• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Kualitas Lingkungan TPST Bantargebang 5.1.1. Kualitas Air

Pengujian kualitas air meliputi kualitas air sumur, kualitas air sungai, dan kualitas air lindi. Hasil analisis kualitas air sumur sampai pada periode tahun 2008 dilihat bahwa ke-6 sumur di sekitar TPST ini masih belum tercemar dari bahan organik (BOD dan COD), nitrogen (amoniak, nitrat, dan nitrit) padat, dan sebagian logam berat karena masih di bawah ambang batas baku mutu, kecuali mercury, mangan. Bahan pencemar logam berat ini adalah zat pencemar yang berbahaya, karena bersifat toksik. Dalam hal ini, bila bereaksi dengan S yang terdapat dalam enzim akan mengakibatkan enzim menjadi tidak mobile. Disamping itu juga bisa mengendapkan senyawa fosfat biologis dan mengkatalisis penguraiannya (Ahadis, 2005).

Tetapi sumur-sumur tersebut masih aman dari bakteri coliform, di mana hasilnya negatif. Parameter-parameter penting ini, menunjukkan adanya perbaikan kualitas air sumur di sekitar TPST, hal ini dapat diakibatkan semakin baiknya sistem pengelolaan sanitary landfill yang dilakukan.

Kualitas air sumur di sekitar TPST cenderung asam, hal ini dapat terjadi karena pengaruh mineral-mineral bebas pada sampah dan juga adanya padatan terlarut dan tersuspensi yang masih terintrusi ke sumur-sumur di sekitar TPST.

Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008

Sumur/Paramater pH BOD5 COD E. Coliform Hg Mg

I 5.9* 0.73 3.97 0 0.003* 0.45* II 5.2* 0.97 3.97 0 < 0.0002 0.06 III 5.9* 0.05 5.95 0 < 0.0002 0.07 IV 4.8* 0.05 3.97 0 < 0.0002 0.16* V 5.8* 0.6 5.95 2 < 0.0002 0.18* VI 4.7* 0.05 9.92 1 0.001 0.79* BML 6.5-9 6 mg/l 50 mg/l 50 Apm/100 ml 0.001 mg/l 0.1 mg/l *Tidak Memenuhi

(2)

Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasikan bahan organik dalam waktu lima hari pada temperatur 20 oC. Kualitas air sungai di sekitar TPST, baik untuk BOD dan COD sudah di atas baku mutu yang ditetapkan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa air sungai sudah tercemar dari TPST, dimana hasil pelarutan bahan organik di landfill dapat meningkatkan nilai BOD pada sungai, ditambah bahan organik yang diuraikan oleh bakteri di dalam air sungai ( Diana,1992).

Sedangkan nilai COD tinggi diakibatkan terjadinya akumulasi bahan-bahan organik leachete yang masuk ke aliran sungai sekitar TPST, akibatnya bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi pada aliran sungai tercemar oleh COD (Diana, 1992). Hal yang sama juga terjadi pada keempat IPAS di TPST Bantargebang (Tabel 16).

Air lindi (leachete) adalah bahan terlarut baik sebagai pencemar maupun kontaminan yang dibawa oleh proses pencucian air dan terbawa oleh infilttrasi dan perkolasi air sampah. Keadaan kualitas masing-masing IPAS dapat dilihat bahwa konsentrasi BOD dan COD inlet pada ketiga IPAS sudah tercemar, kecuali untuk IPAS IV kualitas inletnya sudah baik. Sedangkan untuk air Outlet di IPAS, nilai BOD keempat IPAS masih di bawah baku mutu, kecuali nilai COD-nya yang sudah melampaui angka baku mutu, kecuali IPAS II. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas pengolahan air IPAS masih belum maksimal, sehingga seharusnya belum layak untuk dialirkan ke sungai yang ada di sekitar TPST Bantargebang.

Tabel 15. Kualitas Air Sungai di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008

Sungai/Parameter pH BOD5 COD

Ciketing Udik Hulu 6.5 39.68* 53.59*

Ciketing Udik Hilir 6.7 43.42* 53.59*

Cimuning Hulu 8 317.47* 2381.75*

Cimuning Hilir 8 186.75* 873.31*

Sungai di Kali Asem

Udik Hilir 7.8 294.77* 823.69*

Sungai di Pangkalan 3 7.5 2.31 19.85

BML 6.5-9 3 mg/l 25 mg/l

(3)

Tabel 16. Kualitas Air Lindi di Masing-masing IPAS Tahun 2008

IPAS/Paramater pH BOD5 COD NH3

IPAS I-inlet 8.2 152.38* 1786.31* 758.74* IPAS I-outlet 7.1 134.46* 337.41* 125.90* IPAS II-inlet 9.0 149.96* 2084.03* 47.63* IPAS II-outlet 7.8 110.93* 208.40* 62.74* IPAS III-inlet 7.9 473.40* 2580.23* 2698.11* IPAS III-outlet 8.1 312.61* 754.22* 90.62* IPAS IV-inlet 8.1 150.14* 1736.69* 850.06* IPAS IV-outlet 5.9* 21.76 674.83* 194.44* BML 6.0-9.0 50 mg/l 100 mg/l 1 mg/l *Tidak Memenuhi

Untuk kesemua IPAS kandungan amoniak bebas semua di atas baku mutu, ini berarti kandungannya telah melampaui persyaratan yang telah ditetapkan. Kandungan amoniak bebas di dalam leachete dihasilkan dari proses dekomposisi protein atau organik yang terdapat dalam timbunan sampah seperti reaksi berikut ini (Sawyer dan Carty, 1978): Protein (Organik N) + Bakteri  NH3

5.1.2. Kualitas Tanah

Unsur-unsur terkait dengan dampak penurunan kualitas tanah adalah kehadiran unsur-unsur logam seperti Hg, Cd,, Cr, Cu, Pb, Fe, Se, Zn, Ni, dan Co, dan juga kehadiran unsur-unsur organik seperti Nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) yang berasal dari pembusukan sampah. Untuk keenam lokasi yang dilakukan pengujian kualitas tanah masih cukup baik dalam arti belum tercemar dari 9 (sembilan) jenis logam berat yang dianalisis serta senyawa nitrit NO2 dan nitrat

NO3. (Lihat lampiran 69 – 74).

Menurut Dinas LH Kota Bekasi 2008, kehadiran unsur-unsur logam ini dan kedua senyawa nitrit dan nitrat dibawah ambang batas standar baku mutu menunjukkan bahwa kehadiran unsur-unsur ini bukan merupakan penyebab dampak penting di TPST.

5.1.3. Kualitas Udara

Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa pada keseluruhan lokasi pengamatan/pengambilan sampel, untuk kesemua parameter kualitas udara masih bagus (di bawah ambang batas). Baik pada zona pembuangan sampah maupun di

(4)

luar zona TPST udara belum tercemar, kondisi udara masih baik. Kondisi udara yang masih baik di zona pembuangan sampah menunjukkan bahwa pelaksanaan penutupan sampah dengan tanah merah (cover soil) masih efektif untuk mengurangi pencemaran udara oleh gas yang diuji seperti gas metan CH4, gas H2S, NO2, NH3, SO2, Co dan HC yang merupakan gas yang berbahaya yang dapat menurunkan derajat kesehatan manusia.

Penyebab lain juga dapat diakibatkan dampak penurunan kualitas udara dan bau, bersifat tidak permanen (tidak terus menerus) karena pengaruh sifat udara yang bergerak bebas ke segala arah dan akibat pengenceran volume oleh udara sekitarnya ( Dinas LH, Bekasi. 2008).

5.1.4. Komponen Biologi

Berdasarkan hasil pengukuran tanggal 27 November 2008, diperoleh keberadaan populasi lalat di TPST Bantargebang 0.8 ekor pergrill di Zona I, sedangkan di Zona III C populasi lalat 1.2 ekor pergrill.

Dari data yang disajaikan pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa populasi lalat di sekitar bantargebang masih dibawah standar baku mutu.

Tabel 17. Hasil Uji Populasi Lalat di Zona I dan Zona IIIC

No Titik Sampling Waktu

Sampling Jumlah *)

Baku Mutu

**) Keterangan

1 Zona I 13.00 WIB 0.8 20 M

2 Zona IIIC 13.00 WIB 1.2 20 M

__________________________________________________________________

5.2. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat penting untuk diperhatikan, karena berhasil tidaknya TPST terpadu tergantung juga dari dukungan masyarakat (Royadi, 2006). Untuk mengetahui persepsi masyarakat dan keinginan warga tentang keberadaan TPST dan kondisi kesejahteraan masyarakat di sekitar TPST Bantargebang dilakukan PRA. Hasil PRA disajikan sebagai berikut:

1. Alasan masyarakat membuka usaha/bekerja di lingkungan TPST Bantargebang yaitu (A) untuk memenuhi kebutuhan hidup; (B) keterbatasan pilihan hidup; (C) karena menguntungkan.

(5)

Tabel 18. Alasan Responden Membuka Usaha di TPST

Alasan Persentase (%)

1. Memenuhi kebutuhan hidup 2. Keterbatasan pilihan hidup 3. Menguntungkan

4. Tidak Memberi Respons

26.08 13.04 21.73 39.13

2. Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan usaha lingkungan TPST yaitu (A) keberadaan TPST mengancam kelangsungan usaha; (B) kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan atau memulai usaha; (C) penegakan peraturan yaitu lokasi penempatan gerobak di TPST merugikan pemulung, kesulitan dalam mendapatkan tempat berjualan, dan kesulitan dalam menertibkan pemulung di lapangan oleh satuan keamanan TPST; (D) persaingan yaitu persaingan antar pemilik lapak dalam memperoleh plastik bekas, persaingan antar pemulung; (E) kesehatan akibat kualitas tempat berusaha dan tempat tinggal yang buruk; (F): sarana/prasarana kebersihan kurang memadai menyulitkan pemulung menunaikan ibadah.

Tabel 19. Masalah Utama yang Dihadapi dalam Berusaha di TPST

Masalah Utama Persentase (%)

1. Keberadaan TPST 2. Permodalan

3. Peraturan di TPST serta penegakannya 4. Persaingan

5. Kesehatan

6. Sarana dan prasarana kebersihan 7. Tidak Memberi Respons

4.34 8.69 17.39 13.04 13.04 4.34 39.13

3. Berdasarkan jawaban responden, upaya yang diharapkan supaya masalah tersebut bisa diatasi dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok jawaban yaitu (A) penyediaan modal/koperasi; (B) meniadakan fasilitas conveyor daur ulang plastik (C) pengaturan lokasi memulung dan penempatan roda yang berpihak pada pemulung dan pemberian lokasi berjualan (D) peningkatan komunikasi antara pengelola dan pemulung/warga dengan mendirikan pos pengaduan.

(6)

Tabel 20. Upaya yang diharapkan untuk Mengatasi Masalah Utama

Bentuk Upaya Persentase (%)

1. Penyediaan modal/Koperasi 2. Meniadakan fasilitas Konveyor 3. Peninjauan ulang peraturan 4. Peningkatan komunikasi 5. Tidak Memberi Respons

21.73 4.34 8.69 21.73 43.47

4. Harapan terkait adanya pembangunan pembangkit tenaga listrik bertenaga metan di TPST Bantargebang, jawaban yang dikemukakan responden secara lisan:

a) Keempat Kelurahan di sekitar TPST Bantargebang mendapatkan fasilitas listrik gratis

b) Warga keempat Kelurahan menerima dana kompensasi dari keuntungan yang diterima pengelola

c) Pembanguan penerangan jalan-jalan di kelurahan d) Menyerap tenaga kerja lokal

e) Sampah yang digunakan sebagai bahan baku adalah sampah lama

Dari empat pertanyaan yang diajukan diperoleh kesimpulan bahwa keberadaan TPST di Bantargebang mendatangkan manfaat ekonomi, namun kegiatan ekonomi mereka terhambat akibat penegakan peraturan di TPST dan kekurangan modal, untuk itu maka diperlukan peningkatan komunikasi antar pengelola dan warga serta pendirian fasilitas permodalan bagi warga.

5.3. Skenario Pengelolaan TPST Bantargebang

Penyusunan skenario pengelolaan sampah di TPST Bantargebang dilakukan melalui FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan para stakeholder. Hasil FGD dihasilkan skenario pengelolaan TPST Bantargebang. Dalam menyusun skenario tersebut dipertimbangkan berbagai aspek pengelolaan yakni sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi.

Aspek sosial yang perlu diperhatikan adalah: rembuk bersama antara pemulung, lapak, dan pengelola untuk merumuskan mekanisme kerjasama dalam bentuk kelembagaan sehingga dapat mendukung pengembangan TPST; meninjau ulang penggunaan CSR tunai agar jangan sampai mengurangi pembangunan fisik;

(7)

pembangunan sarana di TPST benar-benar menyerap tenaga kerja lokal; membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi pengelola—CD tidak berbentuk uang tunai, tetapi sharing modal dengan masyarakat—agar risiko dan manfaat diemban bersama; menampung aspirasi dari masyarakat sekitar dan menindaklanjutinya; pelaksanaan pengembangan TPST sesuai dengan kontrak dan jadwal; meningkatkan penjagaan keamanan terhadap seluruh fasilitas TPST.

Aspek ekologi yang perlu diperhatikan adalah: desain teknologi modern yang ramah lingkungan dengan benar, mengawasi pembangunannya, dan berkomitmen terhadap SOP; meningkatkan pelayanan sumur artesis bagi masyarakat sekitar; optimasi IPAS untuk mengendalikan pencemaran air; pemeliharaan dan pengembangan buffer zone dan greenbelt; penyemprotan landfill dengan insektisida; pembenahan perumahan penduduk sekitar; perluasan dan pemanfaatan lahan TPST; penataan pemulung-pemulung yang mengotori wilayah dengan tindakan tegas supaya sisa hasil pulungan yang tidak bernilai dikembalikan ke TPST oleh pemulung bersangkutan; tetap melakukan UKL-UPL.

Aspek ekonomi yang perlu diperhatikan adalah: mengoptimalkan semua unit pengolahan yang dapat memberikan keuntungan; membuka lapangan kerja; menyediakan sarana permodalan bagi para pemulung dan lapak.

Aspek teknologi yang perlu diperhatikan adalah: menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, memanfaatkan sampah secara optimal dan bermanfaat secara ekonomi.

Optimasi pengelolaan lingkungan TPST dikelompokkan menjadi 2 aspek optimal yakni: (1) optimasi pemanfaatan sampah yang masuk ke TPST Bantargebang, (2) optimasi penggunaan lahan TPST serta peruntukannya dimana parameter yang diamati adalah kombinasi jumlah sampah yang diolah pada setiap teknologi pengolahan yang digunakan, serta luas lahan ( ruang ) yang optimal untuk setiap unit pengolahan sampah.

1. Optimasi pemanfaatan sampah

Setiap hari terdapat 5.000 ton sampah masuk ke TPST Bantargebang. Saat ini sampah tersebut ditimbun pada lokasi yang telah ditentukan (sanitary landfill), kemudian pemulung melakukan pengambilan secara bebas. Dalam proses

(8)

penumpukan sampah, penataan sampah ditumpukan landfill dilakukan dengan bantuan alat berat seperti excavator (back hoe) dan bulldozer, sehingga dapat mengancam keselamatan pemulung di sekitarnya. Sebaliknya aktivitas pemulung di area landfill ini juga mengganggu kegiatan alat berat dalam menata sampah.

Sampah yang masuk ke TPST dapat digolongkan menjadi dua macam yakni sampah plastik dan non-plastik. Kedua jenis sampah ini dapat diolah melalui proses pemilahan untuk sampah plastic dan sampah non plastic (organic) dapat juga diolah menjadi pupuk kompos. Sampah yang diolah melalui pemilahan dapat diolah menggunakan teknologi Galfad, daur ulang plastik, maupun landfill non-organik.

Setiap teknik pengolahan ini membutuhkan tenaga kerja yang bervariasi dan keuntungan ekonomi yang juga bervariasi. Teknologi Galfad akan menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan secara langsung untuk berbagai kebutuhan listrik. Teknik landfill untuk diambil gas metannya berkaitan dengan program CDM (Clean Development Mecahanism). Dalam upaya mencapai pemanfaatan sampah yang optimal, dilakukan simulasi berbagai pemanfaatan sampah tersebut ke dalam empat teknologi pemanfaatan. Hasil simulasi disajikan sebagai berikut:

Tabel 21. Rangkuman skenario pemanfaatan sampah di TPST Bantargebang

No Skenario

Pemanfaatan Sampah (Ton/hari)

Galfad Kompos Daur ulang Landfill Campuran Structure Landfill Keterangan

1 Saat ini 0 0 0 5.000 0 Tanpa Pengolahan

2 Skenario I 0 200 0 4800 0 Tanpa MRF

3 Skenario II 0 200 0 4800 0 Dengan MRF

4 Skenario III 850 550 300 2750 550 Kontrak Investor dengan Pemprov

DKI 5 Skenario IV 2000 1000 1000 0 1000 Alternatif

Ket: MRF= Municipal Waste Receiving Facility

Dampak dari setiap skenario tersebut pada dasarnya saling terkait. Peningkatan atau penurunan satu parameter akan berdampak terhadap beberapa

(9)

paramater lainnya dan selanjutnya akan berdampak terhadap kondisi TPST Bantargebang secara umum. Perkiraan dampak dari setiap skenario diasumsikan linear karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki. Matriks dampak skenario terhadap kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Matriks dampak skenario terhadap kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial

Skenario Kualitas air

Lalat Pendapatan Masyarakat

Pengusaha Tenaga Kerja Konflik 1 Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi 2 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi 3 Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang 4 Rendah Rendah Tinggi Sedang Tinggi Rendah 5 Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah

2. Optimasi pemanfaatan lahan

Lahan TPST yang saat ini dimanfaatkan untuk penimbunan sampah sampah dengan teknik sanitary landfill seluas 81.91 ha. Keseluruhan luasan area landfill ini dibagi menjadi lima zona di mana kelima zona ini merupakan zona – zona pemnimbunan sampah. Pembagian luasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Sejak Desember 2008 area landfill bertambah seluas 2.3 ha (lahan enclave) dan saat ini sedang dalam tahap pembangunan konstruksi sanitary landfill dan direncanakan selesai Oktober 2009. Di samping digunakan sebagai tempat penimbunan sampah, di lahan ini juga terdapat 4 unit IPAS yaitu IPAS I seluas 17,680 m2, IPAS II seluas 10,998 m2, IPAS seluas III 12.500 m2, dan IPAS IV seluas 12.000 m2 (dapat dilihat pada Tabel 13).

Optimasi pemanfaatan lahan dilakukan berdasarkan skenario pemanfaatan sampah optimal yang telah terpilih yakni kompos 1000 ton/hari, Galfad 2000 ton/hari, daur ulang plastik 1000 ton/hari, dan structure landfill 1000 ton/hari. Untuk memenuhi kebutuhan lahan dari berbagai pemanfaatan tersebut dilakukan analisis kebutuhan lahan dan ketersediaan lahan yang memungkinkan dan sesuai dengan pertuntukannya. Optimasi pemanfaatan lahan dilakukan melalui pembagian lahan berdasarkan kebutuhan setiap instalasi pengolahan disajikan pada Tabel 23.

(10)

Tabel 23. Kebutuhan Lahan untuk Setiap Fasilitas Pengolahan di TPST

No Fasilitas Luas Lahan (m2)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Area Penerimaan Sampah Fasilitas Pemilahan Structured Landfill Cells Thermal Process 7 MW Fasilitas Daur Ulang Plastik Gas Engine 5 MW

Bahan Baku untuk Thermal Process Unit Pencacah

Unit Pengering

Timbunan Sampah Tidak Dapat Didaur Ulang Timbunan Sampah Organik

Fasilitas Pengomposan

Container dan Gas Engine 2 x 7 MW Gudang

Bengkel

Area Penerimaan Sampah untuk Kompos Kolam Ikan 5,500.00 2,592.00 33,951.00 2,880.00 2,160.00 1,728.00 2,144.80 340.36 326.05 1,736.26 7,636.00 7,766.54 2,629.89 901.99 898.50 4,469.97 2,199.34 Luas Total 79,861.00

Total kebutuhan lahan yang diperlukan untuk fasilitas pengolahan sampah adalah seluas 79,861 m2. Mengingat lahan yang tersedia di areal TPST Bantargebang terbatas, maka lahan seluas ini sudah optimal karena dapat menampung seluruh fasilitas pengolahan sampah yang akan dibangun. Pembagian lahan TPST dapat dilihat pada Gambar 19.

(11)
(12)

5.4. Strategi Implementasi

Berdasarkan hasil FGD, analisis terhadap kebijakan pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang, analisis kualitas lingkungan, analisis kualitas sosial ekonomi, diperoleh alternatif dalam melakukan optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan di TPST sampah Bantargebang dengan memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Strategi implementasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan dilakukan dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:

1. Melakukan pemberdayaan masyarakat

Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan program-program (1) dana beasiswa bagi siswa disekitar TPST; (2) dana perbaikan sarana umum seperti jalan lingkungan, drainase, dan lain lain; (3) perbaikan sarana sosial; (4) pengadaan prasarana umum; (5) bantuan modal usaha bagi usaha kecil; (6) koperasi di mana masyarakat sekitar dimungkinkan mendapat saham dalam koperasi untuk ikut serta dalam pengelolaan TPST.

2. Penanganan pemulung

TPA liar dibuat oleh masyarakat secara ilegal di sekitar TPST utama, dengan sistem open dumping. TPA liar ditujukan untuk menguasai sampah secara pribadi untuk diambil bahan yang laku dijual, antara lain potongan besi, botol plastik, plastik, kayu, botol kaleng, karton, dan sebagainya. Sisa sampah umumnya dimusnahkan dengan cara dibakar. Sistem open dumping menimbulkan dampak pencemaran yang disebakan air lindi masuk ke dalam air tanah, asap, lalat dan bau.

(13)

TPA liar dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, antara lain kerjasama pemulung dan sopir truk sampah, kebutuhan pasar, tuntutan pemulung dan sebagainya. Untuk itu pengendalian TPA liar tidak semata-mata menyangkut faktor teknis, juga menyangkut aspek sosial ekonomi.

Keterlibatan pemulung dalam pengelolaan sampah, dapat berperan ganda, secara langsung dapat mensejahterakan pemulung melalui penjualan sampah yang dipungut dari TPST, dan secara tidak langsung mereka telah melakukan daur ulang terhadap sampah anorganik yang sulit diuraikan oleh mikroba, misalnya plastik, logam, besi, alumunium, kaleng dan lain sebagainya. Pengumpulan sampah oleh pemulung menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama aspek estetikanya, dan menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar lokasi TPST sampah.

Penanganan pemulung dapat dilakukan dengan program-program: (1) membentuk forum pemulung; (2) memberikan pelayanan kesehatan bagi para pemulung; (3) memberikan pengetahuan tentang masalah-masalah sampah; (4) menempatkan pemulung pada lokasi yang aman dari alat berat dengan membagi mereka menjadi berapa kelompok dan menempatkannya pada zona-zona yang disediakan dan memberi kesempatan kepada mereka untuk mengumpulkan sampah-sampah yang dianggap bermanfaat; (5) menata tempat tinggal pemulung.

3. Mendirikan dan membina koperasi untuk pemulung.

Hasil PRA menunjukkkan bahwa alasan masyarakat membuka usaha ataupun bekerja di lingkungan TPST adalah alasan ekonomi di mana salah satu masalah utama yang dihadapi adalah masalah permodalan. Sedangkan hasil FGD menunjukkan bahwa salah satu langkah strategis yang diusulkan para stakeholder dalam pengelolaan TPST adalah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi pengelola di mana CD tidak berbentuk uang tunai, tetapi sharing modal dengan masarakat agar risiko dan manfaat diemban bersama, maka untuk mencapai optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan di TPST Bantargebang perlu dibentuk usaha bersama dalam bentuk koperasi.

Koperasi ini sebaiknya dibentuk dengan tujuan untuk diperolehnya pemecahan masalah yang saling menguntungkan atau win win solution. Tahapan

(14)

yang harus dilakukan adalah investor menyampaikan konsep pembentukan koperasi ini kepada para stakeholder untuk dapat diimplementasikan secara bersama-sama. Masalah yang peka dalam pembentukan koperasi ini adalah masalah peran dan share sehingga masalah ini harus menjadi perhatian utama. Dengan terbentuknya koperasi ini diharapkan pengelolaan TPST Batargebang akan dapat melibatkan peran serta masyarakat yang mengarah kepada konsep keberlanjutan.

4. Menjadikan TPST sebuah industri yang mengarah ke profit center

TPST menjadi problem solver yang akan menghasilkan lapangan kerja dan produk-produk yang bermanfaat dan menguntungkan seperti pupuk organik/kompos, biji plastik dan produk-produk turunan plastik lainnya, gas, dan listrik.

5. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana eksisting

Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana eksisting dapat dilakukan dengan (1) optimasi zona-zona yang ada; (2) perbaikan dan peningkatan pengoperasian IPAS; (3) perbaikan jalan kerja; (4) perbaikan drainase; (5) perbaikan jembatan timbang; (6) perbaikan jaringan penerangan; (7) perbaikan pagar pengaman (sekeliling TPST); (8) pemeliharaan dan pengembangan buffer zone dan greenbelt; (9) Penyemprotan landfill dengan insektisida.

6. Pembangunan sarana dan prasarana yang baru

Prasarana dan sarana baru yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk memperpanjang usia pakai TPST dan meningkatkan pengelolaan sampah serta pengendalian dampak lingkungan dan sosial. Prasarana dan sarana tersebut dirancang secara terpadu dan saling mendukung untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Semua aktivitas pengelolaan ini dapat diikutkan dalam program Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau CDM (Clean Development Mechanism). Prasarana dan sarana baru yang akan dibangun adalah:

(15)

a. Fasilitas pengomposan

Pengomposan yang beroperasi sejak tahun 2004 dan saat ini dapat mengolah sampah organik sebanyak 200 ton/hari dengan produksi kompos rata-rata 40 ton/hari. Kapasitas pengomposan akan ditingkatkan menjadi 1000 ton/hari sampah kota atau 550 ton/hari sampah organik (terpilah) dengan kebutuhan lahan 10.5 Ha. Komponen utama yang akan dibangun terdiri dari tempat penerimaan sampah (waste receiving area), bangunan pencampuran (mixing pile), bangunan windrows, bangunan pencacahan dan pengayakan, bangunan penyimpanan sementara, peralatan pengemasan (packaging).

Gambar 20. Diagram Alir Pengomposan

Non Organik Organik Residu Halus M a te ri a l K a s a r SAMPAH KOTA 1000 TON/HARI

Waste Receiving Area

Pemilahan Pile Campuran (Bio Activator) Proses Fermentasi (Aerobic) Proses Pengeringan Kompos Pencacahan dan Pengayakan Kompos Pemilahan Pemilahan Pemilahan Sanitary Landfill Daur Ulang Plastik Daur Ulang Kayu Daur Ulang Logam Material Halus

(16)

Proses pengomposan yang dilakukan adalah dengan metode aerobic (open windrows) dengan mekanisme pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan, penyimpanan sementara dan pengemasan (packaging), dan sistem tersebut dikembangkan dengan cara menyuntikkan mikro organisme (bio activator). Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan tersebut berupa kompos serbuk (powder), granul, dan organic soil treatment (OST) dengan kualitas yang telah bersertifikat uji perlakuan dan efektivitas kompos.

b. Fasilitas Daur Ulang

Fasilitas daur ulang yang akan dibangun adalah fasilitas daur ulang plastik yang terdiri dari unit pencucian, pencacahan (crushing), dan pemrosesan biji plastik (pelet). Bahan daur ulang plastik berasal dari 3 unit bangunan pemilahan (sorting plant) yang akan dibangun. Perkiraan kapasitas daur ulang plastik adalah 100 ton plastik/hari.

(17)

Sampah plastik hasil pemilahan diolah pada fasilitas daur ulang plastik. Plastik hasil pemilahan terlebih dahulu dibersihkan pada bak pencucian yang kemudian dikeringkan. Setelah plastik bersih dan kering kemudian dipilah sesuai dengan jenis-jenis plastik, palstik yang dapat diaur ulang dicacah dan dimasukkan kemesin pengolah plastik yang menghasilkan pelet plastik, sedangkan plastik yang tidak dapat didaur ulang dikemas untuk dijual

(18)

c. Pembangunan Pembangkit Listrik (Power Plant)

Pembangkit listrik (power plant) yang akan dibangun terdiri dari 2 jenis yang dihasilkan dari pemanfaatan gas methan dari sanitary landfill dan panas dari pirolysis. Power plant untuk pirolysis akan menghasilkan listrik sebesar 7 MW, yang komponen utamanya terdiri dari boiler, turbin dan generator set. Power Plant untuk gas metan menghasilkan listrik sebesar 19 MW, yang komponen utamanya terdiri dari fuel skid, gas engine, transformator.

7. GALFAD

Metode pengolahan sampah GALFAD adalah pengolahan sampah yang dilaksanakan secara terpadu yang meliputi gasification (pyrolysis), land fill gas, anaerobic digestion. Jenis-jenis sampah yang dapat diolah pada fasilitas GALFAD adalah sampah rumah sakit, sampah kering, ban bekas, sampah pasar dan sampah kota.

Proses kerja GALFAD adalah (1) Pemisahan sampah sesuai jenisnya; (2) Sampah daur ulang dipisahkan; (3) Sampah kering ke proses Pyrolysis/Gasification; (4) Sampah basah ke Structure Landfill Cell; (5) Kompos hasil Proses Structure Landfill Cell dikeringkan, dimanfaatkan sebagai pupuk sisanya dimasukan dalam Pyrolysis/Gasification; (6) Biogas dan Syn-gas menjadi listrik.

(19)

Gambar 23. Diagram Alir Proses GALFAD

Fasilitas GALFAD yang akan dibangun terdiri atas: a. Bangunan Pemilahan

Bangunan pemilahan akan dibangun untuk memilah sampah yang akan diproses lebih lanjut di instalasi pirolysis dan structure landfill cells. Kapasitas pemilahan adalah sebesar 1000 ton/hari.

b. Gasification (Pirolysis)

Gasification adalah proses konversi sampah non organik dan organik kering menjadi gas melalui suatu proses pemanasan tertutup (pirolysis). Gas yang diproduksi adalah karbon monoksida, methan dan hidrogen. Sebesar 85% energi yang didapat dari gas maupun energi panas dimanfaatkan menjadi listrik. Sisa limbah padat dari proses ini hanya 6% dari volume awal dapat digunakan untuk pembuatan bata. Kapasitas pengolahan pirolysis adalah sebesar 290 ton/hari sampah kering. Sampah yang dapat digunakan dalam proses gasification adalah sampah plastik, sampah kayu, sampah karton, kompos hasil proses anaerobik digestion, sampah organik kering.

(20)

Gambar 24. Diagram Alir Gasification (Pirolysis) c. Structure Landfill Cells

Structure Landfill Cells adalah fasilitas pengolahan sampah organik yang terbuat dari bak beton besar, dimana terjadi proses biologi untuk merubah bahan organik menjadi gas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sampah ditampung dalam bak sampah besar 12.000 m3 (20m x 58m x 12m), kemudian ditutup dengan membran dan diberi sirkulasi air sehingga terjadi proses fermentasi yang menghasilkan gas. Materi organik dipecah untuk menghasilkan metan dan karbon dioksida, berlangsung dilingkungan basah dan hampa udara. Volume sampah menyusut 40% setelah melalui proses ini dan merupakan Kompos. Sampah yang akan diproses di dalam structure landfill cells adalah sampah organik seperti sampah pasar, sampah buah dan sayur, sampah restauran, sampah kebun, sampah organik basah.

(21)

8. Mekanisme pembangunan bersih (CDM/Clean Development Mechanism) CDM Merupakan salah satu upaya dunia untuk mengurangi emisi yang dapat menyebabkan efek gas rumah kaca Proyek Waste to Energy dapat dikategorikan sebagai proyek yang memenuhi kriteria dan kualifikasi sebagai proyek CDM. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam proses registrasi sebagai proyek CDM di UNFCCC adalah 12 bulan Harga dari CER (Certified Emission Reduction) berfluktuasi dari waktu ke waktu, namun memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Prosedur applikasi proyek CDM dapat dilihat sebagai berikut :

(22)

9. Pembangunan prasarana pendukung seperti pencucian armada angkutan sampah dan kantin

Fasilitas pencucian armada angkutan sampah perlu diadakan untuk menjamin faktor kebersihan fasilitas jalan yang dilalui oleh armada. Armada harus dicuci setiap kali meninggalkan TPST. Oleh karena itu perlu dibuat suatu peraturan bagi pengelola armada angkutan untuk mewajibkan setiap armada mencuci armada sebelum meniggalkan TPST untuk dapat dibuat sanksi bagi yang melanggarnya.

Fasilitas kantin yang bersih dan higienis perlu dibangun sebagai pelengkap fasilitas di TPST Bantargebang untuk menjamin ketersedian makanan yang higienis bagi para karyawan dan para pekerja yang terlibat di dalam pengelolaan TPST Bantargebang termasuk para sopir, kenek, dan kru armda angkutan sampah.

10. Pengoperasian sanitary landfill sesuai dengan standard operation procedure Pengoperasian sanitary landfill harus dilaksanakan mengikuti standard operation procedure (SOP) yang telah ditetapkan, dengan kegiatan sebagai berikut penimbangan sampah, pembongkaran sampah, penyebaran sampah, pemadatan sampah, penutupan tanah (cover soil), pemasangan ventilasi, pengolahan air lindi, penghijauan kawasan green belt di seluruh kawasan TPST.

11. Pembangun Integrated Zone

Dalam kawasan pabrik pengolahan sampah organik menjadi kompos akan dibangun pusat percobaan pembibitan dan perbanyakan tanaman, perikanan, peternakan, arena bermain anak-anak seperti outbond, dan pusat pendidikan pengolahan sampah terpadu.

Gambar

Tabel 16. Kualitas Air Lindi di Masing-masing IPAS Tahun 2008
Gambar 20.  Diagram Alir Pengomposan
Gambar 21. Diagram Alir Proses Pemilahan
Gambar 22. Diagram Alir Daur Ulang Plastik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui kelayakan investasi usaha budidaya ikan lele di Kelurahan Toapaya Asri, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan

Pengemabilan lokasi penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut; (1) Desa Sidoharjo meskipun daerah

Pelaksananan yang dilakukan pada pasien sudah sesuai dengan perencanaan asuhan kebidanan yaitu mengobservasi TTV, his, DJJ, melakukan asuhan sayang ibu, menghadirkan

Skripsi berjudul Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies

Studi genetik tanaman dapat dilakukan melalui uji keturunan dan persilangan, tetapi ini sulit dilakukan terhadap manggis karena panjangnya siklus hidup manggis (Mansyah et

Hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian lain bahwa bagi ibu yang bekerja kesulitan untuk menyusui bayinya secara eksklusif dikarenakan lebih banyak

Penggunaan urea-seng, urea-zeolit, dan urea-seng- zeolit dalam ransum berbasis jerami padi sebagai sumber urea lepas-lamban dapat menekan rataan kadar NH3 sampai periode inkubasi

Berdasarkan hal tersebut maka visi Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung Tahun 2010 – 2015 adalah : “Terwujudnya Koperasi, Usaha Kecil