• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Penyakit Kanker. Anha Fachri Yurhansyah Indahria Sulistyarini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Penyakit Kanker. Anha Fachri Yurhansyah Indahria Sulistyarini."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Penyakit Kanker

Anha Fachri Yurhansyah Indahria Sulistyarini

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Efikasi Diri dengan kualitas hidup pada penderita penyakit Kanker. Penelitian ini melibatkan 52 subjek yang menderita penyakit kanker. Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) oleh WHO (1996) dan general self-efficacy scale yang dibuat oleh Barn, Schwarzer dan jerusalem (1995). Hipotesis pada penelitian ini adalah semakin tinggi Efikasi Diri yang dimiliki maka semakin tingga juga kualitas hidup yang dimiliki. Skala pada penelitian ini memiliki nilaialpha crobach 0.061 untuk skala World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) dan 0.000 untuk skala general self-efficacy scale. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara Efikasi Diri dengan kualitas hidup dengan nilai r = 0. 326 dan p = 0.005. Penelitian ini juga mendiskusikan kelemahan dan implikasi pada penulisan ini.

(4)

Relationship Between Self Efficacy andQuality of Life In Cancer Patients

Anha Fachri Yurhansyah Indahria Sulistyarini

Abstract

This study aims to determine the relationship between self-efficacy and quality of life in patients with cancer. The study included 52 subjects suffering from cancer. The scale used in this study is the World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) by WHO (1996) and general self-efficacy scale created by Barn, Schwarzer and Jerusalem (1995). The hypothesis in this study is the higher Self Efficacy who owned the higher the Quality of Life owned. Scale in this study had a Cronbach alpha value of 0061 to World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) scale and 0.000 of general self-efficacy scale. The results showed a significant relationship between Self Efficacy in Quality of Life with a value of r = 0. 326 and p = 0.005. This study also discusses the implications of weakness about this study.

(5)

PENGANTAR

Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Lebih dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor risiko perilaku dan pola makan, yaitu: (1) Indeks massa tubuh tinggi, (2) Kurang konsumsi buah dan sayur, (3) Kurang aktivitas fisik, (4) Penggunaan rokok, dan (5) Konsumsi alkohol berlebihan. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan terjadinya lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70% kematian akibat kanker paru di seluruh dunia.

Kanker yang menyebabkan infeksi virus seperti virus hepatitis B/hepatitis C dan virus human papilloma berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya. Faktor resiko dari penyakit kanker sendiri adalah : (1) Faktor genetik, (2) Faktor karsinogen, diantaranya yaitu zat kimia, radiasi, virus, Hormon dan iritasi Kronis, (3) Faktor perilaku /

(6)

gaya hidup, Diantaranya yaitu merokok, pola makan yang tidak sehat, konsumsi alkohol dan kurangnya aktifitas fisik. (http://www.depkes.go.id).

Diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Serikat Pengendalian Kanker Internasional (UICC), akan terjadi peningkatan lonjakan penderita kanker sebesar 300 persen di seluruh dunia pada tahun 2030 dan jumlah tersebut 70 persennya berada di negara berkembang seperti Indonesia. (http://health.kompas.com/) Di Indonesia sendiri jumlah penyakit kanker semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dengan prevalensi penderita kanker di Indonesia mencapai 4,3 orang per 1.000 penduduk. Di Indonesia sendiri memiliki penduduk 237,6 juta jiwa pada tahun 2010, penderita kanker di Indonesia diperkirakan 1,02 juta jiwa (http://nasional.kompas.com) dan memiliki kecenderungan untuk semakin bertambah pada setiap tahunya.

Keberadaan penyakit yang mempengaruhi kondisi kesehatan fisik seseorang adalah salah satu aspek yang menentukan kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup menurut WHO (1998) adalah persepsi dari individu dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam kaitannya dengan nilai-nilai, standart dan kekhawatiran dalam hidup. Orang dengan penyakit kanker seringkali mengalami penurunan berat badan secara drastis yang tidak diketahui penyebabnya, kesusahan tidur saat malam hari, sering berkeringat dan gelisah saat malam dan bahkan mengalami demam, benjolan pada kulit juga muncul pada bagian yang terkena kanker, sehingga muncul rasa tidak percaya diri ketika bagian yang terkena kanker

(7)

dapat dilihat oleh orang lain. Orang dengan penyakit kanker juga seringkali mengalami kerontokan rambut disaat selesai menjalani kemoterapi yang dapat juga mengakibatkan menurunya kepercayaan diri jika membaur terhadap lingkungan. Hal-hal diatas dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup dari penderita penyakit kanker.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 20 Desember 2015, subjek menceritakan pada awal subjek menderita penyakit kanker, subjek merasakan bahwa hidupnya seakan-akan mendapatkan sebuah musibah besar. Subjek merasa bahwa keadaan dan pola hidup yang dijalani saat ini sudah sehat. Saat diberikan vonis bahwa subjek mengalami dan mengidap kanker, subjek merasa terkejut dan kurang dapat menerima keadaan tersebut. Secara fisik subjek merasakan bahwa diri subjek menjadi kurang maksimal dalam melakukan pekerjaan, dimana subjek merasa dirinya menjadi mulah lelah. Subjek menceritakan juga bahwa subjek seringkali menjadi kurang bisa beraktifitas fisik secara maksimal karena subjek harus menjaga tubuhnya dari menjadi lembab termasuk terkena air dan keringat, jika tubuh yang disinari atau mendapatkan pengobatan kemoterapi terkena air, maka bagian tersebut dapat melepuh karena efek samping. Secara psikologis, pada awal subjek menderita penyakit kanker, subjek merasa hidupnya sudah tidak ada harapan lagi. Subjek menjadi susah tidur dan seringkali memikirkan tentang kematian yang akan dihadapi, dikarenakan subjek tahu bahwa kanker adalah sebuah penyakit yang susah untuk disembuhkan. Subjek seringkali merasa gelisah ketika melakukan aktifitas

(8)

dan juga pekerjaan, merasa malu dengan keaadaan yang dialami. Subjek juga merasa bahwa subjek akan sulit untuk memberikan kebahagiaan lagi pada keluarganya, dikarenakan penyakitnya ini nantinya akan membuat keluarganya menjadi sibuk untuk membantu subjek dalam berobat. Dilihat dari aspek hubungan sosial subjek menceritakan bahwa masyarakat pada umumnya menganggap penyakit kanker adalah sebuah penyakit yang berhubungan dengan karma, dimana orang yang terkena penyakitnya adalah orang yang kurang baik, dan subjek merasa dirinya sudah berbuat baik kepada sesama dan sesuai dengan agama dan dianutnya. Dilihat dari aspek lingkungan, subjek juga menceritakan bahwa dirinya menajadi khawatir dikarenakan proses menunggu untuk pengobatan penyakit kanker ini sangatlah lama, dimana selama menunggu untuk melakukan radioterapi dan kemoterapi, subjek tidak diberikan obat dan diharuskan menunggu berbulan bulan untuk mengantri melakukan radioterapi dan kemoterapi tersebut.

Dapat dilihat disini subjek mengalami penurunan akan kualitas hidupnya, saat subjek mengalami penyakit, subjek merasa bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi dan menjadi susah untuk melakukan aktifitas sehari-sehari. Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Muslimah (2015) terhadap penderita kanker payudara, penelitian tersebut menunjukkan bahwa 52% penderita kanker payudara, berada pada tingkatan rendah pada penilaian aspek kualitas hidup. Sejalan dengan hasil wawancara diatas, menurut penelitian Nurachmah (dalam Siregar dan Muslimah, 2015) dimana penderita kanker mengekspresikan ketidakberdayaan, merasa tidak

(9)

sempurna lagi, malu dengan keadaanya dan merasa kehidupanya tidak bahagia serta sulit untuk tidur.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, diantaranya (1) Personal Chararteristic atau karakteristik personal dan (2) Social Characteristic atau bisa disebut karakteristik sosial. Faktor personal didalamnya dapat dibagi lagi atas beberapa faktor, diantaranya self-esteem, efikasi diri, strategi coping, resiliensi dan managemen emosi (Wrosch & Scheier, dalam Gaspar 2012).

Peneliti mengambil fokus penelitian pada faktor efikasi diri yang mempengaruhi kualitas hidup. Efikasi Diri menurut Bandura (1997) adalah kemampuan seseorang untuk percaya akan kemampuan yang ada di dalam dirinya untuk menyelesaikan atau mengontrol secara sempurna dalam suatu situasi. Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa efikasi diri disini adalah sebuah kemampuan untuk percaya diri akan kemampuannya dalam menyelesaikan sebuah problem atau masalah yang didalamnya melibatkan proses kognitif, motivasional, afeksi dan seleksi.

Sebuah studi yang dilakukan Midleton dkk (2007) dalam penelitiannya dimana penelitian ini mengenai hubungan antara efikasi diri dan kualitas hidup, penelitian ini mengambil responden sebanyak 110 orang dengan karakteristik penderita kelainan pada tulang belakang (spinal cord). Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa rendahnya efikasi diri pada orang dengan kelainan pada tulang belakang (spinal cord) sangat mempengaruhi dengan semakin menurunya kualitas hidup pada penderita.

(10)

Studi lainya mengenai hubungan antara efikasi diri dan kualitas hidup yang dilakukan oleh Cramm dkk (2012) mengambil karakteristik subjek adalah orang dewasa yang mengidap penyakit kronis dengan rentan umur 12-25 tahun. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa efikasi diri yang dimiliki oleh orang dewasa pengidap penyakit kronis sangat berhubungan dengan aspek fisik, sosial dan emosional yang akan berhubungan dengan kualitas hidup. Lebih lanjut semakin tinggi efikasi diri dari penderita maka semakin meningkat pula kualitas hidup dari penderita penyakit kronis.

Dari latar belakang yang sudah diutarakan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui hubungan antara efikasi diri dan kualitas hidup pada penyakit kanker.

METODE PENELITIAN Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah penderita Penyakit Kanker yang tercatat menjadi pasien di puskesmas Wates 1 Kulon Progo Yogyakarta dan puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 52 orang dengan karakteristik yaitu menderita penyakit kanker, laki-laki ataupun perempuan, berusia antara 16-75 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan

(11)

analisisnya pada data numerikal yang diolah dengan metode statistika, dilakukan dengan pengujian hipotesis dan pada umumnya membutuhkan sampel yang besar (Azwar, 2001). Penelitian ini juga menggunakan skala yang terdiri dari aitem-aitem dan merupakan metode pengumpulan data yang didasarkan pada jawaban tertulis dari subjek atas sejumlah pertanyaan yang disusun oleh peneliti (Azwar, 2007).

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) dan skala optimisme. Berikut penentuan dan penyusunan masing-masing skala sesuai dengan aspek-aspek yang telah dikemukakan sebelumnya:

1. Skala World Health Organization Quality of Life(WHOQOL-BREF)

Peneliti menyusun skala World Health Organization Quality of Life(WHOQOL-BREF) yang bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup yang dimiliki oleh subjek penelitian. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek kualitas hidup yang telah dikemukakan oleh WHO (1996). Aspek-aspek tersebut yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Subjek diminta untuk mengidentifikasikan pilihan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan subjek pada setiap aitem pertanyaan.

Skala ini terdiri dari 26 aitem yang terdapat pertanyaan favorable dan pertanyaan unfavorable. Pertanyaan favorableadalah pertanyaan yang mendukung objek yang diukur, sedangkan pertanyaan unfavorableadalah pertanyaan yang tidak mendukung objek yang akan diukur (Azwar, 2001).Skala WHOQOL-BREF ini menggunakan model skala Likert, dimana

(12)

terdapat lima altenatif jawaban dengan memberi alternatif jawaban di tengah untuk meminimalkan kecenderungan subjek menjawab secara netral. Adapun alternatif jawaban tersebut terdiri dari Sangat Baik (SB), Baik (B), Biasa-Biasa Saja (BBS), Tidak Baik (TB), dan Sangat Tidak Baik (STB).

2. Skala general self-efficacy

Peneliti menyusun skala Efikasi Diri yang bertujuan untuk mengetahui optimisme yang dimiliki oleh subjek penelitian. Efikasi diri akan diukur dengan menggunakan Skala efikasi bernama general self-efficacy scale yang dibuat oleh Barn, Schwarzer dan Jerusalem (1995) berdasarkan Aspek Efikasi diri yang dikeluarkan oleh Bandura (1997). Skala Efikasi Diri ini terdiri dari 10 Pertanyaan, yang terdiri dari 10 item favorable. Efikasi Diri merujuk pada aspek-aspek Efikasi Diri Bandura (1997) yang terdiri dari aspek level, generalaity, dan strength.

Skala general delf efficacy berjumlah 10 aitem dengan 10 aitem positif (favorable),.Pertanyaan favorableitu sendiri adalah pertanyaan yang mendukung objek yang diukur. Adapun alternatif jawaban tersebut terdiri dari Tidak Sering , Agak Sering, Hasmpir Sering, Sangat Sering

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian agar mempermudahkan dalam membaca dan menginterpretasikan data. Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah uji korelasi dengan menggunakan teknik product moment pearson yang

(13)

dikemukakan oleh Karl Pearson. Teknik tersebut sangat tepat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Sebelum melakukan ujia korelasi Product Moment, dilakukan uji asumsi terlebih dahulu yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Program for Science (SPSS) for Windows versi 23.0.

HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan data-data yang sudah terkumpul, maka peneliti melakukan kategorisasi terhadap data yang telah diperoleh. Setelah melakukan pemberian skor, diketahui deskripsi data penelitian berupa data hipotetik dan data empirik yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel1. Tabel Deskripsi Data Penelitian

Variabel Hipotetik Empirik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Efikasi diri 10 40 25 5 13 38 29,60 5,12

Kualitas Hidup 24 120 72 16 66 103 84,98 7,55 Keterangan:

Data Hipotetik : skor yang diperoleh oleh subjek

Data Empirik : skor yang sebenarnya diperoleh dari hasil penelitian Data penelitian ini digunakan untuk membandingkan antara skor hipotetik dan skor empirik. Nilai empirik digunakan untuk mengetahui nilai yang diperoleh subjek penelitian, meliputi nilai minimal, nilai maksimal, nilai mean, dan nilai standar deviasi. Nilai hipotetik digunakan untuk mengetahui nilai yang diperoleh subjek apabila jawaban yang diberi subjek rata-rata.

(14)

Perbandingan tersebut dapat digunakan untuk memahami kondisi dubjek penelitian dengan populasi yang ada. Melihat deskripsi data penelitian yang telah di jelaskan di tabel 1, data tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui kriteria kategorisasi kelompok subjek pada variabel-variabel penelitian. Menurut Azwar (2010) kategorisasi pada penelitian ini terdiri dari tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel3. Tabel Kategori Subjek pada Variabel Kualitas Hidup

Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase (%)

Rendah x < 56 0 0

Sedang 56≤ x ≤ 88 40 76,92

Tinggi x > 88 12 23,08

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa semua subjek penelitian memiliki kualitas hidup dengan kategori sedang berjumlah 40 orang dengan persentase sebesar 76,92% dan subjek dengan katogori tinggi berjumlah 12 orang dengan persentase sebesar 23,08%. Dengan kata lain menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat kualitas hidup dalam kategori sedang.

Tabel4. Tabel Kategori Subjek pada Variabel Optimisme

Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase (%)

Rendah x < 20 3 5,77

Sedang 20 ≤ x ≤ 30 19 36,54

Tinggi x > 30 30 57,69

Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa subjek penelitian yang memiliki efikasi diri pada kategori rendah berjumlah 3 orang dengan persentase 5,77%, yang memiliki efikasi diri pada kategori sedang berjumlah 19 orang dengan persentase sebesar 36,54%, dan subjek yang memiliki efikasi diri pada kategori tinggi berjumlah 30 orang dengan persentase

(15)

sebesar 57,69%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki tingkat efikasi diri dalam kategori tinggi.

2. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dan uji linearitas merupakan syarat sebelum dilakukannya uji korelasi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data dari suatu variabel. Pengujian normalitas dilakukan terhadap masing-masing hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Uji normalitas dilakukan menggunakan Analyze One Sample Kolmogrov Smirnov pada program komputer SPSS 23.0 for windows. Distribusi data dikatakan normal apabila p > 0,05 sedangkan apabila p <0,05 maka distribusi dikatakan tidak normal.

Tabel5. Tabel Uji Normalitas

Variabel P Normalitas Kualitas Hidup Efikasi Diri 0,061 0,000 Normal Tidak Normal Berdasarkan tabel 5 pada variabel kualitas hidup memperoleh hasil p = 0,090 (p >0,05) dan menunjukkan bahwa variabel kualitas hidup berdistribusi normal. Sementara pada variabel efikasi diri memperoleh hasil p = 0,000 (p <0,05) menunjukkan bahwa distribusi tidak normal. Hasil tersebut memiliki arti bahwa sebaran data baik untuk variabel

(16)

kualitas hidup maupun variabel efikasi diri memiliki sebaran data yang tidak normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel kualitas hidup dan optimisme pada penderita penyakit kanker memiliki hubungan yang linear. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila p<0,01 atau p<0,05 sedangkan dapat dikatakan tidak linear apabila kedua variabel memiliki nilai p>0,05.

Tabel6. Tabel Uji Linearitas

Variabel P Linearitas

Kualitas Hidup

Efikasi Diri 0,016 Linear

Berdasarkan tabel 6, didapatkan hasil p = 0,016 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel pada penelitian ini memiliki hubungan yang linear.

3. Uji Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: ada hubungan positif antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui korelasi variabel pada penelitian. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan product moment dari Spearman dikarenakan hasil uji normalitas yang menunjukkan hasil bahwa kedua variabel memiliki sebaran data tidak normal . Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

(17)

Tabel7. Tabel Uji Hipotesis

Variabel R P

Kualitas Hidup

Efikasi Diri 0,326 0,106 0,005 (p < 0,01)

Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan menunjukan bahwa ada hubungan positif antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Hal ini dilihat dari hasil p = 0,005 sehingga (p <0.01) menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi efikisi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita penyakit kanker. Begitu juga sebaliknya semakin rendah efikasi maka semakin rendah kualitas hidup yang dimiliki.

Analisis koefisien determinasi (r²) variabel optimisme dengan variabel kualitas hidup sebesar 0,326. Hal tersebut menunjukkan bahwa optimisme memberikan sumbangan efektif sebesar 12,53% terhadap kualitas hidup pada penderita penyakit kanker.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan secara empiris mengenai hubungan positif antara efikasi dengan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Berdasarkan hasil analisis hipotesis yang dilakukan, diperoleh hasil r= 0.325 dan p= 0,005 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kualitas hidup yang dimiliki penderita penyakit kanker. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) (1996)

(18)

yang mengatakan bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, dimana individu hidup dan hubungannya dengan harapan, tujuan, standar yang ditetapkan dan perhatian dari individu. Selain optimisme, body image dan, Self esteem salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah faktor kepribadian yaitu efikasi diri. Efikasi diri memberikan sumbangan efektif sebesar 12,53% kepada kualitas hidup.

Di dalam penlitian ini, berdasarkan hasil analisis statistik uji beda diketahui p=0,998 (>0,05) yang berarti tidak menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup baik penderita kanker laki-laki maupun penderita kanker perempuan, tetapi dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kualitas hidup pada perempuan dengan penyakit kanker lebih tinggi daripada nilai kualitas hidup laki-laki dengan penyakit kanker, terpaut sebesar 0,0067. Menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien perempuan jauh lebih baik dibandingkan dengan pasien laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Geue dkk (2013) menunjukkan bahwa penderita kanker perempuan memiliki kualitas hidup yang tidak lebih baik dengan kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita kanker laki-laki.

Di dalam penlitian ini, berdasarkan hasil analisis statistik uji beda diketahui p=0,523 (>0,05) yang berarti tidak menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup baik penderita kanker dengan penghasilan ≤ Rp 1.000.000 maupun penderita kanker dengan penghasilan > Rp 1.000.000, tetapi dilihat dari rata-rata, nilai penderita kanker dengan penghasilan >Rp 1.000.000 memilki kualitas hidup yang sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 1,3089 lebih tinggi dari penderita kanker

(19)

dengan penghasilan ≤ Rp 1.000.000. Sejalan dengan penelitian Gupta dkk (2006) bahwa penderita kanker dengan kesulitan keuangan ataupun dengan penghasilan yang rendah memiliki kualitas hidup yang tidak lebih baik jika dibandingkan dengan penderrita kanker yang memiliki kemudahan dalam keuangan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang dengan pendapatan rendah (< Rp 1.000.000) adalah populasi terbanyak dalam penderita penyakit kanker tersebut. Hal ini dapat dikarenkan orang dengan pendapatan rendah akan lebih susah untuk memenuhi standar-standar kesehatan di dalam hidupnya. Standar kesehatan dalam hidupnya akan lebih tidak dijadikan prioritas dan memprioritaskan kebutuhan primer lainya seperti makan. Hal tersebut sesuai dengan yang diutarakan Manalu (dalam Sejati dan Sofiana, 2015) bahwa rendahnya pendapatan dan pendapatan yang kecil dapat membuat orang tidak dapat layak memenuhi syarat syarat kesehatan.

Dapat dilihat juga berdasarkan hasil analisis statistik uji beda diketahui p=0,073 (>0,05) yang berarti tidak menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup baik penderita kanker dengan lama menderita 0-3 tahun maupun penderita kanker dengan lama menderita lebih dari 3 tahun, tetapi dilihat dari rata-rata nilai pasien kanker dengan lama menderita 0-3 tahun memilki kualitas hidup lebih tinggi yaitu sebesar 3,6904 lebigh tinggi dari pasien kanker dengan lama menderita lebih dari 3 tahun. Pasien dengan lama menderita lebih dari 3 tahun dimungkinkan memiliki masalah dengan kelelahan yang diakibatkan oleh pengobatan dan kemoterapi yang dilakukan, hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Byar dkk (2006) seorang pasien dengan masa kemoterapi melebihi satu tahun, menunjukan

(20)

kelelahan yang diakibatkan oleh kemoterapi tersebut, sehingga menyebabkan rendahnya kualitas hidup yang dimiliki.

Penelitian ini menujukkan bagaimana hubungan positf antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan lebih mampu mengorganisir keadaan untuk menerima serta membantu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemampuan untuk mampu menghadapi kenyataan serta percaya akan kemampuan diri akan membuat individu tersebut mau menerima penyakit yang dideritanya dan memberikan motivasi akan kesembuhan ketika proses pengobatan akan penyakit kanker yang diderita individu tersebut. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan menemukan bahwa apa yang dilakukan selama dalam proses penyembuhan adalah bagian dari proses dimana proses itu nantinya akan membuat keadaan kualitas hidup dari individu tersebut menjadi lebih baik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Huang dkk (2013) bahwa efikasi diri adalah sebuah faktor penentu dalam sebuah managemen diri dari seindividu pengidap penyaki kronik. Dimana penyakit kanker adalah salah satu penyakit kronis yang dapat diderita oleh manusia

Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan membantu meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga individu tersebut dapat menjalankan kehidupannya dengan baik meskipun menderita penyakit kanker. Kualitas hidup yang dimiliki penderita penyakit kanker juga akan membuat individu tersebut menjadi lebih rajin dalam melakukan pengobatan terhadap penyakit yang di deritanya dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan dimana individu tersebut

(21)

akan menjalani kehidupan dan kegitanya seperti biasa. Kualitas hidup juga dibutuhkan untuk membantu dalam pemulihan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis dari penderita penyakit kanker. Pada kasus penderita penyakit kanker, individu dengan dengan kepercayaan akan kekuatanya menghadapi penyakit yang dideritanya, akan lebih mudah untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Individu dengan keyakinan akan kekeuatnya akan lebih mudah menjalani terapi untuk menjalani terapi penyembuhan kanker yang dideritanya, lebih percaya diri untuk bersosialisasi dengan keluarganya, bersosialisasi dengan lingkungan baik lingkuangan tempat kerja ataupun lingkuangan tempat tinggal. Individu dengan kekuatan yang tinggi akan lebih memiliki kemauan untuk sembuh yang tinggi, karena individu dengan kemamauan sembuh yang tinggi akan merasa bahwa individu tersebut mampu melewati penyakit yang dideritanya. Seseuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heckman dkk (2011) mengemukakan bahwa efikasi diri adalah sesuatu yang dapat mengukur kualitas hidup dari seindividu individu dalam menghadapi sebuah penyakit yang dideritanya. Semakin tinggi tingkatan dari efikasi diri akan membuat individu semakin percaya bahwa penyakit yang sedang diderita pada satnya setlah melakukan serangkaian proses pengobatan akan membuat individu tersebut sembuh.

Kemauan dan kekuatan untuk sembuh dari penyakit kanker berpengaruh dengan kualitas hidup dari penderita penyakit kanker tersebut karena individu dengan kekuatan yang tinggi akan lebih banyak mengahbiskan waktunya untuk mensyukuri keadaan diri, dan mencoba untuk mencari pengobatan terbaik untuk

(22)

penyakitnya. Individu dengan kekuatan yang tinggi akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga dibandingkan menarik diri dari lingkungan, untuk memikirkan tentang penyakit yang dideritanya, hal itu akan berhubungan erat dengan kualitas hidup dari penderita penyakit kanker tersebut. Dingley dan Roux (2014) mengemukakan bahwa individu dengan inner stregth mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya, dan membantu untuk mempercepat proses penyembuhan penyakitnya.

Penelitian ini memiliki kelemahan dan kekurangan. Kelemahan penelitian ini juga terletak pada populasi penelitian yang jumlah subjek kurang banyak, dikarenakan jumlah subjek yang terbatas dan susahnya untuk mendapatkan izin langsung untuk melakukan penelitian secara masal dikarenakan penyakit yang diderita subjek adalah penyakit yang sensitif.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa adanya hubungan postif antara efikasi diri dan kualitas hidup pada penderita penyakit kanker. Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki oleh penderita penyakit kanker, maka semakin tinggi pula kualitas hidup yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya semakin rendah efikasi diri, maka semakin rendah pula kualitas hidup pada penderita penyakit kanker.

(23)

Saran

1. Penderita Penyakit Kanker

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas diharapkan penderita penyakit kanker, dapat memiliki efikasi diri yang tinggi yang nantinya akan membuat kualitas hidup meningkat. Kualitas hidup yang semakin baik dapat pula mendorong individu dengan penyakit kanker untuk melakukan pengobatan yang lebnih maksimal, dikarenakan dapat munculnya kepercayaan bahwa nantinya individu tersebut akan tumbuh. Diharapkan juga pada penderita kanker untuk lebih perpasrah diri dan mendekatkan kepada yang kuasa, dikarenakan tersebut dapat membuat menghilangnya perasaan cemas dan was-was sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari penderita kanker itu sendiri.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan bagi para peneliti selanjutnya dapat mecari jumlah subjek yang lebih banyak. Peneliti selanjutnya juga diharapkan lebih dapat memberikan pemahan yang baik terhadap kuesioner yang diberikan, yang nantinya data yang diperoleh menjadi lebih maksimal.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2001). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bandura A. 1997. Self-Efficacy : The Exercise of Control. W.H Freeman and

Company : United States of America

Bijl J.V.D, Eeltink A.V.P, Bagget L.S. 1999. The Psychometric Properties of the Diabetes Management Self-Efficacy Scale for Patiens with Type 2 Diabetes Melitus. Journal of Advance Nursing , 30 (2), 342-459

Byar K.L. Berger A.m, Bakken S.L, Cetak M.A,. 2006. Impact of Adjuvant Breast Cancer Chemotherapy on Fatigue, other Symtoms, and Quality of Life. Oncology Nursing Forum – Vol 33. No 1. 2006

Cramm J.M, Strating M.M.H, Roebroeck M.E, Nieboer A.P. 2012. The Importance of General Self-Efficacy for the Quality of Life of Adolescents with Chronic Conditions. Soc Indic Res

Chronic disease and Quality of life in Western Australia, June 2007 (health outcomes assesment unit, epidemiology branch analysis and perfomance reporting)

Dasgupta S.K, Majumdar S.2000. Sense of well-being and perceived quality of life in Calcutta. Advances in Quality of Life Theory alld Research. 65 – 79 Dimsdale J.E, Quality of Life in Behavioral Medicine Research. United States Dingley C, Roux . 2014. The Role of Inner Strength in Quality of Life and

Self-Management in Women Survivors of Cancer. Res Nurs Health. February ; 37(1): 32–41.

Dysvik E, Lindstorm T.C, Eikeland O.J, Natvig G.K. 2004. Health-related Quality of Life and Pain Beliefs Among People Suffering From Chronic Pain. Pain Management Nursing, Vol 5, No 2 (June): pp 66-74

(25)

Fitriana N.A, Ambarini T.K. 2012. Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 1 No. 02, Juni 2012

Gaspar Tania et. al. 2012. Health-Related Quality of Life in Children and Adolescents: Subjective Well Being. The Spanish Journal of Psychology 2012 : Vol. 15, No. 1, 177-186

Geue Kristina, Sender A, Schmidt R, Richter D, Hinz A, Schulte T, Bra¨hler E, Sto¨bel-Richter Y., 2013,. Gender-specific quality of life after cancer in young adulthood: a comparison with the general population., Qual Life Res (2014) 23:1377–1386

Gupta Digant, Lis C.G, Grutsch J.F,. 2006. Perceived cancer-related financial difficulty: implications for patient satisfaction with quality of life in advanced cancer. Support Care Cancer (2007) 15:1051–1056

Heckman J.E, Chamie K, Maliski S.L, Fink A, Lorna K, Connor S.E, Litwin M.S. 2011. The Role of Self-Efficacy in Quality of Life for Disadvantaged Men With Prostate Cancer. The Journal of Urology, Vol. 186, 1855-1861, November 2011 http://health.kompas.com/read/2013/03/21/19425358/Penderita.Kanker.di.Indones ia.Meningkat http://health.kompas.com/read/2013/04/04/10500266/Harapan.Bagi.Pasien.Kanke r.Stadium.Lanjut http://nasional.kompas.com/read/2012/02/06/03140118/1.Juta.Jiwa.Idap.%20Kan ker%20on%20Marc%20h%2026.%20Diunduh%2024%20April%202012.

Huang L, Li L, Zhang Y, Li H, Li X, Wang H. 2013. Self-Efficacy,Medication Adherence, and Quality of Life Among People Living With HIV in Hunan Province of China. Journal of the Association of nurses in AIDS care, Vol. 24, No. 2, March/April 2013, 145-153

Izawa K.P, Watanabe S, Omiya K, Yamada S,Tamura M, Samejima H, Osada N, Iijima S. 2005. Health-Related Quality of Life in Relation to Different Levels of Disease Severity in Patients with Chronic Heart Failure. Journal of The Japanese Physical Therapy Association 8: 39.45

(26)

Janaki M.G, Kadam A.R, Mukesh S, Nirmala S, Ponni A, Ramesh B.S, Raheev A.G. 2010. Magnitude of fatigue in cancer patients receiving radiotherapy and its short term effect on quality of life. J Cancer Res Ther - January-March Volume 6 - Issue 1

Julianda B.N. 2012. Prokastinasi dan Self-Efficacy pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya vol.1 no. 1

Julike F.P, Endang S. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 1 No. 02, Juni 2012

Kim G, Shim R, Ford K.L, Baker T.A. 2015. The Relation Between Diabetes Self-Efficacy and Psychological Distress Among Older Adults: Do Racial and Ethnic Differences Exist. Journal of Aging and Health, Vol. 27(2) 320– 333

Macy S Alexandra. 2013. Quality of life in obsessive compulsive disorder . CNS Spectrums. Volume 18, Issue 01, February 2013, pp 21 – 33

Mailani F. 2015. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis: Systematic Review. Ners Jurnal Keperawatan Volume 11, No 1, Maret 2015 : 1-8

Mc.Gee et al, 2011. 10 quality of life about ageing. Hal.4

Middleton J, Tran Y, Craig A. 2007. Relationship Between Quality of Life and Self-Efficacy in Persons With Spinal Cord Injuries. Arch Phys Med Rehabil Vol 88

Murphy K, O’Shea E, Cooney A, Shiel A, Hodgins M. 2006. Improving Quality of Life for Older People in Long-Stay Care Settings in Ireland. National Council on Ageing and Older People : Dublin

Nainggolan O, Maria A.S, Marrice S. 2009. Faktor-faktor Berhubungan dengan Tumor/Kanker Saluran Cerna Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional. Maj Kedokt Indon, Volume: 59, Nomor: 11, Nopember 2009

Rubbayana. 2012. Hubungan antara strategi coping dengan kualitas hidup pada penderita skizofrenia remisi simptom. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol.1 No.2, Juni 2012

Schwarzer, R., & Jerusalem, M. 1995. Generalized Self-Efficacy scale. In J. Weinman, S. Wright, & M. Johnston, Measures in health psychology: A user’s portfolio.Causal and control beliefs (pp. 35-37). Windsor, England: NFER-NELSON.

(27)

Sejati A., Sofiana L. 2015. Faktor-faktor Terjadinya Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. KEMAS 10 (2) (2015) 122-128.

Siregar A.R., Muslimah R.N.2014. Gambaran Kualitas Hidup pada Wanita Dewasa Awal Penderita Kanker Payudara. Psikologia : jurnal pemikiran dan penelitian Psikologi. Tahun 2014, Vol 9, No 3, hal 82-88.

WHO . 1998. Measuring Quality of Life.

Wolf M.S, Chang C, Davis T, Makoul G. 2005. Development and validation of the Communication and Attitudinal Self-Efficacy scale for cancer (CASE-cancer). Patient Education and Counseling 57 : 333–341

Referensi

Dokumen terkait

Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengoreksi kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh atmosfer pada saat perekaman citra.. • Kondisi atmosfer yang mempengaruhi perkaman citra :

Perkembangan suatu ilmu akan kian berkembang dengan seiringinnya perkembangan zaman, termasuk ilmu keagamaan. Studi Islam merupakan bagian dari ilmu pengetahuan

Hasil penelitian sidik lintas antara komponen hasil dengan hasil biji kedelai yang dilakukan oleh Pandey dan Torrie (1973) menunjukkan bahwa jumlah polong per unit area panen dan

Permasalahan yang di hadapi guru-guru SD kecamatan pangalengan adalah (1) rendahnya pemahaman guru membuat alat peraga untuk menyampaikan konsep matematika di SD;(2)

After going through some percentages of analysis the data gained through the questionnaire and interview above, it is concluded that the researcher found

Hasil penelitiannya menemukan bahwa (1) risiko saham yang diukur dengan menggunakan beta saham berpengaruh pada tingkat return (2) baik pada portfolio saham aktif atau non

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Badan Narkotika Nasiaonal menggunakan sistem criminaljustice system tersangka ini masih dalam rana penyidikan karena jika

Melalui outdoor study atau pembelajaran dilingkungan luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar (Afandi dkk. Suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan