• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab Lima. Kesimpulan dan Relevansi. Kesimpulan. keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia tanpa membeda-bedakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab Lima. Kesimpulan dan Relevansi. Kesimpulan. keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia tanpa membeda-bedakan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

129 Bab Lima

Kesimpulan dan Relevansi

Kesimpulan

Berdasarkan kajian bab-bab sebelumnya maka penulis menyimpulkan beberapa hal penting:

Pertama, Lukas adalah Injil yang menguraikan tentang rencana keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia tanpa membeda-bedakan latar belakang sosial dan kehidupan mereka. Rencana keselamatan yang ditawarkan Allah ini dinyatakan dalam pelayanan Yesus yang mencari mereka yang hilang, yang terabaikan dan tersisihkan. Orang-orang yang dipandang rendah seperti pemungut cukai, pelacur dan orang berdosa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keselamatan.

Tema tentang sejarah keselamatan Allah ini ditulis oleh Lukas dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Injil Lukas menceritakan tentang pelayanan Yesus yang berpihak pada orang-orang yang miskin dan terabaikan. Perhatian Yesus yang besar kepada mereka merupakan sebuah reaksi atas situasi

kehidupan di zaman-Nya yang identik dengan kemiskinan dan penindasan karena penjajahan bangsa Romawi. Pelayanan Yesus yang pro dengan orang-orang kecil ini kemudian dilanjutkan oleh para murid seperti yang dituturkan dalam Kisah Para Rasul. Kepedulian Yesus terhadap mereka yang tertindas dan terabaikan ini menjadi ciri khas dari seluruh tulisan Lukas dan menjadi inti pengabaran Lukas yaitu bahwa kabar baik tentan

(2)

150

Yesus berlaku bagi semua orang.Lukas menempatkan tema ini tidak hanya sebagai berita sukacita tetapi sebagai inti dari kehidupan dan pengajaran Yesus.

Kabar sukacita tentang Allah yang menyelamatkan ditulis Lukas untuk komunitas pendengarnya yang terdiri atas beragam orang. Komunitas ini

merupakan perpaduan antara orang Yahudi dan Non-Yahudi yang berbahasa Yunani, sehingga ada kemungkinan bahwa pola mayoritas atau minoritas memegang peranan penting di sini. Hampir dapat dipastikan bahwa komunitas Lukas ini berada di sebuah kota yang menggunakan budaya dan bahasa Yunani. Hal ini ditandai dengan pencantuman nama Teofilus sebagai penerima Injil Lukas dan Kisah Para Rasul (Luk. 1:1; Kis. 1:1). Bila diperhatikan dengan seksama Lukas juga menulis nama-nama yang memiliki peranan dalam tulisan Lukas yaitu orang-orang yang takut akan Allah sekalipun mereka bukan orang Yahudi. Ia menceritakan dengan sangat memuji tindakan seorang perwira di Kapernaum yang disenangi oleh masyarakat sekitarnya (Luk 7:1-10). Ia juga memasukkan peran perempuan dengan memasukkan nama Yohana, istri Khuza bendahara Herodes (Luk. 8:3) sebagai orang-orang yang mendukung pelayanan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul lebih banyak lagi nama-nama orang dari golongan aristokrat yang bisa kita lihat seperti sida-sida dari Etiopia yang bertemu dengan Filipus (Kis. 8:26-39), Kornelius (Kis 10), Lidya dan para perempuan bangsawan (Kis. 16:14).

Komunitas Lukas yang beragam juga ditunjukkan dengan adanya orang-orang Yahudi di dalamnya. Sekalipun tidak mendominasi namun kehadiran mereka memberi warna dalam komunitas itu. Keberadaan orang-orang Yahudi dalam komunitas Lukasdibuktikan dengan adanya orang-orang

(3)

Yahudi yang bertobat. Selain perbedaan sosio-budaya, komunitas pendengar Lukas juga terdiri atas sekumpulan orang-orang yang berlatar belakang sosio-ekonomi yang berbeda. Lukas secara eksplisit menyebutkan sejumlah nama orang-orang dari kalangan pejabat pemerintah, bangsawan, perwira atau pengusaha pada zaman itu dalam Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul. Kenyataan bahwa ada orang-orang yang berpotensi dengan kekayaan dan kedudukan sosial yang tinggi dan terhubung dengan komunitas ini dibarengi dengan perhatian Lukas terhadap keberadaan orang-orang miskin. Orang-orang miskin yang ditunjukkan Lukas dalam tulisannya adalah orang-orang yang tertindas karena secara materi mereka tidak memiliki apa-apa dan kondisi sosial yang menekan keberadaan mereka.

Lukas menulis tulisannya untuk mengungkapkan bahwa kabar baik tentang Yesus berlaku bagi siapa pun dalam komunitas pendengarnya. Injil Lukas menuturkan bagaimana Yesus memutuskan untuk melayani dalam kesederhanaan demi pewartaan tentang kerajaan Allah yang sudah datang. Tindakannya ini kemudian diteruskan oleh para murid dalam Kisah Para Rasul. Lukas menuliskan betapa Paulus bekerja keras dalam perjalanan misinya

mengabarkan tentang kasih Allah yang merambah sampai ke golongan-golongan masyarakat yang paling rendah. Kasih Allah yang universal ini tidak hanya sebagai berita sukacita tetapi sebagai inti dari kehidupan dan pengajaran Yesus.

Kedua, teks Lukas 15:11-32 merupakan teks khusus Lukas yang menggambarkan karateristik pengajaran Yesus tentang kasih Allah yang

universal. Teks Lukas 15:11-32 adalah teks dalam bentuk perumpamaan dengan tipikal parabel yaitu suatu cerita khas yang diceritakan secara khusus untuk

(4)

menjelaskan suatu hal atau untuk menjawab seorang lawan bicara; tidak mengangkat suatu pandangan umum. Perumpamaan Domba yang Hilang, Dirham yang Hilang dan Anak yang Hilangmenyajikan tentang Kerajaan Allah yang datang kepada orang berdosa yang bertobat dan bukan kepada orang-orang Farisi yang membenarkan diri sendiri.

Penelaahan atas struktur teks Lukas 15:11-32 menimbulkan

pertanyaan apakah perumpamaan ini terdiri dari satu atau dua perumpamaan. Hal ini disebabkan karena dalam perumpamaan tersebut tampak adanya suatu pembagian atau pemisahan yang wajar. Namun penyelidikan mendalam

terhadap struktur perumpamaan ini membawa pada kesimpulan bahwa apabila keduanya dipisah maka perumpamaan ini akan mengalami pergeseran makna dan menjadi tidak masuk akal. Mungkin saja membuat bagian pertama berdiri sendiri, tetapi bagian kedua akan menjadi tidak bernilai jika dilepas tanpa bagian pertama.

Perumpamaan Anak yang Hilang merupakan suatu cara Yesus untuk memberi jawaban pada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang Allah yang tidak membeda-bedakan kasih-Nya kepada semua orang. Orang-orang berdosa seperti pemungut cukai dan para pelacur pun mendapat tempat di hati Allah. Mereka seumpama anak bungsu yang mengikuti keinginan hatinya yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan. Tetapi apabila ia sadar dari dosanya dan mau berbalik kepada Allah, ia tetap diterima sebagai bagian dari keluarga kerajaan Allah. Allah menawarkan pengampunan tanpa syarat dan penerimaan yang tulus apabila mereka bertobat dan menyesal.

(5)

Perumpamaan ini juga menjadi cara Yesus untuk mengritik orang – orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang selalu merasa diri benar dan menganggap diri lebih layak di hadapan Allah. Selain itu dalam satu kesempatan yang sama Yesus menegur orang-orang dalam komunitas Lukas yang merasa lebih baik dari orang lain. Keegoisan dan pementingan diri adalah yang tidak bisa dibenarkan dalam kerajaan Allah. Tidak perlu ada pembedaan-pembedaan antara golongan orang baik dan golongan orang jahat, karena hal itu hanya membuat dunia ini semakin sakit. Yesus memberitakan suatu dunia yang lain di mana semua manusia yang biasa membeda-bedakan menjadi satu dunia manusia yang sama-sama tidak benar di hadapan Allah namun yang juga dikasihi Allah.

Relevansi makna pengampunan dari teks Lukas 15:11-32 dalam Penerapan Tertib Penggembalaan di BNKP

Dari uraian pada bab dua sebelumnya penulis telah menemukan makna teologis dari kajian kritis terhadap teks Lukas 15:11-32 dan pada bab empat penulis juga telah melakukan tinjauan kritis terhadap penerapan tertib penggembalaan di BNKP. Pada bagian ini penulis akan menyajikan relevansi antara makna teks Lukas 15:11-32 dengan penerapan tertib penggembalaan di BNKP. Relevansi ini dihubungkan dengan fungsi dari disiplin gereja serta relasi antara disiplin gereja dengan pelaksana dan pelaksanaan tertib penggembalaan itu sendiri.

(6)

Disiplin gereja dan fungsi pengembalaan

Pertobatan dan penerimaan merupakan hal yang mendapat penekanan dalam perumpamaan ini. Anak bungsu yang terhilang karena

keinginan hatinya mendapat pengampunan karena ia bertobat dan mau berbalik kepada sang ayah. Pertobatannya ini disambut dengan penerimaan dan

pengampunan yang memulihkan kehidupannya yang hilang namun telah ditemukan. Dirinya yang seolah-olah mati telah hidup kembali melalui

pemulihan hubungan itu. Pemulihan yang sama juga diterima anak sulung yang terhilang dalam keegoisan dan pembenaran diri sendiri. Penerimaan sang ayah membuatnya tidak kehilangan haknya bahkan semakin diteguhkan.

Fungsi penerimaan dan pemulihan juga dapat kita temukan dalam disiplin gereja. Disiplin gereja dibuat karena dua hal: pertama, karena gereja sadar bahwa ia bertanggung jawab terhadap pelayanan firman yang mengatur kehidupan orang-orang gereja. Disiplin gereja penting sebagai usaha membawa dan mengumpulkan orang-orang yang melanggar firman Allah untuk

dikumpulkan dan dibawa kembali menjadi milik Allah karena mereka adalah kepunyaan Allah sejak awal. Bolkestein mengatakan,

Gereja berada di tengah-tengah dunia ini, dunia yang di dalamnya masih bercampur baur orang yang baik dan yang jahat. Dosa masih ada di dalam dunia ini; memang dosa sudah ditebus, tetapi kelepasan sepenuhnya, yang akan membaharui segala sesuatu, masih kita harapkan. Sebab itu gereja terikat kepada hukum-hukum Allah. Tugas para pelaksana disiplin gereja ialah agar hukum-hukum itu tetap ditaati dan juga untuk menjaga agar anggota jemaat jangan tersesat (Boelkestein 1956, 120)

Dengan demikian maka tugas gereja adalah menerima siapa pun yang bersalah untuk kembali kepada Allah melalui disiplin gereja. Menerima bukan untuk dihukum atau ditekan tapi menerima untuk dimerdekakan agar kembali

(7)

menjadi umat Allah. Kedua, disiplin gereja dibuat agar anggota jemaat mengenal dirinya sebagai umat Allah yang harus hidup dalam kekudusan dan keteraturan. Disiplin gereja diterapkan dalam bentuk penggembalaan untuk mencapai tujuan pengenalan diri sendiri. Pengenalan diri sendiri membantu orang-orang untuk menentukan sikap dan tindakan di masa depan. Disiplin yang disertai dengan rasa takut hanya akan memberi efek jera sementara saja atau bisa

mengakibatkan pemberontakan. Tetapi disiplin yang disertai dengan penerimaan dan sikap penggembalaan mengarahkan anggota jemaat untuk menyadari kesalahannya sendiri dan berusaha untuk memperbaikinya.

Perumpamaan anak yang hilang menunjukkan bahwa proses perenungan adalah titik awal perubahan anak bungsu. Perenungan

membantunya untuk mengenali kesalahan yang telah diperbuatnya dan tindakan yang harus diambilnya untuk memperbaiki kesalahan itu. Proses perenungan itu memberi waktu kepada anak bungsu untuk menemukan kembali dirinya dan menyadari bahwa ia telah bersalah (Lih. Bab Dua khususnya tafsiran ayat 16-17). Disiplin gereja juga diharapkan bisa menjadi alat untuk membantu anggota jemaat yang melanggar untuk merenungkan dan menemukan dirinya sendiri. Percakapan-percakapan dalam proses penggembalaan haruslah diarahkan kepada proses penyadaran diri dan bukan memberi efek menakut-nakuti dengan menggunakan dalih firman Tuhan. Firman Tuhan memang menegor kesalahan tapi tidak bertujuan untuk menjauhkan orang dari Allah.

Hasil wawancara dan observasi di lapangan menunjukkan bahwa jemaat sudah mengetahui akan adanya disiplin gereja tetapi dalam pemahaman yang keliru. Pemahaman yang keliru di sini maksudnya adalah anggota jemaat

(8)

mengenal disiplin gereja sebagai suatu alat untuk menghukum pelanggaran dan bukan untuk memperbaiki. Muatan hukuman dan sanksi lebih menonjol

dibanding muatan penerimaan dan pendampingan. Seringkali pemahaman ini semakin buruk karena para pelaksana disiplin gereja tidak menunaikan proses penggembalaan dengan baik. Percakapan-percakapan dalam penggembalaan cenderung bersifat umum dan tidak memberi ruang untuk menolong anggota jemaat menyadari kesalahannya. Dalam pelaksanaan disiplin gereja subjeknya bukanlah kesalahan yang dilakukan oleh anggota jemaat tetapi yang penting adalah orang yang bersalah itu sendiri. Percakapan-percakapan penggembalaan yang dilakukan bukan untuk membahas tentang kesalahannya agar bisa diambil kesimpulan hukuman apa yang diberikan padanya. Namun bagaimana orang bersalah itu dituntun dalam pertobatan yang sungguh.

Maka sikap sang ayah yang menerima dengan segala kemurahannya adalah sikap yang harus tampak dan dilakukan oleh gereja melalui disiplin gereja. Hanya dengan demikian maka pelayanan penggembalaan yang dilakukan gereja menjadi sungguh-sungguh nyata dan bisa dirasakan oleh anggota jemaat. Upaya tersebut haruslah dilakukan secara nyata dan berkesinambungan sampai anggota jemaat benar-benar sadar dan bertobat. Jika tujuan ini bisa dicapai maka misi disiplin gereja yang memulihkan dan membebaskan akan tercapai.

Disiplin gereja yang memerdekakan

Anak yang bungsu mendapat pengampunan karena ia mau datang dan mengaku bahwa ia telah melakukan pelanggaran. Teks Lukas 15:11-32 tidak mengabaikan kesalahan anak bungsu tersebut. Lukas menceritakan secara detail

(9)

bahwa anak bungsu itu mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan sampai ia harus mengisi perutnya dengan makanan babi. Peristiwa itulah yang

menghantar anak bungsu itu pada proses menemukan dirinya sendiri. Namun, bila ia tidak datang dan mengaku kesalahannya maka proses penemuan diri itu juga tidak akan menghasilkan pengampunan.

Anggota jemaat perlu memahami bahwa disiplin gereja adalah sebuah cara untuk memerdekakan pelaku pelanggaran yang dilakukan dalam proses penggembalaan. Pemahaman yang benar tentang disiplin gereja dan pengertian yang baik terhadap proses penggembalaan menghasilkan proses penerapan yang memerdekakan. Harus diakui bahwa sampai sekarang masih banyak anggota jemaat yang melihat pemberlakuan disiplin gereja sebagai sesuatu yang

menakutkan dan secara tidak langsung mempermalukan disebabkan oleh selama sekian tahun anggota jemaat diajar dengan pemahaman yang salah. Dalam

wawancara dengan MD (pendeta), ia mengatakan bahwa, “sikap gereja memperlakukan anggotanya memengaruhi sikap anggota dalam merespons tindakan gereja. Bila disiplin gereja dipraktikkan dalam azas kemanusiaan dan prinsip penggembalaan maka dipastikan mereka lebih terbeban menghadiri kelas-kelas katekisasi untuk dipulihkan”. MD mengatakan bahwa dalam pelayanan ia mengutamakan pendekatan pastoral kepada pelaku pelanggaran disiplin gereja. Sekalipun nanti keputusan akhir adalah pembacaan agendre pengucilan, namun anggota jemaat sudah disiapkan (MD, 2017).

Sang ayah tidak menjawab pengakuan sang anak dengan respons yang lain selain menunjukkan penerimaan yang sungguh. Ia tidak menghakimi si anak tetapi ia mendengar dan memberi perhatian untuk pengakuan itu. Bagi sang

(10)

ayah pengakuan anak bungsu sudah mewakili semua bentuk penyesalan yang bisa ia lakukan maka jika ia sudah sadar dan menyesal mengapa harus kembali ditekan. Sang ayah memerdekakan ia kembali dengan mengenakan padanya atribut orang merdeka untuk menandakan bahwa ia sudah tidak lagi menjadi budak. Jubah, cincin dan sepatu memberi pertanda haknya dikembalikan secara penuh.

Perumpamaan ini mengajak gereja untuk memberi rasa nyaman dan aman kepada mereka yang dikenakan disiplin gereja. Mendahulukan nuansa hukuman hanya akan membuat anggota jemaat tertekan dan merasa malu untuk datang mengikuti kelas penggembalaan. Jika prinsip ini dipakai maka arti

penggembalaan yang dicantumkan dalam pasal 1 ayat 1 Tertib Penggembalaan di BNKP bahwa “Penggembalaan adalah suatu pelayanan yang hidup, yang dilakukan oleh gereja BNKP terhadap anggota-anggota jemaat” akan tercapai. Pelayanan yang hidup hanya tampak jika penggembalaan itu menyembuhkan dan memulihkan.

Saran

Berdasarkan pemaparan dan kajian dari seluruh bagian tesis di atas ada beberapa saran yang perlu menjadi pertimbangan dalam menerapkan tertib penggembalaan di BNKP:

1. Berdasarkan wawancara dan penelitian di lapangan penulis menemukan bahwa masalah pokok dalam penerapan tertib penggembalaan di BNKP adalah pemahaman yang kurang tentang makna disiplin gereja dan

fungsinya dalam penerapan tertib penggembalan. Pemahaman yang kurang ini bukan hanya dialami oleh anggota jemaat saja melainkan juga oleh para

(11)

pelaksana disiplin gereja seperti pendeta dan SNK. Oleh karena itu perlu terus diadakan sosialisasi kepada para pendeta atau majelis jemaat dalam pertemuan-pertemuan seperti Rapat Kerja Pendeta dan dalam seminar-seminar di tingkat resort dan jemaat. Penjabaran lanjutan dalam lingkup yang lebih kecil dapat dilakukan melalui khotbah, pelayanan firman di lingkungan rumah tangga atau penelaahan Alkitab di komisi-komisi dan ibadah situasional lainnya. Terlebih jika nas firman Tuhan yang

disampaikan memiliki hubungan dengan disiplin gereja.

2. Para pelaksana disiplin gereja perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup atau bahkan maksimal tentang langkah-langkah dalam

penggembalaan. Penelitian dan wawancara di lapangan dengan para pendeta menunjukkan bahwa sebagian pendeta mengatakan mereka tidak memiliki pedoman untuk melaksanakan penggembalaan dan bahan untuk pelaksanaannya belum diberikan dari kantor sinode. Oleh karena itu BNKP perlu membuat pedoman pelaksanaan penggembalaan yang dibagikan kepada para pendeta yang melayani di jemaat agar tujuan tertib

penggembalaan untuk membimbing dan menopang benar-benar dapat terwujud dalam pelayanan. Perlu dibuat suatu pedoman penggembalaan yang mengutamakan azas penerimaan. Percakapan yang dilakukan hendaklah benar-benar dalam dialog yang interaktif dan tidak monolog, jauh dari kesan menggurui dan menghakimi. Teguran dan nasihat yang dipakai hendaklah tidak berdasar pada tuduhan-tuduhan seperti layaknya dalam dunia pengadilan sehingga tercipta dialog dari hati ke hati. Pedoman ini juga baiknya mengandung aturan yang jelas tentang waktu dan standar

(12)

yang dipakai untuk menentukan seseorang sudah memahami isi penggembalaan dan bisa diterima kembali dalam pertemuan jemaat. Pedoman yang dimaksud juga hendaknya memberi ruang terhadap sisi psikologis dari jemaat yang dikenakan disiplin gereja. Pertimbangan yang tepat terhadap sisi psikologi akan membantu jemaat untuk tetap merasa sebagai “orang merdeka” sekalipun sedang dalam masa-masa

penggembalaan. Psikis yang sehat akan membantu jemaat menerima proses penggembalaan dengan baik dan menciptakan suasana percakapan pastoral yang sehat.

3. Perlu ditinjau ulang beberapa hal dalam tertib penggembalaan yang menurut penulis masih bisa untuk diubah. Pertama pasal 10 ayat 3 Tertib Penggembalaan di BNKP yang berbunyi: “Seseorang yang bunuh diri kepadanya tidak dilaksanakan agendre penguburan di BNKP. Namun demikian pelayan dapat melaksanakan kebaktian biasa.” Perihal tidak dilaksanakannya agendre penguburan adalah suatu hal yang tidak adil bagi keluarga yang ditinggalkan dan pada dasarnya agendre dilakukan untuk mereka yang hidup bukan berguna bagi orang yang sudah mati. Adalah benar bahwa efek jera dan peringatan ada di dalam peraturan itu namun perlu ditimbangkan perasaan dan kondisi emosional keluarga duka. Disiplin gereja haruslah membentuk suatu sikap penggembalaan yang koinonia. Penggembalaan yang koinonia adalah upaya yang

mempertimbangkan keutuhan manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Usaha-usaha yang dilakukan dalam

(13)

yang digembalakan. (bnd. Abineno 1962, 82). Kedua, pasal 12 dan pasal 13 tentang perceraian dan poligami. BNKP perlu memikirkan kembali batas waktu yang diberikan kepada mereka yang melanggar pasal ini. Karena menurut penulis dari hasil penelitian di lapangan jika selama-lamanya mereka dikucilkan dari gereja maka seolah-olah gereja menutup pintu bagi orang berdosa untuk bertobat (bnd. Rm. 8:31-39). Namun demikian perlu pertimbangan dan studi mendalam lebih lanjut untuk menetapkan hal ini. Ketiga, oleh karena disiplin gereja adalah bagian yang tak terpisahkan dari penggembalaan maka pelayanan lanjutan harus dilakukan bagi mereka yang dikenakan disiplin gereja (Abineno 1978, 29-30).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini diuraikan unsur intrinsik yang melip uti tema, tokoh dan penokohan, alur (plot), latar (setting), dan point of view atau sudut pandang serta

Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas

darah haid mengalir kembali(regurgitasi)melalui tuba ke dalam rongga pelvis.dalam darah haid di dapati sel-sel endometrium yang masih hidup ini implantasi di pelvis.. 

Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.Berdasarkan

Masa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama

Pada saat pengamatan spesies Coturnix chinensis hidup menyendiri saat melakukan aktifitasnya berjalan di semat- semak mencari makanan pada cuaca yang kurang cerah

HKI UNIVERSITAS INDONESIA (HENING HAPSARI): Terima kasih Bapak Pimpinan. Selama ini kami sebagai kantor manajemen HAKI UI pada waktu melakukan pendaftaran mungkin tidak ada

(3) Tata cara pembuatan dan format surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Nomor 13 dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak