• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Menurut Undang-Undang Pengangkutan

Hukum pengangkutan tidak lain adalah merupakan sebuah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.9

Jadi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim. Sedangkan sifat perjanjian yang di timbulkan oleh nya adalah timbal balik dimana para pihak mempunyai kewajiban sendiri di dalam nya. Kewajiban pengangkut adalah: menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dengan selamat sedangkan kewajiban pengirim yaitu membayar uang angkutan.Tentang menyelenggarakan pengangkutan, ini artinya bahwa pengangkutan itu dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintah nya. Sedangkan yang dimaksud dengan selamat, ini

(2)

21 mengandung arti, bila pengangkutan dilakukan tidak selamat maka akan menjadi

tanggung jawab si pengangkut.10

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum pengangkutan adalah hukum yang mengatur perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lain nya (Pengirim-Penerima atau Pengirim-Penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentuuntuk pengangkutan tersebut.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum pengangkutan adalah hukum yang mengatur perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri dengan membayar ongkos pengiriman / pengangkutan

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun

pengirim.11

10 Ibid

(3)

22 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.12

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang

atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.13

Perjanjian pengangkutan merupakan timbal balik dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengiriman barang membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang di setujui bersama. Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai pembeda/pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para pihak maka perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik, yaitu konsumen mendapat hak layanan pengangkutan dengan kewajiban membayar biaya pengangkutan, penyelenggara angkutan, memperoleh hak menerima pembayaran jasa pengangkutan dengan kewajiban menyelenggarakan pelayanan angkutan. Perjanjian pengangkutan tidak di syaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus) sehingga dapat di artikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya

12 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 13 Suwardjoko Warpani, Op.cit. hal. 46.

(4)

23 kesepakatan (konsensus) diantara para pihak. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut denga surat muatan (vracht

brief) seperti dimaksud dalam pasal 90 Kitab Undang Undang Hukum Dagang.14

Pengangkutan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) pada pasal 1 angka 3 yaitu pengangkutan merupakan perpindahan orang dan / atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan. Dalam Pasal 47, kendaraan terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor dikelompokkan atas sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus.

Dalam UU LLAJ, terdapat peraturan mengenai hukum privat yang mengatur hubungan antara pihak pengangkut dan pengguna jasa, yakni pada bagian kesebelas tentang Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan hukum publik yang diatur dalam UU LLAJ sangat banyak, salah satunya mengatur mengenai muatan barang terdapat pada Pasal 169 dalam bagian ketujuh tentang Pengawasan Muatan Barang serta sanksi pidananya dalam Pasal 307.

Dalam Pasal 2 PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkuran Jalan, angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan bermotor dan tidak bermotor, kendaraan bermotor terdiri atas sepeda motor, mobil penumpang, mobil

14 Soegeng Purnomo, Perjanjian Pengangkutan dalam http://soegeng-poernomo.blogspot.co.id. Diakses

(5)

24 bus, dan mobil barang. Angkutan barang menurut Pasal 10 ayat (2) boleh menggunakan sepeda motor jika memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis yang dimaksud terdapa pada Pasal 10 ayat (4) yakni :

a. Muatan memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi

b. Tinggi muatan tidak melebihi 900 milimeter dari atas tempat duduk pengemudi, dan

c. Barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi.

Pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke

tempat lain.15

Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata ”transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti

15 Abdul Kadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT.Citra

(6)

25 mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau

membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.16

Keberadaan kegiatan pengangkutan juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telah

ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.17

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan

16 Melkianus Benu, Buku Ajar Hukum Pengangkutan, dalam http://mellbenu.blogspot.com. diakses

tanggal 29 Mei 2019.

(7)

26 barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang telah ditentukan

sebelumnya.18

Menurut Ridwan Khairindy, pengangkutan merupakan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan,

yaitu sebagai berikut:19

a. adanya sesuatu yang diangkut;

b. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut c. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.

Proses pengangkutan merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan

angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angkutan itu diakhiri.20

Menurut Soegijatna Tjakranegara, pengangkutan adalah memindahkan barang atau commodity of goods dan penumpang dari suatu tempat ketempat lain, sehingga pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan untuk pemindahan atau pengiriman

barang-barangnya.21

18 Abdul Kadir Muhammad, Loc.Cit.

19 Ridwan Khairandy., pokok-pokok hukum dagang di indonesia, Yogyakarta, FH UII Press, 2013,

hal.371.

20 Ibid.

21 Soegijatna Tjakranegara, hukum pengangkutan barang dan penumpang, Jakarta, PT.Rineka Cipta,

(8)

27 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan

sebagai berikut:22

a. Ada sesuatu yang diangkut;

b. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutnya; dan c. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkutan.

Proses pengangkutan itu merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri. Adapun yang menjadi fungsi pengangkutan itu adalah memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.

Pengangkutan dilakukan karena nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan dari pada di tempat asalnya. Oleh karena itu, pengangkutan dikatakan memberi nilai kepada barang diangkut. Nilai itu akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai yang diberikan berupa nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility). Kedua nilai tersebut diperoleh jika barang yang diangkut ke tempat di mana nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya.

Dengan demikian pengangkutan memberikan jasa kepada masyarakat.23

22 Ridwan Khairandy., pokok-pokok hukum dagang di indonesia, Yogyakarta, FH UII Press, 2013,

hal.371.

(9)

28 Perkembangan hukum pengangkutan dapat ditelaah dengan baik melalui pendidikan hukum dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian bahan-bahan hukum pengangkutan yang bersumber pada masyarakat pengguna jasa

pengangkutan dan peraturan hukum pengangkutan bidang keperdataan.24

Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang atau penumpang dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak pengirim barang atau penumpang mengikatkan diri pada ongkos pembayaran angkutannya. Di dalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu: pengangkut dan pengirim barang atau penumpang.

2. Asas-asas Pengangkutan

Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang

diklasifikasikan menjadi dua,yaitu :25

a. Yang bersifat perdata; dan b. Yang bersifat publik.

Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua belah pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum

24 Abdulkadir Muhammad, Op.cit. hal.1.

25 Adi Prayogo, Asas dalam hukum pengangkutan, dalam https://vanyugo.wordpress.com, Diakses

(10)

29 pengangkutan yang bersifat perdata menurut Abdulkadir Muhammad Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu asas konsensual, asas koordinasi, asas campuran, dan asas tidak ada hak retensi. Berikut adalah

penjelasannya :26

1) Asas konsesnsual

Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan merupakan perjanjian tertulis, melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat secara tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan undang-undang. Tetapi apabila undang-undang tidak menentukan (tidak mengatur) kewajiban dan hak yang wajib mereka penuhi, diikutilah kebiasaan yang berakar pada kepatutan, jika apabila terjadi perselisihan mereka selesaikan melalui musyawarah, arbitrase, atau melalui pengadilan.

2) Asas koordinasi

Asas ini menempatkan kedudukan pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi

(11)

30 atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pengirim barang, pengangkut bukanlah sebagai bawahan dari penumpang atau pengirim barang, melainkan pengangkut adalah perjanjian pemberi kuasa.

3) Asas campuran

Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpanan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melkukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Dengan demikian ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.

4) Asas tidak ada hak retensi

Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

Sedangkan asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat publik yaitu

sebagai berikut :27

1) Asas Manfaat

(12)

31 Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat pengembangan peri kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;

2) Asas usaha bersama dan kekeluargaan

Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semua semangat kekeluargaan;

3) Asas adil dan merata

Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;

4) Asas keseimbangan

Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional;

5) Asas kepentingan umum

Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;

(13)

32 6) Asas keterpaduan

Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi;

7) Asas kesadaran hukum

Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa kewajiban kepad pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan;

8) Asas percaya pada diri sendiri

Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pengangkutan harus berlandaskan kepada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan diri sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;

9) Asas keselamatan penumpang

Asas keselamatan penumpang yaitu, bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan. 3. Tinjauan Tentang Perusahaan Aplikasi

Pengertian perusahaan aplikasi adalah perusahaan yang menyediakan aplikasi berbasis teknologi informasi di bidang transportasi. Berbeda dengan perusahaan angkutan umum, dimana perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum (vide Pasal 1 angka 21 UU No. 22 Tahun 2009). Dalam PM No.

(14)

33 108 Tahun 2017, perusahaan aplikasi berbasis teknologi informasi disebut juga angkutan sewa khusus. Dalam Pasal 26, angkutan sewa khusus merupakan pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan pengemudi, memiliki wilayah operasi dan pemesanan menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi.

Dalam Pasal 66 PM No. 108 Tahun 2017 perusahaan aplikasi di bidang transportasi darat wajib berbadan hukum Indonesia dengan kriteria paling sedikit: a. melakukan kontrak, penjualan, dan/atau penyerahan jasa, dan penagihan; b. memiliki rekening bank yang menjadi sarana penampungan hasil

penjualan atau penyerahan jasa pada bank yang ada di Indonesia; c. mempunyai/menguasai server atau pusat data (data centre) yang

berdomisili di Indonesia;

d. melakukan pemasaran, promosi, dan kegiatan asistensi lainnya; dan e. menyediakan layanan dan penyelesaian pengaduan konsumen.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan badan hukum atau dalam bahasa Belanda diartikan recht person adalah badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia, badan atau perkumpulan mana mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim. Menurut Van Apeldoorm, badan hukum adalah badan atau perkumpulan yang memiliki kewenangan hukum (rechtbevoeghied), yakni kewenangan untuk menjadi subjek hubungan-hubungan hukum dan kewenangan

(15)

34 bertindak (handelingsbevoegdheid), yakni kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan hubungan hukum.

Dijelaskan pula di pasal 67 bahwa Perusahaan Aplikasi di bidang transportasi darat, wajib:

a. memberikan akses Digital Dashboard kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya;

b. memberikan akses aplikasi kepada kendaraan yang telah memiliki izin penyelenggaraan Angkutan sewa khusus berupa kartu pengawasan yang diusulkan oleh badan hukum;

c. bekerja sama dengan Perusahaan Angkutan Umum yang telah memiliki izin penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek;

d. menaati dan melaksanakan tata cara penggunaan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. membuka kantor cabang dan menunjuk penanggung jawab kantor cabang di

kota sesuai dengan wilayah operasi.

Akses Digital Dashboard sebagaimana dimaksud diatas paling sedikit memuat:

a. nama perusahaan, penanggung jawab, dan alamat Perusahaan Aplikasi di bidang transportasi darat;

b. data seluruh Perusahaan Angkutan Umum yang bekerja sama; c. data seluruh kendaraan dan pengemudi;

(16)

35 d. akses monitoring operasional pelayanan berupa pergerakan spasial

kendaraan dan tarif; dan

e. layanan pengaduan konsumen berupa telepon dan surat elektronik (e-mail) Perusahaan Aplikasi di bidang transportasi darat.

4. Pengemudi Trasnportasi Umum Berbasis Aplikasi Sebagai Subyek Tindak Pidana

Pengemudi transportasi umum berbasis aplikasi dalam menjalankan pengangkutan barang yang melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan, yakni PP No. 74 Tahun 2014 pasal 10 ayat (4) yang mengatur persyaratan teknis pengangkutan barang oleh sepeda motor meliputi :

a. Muatan memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi;

b. Tinggi muatan tidak melebihi 900 (sembilan ratus) milimeter dari atas tempat duduk pengemudi; dan

c. Barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi.

Persyaratan seperti di atas juga diatur dalam pasal 169 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berisi :

“(1) Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.”

Pengemudi yang melanggar ketentuan di atas dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat pada pasal 307 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi :

(17)

36 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Selain itu, dalam hal kerugian yang diakibatkan pengemudi kendaraan umum mengangkut barang yang dapat membahayakan nyawa atau barang dengan tidak memperhatikan faktor keselamatan (mengangkut barang melibihi kapasitas) bisa saja dipidana dengan pasal 311 ayat (1) UU 22/2009.

“(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).”

B. Tindak Pidana Dalam Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana atau dalam bahasa belanda “strafbaar feit”, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab Undang undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing yaitu

(18)

37

“delict”.28 Secara Literlijk, kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau

boleh, dan “feit” adalah perbuatan.29 Peristiwa pidana yang juga disebut tindak

pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat

dikenakan hukuman pidana.30 Baik di Belanda maupun di Indonesia, tercantum

dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dengan rumusan; “geen feil is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepalingen” atau “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan

perundang-undangan pidana yang telah ada”.31

J.E. Jonkers juga telah memberikan definisi strafbaarfeit menjadi dua pengertian :

a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian “feit” yang dapat diancam dipidana oleh undang-undang;

b. Definisi panjang atau lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah sutau kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan

sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.32

28 Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H., 1981, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta-

Bandung : PT. Tresco, hlm. 50.

29 Drs. Adami Chazawi, S.H., 2011, Pelajaan Hukum Pidana 1 Stesel Pidana, Tindak Pidana,

Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

Hlm. 69.

30 R. Abdoel Djamali, S.H., 2013, Pengantar Hukum Indonesia edisi revisi, Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, hlm 175.

31 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si., 2010, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Bandung :

Nusa Media, hlm 38.

(19)

38 Simons seperti di kutip oleh Drs. Adami Chazawi, S.H. di dalam bukunya, merumuskan strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum”.33

Pompe seperti yang ada di dalam buku Drs. Adami Chazawi yang merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu “tindakan yang menurut sesuatu runusan undang-undang telah diinyatakan

sebagai tindakan yang dapat dihukum”.34

Jadi apabila rumusan strafbaarfeit dari simons diperbandingkan dengan pompe, ditinjau dari segi biliografi dapat dikatakan bahwa simons mempunyai pandangan klassik yang tradisional, sedang pompe menganut pandangan baru yang telah berkembang. Namun dapat pula dikatakan deng simons masih

mempunyai arti dalam doktrin ilmu pengetahuan hokum pidana.35

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana. Moeljatno

mendefinisikan perbuatan pidana yaitu “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” Secara singkat perbuatan pidana

33 Drs. Adami Chazawi, S.H., 2011, Pelajaran Hukum Pidana 1 Stesel Pidana, Tindak Pidana,

Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

Hlm 75.

34 Ibid., Hlm. 72.

(20)

39 dapat juga didefinisikan, yaitu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang

dan diancam pidana.36

Pada buku Muhammad Ainul Syamsu, pandangan serupa juga disampaikan oleh Clark, Marshall, dan lazell yang menekankan pada dilarangnya perbuatan dan diancam dengan pidana. Dikatakan bahwa tindak pidana (crime) adalah ”any act

or omission prohibited by public for the protection of the public, and made punishable by state in a judicial proceeding in its own name”. Dengan kata lain,

tindakan pidana meliputi seluruh perbuatan aktif ataupun pasif yang dilarang untuk melindungi masyarakat dan diancam dengan pidana oleh negara melalui proses

hukum.37

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Telah dibahas sebelumnya bahwa tindak pidana dapat pula disebut dengan peristiwa pidana maupun delik. Pembagian secara mendasar di dalam melihat elemen perumusan delik hanya mempunyai dua elemen dasar yang terdiri atas : 1. Bagian yang objektif yang menunjuk bahwa delik terdiri dari suatu perbuatan

(en doen of nalaten) dan akibat, yang merupakan kejadian yang bertentangan dengan hukum positif sebagai anasir yang hokum (onrechtmatig) yang dapat diancam dengan pidana, dan;

36 Sudaryono, S.H., M.Hum., Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum., 2017, Hukum Pidana Dasardasar

Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RUU KKUHP, Surakarta : Muhammadiyah

University Pers, Hlm. 92

37 Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., 2016, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar

(21)

40

2. Bagian yang subjektif yang merupakan anasir kesalahan daripada delik.38

Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa delict/starbaar feit itu terdiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan bertentangan dengan hukum (onrecmatig atau wederrechttelijk) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat/dader yang mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) kelakuan yang bertentangan dengan

hukum itu.39

Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subyek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang

termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.40

Dalam KUHP sendiri pada Buku Kedua tentang Kejahatan dan Buku Ketiga tentang Pelanggaran, dimana tindak pidana dalam hal tersebut mencakup beberapa unsur, yakni :

a) Unsur tingkah laku b) Unsur melawan hukum c) Unsur kesalahan

38 Bambang Poernomo, S.H., 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Galia Indonesia, Hlm. 103

39 Frans Maramis, S.H., M.H., 2012, Hukum Pidana Umum dan tertulis di Indonesia, Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, Hlm. 66.

40 Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H., 1981, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta-

(22)

41 d) Unsur akibat konstitutif

e) Unsur keadaan yang menyertai

f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g) Unsur tambahan untuk memperberat pidana

h) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

Dalam struktur tindak pidana atau delik, subjek yang dituju oleh norma delik lazimnya ditetapkan secara umum dengan istilah “barang siapa” atau “setiap orang”. Penentuan subjek delik berkaitan dengan penegasan hak dan kewajiban

seseorang yang timbul dari undang-undang.41

Dalam Memorie van toelichting W.v.S Belanda tahun 1986, yang (terjemahannya) berbunyi : Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari

tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya.42

Dalam hal ini yang dimaksud adalah harus memperhatikan obyektif pada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, serta subyektif yang merupakan perbuatan dari si pembuat yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang.

3. Jenis Tindak Pidana

Awalnya para ahli hukum membagi jenis tindak pidana ke dalam apa yang disebut rechtdelicten dan wetsdelicten. Rechtdelicten adalah delik-delik yang

41 Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., 2016, Penjantuhan Pidana dan Dua Prinsiip Dasar

Hukum Pidana, Jakarta : PT Kharisma Putra Utama, hlm. 26.

(23)

42 bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis, sedangkan wetsdelicten adalah delik-delik yang memperoleh sifatnya sebagai tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum, oleh karena dinyatakan demikian di dalam peraturan

undang-undang.43 KUHP sendiri membagi tindak pidana menjadi dua yaitu kejahatan

(misdijven) dan pelanggaran (overtredingen). Namun secara umum tindak pidana dapat dibagi sebagai berikut:

a. Kejahatan dan pelanggaran;

Menurut M.v.T., kejahatan adalah “rechtdelicten”, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Pelanggaran sebaliknya adalah “wetsdelicten”, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang menentukan demikian.

b. Delik formil dan delik materil;

1) Delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan hukuman oleh undang-undang. Contohnya adalah pencurian (Pasal 362 KUHP), pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP), dan sebagainya.

2) Delik materil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

43 P.A.F Lamintang, 1990, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet 2, Bandung: Sinar Baru, hlm.

(24)

43 undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan (Pasal 338 KUHP), dan

sebagainya.44

c. Delik dolus dan delik culpa (doluese en culpose delicten);

1) Delik dolus, yaitu delik yang memuat unsur-unsur kesengajaan, atau delik yang oleh pembentuk undang-undang dipersyaratkan bahwa delik-delik tersebut harus dilakukan “dengan sengaja”. Contoh: delik-delik yang diatur dalam Pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP.

2) Delik culpa, yaitu delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsurnya, atau menurut Lamintang adalah delik-delik yang cukup terjadi “dengan tidak sengaja” agar pelakunya dapat dihukum. Contoh: delik yang

diatur dalam Pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat (4), 395 dan 360 KUHP.45

d. Delik commisionis, delik ommissionis, dan delik commissionis per ommissinis commissa;

1) Delik commisionis yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan-larangan di dalam undang-undang. Contohnya pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.

2) Delik ommissionis yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah

(keharusan-keharusan) menurut undang-undang. Contohnya tidak

menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (Pasal 522 KUHP).

44 Ibid., hlm. 202.

(25)

44 3) Delik commissionis per ommissinis commissa yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan dalam undang-undang (delik commissionis), tetapi melakukannya dengan cara tidak berbuat. Contoh: seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi susunya (Pasal 338, 340

KUHP).46

e. Delik tunggal dan delik berganda (enkevoudigde en samengestelde delicten); 1) Delik tunggal, yaitu delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali,

atau delik-delik yang pelakunya sudah dapat dihukum dengan satu kali saja melakukan tindakan yang dilarang oleh undang-undang.

2) Delik berganda, yaitu delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan. Contoh: delik yang diatur dalam Pasal 481 KUHP

tentang penadahan sebagai kebiasaan.47

f. Aflopende delicten dan voortdurende delicten;

Aflopende delicten adalah delik-delik yang terdiri dari satu atau lebih tindakan untuk menyelesaikan suatu kejahatan, sedangkan voortdurende delicten adalah delik-delik yang terdiri sendiri dari satu atau lebih tindakan untuk menimbulkan

suatu keadaan yang bertentangan dengan suatu norma.48 Contoh voortdurende

delicten delik-delik seperti yang dirumuskan dalam Pasal 124 ayat (2) angka 4,

46 Ibid.

47 P.A.F Lamintang, op. cit. hlm. 205. 48 Ibid., hlm. 206.

(26)

45 228 dan 261 ayat (1) KUHP. Sedangkan contoh aflopend delict terdapat dalam

Pasal 279 ayat (1) dan Pasal 453 KUHP.49

g. Delik aduan dan delik biasa (klacht delicten dan gewone delicten);

Delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan seterusnya tentang penghinaan, Pasal 284 tentang perzinahan, dan sebagainya. Delik aduan menurut sifatnya dapat dibedakan atas delik aduan absolut dan delik aduan relatif. Delik aduan absolute misalnya delik yang diatur dalam Pasal 284, 310, 332 KUHP. Delik aduan relatif misalnya delik yang diatur dalam Pasal 367 KUHP tentang pencurian dalam keluarga. Delik biasa pelakunya dapat dituntut

menurut hukum pidana tanpa perlu adanya pengaduan.50

h. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya;

1) Delik sederhana adalah delik-delik dalam bentuknya yang pokok seperti dirumuskan dalam undang-undang. Misalnya delik yang diatur dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

2) Delik dengan pemberatan adalah delik-delik dalam bentuk yang pokok, yang karena di dalamnya terdapat keadan-keadaan yang memberatkan, maka hukuman yang diancamkan menjadi diperberat. Contohnya delik yang diatur dalam Pasal 365 KUHP.

49 Ibid.

(27)

46 3) Delik dengan keadaan-keadaan yang meringankan adalah delik-delik dalam bentuk yang pokok, yang karena didalamnya terdapat keadaan-keadaan yang

meringankan maka hukuman yang diacamkan menjadi diperingan.51

4. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Pengangkutan

Para ahli membagi hukum pidana berdasarkan beberapa hal. Salah satunya, hukum pidana dapat dibagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Dalam bukunya berjudul Dasar-dasar Hukum Pidana, PAF Lamintang menjelaskan bahwa hukum pidana itu juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu, hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana khusus (bijzonder

strafcrecht).

Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja, misalnya, bagi anggota-anggota Angkatan Bersenjata, atau merupakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana tertentu saja, misalnya, tindak pidana fiskal.

Secara singkat, kita juga dapat melihat pembagian hukum pidana umum dengan hukum pidana khusus dengan peraturan yang ada, yakni bahwa hukum pidana yang diatur di dalam KUHP merupakan hukum pidana umum, karena ketentuan di dalamnya berlaku untuk semua orang. Sedangkan hukum pidana

(28)

47 khusus, bisa dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP, misalnya UU Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana

Pencucian Uang, dan lainnya.52

Tindak pidana yang dilakukan oleh pengemudi angkutan umum barang berbasis aplikasi disini tercantum dalam sanksi pidana di UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

a. Pasal 307 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Pasal 307 UU LLAJ terdapat sanksi pidana bagi pengemudi angkutan barang yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan pada Pasal 169 (1) UU 22/2009 dan PP 74/2014 yakni tentang ketentuan mengenai persyaratan teknis pengangkutan barang oleh sepeda motor. Dalam pasal 307 ini sanksi yang dapat dipidanakan adalah pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

b. Pasal 311 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Dalam Pasal 311 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat sanksi pidana bagi pengemudi yang tidak mematuhi Pasal 169 ayat (1) UU 22/2009 dan PP 74/2014 mengenai persyaratan teknis angkutan umum barang oleh sepeda motor yang membahayakan nyawa atau barang dengan tidak memperhatikan faktor keselamatan (mengangkut barang melebihi standar yang

52 Hariandi Law Office, Perbedaan Pidana Umum dan Pidana Khusus, dalam

(29)

48 telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan). Sanksi dalam pasal 311 ayat (1) adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Menurut pengertian hukum pidana umum dan hukum pidana khusus diatas, tindak pidana yang dilakukan pengemudi angkutan umum berbasis aplikasi merupakan tindak pidana umum karena dari peraturan perundang-undangan yang mengatur untuk diberlakukan bagi setiap orang pada umumnya.

C. Teori

1. Teori Efektivitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya

suatu Undang-Undang atau peraturan.53

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan

untuk memantau.54 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia”

disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu

53 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284.

(30)

49 perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau

tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.55 Sebagaimana yang

55 Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)

(31)

50 telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.

Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum antara lain56 :

a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu. b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.

f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

(32)

51 memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.

i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan hukum tersebut.

j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.

Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap hukum pada umumnya, melainkan kataatan terhadap aturan hukum tertentu saja. Achmad Ali

sendiri berpendapat bahwa kajian tetap dapat dilakukan terhadap keduanya :57

(33)

52 a. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa

yang mempengaruhinya;

b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.

Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak

tergantung pada beberapa faktor, antara lain : 58

a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan. b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam masyarakatnya.

d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik

(34)

53 di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam

penegakan perundang-undangan tersebut.59

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam

penegakan hukum pada lima hal yakni :60

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah

semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.61

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada

59 Ibid. Hal, 379.

60 Soerjono Soekanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Penerbit

PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 5.

(35)

54 kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari

aparat penegak hukum tersebut.62

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya

dengan peranan yang aktual.63

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

62 Ibid. Hal, 21. 63 Ibid. Hal, 37.

(36)

55 kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundang-undangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum perundang-undangan

tersebut dapat berlaku secara aktif.64

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas

64 Iffa Rohmah, Penegakkan Hukum dalam http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses tanggal 28 Mei

(37)

56 penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan

oleh masyarakat luas.65

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hokum

merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.66

65 Ibid. Hal, 53.

(38)

57 Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.67

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan

cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.68

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan.

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.

67 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Pres, Jakarta,

Hal 35

(39)

58 Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan unsur-unsur dan

aturan-aturan, yaitu ;69

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

3. Macam-macam Lembaga Penegak Hukum a. Kejaksaan

Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, kejaksaan dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia, lembaga Kejaksaan merupakan bagian dari lembaga eksekutif yang tunduk kepada Presiden. Akan tetapi, apabila dilihat dari segi fungsi kejaksaan merupakan bagian dari lembaga yudikatif.

(40)

59 Hal ini dapat diketahui dari Pasal 24 Amandemen Ketiga UUD Negara RI 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Penegasan mengenai badan-badan peradilan lain diperjelas dalam Pasal 41 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :

“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan lain diatur dalam undang-undang”.

Sebagai subsistem peradilan pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang dibidang pidana sebagaimana diatur Pasal 14 KUHAP.

b. Advokat

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menjadi landasan hukum penting bagi profesi Advokat sebagai salah satu pilar penegak hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut, yang menyatakan bahwa Advokat berstatus penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 lebih ditegaskan lagi, bahwa yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakan hukum dan keadilan.

(41)

60 c. Kepolisian

Kepolisian sebagai subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut Kepolisian mempunyai tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan dalam peradilan pidana, Kepolisian memiliki kewenangan khusus sebagai penyidik yang secara umum di atur

dalam Pasal 15 dan pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 dan dalam

KUHAP di atur dalam Pasal 5 sampai pasal 7 KUHAP.

Didalam pasal 2 UU no. 2 tahun 2002 yang mengupas tentang Kepolisian dimana didalamnya menyatakan bahwa: "Kepolisian adalah sebagai fungsi pemerintah negara dibidang pemeliharaan keamanan, pengayoman, keselamatan, perlindungan, kedisiplinan, ketertiban.”

Kenyamanan masyarakat, dan sebagai pelayanan masyarakat secara luas.Lembaga kepolisian ada tahap penyelidikan dan penyidikan, penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa, pada Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah tahap penyelidikan.Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.

(42)

61 Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”.Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

Pasal 1 ayat (1) KUHAP

“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

Pasal 1 ayat (2) KUHAP

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Pasal 1 ayat (4) KUHAP

“Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.”

Pasal 1 ayat (5) KUHAP

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

(43)

62 menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan; b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang- undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya.

Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.70

KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan

70 Adami Chazawi,2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang, Bayumedia

(44)

63 pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan

Pejabat penyidik negeri sipil.71

Disamping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik

pembantu disamping penyidik.72 Untuk mengetahui siapa yang dimaksud

dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik.

d. Lapas (Lembaga Pemasyarakatan)

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang mengubah sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan.Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsep umum mengenai pemidanaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

71 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981., Pasal 6 Ayat 1.

72 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan,dan

(45)

64 Lembaga Pemasyarakatan yang mengurusi perihal kehidupan narapidana selama menjalani masa pidana.Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pidana penjara.Sejalan dengan UUD 1945, Pancasila sebagai dasar negara di dalam sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” menjamin bahwa manusia Indonesia diperlakukan secara beradab meskipun berstatus narapidana. Selain itu, pada sila ke-5 mengatakan bahwa “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” berarti bahwa narapidanapun haruslah juga mendapatkan kesempatan berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain layaknya kehidupan manusia secara normal.

e. Kehakiman

Keberadaan lembaga pengadilan sebagai subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang tersebut memberi definisi tentang kekuasaan kehakiman sebagai berikut:

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”

Sesuai dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tersebut dan KUHAP, tugas Pengadilan adalah menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. Dalam memeriksa seseorang terdakwa, hakim bertitik tolak pada surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut

(46)

65 Umum, dan mendasarkan pada alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP. Kemudian dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti dan keyakinannya, hakim menjatuhkan putusannya.

Referensi

Dokumen terkait

Ikan ini memiliki tanduk di bagian atas kepala, tubuh lebar tertutup apendiks penutup kulit, moncong sangat cekung jantan dewasa dengan bulu-bulu pendek pada pangkal

Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi literasi digital dalam penyebaran informasi pada media sosial Youtube, sehingga digunakan metode

Hasil penelitian menunjukkan zat pengatur tumbuh alami air kelapa konsentrasi 20%, mampu menghasilkan keberhasilan tumbuh 26% varietas Alphonso Lavalle, 33% varietas Belgie, dan

Dari analisa yang dilakukan oleh penulis, penulis menyimpulkan sistem berjalan dirasa masih kurang, dimana jumlah barang yang dikirim tidak sesuai dengan jumlah pemesanan,

Penilaian keefektifan dan keefisienan pencatatan keuangan Koperasi Mitra Karsa dengan menggunakan Program GMATH-KOPERASI yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner pada pihak

Hasil  dari  penelitian  adalah  subjek  melakukan  kenakalan  remaja  yang 

Pada penelitian ini, tegangan motor induksi 3 fasa 380 V di ubah menjadi 80 V dengan cara menggulung ulang motor dan menjadi dua kecepatan yaitu 750 rpm dan 1500 rpm,

terkait dengan Kemampuan yang akan dicapai 4 Metode Pembelajaran 5 Waktu yang disediakan untuk mencapai Kemampuan pada tiap Tahap Pembelajaran 6 Pengalaman Belajar yang