• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

(KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA

UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH)

IRVAN DALI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

IRVAN DALI. Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Meranti pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Kasus di Konsesi Hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.

Sistem silvikultur hutan alam di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan. Sistem silvikultur diawali dengan sistem Tebang Pilih Indonesia (1972) yang kemudian mengalami perubahan-perubahan hingga akhirnya menjadi sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (1998), lalu kemudian pemerintah kembali berusaha mencari alternatif sistem silvikultur hingga pada tahun 2005 dicetuskan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif. Pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh sistem silvikultur. Berdasarkan modifikasi sistem silvikultur inilah maka perlu diketahui perkembangan keberhasilan penanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pertumbuhan tanaman meranti pada kondisi tegakan awal yang berbeda.

Penelitian dilaksanakan pada blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 areal konsesi hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah pada bulan Mei -Juni 2007. Pemilihan petak contoh dengan dua kriteria kerapatan awal tegakan berbeda yaitu rapat dan rawang, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan kerapatan awal tegakan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada masing-masing kriteria petak dipilih dua buah petak contoh, kemudian pemilihan jalur contoh dilakukan dengan dua jumlah contoh yang berbeda yaitu tiga jalur dan lima jalur pada masing-masing petak. Pemilihan jalur contoh dengan cara tersebut dilakukan dengan alasan untuk mengetahui kekonsistenan hasil pengukuran.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata perbedaan kerapatan awal tegakan terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dikatakan kegiatan penyiapan lahan yang dilakukan untuk penanaman sudah berhasil, karena pada kondisi kerapatan awal tegakan yang berbeda dapat memberikan hasil yang relatif sama terhadap pertumbuhan tanaman. Perbedaan jumlah contoh yang digunakan pun menunjukkan tidak ada pengaruh nyata terhadap hasil pengukuran, sehingga dapat dikatakan jumlah contoh yang digunakan cukup konsisten dan untuk melakukan pengukuran tanaman dapat menggunakan jumlah contoh yang lebih sedikit, yaitu tiga jalur. Besarnya riap diameter rata-rata tahunan tanaman meranti pada umur rata-rata 7 tahun adalah sebesar 1.32 cm/thn, kerapatan tegakan 101.41 phn/ha dan tingkat kematian absolut 30.71%.

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pertumbuhan

Tanaman Meranti pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Kasus di Konsesi Hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah)

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2008

IrvanDali

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Meranti pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Kasus di Konsesi Hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah)

Nama : Irvan Dali

NRP : E14103044

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP. 131760840

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP. 131578788

(5)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Juli 1985, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Nana Suryana dan Almarhummah Tatik Suparti.

Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan di SDN Bangka 3 Bogor pada tahun 1991 hingga tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 3 Bogor hingga tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SMU Negeri 3 Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 2003.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMU, pada tahun yang sama penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah melakukan kegiatan-kegiatan praktek kehutanan, diantaranya Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Kamojang-L. Sancang-KPH Kuningan pada tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah pada tahun 2007.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Meranti pada Sistem

Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Kasus di Konsesi Hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah), di bawah bimbingan Dr. Ir. Teddy

(6)

i

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Evaluasi

Pertumbuhan Tanaman Meranti pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Kasus di Konsesi Hutan PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kalimantan Tengah)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu (Almh.) dan Bapak yang telah membesarkan, mendidik serta selalu memberikan motivasi dan doa. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak dan adik-adik, keluarga besar H. Abdul Hafidz serta Yuni atas motivasi dan doa yang diberikan. Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku pembimbing. Selain itu penghargaan diberikan kepada Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc. yang telah membimbing penulis dalam kegiatan-kegiatan akademik perkuliahan, seluruh pihak PT. Sari Bumi Kusuma, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis untuk melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Fakultas Kehutanan seluruh departemen, khususnya Departemen Manajemen Hutan angkatan 40 atas persahabatan dan kekompakannya.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 4 1.3. Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Riwayat Ringkas Pengelolaan Hutan Alam di Indonesia ... 5

2.2. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) ... 6

2.3. Gambaran Umum Tentang Meranti ... 9

2.4. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Pohon ... 10

2.5. Hasil Penelitian Riap ... 11

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3 Pengumpulan Data ... 13

3.4. Analisis Data ... 17

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Luas ... 21

4.2. Jenis Tanah dan Geologi ... 21

4.3. Iklim ... 22

4.4. Keadaan Hutan ... 22

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya masyarakat... 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Petak dan Jalur Contoh ... 25

(8)

iii

5.2. Riap Diameter Rata-rata Tahunan ... 29

5.3. Tingkat Kematian Tanaman ... 30

5.4. Kerapatan Tegakan ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 37

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan kegiatan sistem silvikultur TPTJ ... 8

2. Daftar petak dan jalur contoh ... 25 3. Deskripsi statistik parameter riap diameter rata-rata tahunan, tingkat

kematian tanaman dan kerapatan tegakan ... 25

4. Hasil analisis ragam riap diameter rata-rata tahunan ... 26 5. Rekapitulasi pertumbuhan tanaman hasil pengukuran 10 jenis

tanaman TPTJ... 28 6. Hasil analisis ragam tingkat kematian tanaman ... 30

(10)

v

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Sketsa teknis penerapan sistem TPTJ di PT. Sari Bumi

Kusuma ... 8 2. Peta blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 ... 14 3. Ilustrasi kondisi jalur contoh dalam petak ... 16 4. Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan. Ket : (A) Kriteria petak

rawang; (B) Kriteria petak rapat ... 27 5. Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan. Ket : (A) Jumlah

contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur... 27 6. Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap

jalur contoh. Ket : (A) Kriteria petak rawang; (B) Kriteria petak rapat ... 30 7. Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m. Ket :

(A) Jumlah contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur ... 31 8. Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap

jalur contoh pada seluruh petak penelitian ... 31 9. Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m pada setiap jalur contoh.

Ket : (A) Kriteria petak rawang; (B) Kriteria petak rapat ... 33 10. Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m pada setiap jalur

contoh. Ket : (A) Jumlah contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur ... 33 11. Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m pada seluruh petak

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Daftar rekapitulasi hasil ITSP PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan

Tengah, Blok RKT tahun 1999/2000 (LOA) ... 41

2. Rekapitulasi hasil perhitungan per jalur ... 42

3. Kondisi jalur tanam ... 43

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Kegiatan pengusahaan hutan bertujuan untuk memperoleh dan meningkatkan produksi hasil hutan guna pembangunan ekonomi. Selain itu, pengusahaan hutan diselenggarakan berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan menurut rencana karya atau bagan kerja, meliputi penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.

Kegiatan pengelolaan hutan di luar Jawa, baru dimulai secara terencana dengan organisasi yang teratur dan terpusat sejak keluarnya Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1967. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, pada awalnya perhatian masih terpusat pada penebangan kayu dari hutan alam yang dilakukan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, peremajaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya (Departemen Kehutanan 1990).

Menurut Mulyana et al. (2005), hampir semua pengusahaan hutan alam menggunakan Sistem Tebang Pilih yang mulai diatur sejak tahun 1972 dengan nama Sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI). Sistem Tebang Pilih Indonesia pernah direvisi menjadi sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada tahun 1989, yang isi pokoknya sebenarnya tidak terlampau berbeda dengan sistem TPI tahun 1972. Penambahan kata Tanam dalam judul sistem silvikultur bermaksud untuk meningkatkan motivasi rehabilitasi hutan bekas tebangan dengan kegiatan pengayaan areal kosong permudaan.

Pengelolaan hutan alam di Indonesia dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) yang telah berjalan belum menunjukkan adanya kegiatan

(13)

pembinaan hutan yang intensif terhadap areal bekas tebangan, walaupun pada kenyataannya telah dilaksanakan upaya pembinaan hutan di areal tersebut.

Dalam perjalanan sejarah kehutanan di hutan alam, lahirlah gagasan membangun hutan tanaman meranti yang merupakan jenis kayu andalan Indonesia di Kalimantan. Untuk mendukung gagasan tersebut, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 15/1995 tentang Sistem Silvikultur Penanaman dan Pemeliharaan Meranti dalam Larikan yang merupakan salah satu varians sistem silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB).

Akhirnya, pada tahun 1997 disadari pemerintah bahwa keamanan hutan alam tidak terjamin, karena masyarakat luas hanya menghormati tanaman sebagai asset perusahaan. Oleh karena itu, pemerintah menganjurkan mengubah sebagian pengusahaan hutan alam untuk dijadikan hutan tanaman meranti yang berstatus Hutan Tanaman Industri di bawah naungan Peraturan Pemerintah No. 7/1990 tentang pembangunan HTI dengan kontrak hak pengusahaan hutan 70 tahun dengan melahirkan Sistem Tebang dan Tanam Jalur (TTJ).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts-II/1997 tentang Sistem Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, yang dirinci dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 220/Kpts/IV-Bph/1997 tentang Pedoman Pelaksanaan Hutan Tanaman Industri dengan sistem Tebang dan Tanam Jalur (TTJ), kemudian dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 625/Kpts/II/1998 tentang Pengubahan Nama dari Tebang dan Tanam Jalur (TTJ) menjadi Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), yang dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari sistem silvikultur sebelumnya.

Sejak tahun 1980, PT. Sari Bumi Kusuma telah melakukan pengelolaan hutan alam dengan menggunakan sistem silvikultur yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Indonesia (TPI) yang kemudian disempurnakan menjadi Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Teknis pelaksanaan TPTI diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 151/Kpts/VI-BPHH/1993 tanggal 19 Oktober 1993, tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Pada tahun 1999 PT. Sari Bumi Kusuma menerapkan sistem silvikultur

(14)

3

Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sesuai dengan ketetapan pemerintah Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998. Selanjutnya sejak tahun 2005 PT. Sari Bumi Kusuma ditunjuk sebagai salah satu HPH model untuk mengembangkan sistem silvikultur intensif (SILIN) atau Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).

Berdasarkan pada petunjuk teknis sistem silvikultur TPTJ, kegiatan penebangan dilakukan pada pohon dengan batas terendah diameter 40 cm ke atas, yang berarti ada penurunan batas terendah diameter penebangan jika dibandingkan dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) sebesar 50 cm ke atas untuk hutan produksi tetap dan 60 cm ke atas untuk hutan produksi terbatas. Penanaman dilakukan dalam jalur-jalur tanam dengan jarak 25 m. Jalur tanam adalah jalur bersih selebar 3 m, bebas dari semak belukar pengganggu tanaman.

Pertumbuhan berbagai kelas diameter dan tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh perlakuan silvikultur. Perkembangan dari sistem silvikultur pada pengelolaan hutan alam akan lebih lengkap manakala dilengkapi dengan data-data pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman, umur, kualitas tempat tumbuh, jenis, kerapatan, perlakuan dan satuan-satuan yang menyatakan pertumbuhan. Karena faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman biasanya saling tergantung satu sama lain, prinsip-prinsip pertumbuhan tanaman biasanya harus dikembangkan dengan mengamati interaksi antar berbagai faktor.

Berdasarkan modifikasi sistem silvikultur kiranya perlu diketahui perkembangan keberhasilan penanaman. Salah satu indikator keberhasilan tersebut adalah dengan mengetahui besarnya tingkat pertumbuhan tanaman. Dengan adanya peningkatan permintaan serta degradasi terhadap jenis tanaman meranti yang cukup tinggi, maka informasi mengenai pertumbuhan jenis tanaman meranti sangat dibutuhkan dalam rangka mengetahui karakteristik tanaman meranti yang ditanam dengan sistem jalur.

(15)

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pertumbuhan tanaman jenis meranti (Shorea. sp) yang ditanam pada areal hutan yang menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada kondisi kerapatan awal tegakan yang berbeda di PT. Sari Bumi Kusuma dengan menggunakan pendekatan metode

sampling dalam rangka mengetahui besarnya riap diameter rata-rata tahunan,

kerapatan tegakan dan tingkat kematian tanaman.

1.3. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak PT. Sari Bumi Kusuma agar dapat dijadikan sebagai suatu masukan data dan informasi serta sebagai bahan evaluasi mengenai pertumbuhan tanaman meranti yang diusahakan oleh perusahaan.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Riwayat Ringkas Pengelolaan Hutan Alam di Indonesia

Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1967 tentang Kehutanan, hutan Indonesia dialokasikan untuk 4 fungsi hutan, yaitu fungsi lindung, fungsi produksi, fungsi wisata dan fungsi suaka. Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, fungsi hutan disederhanakan menjadi tiga saja, yaitu fungsi pelindung, fungsi produksi dan fungsi konservasi.

Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1993), hampir semua pengusahaan hutan alam menggunakan Sistem Tebang Pilih yang mulai diatur sejak tahun 1972 dengan nama Sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI). Sistem TPI mengatur penataan areal, inventarisasi hutan, pembukaan wilayah, penebangan pohon, pembinaan tegakan tinggal yang pada pokoknya dengan cara membebaskan pohon inti. Pohon inti adalah pohon jenis komersial yang berdiameter 20-49 cm, sehat dan berjumlah sekurang-kurangnya 25 phn/ha yang terletak tersebar merata di dalam tegakan tinggal.

Sistem Tebang Pilih Indonesia pernah direvisi menjadi sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia pada tahun 1989, yang isi pokoknya sebenarnya tidak terlampau berbeda dengan sistem TPI tahun 1972. Penambahan kata Tanam dalam judul sistem silvikultur bermaksud untuk meningkatkan motivasi rehabilitasi hutan bekas tebangan dengan kegiatan pengayaan areal kosong permudaan. Revisi tahun 1993 (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahan Hutan No. 151/1993) mengubah konsep hutan produksi andalan rotasi berikutnya dari pohon inti yang berjumlah≥ 25 phn/ha menjadi pohon binaan yang berjumlah± 200 phn/ha tersebar merata. Sebagai sistem tebang pilih, sistem TPTI menetapkan rotasi 35 tahun, dengan batas terendah diameter layak tebang di hutan produksi tetap≥ 50 cm dan di hutan produksi terbatas

≥ 60 cm.

Dalam perjalanan sejarah kehutanan di hutan alam, lahirlah gagasan membangun hutan tanaman meranti yang merupakan jenis kayu andalan Indonesia di Kalimantan. Untuk mendukung gagasan tersebut, pemerintah mengeluarkan Surat

(17)

Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 15/1995 tentang Sistem Silvikultur Penanaman dan Pemeliharaan Meranti dalam Larikan yang merupakan salah satu varians sistem silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan.

Akhirnya pada tahun 1997 disadari pemerintah, bahwa keamanan hutan alam tidak terjamin, karena masyarakat luas hanya menghormati tanaman sebagai asset perusahaan. Oleh karena itu, pemerintah menganjurkan mengubah sebagian pengusahaan hutan alam untuk dijadikan hutan tanaman meranti yang berstatus Hutan Tanaman Industri di bawah naungan Peraturan Pemerintah No. 7/1990 tentang pembangunan HTI dengan kontrak hak pengusahaan hutan 70 tahun dengan melahirkan sistem silvikultur Tebang Tanam dalam Jalur (Direktorat Jenderal Kehutanan 1997).

2.2. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts-II/1997 tentang Sistem Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, yang dirinci dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 220/Kpts/IV-Bph/1997 tentang Pedoman Pelaksanaan Hutan Tanaman Industri dengan sistem Tebang Tanam dalam Jalur (TTJ). Kemudian dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 625/Kpts/II/1998 Tentang Pengubahan Nama dari Tebang Tanam dalam Jalur (TTJ) menjadi Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), yang dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari sistem silvikultur sebelumnya.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam adalah melalui sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dimana pembangunan hutan alam meranti dapat dilakukan secara intensif dan kompetitif dalam jalur-jalur di hutan bekas tebangan. Sistem silvikultur TPTJ adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya tanaman pengayaan pada areal bekas penebangan secara jalur, yaitu 22 m lebar jalur antara dan 3 m jalur bersih bebas naungan dengan jarak tanam 5 m x 25 m, dimana batas terendah diameter layak tebang adalah sebesar 40 cm ke atas.

(18)

7

Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang berfungsi secara optimal, produktif serta dikelola dengan efektif dan efisien maka dikembangkan pembangunan sistem silvikultur yang intensif dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. Sistem silvikultur merupakan cara utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat (Direktorat Jenderal Kehutanan 1997).

Inti dari kegiatan TPTJ adalah pembinaan tanaman dalam jalur-jalur tanam yang semula ditebang diantara kondisi hutan alam. Adanya kegiatan pembinaan ini memberi kesempatan diberlakukannya berbagai tindakan intensif dan pemilihan jenis tanaman, termasuk kemungkinan digunakannya jenis-jenis unggulan dari hasil budidaya dan rekayasa genetik (bioteknologi). Tindakan intensif tersebut antara lain adalah berupa penyiangan, pendangiran, pemangkasan, pemupukan, penjarangan serta perlindungan terhadap hama dan penyakit. Dalam sistem silvikultur TPTJ, target jumlah pohon yang dapat dipanen pada akhir daur (rotasi 35 tahun) adalah sebanyak 80 phn/ha. Di bawah ini dijelaskan keunggulan dan kelemahan sistem silvikultur TPTJ serta pada Tabel 1 disebutkan pula tahapan kegiatannya.

Keunggulan dari sistem silvikultur TPTJ, antara lain :

a. Penurunan batas terendah diameter layak tebang dapat meningkatkan produksi per satuan hektar hutan yang ditebang

b. Intensifnya kegiatan penanaman pada setiap jalur tanam meningkatkan produktivitas hutan produksi alam

c. Penyerapan tenaga profesional kehutanan dan tenaga kerja lainnya lebih besar d. Memperkecil peluang terjadinya perladangan berpindah serta perambahan hutan,

karena secara hukum adat areal-areal bekas tebangan yang ditanami akan dihormati.

Kelemahan dari sistem TPTJ, antara lain :

a. Dapat mengakibatkan erosi dan longsor pada daerah-daerah yang bertopografi bergelombang hingga berbukit

(19)

Tabel 1 Tahapan kegiatan sistem silvikultur TPTJ

No Jenis Kegiatan Waktu

1 Rancangan Penataan Areal Kerja (PAK) dan risalah hutan Et-2

2 Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) Et-1

3 Pengadaan bibit Et-1

4 Penebangan pohon berdiameter 40 cm ke atas Et 5 Penyiapan jalur bersih dan pembebasan naungan Et

6 Penanaman Et

7 Pemeliharaan tanaman Et+1 s/d panen

8 Perlindungan hutan Terus menerus

Pada Gambar 1 dapat dilihat sketsa teknis penerapan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma beserta lebar jalur dan jarak tanam yang digunakan.

Jalur antara

22 m

Gambar 1 Sketsa teknis penerapan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma

Ket :

x x : titik tanam dengan jarak dalam jalur 5 m

a b : jalur bersih dan bebas naungan dengan lebar 3 m c d : jalur antara dengan lebar 22 m.

Menurut Petunjuk TPTJ, jalur bebas naungan secara bertahap diperlebar sesuai dengan perkembangan tanaman hingga maksimal 12 m. Pada kegiatan pemeliharaan tahun pertama, saat tanaman berumur 8 bulan s/d 1 tahun, jalur bebas naungan diperlebar menjadi 4 m sehingga lebar jalur antara menjadi 21 m. Pada kegiatan pemeliharaan tahun kedua, jalur diperlebar menjadi 6 m sehingga lebar jalur

Jalur bersih dan bebas naungan 3 m a b x 5 m c x

Jalur bersih dan bebas naungan 3 m a b x d 5 m x

(20)

9

antara menjadi 19 m. Pada pemeliharaan tahun ketiga, jalur diperlebar menjadi 10 m sehingga lebar jalur antara menjadi 15 m. Kegiatan pemeliharaan tanaman binaan dilakukan hingga tanaman berumur 5 tahun, dimana pada tahun tersebut jalur bebas naungan diperlebar menjadi 12 m sehingga lebar jalur antara menjadi 13 m.

2.3. Gambaran Umum tentang Meranti

Menurut Marfuah (1995), dikatakan bahwa meranti adalah salah satu anggota famili dipterocarpaceae yang merupakan famili terpenting diantara flora di Indonesia.

Marga meranti meliputi ± 194 jenis, dimana 129 jenis diantaranya terdapat di Kalimantan. Tanaman meranti mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut : pohonnya bergetah damar, daun bertepi rata dan mempunyai daun penumpu. Pada umumnya jenis-jenis meranti mempunyai pohon yang besar, tinggi total dapat mencapai 60 m dan tinggi bebas cabang 45 m. Diameter batang ada yang mencapai 2 m dan ada yang berbanir sampai 5 m. Kebanyakan dari pohon ini menduduki lapisan tajuk teratas (stratum A), tetapi ada pula yang menduduki lapisan tajuk kedua (stratum B), misalnya Shorea teysmania dan Shorea pinanga.

Berdasarkan hasil penelitian uji spesies meranti di beberapa lokasi di PT. Sari Bumi Kusuma, ada beberapa jenis meranti cepat tumbuh (fast growing meranti) yang dapat direkomendasikan untuk materi pembangunan hutan tanaman meranti prospektif, diantaranya adalah :

a. Shorea leprosula b. Shorea johorensis c. Shorea platyclados d. Shorea macrophylla e. Shorea parvifolia f. Shorea selanica g. Shorea smithiana.

Kayu meranti banyak diminati sebagai bahan baku industri kayu lapis (plywood) maupun bahan konstruksi bangunan, sedangkan produk non kayunya berupa getah damar dan tengkawang merupakan komoditi ekspor yang sangat laku di

(21)

pasaran antara lain untuk industri cat dan lemak tengkawang. Lemak tengkawang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan cokelat, industri sabun dan lilin serta sebagai bahan dalam pembuatan margarin dan kosmetik. Kayu meranti merah terutama digunakan sebagai veneer dan kayu lapis, disamping itu dapat juga untuk bangunan perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan lain sebagainya. Selain itu jenis kayu ini dapat pula digunakan sebagai kayu perkapalan, peti mati dan alat musik. Kayu meranti putih agak keras dan mengandung silika sehingga dapat menumpulkan alat. Kayu ini terutama dipakai untuk veneer dan kayu lapis. Kegunaan lain dari kayu ini adalah untuk papan partikel, lantai, bangunan dan perkapalan. Kayu meranti kuning mudah dilengkungkan dengan pengukusan sehingga cocok untuk pembuatan barang yang memerlukan pelengkungan. Jenis kayu ini terutama dipakai untuk kayu lapis, veneer luar maupun dalam. Selain itu, jenis ini dapat dipakai pula untuk membuat mebel murah, bangunan dan bahan pembungkus (Sutisna 2001).

2.4. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Pohon

Pertumbuhan (growth) merupakan tulang punggung ilmu pengelolaan hutan, yang bertujuan untuk menghasilkan kayu. Tanpa informasi tentang pertumbuhan, suatu rencana pengelolaan hutan tidak lebih dari sekedar petunjuk untuk menghadapi pekerjaan-pekerjaan di lapangan dan bukan merupakan suatu rencana yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengelolaan.

Dalam buku-buku teks kehutanan, biasanya dibedakan antara pertumbuhan dengan riap (increment), tetapi dalam percakapan sehari-hari seringkali keduanya dianggap sinonim. Pertumbuhan ditetapkan sebagai terminologi yang bersifat umum, sedangkan riap lebih spesifik. Biasanya riap dipakai untuk menyatakan pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga sering dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan. Terkadang riap juga dipakai untuk menyatakan pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun (Departemen Kehutanan 1992).

Untuk hutan tanaman, biasanya pertumbuhan diameter mengikuti grafik berbentuk huruf S (sigmoid), karena pada mulanya tumbuh agak lambat, kemudian

(22)

11

cepat lalu menurun. Jika suatu tegakan sudah tidak beriap lagi, maka dikatakan hutan tersebut sudah mencapai klimaks. Jadi mulai saat itu dan seterusnya, riap tegakan sudah sama dengan nol.

Loetsch et al. (1973) dan Departemen Kehutanan (1992) mengatakan bahwa terdapat 3 macam riap yang memiliki hubungan matematis yang erat dengan fungsi pertumbuhan, yaitu :

1. Riap Tahunan Berjalan (Current Annual Increment), yaitu riap yang diukur untuk setiap satuan waktu pengukuran terkecil, biasanya 1 tahun. Fungsi riap ini merupakan turunan pertama dari fungsi pertumbuhan

2. Riap Rata-Rata Tahunan (Mean Annual Increment), yaitu besarnya riap rata-rata sampai pada umur tertentu. Fungsi riap ini merupakan hasil bagi antara pertumbuhan sampai umur tertentu dengan umurnya

3. Riap Periodik Tahunan (Periodic Annual Increment), yaitu besarnya riap rata-rata yang terjadi selama periode waktu tertentu diantara 2 kali pengukuran. Fungsi riap ini merupakan hasil bagi antara selisih total pertumbuhan dengan lamanya periode waktu diantara 2 kali pengukuran tersebut.

2.5. Hasil Penelitian Riap

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masano (1985), mengenai perkembangan pertumbuhan tanaman Shorea leprosula di kebun percobaan Haurbentes, Carita dan Pasir Hantap diperoleh riap diameter rataan untuk marga

Shorea adalah sebesar 1.2-2.4 cm/thn, Hopea 0.9-1.3 cm/thn, Dipterocarpus 0.8-1.8

cm/thn dan Vatica 0.8-1.1 cm/thn. Secara umum dapat disimpulkan bahwa marga

Shorea lebih cepat menjadi besar daripada jenis-jenis pohon marga lainnya dalam

famili dipterocarpaceae.

Rata-rata riap diameter untuk kelompok komersial famili dipterocarpaceae menurut hasil penelitian Litbang PT. Sari Bumi Kusuma pada PUP yang dibuat pada areal bekas tebangan tahun 1994 dan mendapat perlakuan adalah 1.2 cm/thn. Namun pada PUP yang tidak mendapat perlakuan, riapnya hanya 0.76 cm/thn. Lebih lanjut, Mulyana et al. (2005) mengatakan bahwa kisaran rata-rata pertumbuhan kelompok

(23)

tanaman meranti berdasarkan hasil pengukuran 10 jenis tanaman TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma adalah sebesar 0.64-2.01 cm/thn.

(24)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah selama 1 bulan, yaitu pada bulan Mei s/d Juni 2007.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain : a. Peta blok TPTJ RKT tahun 1999

b. Petak lokasi pengamatan dan informasi mengenai petak (nomor petak, luas petak, jumlah jalur dalam petak)

c. Laporan pemeliharaan lanjutan

d. Data ITSP petak yang bersangkutan tahun tebangan 1999. Alat-alat yang digunakan antara lain :

a. Kompas b. Phi band c. Meteran

d. Alat tulis dan alat hitung

e. Aplikasi statistik Minitab ver. 14.12

3.3. Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis data

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis tanaman, diameter dan jumlah tanaman pada masing-masing petak dan jalur contoh, dimana jumlah petak contoh yang diamati adalah sebanyak 4 petak dengan jumlah total jalur contoh sebanyak 32 jalur. Data sekunder yang digunakan meliputi data hasil penelitian riap PT. Sari Bumi Kusuma, riwayat kondisi petak lokasi pengamatan sebelum penebangan, Standar Operating Procedure sistem silvikultur TPTJ dan riwayat sistem silvikultur di PT. Sari Bumi Kusuma.

(25)

3.3.2 Cara pengumpulan data

Penelitian dilaksanakan pada blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 yang merupakan areal bekas tebangan sistem TPI tahun 1986.

Gambar 2 Peta blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 (skala 1 : 50000) Ket :

U : Arah utara

1A, 1B,1C,dst. : No petak

km 92, km 100 : Keterangan lokasi

: Petak contoh terpilih

(26)

15

Blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 terdiri dari 36 petak. Pemilihan petak contoh dilakukan secara purposive dengan memperhatikan kriteria dan aksesibilitas. Pada Gambar 2 petak-petak terpilih ditunjukkan dengan gambar yang berwarna gelap. Kriteria petak dibagi menjadi dua bagian, yaitu petak dengan kerapatan awal tegakan rapat dan petak dengan kerapatan awal tegakan rawang. Kriteria rapat dijelaskan dengan potensi saat ITSP > 60 m3/ha dan potensi untuk petak dengan kriteria rawang adalah 30-60 m3/ha. Pada masing-masing kriteria petak dipilih dua buah petak contoh.

Perbedaan kriteria kerapatan awal tegakan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pertumbuhan tanaman meranti yang ditanam pada dua kondisi tegakan awal yang berbeda serta untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan kondisi awal tegakan terhadap pertumbuhannya. Aksesibilitas diperhatikan dalam menentukan petak contoh dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keterjangkauan petak.

Pada masing-masing petak contoh dilakukan pemilihan jalur contoh dengan menggunakan metode systematic line sampling with random start. Jalur pertama dipilih secara acak, kemudian jalur selanjutnya secara sistematik dengan interval yang sama. Interval antar jalur diperoleh dari perbandingan jumlah jalur total dengan jumlah jalur yang diamati dalam petak terpilih, dengan rumus :

j

n n k =

dimana:

k : interval antar jalur

n : jumlah jalur total dalam petak

j

n : jumlah jalur contoh

Jalur pengamatan adalah jalur bersih bebas naungan, dimana pengamatan akan dilakukan dengan dua jumlah contoh berbeda, yaitu :

i. Pertama : jumlah jalur contoh yang diamati adalah sebanyak lima jalur setiap petak

ii. Kedua : jumlah jalur contoh yang diamati adalah sebanyak tiga jalur setiap petak

(27)

Perbedaan jumlah contoh yang digunakan dimaksudkan untuk mengetahui kekonsistenan hasil pengukuran.

Gambar 3 Ilustrasi kondisi jalur contoh dalam petak

Ket :

: interval antar jalur contoh : jalur bersih bebas naungan

: jalur contoh

: jalur antara

3.3.3. Parameter yang diukur

Pada jalur terpilih dilakukan pengukuran secara sensus, dimana jarak tanam antar pohon dalam jalur bebas naungan adalah 5 m. Parameter yang diamati dalam jalur antara lain :

1. Jenis tanaman

Identifikasi jenis tanaman dilakukan dengan bantuan mandor penanaman dan pekerja lapangan. Pada umumnya identifikasi jenis dilakukan berdasarkan bentuk daun dan batang tanaman. Dalam analisis data, jenis tanaman yang diamati hanya terbatas pada jenis tanaman dari kelompok meranti saja.

2. Jumlah tanaman

Jumlah tanaman yang dihitung adalah jumlah tanaman yang hidup dalam jalur-jalur tanam. Berdasarkan pengukuran tersebut dapat diketahui jumlah tanaman

(28)

17

mati dengan membandingkan dengan register penanaman. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui laju kematian absolut tanaman sampai dengan saat dilakukan penelitian.

3. Diameter tanaman

Pengukuran diameter tanaman dilakukan pada ketinggian 1.3 m di atas permukaan tanah. Pengukuran diameter dimaksudkan untuk memperoleh nilai riap diameter rata-rata tahunan tanaman.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Penentuan nilai rata-rata dan simpangan baku

Data hasil pengukuran setiap jalur contoh selanjutnya diolah untuk memperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku dalam jalur untuk setiap parameter tanaman, mencakup riap diameter rata-rata tahunan, kerapatan dan mortalitas.

Perhitungan ini dilakukan guna mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil perhitungan yang diperoleh merupakan dasar untuk menentukan berhasil tidaknya sistem silvikultur TPTJ terhadap pertumbuhan tanaman tersebut. Berikut adalah tahapan perhitungan analisis statistiknya :

a. Rata-rata diameter tanaman dalam jalur

Perhitungan nilai rata-rata diameter tanaman dalam jalur diperoleh dari rumus berikut :

= ij ij n d j d (cm) dimana :

dj = diameter rata-rata tanaman dalam jalur ke-j (cm)

dij = jumlah diameter tanaman dalam jalur ke-j (cm)

nij = jumlah tanaman dalam jalur ke-j

i = 1,2,3,...,dst. j = 1,2,3,...,dst.

(29)

Perhitungan simpangan baku rata-rata diameter tanaman dalam jalur diperoleh dari rumus berikut :

(

)

− − = 1 2 2 ij ij ij ij n n d d stdev (cm)

b. Rata-rata riap diameter rata-rata tahunan

Perhitungan riap diameter rata-rata tahunan tanaman ke-i dalam jalur ke-j diperoleh dari rumus berikut :

i ij ij d t d I = (cm/thn)

Perhitungan riap diameter rata-rata tahunan dalam jalur ke-j diperoleh dari rumus berikut : j j d t ij I d I ∑ = (cm/thn) dimana : ij d

I = riap diameter rata-rata tahunan tanaman ke-i pada jalur ke-j

dj

I = rata-rata riap diameter rata-rata tahunan tanaman dalam jalur ke-j (cm/thn).

ij

d = diameter tanaman ke-i pada jalur ke-j

dj = diameter rata-rata tanaman dalam jalur ke-j (cm)

j

t = umur tanaman dalam jalur ke-j ( thn).

Perhitungan simpangan baku rata-rata riap diameter rata-rata tahunan tanaman dalam jalur ke-j diperoleh dari rumus berikut :

∑ ∑ ∑ −     − = 1 2 2 ij ij I d n n I stdev j d j (cm/thn)

(30)

19

c. Kerapatan tegakan

Perhitungan kerapatan tegakan dalam jalur ke-j diperoleh dari rumus berikut :

lj n Nj=∑ ij (phn/ha) dimana : j

N = jumlah tanaman per hektar pada jalur ke-j

nij = jumlah tanaman yang hidup dalam jalur ke-j lj = luas jalur ke-j

Perhitungan simpangan baku kerapatan tegakan dalam jalur ke-j diperoleh dari rumus berikut :

(

)

− − = 1 2 2 ij ij j j n n N N stdev (phn/ha)

d. Tingkat kematian tanaman

Perhitungan tingkat kematian tanaman diperoleh dari rumus berikut :

% 100 × =

ij ij N m j m (%) dimana :

mj = rata-rata kematian tanaman dalam jalur ke-j (%)

mij = jumlah tanaman yang mati pada jalur ke-j

Nij = jumlah tanaman yang seharusnya ada pada jalur ke-j

perhitungan simpangan baku tingkat kematian tanaman diperoleh dari rumus berikut :

(

)

∑ ∑ ∑ − − = 1 2 2 ij ij j j n n m m stdev (%)

(31)

3.4.2. Pengujian sumber keragaman akibat kerapatan awal tegakan yang berbeda dan jumlah contoh yang berbeda

Pada setiap parameter tersebut dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh yang berbeda terhadap hasil pengukuran. Pada masing-masing parameter terdapat dua hipotesis uji, pertama untuk mengetahui pengaruh kerapatan awal tegakan dan kedua untuk mengetahui pengaruh jumlah contoh. Berikut ini hipotesis uji untuk kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh.

Hipotesis uji untuk kerapatan awal tegakan yang berbeda :

2 1 :µ =µ o H 2 1 1:µ ≠ µ H dimana : 1

µ = rata-rata hasil pada tanaman dengan kerapatan awal tegakan rapat.

2

µ = rata-rata hasil pada tanaman dengan kerapatan awal tegakan rawang. Hipotesis uji untuk jumlah contoh yang berbeda :

2 1 :β =β o H 2 1 1:β ≠β H dimana : 1

β = rata-rata hasil pada tanaman dengan jumlah contoh 3 jalur.

2

β = rata-rata hasil pada tanaman dengan jumlah contoh 5 jalur.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan penduga analisis ragam dengan Model Linear Umum (General Linear Model) yang tersedia pada aplikasi statistik Minitab ver. 14.12. Parameter-parameter yang diuji antara lain adalah riap diameter rata-rata tahunan (cm/thn), kerapatan tegakan (phn/ha) dan tingkat kematian tanaman (%).

(32)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Luas

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1993, luas areal kerja seluruhnya adalah 208.300 ha, dengan luas blok sungai Seruyan sebesar 146.700 ha dan blok sungai Delang sebesar 60.700 ha.

Berdasarkan letak geografis, areal PT. Sari Bumi Kusuma blok sungai Seruyan terletak antara 00°36 - 01°10 Lintang Selatan dan 111°39 - 112°25 Bujur Timur, sedangkan blok sungai Delang terletak pada posisi 01°24 - 01°59 Lintang Selatan dan 114°42 - 111°18 Bujur Timur.

4.2. Jenis Tanah dan Geologi

Berdasarkan Peta Tanah Pulau Kalimantan skala 1: 1.000.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) Bogor tahun 1993, areal kerja PT. Sari Bumi Kusuma pada blok sungai Seruyan didominasi oleh jenis tanah Kambisol Distrik, Podsolik Kandlik dan Oksisol Haplik (44,74%). Sedangkan untuk areal kerja blok sungai Delang didominasi oleh jenis tanah Kambisol Distrik, Podsolik Kandlik dan Oksisol Haplik (68,23%). Berdasarkan klasifikasi menurut SK Mentan No. 837 tahun 1980 seluruh areal kerja PT. Sari Bumi Kusuma termasuk Podsolik.

Berdasarkan Peta Geologi Indonesia lembar Kalimantan Tengah skala 1: 1.000.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1993, formasi geologi yang mendominasi areal kerja PT. Sari Bumi Kusuma blok sungai Seruyan adalah lonalit, granodiolit, granit, sedikit diorit kuarsa, diorit dan garbo (76,54%). Sedangkan di areal kerja blok sungai Delang didominasi oleh granit menzolit kuarsa, granit telsparalkali, jorang granodiorit, tonalit monzolit, diorit dan gabro (82,21%).

(33)

4.3. Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, areal PT. Sari Bumi Kusuma tergolong beriklim tipe A, pada blok sungai Delang curah hujan ± 226,5 mm/bln dan rata-rata hari hujan ± 12,39 hari, sedangkan pada blok sungai Seruyan curah hujan rata-rata ± 282,33 mm/bln dan rata-rata hari hujan ± 13.8 hari. Suhu rata-rata bulanan masing-masing berkisar antara 22°C-28° C pada malam hari dan 30°C-33° C pada siang hari. Bulan-bulan yang relatif kering adalah bulan Juni- September.

Kelembaban nisbi di areal kerja HPH berkisar antara 85-95%. Kelembaban nisbi terkecil terjadi pada bulan September dan terbesar terjadi pada bulan Juli dan Desember. Kecepatan arah angin di wilayah kerja HPH berkisar antara 7-9 knots dengan kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Agustus dan Desember.

4.4. Keadaan Hutan

Berdasarkan Peta TGHK Propinsi Kalimantan Tengah, areal PT. Sari Bumi Kusuma blok sungai Seruyan seluas 147.600 ha terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 135.180 ha dan Hutan Produksi Tetap (HPK) seluas 12.420 ha. Sedangkan blok sungai Delang terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 56.044 ha dan Hutan Produksi Tetap (HPK) seluas 4.656 ha.

Luas areal berhutan efektif (virgin forest dan bekas tebangan) yang diusahakan setelah dikurangi untuk kawasan lindung adalah seluas 126.466 ha (blok sungai Seruyan seluas 96.245 ha dan blok sungai Delang seluas 30.221 ha).

Sejak tahun 1980 PT. Sari Bumi Kusuma telah melakukan pengelolaan hutan alam menggunakan sistem silvikultur yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Indonesia (TPI) yang kemudian di sempurnakan menjadi Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Teknis pelaksanaan TPTI diatur dalam SK Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 151/Kpts/VI-BPHH/93 tanggal 19 Oktober 1993, tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Pada tahun 1999 PT. SBK menerapkan sistem silvikultur Tebang Pilh Tanam Jalur (TPTJ) sesuai dengan ketetapan pemerintah SK Menhut No. 201/Kpts-II/!998 tanggal 27 Februari 1998. Sedangkan sejak tahun 2005 PT. Sari Bumi Kusuma ditunjuk sebagai salah

(34)

23

satu HPH model untuk mengembangkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Areal PT. Sari Bumi Kusuma termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lamandau (Kec. Delang dan Kec. Lamandau), Kabupaten Katingan (Kec. Katingan Hulu) dan Kabupaten Seruyan (Kec. Seruyan Hulu).

Penduduk di desa di dalam maupun sekitar PT. Sari Bumi Kusuma terdiri dari penduduk suku Melayu dan suku Dayak serta pendatang. Sebagian besar penduduk beragama Hindu Kaharingan yaitu 18.351 jiwa (54%), Islam sebanyak 11.882 jiwa (35%), Kristen sebanyak 3.265 jiwa (10%) dan Katholik sebanyak 162 jiwa (1%).

Mata pencaharian penduduk mayoritas pada sektor pertanian 56%, selebihnya bekerja di sektor swasta (19%), berdagang (15%) dan lain-lain (10%). Potensi desa yang ada adalah dari sektor pertanian dan perkebunan. Komoditi yang diusahakan adalah padi, jagung, ubi kayu, dan kacang tanah. Sedangkan komoditi perkebunan yang diusahakan adalah karet, kopi, cengkeh dan kelapa.

Masyarakat pada umumnya sudah banyak yang tamat Sekolah Dasar (SD). Namun demikian, jumlah penduduk yang belum tamat SD dan tamat SD sederajat pun masih banyak. Disamping itu, masih ditemukan juga penduduk di sekitar areal PT. Sari Bumi Kusuma yang buta huruf.

Keberadaan PT. Sari Bumi Kusuma sampai saat ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan penduduk di sekitarnya. Sebagai contoh dengan adanya perusahaan, berbagai keperluan masyarakat menjadi lebih lancar seperti dalam hal transportasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan komunikasi.

Pada intinya dengan beroperasinya PT. Sari Bumi Kusuma lebih banyak memberikan pengaruh positif daripada negatifnya. Pengaruh negatif yang mungkin dikhawatirkan penduduk desa di dalam/sekitar perusahaan adalah seperti hal-hal berikut ini :

1. Ganti rugi yang tidak diberikan/kurang memuaskan terhadap tanaman masyarakat akibat aktifitas perusahaan

(35)

2. Pelanggaran terhadap adat istiadat yang ada oleh masyarakat pendatang 3. Pencemaran lingkungan (terutama air sungai)

4. Tidak diberikan kesempatan bekerja bagi penduduk desa di dalam/sekitar areal perusahaan.

Hal-hal tersebut telah diantisipasi oleh pihak perusahaan dengan melakukan sosialisasi tentang aktifitas perusahaan dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di dalam pengelolaan hutan, baik melalui program PMDH maupun melalui media lain seperti rapat dewan adat maupun tokoh-tokoh masyarakat desa serta aparat lain atau instansi terkait lainnya.

Aspek sosial diarahkan pada pembinaan masyarakat di dalam/sekitar hutan sehingga dapat meningkatkan pendapatan, terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta tumbuhnya ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan, selain itu juga diharapkan dapat tersedianya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai serta terciptanya perilaku positif masyarakat dalam pelestarian sumberdaya hutan sehingga dapat meningkatkan keamanan hutan secara swakarsa dan dapat mengendalikan peladang berpindah.

(36)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Petak dan Jalur Contoh

Hasil pemilihan petak dan jalur contoh berdasarkan kriteria petak dan jumlah contoh disajikan pada Tabel 2, sedangkan pada Tabel 3 disajikan deskripsi statistik hasil pengukuran tanaman setiap jalur.

Tabel 2 Daftar petak dan jalur contoh

Petak Kriteria Potensi (m3/ha) Jumlah Jalur Jalur contoh 3 jalur IS (%) 5 jalur IS (%) 1 C Rawang 30.59 44 18, 32, 2 6.82 42, 6, 14, 22, 30 11.36 1P Rawang 42.31 57 33, 52, 14 5.26 20, 31, 42, 53, 7 8.77 1N Rapat 67.59 51 13, 30, 47 5.88 23, 33, 43, 2 12 9.80 1X Rapat 69.90 47 7, 22, 37 6.38 28, 37, 46, 8, 17 10.64

Potensi tiap petak merupakan potensi volume untuk jenis pohon komersial (tidak termasuk jenis pohon dilindungi) dengan batas terendah diameter tebangan sebesar 40 cm ke atas. Data mengenai potensi tiap petak diperoleh dari Laporan Hasil Cruising pada sistem silvikultur TPTJ tahun tebangan 1999.

Tabel 3 Deskripsi statistik parameter riap diameter rata-rata tahunan, tingkat kematian tanaman dan kerapatan tegakan

Kerapatan awal Jumlah contoh Petak/ jalur Umur (thn) MAI (cm/thn) stdev (cm/thn) M (%) stdev (%) N (phn/ha) stdev (phn/ha) rawang 3 1C/2 7.6 0.91 0.43 14.71 11.31 120.37 16.57 1C/18 7.6 1.15 14.98 107.46 1C/32 7.6 1.46 37.63 92.95 1P/13 7.6 1.82 38.05 87.88 1P/30 7.6 0.87 33.94 82.09 1P/47 7.6 1.82 19.12 120.10 rata-rata 1.34 26.40 101.81 rawang 5 1C/6 7.6 0.83 0.32 15.25 10.52 119.79 24.99 1C/14 7.6 1.31 15.26 134.88 1C/22 7.6 0.83 41.94 83.72 1C/30 7.6 1.34 38.83 95.45 1C/42 7.6 1.44 43.43 84.91 1P/2 7.6 1.45 22.50 164.77 1P/12 7.6 1.66 33.51 93.01 1P/23 7.6 1.56 23.04 118.50 1P/33 7.6 1.59 26.96 117.65 1P/43 7.6 1.73 21.98 108.97 rata-rata 1.37 28.27 112.17

(37)

5.2. Riap Diameter Rata-rata Tahunan

Berdasarkan pada hasil pengukuran tanaman setiap jalur pada Tabel 3 di atas , selanjutnya dilakukan analisis ragam untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang nyata dari perbedaan kerapatan awal tegakan dan perbedaan jumlah contoh yang digunakan terhadap riap diameter rata-rata tahunan tanaman. Hasil analisis ragam riap diameter rata-rata tahunan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis ragam riap diameter rata-rata tahunan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P kerapatan awal 1 0.16103 0.17139 0.17139 1.73 0.199 jumlah contoh 1 0.03979 0.03979 0.03979 0.40 0.531 kerapatan awal*jumlah contoh 1 0.01036 0.01036 0.01036 0.10 0.749 Error 28 2.77412 2.77412 0.09908

Total 31 2.98530

Hasil analisis ragam untuk uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5%, perbedaan kerapatan awal tegakan tidak berpengaruh nyata terhadap riap diameter rata-rata tahunan tanaman dengan peluang menerima H0sebesar 19.9%.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan penyiapan lahan pada sistem silvikultur TPTJ yang dilaksanakan oleh PT. Sari Bumi Kusuma sudah

Kerapatan awal Jumlah contoh Petak/ jalur Umur (thn) MAI (cm/thn) stdev (cm/thn) M (%) stdev (%) N (phn/ha) stdev (phn/ha) rapat 3 1N/14 7.3 1.52 0.25 25.11 8.28 111.34 11.37 1N/33 7.3 1.02 31.07 88.50 1N/52 7.3 0.76 42.06 82.21 1X/7 7.0 1.13 35.71 97.50 1X/22 7.0 1.23 28.10 94.80 1X/37 7.0 1.24 46.49 80.69 rata-rata 1.15 34.76 92.50 rapat 5 1N/7 7.3 1.63 0.27 31.15 8.04 110.24 13.08 1N/20 7.3 1.63 36.23 93.89 1N/31 7.3 1.03 30.74 100.00 1N/42 7.3 1.04 23.53 87.62 1N/53 7.3 0.78 47.58 73.20 1X/8 7.0 1.38 31.12 106.13 1X/17 7.0 1.29 31.00 95.74 1X/28 7.0 1.38 25.00 106.70 1X/37 7.0 1.20 46.49 80.69 1X/46 7.0 1.24 30.30 112.75 rata-rata 1.26 33.31 96.69

(38)

27

berhasil, karena pada kondisi kerapatan awal tegakan yang berbeda dapat memberikan hasil yang relatif sama terhadap pertumbuhan tanaman yang diusahakan. Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan pada petak dengan kriteria rawang dan rapat disajikan pada Gambar 4.

MAI (cm/thn) Fr e qu e n cy 4.2 3.6 3.0 2.4 1.8 1.2 0.6 -0.0 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Mean 1.390 StDev 0.5941 N 1522 A MAI (cm/thn) Fr eq u e n cy 4.2 3.6 3.0 2.4 1.8 1.2 0.6 0.0 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Mean 1.257 StDev 0.5914 N 1733 B

Gambar 4 Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan. Ket : (A) Kriteria petak rawang; (B) Kriteria petak rapat

Uji hipotesis kedua pun menunjukkan hasil bahwa pada taraf nyata 5%, perbedaan jumlah contoh yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap riap diameter rata-rata tahunan tanaman dengan peluang menerima H0 sebesar 53.1%.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kedua jumlah contoh yang digunakan cukup konsisten. Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan hasil pengukuran dengan jumlah contoh 3 jalur dan 5 jalur disajikan pada Gambar 5.

MAI (cm/thn) Fr e q u e n cy 4.2 3.6 3.0 2.4 1.8 1.2 0.6 0.0 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Mean 1.275 StDev 0.6127 N 1202 A MAI (cm/thn) Fr e q u e n cy 4.2 3.6 3.0 2.4 1.8 1.2 0.6 0.0 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Mean 1.346 StDev 0.5851 N 2053 B

Gambar 5 Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan. Ket : (A) jumlah contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur

(39)

Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis ragam riap diameter rata-rata tahunan, karena tidak ada pengaruh yang nyata dari kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh yang digunakan terhadap riap diameter rata tahunan, maka diperoleh nilai rata-rata riap diameter rata-rata-rata-rata tahunan untuk tanaman meranti yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma, sebesar 1.32 cm/thn (simpangan baku 0.59 cm/thn).

Diameter rata-rata kelompok tanaman meranti yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ setelah mencapai umur rata-rata 7 tahun adalah 9.48 cm. Pada beberapa jalur di lokasi penelitian ditemui beberapa tanaman yang sudah mencapai diameter >20 cm bahkan mencapai 36.7 cm. Namun demikian, pada beberapa lokasi juga ditemui banyak tanaman yang pertumbuhannya kurang baik (kerdil/tertekan), hal tersebut dapat dilihat dari diameter rata-rata yang masih < 5 cm bahkan ada pula yang masih berdiameter 1 cm.

Mulyana et al. (2005), mempublikasikan hasil pengukuran 10 jenis tanaman pada blok TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rekapitulasi pertumbuhan tanaman hasil pengukuran 10 jenis tanaman TPTJ

No Jenis tanaman Umur (thn)

Rata-rata Rata-rata pertumbuhan/thn Diameter (cm) Tinggi (m) Diameter (cm/thn) Tinggi (m) 1 S. leprosula 4.50 9.06 7.62 2.01 1.69 2 S. johorensis 4.50 8.69 7.54 1.93 1.68 3 S. parvifolia 4.50 8.42 7.07 1.87 1.57 4 S. compresa 4.50 7.61 6.29 1.69 1.40 5 S. seminis 4.50 5.98 4.17 1.33 0.93 6 S. virescens 3.30 4.38 3.67 1.33 1.11 7 S. fallax 4.50 5.46 4.45 1.21 0.99 8 S. macroptera 3.28 3.25 3.22 0.99 0.98 9 H. mangerawan 3.23 2.25 2.98 0.70 0.92 10 S. leavis 3.42 2.19 2.79 0.64 0.82

Sumber : Hasil pengukuran 10 jenis tanaman TPTJ PT. SBK, 2004

Berdasarkan tabel tersebut, riap diameter rata-rata tahunan tanaman yang juga terdapat di lokasi penelitian (S. leprosula, S. johorensis, S. parvifolia, S. compressa,

S. virescens, S. fallax dan S. Macroptera) adalah 1.58 cm/thn. Riap diameter rata-rata

tahunan menurut hasil pengukuran Mulyana et. al sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan riap rata-rata hasil penelitian ini. Peluang untuk mendapatkan

(40)

29

penelitian dengan mengacu pada sebaran normal adalah sebesar 48.40%. Atas dasar nilai peluang, maka dapat dikatakan bahwa hasil penelitian Mulyana et al. (peluang 48.40%) tidak berbeda dengan hasil penelitian ini (peluang 50%), karena memberikan dugaan peluang yang relatif sama.

Masano (1985), menyatakan perkembangan pertumbuhan tanaman Shorea

leprosula di kebun percobaan Haurbentes, Carita dan Pasir Hantap dapat mencapai

riap diameter rataan 1.20-2.40 cm/thn, dengan rata-rata 1.80 cm/thn. Jika didasarkan pada hasil penelitian maka peluang untuk memperoleh riap diameter rata-rata tahunan antara 1.20-2.40 cm/thn adalah 52.82%. Peluang untuk mendapatkan rata-rata riap diameter≥ 1.80 cm/thn hanya 20.9%.

Menurut hasil penelitian Litbang PT. Sari Bumi Kusuma pada Petak Ukur Permanen (PUP) yang dibuat di areal bekas tebangan tahun 1994, nilai rata-rata riap diameter pada PUP yang diberikan perlakuan pemeliharaan untuk kelompok komersial famili dipterocarpaceae adalah 1.20 cm/thn. Melihat hasil pengukuran riap pada PUP dengan perlakuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sistem silvikultur TPTJ belum memberikan hasil yang memuaskan, karena riapnya hanya sedikit lebih besar dari riap tanaman pada PUP dengan perlakuan. Dapat dibayangkan jika jenis-jenis tanaman kelompok famili dipterocarpaceae yang lambat tumbuh pada PUP tersebut tidak diikutsertakan dalam pengukuran, maka riapnya akan jauh lebih besar dan dapat melampaui 1.32 cm/thn sebagaimana dihasilkan dalam penelitian ini.

Jika rata-rata riap diameter rata-rata tahunan tanaman meranti sebesar 1.32 cm/thn, maka tanaman meranti yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ pada akhir daur (rotasi 35 tahun) dapat mencapai diameter 46.20 cm. Melihat hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa target pelaksanaan sistem silvikultur TPTJ untuk batas terendah diameter layak tebang sebesar 40 cm ke atas masih dapat dipenuhi. Namun demikian, apabila rotasi tebangan diperpendek (misal 30 tahun), sebagaimana diasumsikan dalam petunjuk pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (Departemen Kehutanan 2005), maka jumlah pohon yang mencapai diameter layak tebang tidak dapat terpenuhi lagi.

(41)

5.3. Tingkat Kematian Tanaman

Analisis ragam untuk mengetahui pengaruh kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh terhadap tingkat kematian. Deskripsi statistik tingkat kematian tanaman per jalur dapat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam tingkat kematian tanaman disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis ragam tingkat kematian tanaman

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P kerapatan awal 1 315.95 336.46 336.46 3.68 0.065 jumlah contoh 1 0.33 0.33 0.33 0.00 0.952 kerapatan awal*jumlah contoh 1 20.51 20.51 20.51 0.22 0.639 Error 28 2559.05 2559.05 91.39

Total 31 2895.84

Berdasarkan Tabel 6, uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5 % perbedaan kerapatan awal tegakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kematian tanaman, dengan peluang menerima H0sebesar 0.065 atau sebesar

6.5 %. Pada Gambar 6 disajikan histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap jalur contoh untuk kriteria petak rawang dan rapat.

tingkat kematian (%) Fr e qu e nc y 90 75 60 45 30 15 0 25 20 15 10 5 0 Mean 27.79 StDev 18.64 N 127 A tingkat kematian (%) Fr e qu en cy 90 75 60 45 30 15 0 25 20 15 10 5 0 Mean 32.86 StDev 17.68 N 158 B

Gambar 6 Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap jalur contoh. Ket : (A) Kriteria petak rawang; (B) Kriteria petak rapat

Begitu pula untuk uji hipotesis kedua, yaitu untuk mengetahui pengaruh jumlah contoh yang digunakan terhadap tingkat kematian tanaman, menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5 % perbedaan jumlah contoh yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kematian tanaman dengan peluang menerima H0

(42)

31

sebesar 0.952 atau sebesar 95.2 %. Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap jalur contoh untuk jumlah contoh 3 jalur dan 5 jalur disajikan pada Gambar 7. tingkat kematian (%) Fr e q u e n cy 100 80 60 40 20 0 35 30 25 20 15 10 5 0 Mean 31.65 StDev 18.60 N 110 A tingkat kematian (%) Fr e q u e n cy 100 80 60 40 20 0 35 30 25 20 15 10 5 0 Mean 29.94 StDev 18.07 N 175 B

Gambar 7 Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap jalur contoh. Ket : (A) Jumlah contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur

Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut, karena tidak ada pengaruh yang nyata dari kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh yang digunakan terhadap tingkat kematian tanaman, maka rata-rata tingkat kematian tanaman meranti sampai dengan tanaman berumur rata-rata 7 tahun yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma adalah sebesar 30.71 %. Pada Gambar 8 disajikan sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada setiap jalur pada seluruh petak lokasi penelitian. tingkat kematian(%) Fr e qu e nc y 90 75 60 45 30 15 0 40 30 20 10 0 Mean 30.60 StDev 18.26 N 285 Histogramtingkat kematian tanaman

Gambar 8 Histogram sebaran data tingkat kematian tanaman per 100 m pada seluruh petak penelitian

(43)

Target persen hidup tanaman yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ sampai dengan akhir daur adalah sebesar 70%, dengan begitu target tingkat kematian tanaman sampai akhir daur adalah sebesar 30%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematian tanaman sampai dengan tanaman berumur rata-rata 7 tahun adalah sebesar 30.71%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk target persen hidup tanaman sampai akhir daur sebesar 70% tidak dapat terpenuhi.

5.4. Kerapatan Tegakan

Analisis ragam kerapatan tegakan dilakukan untuk mengetahui apakah perbedaan kerapatan awal tegakan dan perbedaan jumlah contoh yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kerapatan tegakan. Data yang digunakan untuk dianalisis dapat dilihat pada Tabel 3 mengenai deskripsi statistik hasil pengukuran tanaman per jalur. Hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis ragam kerapatan tegakan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P kerapatan awal 1 1384.7 1150.5 1150.5 3.51 0.072 jumlah contoh 1 396.7 396.7 396.7 1.21 0.281 kerapatan awal*jumlah contoh 1 71.3 71.3 71.3 0.22 0.645 Error 28 9179.6 9179.6 327.8

Total 31 11032.3

Berdasarkan Tabel di atas, untuk uji hipotesis pertama yaitu untuk mengetahui pengaruh kerapatan awal tegakan terhadap kerapatan tegakan, menunjukkan hasil bahwa pada taraf nyata 5 % perbedaan kerapatan awal tegakan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan tegakan, dengan peluang menerima H0sebesar 0.072 atau

sebesar 7.2 %. Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m pada kriteria petak rawang dan rapat pada setiap jalur contoh disajikan pada Gambar 9.

(44)

33 jmlh pohon/100 m (phn/100 m) Fr e qu e n cy 36 30 24 18 12 6 25 20 15 10 5 0 Mean 12.74 StDev 5.116 N 127 A jmlh pohon/100 m (phn/100 m) Fr eq u en cy 36 30 24 18 12 6 25 20 15 10 5 0 Mean 11.47 StDev 3.858 N 158 B

Gambar 9 Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m pada setiap jalur contoh. Ket : (A) Kriteria petak rawang; (B) : Kriteria petak rapat

Untuk uji hipotesis kedua, yaitu untuk mengetahui pengaruh perbedaan jumlah contoh terhadap kerapatan tegakan, menunjukkan hasil bahwa pada taraf nyata 5 % perbedaan jumlah contoh yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan tegakan dengan peluang menerima H0 sebesar 0.281 atau sebesar

28.1%. Sebaran data jumlah pohon per 100 m pada setiap jalur contoh untuk jumlah contoh 3 jalur dan 5 jalur disajikan pada Gambar 10.

jmlhpohon/100 m(phn/100 m) Fr e q u e n cy 36 30 24 18 12 6 35 30 25 20 15 10 5 0 Mean 11.66 StDev 4.497 N 110 A jmlhpohon/100 m(phn/100 m) Fr e q u e n cy 36 30 24 18 12 6 35 30 25 20 15 10 5 0 Mean 12.27 StDev 4.497 N 175 B

Gambar 10 Histogram sebaran data jumlah pohon per 100 m. Ket : (A) Jumlah contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur

(45)

Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut, karena tidak ada pengaruh yang nyata dari perbedaan kerapatan awal tegakan dan jumlah contoh yang digunakan, maka nilai rata-rata kerapatan tegakan sampai dengan tanaman berumur rata-rata 7 tahun yang adalah sebesar 101.41 phn/ha. Pada Gambar 11 disajikan sebaran data jumlah tanaman per 100 m pada setiap jalur pada seluruh petak penelitian.

pohon/100 m(phn/ 100 m) Fr e qu e n cy 36 30 24 18 12 6 0 60 50 40 30 20 10 0 Mean 12.04 StDev 4.499 N 285

Histogram jumlah pohon total

Gambar 11 Histogram sebaran data jumlah tanaman per 100 m pada setiap jalur contoh pada seluruh petak penelitian

Target kerapatan tegakan pada akhir daur (rotasi 35 tahun) sistem silvikultur TPTJ adalah sebesar 80 phn/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan tegakan sampai dengan tanaman berumur rata-rata 7 tahun adalah sebesar 101.41 phn/ha. Target persen hidup tanaman sampai akhir daur adalah 70%, sehingga target persen kematian sampai akhir daur adalah 30%. Namun demikian, sampai dengan tanaman berumur 7 tahun saja tingkat kematiannya sudah lebih besar dari target persen kematian sampai akhir daur, yaitu mencapai 30.71%. Atas dasar tingkat kematian tanaman, maka target kerapatan tegakan pada akhir daur sebesar 80 phn/ha tidak dapat terpenuhi.

Semua parameter yang diamati menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata dari perbedaan kerapatan awal tegakan terhadap hasil pengukuran. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan penyiapan lahan untuk penanaman yang dilakukan oleh perusahaan sudah berhasil, karena pada kondisi awal tegakan yang berbeda dapat memberikan hasil yang relatif sama pada pertumbuhan tanaman.

(46)

35

Begitu pula perbedaan jumlah contoh yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengukuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah contoh yang digunakan cukup konsisten, sehingga untuk melakukan pengukuran tanaman dapat digunakan jumlah contoh yang lebih sedikit, yaitu 3 jalur dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengukuran untuk menghemat biaya, tenaga dan waktu yang digunakan.

Berdasarkan petunjuk teknis sistem silvikultur TPTJ PT. Sari Bumi Kusuma, tanaman yang diusahakan dengan sistem silvikultur TPTJ pertumbuhannya akan optimal karena kegiatan pemeliharaan dilakukan secara terus-menerus sampai dengan tanaman siap ditebang pada akhir daur.

Kegiatan pemeliharaan awal dilakukan pada tanaman muda, yaitu tanaman di bawah 3 tahun meliputi kegiatan penyiangan, pendangiran, penyulaman dan pemupukan. Pemeliharaan lanjutan dilakukan pada tanaman setelah melewati umur tanaman muda yaitu dimana tanaman pokok telah saling mempengaruhi satu sama lain baik tajuk maupun perakarannya, begitu juga pohon-pohon yang berada di jalur antara. Pada pemeliharan lanjutan kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah pembebasan vertikal dan horizontal, pemangkasan dan penjarangan.

Pertumbuhan tanaman lebih optimal manakala kegiatan pemeliharaan lanjutan dilaksanakan dengan tepat. Salah satu unsur penting dalam kegiatan pemeliharaan lanjutan adalah penjarangan. Penjarangan dilakukan dengan harapan pertumbuhan tanaman pokok akan lebih baik karena dengan demikian ruang tumbuh dan persaingan antar pohon menjadi berkurang, selain itu penjarangan juga dapat meningkatkan kesehatan tanaman. Penjarangan dilakukan 2 kali selama daur, yaitu saat tanaman umur 5 tahun dan 15 tahun. Teknik penjarangan yang diterapkan adalah penjarangan seleksi, dengan teknik ini tanaman yang dijarangi adalah:

a. Tanaman sakit atau meranggas, sehingga dikawatirkan akan dapat menjadi sumber pembawa bibit penyakit bagi tanaman lain.

b. Memiliki bentuk batang yang tidak baik seperti bengkok atau bercabang dua pada pangkalnya.

c. Memiliki pertumbuhan menggarfu.

(47)

Untuk blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 PT. Sari Bumi Kusuma, sampai dengan dilaksanakan penelitian pada bulan Mei-Juni 2007, belum pernah dilakukan kegiatan penjarangan pada petak-petak penanaman. Tentu saja hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanamannya. Jika kegiatan penjarangan sudah dilakukan maka pertumbuhan tanamannya akan lebih baik .

(48)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Semua parameter yang diamati menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata dari perbedaan kerapatan awal tegakan terhadap hasil pengukuran, dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan penyiapan lahan untuk penanaman yang dilakukan oleh perusahaan sudah berhasil, karena pada kondisi awal tegakan yang berbeda dapat memberikan hasil yang relatif sama pada pertumbuhan tanaman.

Perbedaan jumlah contoh yang digunakan pun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengukuran, dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah contoh yang digunakan cukup konsisten, sehingga untuk melakukan pengukuran tanaman dapat digunakan jumlah contoh yang lebih sedikit, yaitu 3 jalur dalam rangka meningkatkan efisiensi pengukuran untuk menghemat biaya, tenaga dan waktu.

Riap diameter rata-rata tahunan kelompok tanaman meranti adalah sebesar 1.32 cm/thn. Kerapatan tegakan sampai dengan tanaman berumur rata-rata 7 tahun adalah 101.41 phn/ha dengan tingkat kematian 30.71%.

Berdasarkan nilai riap diameter rata-rata tahunan sebesar 1.32 cm/thn, maka target pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur untuk batas terendah diameter layak tebang pada akhir daur (rotasi 35 tahun) sebesar 40 cm ke atas masih dapat dipenuhi, karena dengan riap sebesar 1.32 cm/thn, maka pada akhir daur rata-rata diameter tanaman meranti yang diusahakan dapat mencapai 46.20 cm. Namun demikian, apabila rotasi tebangan diperpendek (misal 30 tahun) sebagaimana diasumsikan dalam petunjuk pelaksanaan sistem silvikulktur TPTII, maka jumlah pohon yang mencapai diameter layak tebang tidak dapat terpenuhi lagi. Target persen hidup pada akhir daur sebesar 70% tidak dapat terpenuhi, karena pada umur tanaman 7 tahun saja tingkat kematian tanaman sudah mencapai 30.71%. Hal tersebut berpengaruh pula terhadap target kerapatan tegakan pada akhir daur, dimana target sebesar 80 phn/ha tidak dapat terpenuhi akibat tingkat kematian tanaman yang cukup besar.

(49)

6.2. Saran

Dalam rangka memperoleh hasil yang maksimal mengenai pertumbuhan tanaman meranti yang diusahakan perusahaan, sebaiknya tanaman sudah mulai dijarangi karena terdapat cukup banyak tanaman yang pertumbuhannya tertekan akibat persaingan dengan tanaman lainnya. Sesuai Petunjuk teknis TPTJ, seharusnya tanaman berumur 7 tahun sudah dijarangi pada umur 5 tahun, namun pada kasus di blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 belum pernah dilakukan penjarangan.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta. Departemen Kehutanan. 2005. Petunjuk Pelaksanaan Tebang Pilih Tanam Indonesia

Intensif/ TPTII (Silvikultur Intensif). Departemen Kehutanan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia untuk Hutan Alami Daratan. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta.

_________________________________. 1995. Petunjuk Teknis Penanaman dan Pemeliharaan Jenis Unggulan Meranti dalam Larikan. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta.

_________________________________. 1997. Petunjuk Teknis Sistem Tebang Tanam Jalur. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta.

Loetsch, F., F. Zohrer dan K. E. Haller. 1973. Forest Inventory. Vol II. (Trans. By K.F. Panzer). Blv Verlagsgessechaft. Munchen, Germany.

Marfuah, W. 1995. Determinaasi Jenis-jenis Meranti di Sumatera. [Tesis]. UGM. Yogyakarta.

Masano. 1985. Perkembangan Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq. di Kebun Percobaan Haurbentes, Carita dan Pasir Hantap. Bull No. 467. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Mulyana, M., T. Hardjanto dan G. Hardiansyah. 2005. Membangun Hutan Tanaman Meranti. Membedah Tradisi Pengusahaan Hutan. Wana Aksara. Banten.

Sutisna, M. 2001. Silvikultur Hutan Alami di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Samarinda.

(51)

Gambar

Tabel 1  Tahapan kegiatan sistem silvikultur TPTJ
Gambar 2  Peta blok TPTJ RKT tahun 1999/2000 (skala 1 : 50000) Ket :
Gambar 3  Ilustrasi kondisi jalur contoh dalam petak Ket :
Gambar 5  Histogram sebaran riap diameter rata-rata tahunan. Ket : (A) jumlah         contoh 3 jalur; (B) Jumlah contoh 5 jalur
+5

Referensi

Dokumen terkait

The rapid pace of deletions seen in December continued at the start of 2016 with 50 vessels (3.6 Mdwt) scrapped in January, including a monthly record of 19 Panamaxes (1.4 Mdwt).. In

 Melakukan pendataan atau pengecekan kembali terhadap berkas rekam medis yang telah selesai digunakan untuk berobat dengan menggunakan laporan pasien harian

Sesuai dengan penelitian Esen dan Gundogdu (2010) pada remaja menunjukan, tingginya tingkat peer pressure dan rendahnya dukungan dari orang tua atau guru memiliki

Menurut Kurniawan (2010:4) “PHP merupakan script untuk pemrograman webserver-side, script yang membuat dokumen HTML, secara on the fly, dokumen HTML yang dihasilkan

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penerapan payback period pada UMKM Kota Bogor adalah ukuran usaha kecil dan menengah, tingkat

SKRIPSI PENERAPAN TERAPI PERILAKU PADA ANAK..... ADLN Perpustakaan

Dari hasil penelitian mengenai pengaruh pembiayaan musyarakah secara parsial terhadap profitabilitas pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa

Introduksi pada karya musik Nunca Andes Solo terdapat pada birama 1, kalimat ini diawali dengan harmonisasi mezzo forte pada instrument Violin1, violin2, viola