MARET 2020
Topik: Mutu Layanan
HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019
DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Evaluasi Kebijakan Mutu Layanan Kesehatan dalam
Era JKN di Provinsi Kalimantan Timur
Candra1*,Hilda2, Hanevi Djasri1
12 Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM
2 Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur 3Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur Latar Belakang
Salah satu tujuan universal health coverage adalah memastikan setiap orang dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas tanpa hambatan keuangan. Tanpa kualitas, cakupan kesehatan universal (UHC) tetap menjadi janji kosong. Bukti menunjukkan bahwa perawatan di bawah standar meningkatkan pemborosan sumber daya yang signifikan dan membahayakan kesehatan populasi, serta mengurangi produktivitas.
Pada Januari 2014, Indonesia mulai menerapkan program jaminan kesehatan nasional (JKN) dimana BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya. Agar program JKN berjalan sesuai dengan harapan semua pihak, maka disusunlah peta jalan (roadmap) guna memberikan arah tercapainya tujuan program. Di tahun 2019, sasaran dalam peta jalan menetapkan yang mengukur mutu layanan JKN terdapat pada sasaran (6) paling sedikit 85% peserta puas dengan pelayanan yang diterima dari fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dan (7) paling sedikit 80% fasilitas kesehatan puas dengan pelayanan yang diterima dari BPJS Kesehatan. Untuk mencapai peta jalan diatas, BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya Kebijakan kendali mutu kendali biaya, kapitasi berbasis komitmen pada FKTP, dan pencegahan kecurangan pada program JKN.
Tujuan
1. Mengevaluasi implementasi kendali mutu kendali biaya di Provinsi Kalimantan Timur
2. Mengevaluasi implementasi pencegahan kecurangan pada program JKN di Provinsi Kalimantan Timur
3. Mengevaluasi implementasi kebijakan kapitasi berbasis komitmen menggunakan di Provinsi Kalimantan Timur
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Data kualitatif dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara secara mendalam (indepth
interview) terhadap subyek penelitian atau target potensial untuk menggali implementasi
kebijakan mutu layanan JKN di daerah sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian secara komprehensif.
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Timur dari tahun 2018-2019. Pemilihan sampel dalam studi ini menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 33 responden. Subjek penelitian dalam studi ini yaitu Direktur Rumah Sakit, Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Teknis maupun Koordinasi, Tim Anti Fraud, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas, Dokter Puskesmas dan
Penanggung jawab KBK. Analisis Data kualitatif berupa rekaman hasil wawancara mendalam yang dituliskan dalam transkrip wawancara..
Hasil Penelitian
1. Regulasi Kendali Mutu Kendali Biaya
Hasil temuan menunjukkan upaya kendali biaya pada Rumah Sakit di Provinsi Kalimantan Timur telah dilaksanakan oleh tim kendali mutu kendali biaya rumah sakit melalui kegiatan verifikatif klaim penyakit yang berbiaya besar.
“Jadi sementara ini karena kami sebagai verifikator untuk masalah pengklaiman, disitu kami bertugasnya. Mula dari real cost yang terlalu besar, penggunaan obat formularium nasional yang dilakukan dokter, penggunaan BHMP yang tidak sewajarnya, itu she yang kami lakukan. (TKMKB RSUD Moeis)
“Ada beberapa hal yang kita harus…. Kayak down coding yah. Jadi ada hal yang tidak bisa kita lakukan disini misalnya diagnosa sucsesis, kita tidak bisa mendiagnosa itu walaupun kita menggunakan terapi sucsesis karena belum ada unsur bakteri disitu. Hal-hal seperti itu. Jadi kita biaya RS besar, INA CBGsnya kecil, kita tidak bisa menyalahkan INA CBGS nya langsung, kita crosscheck dulu, billing downnya seperti apa. Ada gak hal-hal yang kita perbaiki disini. (TKMKB RSUD Moeis)
Selain kegiatan kendali biaya, tkmkb juga telah melaksanakan kegiatan kendali mutu melalui audit medis. Kegiatan audit medis telah berjalan namun tugas ini dilakukan oleh Komite Medik bukan TKMKB.
Audit medis dilakukan oleh komite medik bukan tim kendali mutu kendali biaya. Tapi itu kalau ada kasus yang khusus saja. Audit medik sudah pernah kami lakukan, kebanyak kasus maternal karena audit maternal itu diperhatikan dinas kesehatan juga. Jadi kalau ada sampai ibu meninggal atau bayi meninggal itu jadi isu sendiri sehingga kita benar-benar perhatikan.
Kegiatan utilization review telah dilakukan oleh fasilitas kesehatan namun kegiatan ini masih difasilitasi oleh BPJS Kesehatan dimana data-data pendukung disediakan oleh BPJS Kesehatan
“Memang ada ketentuan aktivitas program kerja, TKMKB ketuanya non bpjs, kalau bukan dinkes umumnya IDI. Kami BPJS hanya fasilitator, kemudian dalam pekerjaan mereka, TKMKB secara Independen harusnya memprogramkan sendiri kerjanya tapi dalam prakteknya Kami bantu buat jadwalkan, kami support data2 masalah yang terjadi. Apabila terdapat masalah di salah 1 RS, pintu masuk kita tim teknis tadi” (BPJS Kesehatan Cabang Samarinda)
TKMB juga telah melakukan upaya kendali mutu kendali biaya pada unit layanan. Hal ini memicu dokter untuk membuat clinical pathway sehingga dokter memahami lama hari perawatan dan biaya perawatan untuk kasus yang ditangani.
“dari awal kita bekerja sampai sekarang, akhirnya mereka terpacu untuk membuat clinical pathway sesuai dengan praktik klinik sesuai dengan keahliannya. Misalnya di UGD, LOSnya 3-4 hari saja, itu akan dipertahankan untuk menjaga efektifitas dan efisiensi pelayanan” (TKMKB RSUD Moeis)
Jadi dokter-dokter terpacu membuat praktek kliniknya masing-masing, berapa [biaya rawat] sih sebenarnya pasien itu harus dirawat inap tanpa komplikasi yah.
2. Regulasi Pencegahan Kecurangan pada Program JKN
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa tim pencegahan kecurangan di FKTL maupun dinas kesehatan belum menyusun kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan.
Gak ada [Pedoman], kita gak bikin karena ditingkat provinsi gak ada. (Tim Anti Fraud Dinkes Samarinda)
Pedoman untuk fraud ga ada kalau sesuai SPO minimalkan fraud itu. Jadi melindungi diri masing2 agar terhindar dari itu. Cara mencegah fraud menerbitkan SPO masing2 bagian. (Tim Anti Fraud RSUD Moeis)
Pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan kendali biaya telah dilaksanakan oleh rumah sakit melalui penegakkan SPO pada setiap unit layanan.
Tim sudah mengembangkan pelayanan berorientasi kendali mutu kendali biaya: Yaitu kerjaan verifikasi itu, kita mengendalikan mutu mengendalikan biaya…, itu juga mengendalikan fraud. Karena kita gak punya SDM banyak Pak, kalau ada tim fraud sendiri, tim KMKB sendiri, pasti yang ngobatin gak ada. Habis.
Cara mencegah fraud kan kita menyusun SPO-SPO, kita sosialisasikan untuk mengikuti SPOnya (Direktur RS)
Kalau kita tergerak dari kendali mutu kendali biaya itu pak. Jadi yang jelas kita, harus sesuai aturan, tidak boleh diagnosa tidak sesuai dengan indikasi medis.
Hasil temuan kami juga menunjukkan bahwa tim pencegahan kecurangan di FKTL maupun dinas kesehatan telah terbentuk atas dorongan dari permenkes pencegahan kecurangan pada program JKN.
“tim pencegahan kecurangan (fraud) dalam program Jaminan Kesehatan sudah terbentuk, ada SKnya Bu dari Direktur” (RSUD Moeis)
“Kami sudah terbentuk tim anti fraudnya, di SK kan oleh GUBERNUR” (Kabid Yankes Dinkes Samarinda)
3. Regulasi Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan
a) Contact Rate (Angka Kontak)
Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat FKTP yang tidak mencapai target indikator contact rate. Hal ini terjadi karena memiliki sumber daya manusia yang kurang dan besarnya jumlah peserta JKN terdaftar di FKTP serta penduduk yang terdaftar di FKTP lain berdomisili wilayah kerja FKTP.
“Jadi untuk selama ini memang di Sempaja pak, memang tidak pernah mencapai 100%, tidak aman terus, karena terus terang aja kapitasi kami kepesertaan nya lumayan besar, kurang lebih 13 ribuan, nah sedangkan kalau umpanya ini dimasukkan ke kontak dan karena kontak nya satu kali saja, kan yang datang di puskesmas orangnya itu itu saja. (PKM Sempaja, Kota Samarinda, Kalimantan
Timur)
kalau kepesertaannya diluar Sempaja itukan tidak dihitung pak, itu juga kendalanya, sedangkan kami ini kan banyak mahasiswa daerah sini, banyak daerah yang luar kota, jadi tidak dihitung untuk kapitasi sini (PKM Sempaja, Kota Samarinda,
b) Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FKTP belum mampu menangani kasus non spesialistik karena kompetensi dokter tidak memadai dalam menuntaskan 144 diagnosa yang harus ditangani FKTP dan minimnya sarana dan prasarana pendukung untuk mengendalikan jenis penyakit yang menjadi kompetensi FKTP.
SDM Seperti apa kita kekurangan disini, SKM kurang banyak disini, promkes kurang, epid itu kurang, dokter kurang ya. Jadi effortnya limited untuk input, ya udah pasti pengaruh proseskan” (Kabid Yankes Dinkes Samarinda)
… coba tanya sama bpjs rujukan total itu sekitar 24 % itu semua analisa berdasarkan input nah sekarangkan rujukan real time 17% itu terendah mau yang tinggi?, yang tinggi itu sidomulyo tinggi yang 34 persen. Kita sudah 2 tahun di peer review sama dokter spesialistik, hanya mampu menurunkan 1 sampai 2% rujukan non spesialistik (Dinkes Samarinda, Kaltim)
“Salah satunya yang besar juga selain kontak tadi rujukan non-spesialistik ini banyak faktor yang menyebabkan itu. Kemarin yang dievaluasi misalnya Berau menganggap bahwa ketidakadaannya dokter menyebabkan banyaknya rujukan non-spesialistik dilakukan itu analisa sementara. Ternyata, di Kukar malah justru yang Puskesmas dekat dengan rumah sakit malah yang rujukan non-spesialisnya yang tinggi. (Kabid
Yankes, Dinkes Provinsi Kaltim)
c) Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP
Indikator Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP menjadi salah satu penilaian KBK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FKTP tidak mencapai target prolanis karena minimnya kesadaran peserta prolanis untuk berkunjung pada kegiatan pelayanan prolanis di FKTP. Selain itu, peserta prolanis masih berorientasi pada layanan kuratif di FKTP.
“Yang datang justru kesini itu hanya untuk mengambil obat. Kalau untuk pembinaan kesehatan untuk, senam pun susah. Karena orientasi mereka itu datang ke fasilitas kesehatan itu kalau nggak rujukan, ya obat. Untuk kita mendeteksi kesehatannya, membina olahraganya susah banget (PKM Sempaja, Samarinda)
Selain temuan di atas, tidak tercapainya target indikator KBK karena tidak disiplinnya petugas FKTP melakukan input data pelayanan di P-Care. Hal ini menjadi faktor penentu luaran capaian KBK, yang apabila FKTP rajin menginput data P Care secara real time maka dapat meningkatkan luaran capaian KBK FKTP.
“Penilaian KBK sangat tergantung pada luaran P Care, nah luaran P Care sangat tergantung dari maturitas penginputan ke P Care dan kedisiplinan petugas FKTP khususnya puskesmas ini cukup rendah di inputan” (Kepala BPJS Cabang
Pembahasan
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwah tim kendali mutu kendali biaya telah melakuan kegiatan utilization review namun belum dilakukan secara independen. BPJS Kesehatan masih menjadi sentral untuk menggerakkan TKMKB, meskipun tim ini berasal dari asosiasi profesi. Tidak adanya data yang dipegang oleh TKMKB menjadi salah satu pemicunya. Kegiatan utilization review menjadi langkah yang dilakukan untuk mengetahui biaya klaim layanan di Rumah Sakit. Dalam buku petunjuk teknis KMKB, seharusnya TKMKB mendapat akses ke database fasyankes dan database BPJS Kesehatan (TKMKB Nasional, 2015), dan kemudian melakukan pengolahan data secara mandiri.
Pemberlakuan kebijakan pencegahan kecurangan (fraud) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tertuang dalam Permenkes No. 36/2015 menyatakan bahwa provider dianggap melakukan kecurangan JKN bila melakukan upcoding, phantom billing, maupun phantom procedure, perpindahan kelas perawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan klaim pada kelas perawatan I, II dan III. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil kajian fraud di RS Kelas A yang dilakukan oleh PKMK FKKMK UGM tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat potensi fraud dimana rumah sakit menagihkan biaya perawatan untuk ruangan yang kelas perawatanya lebih tinggi daripada yang sebenarnya digunakan pasien sebanyak 57% (Trisnantoro, L, 2016). Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa upaya pengendalian kecurangan pada program JKN di Provinsi Kalimantan Timur belum berjalan maksimal. Meskipun tim pencegahan kecurangan telah dibentuk, namun kerja-kerja yang dilakukan tidak diketahui secara jelas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KBK belum mampu mengendalikan mutu layanan di FKTP, meskipun akses dan pemanfaatan fasilitas kesehatan meningkat. KBK belum memotivasi FKTP untuk mencapai target layanan karena indikator KBK tidak menggambarkan kualitas layanan sedangkan FKTP dituntut untuk menyelesaikan layanan sesuai SPM sehingga FKTP mengejar target SPM dibanding KBK.
Kesimpulan
1. KBK belum mampu mengendalikan mutu layanan di FKTP
2. Kendali mutu kendali biaya telah dilaksanakan namun belum optimal
Daftar Pustaka
BPJS Kesehatan. (2016). Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 8 Tahun Tentang Penerapan Kendali Mutu Dan Kendali Biaya Pada Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
BPJS Kesehatan. (2017). Tinjauan Pelaksanaan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen. Jakarta.
Djasri, Hanevi. (2010). Modul Audit Medis. Yogyakarta: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM.
Djasri, H., Rahma, P. A., & Hasri, E. T. (2018). Korupsi Dalam Pelayanan Kesehatan Di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi Dan Sistem Pengendalian Fraud.
Retrieved from
https://acch.kpk.go.id/en/component/content/article?id=672:korupsi-dalam- pelayanan-kesehatan-di-era-jaminan-kesehatan-nasional-kajian-besarnya-potensi-dan-sistem-pengendalian-fraud
Dewan Jaminan Sosial Nasional. (2020). Sistem Monitoring Terpadu Dewan Jaminan Sosial Nasional. Retrieved from http://sismonev.djsn.go.id/kepesertaan/
Inseok Ko, MS and Hyejung Chang. (2017). Interactive Visualization of Healthcare Data Using Tableu. Healthc Inform Res. Published online October 31. https://doi.org/10.4258/hir.2017.23.4.349.
James, J., Damberg, C., Ryan, A., Agres, T., Schwartz, A., & Dentzer, S. (2012). Pay-for-Performance. Health Affairs, 19, 1–5. https://doi.org/10.1377/hpb2012.19
Kalk, A., Paul, F. A., & Grabosch, E. (2010). “Paying for performance” in Rwanda: Does it pay off? Tropical Medicine and International Health, 15(2), 182–190. https://doi.org/10.1111/j.1365-3156.2009.02430.x
Li, J., Huang, K. Y., Jin, J., & Shi, J. (2008). A survey on statistical methods for health care fraud detection. Health Care Management Science, 11(3), 275–287. https://doi.org/10.1007/s10729-007-9045-4
Paul, E., Sossouhounto, N., & Sèdjro Eclou, D. (2014). Local stakeholders’ perceptions about the introduction of performance-based financing in benin: A case study in two health districts. International Journal of Health Policy and Management, 3(4), 207–214. https://doi.org/10.15171/ijhpm.2014.93
TKMKB Nasional. (2015). Buku Petunjuk Teknis Kendali Mutu dan Kendali Biaya Program JKN. Jakarta: BPJS Kesehatan.
Trisnantoro, L. (2014). Paparan dalam diskusi Skenario Pelaksanaan JKN 2014 – 2019. Wibowo, N. M., Utari, W., Muhith, A., & Widiastuti, Y. (2019). Detection of Healthcare Fraud
in The National Health Insurance Program Based on Cost Control, 103(Teams 19), 284– 288. https://doi.org/10.2991/teams-19.2019.46