• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai.

Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan sebagai sarana untuk menanamkan dan memelihara ideologi negara. Slogan-slogan itu disajikan dalam berbagai format. Bisa melalui lagu, atau melalui ucapan, dan dialog dalam percakapan.

Antara media massa dengan pendidikan seseorang erat hubungannya. Seseorang yang berpendidikan semakin memerlukan media massa, kemudian ia semakin butuh untuk mengkonsumsi media maka semakin butuh untuk meningkatkan pendidikan.

Pihak-pihak yang berperan dalam proses memperoleh nilai dan norma tadi disebut sebagai agen sosial, dengan demikian maka media massa dapat dikatakan sebagai agen sosial. Beberapa bagian dari proses sosialisasi yang kompleks diberikan oleh media massa. Baik disengaja maupun tidak, dengan sadar ataupun tidak, seseorang individu dalam berbagai tahap kehidupannya mungkin saja didominasi melalui pembelajaran norma-norma kehidupan sosial dari media massa. Untuk mengetahui dengan tepat bagian mana yang diperoleh seseorang dari media massa dalam proses sosialisasinya memang bukan hal yang mudah.

1. diperlukan data mengenai perilaku komunikasi orang menurut tingkat usia, jenis kelamin, dan sebagainya. Selama ini memang telah sering dikumpulkan data mengenai hal ini. Dari hasilnya diketahui bahwa anak-anak telah banyak menghabiskan waktunya untuk mengkonsumsi media massa (televisi), baik itu dilakukan secara sendiri, maupun bersama teman-teman ataupun anggota keluarga.

2. untuk memahami sepenuhnya diperlukan data yang lebih rinci, di samping itu penelitian yang berjangka panjang diperlukan untuk mengetahui perubahan kebiasaan megkonsumsi media anggota masyarakat.

3. diperlukan informasi yang lebih banyak mengenai hingga sejauhmana orang menyerap norma-norma dari media massa baik secara sederhana maupun tidak, langsung atau tidak langsung. Data yang diperlukan misalnya mengenai rujukan identifikasi khalayak dengan para pemeran atau tokoh tertentu dlam menetapkan nilai-nilai dan perilaku.

(2)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI 4. perlu diketahui lebih banyak tentang derajat relatif media massa sebagai sumber

normatif di antara agen sosial yang lain. Artinya mana yang paling didengar atau diikuti sebagai sumber nilai-nilai dan norma-norma di antara sejumlah agen sosialisasi yang ada seperti keluarga, teman sekolah dan sebagainya.

5. perlu diperluas penelitian agar mencakup juga isi sosialisasi selain norma-norma yang eksplisit, seperti yang dikemukakan oleh Herbert Hymen bahwa perlu diteliti peranan media massa dalam mensosialisasikan individu kepada rasa moral dan sosial, misalnya rasa simpati, kasihan kepada para korban, kekerasan, perang, kecelakaan, bencana dan ketidakadilan sosial.

Diskursus Realitas sosial dan Konstruksi Sosial

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses sosialisasi yang terjadi pada setiap individu menciptakan realitas sosial. Dalam proses yang tak pernah berhenti itu, pada saat yang sama juga manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya, pilihan-pilihan inidvidu saat mengkonsumsi pesan-pesan melalui agen-agen sosial menciptakan struktur sosialnya dan terjadi konstruksi sosial secara individual ataupun secara komunal. Realita sosial itu berisi makna yanng dikonstruksikan oleh proses sosial sehingga mengukuhkan dan memantapkan realitas itu secara objektif.

Istilah konstruksi sosial atas relitas (social constaction of reality) dikembangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul ”The social constructions of reality, a tretise in the sociological of knowledge” (1966). Ia menggambarkan proses social melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.

Selanjutnya Berger mengatakan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi social terlihat secara nyata objektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam defenisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru terjadi melalui melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki defenisi subjektif yang sama. Pada tingkat generalisasi yag paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur

(3)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI bentuk-bentuk social serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Pendek kata menurut Berger dan Luckman, terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui tahapan:

1. eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia.

2. objektivasi, yaitu interaksi sosial yanng terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan, dan

3. internalisasi, yaitu proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat tempat individu menjadi anggotanya.

Realitas sosial yang dimaksud Berger dan Luckman ini terdiri dari:

1. realitas objektif, adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.

2. realitas simbolis, merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk, dan

3. realitas subjektif, realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis kedalam individu melalui proses internalisasi.

Bahasa merupakan alat simbolis untuk melakukan signifikasi, yang mana logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yanng diobjektivasi. Bahasa digunakan untuk mensignifikasi makna-makna yang dipahami sebagai pengetahuan yanng relevan dengan masyarakatnya. Bahasa sebagai objektivikasi linguistik menjadi jembatan untuk membangun pengetahuan dan kemudian mewujudkannya secara kongkrit melalui simbolisasi.

Objektivikasi linguistik terjadi dalam dua cara, yaitu dimulai dari pemberian tanda verbal yang sederhana sampai pada pemasukannya kedalam simbol-simbol yang kompleks, yang mana selalu hadir dalam pengalaman, dan pada suatu ketika sampai pada sebuah representasi yang menurut Berger dan Luckmann dikatakan sebagai par excellence, yaitu kepadanya semua reperesentasi tergantung, misalnya, lembaga hukum, menjadi reperesentasi dari bahasa hukum.

(4)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI Dengan demikian yang terpenting dalam tahap objektivikasi ini adalah melakukan signifikasi, memberikan tanda bahasa dan simbolisasi terhadap benda yang disignifikasi, melakukan tipikisasi terhadap kegiatan seseorang yang kemudian menjadi objektivikasi linguistik, yaitu pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks.

Individu oleh Berger dunckmann (1977:187) dikatakan, mengalami dua proses sosialisasi, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.

Sosialisasi Primer

Sosialisasi primer dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu, ia menjadi anggota masyarakat. Sosialisasi primer merupakan proses, di mana individu terlihat dengan dunia sosial lebih sekedar belajar secara kognitif semata-mata. Karena sosialisasi primer berlangsung dalam kondisi yang bermuatan emosi yang tinggi. Sedangkan hubungan antar individu dengan orang lain berada dalam kondisi yang sangat akrab dan berada di dalam situasi kelompok primer, yang mana anak mengidektifikasikankan dirinya dengan anggota keluarga yang memengaruhinya dengan berbagai cara yang emosional. Anak-anak mengalihkan peran dan sikap orangtua atau orang-orang berpengaruh (significant others) yang memengaruhi mereka, artinya anak menginternalisasi dan menjadi peran dan sikap orangtua sebagai sikapnya sendiri. Melalui internalisasi semacam ini, anak mampu melakukan identifikasi terhadap dirinya sendiri.

Sifat sosialisasi primer juga dipengaruhi oleh berbagai persyaratan dalam pengalihan cadangan pengetahuan (social stock of knowledge). Persyaratan tersebut oleh Berger dan Luckmann (1990:196) dikatakan, legitimasi tertentu menuntut tingkat kompleksitas linguistik yang lebih tinggi bagi pemahamannya dibandingkan legitimasi lainnya.

Jadi, umpamanya seorang anak balita tidak akan memerlukan begitu banyak kata-kata untuk menjelaskan mengapa ia dilarang terlalu banyak memakan permen, karena kegemaran memakan permen itu akan membuat giginya dimakan ulat, daripada penjelasan bahwa susunan lapisan gigi akan terkelupas secara biologis dan akan mempengaruhi susunan syaraf gigi sehingga menyebabkan giginya akan rusak dan sebagainya.

(5)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI Sosialisasi primer berakhir apabila konsep tentang orang lain pada umumnya dan segala sesuatu yang menyertainya, telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Pada titik ini ia sudah menjadi anggota efektif masyarakat, dan secara subjektif memiliki suatu ”diri” dan sebuah dunia (Berger dan Luckmann, 1990:197).

Pascasosialisasi primer, berbagai krisis dapat terjadi, yang sesungguhnya disebabkan oleh timbulnya kesadaran bahwa dunia orangtua bukanlah satu-satunya dunia yang ada, melainkan mempunyai ruang sosial yang sangat khusus, bahkan barangkali hanya suatu dunia yang oleh Berger dan Luckmann (1990:202) dikonotasikan sebagai pejoratif (merendahkan). Suatu contoh, seorang anak yang sudah besar, akhirnya mengetahui bahwa dunia yang diperkenalkan oleh orangtuanya selama ini ia terima begitu saja adalah dunia orang-orang desa yang konotasi kurang berpendidikan dan termasuk kelas bawah. Ternyata setelah besar, anak tersebut mengalami sosialisasi sekunder, yang mana pengetahuan specifik tentang dunia modern, telah diperoleh dari orang lain selain orangtuanya, termasuk juga gurunya di sekolah.

Sosialisasi Sekunder

Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses lanjutan dari sosialisasi primer yang mengimbas ke individu, yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru di dalam dunia objektif masyarakatnya. Dalam sosialisasi sekunder, telah terjadi internalisasi ”sub-dunia” kelembagaan atau yang berlandaskan lembaga. Karena itu, wilayah jangkauan dan sifatnya ditentukan oleh kompleksitas pembagian kerja dan distribusi pengetahuan dalam masyarakat yang menyertainya. Berger dan Luckmann (1990:189) mengatakan, bahwa tanpa mempertimbangkan dimensi lainnya, bisa dikatakan, sosialisasi sekunder adalah proses memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan perannya (role specific knowledge), di mana peran-peran secara langsung atau tidak langsung berakar dalam pembagian kerja.

Dengan demikian ”sub-dunia” yang dijelaskan oleh Berger dan Lukcmann (1990:199) adalah yang diinternalisasikan dalam sosialisasi sekunder dan pada umumnya merupakan kenyataan-kenyataan parsial, di mana kenyataan itu berbeda dengan ”dunia dasar” yang diperoleh dalam sosialisasi primer. Walaupun demikian

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu persoalan utama yang dihadapi Bandung dalam mengembangkan wisata konvensi ini adalah karena hingga kini ibu kota Povinsi Jawa Barat belum memiliki

Metode Latihan lain yang dapat meningkatkan kemampuan maksimal dan juga dapat meningkatkan pembentukan otot secara bersama-sama (gabungan) adalah dengan sistem piramida, yaitu

Untuk aset keuangan selain aset keuangan yang mengalami penurunan nilai kredit yang berasal atau berasal (yaitu aset yang mengalami penurunan nilai kredit pada saat

Penelitian ini seperti yang telah dilaporkan oleh Umaroh (2009), yang menyatakan bahwa penambahan 2% MgO dapat mengurangi laju dekomposisi AT menjadi korundum dan rutile

Berdasarkan permasalahan dan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan “Adakah hubungan inteligensi dengan kemampuan berpikir divergen

Metode ini hampir sama dengan metode tanpa harga pokok pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi, tetapi

Melegalitaskan perkawinan merupakan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan perlindungan hukum dengan mencatatan pernikahan dan memperoleh bukti

38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, hal tersebut harus dijadikan landasan dasar bagi profesi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu