• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah sosial dan rasa Humor, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah sosial dan faktor-faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi rasa humor, pengukuran kemampuan pemecahan masalah sosial dan rasa humor, keterkaitan antara kemampuan memecahkan masalah sosial dengan rasa humor pada individu menikah, serta penelitian sebelumnya sebagai acuan dan pembanding penelitian ini.

2.1. Kemampuan Memecahan Masalah Sosial (Social Problem-Solving abilities)

2.1.1. Definisi Kemampuan Memecahan Masalah Sosial (Social Problem Solving abilities)

Satu asumsi mayor pada teori ini bahwa kemampuan memecahkan masalah sosial bukan hanya terdiri dari satu konstrak melainkan lebih dari itu, bahwa kemampuan memecahkan masalah sosial merupakan konstrak yang multidimensi, didalamnya dibagi

menjadi beberapa komponen yang terpisah namun saling terhubung (Chang, D’Zurilla &

Sanna, 2004).

Model awal teori ini dibangun oleh D’Zurilla & Goldfried (1971), dan kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh D’Zurilla & Nezu (1982, 1990) yang

mengasumsikan bahwa kemampuan memecahkan masalah sosial terdiri dari dua dimensi umum sebagai komponen yang saling terpisah yakni; (a) Orientasi Masalah (Problem orientation) dan keterampilan memecahkan masalah (problem-solving skills) (Chang,

(2)

Orientasi masalah (problem orientation) didefinisikan sebagai proses metacognitive yang melibatkan satu skema kognitif – emosi yang relatif stabil, yang merefleksikan kepercayaan, penilaian dan perasaan individu secara umum mengenai permasalahan dalam hidup sebaik kemampuan yang dimilikinya dalam memecahkan masalah. Proses ini dipercaya memiliki peranan penting dan berfungsi sebagai motivasi dalam kemampuan seseorang

dalam memecahkan masalah sosial (Chang, D’Zurilla & Sanna, 2004; D’Zurilla & Goldfried,

1971).

Disisi lain keterampilan dalam memecahkan masalah (Problem-Solving skills) merupakan keterampilan yang dibentuk dari pengalaman dan aktifitas dimasa lampau yang memberi kontribusi pada proses pemecahan masalah dimasa depan. Keterampilan ini sangat dibutuhkan oleh setiap pribadi diberbagai aktifitas, dengan memahami berbagai masalah yang timbul dalam kegiatan sehari-hari kita akan menemukan cara yang efektif untuk keluar dari masalah atau mencari jalan lain menghadapi permasalahan tersebut. Satu yang dibutuhkan dalam setiap proses pemecahan masalah adalah rasa percaya diri, ini sangat penting karena dengan percaya diri kita mampu mengukur seberapa mampu kita memecahkan masalah terutama dalam masalah personal (Chang, D’Zurilla & Sanna, 2004; D’Zurilla & Goldfried, 1971).

Kemampuan memecahkan masalah sosial adalah kemampuan memecahkan masalah yang dilihat dari masalah dan solusinya dalam konteks setting sosial, didalamnya terdapat kemampuan memahami masalah dan penguasaan teknik memecahkan masalah. Dimana problem solving adalah proses pencarian jalan keluar untuk masalah tertentu (specific problem), sementara implementasi solusi merupakan proses pelaksanaan solusi tersebut

secara nyata (D’Zurilla & Olivares, 1995).

D’Zurilla et al (2002) menemukan dalam studinya, bahwa ketika individu

(3)

hambatan dalam hidup dan mampu bertahan dalam kondisi tertentu, penelitian ini juga mencatat bahwa pemecahan masalah tidak serta merta melibatkan keahlian mencari jalan keluar dalam mengimplementasikan solusi. Meskipun seseorang ahli dalam menemukan solusi dari tiap masalah belum tentu orang tersebut mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Chang, D’Zurilla & Sanna, 2004; D’Zurilla et al, 2002).

Kemampuan memecahkan masalah melibatkan berbagai proses berfikir, diantaranya pemetaan masalah, kemampuan mencari jalan keluar dan gaya dalam memecahkan masalah. Bergantung dari salah satu perspektif, maka masalah dilihat apakah dapat diselesaikan atau tidak, dilain pihak bisa dilihat sebagai tantangan atau sebagai kesempatan. Keahlian memecahkan masalah melibatkan kemampuan mengumpulkan berbagai informasi, menyusun goal, menyadari hambatan, dan melihat alternatif lain dan pada akhirnya mampu memilih cara yang tepat untuk tiap situasi dalam hidup (D’Zurilla & Olivares, 1995).

Kemampuan memecahkan masalah sosial melibatkan proses pembuatan keputusan yang tepat, termasuk pendekatan secara positif dan gaya dalam kepemimpinan agar kemampuan memecahkan masalah menjadi efektif didalam hubungan sosial seperti dalam pernikahan (Winterheld et al., 2012). Secara spesifik, individu yang memiliki komitmen dalam hubungan sosial seperti pernikahan, membutuhkan kemampuan untuk bernegosiasi, memecahkan dan mencari solusi dari tiap masalah yang dihadapi sebagai tujuan dari penyelesaian konflik dalam hubungan mereka (Bradbury & Lavner, 2012).

Pria atau wanita membutuhkan kepastian dalam menjalani komitmen jangka panjang, dimana dalam komitmen disediakan pemenuhan kebutuhan akan rasa aman, keinginan menghasil dan kontribusi terhadap satu sama lain dengan menginvestasikan waktu dan diri dalam suatu hubungan (Campbell et al., 2008). Dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah sosial dalam pernikahan tidak hanya melibatkan satu pihak namun keduanya, saling memberikan kontribusi dan dukungan adalah bagian tak terpisahkan sebagai upaya keluar

(4)

berbagai masalah yang dihadapi dan usaha dalam mempertahankan hubungan untuk menghindari perceraian dimasa depan (Bradbury & Lavner, 2012).

2.1.2. Dimensi Kemampuan Memecahan Masalah Sosial (Social Problem Solving abilities)

Berdasarkan teori diatas kemampuan memecahkan masalah sosial terdiri dari dua dimensi mayor yakni;

a. Orientasi masalah (Problem Orientation)

Orientasi masalah merupakan proses metakognitif yang melibatkan skema emosional - kognitif yang relatif stabil mengenai keyakinan, nilai-nilai dan perasaan mengenai masalah dalam hidup secara umum, proses ini berbanding lurus dengan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Proses ini dianggap penting karena memiliki fungsi motivasi yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah.

b. Keterampilan memecahkan masalah (Problem solving skill)

Keterampilan memecahkan masalah merujuk pada aktifitas kognitif dan perilaku, dimana seseorang berupaya untuk memahami masalah yang dihadapinya dan mencari solusi yang efektif atau mencari cara untuk mengatasi masalah tersebut. Keterampilan masalah juga berkaitan dengan pengalaman dan karateristik kepribadian dari tiap individu (Chang,

D’Zurilla & Sanna, 2004; D’Zurilla & Nezu, 1990).

D’Zurilla dan Nezu (1990) membuat satu alat ukur untuk mengukur kemampuan

memecahkan masalah sosial yang dikenal dengan The Sosial Problem-Solving Inventory (SPSI) yang terdiri dari dua skala mayor: the Problem Orientation Scale (POS) dan the Problem-Solving Skill Scale (PSSS). Masing-masing skala dibuat untuk mampu mengukur kedua dimensi positif dari masalah (membangun dan memfasilitasi) dan mengukur dimensi

(5)

negatif dari masalah yaitu disfungsional karakter. Diasumsikan orientasi masalah dan keterampilan memecahkan masalah adalah dua hal yang berbeda namun saling terkait, komponen dalam keterampilan memecahan masalah sosial didapat temuan yang memperlihatkan bahwa POS item relatif berkorelasi tinggi dengan total skor POS dan relatif terkorelasi rendah dengan total skor PSSS (D’Zurilla & Olivares, 1995).

Pada studi berikutnya Maydeu-Olivares dan D’Zurilla melakukan analisis faktor terhadap dua model faktor pada alat ukur sebelumnya dan selanjutnya dikembangkan menjadi 5 model model faktor, dua dimensi orientasi masalah (Problem-Orientation Dimension) dan tiga gaya yang berbeda dalam memecahkan masalah (Problem-Solving styles). Lima dimensi inilah yang akhirnya menjadi acuan pengukuran keterampilan pemecahan masalah sosial yang kemudian alat ukur tersebut dikenal dengan Social Problem Solving – Revised (SPSI-R;

Chang, D’Zurilla & Sanna, 2004; D’Zurilla et al., 2002).

2.1.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi Kemampuan Memecahan Masalah Sosial (Social Problem-Solving abilities)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah sosial adalah :

1) Faktor pengalaman, baik lingkungan maupun personal seperti usia, isi pengetahuan (ilmu), pengetahuan tentang strategi penyelesaian masalah, pengetahuan tentang konteks masalah dan isi masalah.

2) Faktor psikologis, misalnya minat, motivasi, tekanan kecemasan, toleransi terhadap ambiguinitas, ketahanan dan kesabaran dalam menghadapi masalah.

3) Faktor kognitif, seperti wawasan (spatialability), kemampuan menganalisis, keterampilan menghitung dan sebagainya.

(6)

4) Faktor komunikasi, penyampaian masalah dan kemampuan bernegosiasi dalam mencari jalan keluar dengan cara – cara yang menyenangkan. (D’Zurilla & Olivares, 1995),

(Chang, D’Zurilla & Sanna, 2004)

2. 2. Rasa Humor (Sense of Humor)

2.2.1. Definisi Rasa Humor (Sense of Humor)

Rasa humor (sense of humor) merupakan suatu konsep multidimensi yang di dalamnya terdapat kemampuan untuk menciptakan humor, mengenali humor, mengapresiasikan humor, dan menggunakan humor sebagai mekanisme coping dalam menghadapi masalah untuk mencapai tujuan sosial (Thorson & Powell, 1993).

Rasa humor memiliki definisi yang luas dan konstruk yang multi aspek. Humor melibatkan komponen kognitif dan emosi. Hampir seluruh aspek dalam humor merujuk pada konteks interpersonal (Martin, 2007). Humor didefinisikan sebagai pola perilaku dan dapat dikatakan sebagai sebuah kebiasaan (kecenderungan tertawa secara berkala, mengatakan lelucon untuk menghibur orang lain, tertawa ketika orang lain melucu), humor juga merupakan sebuah keterampilan (keterampilan dalam menciptakan humor yang membuat orang lain terkesan serta keterampilan untuk mengingat lelucon), humor merujuk pada sifat tempramen individu seperti ceria dan mudah beradaptasi, humor juga merupakan respon estetika. Humor adalah perilaku, perilaku positif yang menghibur diri sendiri maupun oranglain. Humor merupakan cara pandang terhadap dunia, dimana humor dapat membuat seseorang memiliki pandangan yang luas terhadap dunia dan hidupnya, humor juga merupakan strategi coping & coping activties dimana melalui humor manusia dapat menerima perbedaan dan beradaptasi (Martin, 2000).

(7)

Rasa humor merupakan respon perilaku yang ampuh mempengaruhi cara seseorang melihat masalah dan berpengaruh pada cara memecahkan masalah (Bradbury & Lavner, 2012). Menggunakan rasa humor dalam hubungan dapat memperkaya interaksi yang positif dan dapat membangun komunikasi yang baik serta menguatkan ikatan pasangan dalam sebuah hubungan, membangun sebuah ikatan dan kelekatan dalam hubungan dengan prespektif yang positif dan menyenangkan (Campbell & Moroz, 2014).

2.2.2. Dimensi Rasa Humor (Sense of Humor)

Thorson dan Powell (1993) menyatakan bahwa ada 4 dimensi penting dalam rasa humor (sense of humor), yaitu :

1) Humor Production

Kemampuan untuk menemukan dan menciptakan humor dalam berbagai peristiwa dan berkaitan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.

2) Coping with Humor

Bagaimana seseorang menggunakan humor dalam berbagai situasi yang penuh tekanan dan bagaimana seseorang menggunakan humor untuk mengatasi perasaan yang muncul dalam keadaan yang stressful.

3) Humor Appreciation

Kemampuan untuk mengekspresikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mempersepsikan sebuah peristiwa lucu sebagai sebagai bagian dari perilaku orang lain.

(8)

Sikap seseorang terhadap humor dalam hal ini bagaimana seseorang melihat humor sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sebaliknya. Dalam dimensi ini dibagi menjadi 2 aspek yakni Positive attitude toward humor dan negatif attitude toward humor.

2.3. Pasangan Menikah (married couples)

2.3.1 Definisi Pasangan Menikah (married couples)

Menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dapat dikatakan bahwa pasangan menikah merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri yang memiliki kekuatan hukum dan diakui secara sosial dengan tujuan membentuk keluarga sebagai kesatuan yang menjanjikan pelestarian kebudayaan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan inter-personal.

2.4. Penelitian terdahulu.

Tabel 2.1. Daftar penelitian terdahulu tentang rasa humor dan kemampuan memecahkan masalah sosial

Nama penulis Thn Judul Isi Perbandingan dng

penelitian ini Kay Murphy 2015 The

Relationship between Sense of Humor and Social Problem-Solving Abilities in Married Couples Penelitian ini menggunakan 83 partisipan yang diambil melalui teknik sampling

snowball. Pada penelitian

ini membandingkan dan mencari pengaruh antara rasa humor suami/istri terhadap kemampuan pemecahan masalah sosial pada pasangannya. Dalam penelitian ini juga mencari hubungan dan pengaruh jumlah anak dan lamanya pernikahan terhadap rasa humor dan kaitannya dengan

Pada penelitiaan ini menggunakan 390 partisipan yang diambil melalui teknik sampling purposive sampling, dengan pertimbangan sampel yang digunakan telah menjalani usia pernikahan 4 tahun atau lebih dan berdomisili di Jakarta Barat.

(9)

kemampuan

memecahkan masalah sosial pada pasangan menikah.

Penelitian ini berdiri diatas kerangka teori

Family System Theory – Becvar. Dimana

peneltian ini menitikberatkan

penelitian pada pasangan menikah sebagai bagian dari sistem keluarga yang mempengaruhi

keseluruhan tatanan kehidupan keluarga. Perceraian memberikan pengaruh besar terhadap sistem keluarga dan kaitannya perceraian meningkat karena ketidakmampuan pasangan menikah menyelesaikan masalah sosial seperti masalah anak, keuangan, kehidupan pernikahan dan moderenisasi.

2.5. Kerangka Pemikiran

Kemampuan memecahkan masalah sosial dinilai penting pada sebuah hubungan yang dekat, dalam hubungan pernikahan kemampuan memecahkan masalah sosial merupakan salah satu faktor yang penting untuk mempertahankan hubungan pernikahan dan menciptakan stabilitas dalam kehidupan pernikahan (Huband et al, 2007). Bradbury dan Lavner (2012) percaya bahwa rasa humor berperan penting terhadap kemampuan memecahkan masalah pada individu menikah dalam hal ini konteks sosial.

Gambar 2.1. Kerangka Berfikir

Rasa Humor

Kemampuan Memecahkan Masalah

(10)

2.6. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Hipotesis nihil (Ho) : “Tidak ada hubungan antara rasa humor dan kemampuan memecahkan masalah sosial pada individu menikah”

b. Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada hubungan antara rasa humor dan kemampuan memecahan masalah sosial pada individu menikah”.

Gambar

Tabel 2.1. Daftar penelitian terdahulu tentang  rasa humor dan kemampuan memecahkan masalah sosial
Gambar 2.1. Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

PAN PDT PETUGAS REGISTER Persyaratan/ Kelengkapan Waktu Output 1 2 3 4 6 7 8 1 Menerima disposisi surat masuk dari sub bagian umum Disposisi surat masuk 1 hari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan media pembelajaran Swish Max pada pelajaran Pengetahuan Bahan Makanan berdasarkan tingkat

Data beban yang mengalami kondisi puncak pada tanggal tersebut di subsistem 150 kV Gandul – Kembangan – Muara Karang adalah beban pembangkit, beban IBT 500/150 kV dan beban

Sistem pendingin primer mengambil panas dari teras reaktor, untuk kemudian dipinciahkan ke pendingin sekunder melalui alat penukar panas, dan panas tersebut dibuang ke

Penulis menemukan fakta bahwa perceraian dari tahun ke tahun semakin meningkat, salah satunya perkara cerai gugat yang masuk pada tahun 2012 di Pengadilan Agama Malang

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian dan pengambilan data pada sistem pengendali otomatis kualitas kolam air ikan dengan RFM12-433S adalah sistem