BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bank Umum di Indonesia
Menurut Undang-Undang (UU) Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dapat dinyatakan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana dari masyarakatdalam bentuk simpanan (giro, tabungan, dan deposito), menyalurkan dana dalam bentuk kredit, dan memberikan jasa bank lainnya (hanya kegiatan pendukung).
Berdasakan pasal 1 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 1998, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prisip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan kata singkat dapat dinyatakan bahwa definisi Bank Umum adalah lembaga keuangan yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank-Bank Umum terdiri dari bank umum pemerintah, bank-bank umum swasta nasional devisa, bank-bank-bank-bank swasta nasional non-devisa dan bank-bank asing dan campuran (Pohan 2008).
Sedangkan dari sisi peran bank, menurut Franklin Allen, at-all. (2008) Bank melakukan berbagai peran dalam perekonomian. Pertama, mereka memperbaiki masalah informasi antara investor dan peminjam dengan terakhir
Kedua, mereka juga sebagai media perantara antar waktu risiko yang tidak dapat diversifikasi pada titik waktu tertentu, serta asuransi untuk deposan terhadap kemungkinan guncangan konsumsi. Bagaimanapun juga, karena kemampuan yang kurang dalam membedakan antara aktiva dan kewajiban mereka, bank tunduk pada hal-hal yang mungkin terjadi dalam perjalan dan kemungkinan terjadinya risiko yang sistemik. Ketiga, bank memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Keempat, mereka melakukan peran penting dalam tata kelola perusahaan. Kepentingan bank dari peran yang berbeda relatif bervariasi secara substansial bagi seluruh negara tetapi bank selalu kritis terhadap sistem keuangan.
Memahami banyak peran bank bermain di sistem keuangan menurut Franklin dan kawan-kawan adalah merupakan salah satu persoalan mendasar dalam teori ekonomi dan keuangan. Proses efisiensi melalui mana tabungan disalurkan ke kegiatan produktif sangat penting untuk pertumbuhan dan kesejahteraan umum. Bank adalah salah satu bagian dari proses ini. Peminjam dana terutama rumah tangga dan perusahaan. Pemberi pinjaman ini dapat menyediakan dana untuk peminjam utama, yang terutama perusahaan, pemerintah dan rumah tangga, dalam dua cara. Yang pertama adalah melalui pasar keuangan, yang terdiri dari pasar uang, pasar obligasi dan pasar ekuitas. Yang kedua adalah melalui bank dan perantara keuangan lainnya seperti reksa dana pasar uang, reksa dana, perusahaan asuransi dan dana pensiun.
Dalam upaya melihat fungsi dan peranan bank seperti disebutkan di atas Wilbert Chagwiza (2012) mengungkap melalui makalahnya melalui penelitian yang menggunakan seluruh industri perbankan di Zimbabwe. Dalam makalah itu
mereka menyatakan bahwa fungsi dan peran industri bank ini sangat penting dalam membantu pertumbuhan ekonomi dan kemajuan perekonomian Zimbabwe. Dalam analisiss komparatif mereka menggunakan data antara GDP – Gross Produk Domestik, jaminan kredit dan deposit termasuk aliran kredit ke pertanian, manufaktur dan pertambangan sektor dan tingkat pertumbuhan sektoral. Data tahunan total kredit, jaminan kredit, dan total simpanan dengan GDP yang sesuai digunakan untuk periode 1998-2005. Kredit untuk sektor yang berbeda dan data pertumbuhan yang berhubungan, yang digunakan adalah untuk periode 1998-2003. Hasil empiris menunjukkan bahwa variasi dalam PDB dapat dijelaskan dengan jumlah kredit dan jaminan kredit. Namun, tidak ada bukti yang signifikan untuk mengatakan bahwa variasi total simpanan dan suku bunga kredit perbankan ini menentukan GDP.
2.1.1 Kredit Perbankan a) Pengertian Kredit
Kredit (dari terjemahan bahasa Latin credere yang berarti "Percaya") adalah kepercayaan yang memungkinkan salah satu pihak untuk menyediakan sumber dana kepada pihak lain di mana pihak kedua tidak mengganti pihak pertama segera (sehingga menghasilkan utang), melainkan mengatur baik untuk membayar atau mengembalikan sumber dana (atau bahan lain dengan nilai yang sama) di kemudian hari. Sumber dana yang disediakan mungkin keuangan misalnya pemberian pinjaman, atau mereka dapat terdiri dari barang atau jasa misalnya kredit konsumen (Sullivan, Arthur; Steven M. Sheffrin, 2003). Kredit
dikelola oleh kreditur, juga dikenal sebagai pemberi pinjaman, yang kemudian ditujukan untuk debitur, juga dikenal sebagai peminjam.
Pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Selain itu, kredit juga bisa berarti kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati (Retnowulan Sutantio, 1966).
b) Penggolongan Kredit
Dalam pemberian kredit pihak perbankan tetap harus mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi, atau dengan prinsip kehati-hatian. Dibalik itu dalam pemberian kredit pihak bank di Indonesia juga memperhatikan himbauan pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian menjaga kestabilan ekonomi, karena operasional bank masih diatur oleh Bank Indonesia lewat berbagai kebijakan. Secara prinsip kepentingan untuk mendapat keuntungan masih tetap menjadi pertimbangan utama, namun dewasa ini dalam menghadapi persaingan yang ketat pihak bank juga mempertimbangkan motif sosial guna menjaga loyalitas nasabah.
Disisi lain dalam upaya memajukan usaha perbankan pihak pengelola akan selalu mencermati jenis usaha yang berkembang dimasyarakat ke depan, berdasarkan pengamatan masa lalu. Tentu upaya itu harus didukung dengan daya
analisis yang tinggi dari pihak pengelola, karena perkembangan ekonomi masa kini adalah amat dinamis tidak cukup melihat kondisi usaha kreditur, tetapi juga kondisi ekonomi nasional bahkan internasional. Sepanjang semua itu sudah diperhitungkan, maka ada yang juga perlu dipertimbangkan dari sisi jenis kredit yang sebaiknya disalurkan. Pertama yang diperhatikan adalah kemungkinan terbesar berupa kemantapan, kestabilan usaha kreditur yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang berkembang. Debitur akan senantiasa memperhatikan kondisi perekonomian yang dominan berkembang di masyarakat. Misalnya di Bali debitur senantiasa melihat perkembangan usaha di bidang pariwisata, karena inilah yang dominan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Bali. Jadi jenis usaha yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata adalah menjadi pilihan bagi pihak perbankan.
Penggolongan kredit adalah sebagai berikut:
(1) Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity), a. Kredit jangka pendek (short-term loan) b. Kredit jangka menengah (medium-term loan) c. Kredit jangka panjang (long-term loan). Nikola Tasić, at-al,.2009, Kredit didekomposisi menjadi dua kategori: kredit jangka pendek yang jatuh tempo memiliki kontrak satu tahun atau kurang dan kredit jangka panjang yang jatuh tempo memiliki kontrak lebih dari 5 tahun. Beberapa negara memberikan data lebih rinci pada saat jatuh tempo kredit - sampai dengan satu tahun, 1-5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Beberapa negara melaporkan jatuh tempo lebih lama dari 7 atau bahkan 15 tahun. Sementara itu akan menarik untuk menyelidiki kredit dengan struktur
jatuh tempo yang berbeda (misalnya jangka menengah, jangka panjang, dan "jangka panjang yang sangat"), satu-satunya kategori yang konsisten di seluruh negara adalah salah satu yang membagi kredit ke kredit jangka pendek dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang dan kredit lainnya. (2) Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral),
(Khambata, Dara, 1996), antara lain:
a) Kredit dengan jaminan (secured loan). Pinjaman dijamin adalah pinjaman di mana peminjam menjaminkan beberapa aset (misalnya, mobil atau properti) sebagai jaminan atas pinjaman, yang kemudian menjadi utang kepada kreditur yang memberikan pinjaman. Utang dijamin terhadap agunan dalam hal peminjam gagal bayar, kreditur mengambil kepemilikan aset yang digunakan sebagai jaminan dan dapat menjualnya untuk mendapatkan kembali sebagian atau seluruh jumlah awal pinjaman kepada peminjam, misalnya diambil alih sebuah bagian dari hak properti tertentu. Jika penjualan agunan tidak mengumpulkan cukup uang untuk melunasi utang, kreditur dapat memperoleh penilaian kekurangan terhadap peminjam untuk jumlah yang tersisa. Kebalikan dari utang/pinjaman utang tanpa jaminan, yang tidak terhubung ke setiap bagian tertentu dari properti dan kreditur hanya dapat memenuhi utang terhadap peminjam dari agunan peminjam.
b) Kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Dalam keuangan, utang tanpa jaminan mengacu pada jenis utang atau kewajiban umum yang tidak
dijamin dengan hak gadai atas aset tertentu peminjam dalam kasus kebangkrutan atau likuidasi atau kegagalan untuk memenuhi persyaratan untuk pembayaran.
(3) Kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, farmasi, tekstil, makanan, konstruksi dan sebagainya.
(4) Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain:
a. Kredit komersil (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan.
Kredit komersial, seperti yang didefinisikan oleh Federal Lembaga Keuangan Pemeriksaan Dewan (FFIEC) dalam Laporan Bank Panggilan komersial termasuk pinjaman untuk tujuan komersial kemitraan, korporasi, dan perusahaan bisnis lainnya. Pinjaman yang ditujukan kepada individu untuk tujuan komersial, industri, dan profesional, tidak untuk tujuan investasi atau termasuk pengeluaran pribadi (Anonim, 2000).
b. Kredit konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
Kredit Konsumen: Bank juga memberikan kredit kepada rumah tangga dalam jumlah terbatas untuk membeli beberapa barang konsumsi tahan lama seperti televisi, lemari es, dll, atau untuk memenuhi beberapa kebutuhan pribadi seperti pembayaran tagihan rumah sakit dll kredit konsumen tersebut dibuat dalam benjolan sum dan dibayar melalui cicilan dalam waktu singkat. Ruang lingkup kredit konsumen telah
diperluas misalnya untuk menutupi biaya pernikahan, pemakaman, dan lainnya(http://www.newagepublishers.com/samplechapter/001636.pdf). c. Kredit produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam
rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi.
(5) Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain:
a. Kredit modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh Bank untuk menambah modal kerja debitur.
b. Kredit investasi (invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh Bank kepada perusahaan untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.
(6) Kredit non kas (non cash loan) yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang hanya boleh ditarik apabila suatu transaksi yang telah diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif. Kredit jenis ini berbentuk surat yang oleh bank dapat dipakai menjamin kepada pihak ketiga atau individu yang relevan atau lembaga yang mengirim barang atau penyelesaian tugas yang berkaitan dengan transaksi perusahaan. (Anonim, 2013, https://www.fibabanka.com.tr /sme/loans /non-cash-loans.aspx).
2.1.2 Fungsi dan Peran Bank dalam Perekonomian Daerah
Bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian nasional, jika dilihat dari kondisi masyarakat sekarang jarang sekali orang yang tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan Bank. Hampir semua orang berkaitan dengan lembaga keuangan. Pada mulanya kegiatan perbankan dimulai
dari jasa penukaran uang, sehingga dalam sejarah perbankan arti bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang, dimana kegiatan penukaran uang tersebut sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing (money changer). Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang, yang kini di kenal dengan kegiatan simpanan (tabungan). Kegiatan perbankan bertambah lagi sebagai tempat peminjaman uang (kredit). Kegiatan perbankan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat, dimana bank tidak lagi sekedar sebagai tempat menukar uang atau tempat menyimpan dan meminjam uang. Hingga akhirnya keberadaan bank sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat hingga tingkat negara, dan bahkan sampai tingkat internasional.
Di Indonesia, fungsi perbankan Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah:
1) Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima kredit.
2) Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi kredit.
3) Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran.
Bank menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana, maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a) Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b) Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan tabungan, giro, deposito dan tabanas. c) Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman
dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan modal, pemilikan harta tetap. Bank sebagai pelayanan jasa dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development dan agent of services.
1) Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti.
2) Agent of Trust, yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan dibangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitur. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
3) Agent of Development, yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
4) Agent of Services, yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Bank Dalam menjalankan kegiatannya mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu:
a) Pengalihan Aset (asset transmutation)
Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit defisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower). b) Transaksi (transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, transaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, deposito, saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
c) Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada
pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
d) Efisiensi (efficiency)
Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
Dengan mengikuti ulasan materi diatas, maka dapat dikatakan bahwa bank secara umum mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena semua orang menggunakan jasa perbankan dari mulai menjalankan bisnis, transaksi dan menabung serta kredit.
Peranan perbankan secara umum terhadap perekonomian Bali dapat dilihat melalui indikatornya, yakni jumlah kredit yang tersalur ke masyarakat dan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh pihak perbankan dari masyarakat. Jumlah kredit yang disalurkan di Bali oleh pihak perbankan khususnya, disajikan per kabupaten/kota seperti data yang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Perkembangan Kredit dan Dana Pihak Ketiga Melalui Perbankan per Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013 - 2014 (Miliar Rupiah) Kab/ Kota Indi kator I II III IV I II III IV Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK Kredit DPK 1.504 775 3.695 1.608 12.565 6.731 3.682 1.969 1.133 704 1.115 557 1.634 1.058 3.718 2.321 21.796 40.258 1.578 791 3.881 1.704 14.084 7.488 3.883 2.072 1.185 742 1.161 603 1.746 1.086 4.183 2.441 23.004 40.913 1.652 846 3.943 1.725 15.537 7.652 4.103 2.245 1.228 777 1.216 711 1.818 1.171 4.309 2.737 24.367 44.393 1.718 877 4.204 1.775 16.176 8.020 4.354 2.211 1.261 807 1.262 724 1.877 1.223 4.449 2.756 25.517 45.843 1.776 882 4.306 1.801 16.501 7.826 4.474 2.217 1.282 843 1.297 699 1.958 1.208 4.770 2.824 26.186 45.596 1.863 967 4.569 1.870 17.622 8.286 4.761 2.225 1.330 935 1.373 742 2092 1303 5269 2.908 27.085 47.263 1.955 1.045 4.793 1.906 18.742 8.509 4.991 2.391 1.376 975 1.435 837 2.209 1.458 5.309 3.098 28.334 50.318 2.058 1.043 4.975 1.869 20.555 11.307 5.316 2.336 1.411 959 1.479 829 2.282 1.467 5.547 3.036 29.399 47.664 Sumber: Bank Indonesia- Denpasar, 2015.
Data kredit pada Tabel 2.1 menunjukkan jumlah kredit yang tersalur di masing-masing kabupaten/kota di Bali, ternyata Kota Denpasar mendominasi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain selama dua tahun terakhir (2013 dan 2014). Kemudian pada tahun yang sama jumlah kredit terkonsentrasi di Kabupaten Badung, sedangkan dominasi ketiga adalah Kabupaten Gianyar. Ketiga daerah kabupaten/kota ini merupakan pusat kegiatan pariwisata di Bali.
Perkembangan pariwisata tersebut berimbas pada data perkembangan kredit kategori penyediaan akomodasi, makan dan minuman. Menurut hasil
penelitian United Nation - World Tarde Organitation (2015) akselerasi pertumbuhan penyediaan akomodasi, makan dan minum ini didorong oleh peningkatan pengeluaran wisatawan. Kategori penyediaan akomodasi (hotel), makan dan minum mengalami akselerasi pertumbuhan mencapai 7,46 persen pada kuartal IV tahun 2014 setelah sebelumnya tertahan pada angka pertumbuhan sebesar 5,53 persen pada kuartal III 2014.
Peningkatan jumlah wisman tersebut berkontribusi pada meningkatnya persaingan hotel dan restoran di Provinsi Bali. Tabel 2.2 menyajikan data perkembangan jumlah hotel berbintang dan nonbintang tahun 2009 - 2013 per kabupaten/kota di Bali. Berdasarkan data pada Tabel 2.2 jumlah hotel berbintang selama periode 2009 sampai dengan 2013 mengalami peningkatan 52,34 persen.
Kemudian untuk hotel yang non bintang pada periode sama mengalami peningkatan 19,86 persen. Bilamana dilihat per kabupetan/kota di Bali, jumlah hotel berbintang terbanyak adalah di Kabupaten Badung dan disusul Kota Denpasar, kemudian disusul ditempat ketiga Kabupaten Gianyar. Sedangkan untuk hotel nonbintang, daerah Kabupaten Badung juga memiliki jumlah hotel berbintang yang terbanyak, disusul Kabupaten Gianyar dan di tempat ketiga adalah Kota Denpasar.
Berdasarkan data jumlah hotel ini, penyaluran kredit di sektor kategori akomodasi juga ada di daerah kabupaten/kota yang sama, yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar (lihat Tabel 2.1) di mana masing-masing pada kuartal ke IV tahun dan 2013-2014 mencapai sebagai berikut: Untuk Kota Denpasar tahun 2013 adalah Rp 45.841 miliar dan naik menjadi 29,199 pada
tahun 2014, kemudian untuk Kabupaten Badung pada tahun 2013 sebanyak Rp 16.176 miliar naik menjadi Rp 20.555 miliar, dan di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 mencapai Rp 4.354 miliar dan naik menjadi Rp 5.316 miliar pada tahun 2014.
Tabel 2.2
Perkembangan Jumlah Hotel Berbintang dan Non-bintang per Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013
Kabupaten/Kota Hotel Berbintang
(Unit)
Hotel Non Bintang (Unit) Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Jumlah 2013 2012 2011 2010 2009 2 2 146 18 7 0 7 14 31 227 218 198 155 149 67 104 490 391 96 24 200 211 233 1.816 1.696 1.630 1.536 1.515 Sumber: BPS-Provinsi Bali, 2014.
Bila dilihat perkembangan jumlah rumah makan di Bali, berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2014) tercatat sebagai berikut. Jumlah rumah makan tahun 2013 sebanyak 1.069 unit dengan seat 41.843 unit, kondisi ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai sebanyak 1.693 unit dengan jumlah mencapai sebanyak seat 82.663 unit (Dinas Pariwisata, Provinsi Bali, 2014).
Nampaknya ada freleksi berbalikan dengan perkembangan jumlah hotel di Bali yang berdasarkan data mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Bali (Data BPS-Provinsi Bali, 2015) menunjukkan sebagai berikut kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali pada bulan Februari 2015 mencapai 338.991 orang, dengan wisman yang datang melalui bandara sebanyak 333.072 orang, dan yang melalui pelabuhan laut sebesar 5.919 orang. Kemudian jumlah wisman ke Bali pada bulan Februari 2015 naik sebesar 22,91 persen dibandingkan dengan bulan Februari 2014 dan naik sebesar 12,34 persen dibandingkan dengan bulan Januari 2015. Menurut kebangsaan, wisman yang paling banyak datang ke Bali pada bulan Februari 2015 adalah wisman dengan kebangsaan Tiongkok, Australia, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan dengan persentase masing-masing sebesar 27,71 persen, 21,04 persen, 6,69 persen, 4,26 persen, dan 3,95 persen.
Hasil survei United Nation – World Trade Organitation juga menyatakan bahwa ketatnya persaingan di sektor pariwisata disebabkan oleh meningkatnya jumlah hotel dan restoran di Bali. Sebagai dampak dari peningkatan jumlah akomodasi dan restoran ini juga terefleksi pada tingkat penghunian kamar (TPK) yang mengalami penurunan, yakni pada kuartal IV tahun 2014 mencapai 58,42 persen (hotel berbintang) dan 31,52 persen (hotel non bintang) dan lama menginap juga turun yakni menjadi 3,31 hari (hotel berbintang) dan 31,52 persen (hotel nonbintang).
Nilai (Miliar Rp) % yoy 80.00 7.000 70.00 6.000 60.00 5.000 50.00 4.000 40.00 3.000 30.00 2.000 20.00 1.000 10.00 0 0.00 Kwt IV 2013 Kwt IV 2014
Keterangan: Kredit akomodasi makan minum.
Pertumbuhan kredit akomodasi makan-minum.
Gambar 2.1
Penyaluran Kredit Kategori Penyediaan Akomodasi, Makan-Minum
Sumber: BPS, Provinsi Bali, 2014 – Data diolah).
Namun demikian, bila diperhatikan dari sisi penyaluran kredit dalam kategori penyediaan akomodasi, makan dan minum, pada periode yang sama ternyata mengalami perlambatan, hal ini disebabkan oleh kebijakan moneter BI (yakni kenaikan SBI) dan lambatnya pertumbuhan ekonomi luar negeri terutama di negara Amerika Serikat. Perlambatan penyaluran kredit di Bali dibuktikan dengan terjadinya penurunan pertumbuhan kredit untuk penyediaan akomodasi, makan, dan minum tahun 2013 mengalami pertumbuhan 14,23 persen sedangkan tahun 2014 hanya 13,14 persen (lihat pada Gambar 2.1)
5.969
6.252
14,23
2.2 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan.
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh.
(1) Mengenal Ekonomi Wilayah
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai berikut:
a) Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah. Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi.
Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap konjungtur ekonomi.
b) Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/pendidikan.
Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang.
(2) Manajemen Pembangunan Daerah yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja
keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai inisiatifnya memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.
Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis pada dasarnya dapat ditampilkan antara lain sebagai berikut:
a) Menyediakan Informasi kepada Pengusaha b) Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan c) Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan
d) Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah
e) Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi.
2.3 Peran Sub-Sektor Ekonomi dan Pajak dalam Perekonomian Daerah 2.3.1 Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran dalam Perekonomian
Miliar Rp % yoy 8.500 7.00 8.000 7.500 6.00 7.000 6.500 5.00 6.000 5.500 4.00 5.000 Kwt I 2013 Kwt I 2014 Keterangan: PDRB. Pertumbuhan PDRB ( % yoy). Gambar 2.2
Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali
Sumber: BPS, Provinsi Bali, 2014 – Data diolah). 6.71
Perekonomian Bali kuartal I 2014 kembali menunjukkan perlambatan. Perekonomian Bali tumbuh melambat dari 6,71 % pada kwartal I 2013 menjadi 5,43% (yoy) pada kuartal I 2014 (lihat Gambar 2.2). Walaupun tumbuh melambat, perekonomian Bali tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,21% (yoy). Walaupun total pangsa ketiga sektor tersebut hanya sebesar 30,71%, namun perlambatan yang cukup dalam di sektor jasa-jasa serta kontraksi sektor bangunan yang masih berlangsung sejak kuartal III 2013 mendorong perlambatan pertumbuhan yang terjadi di sisi lain.
Kontribusi Sektor Ekonomi
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Sektor
(%)
15.20% 7.50% 11.20% 32.40% 4.40% 1.60% 10.10% 0.70% 17% Jasa Sewa A & K PHR Bgn LGA Ind Plh Tmbng TaniPangsa Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Provinsi Bali 2014
Keterangan:
Jasa-jasa 15,20%; Persewaan 7,50%; Pengangkutan & Komunikasi 11,20%; PHR 32,40%; Bangunan 4,40%; LGA 1,60%; Industri Pengolahan 10,10%; Pertambangan 0,70%; Pertanian 17%.
Di sisi lain, pertumbuhan sektor-sektor utama Bali, yaitu Sektor PHR dan Pertanian, meningkatan sehingga menahan perlambatan di kuartal I 2014.
Bali di kuartal I 2014 masih ditopang oleh tiga sektor utamanya, yaitu Sektor PHR, Pertanian, serta Jasa-Jasa, dengan pangsa masing-masing sebesar 32,40%, 17%, 15,20% terhadap total perekonomian provinsi Bali (Gambar 2.3) Komposisi yang menggambarkan struktur perekonomian provinsi Bali tersebut relatif tidak mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Adapun total sumbangan (andil) ketiga sektor tersebut mencapai 3,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali di kuartal I 2014 (Gambar 2.3). Namun pangsa sektor PHR cenderung meningkat, sedangkan di sisi lain pangsa sektor pertanian cenderung mengalami penurunan hingga saat ini.
Sedangkan dari sisi permintaan atau ditinjau dari pangsanya, perekonomian Bali di kuartal I 2014 masih ditopang oleh tiga sektor utamanya, yaitu Sektor PHR, Pertanian, serta Jasa-Jasa, dengan pangsa masing-masing sebesar 32,40%, 17%, 15,20% terhadap total perekonomian Provinsi Bali (Gambar 2.3). Komposisi yang menggambarkan struktur perekonomian provinsi Bali tersebut relatif tidak mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Adapun total sumbangan (andil) ketiga sektor tersebut mencapai 3,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali di kuartal I 2014 (Gambar 2.3). Namun pangsa sektor PHR cenderung meningkat, sedangkan di sisi lain pangsa sektor pertanian cenderung mengalami penurunan hingga saat ini.
Berdasarkan kelompoknya, andil sektor primer (sektor pertanian dan pertambangan) terhadap pertumbuhan ekonomi Bali hanya sebesar 0,22%, jauh
lebih kecil dibandingkan dengan andil sektor tersier (sektor PHR, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa) yang mencapai 4,79% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Bali ditopang oleh sektor tersier, khususnya sektor PHR yang didorong oleh industri pariwisata.
Bukti dari peran sektor pariwisata ini dapat diketahui dari penerimaan visa kunjungan (Visa on Arrival/VoA) dari wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali hingga Juni 2013 mencapai US$28 juta atau rata-rata US$4,7 juta per bulan. Besarnya penerimaan dari turis asing yang melakukan perjalanan wisata ke Bali, tentu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini masih mengandalkan dari sektor pariwisata, industri kecil dan pertanian.
0.22% 1.01% 4.79% 0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00% 2.50% 3.00% 3.50% 4.00% 4.50% 5.00%
Kwt I 2014
Sektor Primer (Pertanian, Pertambangan) Sektor Industri, Pengolahan, Bangunan Sektor Tersier ( PHR, Pengangkutan & Komunikasi, Keuangan Persewaan, Jasa-jasa) Sumber: BI-Denpasar, 2015. Gambar 2.4Banyak pemasukan dari sektor pariwisata, karena turis luar negeri yang berlibur ke Pulau Dewata umumnya lebih dari seminggu, sehingga pembayaran VoA-nya juga lebih besar yakni 25 dolar bagi yang tinggal di atas 7 hari dan US$10 dolar kalau kurang dari 7 hari. Penerimaan tersebut cukup tinggi karena turis asing yang ke Bali hampir semua membayar VOA rata-rata US$25 sekali kunjungan. Jumlah kunjungan turis asing ke Bali bertambah banyak sesuai pertumbuhan dunia pariwisata dunia. Pulau Dewata masih menjadi pavorit dari masyarakat Australia untuk tahun 2013, karena terbukti turis negeri Kanguru itu masih terbanyak yang berlibur ke daerah seribu pura ini. (Bisnis.com, Denpasar, 2013).
Tingginya angka kunjungan wisata ke Bali menyebabkan Bali menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dari sektor pariwisata, mengalahkan berbagai daerah tujuan wisata lain di Indonesia. Salah satu indikator tingginya angka kunjungan wisata serta kontribusi Bali sebagai penyumbang pemasukan bagi negara adalah penerimaan pendapatan dari visa on arrival yang dikumpulkan dari Bali.Bali memberikan kontribusi kurang lebih sebesar 40 triliun rupiah atau sekitar 40 persen dari total pendapatan pariwisata nasional. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Bali Tourism Board, Bagus Sudibya dalam Beritabali.com, Denpasar (2013) dengan menyatakan, bahwa besaran pendapatan tersebut diperoleh dari kalkulasi pendapatan jasa penerbangan, agen perjalanan, serta pendapatan hotel dan restoran di Bali. Dengan sumbangan sebesar 40 triliun rupiah tersebut, Bali mendapat hak sebesar 400 miliar rupiah yang digunakan
untuk biaya pengembangan destinasi wisata serta pembangunan infrastruktur terkait dengan layanan pariwisata di Bali.
2.3.2 Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Bali
2.3.2.1 Pendapatan Asli Daerah
Pengertian PAD menurut UU. No. 28, Tahun 2009 yaitu pendapatan yang bersumber dari keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Nurcholis, Hanif (2007) PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah. Adapun sumber-sumber PAD menurut UU. No.32 Tahun 2004 yaitu dari: 1) Hasil pajak daerah, 2) Hasil retribusi daerah, 3) Hasil perusahaan milik daerah, 4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa PAD adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.
a) Teori Perpajakan
Dalam membicarakan teori pajak ada beberapa materi yang dibicarakan, yakni definisi pajak, prinsip perpajakan di Indonesia, otonomi daerah dan kebijakan perpajakan di Indonesia, faktor-faktor penentu kepatuhan wajib pajak, pajak progresif dan penerapannya di Indonesia.
b) Definisi Pajak
Berbicara pajak daerah tentu tidak bisa meninggalkan apa yang disebut dengan pajak karena pajak merupakan salah satu komponen dari penerimaan pemerintah, bahkan hampir 50 persen berasal dari pajak. Sebelum melangkah lebih jauh maka perlu diketahui apa sebenarnya definisi dari pajak.
Menurut Rochmat Sumitro (1988): ”Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. “Dapat dipaksakan” mempunyai arti, apabila utang pajak tidak di bayar,utang tersebut ditagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang dan sandera. dengan demikian, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut.
1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang 2) Jasa timbal tidak ditunjukkan secara langsung
3) Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
4) Dapat dipaksakan (bersifat yuridis)
c) Prinsip Pajak Di Indonesia
Ada 3 prinsip pajak yang secara umum telah terpublikasikan, yaitu : 1) Prinsip Pengenaan Pajak Berdasarkan Undang-Undang
Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa semua pajak harus ditetapkan dengan undang-undang. Ketentuan ini memerlukan suatu penafsiran yang jelas karena harus diketahui ketentuan yang bagaimana dimaksud yang harus
ditetapkan dengan undang-undang. Pajak menyangkut masalah yang luas sehingga perlu diketahui yang mana merupakan ketetapan yang harus dimasukkan dalam undang undang. Pajak mencakup berbagai masalah jenis pajak, siapa yang akan dikenakan, berapa beban yang harus dipikul, apa sangsi jika terjadi pelanggaran, bila harus dibayar dan dilaporkan, cara pembayaran, biaya yang boleh dikurangkan, pengecualian, dan banyak hal lain. Prinsip pengenaan pajak yang baik adalah :
a) Distribusi dari beban pajak harus adil, setiap orang harus membayar sesuai dengan peraturan.
b) Pajak–pajak harus sedikit mungkin mencampuri keputusan-keputusan ekonomi apabila keputusan-keputusan ekonomi tersebut telah pajak harus seminimal mungkin.
c) Pajak-pajak haruslah memperbaiki ketidak efisienan yang terjadi di sektor swasta, apabila instrument pajak dapat melakukannya.
d) Struktur pajak haruslah mampu digunakan dalam kebijakan fiscal untuk tujuan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi.
e) Sistem pajak harus dimengerti oleh wajib pajak.
f) Administrasi pajak dan biaya pelaksanaanya harus sedikit mungkin. g) Kepastian.
h) Dapat dilaksanakan, dapat diterima.
2.3.2.2 PAD dan Penerimaan Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan dan Kota Denpasar
Sebagai ilustrasi tentang PAD di kabupaten/Kota daerah Provinsi Bali, berikut dicoba dijelaskan sebagai gambaran berdasarkan data untuk Kabupaten
Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan Dan Kota Denpasar yang dikenal sebagai kawasan Sarbagita.
Manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel amat diperlukan, demi tercapainya otonomi daerah tersebut. Sumber-sumber dana yang dapat digunakan dalam pembangunan antara lain PAD.
.
Tabel 2.3
Realisasi dan Persentase PAD Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan dan Kota Denpasar Tahun 2010
Daerah PAD Total Penerimaan
Daerah % PAD/Total Penerimaan Daerah Badung 979.194.610.828,25 1.387.111.526.247,42 70,59 Denpasar 260.482.616.201,85 903.747.423.797,61 28,82 Gianyar 153.559.078.288,69 771.521.566.109,27 19,90 Tabanan 116.860.678.336,51 784.878.353.842,01 14,88 Sumber : Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, 2011. (Data diolah)
Berdasarkan Tabel 2.3, dapat dilihat bahwa Kabupaten Badung memiliki persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah yang terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu 70,59 persen dengan kategori sedang, sedangkan Kota Denpasar sebesar 28,82 persen dengan kategori rendah. Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan menujukkan persentase ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat dengan persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah masing-masing sebesar 19,90 persen dan 14,88 persen dengan kategori rendah sekali. Sekilas dari persentase tersebut terlihat adanya gap antar
keempat daerah dalam hubungannya dengan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang kinerja keuangan di kabupaten/kota dalam kaitannya dengan penyaluran kredit bank umum di daerah Provinsi Bali.
2.3.2.3 PAD dan Penerimaan Daerah Provinsi Bali
Anggaran Pendapatan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pada tahun 2014 direncanakan sebesar Rp 3,96 triliun naik lebih dari 10 persen dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun 2013. Untuk maksud tersebut pemerintah berupaya meningkatkan melalui pajak. Sumber utama pendapatan daerah tahun 2014 adalah pendapatan pajak daerah yang memberikan kontribusi lebih dari 53 persen bagi seluruh total pendapatan. Realisasi hingga kuartal I 2014 menunjukkan bahwa realisasi pendapatan daerah Pemerintah Daerah Provinsi Bali mencapai Rp 1,05 triliun atau sebesar 26,51 persen dari total pendapatan yang ditargetkan. Realisasi ini melebihi realisasi pendapatan tahun sebelumnya sebesar 25,52 persen.
Tabel 2.4
PAD dan Pendapatan Daerah Provinsi Bali 2013 - 2014
Uraian APBD 2013 APBD 2014 Realisasi APBD KW I 2014 % Realisasi PENDAPATAN DAERAH 3.568.393 3.958.173 1.049.131 26,51
PEND. ASLI DAERAH 1.930.000 2.303.812 642.318 27,88
- Pendapatan Pajak Daerah 1.751.570 2.104.381 589.349 28,01
- Retribusi Daerah 13.336 35.031 15.279 43,62
- Hsl PMD & Hsl Pengel.
Kek. Daerah yg dipisahkan
79.211 74.476 906.960 1,216.45
- Lain-lain PAD yg Sah 85.883 89.924 36.784 40,91
DANA PERIMBANGAN 928.192 1.065.533 289.913 27,21
- Bhp dan bukan pajak 91.991 191.635 - -
- Dana Alokasi Umum 792.366 832.297 277.432 33,33
- Dana Alokasi Khusus 43.835 41.601 12.480 30,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN 710.201 588.528 116.930 19,86
- Pendapatan Hibah 30.115 4.317 79 1,83
- Dana Penyesuaian 388.639 391.319 96.096 24,30
- Bantuan Keuangan 291.447 193.193 21.755 11,26
Sumber: Pemda Provinsi Bali, 2014.
Tingkat realisasi pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan pos-pos pendapatan lainnya adalah pada pos pendapatan retribusi daerah dengan realisasi mencapai 43,61 persen dari yang direncanakan. Tingkat realisasi pos pendapatan restribusi daerah pada kuartal I 2014 berbeda dengan kondisi pada tahun 2013. Pada kuartal I 2013 pos pendapatan pajak daerah direalisasikan relatif lebih cepat dibandingkan pos-pos pendapatan lainnya. Tingkat realisasi pendapatan yang relatif besar lainnya adalah pos-pos yang sifatnya rutin yaitu berkaitan dengan dana perimbangan. Pos-pos tersebut antara lain pos dana alokasi umum dengan
tingkat realisasi sebesar 33,33 persen dana alokasi khusus dengan tingkat realisasi 30 persen. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.4.
Bilamana dilihat dari PAD maka berdasarkan data pada Tabel 2.4 diketahui komponennya ada yang bersumber dari pendapatan pajak daerah. Secara hukum Pajak Daerah diterapkan dengan dasar hukum UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, terdiri dari 18 Bab, 185 pasal. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Daerah terdiri dari:
1) Pajak Provinsi di mana pajak ini terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok,
2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Selanjutnya mengenai Subyek dan Obyek Pajak Daerah dapat dijelaskan sebagai berikut: Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Obyek Pajak terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor, 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, 4) Pajak Air Permukaan, 5) Pajak Rokok, 6) Pajak Hotel, 7) Pajak Restoran, 8) Pajak Hiburan, 9) Pajak Reklame, 10) Pajak Penerangan Jalan, 10) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, 11) Pajak Parkir, 12) Pajak Air Tanah, 13) Pajak Sarang Burung Walet, 14) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, 15) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Perlu diketahui bahwa indikator yang mendasari penetapan target penerimaan daerah untuk tahun yang akan datang, adalah pertumbuhan ekonomi, potensi/sumber-sumber pendapatan yang ada dan realisasi penerimaan pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk menjelaskan hal tersebut maka berikut diambil contoh kondisi riil untuk masing-masing daerah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, sebagai berikut.
Dengan membaiknya stabilitas ekonomi daerah tahun 2014 telah mendorong perbaikan perkembangan PAD Provinsi Bali. Dengan menggunakan data realisasi PAD tahun 2013 mencapai 1.930.000 juta rupiah dan meningkat di tahun terakhir menjadi 2.303.812 juta rupiah (Pemda Provinsi Bali, 2014). Prestasi luar biasa dicapai Kabupaten Badung dalam hal pendapatan daerah. PAD Kabupaten Badung 2013 tidak kurang dari Rp 1,8 triliun dan dana perimbangan serta pendapatan lain-lain hanya Rp 619 miliar. Pada tahun 2014 PAD Kabupaten Badung, Bali, mencapai Rp 2,2 triliun atau meningkat dibanding tahun 2013.
Peningkatan PAD itu terjadi pada sektor pariwisata, restoran, dan pertanian dalam arti luas yang setiap tahun terus meningkat signifikan (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Badung, 2015).
Bilamana dikaitkan dengan peran dari pajak hotel dan restoran terhadap PAD dapat dijelaskan melalui tiga daerah kabupaten/kota di Bali yang menjadi pusat kegiatan usaha pariwisata yakni hotel dan restoran. Tiga kabupaten/kota di daerah Bali yang dimaksud, yaitu: Kabupaten Badung memiliki PAD terbesar di Bali yang dimungkinkan oleh keberadaan hotel dan restoran yang terbanyak. Hasil pemungutan pajak hotel dan restoran inilah yang memberikan kontribusi lebih dari 60 persen terhadap PAD pada tahun 2013 dan 2014. Selanjutnya diurutan kedua Kota Denpasar memiliki PAD yang terbesar di Bali, dengan kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap PAD lebih besar dari 20 % pada periode yang sama dengan Kabupaten Badung.
Tabel 2.5
PAD, Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar Tahun 2013 & 2014 (dalam Miliar Rp)
Kabupaten /Kota Pajak Hotel Pajak Restoran PAD Badung : 2013 2014 1.150,0 1.318,7 164,0 197,8 2.029,2 2.197,9 Denpasar: 2013 2014 113,5 109,9 56,7 59,7 658,9 640,9 Gianyar: 2013 2014 73.3 91,3 23.6 38,9 286,6 351,0
Sumber: Dinas Pendapatan, Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar, Tahun 2013 & 2014.
Sedangkan Kabupaten Gianyar menduduki posisi ketiga pada tahun 2013 dan 2014, dengan kontribusi pajak hotel dan restoran lebih dari 30 persen . Dengan memperhatikan peran pajak hotel dan restoran inilah yang menyebabkan ketiga daerah kabupaten/kota itu memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Bali, sebagai akibat dari perkembangan pariwisata yang didukung dengan penyaluran kredit pihak perbankan.
2.4 Hasil Penelitian Pembanding dan Keaslian Penelitian
Keberhasilan suatu pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat salah satunya dari perkembangan produk domestik regional bruto yang merupakan cerminan dari pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu variabel yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yaitu besarnya kredit investasi yang disalurkan oleh bank umum maupun BPR. Semakin besar kredit investasi yang disalurkan maka semakin besar pula investasi yang direalisasikan sehingga dapat meningkatkan output yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga kredit investasi dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun terhadap kredit investasi yang disalurkan oleh bank umum dan BPR di Kabupaten Malang, pengaruh jumlah kredit investasi yang disalurkan dan produk domestik regional bruto terhadap jumlah investasi di Kabupaten Malang. Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa variabel dana pihak ketiga dan tingkat suku bunga berpengaruh secara bersama-sama dalam pengaruhnya ke variabel endogen yaitu kredit investasi. Sebagi kesimpulan dinyatakan bahwa variabel kredit investasi dan PDRB berpengaruh secara bersama-bersama terhadap variabel endogen yaitu investasi.
Begitu pula variabel investasi dan tenaga kerja berpengaruh secara bersama-sama dalam pengaruhnya ke variabel endogen yaitu variabel PDRB (http://jimfeb.ub.ac.id/ index.php/jimfeb/article/view/116).
Pertumbuhan kredit sangat terkait dengan stabilitas ekonomi negara. Kinerja variabel makro ekonomi yang terdiri dari PDB, suku bunga SBI, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar rupah terhadap dollar, dan harga minyak relatif cukup baik menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Namun demikian, keadaan tersebut dianggap belum maksimal mendorong pertumbuhan kredit perbankan nasional yang diharapkan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai pengaruh variabel makro terhadap pertumbuhan kredit perlu dipahami dan diketahui untuk antisipasi kebijakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan kredit dimasa yang akan datang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel ekonomi tersebut di atas ternyata memberi pengaruh terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Namun secara parsial hanya pertumbuhan PDB dan harga minyak yang signifikan yang mempengaruhi pertumbuhan kredit. Tidak berpengaruhnya empat variabel makro yang lain ternyata menyebabkan pengaruh pertumbuhan PDB terhadap permintaan kredit menjadi kurang maksimal. Pertumbuhan ekonomi berkualitas dapat dilakukan dengan melalui pemerataan pembangunan khsusnya di luar Jawa dengan memberikan fokus pada sektor riil tradable yang mengalami penurunan ekonomi pada saat krisis finansial global 2008-2009 sehingga kredit dapat dimaksimalkan pertumbuhannya di sektor tersebut (Luh Rahmi Susanti, 2010).
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas seberapa besar pengaruh aktifitas pemberian kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi terhadap tingkat pertumbuhan tingkat ekonomi Jawa Timur baik secara parsial maupun secara simultan dan dari semua variabel independen yang akan diteliti tersebut. Dalam penelitian ini disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Variabel-variabel (KMK, KI dan Kredit Konsumtif) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat di Propinsi Jawa Timur, periode 2005 –2009, kecuali variabel Kredit Modal Kerja, secara individual tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi/PDRB Propinsi Jawa Timur. Sedangkan yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah Kredit Investasi dan Kredit Konsumtif.
2) Secara simultan ketiga variabel (KMK, KI dan Kredit Konsumtif) yang diajukan untuk penelitian ini ternyata berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Timur (Rachman dan Sriyanto, 2010).
Perbankan memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dalam masyarakat. Perbankan akan menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan kembali ke masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit. Salah satu bentuk kredit yang disalurkan adalah kredit investasi. Dengan kredit investasi ini maka masyarakat bisa tetap melakukan investasi walaupun tidak mempunyai dana sendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap permintaan kredit investasi pada bank-bank umum di Indonesia. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap
permintaan kredit investasi pada bank-bank umum di Indonesia adalah suku bunga kredit investasi, inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia yang diambil selama kurun waktu 16 tahun mulai dari tahun 1995-2010. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil bahwa suku bunga kredit investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan kredit investasi. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan kredit investasi. Dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan kredit investasi. Secara bersama-sama variabel suku bunga kredit investasi, inflasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap permintaan kredit investasi di Indonesia (Dewi Wulandari, 2001).
Pertumbuhan kredit sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kredit sebagai produk industri perbankan juga sangat tergantung dengan pertumbuhan ekonomi. Menganalisis hubungan timbal-balik antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi serta pengaruh variabel-variabel makro ekonomi lain terhadap kedua variabel tersebut adalah tujuan utama dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data kredit bank umum, Product Domestic Bruto (PDB), inflasi, dan tingkat suku bunga. Melalui penelitian ini disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (a) Pertumbuhan kredit berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kredit; (b) Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit dan pertumbuhan kredit; (c) Suku bunga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
kredit maupun terhadap pertumbuhan ekonomi; (d) Berdasarkan pengujian kausalitas granger yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan bidirectional causality antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kredit (Muharam dan Darmawan, 2013).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi di tanah air membuat pertumbuhan kredit pada 2013 hanya akan mencapai 20,8 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 22,3 persen. Hal itu terungkap dari hasil survei perbankan yang dipublikasikan Bank Indonesia, Senin (4/11/2013). Laju kredit tahun ini melambat jika dibandingkan tahun lalu, sebesar 23 persen. Dalam surveinya, Bank Indonesia memaparkan pertumbuhan permintaan kredit baru pada kuartal III 2013 melambat. Hal ini tecermin dari penurunan saldo tertimbang (SBT) dari 92,2 persen pada kuartal II 2013 menjadi 90 persen. Perlambatan terjadi pada kelompok bank besar, sedangkan bank menengah dan kecil naik. Akselerasi pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada kredit modal kerja. Sebaliknya, kredit investasi dan konsumsi mengalami deselerasi (Agustina, 2013).
Perkembangan perekonomian yang dicapai saat ini, Indonesia masih harus menghadapi permasalahan yang mungkin juga dialami negara lain, khususnya negara sedang berkembang, yang sedang melaksanakan pembangunan. Pembangunan tersebut tentunya memerlukan dana dalam jumlah yang besar. Salah satu sumber pendanaan tersebut adalah kredit bank. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kredit perbankan, nilai ekspor, pengeluaran pemerintah, dan jumlah tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin meningkat secara signifikan dengan meningkatnya kredit perbankan, pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja (Yunan, 2009).
Kebijakan perkreditan Bank di Nigeria sangat penting untuk beberapa alasan. Pertama, kredit perbankan adalah pelicin roda pertumbuhan ekonomi. Kedua, bahwa ada bukti empiris yang kuat yakni perkembangan pasar keuangan yang sehat dan lembaga memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Lebih penting lagi, penelitian terbaru memberikan bukti bahwa kebijakan sektor keuangan yang tidak tepat dan buruk berpotensi fatal dan berbahaya dalam ekonomi berkembang seperti yang dibuktikan oleh distress sektor keuangan di Nigeria, terutama di tahun 1990-an, sampai dengan tahun 2011. Penelitian ini dirancang untuk mengeksplorasi kekuatan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan desain penelitian survei. Data yang dihasilkan dianalisis melalui tabel, frekuensi, persentase dan statistik X2. Ditemukan bahwa kredit perbankan memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial-infrastruktur (Ugoani, 2013).
Dalam jurnal berikut ini peneliti mengevaluasi hubungan antara intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang yang menganut berbagai sistem ekonomi. Pertama, menggunakan data set dari 28 negara, antara 2001 dan 2010 dan di sini indikator intermediasi keuangan didefinisikan dengan menerapkan metode EFA. Dalam makalah ini peneliti menggunakan beberapa dimensi intermediasi keuangan, yakni: kredit dalam negeri yang diberikan oleh sektor perbankan (persen dari PDB); kredit domestik
untuk sektor swasta (persen dari PDB); jumlah uang beredar (persen dari PDB); pasar modal perusahaan yang terdaftar (persen dari PDB). Sebagai langkah awal analisis, di sini peneliti menggunakan Spearman rank-order analisis covariance dan juga menguji korelasi antara variabel dan hasilnya agar dapat diketahui secara umum tinggi tingkat korelasi antara indikator. Kedua, peneliti juga membandingkan indikator intermediasi keuangan ini dengan beberapa dimensi pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan tiga metode yang berbeda, yakni metode OLS (Ordinary Least Square), GLM (Generalized Linear Model) dan QR (Quantil Regression), untuk memeriksa ketepatan model. Hasilnya menunjukkan bahwa intermediasi keuangan sebagai bagian dari pengembangan keuangan yang secara positif terkait dengan pertumbuhan ekonomi (Dima dan Opriş, 2013).
Laporan oleh para pembuat kebijakan pemerintah dan penelitian tentang peran kredit perbankan dalam fluktuasi ekonomi makro selama lima tahun terakhir secara umum menunjukkan bahwa modal bank berkurang dalam waktu yang amat cepat, apakah hal itu dikarenakan oleh perubahan peraturan atau kerugian pinjaman, telah mengurangi pinjaman bank dan sangat terkait dengan pengurangan output. Ini menandakan bahwa ada korelasi kuat antara pinjaman dan output selama ini. Departemen Perdagangan AS mengklasifikasikan hal tersebut dengan berbagai bisnis dengan ukuran volume dolar dan kredit konsumen yang luar biasa sebagai indikator lagging output, dan mengklasifikasikan berbagai langkah perubahan dalam bisnis dan kredit konsumen sebagai indikator utama bagi output (Walsh dan Wilcox, 1992).
Tujuan dari makalah berikut ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan dinamis secara mendalam antara finansial, kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi untuk kasus Negara Tunisia selama periode 1961-2010. Untuk tujuan ini, kita menggunakan kerangka multivariat berdasarkan Vector Error Correction Model dan teknik kointegrasi. Estimasi jangka pendek menunjukkan bahwa keuangan tidak menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Tunisia sementara hasil jangka panjang menunjukkan kesimpulan yang berlawanan. Selanjutnya, hal itu menunjukkan bahwa investasi merupakan mesin utama pertumbuhan dalam jangka pendek dan juga jangka panjang. Temuan yang ada dalam makalah ini bisa menjadi perhatian besar bagi pemerintah baru Tunisia untuk menarik respon kebijakan yang tepat untuk mempromosikan peran sektor keuangan dalam perekonomian. (Abdelaziz dan Hakimi, 2013).
Keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor perbankan dianalisis oleh beberapa ahli berikut ini. Antara dan Parining (1999) juga mengemukakan bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan banyak sektor, melalui apa yang disebut Open-loop effect dan induced-effect (disamping istilah yang sudah umum dikenal sebagai trickle-down effect dan multiflier effect). Dengan menggunakan model SAM (Social Accounting Matrix), ditemukan bahwa pengaruh pengeluaran wisatawan sangat signifikan terhadap denyut nadi perekonomian Bali, yang meliputi belasan sektor.
Terutama bank-bank komersial bisa jauh lebih efektif dalam daerah tujuan wisatawan. Kebanyakan wirausaha pariwisata dan usaha mikro miskin bekerja mandiri di daerah tujuan wisatawan, hanya sebagian saja yang tergantung pada
jasa pariwisata. Jika bank-bank komersial akan menyesuaikan produk keuangan mereka terhadap pengaruh musiman dan strategis pendapatan multi kaum miskin, ini bisa membuat lebih banyak menggunakan aliran pengunjung dan kemungkinan penghasilan yang terkait untuk bertahan hidup. Selain itu, tidak hanya tentang akses keuangan. Peningkatan keahlian manajemen, pilihan investasi dan pendapatan yang layak juga diperlukan untuk industri pariwisata yang berkelanjutan.
Tidak adanya hubungan yang kuat antara keuangan dan sektor pariwisata di negara berkembang ini, kemudian diarahkan ke beberapa pertanyaan yang menarik untuk dibahas melalui penelitian lebih lanjut. Pada tingkat penawaran keuangan masalah analitis utama tampaknya adalah kemiskinan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) yang terutama dan tidak berorientasi bisnis. Jika LKM di daerah tujuan pariwisata akan diarahkan ke kegiatan kredit yang berorientasi menghasilkan keuntungan, mereka akan masuk dalam jasa keuangan mikro pariwisata dan usaha mikro kecil. Layanan mereka bisa lebih efektif dan akan diperlukan untuk pengurangan kemiskinan di daerah tujuan wisatawan yang kuat. Dari perspektif bisnis, tampaknya menjadi jawaban pilihan.
Kedua, bilamana dilihat dari sisi permintaan, LKM dan bank komersial di negara berkembang tampaknya tidak memiliki pengetahuan pasar pariwisata untuk mengembangkan produk-produk keuangan yang dibuat khusus untuk bisnis pariwisata mikro dan kecil. Perusahaan ini akan mendapatkan keuntungan dari menjaring pasar pariwisata yang cukup volume aliran pengunjung, tetapi kemungkinan besar tidak akan mengkhususkan diri dalam jasa pariwisata.