• Tidak ada hasil yang ditemukan

Task 4: Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Task 4: Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Task 4:

Panduan

Penataan Batas

Desa secara

Partisipatif

Support Services for

Land Use Planning,

District Readiness,

Strategic Environmental

Assessment and Related

Preparatory Activities for

the Green Prosperity

Project in Indonesia

Nomor Kontrak GS10F0086K Laporan Akhir 21 November 2013 Disiapkan untuk: Millennium Challenge Corporation 875 15th St., NW Washington, D.C. 20005 Diserahkan oleh: Abt Associates Inc.

4550 Montgomery Avenue Suite 800 North Bethesda, MD 20814 Dalam Kemitraan dengan: ICRAF, Indonesia URDI, Indonesia

(2)

Kata Pengantar

Panduan Penataan Batas Desa Partisipatif ini disusun berdasarkan Permendagri No.27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa, pembelajaran dari pemetaan partisipatif di Indonesia, serta beberapa pengalaman penataan batas desa dari berbagai daerah, terutama di Kabupaten Merangin dan Muaro Jambi (Provinsi Jambi) serta Kabupaten Mamasa dan Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat). Dalam membuat panduan ini tim penyusun mempelajari Permendagri di atas dan metodologi pemetaan partisipatif yang dipakai di indonesia serta melakukan beberapa diskusi dan wawancara dengan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab pada penataan batas desa dan atau daerah, sejumlah LSM yang telah melakukan kegiatan pemetaan partisipatif, serta akademisi yang memiliki pengalaman dalan penataan batas desa.

Penataan batas bukanlah sebuah masalah teknis semata, tapi justru yang terpenting adalah hal non teknis. Hal-hal tersebut antara lain, bagaimana mencapai kesepakatan atas batas desa, baik di dalam desa tersebut maupun dengan desa-desa tetangga. Kemudian, bagaimana melibatkan banyak pihak terutama masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan ditata batas. Partisipasi masyarakat setempat merupakan bagian penting dalam penataan batas karena merekalah yang paling berkepentingan terhadap wilayahnya dan mereka memiliki pengetahuan tentang wilayah mereka jauh lebih baik daripada pihak-pihak lain karena mereka hidup di tempat tersebut sehari-hari. Hal-hal ini kurang dijabarkan dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006, sementara proses teknis mendapat porsi yang besar. Berdasarkan hal-hal tersebut, panduan ini memperkaya metodologi yang ada dengan menggabungkan metodologi yang dipakai dalam Permendagri tersebut dan metodologi pemetaan partisipatif skala luas, yang dikembangkan oleh Center for the Support of Native Lands dan telah dilaksanakan di beberapa tempat di Indonesia.

Panduan ini diharapkan bisa menjadi panduan dasar bagi program Kemakmuran Hijau di Indonesia yang dikelola oleh Millenium Challenge Account – Indonesia (MCA-I) dalam membantu pemerintah kabupaten untuk melakukan penataan batas desa. Selain itu, metodologi yang dipakai dalam panduan ini diharapkan dapat mempercepat proses penataan batas desa yang selama ini berjalan dengan lambat. Itulah sebabnya satuan wilayah yang dipakai dalam panduan ini adalah kecamatan, bukan desa per desa. Namun dalam pelaksanaannya, bila masyarakat adat masih ada di kecamatan tersebut, wilayah masyarakat adat yang bersangkutan juga dipetakan (paling sedikit wilayah indikatif) berdasarkan satuan wilayah yang mereka putuskan sendiri.

Tim penyusun berharap bahwa panduan ini adalah dokumen hidup yang berkembang sesuai dengan dinamika pemerintah dan masyarakat desa. Perubahan dalam penerapan panduan ini adalah sesuatu yang kami perkirakan, terutama untuk mengakomodasi konteks lokal.

Tim Penyusun,

Albertus Hadi Pramono Harizajuddin

(3)

Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif

Daftar Isi

Kata Pengantar ... ii

Daftar Singkatan dan Istilah ... v

1. Pendahuluan ... 1

1.1. Penetapan dan penegasan batas desa... 2

1.2. Pemetaan partisipatif ... 2

1.3. Batas ... 3

1.4. Desa dan Wilayah Adat ... 4

1.5. Pendekatan konseptual ... 4

2. Tahapan Penataan Batas Desa ... 7

2.1. Prinsip-Prinsip Dalam Penataan Batas Desa ... 7

2.1.1. Prinsip Sosial ... 7

2.1.2. Prinsip Teknis ... 8

3. Pembentukan Organisasi Penataan Batas desa... 11

3.1. Pembentukan Tim Penataan Batas Desa tingkat Kabupaten ... 11

3.2. Pendanaan ... 14

4. Tahap Persiapan ... 16

4.1. Pembentukan Organisasi Pelaksana Proyek ... 16

4.1.1. Tim Pelaksana Desa ... 16

4.1.4. Tim Penyelesaian Perselisihan Batas Desa ... 17

4.2. Persiapan di tingkat Pemerintah Kabupaten ... 17

4.4. Persiapan di tingkat Desa ... 18

5. Lokakarya Pertama ... 20

Lokakarya Penataan Batas Partisipatif ... 20

Pelatihan Tim Pelaksana Desa ... 21

6. Periode Lapangan ... 25

7. Pembuatan Rancangan Peta Batas Desa Secara Kartometris ... 28

8. Lokakarya Penetapan Batas Desa... 29

9. Survei Batas Desa... 31

10. Survei Batas secara Geodetik ... 33

10.4. Survei Batas... 38

10.4.1. Pengukuran Garis Batas... 38

10.4.2. Penentuan Posisi Pilar Batas desa ... 39

10.5. Pembuatan Peta Batas ... 39

(4)

11. Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Desa ... 42

13. Pembiayaan ... 43

Lampiran 1. Tugas dan kualifikasi Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif ... 46

Lampiran 2. Tahap kegiatan penataan batas desa ... 49

Lampiran 3. Tabel Nama Tempat Pada Batas Desa ... 7

Lampiran 4. Berita Acara Penelitian Dokumen Batas Desa ... 8

Lampiran 5. Koordinat nama tempat sepanjang batas ... 11

Lampiran 6. Formulir berita acara... 12

Lampiran 7. Formulir Data Survei ... 4

Lampiran 8. Berita Acara Penyerahan Peta ... 7

Lampiran 9. Spesifikasi Teknis Pilar Batas desa ... 8

Lampiran 10. Berita Acara Pemasangan Pilar Batas Desa ... 12

Lampiran 11. Hitungan Koordinat ... 10

Lampiran 12. Pengukuran Situasi ... 11

(5)

Daftar Singkatan dan Istilah

ADD Alokasi Dana Desa

AMAN Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Bappeda Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah

BPD Badan Permusyawaratan Desa

BPMPD Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa

BPN Badan Pertanahan Nasional

Citra satelit rekaman visual keadaan bumi yang diambil oleh satelit pengamatan bumi

CORS Continuously Operating Reference Station

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

FPIC free, prior informed consent

GIS Geographical Information System, suatu sistem pengolahan informasi spasial berbasis komputer

GP Green Prosperity (Kemakmuran Hijau)

GPS Global Positioning System, sistem penentuan koordinat di permukaan bumi

dengan bantuan satelit navigasi

JKPP Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

JRSP Jaringan Referensi Satelit Pertanahan

Kartometris penentuan garis batas di atas peta

Kemendagri Kementerian Dalam Negeri

Landsat satelit pengamatan bumi milik Amerika Serikat

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MCA-I Millennium Challenge Account – Indonesia

MCC Millennium Challenge Corporation

PADIATAPA Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

PBA Pilar Batas Antara

PBU Pilar Batas Utama

Pemda Pemerintah Daerah

Pemdes Pemerintah Desa

Pemkab Pemerintah Kabupaten

Perda Peraturan Daerah

Permendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri

PKB Pilar Kontrol Batas

PLUP Participatory Land Use Planning

PP Peraturan Pemerintah

PPBAK Forum Penyelesaian Perselihan Batas Antar Kecamatan, Kabupaten dan

Provinsi

PPBK Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan

RBI rupa bumi Indonesia

SK Surat Keputusan

SPOT satelit pengamatan bumi milik Perancis

(6)

UAV Unmanned Aerial Vehicle (pesawat tanpa awak)

UTM Universal Transverse Mercator

SIG sistem informasi geografis, padanan dari istilah GIS

(7)

1. Pendahuluan

Buku ini adalah panduan penataan batas desa tingkat kabupaten yang akan digunakan dalam pelaksanaan penataan ruang partisipatif (Participatory Land Use Planning disingkat PLUP), yang menjadi bagian dari pelaksanaan proyek Kemakmuran Hijau di Indonesia. Penataan batas desa adalah unsur penting dan dalam banyak hal merupakan langkah pertama dalam proses penataan ruang partisipatif di tingkat desa. Batas desa yang jelas dan tidak terbantahkan memberikan dasar untuk desa perencanaan penggunaan lahan, pemetaan batas kepemilikan tanah, dan hak penggunaan komunal desa. Hal-hal tersebut juga memberikan gambaran tentang "kenyataan di lapangan" serta menjadi integrasi data spasial di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.

Sayangnya, perkembangan penataan batas desa berjalan sangat lambat, padahal investasi sudah masuk dengan cepat ke desa-desa. Pemerintah daerah umumnya masih menganggap penataan batas desa bukanlah prioritas, karena mereka masih fokus pada batas provinsi dan batas kabupaten. Sementara, dari kajian yang dilakukan untuk mengembangkan panduan ini nampak jelas bahwa bila batas antar desa jelas maka dengan sendirinya batas antar kabupaten dan provinsi akan jelas. Melihat kondisi tersebut sehingga perlu ada terobosan untuk mempercepat proses penataan batas desa. Terobosan ini diharapkan bisa mengatasi hambatan seperti waktu yang dibutuhkan dan biaya yang mahal. Dari pengalaman pelaksanaan pemetaan partisipatif baik Indonesia maupun di berbagai negara di dunia, pemetaan batas wilayah bisa dilakukan lebih efisien dan lebih partisipatif.

Namun, perlu disadari bahwa kegiatan pemetaan batas desa hendaknya tidak dilihat semata hanya kegiatan ‘teknis’ yang bisa dilakukan para teknisi pemetaan. Para pembaca Panduan ini perlu menyadari bahwa kegiatan serupa ini jauh lebih luas dari urusan teknis pemetaan (kartografi), dan proses yang berlangsung adalah kegiatan yang sangat manusiawi (bukan teknis) yang rumit. Sejumlah tugas non-teknis (yaitu non-kartografis) harus dilakukan: penggalangan dana, pengelolaan dana setelah diperoleh, pengorganisasian orang pada setiap tahap kegiatan (termasuk berbagai lokakarya dan fase lapangan), logistik (perjalanan, makanan, dan pengingapan), komunikasi dengan berbagai pihak baik di tingkat desa maupun pemerintah, dan pengelolaan berbagai tim selama kegiatan berlangsung.

Dengan demikian, kartografi adalah sebuah komponen yang sangat penting, namun hanya salah satu dari berbagai komponen lainnya. Yang sangat penting adalah bagaimana semua komponen tersebut disatukan dan dikelola. Selain itu, selalu ada godaan kuat untuk mengerjakan kegiatan secepat mungkin. Padahal proses sosial memerlukan waktu yang cukup agar semua pihak yang terlibat mempunyai pemahaman yang sama tentang tujuan dan proses penataan batas desa dan penggunaan peta yang dihasilkan.

Buku ini terutama ditujukan untuk para pengguna yang memiliki pengetahuan dasar tentang pemetaan dan atau survei serta para pengambil keputusan pada instansi pemerintah mulai dari tingkat desa sampai kabupaten dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Panduan ini memakai asumsi bahwa pemerintah kabupaten yang akan menjalankan proyek Kemakmuran Hijau bermaksud mempercepat penataan batas desa di dalam wilayahnya, atau setidaknya pada kecamatan yang terpilih untuk pelaksanaan proyek tersebut. Jika ada desa yang sudah melakukan penataan batas, maka data atau hasil pemetaan bisa tidak mengikuti tahapan tertentu. Untuk itu, pendekatan yang dipakai bukanlah penataan batas desa satu per satu, tetapi sekaligus bersama-sama dalam satu kecamatan yang menjadi prioritas.

(8)

Sebelum masuk lebih jauh ke dalam metodologi, penyusun perlu menjabarkan beberapa istilah penting yang ada dalam panduan ini.

1.1. PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana tertuang dalam Permendagri (Peraturan Menteri Agraria) No. 27 Tahun 2006, membedakan penetapan dan penegasan dalam proses penataan batas wilayah administrasi. Penetapan berarti menentukan batas di atas sebuah peta, yang disebut sebagai penentuan batas secara kartometris. Sementara, penegasan adalah meletakkan tanda batas di lapangan. Di bawah ini adalah definisi dari kedua istilah dalam Permendagri tersebut:

● Penetapan adalah “proses penetapan batas desa secara kartometrik di atas suatu peta dasar yang disepakati”

● Penegasan batas desa adalah “proses pelaksanaan di lapangan dengan memberikan tanda batas desa berdasarkan hasil penetapan”

Dengan pengertian tersebut, penetapan merupakan suatu proses legal (konsensus) untuk membangun kesepakatan antar pihak yang berbatasan, sedangkan penegasan merupakan suatu proses teknis yang menerjemahkan kesepakatan menjadi patok-patok batas dan titik koordinat secara geodetik. Dalam peraturan tersebut, penetapan batas desa terdiri dari penelitian dokumen batas, penentuan peta dasar yang dipakai, dan pembuatan garis batas secara kartometrik di atas peta dasar (Pasal 3). Sementara penegasan batas mencakup tahapan penentuan dokumen penetapan batas, pelacakan garis batas, pemasangan pilar di sepanjang garis batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas, serta pembuatan peta garis batas (Pasal 4 ayat 1). Komponen-komponen kegiatan tersebut terlalu banyak nuansa pekerjaan teknis pemetaan, sedangkan proses membangun kesepakatan kurang memadai. Dengan demikian, penataan batas sangat berpotensi konflik karena sangat terkait dengan klaim-klaim atas wilayah baik oleh pemerintah, perusahaan (terutama pemegang konsesi) dan masyarakat; sejarah komunitas dan sistem pemerintahan mereka; dan identitas masyarakat. Untuk itu perlu ada upaya sungguh-sungguh untuk mengelola konflik agar semua kepentingan bisa mendapatkan tempat secara adil. Dengan demikian, perlu ada upaya khusus untuk memperkuat tahapan penetapan batas. Untuk itulah metodologi pemetaan partisipatif diperlukan supaya proses sosial bisa berlangsung dengan baik dan inklusif.

1.2. PEMETAAN PARTISIPATIF

Pemetaan partisipatif adalah sebuah metode yang memungkinkan masyarakat lokal untuk menggunakan kekuatan peta dan bahkan menjadi pembuat peta yang menunjukkan keberadaan mereka di suatu tempat dan perspektif mereka tentang ruang yang mereka pakai. Salah satu alasan utama metode ini adalah bahwa masyarakat setempat paling tahu tentang daerahnya sendiri dan mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan menjaga daerahnya sendiri. Metode ini berintikan pada proses pembuatan peta modern melalui proses dialog di antara masyarakat lokal dan pendamping yang membantu mereka. Melalui proses ini masyarakat diharapkan menjadi pembuat peta dan sekaligus pengguna peta karena pemetaan partisipatif adalah tentang, oleh dan untuk masyarakat. Secara khusus para pendamping ini menerjemahkan peta mental (pengetahuan tentang suatu wilayah yang ada dalam ingatan) suatu masyarakat ke atas peta dengan standar kartografis. Dengan adanya teknologi pemetaan yang makin mudah digunakan – yaitu global positioning systems (GPS), sistem informasi geografis, dan penginderaan jauh – kemungkinan pembuatan peta oleh orang awam makin tinggi, yang sebelumnya praktis hanya bisa dilakukan oleh tenaga ahli.

Berdasarkan pembelajaran selama ini pemetaan partisipatif bisa berguna untuk mencapai berbagai tujuan berikut:

(9)

 mengorganisasi masyarakat

 melestarikan dan memperkuat pengetahun lokal/tradisional;

 mendapatkan pengakuan atas hak-hak sumber daya;

 menentukan batas wilayah adat;

 meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola dan melindungi ruang mereka;

 membantu proses penyelesaian konflik dalam sengketa atas ruang;

 meningkatkan dan memobilisasi kesadaran lokal akan masalah-masalah lingkungan;

 meningkatkan kapasitas lokal dalam berhubungan dengan lembaga-lembaga eksternal; dan,

 memungkinkan kelompok-kelompok lokal dan global untuk bekerjasama dan saling mengisi dalam program-program konservasi keanekaragaman hayati.

Dengan demikian, pemetaan partisipatif tidak hanya dipakai dalam penentuan batas wilayah, tetapi juga membantu suatu masyarakat untuk memahami dan merencanakan wilayahnya, suatu bagian yang penting dalam perencanaan tata ruang partisipatif yang dilakukan Program Kemakmuran Hijau.

1.3. BATAS

Konsep batas adalah sebuah bentuk komunikasi untuk mengirimkan pesan tentang klaim seseorang atau suatu kelompok atas suatu ruang (wilayah). Klaim atas wilayah tersebut harus jelas untuk semua orang, khususnya orang di luar kelompok, agar mendapat pengakuan dari pihak-pihak lain sehingga pihak yang mengklaim bisa mengontrol lalu lintas orang dan barang ke dalam wilayah klaim serta mempertahankan dan melindungi wilayah tersebut. Jadi pemeliharaan batas sangat penting dalam hal ini, sehingga memungkinkan penghuni dan pengguna wilayah geografis tersebut untuk memanfaatkan sumber daya dalam batas-batas tersebut dengan suatu tingkat rasa aman tertentu. Dengan demikian, batas adalah persoalan tentang hubungan antar manusia yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Hal itu berarti bahwa batas adalah masalah sosial yang harus ditangani dengan penuh kehati-hatian. Namun konsep batas bukanlah sesuatu yang seragam. Dalam masyarakat modern batas lebih berupa garis tegas yang sempit dan mempunyai implikasi legal formal. Hal ini tampak jelas pada pagar rumah (terutama di perkotaan) yang secara fisik memisahkan ruang yang diklaim seseorang atau suatu kelompok dengan ruang di luarnya. Sementara bagi masyarakat pedesaan, terutama masyarakat adat, batas bukanlah suatu garis yang kaku, namun lebih cair dan sering berupa luasan atau sabuk, seperti kebun hutan atau punggung bukit. Hal ini bisa berubah karena teknologi pemetaan saat ini (yang menjadi bagian penting dalam penataan batas desa) menekankan pada batas berupa garis. Hal ini bisa berakibat pada perubahan konsep batas dalam masyarakat pedesaan yang kemudian memandang batas sebagai tembok. Untuk itu, perlu ada upaya khusus untuk membahas konsep batas ini agar tidak malah membuat konflik baru di masa datang.

Di masyarakat, kesepakatan batas yang jelas umumnya ada pada wilayah yang masih memegang aturan adat yang kuat. Kesepakatan tersebut umumnya bersifat lisan dan hanya diketahui oleh beberapa orang tua saja. Bila tidak ada upaya khusus untuk mengalihkan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya, maka pengetahuan tersebut akan hilang dan tidak ada lagi yang tahu batas wilayah berdasarkan kesepakatan tersebut.

Masyarakat memakai batas alam dan batas buatan. Batas alam umumnya adalah sungai, punggung bukit atau gunung, dan tanda-tanda alam lain yang memiliki kontur (baik cekung mapun cembung). Selain itu juga, tanda-tanda alam yang sering dipakai antara lain adalah batu, pohon yang berumur panjang (seringkali pohon yang mempunyai sarang lebah madu), dan bekas kebun. Tanda-tanda ini banyak dipakai secara tradisional, termasuk oleh masyarakat adat. Sementara, tanda batas buatan, antara lain, terdiri dari tugu, jalan dan bahkan pagar. Tanda-tanda buatan ini lebih sering dipakai lembaga-lembaga modern.

(10)

1.4. DESA DAN WILAYAH ADAT

Yang dimaksudkan dengan istilah desa adalah desa seperti umum dikenal di Jawa atau satuan-satuan sosial-politik yang dikenal di masing-masing daerah seperti nagari, kampung, lembang, huta, atau negeri. Hal ini diakui dalam UUD 1945 sebelum amandemen dan UU No. 32 Tahun 2004. Definisi tentang desa dalam UU terakhir disebutkan bahwa wilayah sebuah desa memiliki batas-batas wilayah dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan hak asal usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, sebuah wilayah desa harus merujuk pada hak asal-usul sebelum terbentuknya desa.

Di keempat kabupaten yang menjadi lokasi kajian dalam pengembangan laporan ini, hak asal-usul terkait dengan satuan sosial politik yang lebih besar daripada desa yang ada saat ini. Umumnya satuan tersebut merupakan federasi dari kampung-kampung, sementara di masa sekarang kampung cenderung menjadi desa. Satuan-satuan tersebut tidak lagi berfungsi saat ini, terutama karena pembentukan desa di era Orde Baru. Namun batas-batas wilayahnya masih diakui masyarakatnya sebagai batas yang paling diterima semua komunitas. Wilayah ini bisa dalam banyak kasus disebut sebagai wilayah adat, satuan yang dipakai oleh masyarakat adat anggota AMAN.

1.5. PENDEKATAN KONSEPTUAL

Panduan ini memperkaya metodologi yang dipakai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 27 Tahun 2007 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa dengan cara memadukan beberapa hal. Pertama, panduan ini mengikuti teknik standar kartografi (termasuk penggunaan teknologi spasial baru seperti GPS, SIG/GIS, dan citra satelit) yang disyaratkan Permendagri tersebut. Kedua, panduan ini mendorong partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari para pemangku kepentingan -termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya- agar hasil yang diperoleh memiliki informasi yang maksimal dan mendapat penerimaan yang luas di tingkat desa. Pendekatan tersebut diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi rendah karbon dan pengelolaan berkelanjutan sumber daya alam, serta mengurangi konflik. Ketiga, panduan ini juga mengadaptasi praktek-praktek terbaik internasional dalam pemetaan partisipatif yang telah cukup lama diterapkan di seluruh Indonesia oleh berbagai LSM. Selain itu, karena desa adalah juga bagian dari kabupaten dan provinsi, maka Permendagri No. 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, yang telah diubah dengan Permendagri No. 72 Tahun 2012, berlaku dan banyak mempengaruhi pengembangan panduan ini. Di bawah ini adalah gambaran konsep pendekatan yang dipakai dalam Panduan ini.

(11)

Gambar 1. Pendekatan Konseptual Pangkalan data geospasial desa PENATAAN BATAS & PEMETAAN DESA Permendagri 27/2006 Teknologi informasi spasial Pemetaan partisipatif Pemakai tingkat kabupaten & provinsi Pemakai tingkat desa Pemakai tingkat nasional (Kebijakan Satu Peta) Pemakai sektor swasta

Sumber: Usulan Kevin Barthel (MCC)

Panduan ini dirancang untuk dapat dikelola/dilaksanakan dengan mudah dalam penerapannya di lapangan, sehingga batas desa dapat ditentukan oleh masyarakat, secara geografis dapat ditarik garis batasnya, dan secara fisik dapat dipasangi pilar batas (demarkasi) di lapangan. Panduan ini mencakup pendekatan yang disarankan dalam mengadaptasi pedoman umum sehingga dapat diakui secara hukum dan berlaku di masing-masing kabupaten, sebagai bagian dari proses administrasi pemerintah desa, administrasi pertanahan, dan proses perencanaan tata ruang.

Dalam memperkaya metodologi yang dipakai dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006, panduan ini menambah komponen sosial, terutama pada tahap penetapan batas desa. Untuk itu, panduan ini menggabungkan pemetaan partisipatif untuk skala luas yang dikembangkan Center for the Support of Native Lands (yang memadukan penggunaan peta sketsa dan citra satelit) dan pemetaan berdasar Permendagri No. 27 Tahun 2006. Komponen pemetaan partisipatif menjadi inti pada proses penetapan batas desa, sedangkan tahapan kegiatan yang tertuang dalam Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa (yang diterbitkan Kemendagri sebagai Lampiran dari Permendagri tersebut) merupakan inti dari proses penegasan batas desa.

Metodologi pemetaan Native Lands dipilih karena ditujukan untuk memetakan wilayah secara luas (sampai dengan 2.000.000 ha) dengan 20-25 komunitas sekaligus. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan untuk menata batas suatu kecamatan sekaligus dalam suatu proyek. Pendekatan ini diharapkan dapat menekan waktu dan biaya serta resiko konflik. Kekuatan lain dari metodologi Native Lands adalah penekanannya pada pemanfaatan ruang oleh masyarakat. Hal ini sangat berguna agar masyarakat

(12)

desa-desa yang berdampingan bisa memahami penguasaan lahan di antara mereka, sehingga mereka bisa melakukan perundingan yang lebih baik untuk menentukan batas desa. Masalah ini menjadi penting karena ada kecenderungan yang kuat di dalam masyarakat pedesaan bahwa batas penguasaan lahan harus sama dengan batas desa. Informasi ini juga akan sangat berguna dalam proses penataan ruang kawasan pedesaan yang akan mengikuti penataan batas desa, sehingga tidak perlu melakukan pemetaan tata guna lahan lagi.

(13)

2. Tahapan Penataan Batas Desa

Penataan batas desa dalam panduan ini terdiri dari dua tahap yaitu penetapan dan penegasan. Seperti sudah disebutkan pada Bab I, panduan ini memperkaya tahap penetapan yang ada dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006. Adapun tahapan penataan batas desa yang dijabarkan dalam panduan ini seperti yang digambarkan pada diagram pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan penataan batas desa

Pembentukan Organisasi Penataan Batas Desa Persiapan Teknis & Sosial Lokakarya

Pertama LapanganPeriode

Pembuatan draf peta batas

secara kartometris Lokakarya Penetapan Batas Desa Survei Batas Desa Pemetaan secara Geodetik Pengesahan peta batas desa Keterangan:

Biru muda : tahap penetapan

Kuning : tahap penegasan

2.1.PRINSIP-PRINSIP DALAM PENATAAN BATAS DESA

Dalam melakukan penataan batas desa ada sejumlah prinsip sosial dan teknis yang perlu diperhatikan, terutama yang menyangkut etika dalam kegiatan pemetaan dan persyaratan teknis pembuatan peta. Prinsip-prinsip sosial terutama diambil dari pembelajaran pemetaan partisipatif, sementara prinsip teknis diintisarikan dari peraturan penataan batas daerah dan wilayah.

2.1.1.PRINSIP SOSIAL

Sebelum melakukan kegiatan penataan batas desa partisipatif perlu diperhatikan berbagai pihak yang menjadi pemangku kepentingan, terutama para pelaksana kegiatan. Prinsip ini perlu dipahami dan disepakati bersama semua pihak agar dapat (a) meminimalisasi perselisihan batas; (b) mengakomodasi hak-hak asal-usul; serta (c) menghargai dan melindungi hak-hak masyarakat adat, dan kelompok

(14)

terpinggirkan dan perempuan. Prinsip-prinsip yang perlu dipegang dalam proses penataan batas desa, antara lain:

 Masyarakat yang berada di desa yang akan ditata batas mendapatkan informasi yang cukup mengenai rencana, proses dan tahapan yang akan dilakukan termasuk upaya penyelesaian, siapa saja yang mesti terlibat dan bagaimana caranya mereka bisa terlibat.

 Semua komponen dalam masyarakat, termasuk kaum perempuan dan kelompok-kelompok rentan, berpartisipasi secara bermakna dalam pengambilan keputusan dalam proses penataan batas desa

 Masyarakat harus dipastikan untuk mendapatkan akses dan kontrol terhadap proses dan hasil penataan batas partisipatif

 Masyarakat harus dipastikan untuk memutuskan apakah kegiatan penataan batas partisipatif dapat dilakukan atau tidak.

 Mengutamakan sumber daya manusia lokal, khususnya masyarakat desa yang dipetakan, sebagai pelaksana kegiatan penataan batas partisipatif

 Mengutamakan pengetahuan lokal tentang batas dan pemanfaaan ruang dan mekanisme resolusi konflik secara adat yang berlaku

 Ada mekanisme kendali mutu untuk menjaga mutu proses penataan batas dan produk-produknya (termasuk dokumen dan peta-peta)

 Ada pengakuan dan perlindungan atas hak kepemilikan intelektual masyarakat atas peta-peta yang dihasilkan

 Ada perhatian khusus atas asal usul masyarakat dan kewilayahan pada daerah yang ditata batas, baik yang tertuang dalam sejarah lisan maupun dokumen-dokumen tertulis

 Penghormatan terhadap aturan adat atau aturan sosial yang masih berlaku di wilayah tersebut

 Batas administrasi desa tidak menghilangkan kewenangan/aturan adat yang berlaku

 Ada kejelasan pembagian kewenangan pemerintah desa dan lembaga adat dalam administrasi wilayah

 Batas wilayah desa merupakan batas layanan administrasi kepemerintahan, bukan batas kepemilikan hak. Dengan demikian batas wilayah desa tidak menghilangkan hak kepemilikan dan pengaturan, baik yang bersifat pribadi maupun kelompok

2.1.2.PRINSIP TEKNIS

 Peta yang dibuat harus mempunyai spesifikasi sebagai berikut:

No Jenis Persyaratan

1. Datum Horisontal DGN95

2. Elipsoid Referensi WGS 1984

3. Skala Peta 1:1.000 – 1: 10.000

4. Sistem Proyeksi Peta Transverse Mercator (TM)

5. Sistem Grid Universal Transverse Mercator

(UTM) dengan grid geografis dan metrik

6. Ketelitian Planimetris 0.5 mm diukur di atas peta

 Format peta untuk skala 1:10.000 yang dihasilkan perlu memenuhi SNI 19-6502.1-2000 tentang Spesifikasi teknis peta rupabumi skala 1 : 10.000

 Sebisa mungkin dicari peta dasar dengan skala 1:10.000, bila tidak tersedia maka harus dibuat peta kerja dengan skala tersebut

(15)

2.2. Indikator partisipasi

Karena partisipasi adalah komponen kunci - jika tidak inti - dalam pemetaan partisipatif, tentulah sangat penting untuk mengembangkan sejumlah indikator partisipasi. Indikator yang diberikan di sini barulah usulan awal, karena nantinya mungkin diperluas ketika Proyek GP mulai melaksanakan penataan batas desa secara partisipatif di lapangan.

Indikator partisipasi dalam penataan batas desa:1

1. Indikator risiko/pemungkin mengukur pengaruh faktor eksternal:

a. lingkungan kebijakan untuk mengaktifkan penataan batas desa secara partisipatif, dan b. ketersediaan dana dari pemerintah dan sumber-sumber lainnya.

2. Indikator masukan mengukur sarana yang proyek dilaksanakan:

a. pemahaman di antara para staf proyek tentang teknologi, peralatan dan teknik penelitian di bawah tanggung jawab mereka, dan

b. pemahaman masyarakat tentang teknologi, alat dan teknik penelitian yang digunakan dalam batas desa pengaturan latihan.

3. Indikator proses mengukur kegiatan penyampaian sumber daya yang ditujukan untuk suatu program atau proyek; indikator-indikator tersebut memantau prestasi selama pelaksanaan untuk mengetahui kemajuan menuju hasil yang diharapkan :

a. protokol dalam melakukan penataan batas desa, termasuk Padiatapa (Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan, sebagai padanan dari free, prior informed consent [FPIC]) dari masyarakat untuk melaksanakan kegiatan, dan dari masing-masing warga desa (terutama dalam wawancara perseorangan);

b. jumlah pertemuan identifikasi dan perencanaan dihadiri oleh warga desa;

c. partisipasi masyarakat berdasarkan jenis kelamin (laki-laki , perempuan), status sosial (elit, rakyat jelata, 'buangan'), usia (lansia,dewasa, remaja, anak-anak), dan etnis dalam hal jumlah, peran dalam kegiatan, dan kualitas keterlibatan masing-masing kategori, dan pengetahuan yang digunakan dan dikumpulkan (termasuk frekuensi kehadiran lelaki dan perempuan, jumlah laki-laki dan perempuan dalam posisi pengambilan keputusan), dan d. kualitas fasilitasi dalam mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan yang berbeda di

antara berbagai kelompok dalam suatu masyarakat.

4. Indikator keluaran mengukur sejauh mana proyek memberikan keluaran yang diinginkan dan mengidentifikasi hasil-hasil antara, misalnya, ketika keterlibatan donor sudah hampir selesai:

a. waktu yang dibutuhkan untuk pengesahan batas desa, dan

b. penggunaan peta dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan jenis kelamin, status sosial dan usia, dan dalam mengamankan hak-hak masyarakat.

1 Diadaptasi dari Bastia, Tanja (2000). Qualitative and Quantitative Indicators for the Monitoring and

Evaluation of the ILO Gender Mainstreaming Strategy. pp. 20-21; International Fund for Agricultural Development (IFAD) (2011). Evaluating the impact of participatory mapping activities: Participatory monitoring and evaluation (Rome: IFAD). p.7

(16)

5. Indikator Dampak mengukur sejauh mana proyek tersebut memiliki efek yang diinginkan, terkait langsung dengan hasil jangka panjang dari proyek, dan ketika keterlibatan donor berakhir:

a. Kontribusi dari proses untuk modal sosial, misalnya, Apakah proses pemetaan menghasilkan motif bagi masyarakat untuk berkumpul kembali atau melakukan suatu tindakan kolektif?

b. Perubahan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam setelah pemetaan partisipatif.

2.3 Catatan Praktis

Dalam merencanakan kegiatan selama penataan batas desa, kita perlu memperhitungkan siklus pertanian warga desa. Jika suatu kegiatan yang dilakukan selama masa tanam dan penyiangan, maka harus bersiap diri bahwa hanya sedikit warga desa yang bisa berpartisipasi. Waktu terbaik untuk kegiatan-kegiatan yang intensif adalah ketika musim panen telah berakhir. Selanjutnya, untuk mengadakan pertemuan hendaknya dilakukan pada hari ibadat mayoritas penduduk desa tersebut, yaitu pada hari Jumat di daerah dengan mayoritas Muslim, dan pada hari Minggu di daerah dengan mayoritas Kristen. Pada hari-hari lain , pertemuan yang diadakan di malam hari lebih mungkin untuk dihadiri banyak warga.

Karena perempuan dan kelompok rentan cenderung memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk menyampaikan pendapat, kita harus proaktif mendekati mereka. Misalnya, anggota tim dapat bergabung dengan para perempuan yang sedang mengobrol di warung-warung, dapur, dan tempat-tempat lain saat perempuan berkumpul agar dapat berbicara dengan mereka. Namun, dalam melakukan hal ini norma dan adat istiadat setempat harus dihormati.

(17)

3. Pembentukan Organisasi Penataan Batas Desa

TUJUAN:

1. Membentuk organisasi proyek penataan batas desa (termasuk pengelola dan pelaksana teknis) di tingkat kabupaten

2. Memastikan ketersediaan dana WAKTU: dua minggu

BIAYA: Rp. 10.000.000

3.1.PEMBENTUKAN TIM PENATAAN BATAS DESA TINGKAT KABUPATEN

Berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2006, yang berwenang untuk menetapkan Tim Penetapan dan Penegasan Desa adalah Bupati atau Walikota. Pada proses pembentukannya, tim ini diusulkan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bertanggung jawab atas penataan batas desa kepada bupati untuk ditetapkan dalam sebuah surat keputusan. Tim tersebut terdiri dari wakil-wakil:

a. Kantor Asisten I Pemerintahan Sekretariat Daerah; b. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); d. Kantor Pertanahan;

e. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; f. Dinas Pekerjaan Umum;

g. Dinas Tata Ruang; h. Dinas Tata Kota;

i. Kecamatan yang akan dipetakan;

j. Pemerintah Desa-desa yang dipetakan; dan

k. Satuan-satuan Kerja Perangkat Daerah lain yang dianggap perlu

Di dalam surat keputusan bupati tersebut hendaknya tidak perlu mencantumkan secara rinci siapa saja wakil unsur kecamatan dan pemerintah desa. Ketua tim ini adalah pimpinan, atau pejabat di bawahnya yang ditunjuk, pada instansi pelaksana penataan batas desa di kabupaten yang bersangkutan, dalam hal ini adalah Kantor Asisten I Pemerintahan pada Sekretariat Daerah atau Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Tugas-tugas Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa adalah:

a) merencanakan dan mengkoordinasi pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa; b) melakukan supervisi teknis/lapangan dalam penegasan batas desa;

c) melaksanakan sosialisasi Penetapan dan Penegasan Batas desa;

d) membuat rencana anggaran dan mencari dana pembiayaan kegiatan, termasuk dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat;

e) menginventarisasi dasar hukum tertulis maupun sumber hukum lainnya yang berkaitan dengan batas desa;

f) melakukan pengkajian terhadap dasar hukum tertulis maupun sumber hukum lain untuk menentukan garis batas sementara di atas peta; dan

g) melaporkan semua kegiatan penetapan dan penegasan batas desa kepada Bupati dengan tembusan kepada Gubernur.

Fungsi yang diharapkan dari masing-masing instansi pemerintah tingkat kabupaten adalah sebagai berikut:

(18)

Unsur Fungsi Pelaksana Lapangan

Bupati Mengarahkan secara umum dan

penanggung jawab seluruh kegiatan penataan batas desa partisipatif

Asisten yang ditunjuk bupati

Bagian Pemerintahan Mengarahkan pelaksanaan agar

sesuai dengan dengan kebijakan penetapan dan penegasan batas wilayah, melakukan koordinasi jika batas desa menjadi batas kecamatan, kabupaten dan provinsi

Sub Bagian Pertanahan/Agraria dan Batas Wilayah

Kantor Pertanahan Mengarahkan dan membantu agar

penataan batas desa sesuai dengan kaidah kaidah teknis dan peraturan pemerintah

Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan

Mengarahkan dan membantu

penataan batas desa agar

mengurangi resiko sengketa dan konflik pertanahan

Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

Mengarahkan dan membantu

penataan desa sesuai dengan aturan

kebijakan pemerintahan yang

menjadi kewenangan desa

Bidang Pemerintahan Desa

Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah

Mengarahkan dan membantu dalam proses pengolahan data

Dinas Kehutanan Mengarahkan dan membantu teknis

pengukuran dan berkaitan dengan kawasan hutan

Unit Penataan Kawasan Hutan

Kecamatan Menjadi penghubung dan

perwakilan keseluruhan tim

pemerintah kabupaten di kecamatan

Ditetapkan oleh Camat

Dalam pelaksanaan penataan batas desa secara partisipatif perlu dilakukan beberapa penyesuaian pedoman yang dimuat Permendagri No. 27 Tahun 2006 untuk memungkinkan partisipasi masyarakat secara bermakna, terutama dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan proses. Untuk itulah Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa bisa mengontrak tim konsultan yang menjadi Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif sebagai pelaksana lapangan. Pembentukan Gugus Tugas ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan mempercepat proses penataan batas. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 7 huruf c dan d dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006 yang memberi wewenang Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan penetapan batas desa serta supervisi penegasan batas desa.

Gugus Tugas ini terdiri dari Ketua Tim, Spesialis GIS/Kartograf, Asisten GIS, Spesialis Pendampingan Masyarakat, beberapa Fasilitator Pemetaan, seorang Surveyor, Staf Administrasi dan Keuangan, dan seorang Staf Pendukung. Spesialis GIS/Kartograf dan Asisten GIS disebut sebagai Tim Kartografi. Tim tersebut hendaknya berkantor di ibukota dari kecamatan yang akan ditata batas. Sebisa mungkin, tim konsultan ini direkrut dari para pakar atau aktivis setempat sehingga mereka bisa langsung bekerja bersama masyarakat dan memahami masalah-masalah yang ada di lapangan. Tugas dan kualifikasi masing-masing anggota Gugus Tugas bisa dilihat pada Lampiran 1.

Tugas Gugus Tugas tersebut terdiri dari dua komponen: pendampingan teknis dan pendampingan sosial. Pendampingan teknis berarti fasilitasi aspek-aspek teknis dalam proses pemetaan batas seperti

(19)

penyiapan data spasial (seperti peta dasar dan peta kerja), pengambilan dan pengolahan data, dan hal-hal teknis pembuatan peta lainnya. Pendampingan sosial mencakup fasilitasi proses pencapaian kesepakatan batas, pertemuan-pertemuan, penggalian bukti batas, penyelesaian sengketa, dan hal-hal lainnya berkaitan dengan sosial lainnya. Bila batas desa juga merupakan batas kecatamatan, kabupaten/kota, atau provinsi, maka Gugus Tugas perlu berkoordinasi dengan Tim Penegasan Batas Wilayah dari kabupaten yang bersangkutan, melalui Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Gambar 3. Diagram Tim Penataan Batas Desa Partisipatif

Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa MCA-I •Ketua Tim • Spesialis GIS/Kartograf •Asisten GIS •Spesialis Pendampingan Masyarakat •Fasilitator Pemetaan •Surveyor

•Staf Administrasi & Keuangan •Staf Pendukung • Ketua Tim • 2 Community Mapper • 2 Peneliti Kampung (1 perempuan) GugusTugas Penataan Batas Desa Partisipatif Tim Pelaksana Desa

Dalam Proyek Kemakmuran Hijau (KH), MCA-I akan merekrut, membiayai dan mengawasi konsultan. Dengan demikian, Gugus Tugas dalam hal ini bertanggung jawab kepada MCA-I, namun bekerja bersama instansi-instansi pemerintah yang relevan, terutama yang menjadi anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan survei batas, Tim Kartografi akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan, yang biasanya melakukan survei batas di tingkat kabupaten. Sementara, untuk masalah-masalah sosial dalam penataan batas desa, Gugus Tugas (khususnya Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat) akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Bagian Pemerintahan pada Sekretariat Daerah, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa. Untuk melaksanakan pekerjaan di tingkat desa dan guna meningkatkan partisipasi warga desa, Gugus Tugas perlu membentuk Tim Pelaksana Desa, yang para anggotanya diusulkan dan dipilih oleh warga desa. Dalam Proyek KH, pekerjaan tim ini juga dibiayai oleh MCA-I. Dalam keadaan tertentu, anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa akan bekerja sama dengan Gugus Tugas di lapangan menggunakan dana pemerintah (APBD atau APBN).

Karena penataan batas desa memiliki resiko adanya perselisihan batas desa, lembaga yang akan menangani sengketa batas (termasuk dengan mekanisme yang akan digunakan) perlu disetujui sejak awal. Pendekatan dalam penyelesaian sengketa batas yang digunakan dalam panduan penataan batas ini adalah alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution), terutama melalui negosiasi, mediasi dan penyelesaian sengketa secara adat. Fokus hal ini hendaknya adalah lembaga dan mekanisme adat yang umumnya masih ada dan diterima secara luas oleh masyarakat lokal. Pada

(20)

prinsipnya, pendekatan dalam penduan ini adalah membantu masyarakat dalam mengembangkan dan atau memakai lembaga dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mereka miliki guna menyelesaikan sendiri sengketa yang dihadapi. Gugus Tugas, terutama Spesialis Pendampingan Masyarakat, membantu mereka agar lebih kreatif dalam melakukannya.

3.2.PENDANAAN

Pendanaan menjadi salah satu faktor kunci dalam penataan batas desa. Selama ini anggaran untuk penataan batas desa sangat kecil atau bahkan tidak ada dalam APBD Kabupaten. Namun dalam beberapa hal, masalah ini bisa ditanggung bersama. Misalnya, batas desa yang berbatasan dengan Provinsi dan Kabupaten dapat dibebankan ke pembiayaan penataan batas provinsi. Batas desa yang menjadi batas kecamatan dapat dibebankan ke pembiayaan penataan batas kecamatan. Sedangkan sisanya bisa dilakukan pendanaan dari Anggaran Dana Desa. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah pun membuka peluang untuk mendapatkan hibah dari pemerintah, perusahaan dan organisasi dalam dan luar negeri pendanaan yang dikoordinasi melalui pemerintah pusat. Selain itu, masyarakat yang wilayahnya akan dipetakan juga bisa memberikan sumbangan, baik dana maupun tenaga, yang bisa diperhitungkan dalam anggaran proyek yang dikembangkan.

Secara umum, biaya pemetaan metode Native Lands berkisar antara $75.000 sampai $175.000 (termasuk sumbangan in-kind). Kisaran yang besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain: tantangan logistik yang berbeda-beda (wilayah masyarakat adat biasanya terpencil dan sulit dijangkau); beberapa lembaga yang ikut serta bisa memberi dukungan in-kind, sementara yang lain tidak; beberapa pemetaan sangat kompleks dibandingkan lainnya; dan beberapa berlangsung lebih lama dari yang lain. Tabel berikut bisa menjadi dasar pembuatan anggaran untuk metodologi yang dipakai dalam panduan ini.

(21)

Tabel 2. Anggaran Penataan Batas Desa Anggaran untuk: [nama kegiatan pemetaan]

Deskripsi komponen Jumlah

yang diajukan Sumber dana lain In-kind JUMLAH Gaji staf/honorarium

(Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif, Tim Pelaksana Desa)

Perjalanan

(perjalanan kunjungan ke desa-desa untuk Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Gugus Tugas Penatan Batas Desa Partisipatif; perjalanan Tim Pelaksana Desa di lapangan dan ke lokakarya; perjalanan pimpinan desa ke lokakarya; perjalanan survei batas dan pemasangan pilar untuk Gugus Tugas & Tim Pelaksana Desa, dan tenaga khusus yang mungkin diperlukan)

Pertemuan

(konsumsi untuk musyawarah desa, konsumsi dan penginapan bagi para peserta lokakarya, fasilitas untuk lokakarya)

Bahan-bahan pemetaan, ATK, peralatan

(bahan-bahan sumber: peta dasar, foto udara, citra satelit; ATK: kertas kalkir, pena, pensil berwarna, penghapus, dll; peralatan kartografis: tabung peta, meja gambar, lampu meja gambar, pena gambar [technical pen], dan cetakan [template], dll)

Rancangan dan pencetakan peta

(spesialis pembuat peta dan fasilitasnya, ahli bahasa, pemeriksaan dan persetujuan lembar peta oleh masyarakat, pencetakan akhir dan pengiriman

Biaya administrasi umum

(sewa kantor, listrik, air, telpon, asuransi, ATK dan peralatan administrasi, dll.)

JUMLAH KESELURUHAN

(22)

4. Persiapan Teknis dan Sosial

TUJUAN:

1. Mendapatkan kesepakatan masyarakat untuk melakukan penataan batas desa

2. Membentuk Tim Pelaksana Desa di masing-masing desa yang telah sepakat untuk melakukan penataan batas desa

3. Mengindentifikasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat

4. Mengadakan bahan-bahan dan peralatan untuk pemetaan (termasuk citra satelit resolusi tinggi, peta rupa bumi, GPS navigasi , komputer)

WAKTU: 4 minggu Biaya: Rp. 1.000.000.000

Pada bulan-bulan menjelang mulainya kegiatan proyek secara resmi, Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif bersama Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa perlu mempersiapkan diri dengan baik. Mereka perlu memastikan adanya sistem administrasi yang baik. Mereka harus mengunjungi desa-desa di kecamatan yang akan dipetakan satu per satu, menjelaskan tentang tujuan dan metodologi penataan batas desa kepada warga desa, dan mengawasi proses pemilihan wakil-wakil yang akan menjadi Tim Pelaksana Desa. Dalam tahap ini perlu juga diketahui ada tidaknya masyarakat adat di kecamatan yang akan ditata batas dan indikasi wilayah adat. Selain itu, mereka harus berkeliling dan mencari tempat untuk lokakarya dan mengatur aspek logistik penataan batas desa.

Tahap ini memerlukan waktu yang cukup dan ketelitian yang tinggi. Tahap ini secara mudah bisa dikatakan sebagai bagian yang paling rumit dan sulit dari seluruh proses – dan juga paling krusial. Tahap ini haruslah dikerjakan dengan sangat teliti dan penuh kesabaran. Lama waktu yang diperlukan akan bergantung pada berbagai macam keadaan. Bila desa-desa tersebar dan terpencil, maka perjalanan ke tempat-tempat tersebut tentulah sulit. Jika penduduk desa banyak dan pemukiman menyebar maka perlu dilakukan pertemuan tingkat dusun atau kampung. Dalam tahap ini perlu dipastikan bahwa kelompok perempuan, kelompok rentan dan kaum muda memahami kegiatan ini dan ikut aktif dalam proses pengambilan keputusan. Bila diperlukan, Gugus Tugas melakukan upaya khusus (termasuk pertemuan terpisah) untuk mencapai hal ini.

4.1.PEMBENTUKAN ORGANISASI PELAKSANA PROYEK 4.1.1.TIM PELAKSANA DESA

Tim ini dibentuk melalui musyawarah desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa, serta ditetapkan dengan surat keputusan kepala desa. Fasilitator Pemetaan dan atau Spesialis Pendampingan Masyarakat memfasilitasi musyawarah. Tim ini terdiri dari ketua tim, dua community mapper, dan dua peneliti kampung (salah seorang di antaranya perempuan). Tim Pelaksana Desa adalah orang-orang yang dimandatkan oleh musyawarah desa untuk menjadi motor penggerak dalam penataan batas wilayah. Calon yang ideal adalah adalah orang-orang yang bisa baca tulis dan berhitung, berumur 25-40 tahun, dan mampu berkomunikasi dengan berbagai lapisan dalam masyarakat desa tersebut. Harus dipastikan bahwa masyarakat memilih tim kerja dengan hati-hati, termasuk sebisa mungkin mencari anggota tim yang potensial dari kalangan perempuan, kelompok yang terpinggirkan, dan pemuda. Mereka akan mempunyai tugas yang sangat penting, yaitu mengumpulkan dan memindahkan seluruh informasi masyarakat ke dalam peta. Bila Tim lemah atau tak bertanggung jawab, informasi yang dikumpulkan akan buruk dan membingungkan dan peta akhir yang dihasilkan tidaklah memuaskan. Ketua tim yang dipilih hendaknya seorang yang dihormati dan diterima oleh semua kelompok di desa.

(23)

Secara umum tim ini bertugas untuk mendinamisasi, mengarahkan, dan memfasilitasi kegiatan di tingkat desa (dengan bantuan Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat) serta menyiapkan bukti-bukti klaim wilayah desa yang akan dipaparkan dalam pertemuan-pertemuan di luar desa. Ketua tim mengelola pekerjaan semua anggota tim, berkoordinasi dengan pemerintah desa, dan memfasilitasi penyelesaian sengketa. Community mapper bertugas melakukan pembuatan sketsa batas desa serta pengambilan koordinat batas desa memakai GPS navigasi. Peneliti Kampung bertugas mengumpulkan sejarah desa serta bukti-bukti klaim batas desa. Peneliti kampung perempuan memiliki tugas tambahan untuk mengumpulkan informasi tentang penggunaan lahan dan sumber daya alam oleh para perempuan. Tim ini melaksanakan tugas-tugas ini di bawah pengawasan dan koordinasi Gugus Tugas.

4.1.2.TIM PENYELESAIAN PERSELISIHAN BATAS DESA

Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan adalah lembaga mediasi penyelesaian

perselisihan batas, terutama batas antar desa. Mekanisme, kelembagaan serta keanggotaan dibangun secara partisipatif dengan mengedepankan kelembagaan penyelesaian konflik yang ada dan berlaku dalam masyarakat, namun tetap mengacu pada peraturan yang ada. Secara kelembagaan akan di bagi menjadi dua yaitu Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan (PPBK) dan Forum Penyelesaian Perselihan Batas Antar Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi (PPBaK). Kedua tim ini ditetapkan oleh bupati melalui sebuah surat keputusan.

PPBK berperan dalam upaya mencari solusi bersama perselisihan batas desa di dalam lingkup satu kecamatan. PPBK terdiri dari wakil-wakil pemerintahan kabupaten, pemerintahan kecamatan, kepala adat (jika ada), dan perwakilan dari desa-desa yang ada di kecamatan tersebut. Upaya penyelesaian diutamakan dengan pendekatan adat setempat maupun dengan cara musyawarah.Pemilihan anggota PPBK dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat desa dan kecamatan. Setiap desa akan memutuskan siapa wakil mereka dalam forum tersebut, terutama mereka yang memiliki kompetensi dalam proses penyelesaian sengketa di tingkat desa dan bisa diterima oleh semua pihak di tingkat kecamatan. Dalam musyawarah desa, perempuan dan para pemuda hendaknya diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan usulan mereka. Ketua dan sekretaris kelompok-kelompok perempuan (seperti majelis taklim, Wanita Katolik, atau kelompok-kelompok perempuan lainnya) dan organisasi pemuda (seperti Karang Taruna, remaja mesjid, Orang Muda Katolik, dan sejenis) dapat ditawarkan sebagai wakil desa dalam forum tersebut.

PPBaK, merupakan forum bersama yang dibentuk dari unsur-unsur PPBK di kecamatan yang dipilih berdasarkan desa yang berselisih dan wakil pemerintah kabupaten. Wakil-wakil PPBK dipilih berdasarkan usulan dalam pertemuan kecamatan. Spesialsi Pendampingan Masyarakat berupaya untuk memastikan bahwa forum bersama ini bekerja untuk mencapai penyelesaian sengketa, dengan disaksikan oleh wakil pemerintah kabupaten.

4.2.PERSIAPAN DI TINGKAT PEMERINTAH KABUPATEN

Secara umum tahapan yang akan dilakukan seperti pada Tabel 3 dibawah ini :

No Uraian Tahapan Penanggung Jawab Perlengkapan &

Bahan

Keluaran 1. Pemberitahuan usulan

Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa kepada instansi yang akan dilibatkan

SKPD yang

bertanggung jawab

dalam penataan

batas desa

Surat pengantar dan usulan kegiatan

Surat dukungan dan kesediaan SKPD

2. Pengajuan usulan Tim kepada Bupati SKPD yang bertanggung jawab Rancangan SK Pembentukan Tim SK Bupati tentang Pembentukan Tim

(24)

dalam penataan batas desa Penetapan dan Penegasan Batas Desa Penetapan dan

Penegasan Batas Desa

3. Penyampaian SK

Pembentukan Tim Penetapan dan

Penegasan Batas Desa dari unsur pemerintah kepada pihak-pihak yang menjadi bagian tim kerja SKPD yang bertanggung jawab dalam penataan batas desa SK Pembentukan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa

Surat Penugasan bagi wakil-wakil SKPD dari masing-masing

pimpinannya

4. Rapat Kerja Tim Kerja Penataan Batas Desa dari unsur pemerintah SKPD yang bertanggung jawab dalam penataan batas desa - Penjelasan mengenai tanggung jawab - Identifikasi usulan

kecamatan yang akan dilakukan penataan batas desa

- Pengganggaran - Rencana Kerja

5 Rapat Bersama Tim

Penetapan dan

Penegasan Batas Desa dan Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif

Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif - Pemahaman Bersama mengenai metodologi - Mekanisme Kerja Bersama - Rencana Detail Kegiatan

4.3. Persiapan oleh Gugus Tugas

 Gugus Tugas perlu mengadakan rapat-rapat perencanaan untuk mengembangkan rencana kerja dan anggaran yang lebih rinci. Tim kartografi akan mengumpulkan peta rupa bumi (skala 1: 25.000 atau 1: 50.000, bila ada dalam bentuk digital), foto udara, citra satelit, dan lain-lain.

 Gugus Tugas perlu mengkaji dan menentukan tempat dan penginapan berdasarkan pengkajiannya sendiri dan berdasarkan konsultasi dengan Kantor Camat.

 Spesialis Pendampingan Masyarakat dan Fasilitator Pemetaan mengumpulkan terbitan yang tersedia tentang masalah-masalah sosial dan budaya pada kecamatan bersangkutan agar mereka lebih paham tentang daerah tersebut.

4.4.PERSIAPAN DI TINGKAT DESA

Tahapan yang dilakukan pada persiapan di tingkat masyarakat di desa yang akan melakukan penataan batas desa ditampilkan pada Table 4.:

No Uraian Tahapan Penanggung

Jawab Bahan & Perlengkapan Keluaran 1. Pemberitahuan kepada pemerintahan desa mengenai rencana kegiatan penataan batas desa

Gugus Tugas - Komputer

- Pencetak Surat Pemberitahuan ke Kepala Desa 2. Kunjungan ke desa-desa untuk menjelaskan tentang Fasilitator Pemetaan - Surat Tugas dari Gugus Tugas - Persetujuan mengenai rencana penataan batas desa - Daftar daerah-daerah yang

(25)

rencana penataan batas desa dan mendapatkan persetujuan tentang rencana tersebut - Surat Tugas dari Bupati - Panduan Penataan Batas Desa - GPS navigasi - Peta situasi - Alat tulis berpotensi sengketa di sepanjang batas Desa - Rencana Musyawarah Desa - Daftar koordinat

tempat-tempat penting di desa

3. Pertemuan-pertemuan

Desa (Musyawarah Desa)

Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan Gugus Tugas - Alat Tulis - Flipchart - Proyektor LCD - Generator jinjing - Kertas besar tahan air

- Persetujuan desa atas penataan batas - Tim Pelaksana Desa

terbentuk - Pemilihan Wakil

Masyarakat yang akan menjadi anggota Forum Penyelesaian Perselisihan Batas

- Pembuatan Sketsa Wilayah Administrasi Desa

4. Persiapan di tingkat desa untuk kegiatan lokakarya pertama

Tim Pelaksana Desa didampingi fasilitator pemetaan

- Sketsa Wilayah yang siap disampaikan pada lokakarya - Temuan awal dan tulisan

tentang sejarah batas desa

(26)

5. Lokakarya Pertama

Tujuan:

- Memastikan bahwa semua desa dalam kecamatan yang bersangkutan bersedia untuk memetakan desa mereka

- Memastikan bahwa wakil-wakil desa dan para pelaksana penataan batas desa paham akan metodologi dan tahapan kegiatan,

- Merumuskan prinsip dasar penataan batas desa partisipatif dan membuat rencana kegiatan dilengkapi dengan jadwal kegiatan,

- Membentuk forum penyelesaian perselisihan batas

- Melatih Tim Pelaksana Desa dalam pembuatan peta sketsa dan informasi sosial tentang batas dari masing-masing desa mereka

- Memilih memilih apa yang mereka mau masukkan ke dalam peta dan simbol-simbol peta yang akan digunakan

WAKTU: 5 hari

BIAYA: Rp. 200.000.000 Peralatan:

- Alat tulis (buku catatan, pena, pensil, pensil berwarna, penggaris, penghapus, kertas kalkir, tabung plastik untuk menyimpan peta, penghapus tinta [Tipp Ex])

- Komputer jinjing, proyektor LCD, generator jinjing, kain putih besar (untuk layar) - Peta rupa bumi dan citra satelit yang mencakup kecamatan tersebut

Lokakarya Pertama menentukan keseluruhan pemetaan. Bila acara tersebut berjalan baik dan memberikan orientasi yang jelas dan menyeluruh atas tujuan pemetaan, metodologi untuk membuat peta, dan skema keseluruhan pemetaan, maka ada makin sedikit kesalahpahaman dan kebingungan di kemudian hari. Pendek kata, pengenalan materi yang terkoordinasi baik dan koheren akan memberikan kepercayaan diri akan kesahihan pemetaan. Kegiatan ini dibagi menjadi dua bagian: Lokakarya Penataan Batas Partisipatif yang dihadiri oleh seluruh pihak yang berkepentingan dalam penataan batas desa, dan Pelatihan Tim Pelaksana Desa agar para anggota tim bisa membuat peta sketsa dan mengumpulkan informasi sosial yang dibutuhkan.

LOKAKARYA PENATAAN BATAS PARTISIPATIF Peserta yang akan diharapkan hadir adalah :

- Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari pemerintah (7 orang) - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif (8-10 orang)

- Semua Kepala Desa atau yang mewakili di kecamatan yang dipetakan

- Semua Ketua Badan Permusyawaratan Desa atau salah satu anggota yang ditunjuk di kecamatan tersebut

- Tetua Desa atau pimpinan lembaga adat

- Tim Pelaksana Desa dari masing-masing desa (5 orang) - Wakil kecamatan (2 orang)

Jika dalam satu kecamatan terdiri dari 10 desa, maka peserta yang hadir diperkirakan berjumlah terdiri dari 97-99 orang terdiri dari :

(27)

- Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari pemerintah (7 orang) - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif (8-10 orang)

- Wakil dari desa: 8 orang per desa - Wakil Kecamatan : 2 orang

Kegiatan ini diadakan, dipersiapkan, dan difasilitasi oleh Gugus Tugas. Kegiatan sebaiknya dilakukan di ibukota kecamatan dalam wilayah yang akan dipetakan.

Agenda Lokakarya :

Hari Pertama: Penjelasan mengenai tahapan kegiatan, penyampaian masing-masing desa mengenai

wilayah desa masing-masing, dan identifikasi bersama potensi perselisihan batas desa

Hari Kedua: penyusunan rencana kerja lapangan termasuk musyawarah penyelesaian perselisihan

batas desa, pembentukan forum penyelesaian perselisihan batas, dan pembahasan mekanisme penyelesaian perselisihan batas

PELATIHAN TIM PELAKSANA DESA

Kegiatan ini diikuti oleh seluruh anggota Tim Pelaksana Desa. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memfasilitasi penataan batas desa partisipatif. Peserta pelatihan diharapkan, antara lain, mampu :

a) menggali dan mendokumentasikan penggunaan wilayah warga masyarakat di desa tempat tinggalnya,

b) menggali dan mendokumentasikan bukti-bukti klaim wilayah baik itu cerita/sejarah lisan maupun dokumen tertulis

c) memfasilitasi pembuatan peta sketsa wilayah desa,

d) memfasilitasi pengambilan data spasial batas wilayah dengan menggunakan GPS navigasi, dan

e) memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dalam tim untuk memastikan semua anggota paham dengan baik dan bekerja sama sebagai bagian dalam tim se kecamatan.

Pelatihan yang digunakan adalah metode pendidikan orang dewasa, atau menggunakan Experiential Learning Theory dan metode partisipatif sebisa mungkin, yang mengedepankan praktek lapangan daripada teori. Materi pelatihan secara khusus terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok sosial dan kelompok teknis dengan rincian umum materi pelatihan sebagai berikut :

Peneliti Kampung:

- Identifikasi anggota masyarakat yang mengetahui dan memahami batas wilayah desa - Teknik penggalian dan pendokumentasian bukti-bukti klaim wilayah

- Teknik pengumpulan nama-nama tempat sebagai batas desa

- Teknik membangun kesepakatan batas wilayah dengan desa yang berbatasan Community Mapper:

- Pembuatan peta sketsa penggunaan wilayah

- Pencatatan koordinat geografi dan pertelaan sekitar batas desa - Penggunaan GPS Navigasi

(28)

Pelatihan sebaiknya dilakukan di salah satu desa yang akan dilakukan penataan batas desa dengan harapan peserta dapat mempelajari dengan kondisi nyata di lapangan. Namun dalam penentuan desa lokasi pelatihan harus memperhatikan kondisi pendukung yang mencukupi seperti tersedianya tempat pelatihan yang mencukupi, ketersediaan listrik, dan kondisi masyarakat setempat yang mendukung. Fasilitator Pemetaan sebaiknya mengidentifikasi dahulu lokasi pelatihan, baru kemudian membahasnya dengan pemerintahan kecamatan dan desa. Kegiatan ini difasilitasi oleh Ketua Tim dengan dibantu oleh para Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat.

Materi pelatihan:

1. Pengenalan peta: apa itu peta, bagaimana membuatnya, apa kegunaannya

Gugus Tugas menjelaskan pengetahuan dasar tentang peta dan pemetaan. Untuk itu, tim kartografi perlu membawa berbagai jenis peta untuk membantu penjelasan tentang hal ini, termasuk peta negara; peta dunia (dan sebuah bola dunia, bila ada); sejumlah peta tematik (bisa dijumpai di dalam atlas dan memperlihatkan hal-hal seperti penyebaran penduduk, curah hutan, tanah dan tanah pertanian, tutupan hutan, dan kawasan konservasi); dan peta-peta tua. Bila ada, mereka juga membawa peta dasar buatan pemerintah dari berbagai skala yang meliputi wilayah yang akan dipetakan. Peta-peta tersebut akan membantu untuk menunjukkan berbagai aspek kartografi, penggunaan praktis dari peta, dan kelemahan dari pembuatan peta secara tradisional di wilayah tersebut.

Salah satu hal yang penting untuk dibahas adalah skala. Konsep skala adalah sesuatu yang cukup rumit bagi kebanyakan orang. Untuk itu perlu ada penjelasan yang memadai tentang skala. Hal ini sangat terkait dengan pembuatan peta sketsa nantinya, karena berdasarkan pengalaman wakil-wakil masyarakat cenderung fokus menggambarkan tanda-tanda sekitar pemukimannya. Padahal, informasi spasial tersebut mungkin tidak bisa terlihat jelas bila peta yang digunakan adalah, misalnya, 1:50.000.

2. Pembuatan peta sketsa

Peta sketsa merupakan bagian penting dalam proses pemetaan partisipatif karena masyarakat menggambarkan sendiri bagaimana mereka menggunakan ruang berdasarkan kategori dan nama yang pakai dalam kehidupan sehari-hari. Peta-peta tersebut akan menjadi dasar perundingan dengan desa-desa lain dan bisa dipakai untuk melakukan perencanaan desa (termasuk penataan ruang) secara partisipatif. Dalam pelatihan ada paling sedikit tiga tahap yang perlu dilakukan.

a. Informasi dalam peta

Bagian yang penting pada bagian ini adalah memutuskan apa saja yang akan dimasukkan dalam peta. Untuk membuat peta sketa, ada tiga jenis informasi umum yang akan digambarkan dalam peta yaitu:

Obyek fisik yang menonjol, baik alami (seperti sungai, sungai kecil, anak sungai, rawa, bukit, gunung) maupun buatan (seperti kampung, jalan, jalan setapak, jembatan, dll.)

Daerah subsistensi, seperti pertanian, perburuan, penangkapan ikan, pengumpulan buah-buahan, tanaman obat, kayu bakar, bahan bangunan, kayu untuk dijual, dll.

Daerah yang bernilai budaya, spiritual atau sejarah penting, seperti tempat pemujaan/keramat, gua, reruntuhan, kampung yang ditinggalkan, kuburan, dll.

(29)

Dalam diskusi kelompok, buatlah daftar unsur-unsur yang akan dimasukkan dalam peta di atas papan tulis atau lembaran kertas. Daerah-daerah yang penting untuk perempuan dan kelompok-kelompok terpinggirkan juga perlu masuk dalam daftar. Daftar tersebut dibuat oleh Tim Pelaksana Desa, bukan oleh pihak luar (misalnya, para Kartograf, orang-orang yang bukan berasal dari kampung-kampung yang dipetakan). Mulailah dengan obyek fisik, alami dan buatan, dan tulislah satu per satu; lakukan hal yang sama untuk daerah subsistensi dan daerah yang penting secara budaya, spiritual atau sejarah. Banyak orang yang akan berpartisipasi dalam pembuatan daftar ini dan ada kecenderungan membuat daftar tersebut sangat panjang. Hal ini mesti dihindari, karena kategori yang terlalu banyak akan membuat peta terlalu penuh dan menyebabkannya sulit dimengerti. Dengan demikian, daftar kategori perlu dibatasi agar lebih mudah dikelola.

Pastikan bahwa berbagai kategori tersebut tidak menjadi terlalu spesifik: tak ada cukup ruang dalam peta untuk berbagai jenis satwa buruan, tumbuhan yang dikumpulkan atau ditanam, atau berbagai ukuran bukit. Satwa buruan digabungkan menjadi sebuah kategori (“wilayah berburu”) kecuali ada satu atau dua jenis yang sangat penting. Dalam hal ini, mungkin ada kategori umum untuk berburu dan sebuah kategori yang lebih khusus untuk jenis yang penting tersebut. Prinsip yang sama berlaku untuk kegiatan menangkap ikan, meramu dan bertani.

b. Memilih lambang untuk peta

Setelah apa saja yang akan dimasukkan dalam peta diputuskan, tugas berikutnya adalah memilih lambang-lambang yang akan digunakan untuk menggambarkan obyek-obyek tersebut. Untuk pemetaan partisipatif, para warga desa punya kebebasan untuk memilih lambang apa saja yang mereka mau. Hal ini umumnya diputuskan di antara semua yang hadir, bisa dengan sedikit perlombaan dan diskusi panjang.

Beberapa lambang tak banyak berbeda dari satu budaya ke budaya lain, walaupun rinci gambarnya mungkin berbeda. Daerah penangkapan ikan, misalnya, selalu digambarkan dengan semacam ikan (tidak terlalu banyak pilihan untuk hal ini; satu-satunya perbedaan mungkin adalah jenis ikannya). Namun, kategori-kategori lain digambarkan dengan lambang-lambang yang beragam di masing-masing budaya. Daerah berburu, bila digeneralisir, dapat berbeda-beda bentuknya: bisa jenis satwa buruan yang paling populer di daerah tersebut atau busur dan panah. Daerah pertanian bisa digambarkan dengan sebuah tanaman atau seluruh petak kebun. Pemakaman dan tempat keramat bisa digambarkan beragam dalam bentuk dan gambar di masing-masing budaya. Kebun mungkin digambarkan sebagai poligon dengan sebuah tanaman di dalamnya atau kumpulan pohon. Intinya adalah tiap kelompok memilih obyek apa saja yang mereka ingin masukkan dalam peta dan bagaimana mereka menggambarkannya.

c. Latihan membuat peta sketsa

Setelah memilih obyek yang akan dimuat dalam peta dan lambang-lambangnya, para para peserta perlu berlatih membuat peta sketsa. Sedikitnya sehari penuh perlu dialokasikan untuk kegiatan ini. Kegiatan bisa dilakukan dalam kelompok kecil dengan menggunakan kertas dan pensil untuk menggambar sebuah daerah yang dipilih dengan skala 1:10.000 berdasarkan peta kerja yang disediakan tim kartografi. Bila peta dasar dengan skala 1:10.000 tidak tersedia, perlu dibuat peta kerja menggunakan citra satelit resolusi tinggi atau memakai pemetaan udara dengan teknologi tepat guna memakai layang-layang atau pesawat terbang tanpa awak dengan

(30)

fasilitas kendali jarak jauh (unmanned aerial vehicle – UAV). Peta ini dibuat sebelum pelatihan dilakukan.

Agar para peserta mulai membuat peta yang benar, tim kartografi bisa membantu dengan menggambarkan sungai-sungai utama, atau tanda penting lainnya, untuk memberi kerangka acuan; kemudian para anggota Tim Pelaksana Desa mulai menggali informasi dari kepala mereka dan menuangkan ke atas peta. Pengalihan informasi dari kepala mereka ke atas kertas makin lama makin cepat dan mereka menyadari bahwa mereka sebenarnya menggambar sebuah peta. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri mereka. Apa yang mereka buat hanya kerangka saja, tentu saja, tetapi mereka dapat melihat ke mana proses ini berjalan.

3. Menggunakan GPS navigasi

GPS navigasi dipakai untuk survei batas, sehingga anggota Tim Pelaksana Desa perlu tahu bagaimana cara menggunakannya. Pada tahap ini para peserta mendapat pengetahuan dasar tentang GPS navigasi dan latihan bagaimana menggunakannya. Rincian latihan untuk pengoperasian GPS tergantung atas merek dan model alat yang dipakai.

Setelah selesai pelatihan ini, Tim akan langsung bekerja dan dibekali dengan peralatan yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data dan membuat peta sketsa. Peralatan yang perlu disediakan antara lain kertas yang tidak mudah sobek (misalnya kalkir), tabung plastik untuk menyimpan peta, lembaran kertas, pensil berwarna, pena, dan buku catatan.

Gambar

Gambar 1. Pendekatan Konseptual  Pangkalan data  geospasial PENATAAN  desa BATAS &  PEMETAAN  DESA Permendagri 27/2006 Teknologi informasi spasial Pemetaan partisipatif Pemakaitingkat kabupaten & provinsiPemakaitingkat desaPemakaitingkatnasional(Ke
Gambar 2. Tahapan penataan batas desa
Gambar 3. Diagram Tim Penataan Batas Desa Partisipatif
Tabel 2. Anggaran Penataan Batas Desa  Anggaran untuk: [nama kegiatan pemetaan]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Tujuan survei ini adalah; 1 ) untuk mengetahui tingkat tugas validitas skala perkembangan pada siswa sma negeri 2 siak hulu di tahun ajaran 2012 / 2013 .2 )

Keterangan Gambar: Pada bagian yang dilingkari merupakan vegetasi bambu yang digunakan untuk membatasi area tapak dengan perairan yang disekililing tapak, hal ini

Mengetahui gambaran umum pelaksanaan penerapan SMK3 pada proyek pembangunan gedung Telkomsel Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang

LOCANDA akan menunjukkan hotel yang terdekat dengan lokasi wisatawan yang membuka aplikasi dengan melacak menggunakan GPS, memudahkan wisatawan untuk melakukan

dan Raisa Together Forever ini kurang menonjolkan isi dari lagu “Percayalah”, karena pada stiker tersebut hanya lebih menonjolkan Afgan dan Raisa saja, maka

Bagi penulis, aktivitas hidup yang konsisten dengan visi dan misi hidup sebagaimana dikemukakan sebelumnya dapat dinarasikan sebagai taslim secara sempurna.. Dalam

a) Istirahat yang berlebih sehingga mengakibatkan ada waktu kerja yang terbuang. Hal tersebut secara otomatis akan mengurangi waktu kerja.. Kerja Praktek PT. Sebaiknya

Guru wajib mendorong anak didiknya, yakni ing ngarsa sung tuladha, maksudnya bila seseorang atau guru berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau