• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANASTASIA A. BASIR 1 Pengajar di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes YAPIKA Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANASTASIA A. BASIR 1 Pengajar di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes YAPIKA Makassar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

JHNMSA Vol. 1 No. 2, Desember 2020, ISSN: 2746-4636

HUBUNGAN ANTARA POLA TIDUR TERHADAP KADAR GLUKOSA

DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS LEWORENG KECAMATAN DONRI DONRI

KABUPATEN SOPPENG

THE RELATIONSHIP BETWEEN SLEEP PATTERN WITH BLOOD

SUGAR LEVELS OF PATIENTS OF DIABETES MELLITUS TYPE 2 IN

LEWORENG HEALTH CENTER DISTRICT OF DONRI DONRI

SOPPENG

ANASTASIA A. BASIR1

Pengajar di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes YAPIKA Makassar

anastasiabasir@gmail.com MISNARLIAH2

Pengajar di Program Studi Analis Kesehatan STIKes YAPIKA Makassar

missnarlia@gmail.com

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a disease characterized by high blood sugar levels in the urine due to disruption of metabolism because the production and function of the insulin hormone does not work properly. The general objective of this study was to determine the relationship between blood sugar levels and sleep patterns of diabetes mellitus sufferers in the Leworeng Health Center, Donri Donri District, Soppeng Regency. The research design used was cross sectional. The sample in this study were 48 people with diabetes mellitus in the Work Area of the Leworeng Health Center, Donri Donri District, Soppeng Regency. The samples were taken by purposive sampling. The results showed that the value of p value = 0.004 <value α = 0.05 so that Ho was rejected with the interpretation that there was an effect of GDS levels on the sleep patterns of diabetes mellitus sufferers in the Work Area of the Leworeng Health Center, Donri Donri District, Soppeng Regency, it was suggested to the Puskesmas to provide information in the form of counseling related to diabetes mellitus and efforts to prevent sleep disorders.

(2)

2

Pendahuluan

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah di dalam urine akibat terganggunya metabolisme karena produksi dan fungsi hormon insulin tidak berjalan dengan seharusnya (Tim Budi Medika, 2017). Global status report on non communicable disease (2014) yang dikeluarkan oleh WHO menyatakan bahwa prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sebesar 9%. Proporsi kematian akibat penyakit DM dari seluruh kematian akibat penyakit tidak menular adalah sebesar 4%. Kematian akibat DM terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah dengan proporsi sebesar 80%. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) (2014) jumlah penderita DM semakin bertambah yaitu terdapat 8,3% penduduk di seluruh dunia mengalami penyakit DM. prevalensi ini meningkat dari tahun 2011 yaitu 7% dan diprediksikan pada tahun 2035 prevalensi DM akan meningkat menjadi 10%. Meningkatnya jumlah penderita DM dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor keturunan, obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan yang salah, obat – obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya aktivitas fisik, proses menua, kehamilan, perokok, dan stress (Soegondo, 2011).

Indonesia termasuk dalam urutan kelima negara dengan penderita DM terbanyak di dunia. Kasus DM pada orang dewasa yang tidak terdiagnosis di Indonesia sebanyak 4,8 juta jiwa (IDF, 2014). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi DM di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi DM di Indonesia mengalami peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Prevalensi tertinggi DM yang telah didiagnosis oleh dokter terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Hal ini menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi dengan angka prevalensi DM yang tertinggi di Indonesia. Merujuk kepada prevalensi nasional, Sumatera Barat memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera Barat berada diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan umur, penderita banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi sebesar 4,8% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian penyakit diabetes melitus pada tahun 2011 yaitu 5700 kasus. Pada tahun 2012 angka kejadian kasus DM meningkat menjadi 14.067 kasus, tahun 2013 menjadi 14.604 kasus dan semakin meningkat di tahun 2014 menjadi 21.452 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2015).

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur merupakan aspek kuantitatif dan kualitatif seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tidur, frekuensi terbangun, dan aspek subjektif kedalaman dan kepuasan tidur. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya perubahan pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dapat mengkibatkan berkurangnya waktu tidur (Colten & Altevogt, 2006). Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme endokrin dan fungsi kardiovaskuler (Caple & Grose, 2011). Akibat berkurangnya waktu tidur dapat mempengaruhi fungsi sistem endokrin terutama terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin. Perubahan sistem endokrin yang terjadi selama periode tidur malam berhubungan dengan adanya sekresi beberapa hormon (Spiegel, 2009). Gangguan tidur dapat mempengaruhi fungsi motorik dan kognitif, penurunan produktivitas, perubahan mood, penurunan daya ingat, disorientasi serta adanya keluhan fatique sehingga dapat mempengaruhi kehidupan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Gangguan tidur yang terjadi pada pasien DM tentunya juga dapat mempengaruhi pasien dalam pengelolaan penyakitnya. Salah satu komponen dalam manajemen DM adalah monitoring kadar gula darah yang memerlukan peran serta aktif,

(3)

3

kemauan dan kemampuan pasien secara mandiri. Upaya mempertahankan kadar gula darah tetap normal pasien DM dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi (Soegondo et al., 2009).

Berdasarkan rekam medik di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng pada tahun 2015 diperoleh jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 264 orang, tahun 2016 sebanyak 315 orang, tahun 2017 sebanyak 354 orang sedangkan pada tahun 2018 pada bulan Januari sampai April 2018 sebanyak 54 orang. Dari hasil pengkajian awal yang dilakukan pada tanggal 28 – 29 April 2018 didapatkan sejumlah pasien diabetes mellitus mengalami gangguan tidur. Penderita diabetes umumnya mengeluh sering berkemih, merasa haus, lapar, dan keluhan fisik lainnya. Hal itu menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah serta mempengaruhi motivasi dan kemampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari.

Kajian tentang Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk menfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metebolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto, 2012). Penyakit DM merupakan salah satu penyakit kronis yang berkaitan dengan aktivitas tidur, karena pada pasien Diabetes Mellitus akan terjadi nocturnal urine, polidipsia, polipagiayang menyebabkan terjadinya gangguan tidur (Ghifaajah, 2012).

Kajian tentang Kadar Glukosa Darah

Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batasbatas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang orang mengkonsumsi makanan (Mayes, 2011).

Kajian tentang Tidur

Tidur merupakan proses fisiologis yang berulang dalam periode tertentu. Pengaturan siklus tidur merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan. Mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan dengan aktivitas selsel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmiter yang diproduksi hipotalamus. Waktu tidur dikontrol oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) yang menyebabkan timbulnya rasa mengantuk ketika malam hari. Pengaturan siklus tidur dan bangun sangat mempengaruhi fungsi tubuh dan respon tingkah laku.

Kualitas tidur adalah dimana suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.

Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengangangguan tidur dapat disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA)dan sistem saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan DM tipe 2. Perubahan respon tubuh yang terjadi akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin sehingga sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien. Kualitas tidur yang buruk bagi pasien DM adalah sering berkemih pada malam hari, makan berlebihan sebelum waktu tidur, stress dan kecemasan yang berlebihan serta peningkatan suhu tubuh dapat menggangu pola tidur di

(4)

4

malam hari, sehingga menyebabkan kurangnya kualitas tidur. Beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme endokrin dan fungsi kardiovaskuler.

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran variabel. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng sebanyak 54 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng sebanyak 48 orang. Metode pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini yaitu purposive sampling. Instrument untuk pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan lembar kuesioner yang berupa instumen kualitas tidur yang menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Indexs (PSQI) dan lembar observasi kadar glukosa darah berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

Instrument untuk pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan lembar kuesioner yang berupa instumen kualitas tidur yang menggunakanPittsburgh Sleep Quality Indexs (PSQI) dan lembar observasi kadar glukosa darah berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.

Peneliti memilih responden yang memenuhi kriteria untuk dijadikan responden. Kemudian peneliti meminta persetujuan menjadi responden sambil memperkenalkan diri kepada calon responden. Pengumpulan data dilakukan dengan tahap pemberian penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu yang akan dilaksanakan kepada responden. Setelah responden memahami penjelasan yang telah diberikan oleh peneliti, responden diminta persetujuannya yang dibuktikan dengan menandatangani informed consent dan untuk pengisian lembar kuesioner diisi oleh peneliti dengan cara menanyakan langsung kepada responden. Setelah pengisian kuesioner, selanjutnya peneliti melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pasien yang langsung diambil setelah pengisian kuisioner. Setelah semua proses telah selesai, peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden.

Setelah data terkumpul diklassifikasikan dalam beberapa kelompok menurut sub variabel yang ada didalam pernyataan. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan langkah-langkah seperti pemeriksaan data (editing), pemberian tanda (coding), pengelompokkan (tabulating), entry data, memproses data (proccessing), pembersihan data (cleaning)

Hasil Penelitian Analisa Univariat

Kadar GDS

Tabel 1 Distribusi Berdasarkan Kadar GDS Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng

Kadar GDS Jumlah (n) Persen (%)

Tinggi 35 72,9 Rendah 13 27,1 Total 48 100

Sumber: Data Primer Juni, 2018

Pola Tidur

Tabel 2 Distribusi Pola Tidur Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng

(5)

5

Pola Tidur Jumlah (n) Persen (%)

Terganggu 29 60,4 Tidak Terganggu 19 39,6 Total 48 100

Sumber: Data Primer Juni, 2018

Hasil Penelitian Analisa Bivariat

Tabel 3 Distribusi Pengaruh Kadar GDS Terhadap Pola Tidur Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng

Kadar GDS

Pola Tidur Penderita Diabetes Melitus Total % P Terganggu Tidak Terganggu n % n % Tinggi 26 54,2 9 18,8 35 72,9 0,004 Rendah 3 6,2 10 20,8 13 27,1 Total 29 60,4 19 39,6 48 100

Sumber: Data Primer Juni, 2018

PEMBAHASAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetes Asosiation, 2006) Keadaan hiperglikemia ini merupakan awal penyebab dari kerusakan jaringan terutama berpengaruh terhadap sel tertentu yaitu sel endotel kapiler di retina, sel mesangial di glomerulus ginjal, dan sel neuron di jaringan saraf tepi (Riskesdas, 2013)

Menurut The Expert Committe on The Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus 2003, penyakit DM dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan etiologinya yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe khusus lain dan DM gestasional. Diabetes melitus tipe 2, yang paling sering dijumpai, ditandai dengan adanya gangguan sekresi dan kerja insulin. Hiperglikemi pada DM tipe 2 dapat dicegah dengan menggunakan obat antihiperglikemi oral disamping modifikasi diet (Kasper, 2005).

Hiperglikemia memiliki peran sentral terjadi komplikasi pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan pembentukan protein glikasi non enzimatik serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi baik vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika. Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu komplikasi mikrovaskular dan komplikasi makrovaskular (Kasper, 2005)

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang yang dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Aso, 2008). Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur. Tanpa jumlah tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurun, dan meningkatkan iritabilitas.

(6)

6

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Silversten, 2014). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efisiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Knutson, 2006).

Menurut riset University of Chicago, Amerika Serikat, keseimbangan metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari dan dapat dihubungkan dengan kuantitas dan kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta menyebabkan gangguan konsentrasi (Bjorkelund, 2005). Penderita diabetes mellitus, umumnya mengeluh sering berkemih, merasa haus, merasa lapar, rasa gatal-gatal pada kulit, dan keluhan fisik lainnya seperti mual, pusing dan lain-lain. Gejala klinis tersebut, pada malam hari juga dialami oleh penderita penyakit diabetes mellitus, hal ini tentu dapat mengganggu tidurnya (Yaggi, 2006). Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan tidur yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur (Miller, 2007). Disamping itu, kurang tidur selama periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada serta berdampak pada lamanya proses penyembuhan (Seugnet, 2009)

Terdapat beberapa faktor gangguan tidur yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu, faktor fisik, psiksosial, dan lingkungan. Faktor fisik yang menyebabkan gangguan tidur pada penderita Diabetes Mellitus meliputi nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar, gatalgatal pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik. Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan siklus tidur. Kondisi ini yang paling umum pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Setelah seseorang berulang kali terbangun untuk berkemih, menyebabkan sulit untuk kembali tidur (Miller, 2007)

Faktor psikososial juga berperan terhadap kualitas tidur. Gangguan tidur dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres, perasaan cemas, dan depresi (Knutson, 2006). Hal ini terjadi pada seseorang yang mempunyai penyakit. Seseorang dapat mengalami stres emosional karena penyakit. Oleh karena itu emosi seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter & Perry, 2005). Stres dapat mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa waktu. Selama adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur meningkat (Knutson, 2006)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan sebagian besar responden memiliki kadar GDS dalam kategori tinggi sebanyak 35 orang (72,9%) dimana dominan responden mengalami pola tidur yang terganggu sebanyak 26 orang (54,2%) dan yang tidak terganggu pola tidurnya sebanyak 9 orang (18,8%). Sedangkan responden yang memiliki kadar GDS dalam kategori rendah sebanyak 13 orang (27,1%), dimana dominan responden tidak mengalami pola tidur yang terganggu sebanyak 10 orang (20,8%) dan yang terganggu sebanyak 3 orang (6,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,004 < nilai α = 0,05 sehingga Ho ditolak dengan interpretasi bahwa terdapat pengaruh kadar GDS terhadap pola tidur penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng. Hal ini disebabkan karena apabila seseorang kurang tidur maka akan sangat mudah terserang stress. Kondisi ini terkait dengan peningkatan resiko diabetes karena membuat kerja insulin yang kadarnya sudah berkurang menjadi tidak maksimal. Kurang tidur juga menyebabkan peningkatan hormon giberelin yang otomatis meningkatkan nafsu makan dan menurunkan kadar leptin yaitu hormon pengirim sinyal kenyang. Dalam

(7)

7

kondisi kerja insulin yang tidak maksimal tersebut, peningkatan nafsu makan tentunya juga berperan meningkatkan resiko DM (Tarihoran, Muttaqin, Mulyani, 2015).

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetya (2016) yang menyimpulkan bahwa adanya Hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe II. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dia Resti (2018) dimana diperoleh lebih dari separoh 19 orang (59,4%) responden dengan kualitas tidur buruk, dan 13 orang (40,6%) responden dengan kualitas tidur baik. Lebih dari separoh 17 orang (53,1%) responden dengan kadar glukosa darah tinggi, dan 15 orang (46,9%) responden dengan kadar glukosa darah rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,001 (p<a) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe II di ruang Interne RSUD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi Tahun 2017. Hal ini disebabkan karena kualitas tidur yang baik sangat dibutuhkan tubuh, karena tidur dapat mempengaruhi produksi katekolamin sistem saraf simpatis. Selama periode tidur terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Selain hal tersebut tidur juga mempengaruhi produksi epinefrin dan norepinefrin serta pengeluaran melatonin. Gangguan tidur seperti sleep apnea menyebabkan gangguan aliran udara pada saluran pernafasan hal tersebut akan memicu terjadinya hipoksia dan merangsang individu untuk bangun dari tidurnya, hal tersebut tentunya akan mengurangi waktu normal tidur individu.

Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan, penyajian dan pembahasan data penelitian sebelumnya di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh kadar glukosa darah terhadap pola tidur penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng. Saran diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk memberikan informasi berupa penyuluhan yang terkait dengan diabetes melitus serta upaya untuk mencegah terjadinya gangguan tidur, dan juga diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan ranah penelitian tentang faktor lain yang mempengaruhi gangguan tidur pada penderita diabetes melitus

Referensi

Aso Y. (2008). Cardiovaskuler Disease in Patient with Diabetic Nephropathy. Current Molecular Medicine Journal.; 8(1):533- 43.

Bjorkelund C, Bondyr D, Lapidus L. (2005). Sleep disturbances in midlife unrelated to 32-year diabetes incidence: the prospective population study of women in Gothenburg. Diabetes Care.;28:2739-44.

Caple & Grose.(2011). Sleep and Hospitalization. Evidenced-Based Care Sheet.Sleep and Hospitalization.Cinahl Information System.

Departemen Kesehatan. (2014). Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan. (2015). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Makassar Dinas Kesehatan. Makassar.

Demur, D.R.D.N. (2018) .Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II .Prosididng Seminar Kesehatan Perintis E.ISSN:2622-2256

(8)

8

Gustimigo, Z.P. (2015). Kualitas Tidur Penderita Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Ghifaajah. (2012). Pengaruh pemberian aktivitas ROM (Rage of Motion) terhadap perubahan kualitas tidur pasien diabetes mellitus di ruang bedah pria RSUD Cut Mutia. Jakarta : EGC.

Kasper DL, Fauci AS, Hauser S , Braunwald E,Longo D, Jameson JL. et al. Harrison. (2005) Principles of Internal Medicine. New York.

Knutson, K. L., & Cauter, E. V. (2008). Associations between Sleep Loss and Increased Risk of Obesity and Diabetes.

Miller MA, Cappuccio FP. (2007). Inflammation, sleep, obesity and cardiovascular disease. CurrVascPharmacol ; 5: 93–102.

Mayes, P.A. (2011). Bioenergetika dan Metabolisme Lipid. Dalam: Biokimia Harper. Edisi XXIV. Jakarta: EGC.

Potter& Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Soegondo, S. Soewondo P., Subekti, I .(2009). \Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu: Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter dan Edukator. Jakarta:Balai Penerbitan FKUI.

Seugnet L, Suzuki Y, Thimgan M, Donlea J,Gimbel SI, Gottschalk L. et al.(2009). Identifying sleep regulatory genes using a Drosophila model of insomnia. J Neurosci. 29(1): 7148-57.

Silversten B, Pallesen S, Sand L, Mary H. (2014). Sleep and body mass index in adolescence :results from a large population-based study of Norwegian adolescents aged 16 to 19 years. BMC Pediatrics. 14(204):1-11.

Tariroran, A., Muttaqin, A., Mulyani, Y. (2015) The Relationship Between Sleep Quality with Blood Sugar Level of Patient of Diabetes Mellitus Type 2 Caring, Vol.1, No. 2 Tentero,I.N., Damayanti H.C.P., Hedison Polii. (2016). Hubungan Diabetes Melitus.

Jurnal.e-bio medik (eBm). Volume 4, no 2.

Tarwoto. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Sistem Endokrin. Jakarta : 2012

Tim Bumi Medika. (2017). Berdamai Dengan Diabetes. Bumi Medika. Jakarta.

Yaggi, H. K., Araujo, A. B., & McKinlay, J. B. (2006). Sleep Duration as a Risk Factor for the Development of Type 2 Diabetes. Diabetes Care.

Gambar

Tabel  1  Distribusi  Berdasarkan  Kadar  GDS  Responden  Di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng
Tabel  3  Distribusi  Pengaruh  Kadar  GDS  Terhadap  Pola  Tidur                                              Penderita  Diabetes Melitus Di Puskesmas Leworeng Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng

Referensi

Dokumen terkait

Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai

 Bagian vestibulum sisi lateral dengan mendorong spekulum ke lateral, medial dengan mendorong ke medial, superior dengan mendorong ke atas, inferior dengan mendorong ke

Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha penggemukan sapi potong yaitu mengoptimalkan dan mengembangkan

Pola Asuh Orang Tua dalam Pembentukan Moral Anak (Studi Kasus di SDI Terpadu darl Falah dan MI Perguruan Mu’allimat Jombang). Penelitian ini bertujuan untuk

Jika dilihat dari kontek ayat tersebu, jika dihungbungkan dengan proses pembelajaran dapat ditarik sebuah benang merah bahwa dalam ayat tersebut terdapat dua

Berdasarkan pemikiran tersebut Richards menganjurkan agar Alkitab perlu dirancang sebaik dan seefektif mungkin untuk dapat dikomunikasikan sebagai suatu realitas

Apabila Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu lebih kecil dari jumlah Pajak Penghasilan yang

Di Indonesia setelah kemerdekaan, tidak pernah disebut secara jelas Sistem Ekonomi Pancasila, namun semua hal itu dapat terlihat dalam Pasal 33 UUD 1945, dicantumkan pasal-pasal