• Tidak ada hasil yang ditemukan

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II

(2)
(3)
(4)
(5)

Pembaru dan

Kekuatan Lokal

untuk Pembangunan

Buku ini adalah studi yang ditugaskan kepada penulis oleh Australian Community Development and

Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II, yang didukung oleh AusAID funded. Meskipun

konsisten dengan pendekatan yang digunakan oleh ACCESS Tahap II, isi buku ini merupakan pandangan penulis dan tidak berimplikasi atau mewakili kebijakan atau pandangan baik pengelola program ACCESS Tahap II maupun Pemerintah Australia dan pengelola program AusAID. Penulis bertanggung jawab penuh

atas karya ini sebagaimana tertulis.

Christopher Dureau

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II

(6)

Terbit pertama Agustus 2013 Penulis:

Christopher Dureau Penyunting Versi Bahasa Indonesia:

Dani W. Munggoro Penerjemah Utama:

Budhita Kismadi Tim Penerjemah Pendukung:

Silvia Fanggidae Dwi Rahardiani

Retha Dungga Christov Manuhutu

Illustrasi:

Deni Ganjar Nugraha, Dwi Bondan Tata Letak:

Galih Gerryaldy Diterbitkan oleh:

Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh isi buku ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA). Pembaca boleh mencampur, mengubah, menggunakannya dalam karyanya, selama

mencantumkan buku ini sebagai sumbernya, dan menaruh lisensi seperti ini dalam hasil karya yang baru.

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II

(7)

Daftar isi

Kata Pengantar ...vii

1. Pendahuluan ...1

2. Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset ...07

Ikhtisar ...08

Perspektif Berbeda tentang Pembangunan ... 08

Perbandingan antara Pendekatan Berbasis Kebutuhan dan Berbasis Aset ...09

Keterbatasan Pendekatan Berbasis Kebutuhan yang Tradisional ...12

Tiga Elemen Kunci ... 16

Energi Masa Lampau: ...16

Daya Tarik Masa Depan: ...16

Persuasi Masa Kini: ...17

Mengapa Menekankan Pesan Negatif ... 18

Bagaimana Menghadapi Ketidakadilan dan Masalah Sosial? ... 22

Berpikir dengan Memori dan Imajinasi ... 24

Inklusif Gender dan Sosial ... 25

Peran Fasilitasi Organisasi dan Pemerintah ... 27

Beberapa Poin Rangkuman Bab ini...30

(8)

Pendekatan Partisipatif ... 35

Psikologi Positif ... 38

Pengembangan Organisasi ... 38

Pemetaan Aset ... 39

Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan ... 41

Pengecualian Positif ... 44

Modal Sosial ... 45

Dinamika Kekuasaan dan Suara Warga ... 48

Percakapan dan Narasi (Tutur Cerita) ... 54

Pertumbuhan Organik dan Dikendalikan secara Lokal ... 55

Beberapa Poin Rangkuman Bab ini...57

4. Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan ...61

Ikhtisar ...62

Teori Perubahan dalam Pendekatan Berbasis Kekuatan ... 62

Kerangka Teori dan Asumsi-Asumsi yang Digunakan ... 64

Prinsip-Prinsip Operasional dalam Pembangunan Berbasis Kekuatan ... 68

Beberapa Poin Rangkuman Bab Ini ...70

5. Hubungan antara Warga dan Pemerintah ...73

Ikhtisar ...74

Forum Multipihak ... 74

(9)

Desentralisasi dan Partisipasi Warga dalam Pemerintahan ... 76

Produksi Bersama ... 81

Sisi Permintaan dan Penawaran ... 88

6. Metode-Metode Paling Umum ... 91

Ikhtisar ...92

Appreciative Inquiry ... 92

Pembelajaran dari Appreciative Inquiry ...97

Mengubah Masalah Menjadi Tujuan ...99

Pembangunan Komunitas Berbasis Aset ... 99

Asosiasi, Institusi, dan Warga ... 106

Pembelajaran dari Pembangunan Komunitas Berbasis Aset ... 108

Penyimpangan Positif ... 110

Petikan Pembelajaran dari Penyimpangan Positif ... 112

Ekonomi Komunitas yang Beragam (Diverse Community Economics) ... 113

Pembelajaran dari Ekonomi Komunitas yang Beragam ... 115

Pembangunan Endogen ... 115

Pembelajaran dari Pembangunan Endogen ... 117

Beberapa Poin Rangkuman Bab Ini ... 118

7. Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset ... 121

Tahap 1: Mempelajari dan Mengatur Skenario ... 123

Tempat... 123

Masyarakat ... 124

(10)

Alat ... 128

Tahap 2: Mengungkap Masa Lampau (Discovery) ... 131

Bercerita di Discovery ... 131

Telaah Sukses dan Kekuatan ... 131

Tujuan Discovery ... 131

Bagaimana? ... 134

Siapa yang Harus Berpartisipasi? ... 135

Peran Fasilitator ... 136

Waktu yang Dibutuhkan ... 136

Alat yang Berguna untuk Discovery ... 137

Tahap 3: Mimpikan Masa Depan ... 138

Mengartikulasi Mimpi ... 139

Mencari Kesepakatan Tentang Visi ... 140

Tujuan Mimpi atau Visi ... 141

Bagaimana? ... 143

Siapa yang Harus Berpartisipasi? ... 144

Peran Fasilitator ... 144

Alat ... 145

Tahap 4: Memetakan Aset ... 145

Pemetaan Aset ... 146

Seleksi Aset yang Relevan ... 148

Tujuan Pemetaan Aset ... 149

Bagaimana? ... 150

iv

(11)

Karunia dari Tangan/Kepala/Hati: ... 150

Waktu yang Dibutuhkan ... 153

Peran Facilitator ... 153

Alat ... 154

Tahap 5: Menghubungkan dan Memobilisasi Aset / Perencanaan Aksi ... 161

Tujuan Menghubungkan dan Memobilisasi Aset ... 162

Bagaimana? ... 163

Siapa yang Harus Terlibat? ... 164

Peran Fasilitator ... 164

Waktu yang Dibutuhkan ... 165

Alat ... 166

Tahap 6: Monitoring, Evaluasi dan Pembelajaran ... 167

Contoh Monitoring dan Evaluasi Pembentukan Aset ... 170

Evaluasi Apresiatif ... 170

Asset-Based Community Development ... 170

Outcome Mapping ... 171

8. Pelatihan dan Referensi ... 173

Agenda Pelatihan ... 174

Agenda Satu Hari: Pendekatan Berbasis Aset dalam Pembangunan ... 174

Agenda Dua Hari: Pendekatan Berbasis Aset dalam Perubahan Komunitas dan Sosial ... 175

Buku Pelatihan ... 181

Referensi ... 182

Web Sites ... 186

Catatan Akhir ... 190

(12)
(13)

Kata Pengantar

VII

Vii

Kata

(14)

VIII

Secara berkala selama setengah abad terakhir, terjadi perubahan radikal dalam cara orang berpikir tentang pelaksanaan pembangunan. Buku Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan menggambarkan salah satu perubahan tersebut, yakni dari melihat realitas sebagai masalah yang harus dipecahkan menjadi sesuatu yang penuh dengan kemungkinan dan potensi. Memanfaatkan potensi berpeluang memberi daya ungkit pada perubahan sosial dan organisasi sehingga hasilnya jauh melampaui yang sudah dicapai saat ini. Buku ini menyatakan bahwa sesungguhnya saat perubahan cara berpikir ini diterapkan untuk memperbaiki kerja sama warga dan pemerintah, terbukti bahwa efektivitas dan dampak jangka panjang program pembangunan meningkat tajam.

Apakah ini penting? Cara-cara lama melaksanakan pembangunan tidak membuahkan hasil yang kita bayangkan. Model-model pembangunan yang dipimpin masyarakat dan mendorong tata kepemerintahan yang demokratik tidak menghasilkan tingkat kepemilikan dan engagement yang diharapkan terjadi. Kesetaraan gender dan inklusi sosial telah menjadi tambahan pada program, bukan nilai-nilai integral dalam proses implementasi. Pemerintah cenderung berperan sebagai pemimpin feodal yang menganggap warganya harus menunggu giliran dan puas dengan apa yang diberikan. Pendekatan baru yang mendahulukan warga dan kekuatan yang mereka miliki mempunyai kemampuan mengubah semua itu dan mengatasi berbagai tantangan yang kita hadapi sekarang.

Jika ada lubang di atap, bagaimana cara kita memperbaikinya? Mungkin tidak terlalu masuk akal untuk melihat bagian-bagian lain dari atap untuk memperbaiki lubang itu. Kita bisa menggunakan pendekatan berbasis aset atau pendekatan yang bertumpu pada kekuatan. Misalnya mempertimbangkan cara-cara yang pernah digunakan atau mendaftar keterampilan dan bahan-bahan yang ada untuk memperbaiki lubang itu.. Menarik pelajaran dari pengalaman dan sumber daya lokal yang ada sebagai titik awal perubahan adalah pendekatan yang dijelaskan dalam buku ini.

(15)

Kata Pengantar

IX

Di Indonesia dan banyak tempat di dunia, penggunaan pendekatan berbasis kekuatan

dalam peningkatan kapasitas dan relasi warga dengan pemerintah masih cukup baru. Namun, pendekatan ini lahir dari kumpulan pengetahuan dan pengalaman yang semakin banyak. Perubahan pola pikir menjadi berbasis kekuatan dimulai lebih dari 15 tahun lalu dan sudah diterapkan pada konteks kesejahteraan sosial, pengembangan organisasi dan pemberdayaan masyarakat di banyak negara. Buku ini mengeksplorasi gagasan-gagasan para pendukung pendekatan berbasis kekuatan, termasuk Appreciative Inquiry dari David Cooperrider dan Asset Based Community Development atau Pengembangan Masyarakat Berbasis Aset dari Jody Kretzmann. Tetapi dalam dunia pembangunan internasional dan tata kepemerintahan yang demokratik, hal ini masih baru. Buku ini bisa dipandang sebagai jendela untuk melihat bagaimana berbagai jenis organisasi di banyak negara di dunia sedang menemukan cara yang sangat berbeda untuk memfasilitasi perubahan sosial dan organisasi.

Kebanyakan dari kita sangat nyaman dengan ‘mencari akar masalah’ kemudian mengusulkan sebuah rancangan yang berbasis pada dukungan dari luar. Karena itu, akan dibutuhkan refleksi mendalam dan banyak latihan sebelum kita mau merangkul janji sebuah pendekatan yang sangat berbeda, bahkan bertentangan. Jika tidak meluangkan waktu untuk mempelajari dan mencoba pendekatan baru ini, maka seperti yang sering terjadi, kita akan kembali pada posisi default di mana orang menuntut dan pemerintah (dan para donor) memberi, di mana warga menjadi pengguna dan pengeluh tetapi tidak pernah terlibat penuh dalam menentukan masa depannya sendiri.

Pembaca buku ini akan belajar tentang pemahaman pendekatan berbasis kekuatan, apa saja pengaruh sejarah yang mendorong lahirnya, asumsi-asumsi serta prinsip-prinsip dasar atau teori-teori perubahan yang terkandung di dalamnya dan bagaimana menerapkannya. Fokus pada aplikasi dihubungkan dengan bagaimana memperbaiki tata kepemerintahan yang demokratik

(16)

X

– atau bagaimana organisasi warga bisa berkolaborasi dengan instansi pelayanan pemerintah dalam memastikan bahwa sumber daya negara digunakan untuk memaksimalkan peningkatan kesejahteraan rakyat – dan dalam memobilisasi masyarakat agar menjadi agen pembangunan diri sendiri.

Pembuatan buku ini ditugaskan oleh Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS). ACCESS adalah program kerja sama Pemerintah Australia dan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan mempromosikan cara-cara inovatif memperbaiki kerja sama antara instansi-instansi pemerintah dan organisasi-organisasi warga. ACCESS memilih pendekatan berbasis aset sebagai prinsip dasar pelaksanaan pembangunan. Penulis buku, Christopher Dureau, telah menjadi penasihat strategik ACCESS selama 10 tahun terakhir. Dia sangat berpengalaman dalam pembangunan internasional dan selama puluhan tahun terlibat dalam pengembangan masyarakat di Indonesia. Dapat dipastikan bahwa buku ini benar-benar ditulis berdasarkan banyak pengalaman dan refleksi mendalam yang kokoh.

Melalui publikasi buku ini dan alat-alat pembelajaran yang melengkapinya, ACCESS berharap semua mitra program baik di tingkat strategik dan pelaksana, nasional, distrik dan komunitas dapat benar-benar memahami apa yang menjadi konsep dan nilai-nilai dasar pendekatan ini, dan bagaimana aplikasinya pada tiap tahap siklus program. Bagaimana pendekatan ini bisa benar-benar meresap dalam cara-cara yang digunakan untuk mendukung komunitas yang sedang berupaya meningkatkan standar kehidupan mereka, baik melalui pendidikan, kesehatan, perbaikan infrastruktur, kesetaraan gender dan sosial, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan atau pembangunan ekonomi?

Tercapai tidaknya tujuan tersebut tidak saja tergantung pada berapa banyak orang memahami pendekatan ini sebagai alternatif, tetapi pada bagaimana orang sungguh-sungguh mengerti

X

(17)

manfaatnya saat diaplikasikan. Kekayaan pengalaman dan nilainya bagi pembangunan akan diperoleh dari kesuksesan penggunaannya dalam praktik. Hanya lewat mencoba dan melakukan refleksi kita bisa belajar apakah pendekatan ini dapat digunakan secara lebih luas dalam program-program seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan apakah dapat juga memengaruhi program-program pembangunan nasional yang berbasis masyarakat lainnya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia.

Buku ini dimaksudkan sebagai panduan praktisi tentang cara memfasilitasi pendekatan berbasis aset. Selain bagian-bagian yang membantu pembaca semakin memahami konsep-konsep dasar, ada bagian-bagian praktis tentang aplikasinya. Proses enam tahap yang dijelaskan pada bagian akhir buku dan modul-modul pelatihan satu dan dua hari serta referensi bisa digunakan para fasilitator dan agen perubahan untuk merancang program-program baru atau memantau pelaksanaan program yang sedang berjalan. Studi-studi kasus yang ditampilkan memberi harapan kepada pembaca bahwa investasi waktu dan upaya untuk mencoba pendekatan sepadan dengan hasilnya.

ACCESS Tahap II sudah menggunakan pendekatan ini selama beberapa tahun terakhir. Sekarang tiba saatnya, lewat buku ini, untuk berbagi tentang pendekatan dan metodologi yang mungkin sudah pernah didengar orang tetapi belum pernah berkesempatan memperoleh pemahaman dan gambaran lebih lengkap tentang pendekatan berbasis aset untuk pembangunan.

Agustus 2013 Paul Boon

Direktur Program ACCESS Tahap II

(18)
(19)

PendaHuLuan

01

BAB

1

PenDaHULUan

(20)

02

Manual ini memuat ikhtisar tentang teori dan praktik pendekatan berbasis aset dalam pelaksanaan pembangunan. Istilah ‘pendekatan berbasis aset’ digunakan untuk menjelaskan sebuah pendekatan positif dalam pelaksanaan pembangunan dan perubahan organisasi. Di dalam manual ini, pendekatan berbasis aset berkenaan dengan sekumpulan pendekatan baru dalam pelaksanaan pembangunan yang memiliki prinsip-prinsip, teori perubahan dan tahapan metodologi yang sangat mirip satu sama lain. Pendekatan-pendekatan ini terkadang disebut sebagai pendekatan ‘berbasis kekuatan’. Kata-kata seperti ‘apresiatif’ dan ‘positif’ juga sering digunakan dalam menjelaskan cara pandang baru pelaksanaan pembangunan dan perubahan organisasi ini. Di samping itu, orang-orang yang menggunakan pendekatan ini juga mendapat inspirasi dari alam sekitar serta menyebutnya sebagai sesuatu yang organik atau endogen, yang artinya lahir dari dalam dan bertumpu pada apa yang sudah ada.

Pendekatan berbasis aset memasukkan cara pandang baru yang lebih holistik dan kreatif dalam melihat realitas, seperti: melihat gelas setengah penuh; mengapresiasi apa yang bekerja dengan baik di masa lampau; dan menggunakan apa yang kita miliki untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Pendekatan-pendekatan ini meskipun sangat mirip dan pada dasarnya berbeda dari cara-cara konvensional, bervariasi satu sama lain karena lahir dari beberapa bidang ilmu sosial dan perubahan perilaku yang berbeda namun saling terkait, baik dari ilmu psikologi, pengembangan organisasi, pengembangan masyarakat, maupun pembangunan internasional. Pendekatan-pendekatan ini diterapkan dalam konteks beragam, seperti psikologi personal dan klinis, pengembangan kapasitas organisasi, pelayanan publik oleh pemerintah dan masyarakat sipil, atau perusahaan swasta. Kesemuanya mewakili cara berpikir dan bertindak yang dapat diterapkan dalam perencanaan strategis, maupun desain program, implementasi dan evaluasi.

(21)

PendaHuLuan

03

Meskipun banyak metodologi atau pendekatan, cukup banyak kesamaan yang memungkinkan

kita untuk memakai salah satu dari istilah-istilah yang lebih umum, seperti Pendekatan Apresiatif, atau Berbasis Kekuatan atau Aset, sambil tetap membuka kemungkinan untuk mengintegrasikan pandangan-pandangan lain dari serangkaian strategi yang termasuk kategori pendekatan-pendekatan positif dalam pelaksanaan pembangunan.

Dalam manual ini, kita mengaplikasikan pendekatan berbasis aset pada pembangunan yang dipimpin oleh warga, yang bertujuan agar pemerintah dan warga beserta organisasi-organisasi yang mereka bentuk, bekerja secara lebih kolaboratif untuk meningkatkan proses dan manfaat pelaksanaan pembangunan.

Buku ini dibagi dalam dua bagian pokok. Bagian pertama, bab 1-6, berisi kerangka teoritis dan berbagai metodologi yang masuk dalam kategori pendekatan berbasis aset untuk perubahan organisasi dan pembangunan yang dipimpin warga atau citizen-led development.

Berbasis aset – termasuk di dalamnya Appreciative Inquiry; Asset-Based Community Development; Positive Deviance dan Endogenous Development.

Bagian pertama meliputi topik-topik berikut:

l Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset l Pengaruh Historis dalam Pendekatan Berbasis Aset l Teori-teori Perubahan di Balik Pendekatan Berbasis Aset l Hubungan Antara Warga Negara dan Pemerintah

(22)

04

Bagian kedua terdiri dari Bab 7, yang menjelaskan proses enam tahap praktis, dan Bab 8 memberikan contoh-contoh lokakarya serta sumber-sumber informasi lebih lanjut.

Pada setiap tahap dalam Bab 7, terdapat ikhtisar aspek-aspek terpenting setiap tahapan, termasuk tujuannya, bagaimana aplikasinya, siapa yang selayaknya berpartisipasi, peran fasilitator, serta alat-alat bantu yang mungkin bermanfaat dalam melaksanakan tahap tersebut.

Buku ini bertumpu pada pengalaman menggunakan pendekatan berbasis aset dalam banyak kegiatan pembangunan yang dipimpin oleh komunitas di Indonesia dan tempat-tempat lain di Asia, Afrika dan Pasifik. Secara lebih khusus, banyak pengetahuan dan contoh alam manual ini diambil dari sebuah program kerja sama antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri cq Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan Pemerintah Australia yang diwakili Australian Agency for International Development (AusAID). Program ini, Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS), telah bekerja di berbagai kabupaten di kawasan Indonesia Timur sejak tahun 2002. Saat ini, ACCESS Tahap II bekerja dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil di 20 kabupaten, meliputi lebih dari 1.000 komunitas desa. Pernyataan maksud ACCESS Tahap II adalah:

Warga dan organisasinya berdaya untuk berinteraksi aktif dengan pemerintahan lokal sehingga berdampak pada hasil pembangunan di berbagai bidang di 20 Kabupaten di Kawasan Timur Indonesia.

Program Australian Civil Society and Community Development Scheme (ACCESS Tahap II):

l Values driven atau bertumpu pada nilai

l Memprioritaskan pendekatan berbasis aset dalam pelaksanaan pembangunan l Dipimpin oleh aktor pembangunan (warga dan organisasi warga)

(23)

PendaHuLuan

(24)
(25)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

07

07

eLemen-eLemen KUnCi

PenDeKatan BerBasis

aset

BAB

2

(26)

08

ikhtisar

Bab ini menjelaskan elemen-elemen kunci dari pendekatan utama dalam pembangunan dan perubahan organisasi yang kita sebut sebagai pendekatan-pendekatan berbasis aset. Hal-hal yang turut dipertimbangkan di sini adalah:

l Perspektif berbeda tentang pembangunan

l Perbandingan antara pendekatan berbasis kebutuhan dan berbasis aset l Tiga elemen kunci pendekatan berbasis aset

l Mengapa menekankan pesan negatif?

l Bagaimana pendekatan berbasis aset mengatasi konteks masalah l Inklusif Gender dan Sosial

l Peran Fasilitasi Organisasi dan Pemerintah

Perspektif Berbeda tentang Pembangunan

Pendekatan berbasis aset adalah perpaduan antara metode bertindak dan cara berpikir tentang pembangunan. Pendekatan ini merupakan pergeseran yang penting sekaligus radikal dari pandangan yang berlaku saat ini tentang pembangunan serta menyentuh setiap aspek dalam cara kita terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Daripada melihat negara-negara berkembang sebagai masalah yang perlu diatasi kemudian memulai proses interaksi dengan analisis pohon masalah, pendekatan berbasis aset fokus pada sejarah keberhasilan yang telah dicapai; menemu kenali para pembaru atau orang-orang yang telah sukses dan menghargai potensi melakukan mobilisasi serta mengaitkan kekuatan dan aset yang ada. Menurut pemikiran di balik pendekatan-pendekatan berbasis aset, dengan fokus pada yang tidak bekerja atau melihat kebutuhan dan masalah ketimbang melihat apa yang sudah bekerja dengan baik, seorang agen perubahan menghalangi orang lain menemukan bahwa mereka sudah memiliki banyak kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola proses perubahan mereka sendiri.

(27)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

09

Perbandingan antara Pendekatan Berbasis Kebutuhan dan

Berbasis aset

Pendekatan berbasis kebutuhan bisa dibayangkan sebagai pendekatan mengisi kesenjangan atau pendekatan defisit. Ketika kesenjangan atau defisit sudah ditemukenali, maka seseorang harus mengisi atau memperbaikinya. Asumsinya, sumber daya yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan tersebut tidak tersedia. Seorang aktor atau manajer perubahan menemukan lubang atau kesenjangan ini lalu mulai merencanakan bagaimana mengisinya.

Di sisi lain kita bisa membayangkan pendekatan berbasis aset sebagai pendekatan ‘merawat’. Bila kita mengamati alam sekitar dan melihat bagaimana tanaman tumbuh, maka kita bisa memahami bahwa pertumbuhan terjadi ketika ada cahaya, air dan gizi. Ini serupa dengan organisasi sosial. Semuanya memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berubah dalam situasi yang tepat. Bila organisasi tidak berhasil tumbuh, artinya kondisi untuk bertumbuh itu tidak ada atau kurang tepat. Seorang aktor atau manajer perubahan mengasumsikan bahwa ada potensi untuk tumbuh – ada benih yang nanti akan menjadi sesuatu yang besar – dan yang kita butuhkan adalah kondisi yang tepat untuk pertumbuhannya. Maka aktor perubahan atau manajer akan bertindak seperti seorang petani yang merawat potensi alamiah yang telah ada dalam organisasi.

Berdasarkan penelitian luas terhadap karakteristik inisiatif komunitas yang sukses di Amerika, John McKnight dan Jody Kretzmann menemukan suatu pendekatan untuk memajukan kesejahteraan komunitas. Mereka menyebutnya Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)1. Awalnya pendekatan ini diperkenalkan sebagai alternatif

terhadap pendekatan pembangunan yang menurut mereka “berbasis kebutuhan”. Dalam publikasi temuan risetnya, mereka menggambarkan dua cara yang sangat berbeda dalam mengurus kemiskinan. Cara pertama fokus pada kebutuhan komunitas, kekurangan dan masalah. Inilah

(28)

10

cara yang konvensional. Cara ini menciptakan gambaran negatif atau “peta masalah” komunitas. Gambaran atau realitas negatif ini sebenarnya hanya menunjukkan setengah bagian dari kondisi hidup aktual komunitas. Sayangnya, dalam upaya menjustifikasi masa depan yang lebih baik, sering kali kondisi ini dianggap sebagai kebenaran yang utuh. Padahal ada juga ‘kebenaran’ yang lain. Yakni ketika komunitas merasa bahagia dan bangga akan diri mereka dan komunitasnya. Kebenaran mana yang mau kita pilih, apakah anda memilih melihat gelas setengah penuh atau setengah kosong?

Pendekatan pembangunan ‘berbasis kebutuhan’ adalah produk dari niat baik perguruan tinggi, lembaga dana dan pemerintah. Dengan menggunakan survei kebutuhan untuk menemukenali kekurangan dalam masyarakat, mereka mengembangkan solusi untuk mengisi kebutuhan tersebut. Tetapi pendekatan ini hanya menyajikan sisi negatif komunitas, yang biasanya menunjukkan adanya kebutuhan, bukan berkontribusi pada peningkatan kapasitas komunitas.

David Cooperrider2 yang melakukan studi tentang bagaimana organisasi berkembang,

berpendapat bahwa pendekatan pemecahan masalah sangat tidak efektif untuk membawa perubahan dibandingkan pendekatan yang lebih dahulu memerhatikan apa yang bisa

(29)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

11

menghidupkan suatu organisasi. Dia menemukan bahwa ketika orang melihat kembali sejarah

mereka dan menemukan sumber inspirasi dan kelentingan mereka, lalu menggunakan pengetahuan tersebut sebagai basis untuk bergerak maju, maka mereka menjadi lebih mampu dan berkomitmen untuk mencapai perubahan yang mereka inginkan. Dia menyebut pendekatan ini sebagai Appreciative Inquiry dan menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk menghasilkan pengembangan organisasi adalah dengan menyelidiki capaian terbaik sejauh ini3.

Bila anda mencari masalah,

anda akan menemukan lebih banyak masalah;

Bila anda mencari sukses,

anda akan menemukan lebih banyak sukses

Bila anda percaya pada mimpi,

anda akan merengkuh keajaiban

maka motto kami adalah

“mencari akar penyebab sukses”

dan bukan “akar penyebab masalah”

~r.m. Brown~

(30)

12

Keterbatasan Pendekatan Berbasis Kebutuhan yang tradisional

Salah satu alasan mengapa perubahan kerap terkendala dan berlangsung lambat adalah karena ada banyak kekuatan yang menghambatnya. Ketika proses perubahan didasarkan pada pemecahan masalah, maka kekuatan yang menghambat ini menemukan banyak alasan untuk membela posisinya, bahwa perubahan itu tidak baik. Berikut ini beberapa respon yang biasanya muncul terhadap pendekatan berbasis masalah, yang menggambarkan alasan mengapa para pelaksana pembangunan sering tidak berhasil membangkitkan partisipasi komunitas dan kemauan untuk berubah:

l Beberapa pemimpin berusaha meyakinkan orang lain bahwa perubahan dibutuhkan. Jadi perubahan tergantung pada bagaimana hal tersebut bisa ‘dijual’ kepada pada mereka yang perlu perubahan.

l Perubahan terjadi secara bertahap dan dengan urutan yang diputuskan oleh aktor perubahan dan para pemimpin, daripada memiliki potensi untuk meluas dengan dahsyat dengan berbagai cara ketika komunitas merangkul sendiri perubahan itu.

l Perubahan dilihat sebagai gangguan terhadap kerja-kerja rutin, atau minimal sebagai beban tambahan dalam hidup yang sudah penuh kesibukan.

l Implementasi macet ketika orang-orang lupa apa yang harusnya mereka lakukan. l Proses perubahan tidak bisa berlanjut setelah intervensi program.

l Ada sikap sinis yang kuat terhadap perubahan di kalangan pemimpin tradisional dan kadang dalam komunitas sendiri merasa telah ‘membuang waktu’ dalam intervensi dari luar sebelumnya.

Sebaliknya bila program difokuskan pada memobilisasi aset atau bertumpu pada kekuatan yang ada, maka mereka yang ingin menghambat perubahan berkurang legitimasinya atau

(31)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

13

ruang bagi mereka untuk berargumentasi tentang tidak perlunya perubahan, menyempit. Tabel

berikut menunjukkan perbedaan antara dua pendekatan ini. Yang pertama adalah pendekatan defisit yang lebih tradisional (masalah, kebutuhan). Yang kedua adalah pendekatan berbasis aset. Tabel ini diadaptasi dari sebuah artikel tentang Appreciative Inquiry yang membandingkan antara pendekatan pemecahan masalah dengan pendekatan apresiatif5.

Pendekatan Berbasis Masalah

Identifikasi masalah dan kebutuhan Fokus pada apa yang salah

Analisis akar masalah Berbasis kelemahan Analisis solusi yang mungkin Mengharapkan anggota bekerja bersama

Rancangan cenderung mekanistik Dirancang untuk dilaksanakan bersama komunitas

Cenderung menyebabkan stres Tergantung pada tenaga ahli Proses terstruktur dalam kerangka waktu

penyelesaian yang terbatas

Pendekatan Apresiatif

Menggali cerita tentang sukses di masa lampau dan mereka yang melakukan hal-hal terbaik saat

ini

Fokus pada apa yang terbaik hingga sekarang Analisis kekuatan dan aset yang ada saat ini

Berbasis kekuatan

Membayangkan apa yang paling diinginkan – menetapkan tujuan yang ingin dicapai bersama Mengajak anggota menjadi pencipta masa depan

bersama

Rancangan cenderung transformatif dan terbuka untuk berbagai cara yang memungkinkan Memberdayakan komunitas untuk melakukannya

sendiri

Membangkitkan banyak energi positif, harapan dan inspirasi

Berorientasi pada tindakan yang dipimpin komunitas

Fleksibel, terbuka – tidak dibatasi waktu

(32)

14

Pendekatan berbasis aset membantu komunitas melihat kenyataan mereka dan kemungkinan perubahan secara berbeda. Mempromosikan perubahan fokus pada apa yang ingin mereka capai dan membantu mereka menemukan cara baru dan kreatif untuk mewujudkan visi mereka.

Sebagai contoh, pendekatan berbasis aset selalu mengandung salah satu dari beberapa elemen kunci berikut:

l Fokus pada mengamati sukses di masa lampau l Setiap orang memutuskan apa yang diinginkan

l Menemukenali aset yang tersedia secara komprehensif dan partisipatif l Mengapresiasi aset yang paling bermanfaat saat itu

l Rencana aksi didasarkan pada mobilisasi aset yang ada semaksimal mungkin

l Membebaskan energi dan kewenangan setiap aktor untuk bertindak dengan ragam cara l Saling berkontribusi dan bertanggung jawab untuk mencapai sukses

Definisi dari kegilaan adalah melakukan hal yang sama

berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda.

~albert einstein~

(33)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

15

Pendekatan berbasis aset mencari cara bagi individu dan seluruh komunitas berkontribusi

pada pengembangan mereka sendiri dengan:

l Menggali dan memobilisasi kapasitas dan aset mereka sendiri

l Menguatkan kemampuan sendiri untuk mengelola proses perubahan dengan memodifikasi dan memperbaiki struktur organisasi yang ada

l Mendorong mereka yang menginginkan perubahan untuk secara jelas mengartikulasi mimpi atau memvisualisasikan perubahan yang ingin mereka lihat dan memahami bagaimana mereka bisa mencapainya

Cara pikir tentang pembangunan yang seperti ini memiliki potensi untuk merevitalisasi pemahaman kita tentang kemitraan, karena fokusnya adalah membantu tiap mitra menemukenali kekuatan mereka, atau apa yang bisa mereka kontribusikan pada suatu kemitraan. Pendekatan ini bisa membantu kita lebih memahami berbagai pernyataan tentang arah dan efektivitas bantuan pembangunan. Contohnya konsep ‘menyelaraskan pendekatan dengan proses dan struktur lokal’ atau ‘mendorong tanggungjawab bersama untuk mencapai hasil’ bisa dipahami dengan lebih baik dari perspektif berbasis aset terhadap pelaksanaan pembangunan6.

Pada kenyataannya, memulai pendekatan ini tidak sulit sama sekali. Bila diberikan peluang, kebanyakan komunitas dan organisasi bisa menemukan berbagai contoh di mana mereka menggunakan apa yang sudah mereka miliki untuk mencapai apa yang mereka inginkan di masa depan. Kebanyakan orang bisa melihat masa lampau mereka dan menemukan strategi-strategi yang pernah membantu mereka untuk mengatasi tantangan sehari-hari atau tantangan organisasi. Kebanyakan dari kita juga bisa menemukan orang yang kita kenal yang sedang mengatasi masalah dan menemukan solusi yang bisa diterapkan secara umum.

(34)

16

tiga elemen Kunci

Tidak ada ‘cetak biru’ untuk aplikasi pendekatan berbasis aset dalam pembangunan. Tiap metode memiliki langkah atau proses pilihan. Ada yang menekankan pada konteks sejarah, ada yang fokus pada mengembangkan mimpi masa depan yang lebih artikulatif, ada juga yang memulai dengan menginventarisasi aset yang tersedia. Langkah yang dipilih oleh program atau organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam proses memfasilitasi pembangunan yang dipimpin oleh warga akan sangat ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk interaksi; konteks spesifik; jumlah dan jenis orang yang akan berpartisipasi, serta tema atau area fokus proyek tersebut.

Walau begitu, semua metode secara umum memiliki tiga proses kunci, dengan penekanan yang berbeda-beda di tiap metode. Proses kunci pendekatan berbasis aset adalah:

Energi Masa Lampau

Menemukan apa yang telah membuat individu, kelompok atau organisasi sukses di masa lampau. Terkadang elemen ini dipahami juga sebagai melihat ke masa lampau untuk menemukan apa yang memberi ‘kehidupan’, membuat masyarakat bangga dan apa strategi yang digunakan untuk mencapai hasil sukses tersebut. Ingatan-ingatan dan cerita-cerita ini menunjukkan kelentingan mereka – bagaimana kuat dan kreatifnya mereka menghadapi tantangan sejarah.

Daya Tarik Masa Depan

Pembuatan dan komitmen terhadap visi masa depan lewat proses kelompok yang sepenuhnya inklusif; sebuah gambaran tentang apa yang disepakati bersama sebagai sukses di masa depan. Komitmen kelompok untuk bekerja bersama demi masa depan bersama adalah motivasi yang sangat kuat bagi setiap peserta. Mengingatkan masyarakat secara terus-menerus tentang visi mereka atau gambaran sukses mereka terbukti menjadi strategi perubahan yang efektif.

(35)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

17

Kekuatan (energi) dari Sukses di Masa Lampau

Daya tarik (penggerak) dari Gambaran Positif Masa Depan Persuasi dari identifikasi dan penggunaan Kekuatan Saat Ini

Persuasi Masa Kini

Ini adalah suatu ‘pembentukan ulang’ situasi masa kini secara, dari gambaran yang ‘defisit’ menjadi gambaran ‘berkelimpahan’. Pemetaan aset yang dilakukan oleh anggota kelompok, organisasi atau komunitas menjadi gambaran yang sangat persuasif tentang apa yang bisa dicapai dan bisa dimulai secepatnya. Pemetaan aset adalah proses belajar menghitung dan menghargai –untuk menata dan memberi makna pada aset yang sudah dimiliki komunitas, baik yang bisa ditemukenali sebagai sumber daya produktif milik sendiri, maupun yang diterima dari pihak luar. Hal ini juga menjadi dasar kemitraan yang sesungguhnya antara kelompok lokal dengan lembaga pendukung dari luar, termasuk pemerintah.

Ketiga proses ini harus menjadi bagian dari seleksi alat bantu apapun untuk konteks pendekatan berbasis aset. Tiga elemen tersebut bisa digambarkan dalam diagram berikut:

(36)

18

Seperti disebutkan di atas, sekuensi tiga elemen ini berbeda-beda pada tiap metode yang digunakan dalam berbagai pendekatan berbasis aset. Misalnya, ada yang mulai dengan pemetaan aset saat ini, ada yang mulai dengan cerita sukses masa lampau dan yang lain lagi bisa mulai dengan tujuan akhir atau pernyataan tentang bagaimana sukses divisualisasikan. Sekuensi ini bervariasi tergantung situasi dan karakter tugasnya. Di banyak kegiatan pengembangan masyarakat, menggali aset yang ada akan membantu komunitas untuk fokus pada potensi dan dari mana mereka bisa mulai. Ketersediaan aset yang dapat dimanfaatkan menentukan arah tujuan. Dalam proyek, di mana sektor kerja dan hasil akhir sudah ditentukan sebelumnya, memulai dengan cerita sukses masa lampau akan membuat komunitas fokus pada menemukan harga diri dan keyakinan bahwa mereka memiliki energi positif untuk mengatasi tantangan baru.

mengapa menekankan Pesan negatif

Mencari akar masalah dan menjadikannya basis rancangan intervensi bisa saja dilakukan, ketika kita menghadapi masalah teknis yang relatif sederhana, atau menemukenali tindakan yang harus dilakukan dalam kondisi darurat kemanusiaan. Pendekatan analisis masalah lebih cocok di bidang teknik dan memperbaiki sesuatu seperti mesin atau rumah. Analisis masalah dalam pelayanan publik oleh dan bersama komunitas membantu penerima manfaat menjadi lebih jelas tentang perubahan yang ingin mereka lihat dilakukan oleh pihak lain. Pendekatan seperti ini melekat pada metode seperti Community Score Cards atau Citizen Report Cards7. Akademisi juga

mencermati keseluruhan realitas dan mencoba untuk menemukenali ‘apa yang salah’ sebagai bagian dari deskripsi mereka tentang kenyataan.

(37)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

19

Haruskah kita berhenti membicarakan masalah?

Pendekatan berbasis aset tidak menyangkal adanya masalah. tetapi, ini adalah strategi bagi penguatan organisasi dan komunitas yang memilih untuk tidak melihat masalah melainkan kekuatan yang ada sebagai basis untuk merancang perubahan.

Pendekatan berbasis aset tidak menyangkal manfaat riset akademik seperti itu, juga terhadap kebutuhan pada waktu tertentu untuk mengetahui apa yang menjadi penghambat kemajuan atau mengapa sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Tetapi para peneliti dan perancang sosial yang telah memilih pendekatan berbasis aset menunjuk pada kekurangan pendekatan berbasis masalah atau kebutuhan dalam mendorong perubahan yang berkelanjutan. Mereka juga menemukan bahwa pendekatan alternatif yang lebih positif dan tegas ini lebih memberdayakan dan efektif sebagai cara untuk mengajak seluruh komunitas atau organisasi bersama-sama menjalani proses perubahan.

Walau memang menggunakan pendekatan masalah atau kebutuhan berguna dalam merancang atau mengevaluasi program, pendekatan ini tidak terlalu cocok untuk program yang membutuhkan perubahan perilaku atau perbaikan layanan. Dalam konteks tipikal yang kompleks dan multi-aktor, tidak pernah ada problem tunggal atau solusi yang mudah ditentukan. Dalam konteks seperti itu, menemukenali kebutuhan yang tak ada habisnya bisa melemahkan, terutama sebagai titik awal perubahan. Oleh karena itu, pendekatan berbasis aset sekarang ini dianggap lebih bermanfaat untuk konteks sosial, ekonomi dan politik yang berkarakter rumit dan di mana ada banyak cara dan jalan untuk perubahan. Titik awal adalah akar penyebab kesuksesan di masa lampau, bukanlah akar penyebab kegagalan di masa lampau.

(38)

20

Marty Seligman sekarang ini dianggap sebagai penemu Psikologi Positif.8 Dia mengemukakan

bahwa lebih alamiah menampilkan risiko dan hambatan dan sisi negatif dari tiap situasi, karena lebih menjamin keberlangsungan spesis kita. Menitikberatkan pada bahaya di sekitar kita membantu kita tumbuh lebih aman. Konsekuensi dari menghindari bahaya adalah menyelamatkan hidup. Maka alamiah bila kita menekankan penghindaran daripada bersikap positif untuk menjaga keselamatan kita dan orang-orang yang kita sayangi. Lebih lanjut dia berpendapat – tentang belajar menjadi sehat dan optimis– bahwa orang yang fokus pada hal-hal positif adalah yang kemungkinan besar akan tumbuh bertumbuh menjadi lebih kuat dan lebih baik. Berkembang Bertahan hidup Kepositifan adalah melebarkan batas – berkembang dan tumbuh lebih sehat Kenegatifan

tentang menjadi aman atau menjaga agar tetap hidup dan

menghindari kematian ( - )

(39)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

21

Dalam konteks organisasi, terutama lembaga-lembaga tradisional dan kelompok di desa, sering kali insting bertahan hidup lebih kuat dan lebih diutamakan oleh para pemimpin dibandingkan pilihan untuk berkembang. Pemimpin desa dihormati karena mereka tahu cara melestarikan budaya dan tradisi. Bila kelompok tradisional di desa atau kelompok lain menginginkan perubahan, mereka harus dengan sungguh mempelajari cara baru memahami hidup mereka – dan belajar menjadi lebih positif tentang pergerakan menuju masa depan. Mereka harus belajar menemukenali apa yang telah membantu mereka berkembang, daripada yang apa yang membuat mereka aman; apa yang bisa mereka gunakan dalam konteks mereka untuk memperlebar batas – batas mereka daripada mengkhawatirkan kegagalan. Fokus mereka harus beranjak dari mempertahankan budaya (melihat ke belakang) ke transisi budaya mereka (melihat ke depan).

Kita berdua belajar bahwa cara tercepat untuk

melemahkan suatu komunitas adalah

dengan memperkenalkan tentang

pekerja sosial dan pengacara.

(40)

22

Bagaimana menghadapi Ketidakadilan dan masalah sosial?

Pendekatan berbasis aset terkadang dikritik karena tidak menentang ketidakadilan sosial atau kelemahan dasar manusia. Tetapi dalam kenyataannya, kebutuhan adanya perubahan merupakan titik awal pendekatan ini. Dan dalam sejarahnya, kebanyakan pendekatan berbasis aset ini muncul dari kegagalan pendekatan yang lebih konvensional dalam mengatasi masalah yang ada. Dalam beberapa kondisi, pendekatan ini pada awalnya dicoba dengan kelompok yang bermasalah, atau dengan bagian masyarakat yang ‘paling terbelakang’ atau paling sulit dikelola. Bukti kesuksesan menerapkan pendekatan ini dengan kelompok seperti itulah yang kemudian membuat pendekatan ini digunakan di konteks dan masyarakat yang lebih luas lagi. Jadi, secara sejarah, pendekatan ini berkembang dari kesuksesan penerapannya pada konteks-konteks yang masalah sosialnya paling berat.

Walau titik mulai pendekatan berbasis aset bukan menekankan masalah atau hambatan, masalah atau hambatan tidak akan hilang. Tetapi masalah menjadi kurang penting – apa yang awalnya nampak seperti masalah, kemudian menjadi peluang perubahan atau menjadi tidak penting untuk dibahas, karena fokus ada pada mempelajari cara baru untuk bergerak ke masa depan. Pendekatan berbasis aset mendefinisi ulang gambaran kenyataan – mencipta ulang narasi, mengubah situasi masalah menjadi jalan menuju perubahan.

Dengan menggunakan pendekatan aset, Florence Nderitu, belum lama ini bekerja dengan kelompok perempuan buta aksara di Kenya. Dia tidak fokus pada masalah buta aksara, tetapi pada kapasitas berkomunikasi, di mana dia menemukan bahwa hampir semua perempuan di kelompoknya menggunakan telepon seluler (ponsel) secara teratur. Mereka telah belajar menggunakan ponsel untuk memahami konteks tulisan dan untuk menyampaikan pesan. Dengan menganalisis cara komunikasi dan strategi yang mereka gunakan untuk mengelolanya, Florence bisa membantu mereka memperoleh pemahaman baru tentang

(41)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

23

bagaimana memperbaiki kemampuan komunikasi mereka dengan menggunakan apa

yang mereka miliki sebagai dasar untuk meningkatkan kemampuan baca dan pengenalan angka fungsional.

Berikut ini adalah daftar yang menggambarkan bagaimana pendekatan berbasis aset digunakan untuk mengatasi masalah sosial dan struktural yang menghambat keadilan dan kesetaraan.

l Memperluas realitas komunitas sehingga lebih terbuka pada alternatif lain l Menciptakan aliansi dan relasi kekuatan dan pengaruh baru

l Fokus pada kekuasaan untuk, kekuasaan bersama dan kekuasaan di dalam, daripada kekuasaan atas (orang/kelompok lain)

l Mengatur ulang (dan menantang) asumsi – asumsi tentang bagaimana perubahan terjadi – bukan karena tekanan dari luar tetapi karena kekuatan dari dalam

l Tidak menyangkal realitas – tetapi memilih untuk mencari sumber-sumber yang memberi hidup pada kenyataan itu

Poin-poin ini akan dibahas lebih mendalam di bagian lain dari buku ini, ketika kita membahas tentang pembelajaran dari berbagai metode lain dan langkah-langkah kunci dari proses ini.

Pengelolaan perubahan adalah tentang

‘menciptakan aliansi kekuatan dengan cara yang

membuat kelemahan sistem menjadi tidak relevan’

~Peter Drucker9~

(42)

24

Berpikir dengan memori dan imajinasi

Seperti telah dijelaskan di atas, kita semua memiliki pilihan untuk melihat kenyataan dari perspektif negatif atau positif. Ketika kita menggunakan cara pikir analitis, kita cenderung fokus pada masalah dan hambatan, atau apa yang membuat kita tidak menjalani hidup seperti yang kita inginkan. Ketika kita menggunakan cara pikir kreatif dan imajinatif, kita cenderung berpikir tentang bagaimana kita bisa mencapai kenyataan baru. Cara pikir ini lebih mengaktifkan memori dan imajinasi daripada berpikir kritis dan analisis. Pendekatan berbasis aset mendorong kita untuk mengubah apa yang nampak sebagai masalah menjadi kemungkinan-kemungkinan masa depan. Sebagian dengan mengingat apa yang sudah dicapai dan sebagian lagi dengan

membayangkan apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Pendekatan berbasis aset bertumpu pada pengalaman tercapainya sesuatu di masa lampau; Pada memori bahwa apa yang diinginkan dengan satu atau lain cara, pernah dicapai di masa lampau. Hal ini dilakukan dengan membantu komunitas mendalami masa lalunya, dengan bertutur cerita dan inventarisasi agar bisa menemukan apa atau di mana ada contoh-contoh keberhasilan yang dicapai dengan cara yang diinginkan. Masa lalu mewakili kapasitas laten dan potensial yang bisa digunakan sebagai awal perubahan masa depan. Menemukenali apa yang berhasil, apa yang sudah dicapai dan apa yang sangat dihargai di masa lampau mengumpulkan semangat dan antusiasme untuk perubahan di masa depan.

Menghadirkan kembali masa lampau bukan semata-mata menceritakan ulang sejarah. Ketika komunitas menghadapi tantangan sekarang dan melihat kembali perjalanan mereka sampai ke titik ini, perlu upaya menafsirkan ulang apa yang terjadi di masa lampau dengan cara yang membuatnya masuk akal untuk konteks tantangan ke depan. Proses menafsirkan ulang ini membantu komunitas mengalami kembali praktik-praktik tradisional dan pola perilaku yang

(43)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

25

sudah tidak relevan lagi. Pada gilirannya proses ini membuka pintu untuk perumusan ulang

kearifan kolektif. Proses ini seperti proses membalik tanah yang dibutuhkan untuk menanam tanaman baru, yakni arah kebijakan yang bisa mengatasi tantangan atau hambatan.

inklusif gender dan sosial

Dari perspektif gender, pendekatan berbasis aset ini sangat membantu. Salah satu asumsi pendekatan ini adalah bahwa setiap orang memiliki sesuatu yang bisa dikontribusikan dan seluruh komunitas menjadi lebih kaya ketika kontribusi dan potensi setiap orang dihargai. Karenanya, menemukenali dan memobilisasi keterampilan, kapasitas dan kompetensi perempuan, baik secara individual maupun sebagai kelompok, adalah bagian dari pendekatan berbasis aset yang lengkap. Dengan mengakui fakta bahwa perempuan mampu berkontribusi secara ekonomi, sosial dan politik adalah proses yang memberdayakan, bukan hanya bagi perempuan, tetapi bagi laki-laki juga. Saat perempuan terorganisir untuk berkontribusi pada ekonomi keluarga atau keseluruhan ekonomi komunitas, maka semua pihak untung.

Mengakui dan membebaskan potensi perempuan, bukan hanya untuk kegiatan sosial ekonomi, tetapi juga dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan di ruang publik, sudah terbukti secara signifikan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender.10

Ketika kontribusi di ruang publik diakui maka perempuan lebih dihormati dan diperlakukan dengan setara.

Ada banyak contoh bagaimana kontribusi perempuan di berbagai sektor atau kegiatan telah meningkatkan kualitas dan keberlanjutan pengembangan masyarakat.

(44)

26

Di Kayuloe Barat, Sulawesi Selatan, seorang kepala desa melaporkan bahwa ‘ketika kami mulai mendengarkan perempuan dan mereka terlibat dalam setiap aspek produksi beras, produksi kami meningkat 2 – 3 ton per hektar menjadi 5 – 6 ton. Perempuan menyebarkan disiplin dan konsistensi bekerja,’ demikian katanya.

Di Noelbaki, Timor Barat, perempuan melihat potensi aset alam mereka dan membentuk kelompok petani perempuan. Dengan memikirkan kebutuhan mereka dan apa yang mereka miliki, mereka memutuskan untuk saling membantu untuk menggunakan tanah, seluas atau sesempit apapun, di depan rumah mereka untuk menanam sayuran, buah dan memelihara lebih banyak ayam. Mereka juga belajar membuat pupuk organik. Dalam waktu singkat mereka mampu menghasilkan tambahan gizi dan sumber pendapatan yang teratur untuk keluarga.

Dari pengalaman ini mereka mendapatkan piagam penghargaan dan tambahan sumber daya dari pemerintah lokal untuk melatih perempuan di desa-desa tetangga.

Mengenali seluruh aset komunitas dan potensi yang dimiliki tiap individu mengharuskan kita menemukan cara untuk memastikan mereka yang biasanya tersingkir secara sosial juga turut berkontribusi. Kelompok yang terpinggirkan ini bukan hanya bisa memahami kebutuhan perubahan yang ada, tetapi mereka juga paling ingin berkontribusi bilamana diberikan kesempatan berpartisipasi.

Contohnya para penyandang disabilitas. Dengan berfokus pada disabilitas mereka akan membuat berbagai kemampuan yang telah mereka pelajari karena mereka jadi tersembunyi. Penyandang disabilitas juga telah belajar mengembangkan kemampuan berbeda yang memperkaya kita semua ketika mereka diberi kesempatan menggunakannya. Fokus pada ‘disabilitas’ hanya sebagian gambar yang ada, karena biasanya mereka telah mengembangkan kemampuan yang berbeda (different abilities atau diffabilities).

(45)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

27

Peran Fasilitasi Organisasi dan Pemerintah

Salah satu aspek pendekatan berbasis aset adalah bahwa pendekatan ini membangun hubungan yang kuat antara warga negara dengan pemerintah. Walaupun pendekatan ini mengacu pada pembangunan yang dipimpin warga, tidak tertutup untuk dukungan luar. Pendekatan berbasis aset terkadang dianggap sebagai penciptaan ulang dari yang sebelumnya disebut ‘kemandirian’ (self-suficiency). Hal ini tidak tepat. Sementara pendekatan ini mendorong warga untuk mempelajari lebih dalam tentang sumber daya yang mereka miliki, pendekatan ini juga mendorong warga untuk menyadari adanya potensi aset yang bisa disediakan dari pemerintah (dan lembaga luar lainnya). Pada akhirnya, hasil dari pendekatan ini adalah kerja sama yang kuat dan saling menguntungkan antara organisasi warga dengan pemerintah, di mana masing-masing saling menyumbangkan kapasitas mereka untuk mewujudkan visi bersama di masa depan.

Dukungan pihak luar, apakah pemerintah atau OMS yang bekerja dengan mereka, dalam pendekatan berbasis aset, awalnya adalah untuk memfasilitasi proses komunitas menemukan kapasitas sendiri untuk mencapai perubahan yang paling penting bagi mereka. Hal ini adalah prakondisi untuk bisa bekerja sebagai mitra. Secara bertahap, pengetahuan tambahan dan pemahaman atau kemampuan teknis mulai dibutuhkan ketika komunitas menyadarinya. Dalam pendekatan berbasis aset, terkadang pengetahuan yang paling berguna didapat dari interaksi antara kearifan lokal dengan kompetensi profesional. Agar kearifan lokal dan praktik cerdas menjadi bagian dari solusi, lembaga luar harus mau belajar dari komunitas tentang bagaimana keahlian atau kebijakan mereka bisa diaplikasikan pada tiap konteks spesifik.

Ketika lembaga yang memfasilitasi mengadopsi pendekatan berbasis aset, maka cakupan perbedaan antara pendekatan ini dengan pendekatan manajemen program yang tradisional dan prioritas organisasi akan muncul. Tabel berikut memberikan gambaran perbedaan pada berbagai perbedaan tingkatan.

(46)

28

Perbedaan kunci antara dua cara mengelola program pembangunan di atas terletak pada perbedaan karakter relasi antara agen perubahan dengan masyarakat yang terlibat dalam perubahan. Pada contoh pertama, agen perubahan mengambil peran seorang manajer yang punya informasi dan memberikan arahan. Dalam contoh kedua, hubungan antar kedua pihak bersifat saling belajar dan komunitas difasilitasi agar menjadi aktor dalam proses perubahan mereka sendiri.

Maka tak mengherankan bila para ‘profesional’ di bidang pembangunan dan organisasi masyarakat sipil yang mengelola dana donor adalah yang paling enggan mengubah cara mereka bekerja menjadi lebih sebagai fasilitator pendekatan berbasis aset. Konsep ‘bergantung pada dukungan dari luar’ adalah asumsi operasional kunci dari kebanyakan lembaga tersebut. Selama donor memberikan perhatian pada memberikan dukungan dana, lembaga-lembaga pembangunan mendapatkan legitimasi dengan mengajukan ‘solusi’ terhadap masalah orang lain. Mereka melihat diri mereka sebagai lembaga antara yang penting dan ini menjadi semakin jelas bila mereka bisa meyakinkan lembaga donor bahwa komunitas tidak memiliki kapasitas untuk mencapai aspirasinya sendiri.

(47)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

29

Perbandingan antara Model Proyek Tradisional dan Model Berbasis Aset11

Fokus pada KELIMPaHaN yang ada sekarang

Dibangun atas PELuaNG-PELuaNG

Berorientasi pada INVEStaSI/MItRa

Menenkankan pada KELEMBaGaaN INtERNaL

Fokus pada SELuRuH KOMuNItaS

Tujuannya adalah MaSYaRaKat YaNG

KOMPEtEN

Kekuatan ada pada RELaSI dalam sistem

MaSYaRaKat mencari jawaban sendiri

Masyarakat adalah WaRGa

Fokus pada MENCIPta BERSaMa

MELuaS dan menciptakan lebih banyak kekuatan

Fokus pada PELuaNG MaSa DEPaN

Dialog internal – menghargai KREatIVItaS

Memantau bagaimana situasi berubah Evaluasi – bagaimana aSEt yang dimiliki

digunakan

Fokus pada KEButuHaN mendatang

Merespon MaSaLaH

Berorientasi pada DaNa DONOR

Menekankan pada OMS/KONtRaKtOR

Fokus pada INDIVIDu

Kekuatan ada pada MaNDat OMS/KONSuLtaN

Kekuatan adalah MaNDat ta/ORNOP

Jawabannya adalah PROYEK

Masyarakat adalah KLIEN

Fokus pada aDVOKaSI

BERtaNDING – kekuatan yang ada terbatas

Fokus pada HaMBataN POtENSIaL

Dialog internal – menghargai KRItIK

Memantau apa yang dilakukan pelaku proyek

Evaluasi – bagaimana input proyek digunakan

(48)

30

Di sisi lain, komunitas biasanya dengan cepat mengapresiasi dan mengadopsi pendekatan berbasis aset. Mereka paling mengapresiasi pendekatan yang membantu mereka mengakui dan memobilisasi berbagai aset yang mereka miliki atau yang bisa mereka akses dengan mudah.

Beberapa Poin rangkuman Bab ini

l Pendekatan berbasis aset dimulai dengan menemukan cerita-cerita sukses dari masa lampau dan memetakan aset yang ada di dalam sebuah komunitas atau organisasi. Cerita sukses dianalisis untuk menemukan ‘elemen sukses’ atau strategi yang menghidupkan komunitas atau organisasi. Aset dipetakan agar bisa lebih dihargai (karena nilai produktif atau kegunaannya) kemudian dimobilisasi.

l Pendekatan berbasis aset mencari apa yang sudah dilakukan dengan baik atau siapa yang melakukannya lebih baik daripada yang lain. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai strategi untuk merancang masa depan, yakni apa yang bisa dilakukan oleh orang lain di masa mendatang.

l Pendekatan tradisional dimulai dengan mempelajari masalah dan kekurangan atau kebutuhan komunitas, lalu bergantung pada dukungan luar untuk mengatasi masalah yang ada. Pendekatan berbasis aset menganggap pendekatan defisit atau berbasis kebutuhan kurang efektif untuk memobilisasi dan memberdayakan organisasi komunitas dan warga karena menyoroti ketidak berdayaan, padahal itu merupakan setengah bagian dari keseluruhan realitas komunitas dan kurang berguna dalam mewujudkan perubahan.

(49)

eLemen-eLemen KuncI PendeKatan berbasIs aset

31

l Pendekatan berbasis aset bertumpu pada apa yang sudah ada sebagai bagian dari proses

membangun komunitas atau organisasi dari dalam. Dalam pendekatan ini, rencana masa depan didasarkan pada apa yang sudah ada dalam masyarakat dan organisasi agar bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

l Pendekatan berbasis aset memiliki tiga langkah kunci – yang bisa dilaksanakan dalam sekuensi yang berbeda, tetapi selalu ada:

n Penggalian apa yang sudah dan terus menghidupkan kelompok atau komunitas (cerita

sukses sejauh ini);

n Pemetaan aset yang tersedia (bakat, kapasitas dan sumber daya) dalam organisasi atau

komunitas;

n Visi masa depan yang inspiratif di mana seluruh pihak bekerja untuk menghasilkan

rumusan bagi diri mereka sendiri.

l Semua pendekatan berbasis aset mengatasi masalah dengan melihat peluang potensial dan fokus pada bagaimana aset yang ada bisa lebih dimobilisasi dengan lebih baik untuk mencapai visi masa depan yang diinginkan.

(50)
(51)

PengaruH HIstorIs Pada PendeKatan berbasIs aset

33

33

BAB

3

PengarUH HistOris

PaDa PenDeKatan

BerBasis aset

(52)

34

ikhtisar

Seperti layaknya pendekatan baru atau perubahan metode manapun, pendekatan berbasis aset berkembang secara historis dari berbagai pemahaman mengenai pengembangan komunitas, pengorganisasian komunitas, dan peningkatan kapasitas organisasi.

Bab ini memberikan gambaran tentang beberapa pengaruh historis tersebut. Para pembaca akan belajar mengenai:

l Beberapa sektor berbeda yang mulai menggunakan pendekatan lebih positif dan berbasis

kekuatan

l Beberapa metode dan alat yang menggunakan pendekatan berbasis kekuatan dan apresiatif

untuk mendorong perubahan

l Beberapa konteks yang melahirkan pendekatan berbasis aset

Selain itu, bab ini juga akan secara khusus mengeksplorasi hubungan antara pendekatan berbasis aset dan beberapa metode terkait dengan isu pembangunan di bawah ini:

l Pendekatan Partisipatif l Psikologi Positif l Pengembangan Organisasi l Pembangunan Aset l Penghidupan Berkelanjutan l Pengecualian Positif l Modal Sosial

l Dinamika Kekuasaan dan Suara Warga l Platform Multi-Pihak

(53)

PengaruH HIstorIs Pada PendeKatan berbasIs aset

35

Pendekatan Partisipatif

Pendekatan partisipatif bertujuan melibatkan penerima manfaat dalam pengumpulan data awal serta dalam perancangan kegiatan yang sesuai. Pendekatan partisipatif berkembang dari riset aksi dan proses refleksi aksi yang terkenal pada tahun 1970an. Pada pertengahan tahun 1990an pendekatan partisipatif diterapkan secara luas di berbagai proyek yang berhubungan dengan komunitas. Namun pada saat yang sama beberapa kritikus menyatakan bahwa alat bantu untuk memastikan partisipasi menjadi lebih penting ketimbang tujuan awalnya. Alat bantu proses partisipatif menjadi tujuan akhir dan bukan sarana bagi komunitas untuk mengendalikan proses. Warga tetap menjadi obyek proses pengumpulan informasi, bukan subyek proses pembangunan seperti yang diharapkan. Kritikus pendekatan ini berargumentasi bahwa alat bantu yang digunakan masih membebani komunitas, dan kekuasaan tetap di tangan donor atau organisasi perantara.

Pada saat yang sama, serangkaian pendekatan yang berpotensi untuk mengembalikan kekuasaan kembali ke tangan warga mulai berkembang. Pendekatan-pendekatan ini bagian dari ‘keluarga’ pendekatan berbasis aset. Kebanyakan dari pendekatan berbasis aset berkembang dari harapan yang sama, yaitu meningkatkan peluang terwujudnya pembangunan yang dipimpin oleh warga. Alat bantu yang digunakan untuk meningkatkan partisipasi masih relevan dalam pendekatan berbasis aset ini. Namun, pemilihan alat ditentukan oleh apa yang paling bisa memberdayakan komunitas untuk mengelola aset mereka sendiri. Alat bantu partisipatif digunakan untuk membantu komunitas menemukan apa yang bisa mereka bawa ke dalam proses pembangunan.

Tabel berikut diadaptasi dari buku pelatihan Coady Institute mengenai Asset-Based Community Development (Pengembangan Komunitas Berbasis Aset) dan menguraikan perubahan historis yang memengaruhi perkembangan pendekatan partisipatif:12

(54)

36

Kapan apa Ide Dasar alat dan Metode

1970an PAR

Participative Action Research,

Riset Aksi Partisipatif

Pendidikan kesadaran kritis: Memahami penindasan

Riset Aksi untuk mendorong pemahaman atas situasi tertentu sebagai dasar menentukan tindakan Awal 1980an RRA Rapid Rural Appraisal, Penilaian Cepat Pedesaan

Tim riset multi disiplin ilmu melakukan penilaian cepat kondisi lokal bersama komunitas lokal. Biasanya dilakukan pada tahap awal perencanaan oleh pihak luar dengan berkonsultasi dengan komunitas lokal

Serangkaian alat penilaian cepat dikembangkan untuk mengukur ekonomi lokal, ketersediaan lahan, produktivitas, dsb, kemudian berkembang dengan

menyertakan berbagai cara untuk mengukur akses terhadap air, status pemenuhan gizi, pola

pendapatan dan pengeluaran, dsb. Akhir 1980an PRA Participatory Rural Appraisal, Penilaian Partisipatif Pedesaan

Dipandang sebagai bagian dari RRA, namun fokus pada komunitas lokal yang melakukan sendiri riset dan analisis, dan yang memiliki pengetahuan tersebut. Beberapa OMS mengembangkan seperangkat alat bantu untuk mengidentifikasi masalah, analisis dan skala prioritas, namun ini tidak intrinsik PRA.

Beberapa alat ditambahkan: Pemetaan, Penentuan Peringkat, Penilaian, dan Pemodelan. Prinsip utamanya adalah agar mereka yang buta huruf bisa menggunakan dan belajar dari alat-alat ini, serta ikut menganalisis situasi, dan merancang strategi untuk mengatasi masalah. Alat-alat ini juga berlaku untuk Monitoring dan Evaluasi, M & E.

(55)

PengaruH HIstorIs Pada PendeKatan berbasIs aset

37

Kapan apa Ide Dasar alat dan Metode

1990an PRA, PLA

PRA ganti nama menjadi Pembelajaran dan Aksi Partisipatif (Participatory Learning and Action). Gagasan PLA populer di India, Asia Tenggara, dan Sub-Sahara Afrika. Pada tahun 1996, PLA sudah digunakan di 100 negara. RRA dan PRA dilihat sebagai kontinum dengan kendali pihak luar atas proses di satu ekstrem dan kontrol lokal di ekstrem lainnya. Di tengah-tengah ada kolaborasi antara pihak lokal dan pihak luar.

Akhir 1990an

Kritik terhadap PRA

PRA menjanjikan pemberdayaan, namun pada praktiknya PRA lebih bersifat

“diterapkan kepada” komunitas dan bukan oleh mereka, sehingga memperkuat posisi organisasi luar untuk mengambil informasi demi kepentingan perencanaan mereka sendiri. PRA sering mengabaikan dan memperkuat relasi kekuasaan lokal, yang bisa berdampak pada pelemahan asosiasi lokal.

Akhir 1990an, 2000an

AI Appreciative Inquiry

Berawal dari strategi pengembangan organisasi namun kemudian

dilihat sebagai cara untuk memperkuat dan memotivasi komunitas.

Teknik mewawancara dan berdiskusi yang fokus pada kekuatan dan pengalaman “puncak” masa lalu sebagai motivator untuk mengambil tindakan. Akhir 1990an, 2000an ABCD Asset-Based Community Development, Pengembangan Komunitas Berbasis Aset

Fokus pada kekuatan dan aset, bukan pada masalah dan kebutuhan (“gelas setengah penuh”). Dirancang untuk merangsang pengorganisasian

komunitas, serta mengaitkan dan mengungkit dukungan dari institusi luar.

Metode, tingkah laku, sikap, dan alat bantu untuk mengidentifikasi aset, kekuatan, dan peluang: “Bukan pemetaan tapi

pengorganisasian”. Mengurangi fokus pada riset, lebih fokus pada aksi.

(56)

38

Psikologi Positif

Para psikolog merujuk psikologi positif sebagai sebuah cara di mana manusia dan organisasi didorong untuk menghasilkan energi dan antusiasme yang lebih besar demi mewujudkan perubahan yang diinginkan. Psikologi positif lahir dari beberapa eksperimen terkenal seperti Placebo Effect dan Pygmalion Effect untuk menguji bagaimana manusia bereaksi terhadap umpan balik positif dan negatif. Beberapa eksperimen sosial tersebut mendemonstrasikan bagaimana seseorang secara utuh bisa mengubah pola perilaku untuk memenuhi harapannya. Jika sebuah kelompok memiliki harapan pribadi yang kuat tentang kesuksesan, maka pola perilaku kelompok tersebut kemungkinan besar akan merefleksikan harapan tersebut. Sebaliknya, jika gambaran yang dominan adalah tentang kegagalan, maka perilaku kelompok juga akan mendukung gambaran tersebut. Visualisasi positif dan membayangkan visi sukses juga banyak diterapkan dalam psikologi olah raga serta penciptaan lingkungan belajar yang mendukung dengan fokus pada apa yang membangun rasa percaya diri dan gambaran kuat sebagai seorang pemenang.

Saat ini, ada banyak promotor psikologi positif untuk dibidang psikologi sosial dan pendidikan, seperti Marty Seligman dan Barbara Fredrickson. Hasil riset mereka membuktikan pentingnya memberikan perhatian yang sama untuk membimbing bakat serta mendorong sikap dan kapasitas yang lebih memungkinkan membawa seseorang menuju peningkatan kualitas hidup dan kebahagiaan. Menurut temuan mereka, orang yang cenderung mengadopsi pendekatan positif dan pengembangan kompetensi diri dalam kehidupannya lebih mungkin mencapai tujuan hidupnya.13

Pengembangan Organisasi

Pengelolaan perubahan organisasi berdasar pada konsep bahwa kita bisa dan memang membangun masa depan berdasarkan kata-kata yang kita gunakan dan mimpi-mimpi yang kita pilih. Konsep

(57)

PengaruH HIstorIs Pada PendeKatan berbasIs aset

39

ini bagian dari teori konstruksi yang mengacu kepada siklus pembelajaran Kolb mengenai model

pengalaman, refleksi, dan aksi atau pembelajaran berbasis pengalaman yang terinspirasi oleh Kurt Lewin. Dasar dari ide-ide ini adalah konsep ‘aksi-refleksi’ atau belajar berdasarkan apa yang sudah kita, atau sekelompok orang, alami – apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Beranjak dari aliran belajar dari masa lalu untuk mengubah organisasi, David Cooperrider menemukan bahwa organisasi lebih banyak berubah ketika fokus pada satu aspek tertentu dari pengalaman masa lalu, yaitu aspek positif dan yang memberikan kehidupan pada masa lalu. Jadi ketimbang memikirkan apa salah, lebih banyak pembelajaran akan didapat dengan memikirkan apa yang telah berjalan dengan baik.

Ide yang sama juga bisa ditemukan pada diskusi Peter Senge mengenai proses belajar organisasi. Organisasi belajar ketika orang-orang di dalamnya memiliki keinginan untuk menjadi berbeda dan melakukan refleksi atas pengalaman masa lalu mereka. Senge memperkenalkan konsep tentang ‘organisasi pembelajaran’. Menurut Peter Senge, organisasi pembelajaran adalah “... organisasi di mana orang-orang di dalamnya terus-menerus mengembangkan kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola pemikiran yang baru dan lebih luas terbimbing, di mana aspirasi kolektif dibebaskan, dan di mana orang-orang di dalamnya terus belajar untuk melihat semua ini bersama-sama.” 14

Pemetaan aset

Pemikiran berbasis aset dan pemetaan aset komunitas telah menjadi bagian dari pengembangan komunitas selama lebih dari 20 tahun, terutama melalui Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Approach/SLA) dan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset Based Community Development/ABCD) yang akan dibahas lebih lanjut kemudian.

(58)

40

Ide “pembangunan aset” memiliki beberapa asal usul. Amartya Sen mempromosikan ide meningkatkan kebebasan dari setiap individu untuk menjadi agen perubahan yang aktif, ketimbang menjadi penerima layanan yang pasif15. Konsep kebebasan ini tidak hanya bersifat

politis, namun juga lahir ketika manusia memiliki kapasitas dan kemampuan untuk bertindak, sebagai akibat adanya pendidikan, fasilitas kesehatan, dan perlindungan keamanan yang memadai. Maka dalam pemahaman yang lebih luas, pembangunan aset juga meliputi penciptaan sebuah lingkungan di mana kapasitas-kapasitas itu bisa bangkit dan bertahan. Dengan demikian, investasi untuk penanganan kesehatan dan pendidikan, perlindungan sumber daya alam, dan penciptaan aset finansial untuk investasi menjadi penting. Oleh karena itu, pembangunan berbasis aset bisa dilihat pada beragamnya program, mulai dari keuangan mikro seperti yang dilakukan oleh Self Employed Women’s Association (SEWA) di India16 dan Grameen Bank di Bangladesh; investasi

dalam organisasi-organisasi komunitas yang dikelola oleh komunitas lokal; beberapa program yang dirancang untuk memperkuat modal sosial; peningkatan kapasitas organisasi; pelayanan kesehatan reproduksi; dan pengelolaan sumber daya berbasis-komunitas.

aset... bukan hanya sekadar sumber daya yang

digunakan manusia untuk membangun penghidupan –

aset... memberikan mereka kemampuan untuk menjadi

dan bertindak.

~Bebbington, 1999~

(59)

PengaruH HIstorIs Pada PendeKatan berbasIs aset

41

Pembangunan aset dimulai dengan sebuah komunitas atau organisasi belajar menghargai

aset yang mereka miliki. Banyak komunitas yang mengabaikan atau tidak menganggap serius nilai dari aset yang sudah mereka miliki. Belajar untuk mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki, lalu mulai memperhitungkannya sebagai aset potensial untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan merupakan pemahaman kunci dari tradisi yang lahir dari pendekatan pembangunan aset dan pelaksanaan berbasis aset.

Pembangunan aset: Memperkuat aset yang sudah ada dan memperluas aset dasar tersebut.

Mobilisasi aset: Menyusun, menyiapkan dan mengorganisasikan aset, dan siap menggunakannya

untuk ketahanan penghidupan jangka panjang.

Berbasis aset: Menghargai dan mengembangkan aset organisasi atau komunitas.

Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan

Konsep Penghidupan Berkelanjutan berkembang dari karya Robert Chambers dan beberapa tokoh lain pada tahun 1980an. Konsep ini dikembangkan menjadi sebuah pendekatan khusus untuk pembangunan pada akhir 1990an oleh British Department for International Development, dibantu Institute for Development Studies di Inggris. Beberapa organisasi seperti UNDP, CARE (Amerika Serikat), Oxfam (Inggris), dan IISD di Kanada merupakan beberapa pelopor penggunaan pendekatan ini.

Gambar

Ilustrasi di bawah menjelaskan hal ini secara jelas. Saat masyarakat aktif, pemerintah menjadi  lebih terinformasikan dan menjadi lebih ingin terlibat.

Referensi

Dokumen terkait