• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompleksitas Kebijakan Energi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kompleksitas Kebijakan Energi di Indonesia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Kompleksitas Kebijakan Energi di Indonesia

Rimawan Pradiptyo, PhD (York, UK)

Jurusan Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

(2)

Anomali Kebijakan Energi

Sejak rejim Orde Baru, kebijakan energi yang disusun pemerintah

cenderung bersifat adaptive dan berorientasi jangka pendek (myopic)

Kebijakan energi yang ditempuh, cenderung kurang memperhatikan

aspek kemandirian ekonomi Indonesia dalam jangka panjang

– Meski penghasil minyak, namun upaya membangun instalasi pengolahan

minyak tidak banyak dilakukan di Indonesia.

– Meski disadari cadangan minyak suatu ketika pasti habis, upaya untuk

mengembangkan energi alternatif kurang dilakukan. Negara tetangga seperti Myanmar dan Kamboja telah menggalakkan penggunaan BBG untuk mobil. Myanmar dan Kamboja telah menggalakkan penggunaan BBG untuk mobil.

Kebijakan energi cenderung fokus pada penyediaan energi untuk

kebutuhan luar negeri daripada dalam negeri

Meski sejak reformasi berbagai kajian akademik dilakukan untuk

menciptakan road map kemandirian energi, namun implementasinya

seringkali terbentur kepentingan politik jangka pendek.

Subsidi idealnya disalurkan langsung kepada rumah tangga dan bukan

pada barang. Menerapkan dua harga pada satu jenis barang cenderung

mengundang praktik penyalahgunaan.

(3)

Kebijakan Subsidi BBM

Sejak Pemerintahan Orde Baru, subsidi BBM dilakukan

pada barang dan bukan kepada individu/rumah tangga

Satu barang dengan dua harga adalah hal yang irasional

Implikasi kebijakan:

Error types 1 and 2: subsidi BBM justru lebih banyak

dinikmati masyarakat berpendapatan menengah ke

dinikmati masyarakat berpendapatan menengah ke

atas daripada masyarakat berpendapatan rendah

Konsumsi BBM bersubsidi cenderung meningkat dari

tahun ke tahun, sehingga subsidi BBM terus

meningkat dan memberatkan keuangan negara

Besarnya subsidi BBM dipengaruhi oleh volatilitas

(4)

Pola Konsumsi yang Rasional

υ

Constrai nt set z2

q

x2 Fungsi Tujuan

x*

 function Contours of objective function z1

z*

 x1 

x*

Kendala Biaya

(5)

Pola Konsumsi BBM Bersubsidi di Indonesia

BBM berusaha disubsidi AT ALL

COST (compensated demand)

• Berapapun konsumsi BBM,

bagaimanapun gejolak harga minyak dunia, kebutuhan BBM selalu

dicukupi dengan harga MURAH

Faktor penyebab pembengkakan

subsidi:

• Konsumsi BBM selalu meningkat

x2

• Konsumsi BBM selalu meningkat

• Harga minyak dunia cenderung

meningkat

• Volatilitas valuta asing

• Tingkat penyelundupan BBM

bersubsidi untuk kepentingan lain.

Implikasi:

• Penggunaan kendaraan pribadi

cenderung eksesif

• Permintaan kendaraan pribadi

selalu tinggi karena operating cost rendah

x1



x*



x**

(6)

Harga Pertamax dan Konsumsi Pertamax

6,400 6,600 6,800 7,000 7,200 7,400 7,600 7,800 8,000 40,000 45,000 50,000 55,000 60,000 65,000 70,000 75,000 80,000 1,700,000 1,800,000 1,900,000 2,000,000 2,100,000 2,200,000 Volume Konsumsi BBM 2010 (KL) 6,000 6,200 6,400 30,000 35,000 40,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 volume (KL) harga (Rp/lt) 6

Tingkat harga psikologis Pertamax adalah sekitar Rp7500 (saat

harga Premium Rp4500) atau selisih harga Rp3000/lt

Semakin tinggi selisih harga antara Pertamax dan Premium akan

membuat semakin banyak konsumen Pertamax pindah ke Premium

Jan Feb Mar Apl Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des Pertamax 39,8 39,5 40,3 38,6 36,2 45,7 49,7 70,4 77,2 79,5 74,0 78,7 Premium 1,81 1,68 1,90 1,86 1,92 1,87 1,99 1,91 2,02 1,96 1,94 2,00 1,500,000

1,600,000 1,700,000

(7)
(8)

Harga US$/B

Beban Subsidi BBM di Perekonomian

100 120 140 160 200 250 300

Subsidi Energi, Triliun Rupiah

Harga Minyak Dunia

Subsidi Triliun Rp

Pemerintah menetapkan

subsidi BBM sebesar Rp129,7

triliun di APBN-P 2011.

Realisasi subsidi BBM

mencapai Rp165 triliun,

meningkat sebesar 23,4%

(perbedaan masih terbatas

8 8 0 20 40 60 80 0 50 100 150 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Subsidi BBM Subsidi Listrik CPI CPI Low CPI High

(perbedaan masih terbatas

pada kurs dan ICP, belum

memperhitungkan kuantitas

konsumsi)

Asumsi pengeluaran subsidi

BBM di APBN 2012 sebesar

Rp123,6. Tanpa perubahan

kebijakan,

subsidi bisa

(9)

Kondisi di Lapangan

Premium dipenuhi dari produksi

domestik dan impor

Hanya tiga negara di dunia yang

masih mengkonsumsi premium

Di luar negeri tidak ada lagi

produksi premium, sehingga

semua IMPOR adalah Pertamax

atau Pertamax Plus

• Treatment khusus untuk

Tidak semua SPBU dan Depot siap

dengan Pertamax

• Switching costs

• Investment costs

Sebaran SPBU belum menjangkau

daerah terpencil (no man

s land)

• Di Bekasi ada perumahan yang jaraknya 15-20 km dari SPBU terdekat

Kompleksitas:

• Treatment khusus untuk menjadikan pertamax impor menjadi premium

• Ada Pertamax yang langsung disalurkan ke SPBU sbg Premium

Sejak tahun 2000, mobil didesain

dengan asumsi menggunakan

pertamax.

Variasi distribusi BBM dan

operasi SPBU di Jawa dandi Luar

Jawa sangat besar

Kompleksitas:

• Penjualan via botol,

• Pembelian via jerigen,

• Kebutuhan UMKM, Nelayan,dan petani

No mans land atau area yang tidak

terjangkau SPBU

• Aspek pengamanan dan premanisme (vigilante culture)

(10)

Opsi Kebijakan Pemerintah

Alternatif Pengaturan Konsumsi BBM (1) Pembatasan Peningkatan Alternatif Opsi Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM (2) Pengenalan Produk BBM Baru (3) Peningkatan Harga BBM (4)

(11)

Opsi 1: Pengaturan Konsumsi BBM

Pengaturan:

– Kendaraan umum (plat kuning) mengkonsumsi BBM bersubsidi

– Kendaraan pribadi (plat hitam) mengkonsumsi BBM

non-subsidi

Kompleksitas:

– Banyak kendaraan niaga berplat hitam (mobil box, dll);

Kompleksitas:

– Konflik horizontal cenderung terjadi di SPBU akibat konsumen yang memaksakan diri membeli premium

– Pasar gelap BBM bersubsidi akan meningkat drastis

• Tanki mobil Kijang mencapai 200 liter

hitam (mobil box, dll);

– Pengaturan berarti setiap SPBU minimal memiliki 3 dispenser: Solar, Premium dan Pertamax.

– Sebagian besar SPBU di luar Jawa belum memiliki dispenser Pertamax. Di DKI Jakarta

terdapat sekitar 30 SPBU yang tidak bisa ditambahkan

dispenser Pertamax akibat keterbatasan lahan.

liter

• Tanki motor mencapai 15 liter

– Pengaturan konsumsi BBM untuk nelayan, petani dan UMKM tidak mudah dilakukan

– Penjualan eceran tidak mudah dikontrol karena sebaran SPBU belum merata.

(12)

625 80 489 375 109 204 23 2 67 13 6 305 Riau, Kepri Region 1 NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri Babel Region 2 Jambi, Bengkulu, Sumsel, Lampung, Babel Region 6 Kalimantan Region 7 Sulawesi Jumlah SPBU

SPBU Menjual Pertamax

SPBU yang memerlukan modifikasi untuk menjual Pertamax

466 7 168 6

2461

520 SPBU yang memerlukan investasi

tambahan untuk dapat jual Pertamax

56

SEBARAN dan KONDISI SPBU PERTAMINA

SEBARAN dan KONDISI SPBU PERTAMINA

204 6 676 24 53 4 305 61 1336 388 Region 3 DKI, Banten, Jabar Region 4 DIY, Jateng Region 5 Jatim, Bali, NTT, NTB 212 788 202 394 1065 379 638 53 0 0 Sumber: Pertamina, 2011 Region 8 (Maluku-Papua) 62 170 80 48 29 32 53 36

(13)

Keterangan

Biaya Tanki tanpa kanopi

Rp480,000,000

Biaya Tanki dengan kanopi

Rp960,000,000

Biaya Switching tanki dari tanki solar

Rp10,000,000

Biaya Persiapan per SPBU

Rp10,000,000

Biaya Switching tanki dari tanki premium

Rp5,000,000

Perubahan nosel

Rp7,500,000

Biaya perijinan perubahan penjualan dari

(14)

Potensi Peningkatan Penerimaan SPBU

Jenis SPBU

Margin

penjualan

Premium Rp/lt

(A)

Margin

penjualan

Pertamax Rp/lt

(B)

Potensi

Penerimaan

Rp/lt (B-A)

Non Pasti Pas

150

325

175

Non Pasti Pas

150

325

175

Pasti Pas (Silver)

205

325

120

Pasti Pas (Gold)

215

325

110

Pasti Pas

(Diamond)

(15)

Kompleksitas

Unobserved heterogeneity kelompok sasaran BBM bersubsidi

• Beberapa kelompok masyarakat tidak mudah untuk

membuktikan kalau mereka layak memperoleh subsidi BBM

• UMKM belum tentu punya SIUP dan belum tentu anggota koperasi

• Potensi error types I and II dalam pengaturan BBM bersubsidi

• Sejauh mana toleransi fluktuasi harga diperkenankan?

• Potensi penyelundupan dan pasar gelap

• Potensi penyelundupan dan pasar gelap

• Potensi displacement effect (perembesan)

• Biaya pengawasan dalam satuan pulau mungkin lebih murah daripada biaya pengawasan dalam satuan kota

• Displacement effect di satuan pulau berbeda dengan displacement effect di satuan kota

• Bagaimana dengan penjualan BBM eceran (botolan)

• Bagaimana dengan masalah enforcement pembelian BBM bersubsidi bagi yang tidak entitled?

(16)

Opsi 2: Pembatasan Konsumsi BBM

Pembatasan:

– SPBU diberi jatah kuantitas

tertentu BBM bersubsidi/bulan. Jika jatah habis, hanya BBM

non-subsidi yang tersedia

Kompleksitas:

– Akan terjadi rush pembelian BBM bersubsidi di awal bulan;

Kompleksitas:

– Bagaimana menentukan optimum stock BBM bersubsidi untuk

masing-masing SPBU?

• Daerah nelayan, berbeda dengan

daerah pertanian, berbeda dengan daerah industri

• Di lapangan, tidak ada aturan yang jelas tentang pembelian

BBM bersubsidi di awal bulan;

– Pasar gelap BBM bersubsidi akan marak

– Ketika persediaan BBM bersubsidi habis sebelum periode pengisian kembali, maka angkutan umum akan terpaksa membeli BBM non-subsidi

• Biaya transport akan meningkat

yang jelas tentang pembelian menggunakan jerigen (variasinya sangat besar bergantung

karakteristik daerah)

– Jika kebijakan menyebabkan harga-harga barang naik, tidak akan ada subsidi langsung ke rumah tangga miskin

(17)

Opsi 3: Produk Baru BBM

Premix (RON 90):

– Produk baru Premix (RON 90)

diciptakan dengan harga jual Rp7000/liter.

Kompleksitas:

– Jika Premix di jual bersamaan

dengan Premium dan Pertamax serta Solar, maka bagaimana

kesiapan SPBU untuk menambah fasilitas dispenser dan tanki

Kompleksitas:

– Jika Premix dipasarkan sejalan dengan Premium dan Pertamax, apakah konsumen akan berpindah dari Premium ke Premix? Apakah Premix akan merupakan produk yang menarik konsumen untuk membelinya?

Manfaat:

fasilitas dispenser dan tanki timbun?

• Diperlukan waktu lebih lama untuk mempersiapkan

infrastruktur dibandingkan dengan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi.

– Jika Premix digunakan untuk

menggantikan Premium, maka akan terjadi peningkatan biaya transport dan akan bermuara pada peningkatan harga barang

Manfaat:

– Jika Premix digunakan sebagai pengganti Premium, maka akan menurunkan beban subsidi BBM + menurunkan kadar polusi

(18)

Opsi 4: Peningkatan Harga BBM Bersubsidi

Peningkatan harga:

– Rekomendasi Tim UGM-UI-ITB: Peningkatan harga Rp500/liter dan dilakukanpeningkatan secara bertahap.

Manfaat:

Dalam sejarah NKRI,

peningkatan harga BBM

Manfaat:

– Konflik tidak akan terjadi di level SPBU, sehingga tidak membebani pihak SPBU

– Dimungkinkan kompensasi kepada rumah tangga miskin terhadap kenaikan harga barang dengan menggunakan subsidi langsung

Kompleksitas:

peningkatan harga BBM

Rp500/liter BELUM PERNAH

menyebabkan gejolak politik

Beban fiskal akan

diringankan, dan jika

dilakukan peningkatan harga

secara bertahap, maka

dampak inflasi diharapkan

minimum

Kompleksitas:

– Berpotensi meningkatkan biaya transport dan meningkatkan tekanan inflasi

(19)

Pelajaran dari Riset Terkait

Pradiptyo, et al (2010) melakukan laboratory-based survey kepada

pedagang pasar untuk mengetahui perilaku pembentukan harga

(expected inflation) di tingkat pedagang di Kodya Yogyakarta

81 subyek pedagang berpartisipasi di penelitian tsb. Hanya

pedagang dengan komoditas yang harganya mungkin naik atau

turun yang berpartisipasi di penelitian ini.

Hasil:

Berita peningkatan harga BBM dan kelangkaan barang = sumber

utama peningkatan harga di tingkat pedagang

Faktor penyebab peningkatan dan penurunan harga cenderung

berbeda, sehingga penyebab peningkatan/penurunan harga

bersifat asymmetric.

Terdapat dualisme perekonomian, karena perilaku peningkatan

harga oleh pedagang tidak terkait dengan kebijakan di sektor

perbankan formal

(20)

Temuan (Pradiptyo, et al. 2010)

Faktor Kenaikan Harga

1

Kenaikan BBM

2

Kelangkaan Pasokan

3

Terganggunya Jalur Distribusi

4

Panen Gagal

5

Faktor Penurunan Harga

1

Panen Raya

2

Pasokan Lancar

3

Penurunan BBM

4

Penurunan TDL

Penurunan Suku Bunga Bank

5

Kenaikan Gaji PNS

6

Kenaikan TDL

7

Penundaan Operasi Beras Murah

8

Kenaikan Suku Bunga Bank

Umum

9

Kenaikan Suku Bunga Bank

Indonesia

5

Penurunan Suku Bunga Bank

Indonesia

6

Pemulihan Jalur Distribusi

7

Peniadaan Gaji 13 PNS

8

Penurunan Suku Bunga Bank

Umum

9

Mempercepat Operasi Beras

Murah

(21)

Pradiptyo & Sahadewo (2012)

Pradiptyo & Sahadewo (2012)

melakukan laboratory-based

survey untuk mengetahui exit

strategy subsidi BBM yang

paling berterima bagi rumah

tangga.

– Tak ada pilihan yang enak, yang ada adalah ‘tidak enak’ dan

‘tidak enak sekali’ Penghap Penghapusan

Realokasi ke vaksin anak dan program pemerintah

lainnya (earmarked)

Realokasi ke sistem transportasi masal (MRT) dan program pemerintah

lainnya (earmarked) Realokasi ke pembayaran

‘tidak enak sekali’

– Bagaimana rumah tangga

memilih pilihan yang optimum?

335 subyek terbagi dalam 4

kelompok

– non-pemilik motor

– Pemilik motor

– Pemilik 1 mobil

– Pemilik lebih dari 1 mobil

Penghap usan subsidi BBM Penghapusan langsung atau Penghapusan Bertahap Realokasi ke pembayaran utang luar negeri dan

program pemerintah lainnya (non-earmarked) Realokasi ke vaksin anak

dan MRT (earmarked)

Program pemerintah lainnya (non-earmarked)

(22)

Hasil (Pradiptyo & Sahadewo (2012)

Ranking

Prioritas Kebijakan

Pilihan (%) 1 Bertahap untuk vaksin dan program pemerintah lainnya 17.4

2 Bertahap untuk vaksin dan sistem transportasi masal 16.6

3 Bertahap untuk sistem transportasi masal dan program pemerintah lainnya 12.2

4 Langsung untuk vaksin dan program pemerintah lainnya 10

5 Langsung untuk vaksin dan sistem transportasi masal 9.1

5 Langsung untuk vaksin dan sistem transportasi masal 9.1

6 Bertahap untuk utang luar negeri dan program pemerintah lainnya 8.9

7 Bertahap untuk program pemerintah lainnya 8.4

8 Langsung untuk sistem transportasi masal dan program pemerintah lainnya 6.9

9 Langsung untuk utang luar negeri dan program pemerintah lainnya 5.6

(23)

Hasil Analisis per Kelompok

Kebijakan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Ranking Prioritas Ranking Prioritas Ranking Prioritas

Bertahap untuk vaksin, dan program pemerintah

lainnya 1 16.8 1 17.2 1 18.4

Bertahap untuk vaksi, dan sistem RMT 2 16.0 2 15.9 2 18.3 Bertahap untuk sistem transportasi masal dan

program pemerintah lainnya 3 11.3 3 11.9 3 13.8

Langsung untuk vaksin dan program pemerintah

lainnya 4 10.9 4 10.5 6 8.3

lainnya

Langsung untuk vaksin dan sistem transportasi

masal 5 10.7 6 8.8 7 7.9

Bertahap untuk utang luar negeri dan program

pemerintah lainnya 6 8.6 5 9.1 5 8.9

Langsung untuk sistem transportasi masal dan

program pemerintah lainnya 7 7.4 8 6.8 8 6.5

Bertahap untuk program pemerintah lainnya 8 7.3 7 8.7 4 9.0

Langsung untuk utang luar negeri dan program

pemerintah lainnya 9 6.1 9 5.7 9 4.5

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Konsep perancangan dan pengembangan produk inovasi sapu lantai multifungsi ini mengacu pada konsep ergonomis, dimana adanya modifikasi gagang sapu yang bisa

Bab II Kajian Pustaka Pada bab ini dikemukakan hal-hal yang mendasari dalam teori yang dikaji, yaitu definisi persamaan diferensial, bentuk persamaan diferensial linier dan

Karena itulah dapat disimpulkan bahwa dengan kenaikan nilai temperature sintering akan memperkecil nilai koersivitas (Hc). Dari Gambar 4.31 dapat diketahui bahwa secara umum

Pada dasarnya, sebuah spin box digunakan untuk menampilkan suatu peubah saat itu dan kemudian nilai peubah tersebut akan bertambah ketika user menekan tombol dengan anak panah

Pola pemanfaatan ruang koridor jalan Kramat II pada aktivitas selamatan desa berbentuk memanjang di sepanjang jalan Kramat II dari spot 4 hingga spot 14

masuk ke dalam toko dengan pencahayaan yang terang tentu lebih baik dari pada yang remang –.. remang, dan juga penataan toko sangatlah penting karena pengunjung sudah

ini dapat dilakukan dengan rnengintegrasikan data sistem pendeteksi gempa bumi yang di dari.. sensorfllisgate ke Personal Conlpziter