• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA HAJORAN KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH. tinggal di pesisir pantai dan berprofesi sebagai nelayan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM DESA HAJORAN KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH. tinggal di pesisir pantai dan berprofesi sebagai nelayan."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA HAJORAN KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH

2.1 Latar Belakang Historis

Desa Hajoran merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan mayoritas penduduk nya bertempat tinggal di pesisir pantai dan berprofesi sebagai nelayan.

Setiap desa pada umumnya memiliki sejarah atau asal-usul nama desa. Nama Hajoran, menurut cerita masyarakat sekitar yang menetap di desa tersebut, mengatakan bahwa nama Hajoran di ambil dari kata HARAJOAN yang berasal dari bahasa Batak dan mempunyai arti sebagai “Tempat Penyesalan”. Di katakan Harajoan sebab pada saat dulu banyak penyamun di sekitaran Desa Hajoran

tersebut.8

Setiap orang yang melewati desa ini selalu merasakan penyesalan di akibatkan banyak nya kejadian yang terjadi seperti adanya perampokan dan persugihan. Jadi, jika jam sudah mendekati pukul 16.00 WIB maka tidak ada

seorangpun yang berani melewati kawasan desa ini lagi. 9 Hajoran cukup terkenal

sebagai desa yang memiliki cerita mistis karena adanya kuburan yang cukup banyak di pinggir hutan yang dijadikan sebagai tempat orang-orang melakukan pesugihan.

8

Wawancara,Syahril, Desa Hajoran, pada tanggal 20 Maret 2017.

9

(2)

Keadaan Desa Hajoran pada awalnya masih hutan belantara. Banyak nya pohon-pohon tinggi dan kuburan membuat desa ini sangat di kenal mistis. Namun, mistis nya Desa Hajoran bukan berarti masyarakatnya tidak ada. Desa ini di huni dari 5-8 orang masyarakat yang berumah tangga. Adapun masyarakat asli dari Desa Hajoran yaitu Etnis Batak yang memiliki marga Sitompul dan Panggabean. Etnis Batak bekerja sebagai nelayan yang hanya menggunakan alat tangkap sederhana seperti perahu dayung.

Penduduk Desa Hajoran yang cukup di kenal masyarakat sekitar ada 3 orang yaitu :

1. Tindi Pasaribu 2. Ondolan Sitompul 3. Sabidin Sitompul

Mereka bertiga adalah orang orang yang mempunyai harta benda dan memiliki beberapa tanah di Desa Hajoran. Sehingga siapapun yang menetap dan

ingin membangun rumah di desa tersebut, akan membeli tanah kepada mereka.10

Selain itu, adapun nama-nama kepala desa di Desa Hajoran yaitu :

1. Djailani Chaniago (1945-1948)

2. Aruman Siregar (1948-1971)

3. Kamaludin Gea (1971-1973)

4. Abdul Rahman siregar (1973-1984)

5. Maratua Siregar (1984-1989)

6. Makmur Pasaribu (1989-2000)

10

(3)

Kepemimpinan kepala desa mencakup 3 desa yaitu mulai dari Desa Kalangan, Hajoran, dan Muaranibung. Dimana pemilihan kepala desa masih menggunakan pemilihan dari suara masyarakat. Adanya kepemimpinan kepala desa ini di mulai sejak tahun 1945- 2002. Meskipun sudah mulai memiliki kepala desa, namun di Desa Hajoran masih belum terdapat kehidupan. Lain halnya dengan Desa Kalangan dan Desa Muaranibung yang sudah memiliki kehidupan bermasyarakat. Sehingga tidak heran lagi, jika orang-orang yang berdatangan dan menetap di Desa Hajoran memilih untuk tinggal di desa tersebut.

2.1.1 Kedatangan Etnis Bugis

Etnis Bugis adalah salah satu etnis yang bertempat tinggal di Sulawesi Selatan. Menjadi perantau merupakan salah satu ciri khas dari etnis tersebut. Etnis Bugis perantauan dikenal sebagai etnis yang cepat melakukan adaptasi dengan penduduk asli. Sehingga tidak heran jika etnis ini banyak yang menerima mereka di tempat perantauannya.

Salah satu etnis yang merantau ke Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Etnis Bugis. Sumatera Utara perantau Bugis umumnya bermukim di Sibolga dan Tapanuli Tengah. Namun, Tapanuli Tengah tepatnya di Desa Hajoran merupakan pilihan tempat tinggal mereka.

Pada tahun 1971 Desa Hajoran sudah mulai di huni oleh Etnis Bugis salah

satu nya bernama Daeng Matahari.11 Kedatangan Daeng Matahari ke Desa

Hajoran melalui Jalur darat dengan mengendarai sebuah bus. Dimana Daeng

11

(4)

Matahari ini berpindah tempat tinggal dari Padang. Mengingat kehidupan dan pendapatan di Padang sudah tidak tentu maka beliau memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Sehingga dengan keputusan bersama keluarga, beliau memutuskan untuk berpindah ke Tapanuli Tengah yaitu Desa Hajoran.

Daeng Matahari menetap di Desa Hajoran dengan membawa rombongan keluarganya. Kedatangannya di sambut baik oleh masyarakat asli Desa Hajoran. Kebetulan di sebelah desa tersebut (desa Kalangan) ada keluarga dari Daeng Matahari, sehingga memudahkannya untuk menetap dan tinggal di Desa Hajoran.

Daeng Matahari menetap atau tinggal di desa tersebut satu atap dengan masyarakat asli Desa Hajoran. Mengingat di Desa Hajoran belum banyak pemukiman atau masyarakat lain, maka Daeng Matahari dan keluarga nya untuk sementara satu atap dengan salah satu rumah masyarakat nelayan tersebut. Selama menetap di Desa Hajoran, Daeng Matahari bekerja sebagai nelayan sama halnya

dengan pekerjaan masyarakat asli Desa Hajoran.12Perbedaannya hanya

masyarakat asli Desa Hajoran menggunakan alat tangkap ikan yang masih sederhana yaitu jaring atau pancing. Namun, Daeng Matahari lebih memilih untuk membuat sebuah bagan pancang yang pendapatannya lebih menjanjikan atau meningkat.

Seiring berjalannya waktu desa ini mulai di ramaikan oleh para Etnis Bugis yang bertujuan menetap di desa tersebut. Mereka beranggapan bahwa Desa Hajoran memiliki sumber daya alam yang banyak dan dapat di manfaatkan untuk

12

(5)

mempertahankan kehidupan mereka. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk hidup dan bekerja di Desa Hajoran dengan mengandalkan sumber daya alam yang

ada.13

Kedatangan Etnis Bugis ini pun di sambut baik oleh masyarakat desa dan mengijinkan Etnis Bugis untuk tinggal bersama dengan mereka satu atap. Tinggal atau menetap dengan satu atap bersama masyarakat asli Desa Hajoran sekitar ± 4 bulan lama nya. Lama mereka menetap satu atap karena mereka menunggu ijin dari kepala desa untuk dapat membangun rumah di tanah kosong yang masih di penuhi pepohonan kelapa dan lainnya untuk di tempati.

Sistem kepemilikan tanah di Desa Hajoran masih tergolong bebas untuk siapa saja yang ingin membangun rumah. Kebebasan membangun rumah di Desa Hajoran karena pada saat itu desa ini masih di penuhi oleh pepohonan dan kuburan yang berada di pinggir laut. Sehingga untuk mendukung adanya kehidupan di desa tersebut, maka kepala desa pun mengijinkan para perantau untuk membangun rumah di atas tanah yang masih kosong. Namun, mereka yang berumah tangga tetap di kenakan Pajak rumah tangga pertahunnya dengan biaya

sebesar ± Rp 100.000. 14

Sejak Etnis Bugis memperkenalkan bagan pancang di Desa Hajoran, perekonomian mayarakat nelayan pun mulai semakin meningkat. Peningkatan yang di maksud adalah awalnya masyarakat nelayan bekerja sebagai nelayan yang menggunakan sampan dayung atau jaring berpenghasilan tidak terlalu banyak

13

Wawancara, Samsudin, Desa Hajoran, tanggal 09 April 2017.

14

(6)

sekitar ± Rp 200.000/ minggu tergantung dengan hasil tangkapan para nelayan. Namun, semenjak mulai adanya bagan pancang pendapatan mereka mulai meningkat sekitar ± Rp 700.000/ minggu.

Etnis bugis menyesuaikan diri dengan masyarakat Desa Hajoran secara berinteragsi dengan baik dan sopan serta berbagi pengalaman melaut jika sedang berduduk santai pada saat tidak bekerja. Tahun 1982 Etnis Bugis pun mulai membangun rumah di atas laut dan sebagian lainnya di pingggir laut. Namun, para Etnis bugis pemukimannya tidak bergabung dengan etnis lainnya. Mereka membuat sebuah “Lorong bugis”.

Selain di kenal sebagai etnis yang sering merantau dan menguasai laut, Etnis bugis juga cukup di kenal sebagai etnis yang sangat kuat dalam membuat hubungan atau komunitas sendiri. Dengan kedatangan Etnis Bugis yang cukup banyak pada tahun tersebut, maka mereka memutuskan untuk membuat sebuah lorong atau kampung, dimana sebutan lorong ini di sebut sebagai “Kampung Bugis”. Adapun yang membuat nama lorong bugis ini menjadi Kampung Bugis adalah para masyarakat desa yang mana mereka tidak berkeberatan dalam ada nya

persatuan pemukiman Etnis Bugis.15

Kampung Bugis ini di buat pada tahun 198316 dan sudah terkenal dengan

masyarakat luar Desa Hajoran bahwa desa tersebut mempunyai Etnis Bugis yang banyak dan memiliki sebutan spesial sebagai Kampung Bugis. Meskipun perbedaan tempat tinggal Etnis Bugis dengan etnis lainnya memiliki perbedaan, namun bukan berarti mereka tidak saling tolong menolong atau berinteraksi.

15

Wawancara, Rawana, Desa Hajoran, pada tanggal 16 April 2017.

16

(7)

Hubungan dan ineraksi mereka di desa tersebut terjalin sangat baik tanpa adanya perbedaan. Selain itu, mayoritas agama di Kampung Bugis adalah mayoritas pemeluk agama Islam.

2.1.2 Kedatangan Etnis Nias

Pulau Nias yang terletak di sebelah Barat Pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga, daerah Provinsi Sumatera Utara ini dihuni oleh suku Nias. Salah satu etnis yang banyak merantau ke Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Etnis Nias. Masyarakat perantau Nias merupakan komunitas sosial yang berasal dari pulau Nias. Migrasi masyarakat Nias ke luar dari daerah asalnya bukanlah merupakan gerakan spontan, karena keadaan geografis Nias yang berbukit-bukit menyebabkan mata pencaharian masyarakat yaitu masyarakat yang tinggal di pesisir pantai berpenghidupan dari perikaanan (nelayan).

Kemiskinan menjadi salah satu pendorong yang membuat warga Nias banyak yang keluar dari Nias dan merantau ke berbagai daerah luar Nias. Salah satu nya adalah merantaunya Etnis Nias ke Desa Hajoran. Kedatangan etnis ini sejak tahun 1974 yang berjumlah ± 6 orang. Mereka memilih dan menetap di Desa Hajoran karena selain tanah nya masih kosong dan belum banyak penghuni nya, maka mereka memilih untuk lebih membangun rumah di atas tanah kosong

tersebut dengan ijin dari Kepala Desa.17Setelah mendapat ijin mereka ikut serta

17

(8)

berprofesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang mereka gunakan masih sederhana yaitu perahu dayung.

Masyarakat Nias agar dapat berinteraksi dengan baik dan demi kelangsungan hidup, Etnis Nias harus bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Adaptasi perlu agar manusia atau kelompok masyarakat dapat bertahan hidup sesuai dengan kebudayaan yang ada ditempat baru. Masyarakat Nias dapat bertahan hidup dan memilih tinggal menetap di Desa Hajoran kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah karena mereka telah mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan yang ada.

Kedatangan mereka di sambut baik oleh masyarakat sekitar dengan maksud agar kehidupan di Desa Hajoran sama dengan desa-desa sebelah. Masyarakat hajoran mempunyai keinginan untuk menghidupkan Desa Hajoran layaknya sebuah desa yang di huni banyak masyarakat. Sehingga siapapun yang datang dan menetap di desa tersebut selalu di terima tanpa ada permasalahan . Mayoritas agama Etnis Nias yang datang beragama Kristen dan sebagian lainnya Islam. Meskipun mempunyai perbedaan mereka tetap bisa hidup secara berdampingan damai dan harmonis.

Seiring berjalannya waktu, Desa Hajoran semakin berkembang akibat dari banyak nya etnis-etnis lain yang sudah memasuki desa pada tahun 1980. Selain kedatangan etnis-etnis lain seperti Jawa, Aceh, Mandailing dan lainnya, mereka juga memilih dan menetap di Desa Hajoran dengan tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki kehidupan terutama dalam pendapatan.

(9)

Berkembangnya desa tersebut membuat Etnis Nias untuk memilih sebagai

buruh nelayan.18Ketidakberdayaan ekonomi mereka, maka dengan terpaksa

mereka bekerja sebagai buruh nelayan di salah satu tauke yang mempunyai bagan pancang. Mengingat pendapatan dari bagan pancang cukup besar, maka Etnis Nias beramai-ramai bersedia bekerja sebagai buruh nelayan.

Tahun 1986 yang menjadi tauke terkenal dari Etnis Nias adalah Palatona Waruwu yang berasal dari Nias Selatan. Beliau menjadi tauke yang mempunyai 3 bagan pancang. Beliau juga membangun rumah di pinggir laut sedangkan lokasi untuk pengelolaan ikan di bangun tepat di atas permukaan laut.

Palatona Waruwu datang ke Desa Hajoran melalui jalur laut. Dimana beliau memilih untuk menaiki kapal demi menuju tempat tujuannya. Awal kedatangannya melalui saudara nya yang berasal di desa seberang yaitu Desa Muaranibung.

2.1.3 Desa Hajoran Sebagai Desa dollar

Desa Hajoran merupakan salah satu desa yang terkenal di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan pengolah ikan hasil tangkapan yang cukup banyak. Desa Hajoran pada mula nya tidak begitu terkenal di Tapanuli Tengah karena belum terdapat kehidupan dan juga masyarakat yang bertempat tinggal di desa tersebut masih sedikit. Namun, memasuki tahun 1971 sejak kedatangan Etnis Bugis perlahan-lahan Desa Hajoran sudah mulai memiliki kehidupan.

18

(10)

Tahun 1982 Etnis Bugis dan di susul etnis lainnya mulai datang dan menetap di Desa Hajoran. Beragam jenis asal-usul mereka yang berpindah dari berbagai daerah. Ciri khas profesi dari Desa Hajoran adalah masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Etnis asli dari Desa Hajoran menggunakan perahu dayung, namun sejak Etnis Bugis datang maka etnis lainnya mengikuti jejak dari bugis untuk menggunakan alat tangkap seperti bagan pancang.

Pada tahun 1983an masyarakat nelayan Desa Hajoran mulai mengolah hasil tangkapan mereka dan mengirimi olahan mereka ke luar desa maupun kota. Dari hasil tangkapan masyarakat nelayan inilah yang membuat perekonomian mereka semakin meningkat. Dengan mulai di buatnya bagan pancang, para masyarakat nelayan mulai menangkap ikan dengan menggunakan cara kerja berkelompok ataupun sendiri. Selain bagan pancang, bagan bot juga di gunakan para masyarakat pendatang. Bagan bot ini di perkenalkan ke Desa Hajoran sekitar tahun 1982an yang di bawa oleh orang pendatang yang berasal dari Batahan,

Mandailing Natal.19

Kedatangan bagan pancang dan bagan bot inilah yang sangat mendukung oleh para masyarakat nelayan dalam perekonomian mereka. Sehingga menyusullah masyarakat nelayan lainnya mempunyai bagan bot dan bagan pancang. Namun, disini dapat di lihat bahwa yang paling identik tauke pada Desa Hajoran ini bukanlah masyarakat asli Desa Hajoran, melainkan orang pendatang

yang menetap di desa tersebut.20

19

Wawancara, Ratu Langi, Desa Hajoran, pada tanggal 16 April 2017.

20

(11)

Banyak nya orang yang berdatangan dan menetap ke Desa Hajoran sangat membawa keuntungan besar bagi masyarakat sekitar. Sehingga perekonomian para masyarakat nelayan desa tidak dapat di katakan kurang mampu karena banyak nya sumber daya alam yang masih melimpah di desa ini.

Tahun 1984 kehidupan masyarakat nelayan semakin meningkat. Para masyarakat nelayan di desa mulai membeli kebun, tanah dan membangun rumah di pinggir pantai. Selain membeli kebun. tanah dan membangun rumah, masyarakat nelayan sudah mempunyai harta benda seperti memiliki sepeda motor bahkan setiap terang bulan, istri dari nelayan juga selalu membeli emas ke Toko Roma yang berada di Sibolga. Di samping itu, para anak-anak dari masyarakat nelayan sudah mulai bersekolah dan mengenal pendidikan.

Memasuki tahun 1990 dengan seiring berjalannya waktu desa ini semakin terkenal dari hasil tangkapan dan olahan mereka. Sehingga pada tahun inilah desa tersebut di juluki sebagai “Desa Dollar”. Julukan ini di berikan oleh orang-orang yang berdatangan ke desa untuk membeli hasil tangkapan dan olahan mereka. Pada tahun 1990 memang perekonomian di Desa Hajoran sangat meningkat secara drastis.

Selain dari hasil tangkapan, olahan ikan yang mereka olah pun semakin banyak permintaan dari para konsumen. Sehingga putaran uang di tahun tersebut tidak pernah berhenti dalam sehari. Dalam sehari mereka para tauke yang rata-rata mempunyai langganan tetap mendapatkan keuntungan sebanyak ± Rp 5.000.000/

(12)

hari nya. Sehingga para anggota tauke mendapatkan bagian ataupun gaji dengan

membawa hasil ke rumah sebanyak ± Rp 200.000/ hari. 21

Adapun hasil tangkapan olahan yang banyak di minta para konsumen adalah ikan asin dan ikan teri. Olahan hasil tangkapan masyarakat nelayan ini di kirim ke luar kota seperti Jambi, Palembang, Medan, Jawa, Padang, Taurutung, dan lain sebagainya. Namun, masa kejayaan desa ini tidak berlangsung lama.

Sekitar tahun 2000 desa ini sudah mulai kesulitan dalam perekonomian. Hal ini terjadi karena alat tangkap pukat harimau sudah mulai masuk ke Desa Hajoran sehingga alat tangkap ini merusak ekosistem laut dan ikan. Dengan masuknya pukat harimau ke Desa Hajoran maka minimlah ekonomi atau pendapatan dari para masyarakat nelayan.

Di samping itu juga, para tauke yang dulu banyak mempunyai bagan bot dan bagan pancang sudah mulai bangkrut karena ekosistem di laut sudah mulai rusak. Sehingga para tauke mulai berhenti dalam menanagkap dan mengelola ikan dan berpindah profesi sebagai petani. Bahkan para etnis bugis yang awalnya memperkenalkan bagan pancang sudah banyak berpindah rumah ataupun tidak menetap di Desa Hajoran lagi karena banyak nya ekosistem laut yang sudah tidak dapat di manfaatkan oleh mereka lagi.

2.2 Letak Geografis

Desa Hajoran secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Pandan yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten Tapanuli tengah

21

(13)

merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera, wilayahnya berada 0-1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada 1 11 00 - 2 22 00

Lintang Utara dan 98 07 - 98 12 Bujur Timur.22

Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki batas-batas wilayah :

Sebelah Utara : Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten

Aceh Barat, Kabupaten Aceh singkil.

Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan

Sebelah timur : Kabupaten Tapanuli Utara

Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Kecamatan Pandan memiliki luas wilayah 62,23 km2 dan berada di atas

permukaan laut 0-800 Meter. Kecamatan Pandan ini berjarak dari kantor camat ke

kantor Bupati 0,25km2.23 Kecamatan pandan terletak antara 01 33 Lintang Utara

dan 99 08 Bujur timur, dan memiliki batas-batas wilayah yaitu :

Sebelah Utara : Kecamatan Sarudik

Sebelah Selatan : Kecamatan Badiri

Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Kecamatan Tukka

Sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan lautan, sehingga berpengaruh pada suhu udara yang tergolong daerah beriklim tropis. Dalam perioede bulan Januari - Desember suhu udara

22

Arsip BPS Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam angka 1990.

(14)

maksimum bisa mencapai 31,50 C dan suhu minimum mencapai 21,51 C. Rata-rata suhu udara di Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 25,98 C.

Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni-September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November-Maret.

2.3 Kondisi Demografis

Dalam perencanaan pembangunan data kependudukan memegang peran yang penting. Semakin lengkap dan akurat data kependudukan yang tersedia maka semakin mudah dan tepat rencana pembangunan itu di buat. Sebagai contoh dalam perencanaan pedidikan diperlukan data mengenai jumlah penduduk dalam usia sekolah, dan para pekerja dalam bidang kesehatan masyarakat memerlukan informasi tentang tinggi rendahnya angka kematian dan angka penduduk.

Demografi24 mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah

struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya (perubahannya).Struktur

penduduk meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk.25 Struktur

penduduk ini selalu berubah-ubah dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Tiap-tiap

24

Philip M.Hauser dan Duddley Duncan (1959) mengatakan bahwa demografi merupakan sesuatu yang mempelajari jumlah, persebaran, teritorial dan komposis penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul karena natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status).

25

Yang di maksud dengan penduduk dalam Undang-Undang RI No.10 tahun 1992 adalah orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu tertenu.

(15)

negara ingin mengetahui jumlah penduduk di negara masing-masing, terutama mengenai struktur dan proses.

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Desa Hajoran Tahun 1971 - 1990

No Etnis Rumah Tangga Jumlah Penduduk

Laki – Laki Perempuan

1. Batak 100 60 40 2. Bugis 300 215 85 3. Nias 95 50 45 4. Mandailing 6 4 2 5. Aceh 4 2 2 6. Padang 3 2 1 Jumlah 508

Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Abdul Rahman

Referensi

Dokumen terkait