai keislaman dan keluhuran bangsa

dalam membangun karakter yang baik bagi kemajuan pendidikan

secara nasional.21

Penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah menganut dasar

negara yaitu pancasila. Sila pertama menyebutkan bahwa “Ketuhanan

Yang Maha Esa”, sila tersebut mengandung makna bahwa seluruh

bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dengan kata lain harus beragama. Usaha untuk meningkatkan

ketaqwaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah

21

(47)

dengan jalan menanamkan jiwa agama. Penanaman jiwa agama tidak

mungkin dilakukan oleh orang tua dirumah apalagi jika orang tuanya

tidak faham tentang agama, maka pengajaran agama harus dilakukan

dengan bimbingan seorang guru yang mengetahui agama.

Kita tahu bahwa agama merupakan salah satu faktor utama dalam

Pendidikan Nasional dalam membangun manusia seutuhnya, karena itu

Pendidikan Agama di sekolah-sekolah, mutlak diperlukan, salah

satunya adalah agama Islam. Pendidikan agama Islam adalah usaha

berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah

selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan

ajaran-ajaran Islam serta menjadikan sebagai the way of life (jalan hidup).

Jadi, pendidikan agama Islam adalah ihtiar manusia dengan jalan

bimbingan dan pimpinan untuk membantu mengarahkan fitrah agama

si anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan

ajaran agama.22

Pendidikan Islam dapat diselenggarakan pada seluruh lembaga

pendidikan baik formal maupun non formal. Pada lembaga pendidikan

umum seperti sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pendidikan Islam

diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam, sedangkan pada lembaga pendidikan bercirikan Islam,

pendidikan agama Islam diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran

Al-Qur’an dan Hadist, Aqidah Akhlaq, Fiqih dan Sejarah Islam.

22

(48)

Pendidikan agama Islam perlu diajarkan sebaik-baiknya dengan

memakai metode dan alat yang tepat serta manajemen yang baik. Bila

pendidikan agama Islam di sekolah dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka insya Allah akan banyak membantu mewujudkan

harapan setiap orang tua, yaitu memiliki anak yang beriman, bertakwa

kepada Allah SWT, berbudi luhur, cerdas, dan terampil.

Bagi umat Islam tentunya pendidikan agama Islam wajib diikuti.

Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama Islam dalam

mewujudkan harapan orang tua dan untuk mewujudkan tujuan

nasional, maka pendidikan agama Islam harus diberikan dan

dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-baiknya.23

d. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI)

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X,

yaitu:24

1) Aspek Al-Qur’an:

a) Q.S al-Anfal (8): 72 ; Q.S al-Hujurat (49): 10 dan 12, serta

hadits tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik

(husnuzzhan), persaudaraan (ukhuwah).

b) Q.S al-Isra’ (17): 32 dan Q.S an-Nur (24): 2, serta hadits larangan pergaulan bebas & perbuatan zina.

c) Q.S at-Taubah (9): 122 dan hadits terkait tentang semangat menuntut ilmu.

23Ibid., h. 23. 24

(49)

2) Aspek aqidah akhlaq:

a) Asmaul Husna Kariim, Mu’min, Wakiil, Mattin,

al-Jaami’, al-Adl’ dan al-Akhiir.

b) Beriman kepada Malaikat-malaikat Allah SWT.

3) Aspek fiqih:

a) Kedudukan al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum Islam.

b) Pengelolaan wakaf.

4) Aspek sejarah:

a) Substansi dan strategi dakwah Rasulullah saw di Mekkah.

b) Substansi dan strategi dakwah Rasulullah di Madinah.

4. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

Berdasarkan penjelasan mengenai proses pembelajaran sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tahap proses pembelajaran

yang harus dilalui oleh seorang guru, yaitu:

a. Tahap Pra Instruksional, yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai

sebuah proses belajar.

b. Tahap Instruksional, tahap pemberian bahan pelajaran yang meliputi 5

inti dari pendekatan scientifik yaitu: mengamati, menanya, mencoba,

mengasosiasi, dan mengkomunikasikan

c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut, yaitu bertujuan untuk mengetahui

keberhasilan tahap instruksional. Kegiatan yang dapat dilakukan pada

tahap ini adalah mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa

(50)

materi sebelumnya. Pertanyaan ini digunakan untuk menguji seberapa

besar pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan,

pemberian tugas kemudian dari hasil tersebut guru dapat memberi skor

nilai guna mengetahui tingkat prestasi yang diperoleh siswa dengan

melaksanakan analisis hasil evaluasi.

Sedangkan proses pembelajaran PAI adalah suatu rangkaian/tahap

kegiatan edukatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran PAI,

berdasarkan nilai iman dan taqwa antara guru dan peserta didik dengan

melibatkan/menggunakan komponen pembelajaran lainnya sebagai

penunjang untuk merealisasikan pengabdian manusia kepada Allah secara

maksimal, baik pada tingkat individual, maupun masyarakat, dan

kemanusiaan secara luas.

Perihal persyaratan dan pelaksanaannya adalah sesuai dengan yang

sudah peneliti jelaskan pada sub bab “Persyaratan dan Pelaksanaan Proses

Pembelajaran” mengingat bahwa poin-poin peraturan tersebut merupakan

bagian dari sistem proses pembelajaran yang merupakan subsistem dari

pendidikan nasional yang harus terpenuhi dalam proses pembelajaran

semua mata pelajaran, termasuk juga yaitu mata pelajaran PAI.

C. Pengaruh Kepadatan Ruang Kelas terhadap Proses Pembelajaran PAI Ruang kelas yang unsur kenyamanannya bergantung pada pengaturan

tata letak sarana dan kepadatannya, memiliki andil yang sangat besar terhadap

tercapainya tujuan pembelajaran. Pengaturan sarana kelas yang buruk dan

(51)

kemungkinan besar akan menyebabkan iklim pembelajaran kurang

menggairahkan dan secara otomatis akan mengurangi semangat peserta didik

untuk melakukan kegiatan-kegiatan edukatif yang ada di dalam proses

pembelajaran.

Allah Berfirman dalam al-Qur’an surah as-Saff ayat 4:25





















Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam

barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah memerintahkan hambaNya

untuk melakukan segala sesuatu dengan teratur dan terorganisir, karena

apapun yang dilaksanakan dengan teratur dan terorganisir akan berjalan

dengan baik hingga tujuan yang diinginkan tercapai secara maksimal. Begitu

pula dalam hal organisasi kecil di dalam sekolah, yaitu kelas. Kemungkinan

besar pengelolaan kelas yang buruk akan menyebabkan kelas tersebut sulit

teratur dan terorganisir.

Pengelolaan kelas secara khusus disebutkan dalam Permendikbud

Nomor 65 Tahun 2013 sebagai persyaratan proses pembelajaran. Peraturan

tersebut menyebutkan “Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran”

sebelum “Pelaksanaan Proses Pembelajaran”, karena “Persyaratan

25

(52)

Pelaksanaan Proses Pembelajaran” sangat berpengaruh terhadap “Pelaksanaan

Proses Pembelajaran”. Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran mutlak

adanya sebagai tolak ukur kesuksesan pelaksanaan proses pembelajaran.

Pelaksanaan proses pembelajaran tidak bisa dikatakan berhasil apabila

terdapat salah satu poin dari persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran

yang tidak terpenuhi.

Hampir setengah dari sepuluh subpoin dari poin pengelolaan kelas yang

telah disebutkan dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tersebut

ketercapaiaannya sangat bergantung dengan kepadatan ruang kelas. Seperti

misalnya: Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik sesuai

dengan tujuan dan karakteristik proses pembelajaran, volume dan intonasi

suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh

peserta didik, guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan

kemampuan belajar peserta didik, guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan,

kenyamanan, dan keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

Itu semua tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik oleh guru apabila

kepadatan ruang kelas tidak sesuai dengan standar kapasitas yang semestinya.

Euis Karwati dan Donni Juni Priansa menyatakan bahwa ruang kelas

memberikan pengaruh yang besar terhadap proses dan hasil belajar peserta

didik.26 Hal ini sejalan dengan pernyataan Novan Ardy Wiyani bahwa

(53)

sebagian besar kondisi fisik ruang kelas memang memiliki pengaruh terhadap

kemungkinan munculnya gangguan belajar.27

Standar pemerintah mengenai kepadatan ruang kelas pada jenjang

pendidikan tingkat SMA/MA yaitu kapasitas maksimum ruang kelas 32

peserta didik dan rasio minimum luas ruang kelas 2 m²/peserta didik.

Sedangkan pada kenyataannya di lapangan, banyak sekolah yang memiliki

40-45 siswa per kelas dan rasio minimum yang diperoleh setiap peserta didik

rata-rata adalah 1,5 m²/peserta didik. Hal ini menyebabkan ruang kelas sangat

padat dan terlihat penuh, sekalipun ventilasi ruang kelas telah memenuhi

standar. Akibatnya, peserta didik merasakan hawa yang sesak, tidak semangat

belajar, gaduh dan sebagainya. Berbagai kegiatan edukatif yang menuntut

guru untuk membentuk tempat duduk sesuai dengan kebutuhan materi,

membentuk kelompok, melaksanakan permainan aktif, tidak akan mudah

dilaksanakan karena kemungkinan yang terjadi adalah ketidak kondusifan

akibat sesaknya kelas. Sehingga kegiatan demi kegiatan pembelajaran tidak

terlaksana dengan baik dan keseluruhan proses pembelajaran pun juga ikut

terdampak.

Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa

kepadatan ruang kelas merupakan salah satu unsur dari kriteria kenyamanan

kelas yang harus diperhatikan karena merupakan bagian dari prinsip-prinsip

pengaturan kelas. Dengan kata lain bahwa pengaturan kelas yang dilakukan

dengan melupakan pentingnya kenyamanan kelas tentu akan menyebabkan

27

(54)

ketidak kondusifan proses pembelajaran. Sehingga dalam proses pembelajaran

PAI yang notabennya adalah sebagai dasar proses perealisasian pengabdian

manusia kepada Allah, tidak akan tercapai secara maksimal, baik pada tingkat

individual, maupun masyarakat, dan kemanusiaan secara luas.

Berlandaskan teori-teori di atas, maka peneliti dapat membuat

kesimpulan sementara atau hipotesis. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban

sementara terhadap suatu permasalahan penelitian. Kata dugaan sementara

atau prediksi menunjukkan bahwa suat

Gambar

Tabel I
Tabel II
Tabel III
 Tabel IV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini menguraikan tentang kajian pustaka yaitu tentang dari hakekat belajar dan pembelajaran terdiri dari pengertian pembelajaran, belajar, perkembangan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik bercerita berpasangan terhadap kemampuan menulis cerpen siswa kelas X SMA Negeri 2 Kisaran Tahun

Standar proses yang merupakan standar minimal yang harus dipenuhi oleh setiap lembaga formal, secara umum standar proses ini memiliki fungsi sebagai

Matematika merupakan ilmu yang sangat penting dan berperan dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Oleh karena itu matematika diajarkan di setiap

software MINITAB [6]. H ASIL P ENELITIAN DAN P EMBAHASAN Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa dilihat dari hasil kuis yang diberikan di setiap akhir pertemuan.

Adapun saran yang dapat diberikan bagi guru Bagi Guru adalah pembelajaran berbasis masalah melaui metode eksperimen dapat dijadikan sebagai alternatif

Dalam penelitian ini tes hasil belajar digunakan untuk menguji hasil belajar siswa terhadap materi Turunan Fungsi, diperoleh dari data hasil belajar sebelum dan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kemampuan hasil belajar metakognisi peserta didik sebelum penerapan pembelajaran PAI di SMA Negri 2 Gowa, (2)