• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Intercultural Sensitivity siswa SMA Sekolah Heterogen (Multicultural) dan Sekolah Homogen (Monocultural)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Intercultural Sensitivity siswa SMA Sekolah Heterogen (Multicultural) dan Sekolah Homogen (Monocultural)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Intercultural Sensitivity pada Siswa-Siswi SMA Homogen (Monocultural) dan SMA Heterogen (Multicultural)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

oleh :

ANDRY SONY SITUMEANG 091301079

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan

(2)
(3)
(4)

Perbedaan Intercultural Sensitivity Siswa-Siswi SMA Heterogen (Multicultural) dan SMA Homogen (Monocultural) Kota Medan

Andry Sony Situmeang & Rika Eliana ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa-siswi sekolah Homogen dan Heterogen di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparatif dengan menggunakan 200 siswa sekolah Heterogen dan 200 siswa sekolah Homogen di Kota Medan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala Intercultural Sensitivty yang disusun berdasarkan The Concept of Intercultural Sensitivity yang dikemukakan oleh Chen & Starosta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen dan sekolah heterogen. Dari penelitian ini juga ditemukan hasil tambahan bahwa pada komponen Intercultural Sensitivity skor mean yang paling tinggi terdapat pada Interaction Engangement dan skor mean terendah terdapat pada Interaction Attentiveness. Sehingga terlihat bahwa Intercultural Sensitivity pada Sekolah Heterogen lebih tinggi dari Sekolah Homogen.

(5)

Diffrences of Intercultural Sensitivity in High School Students Heterogeneous School (Multicultural) and Homogeneous School (Monocultural) In Medan

Andry Sony Situmeang & Rika Eliana Barus ABSTRACT

(6)

KATA PENGANTAR

Segala hormat dan puji syukur saya naikkan kepada Tuhan Yesus untuk segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga akhirnya skripsi yang berjudul “Perbedaan Intercultural Sensitivity siswa SMA Sekolah Heterogen (Multicultural)

dan Sekolah Homogen (Monocultural) ” dapat saya selesaikan. Penyusunan skripsi ini diajukan guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara.

Untuk kedua orangtua yang saya cintai, yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada saya. Terimakasih untuk doa, dukungan, dan semangat yang Papa dan Mama berikan selama ini. Dan terimakasih juga karena tetap bersabar untuk menunggu kelulusanku,meskipun dengan waktu yang begitu lama.

Penelitian ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih saya tujukan kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Rika Eliana Barus, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terima Kasih atas kesediaan, waktu, pemikiran, kesabaran, dukungan dan saran yang Ibu berikan sejak awal hingga skripsi ini bisa diselesaikan.

3. Dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini .

(7)

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah membagikan segala ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada penulis.

6. Sahabat-sahabatku Jeremy, Westley, Sugiman, Agiska ,Rismaya, Aisyah, Serefhy dan July yang senantiasa memberikan semangat untuk menyelesaikan skrispsi. Terimakasih buat persahabatan kita yang tak lekang oleh waktu. Terimakasih juga buat semua dukungan yang kalian berikan selama ini. Meskipun sudah sibuk dengan urusan masing-masing dan terpisah namun tetap memberikan waktu dan perhatian kepada saya.

7. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Yakhin dan Boas, ada Kak Ita, Adolf, Frans dan Janpri sang mantan alumni Psikologi. Terimakasih buat bantuan serta semangat yang selalu kalian berikan. Walaupun sudah sangat jarang bertemu, semoga kita tetap saling mendoakan yaa..

8. Partisipan penelitian ini. Adek-adek siswa-siswi SMA N 12 Medan, SMA Iskandar Muda, SMA Santo Thomas 3 dan SMA Internasional Syafiyattul Aliyyah. Terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian saya.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009. Terimakasih buat kebersamaan kita selama ini. Walaupun udah pada lulus tapi masih sering ngasih semangat hahaha.

(8)

11.Adek-adek cerewet yang selalu bawel dan selalu bertanya kapan sidang ada Trini,Deassy,Agita dan Kishia. Yeeeeayyyyy akhirnya aku bisa bilang “akuuuu sidaangggg” hahahaha Terimakasih buat repetan dan bawelan kalian.

12.Henny Rebina Panjaitan serta Teman-teman pelayanan di muda-mudi GKPI Ressort Khusus Teladan Helvetia. Yang senantiasa mendorong, memberikan semangat serta doa buat saya.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.

Saya menyadari bahwa teradapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini. Terimakasih.

Medan,

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

F. Paradigma Berfikir………13

BAB II LANDASAN TEORI A. Intercultural Sensitivity ... 14

B. Sekolah Homogen ... 19

C. Sekolah Heterogen ... 20

D. Perbedaan Intercultural Sensitivity sekolah Homogen dengan Sekolah Heterogen ... 23

E. Hipotesa Penelitian………...25

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 26

B. Identifikasi Variabel………..26

C. Definisi Operasional ... 26

(10)

1. Populasi dan sampel……….…..28

2. Teknik Pengambilan Sample………...……….28

3. Jumlah Sample Penelitian………...…28

E. Metode Pengumpulan Data ... 29

F. Validitas dan reliabilitas ... 30

1. Validitas ... 30

2. Daya Beda Aitem ... 30

3. Reliabilitas ... 31

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 31

1. Uji Validitas………....32

2. Uji Daya Beda Item……….………32

3. Uji Reliabiltas………..33

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 33

1. Tahap Persiapan Penelitian………..………...34

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian………...34

3. Tahap Pengolahan Data……….………..35

I. Metode Analisis Data ... 36

1. Uji Normalitas ... 36

2. Uji Homogenitas ... 36

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitiaan ... 37

B. Hasil Utama Penelitian……….41

1. Uji Asumsi Normalitas……….………...41

2. Uji Homogenitas………...42

3. Uji Hipotesa Penelitian………42

4. Hasil Tambahan Penelitian………..45

C. Pembahasan……….………….46

(11)

B. Saran………51

1. Saran Metodologis………..51

2. Saran Praktis………...52

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity………..29

Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity Setelah Uji Coba………...33

Tabel 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...………....37

Tabel 4.Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama……….………..……..38

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku……….………. 39

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ………..………....40

Tabel 7. Data Uji Normalitas………...41

Tabel 8. Uji Homogenitas………42

Tabel 9. Deskripsi Skor Intercultural Sensitivity……….43

Tabel 10. Independent T-Test……….…………...44

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Sikap 2. Skor Total Aitem Skala Intercultural Sensitivity 3. Uji Normalitas

4. Uji Homogenitas 5. Independent T-test

6. Contoh Aitem Skala Intercultural Sensitivity 7. Data Mentah

(15)

Perbedaan Intercultural Sensitivity Siswa-Siswi SMA Heterogen (Multicultural) dan SMA Homogen (Monocultural) Kota Medan

Andry Sony Situmeang & Rika Eliana ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa-siswi sekolah Homogen dan Heterogen di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparatif dengan menggunakan 200 siswa sekolah Heterogen dan 200 siswa sekolah Homogen di Kota Medan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala Intercultural Sensitivty yang disusun berdasarkan The Concept of Intercultural Sensitivity yang dikemukakan oleh Chen & Starosta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen dan sekolah heterogen. Dari penelitian ini juga ditemukan hasil tambahan bahwa pada komponen Intercultural Sensitivity skor mean yang paling tinggi terdapat pada Interaction Engangement dan skor mean terendah terdapat pada Interaction Attentiveness. Sehingga terlihat bahwa Intercultural Sensitivity pada Sekolah Heterogen lebih tinggi dari Sekolah Homogen.

(16)

Diffrences of Intercultural Sensitivity in High School Students Heterogeneous School (Multicultural) and Homogeneous School (Monocultural) In Medan

Andry Sony Situmeang & Rika Eliana Barus ABSTRACT

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(18)

Budaya di dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di dalam suatu komunitas,oleh sebab itu setiap negara memerlukan kebudayaan (Harrison and Huntington2000). Namun pada umumnya individu tidak menyadari secara nyata bahwa budaya dapat mengatur dan membentuk kepribadian dan perilakunya. Ketika individu dipisahkan dari budayanya, baik secara fisik maupun psikis, serta menghadapi kondisi yang berbeda atau bertolak belakang dengan gambaran dan asumsi yang dipercaya sebelumnya,maka pada saat itulah individu menjadi sepenuhnya sadar akan sistem kontrol dari budayanya yang selama ini tersembunyi (Gudykunst dan Kim, 2003).

Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,adat istiadat,bahasa,perkakas,pakaian,bangunan, dan karya seni. (E.B. Tylor 1871). Keberagaman budaya ini dapat menjadi modal sekaligus potensi yang memiliki dua sisi. Keragaman budaya daerah menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi keberagaman budaya ini juga membawa dampak negatif yaitu sebagai sumber pemicu disintegrasi sosial jika mengedepankan kepentingan-kepentingan kelompoknya dan mengabaikan kelompok lain (Elly M. Setiadi & Usman Kolip 2010)

(19)

yang selama ini terjadi di Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama, dan ras yang masing-masing memiliki nilai-nilai dan keistimewaannya masing-masing. Dan masing-masing individu maupun kelompok budaya tersebut akan saling mempertahankan kebudayaannya masing-masing,karena budaya merupakan ciri khas dari masyarakat itu sendiri. ( Tilaar 2004)

Chen (1997) mengatakan bahwa untuk bisa tetap hidup berdampingan dengan keberagaman budaya yang ada dibutuhkan kemampuan untuk mengembangkan emosi dalam memahami dan mengapresiasi perbedaan budaya sehingga kita dapat memunculkan prilaku yang efektif dalam komunikasi antar budaya sebagai "Intericultural Sensitivity". Dalam studinya Chen (1997) juga mengidentifikasi komponen dasar Intercultural Sensitivity sebagai harga diri (rasa nilai diri), self-monitoring, berpikiran terbuka, empati,keterlibatan interaksi dan akhirnya tidak menghakimi.

Menurut Gudykunst dan Kim ( 1992) , Intercultural Sensitivity merupakan sebuah keberhasilan integrasi proses afektif dan kognitif yang dapat membantu untuk mencapai orientasi sosial yang memungkinkan mereka untuk memahami perasaan dan juga perilaku orang lain seperti mereka sendiri.

(20)

memiliki toleransi. Elemen-elemen ini tampaknya tertanam dalam dimensi kognitif, afektif, dan perilaku interaksi antarbudaya.

Bhawuk dan Brislin (1992) menunjukkan, Intercultural Sensitivity merupakan reaksi individu untuk orang-orang dari budaya lain, yang dapat menentukan kemampuan kesuksesan seseorang untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik . Definisi diatas menunjukkan bahwa Intercultural Sensitivity adalah konsep yang dinamis. Dimana orang-orang yang memiliki Intercultural Sensitivity harus memiliki keinginan memotivasi diri untuk memahami, menghargai, dan menerima perbedaan di antara budaya, dan menghasilkan hasil yang positif dari interaksi antar budaya.

Memupuk sikap dan perilaku yang mampu menghargai, memahami, dan peka terhadap potensi kemajemukan, pluralitas bangsa, dalam bidang etnik, agama, dan budaya yang ada tersebut tentu harus dimulai sejak dini sehingga suatu ajaran, doktrin, atau nilai tersebut diwujudkan dalam sikap dan perilaku,dimana dalam hal ini pendidikan akan memiliki peranan penting. Karena menurut Ekstrand, L.H. dalam Saha, Lawrence J. 1997, didalam proses pendidikanlah kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan tentang perbedaan dan persamaan antar budaya yang berkaitan dengan konsep, nilai,keyakinan dan sikap ini akan diajarkan,dipelajari,diarahkan dan diwujudkan.

(21)

sosialnya. Menurut Paulo Freire, (Effendi, A.,2012) pendidikan bukan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan

menurutnya harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan yang mampu memahami dan menghadapi dunia sosial yang sebenarnya.

Di Indonesia terdapat sekolah pendidikan formal yang berbasis heterogen (multikultural) dan berbasis homogen (monocultural). Sekolah multicultural ini sesungguhnya adalah sekolah yang bertujuan untuk memfasilitasi peserta dalam mengenal gagasan multikulturalisme dan pengalaman multiculturalisme yang dialami secara nyata di lingkungan sekolah. Wacana multiculturalisme dewasa ini sangat penting bagi negar-negara berkembang dan maju, termasuk salah satunya Indonesia yang merupakan negara yang memiliki berbagai macam karakteristik identitas seperti agama, sosial, budaya, dan bahasa (Chaeruman & Ruslan 2011)

(22)

Dalam perspektif keragaman budaya, system pendidikan nasional harus memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga Negara. Oleh karena itu, dalam penerimaan peserta didik, tidak dibenarkan adanya pembedaan atas jenis kelamin, agama, ras, latar belakang sosial, dan tingkat ekonomi. Perluasan istilah konsep “ satu system pengajaran nasional” menjadi

“satu system pendidikan nasional” dalam UU Sistem Pendidikan Nasional

memungkinkan pemberian perhatian terhadap unsure pendidikan yang berhubungan dengan kepribadian manusia. Pada gilirannya, hal tersebut diharapkan dapat mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bertaqwa, memilihara kemanusiaan, dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Menurut Anwar Effendi (2008) Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multicultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk mau memahami dan menghargai keberagaman yang ada. Dengan pengembangan system pendidikan multikultural diharapkan mampu menjadi salah satu metode yang efektif meredam konflik. Selain itu, pendidikan multicultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antargolongan.

(23)

multikulturalisme sangat penting diajarkan di sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai bangsa yang besar yang terdiri darikeanekaragaman masyarakat dan budaya. Kemajemukan itu harus di internalisasi dalammuatan pendidikan yang menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hakhakbagi warga negara, sehingga benturan-benturan sosial.

Menurut James A. Banks pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui danmenilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup,pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu,kelompok maupun negara.

Pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses atau strategi pendidikan yangmelibatkan lebih dari satu budaya yang ditunjukkan melalui kebangsaan, bahasa, etnik,dan lain-lain. Pendidikan multikultural diarahkan untuk mewujudkan kesadaran,toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan perbedaan cultural danjuga perbedaan dan persamaan antar budaya dan kaitannya dengan kosep, nilai, dankeyakinan serta sikap (Lawrence J. Saha, 1997).

(24)

pemanfaatan keragaman yang ada dimasyarakat. Khususnya yang ada pada siswa seperti: keragaman etnis, budaya, bahasa ,agama, status sosial, gender,umur dan ras(Tilaar 2004)

Penanaman wawasan multikulturalisme dapat diawali dengan kesadaran akan pentingnya nilai kebersamaan, menanamkan sikap toleransi, serta menjunjung tinggi demokrasi dan pemahaman makna budaya perdamaian. Pendidikan dengan basis multikultural akan sangat membantu orang untuk mengerti, memahami, serta menerima perbedaan sebagai sebuah keniscayaan yang harus dihargai dan dihormati sehingga tumbuh pemahaman akan relativitas nilai budaya (Ekstrand, L.H. dalam Saha, Lawrence J. 1997.)

Sayangnya, sejak orde baru Indonesia juga cenderung masih menggunakan sistem “monokultural”. Sebagai contoh, lahirnya sekolah

favorit-nonfavorit dan sekolah negeri-swasta. Pembentukan karakteristik dalam dunia pendidikan tersebut justru cenderung menjauh dari konsep multikulturalisme. Begitu juga maraknya sekolah-sekolah berbasis homogen (monokultural seperti etnis dan keagamaan) (Aris Saefulloh. 2009.)

(25)

berbasis homogen (monokultural) akan cenderung memiliki budaya yang sama didalam lingkungan sekolah. Hal ini tentu akan menciptakan budaya yang homogen di lingkungan sekolah dan para siswa dan siswi yang ada di sekolah tersebut. (Aris Saefulloh. 2009.)

Homogenitas pendidikan kemudian diartikan sebagai keseragaman, harmonisasi yang “dipaksakan”, kesamaan, kesebandingan, sesuatu hal yang

dibuat sama dan seragam dalam dunia pendidikan, termasuk didalamnya kesamaan status sosial, kesamaan agama, hingga etnis para peserta didiknya. Homogenitas disini sama artinya dengan diskriminasi terhadap siswa yang berbeda dalam hal status sosial, agama atau etnis.

Pendidikan homogen (monokultural) juga cenderung mengabaikan keunikan dan pluralitas,sehingga memasung pertumbuhan pribadi yang kritis dan kreatif. (Abdul Munir Mulkhan Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam artikel Pendidikan Monokultural VS Pendidikan Multikultural)

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan yang berbasis multikultural contohnya sekolah umum negeri atau swasta yang memiliki karakteristik murid tanpa membedakan agama,suku,dan ras atau golongan tertentu,akan membangun kesadaran pentingnya nilai kebersamaan, menanamkan sikap toleransi,mengerti, memahami, serta menerima perbedaan yang harus dihargai dan dihormati.

(26)

terhadap kemajemukan yang ada diantara budaya di Indonesia khususnya kota Medan.

Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan Intercultural Sensitivity pada sekolah yang homogen (monokultural) dengan sekolah yang heterogen (multikultural) yang ada di kota medan?

B. Perumusan masalah

Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Apakah terdapat perbedaan Intercultural Sensitivitysiswa pada sekolah

yang homogen (monokultural) dengan sekolah yang heterogen (multikultural) di kota Medan”

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan Intercultural Sensitivity para siswa pada sekolah yang homogen (monokultural) dengan sekolah heterogen (multicultural) di kota medan.

D. Manfaaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(27)

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa pada SMA yang homogen (monokultural) dengan SMA yang heterogen (multikultural) di kota Medan.

Menjadi evaluasi sejauh mana pendidikan mendukung keragaman budaya melalui perbedaanIntercultural Sensitivity yang ada pada siswa SMA yang homogen (monokultural) dan heterogen (multikultural) di kota Medan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang yang mendasari penelitian ini, rumusan masalahnya, tujuan diadakannya penelitian, manfaat penelitian dari segi teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

(28)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi identifikasi variabel yang diuji dalam penelitian, defenisi operasionalnya, populasi dan sampel yang akan diteliti, metode yang digunakan dalam pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, serta metode dalam menganalisis hasil data penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(29)

PARADIGMA BERFIKIR

Gambar 1. Paradigma Berfikir

Budaya Indonesia

Sekolah

heterogen

Sekolah

Sekolah

homogen

Intercultural Sensitivity

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Intercultural Sensitivity

1. Pengertian Intercultural Sensitivity

Kajian terhadap konsep yang menyerupai intercultural sensitivity tidak hanya dapat dilakukan dengan perspektif ilmu psikologi, melainkan juga dari perspektif disiplin ilmu lainnya seperti antropologi, komunikasi, hubungan internasional dan sosiologi. Oleh sebab itulah dalam penelitian-penelitian ilmiah, lazim ditemukan beragam pengertian dan cara pengkategorian berbeda yang disematkan pada intercultural sensitivity.

(31)

yang pandangannya termasuk ke dalam tipe ini antara lain Bhawuk dan Brislin (1992) serta Bennett (1998, 2004).

Studi mengenai kepekaan interpersonal dilakukan oleh Bronfenbrener, Harding, dan Gallwey (1958) adalah salah satu studi awal yang membahas mengenai konsep sensitivitas ini. Mereka mencetuskan bahwa kepekaan secara umum dan kepekaan terhadap perbedaan individu adalah dua jenis kemampuan utama dalam persepsi sosial. Kepekaan terhadap orang lain secara umum adalah "semacam kepekaan terhadap norma sosial satu kelompok sendiri" (McClelland, 1958, hal. 241), dan sensitivitas interpersonal adalah kemampuan untuk membedakan bagaimana orang lain berbeda dalam perilaku, persepsi atau perasaan (Bronfenbrener , et al., 1958). Konsep kepekaan interpersonal ini secara lebih luas hampir sama dengan konsepIntercultural Sensitivity.

Hart Dan Burks (1972) Dan Hart, Carlson, dan Eadie (1980) juga mengatakan bahwa Intercultural Sensitivity sebagai pola pikir yang diterapkan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sehingga orang-orang yang sensitif harus mampu menerima kompleksitas pribadi, menghindari kekakuan komunikasi, sadar dalam interaksi, menghargai ide-ide yang dipertukarkan, dan memiliki toleransi. Dan elemen-elemen ini tampaknya tertanam dalam dimensi kognitif, afektif, dan perilaku interaksi antarbudaya.

(32)

Bennett (1984) memahami Intercultural Sensitivity sebagai proses perkembangan di mana seseorang memiliki kemampuan mengubah diri secara afektif, kognitif, dan perilaku dari tahap etnosentris ketahap ethnorelative. Rute proses transformasi ini dapat terpisah menjadi enam tahap yaitu:

(1) Penolakan -di mana salah satunya menyangkal perbedaan budaya dengan orang-orang lain

(2) Pertahanan - di mana salah satunya berupaya untuk melindungi cara pandangnya dengan melawan ancaman yang dirasakan.

(3) Minimisasi - di mana salah satu berupaya untuk melindungi inti dari satu pandangan secara umum dengan menyembunyikan perbedaan dalam bayangan kesamaan budaya.

(4) Penerimaan - di mana seseorang mulai menerima adanya perbedaan perilaku yang didasari oleh perbedaan budaya.

(5) Adaptasi - di mana seseorang menjadi empatik terhadap perbedaan budaya dan menjadi bicultural atau multikultural, dan

(6) Integrasi - di mana seseorang mampu menerapkan ethnorelativism identitas sendiri dan dapat memahami perbedaan sebagai aspek penting dan menyenangkan dari semua kehidupan.

(33)

sebuah alat untuk mengukur Intercultural Sensitivity dari perspektif individualisme vs kolektivisme. Mereka mengembangkan pengukuran Intercultural Sensitivity yang berdasarkan unsur-unsur dimensi afektif, kognitif, dan perilaku. Unsur-unsur yang digunakan antara lain:

(1) Pemahaman tentang cara berperilaku seseorang yang berbeda,

(2) Keterbukaan pikiran mengenai adanya perbedaan dan

(3) Tingkat fleksibilitas perilaku yang ditunjukkan dalam budaya baru.

(34)

2. Komponen Intercultural Sensitivity

Chen dan Starosta (2000 ) berpendapat bahwa sensitivitas antar budaya merupakan salah satu faktor penting dalam komunikasi antar budaya yang terdiri dari lima kemampuan yang menjadi komponen pembentuk Intercultural Sensitivity, komponen tersebut antara lain:

a) Interaction Engagement.

Interaction Engangement merupakan keterlibatan interaksi yang menyangkut tentang perasaan peserta dalam proses komunikasi antarbudaya.

b) Respect for Cultural Differences

Dalam hal ini Respect for Cultural Differences mengacu pada bagaimana peserta mengarahkan atau mentolerir perbedaan budaya yang ada pada rekan-rekan mereka .

c) Interaction Confidence

Interaction Confidence ini mengacu pada tingkat kepercayaan dari seseorang selama interaksi antarbudaya berlangsung.

d) Interaction Enjoyment

Dalam interaksi yang terjadi, hal ini mengacu pada kenikmatan berinteraksi yang berhubungan dengan reaksi peserta komunikasi antar budaya.

e) Interaction Attentiveness

(35)

Studi yang dilakukan oleh Chen dan Starosta ' s (2000) mengindikasikan bahwa individu dengan sensitivitas antar budaya yang berkembang dengan baikakan menjadi lebih perhatian , lebih mampu bersosialisasi dengan baik, memiliki hubungan interpersonal yang baik sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka , dapat menunjukkan harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi, lebih empatik , dan lebih efektif dalam interaksi antarbudaya .

B. Sekolah Homogen (Monokultural)

Grendi Hendrastomo mengatakandalam “Homogenisasi pendidikan: Potret Eksklusifitas Pendidikan Modern” (2012) bahwa sekolah homogenmerupakan suatu sekolah yang memiliki ciri kesamaan karakteristik peserta didik baik secara persamaan ekonomi,golongan,agama,maupun etnisitas.

Grendi Hendrastomo (2012) berkesimpulan bahwa homogenitas pendidikan tampak nyata dalam pendidikan,ditengah banyaknya sekolah yang menawarkan keragaman,sekolah homogen menciptakan suatu pandangan sama yang memunculkan realitas yang tidak sesuai dengan keadaan di dalam lingkungan nyata di tengah masyarakat yang cenderung heterogen. Pendidikan homogen ini dianggap berbahaya karena tidak membiasakan siswa dengan lingkungan dengan tantangan yang beragam.

(36)

eksklusivisme dan dapat melahirkan sikap anti toleran terhadap kemajemukan. Aris Saefulloh (2009) juga menambahkan bahwa pada sekolah yang berbasis homogen (monokultural) akan cenderung memiliki budaya yang sama didalam lingkungan sekolah dan akan menciptakan budaya yang homogen di lingkungan sekolah dan dalam diri para siswa dan siswi.

Homogenitas pendidikan kemudian diartikan sebagai keseragaman, harmonisasi yang “dipaksakan”, kesamaan, kesebandingan, sesuatu hal yang

dibuat sama dan seragam dalam dunia pendidikan, termasuk didalamnya kesamaan status sosial, kesamaan agama, hingga etnis para peserta didiknya. Homogenitas disini secara tidak langsung sama artinya dengan diskriminasi terhadap siswa yang berbeda dalam hal status sosial, agama atau etnis. Anwar Effendi (2012)

C. Sekolah Heterogen (Multikultural)

Secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefenisikan sebagai “pendidikan tentang keberagaman budaya yang ada didalam lingkungan

masyarakat tertentu atau bahkan lingkungan umum secara keselurahan”. Dimana

(37)

(Hilliard 1992). Banks (1993) menyatakan bahwa pengertian pendidikan multicultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengekplorasi perbedaan sebagai keniscayaan, kemudian memberi apresiasi perbedaan itu dengan semangat egaliter dan toleran.

Multikulturalisme dipahami sebagai konsep yang berkaitan dengan aspek sosial, politik,ekonomi, dan budaya. Aspek-aspek tersebut memberikan relasi baru dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis dan terintegrasi. Secara sederhana, multikulturalisme didefinisikan sebagai suatu pemahaman dalam peningkatan drajat manusia dan kemanusiaannya yang mencakup, keyakinan, keberagamaan, kebersamaan dalam perbedaaan yang sederajat,kesukubangsaan, kebersamaan perolehan pendidikan, dsb (Yuni Widia Bella dalam jurnal Studi Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda)

(38)

Menurut James A. Banks (1997) pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.

Pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses atau strategi pendidikan yang melibatkan lebih dari satu budaya yang ditunjukkan melalui kebangsaan, bahasa, etnik, dan lain-lain. Pendidikan multikultural diarahkan untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan perbedaan cultural dan juga perbedaan dan persamaan antar budaya dan kaitannya dengan kosep, nilai, dankeyakinan serta sikap (Lawrence J. Saha, 1997:348).

(39)

D. Perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa-siswi sekolah yang homogen (monokultural) dengan sekolah yang heterogen (multikultural)

Sekolah berbasis pendidikan homogen (monokultural) merupakan sekolah yang memiliki karakteristik yang sama pada peserta didiknya baik dalam hal suku, agama,ras,golongan maupun etnisitas (Grendi Hendrastomo 2012). Aris Saefulloh (2009) juga menambahkan bahwa sekolah negeri atau swasta yang berbasis Islam menjadi identik bagi sekolah kaum pribumi. Sedangkan sekolah-sekolah yang berbasis Kristen menjadi identik dengan sekolah-sekolah bagi anak-anak keturunan China. Kondisi dan realitas ini melahirkan segregasi yang membentuk sikap eksklusivisme dan dapat melahirkan sikap anti toleran terhadap kemajemukan.

(40)

masyarakat yang memiliki berbagai macam karakteristik identitas, sepertiagama, sosial, budaya dan bahasa. Dengan memahami konsep multikulturalisme ini maka akan terciptalah rasa toleransi dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama yang berbedadengan kita.

Uraian diatas menunjukkan bahwa pendidikan berbasis homogen (monokultural) cenderung melemahkan kesadaran akan pentingnya nilai kebersamaan, sikap toleransi,dan perilaku yang mampu menghargai, memahami, serta peka terhadap potensi kemajemukan, pluralitas bangsa, dalam bidang etnik, agama, dan budaya yang ada. Sementara pendidikan berbasis heterogen (multikultural) diarahkan untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan perbedaan dan persamaan antar budaya yang berkaitan dengan kosep, nilai, keyakinan serta sikap yang ada (Lawrence J. Saha, 1997). Menurut Ekstrand, L.H. dalam Saha, Lawrence J. 1997, kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan tentang pendidikan menjadi suatu alat yang memainkan peranan penting dalam pembelajaran tentang kemajemukan perbedaan dan persamaan antar budaya yang dikaitkan dengan konsep, nilai,keyakinan dan sikap ini akan diajarkan, dipelajari, diarahkan dan diwujudkan didalam proses pendidikan.

Chen (1997) telah mendefinisikan bahwa "Intericultural Sensitivity" adalahsalah satu kemampuan mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman perbedaan budaya dan menghargai perbedaan budaya yang ada sehingga kita dapat menampilkan perilaku yang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Dalam studinya Chen (1997) juga mengidentifikasi

(41)

Confidence, Interaction Enjoyment, Interaction Attentivenesssebagai komponen dasar Intercultural Sensitivity. Zhao (2002) mendefinisikan Intercultural Sensitivity sebagai kemampuan kunci untuk hidup dan bekerja sama secara efektif dengan orang-orang dari budaya yang berbeda.

Intercultural Sensitivity merupakan suatu kemampuan mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan budaya sehingga dapat memunculkan prilaku yang tepat dan efektif dalam komunikasi antar budaya. Dengan Intercultural Sensitivity ini kita dapat menjadi masyarakat yang multikuturalisme,menikmati perbedaan, hidup rukun berdampingan dan bekerja sama secara efektif dengan orang-orang dari budaya yang berbeda.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity pada sekolah homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural)

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesa yang di ajukan dalam penelitian ini adalah “ Ada Perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparatif, dimana bertujuan untuk melihat perbedaan serta perbandingan antar varibel (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini tujuannya untuk memberikan melihat perbedaan Intercultural Sensitivity yang ada dari siswa-siswi sekolah yang berbasis homogen (monokultural) dengan yang berbasis heterogen (multikultural) di kota Medan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Variabel Tergantung : Intercultural Sensitivity

Variabel Bebas : Tipe Sekolah :

1. Sekolah Homogen (Monokultural) (Suku dan Agama Sejenis) 2. Sekolah Heterogen (Multikultural)

C. Definisi Operasional

C.1 Variabel Tergantung (Intercultural Sensitivity)

(43)

dan menikmati perbedaan-perbedaan yang ada. Dimana terdapat komponen-komponen dasar didalam Intercultural Sensitivity yaitu:

a) Interaction Engagement. (Keterikatan dalam berinteraksi)

b) Respect for Cultural Differences (Penerimaan perbedaan budaya)

c) Interaction Confidence (Kepercayaan dalam berinteraksi)

d) Interaction Enjoyment (Kenikmatan dalam berinteraksi)

e) Interaction Attentiveness (Kepekaan/perhatian dalam berinteraksi)

Setiap kompenan ini saling berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengembangkan emosi positif untuk memunculkan prilaku yang tepat dan efektif dalam interkasi antar budaya yang beragam. Sehingga semakin tinggi skor subjek pada setiap komponen yang ada pada skala Intercultural Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa sekolah yang berbasis homogen (monokultural) dan sekolah heterogen (monokultural) di kota Medan begitu juga sebaliknya.

C.2 Varibel Bebas 1. Sekolah Homogen

(44)

2. Sekolah Heterogen

Sekolah heterogen merupakan sekolah yang memiliki karakteristik peserta didik yang berbeda-beda baik secara ekonomi, golongan, agama, maupun etnisitas dengan sisitem pendidikan yang melibatkan budaya yang beragam.

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi & Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah para siswa sekolah yang berbasis homogen (monokultural) yaitu sekolah SMA Santothomas 3 & SMA Syafiyaatul Hasanah serta sekolah yang berbasis heterogen (multikultural) yaitu SMA Negeri 12 & SMA Sultan Iskandar Muda di kota medan.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, sampel diperoleh melalui teknik probability sampling yaitu convenience/accidental sampling. Menurut Myers dan Hansen (2006), sampel didapatkan dengan menggunakan kelompok yang tersedia. Peneliti menggunakan teknik ini karena subjek penelitian pada sekolah homogen dan heterogen sesuai dengan ketersedian siswa yang ada pada sekolah tersebut sesuai izin dari pihak sekolah. Namun khusus untuk sekolah homogen para siswa yang dijadikan sample dikelompokkan sesuai dengan suku dan agama.

3. Jumlah Sampel Penelitian

(45)

(Sekolah SMA Negeri 12 Medan dan SMA Swasta Sultan Iskandar Muda) yang diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat populasi.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

[image:45.595.75.548.558.731.2]

Penelitian ini menggunakan satu buah skala psikologi yaitu skala ISS (Intercultural Sensitivity Scale). Yang akan diadaptasi dari skala penelitian yang dibuat oleh Chen and Starosta (2000). Skala ini menggunakan skala model Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-5, bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS = 5, S = 4, N= 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan bobot pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, N = 3, TS= 4 dan STS = 5.Blue print dari skala Skala Intercultural Sensitivity dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Interaction Engangement 1,13,21, 23, 24 11, 22 7 29, 16%

Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18, 20, 2 6 25%

Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 5 20,83%

Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 12,5%

Interaction Attentivenes 14, 17, 19 3 12,5%

(46)

F. Validitas alat ukur, Daya Beda Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.

Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur yang sesuai dengan apa yang akan di ukur (Azwar, 2000).Azwar (2004) menyebutkan bahwa validitas konten adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes melalui metode professional judgement. Proffesional judgement dalam penelitian ini melibatkan dua dosen departemen psikologi sosial dan seorang dosen di bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.

2. Daya beda aitem

(47)

Crocker & Algina; dalam Azwar, 2010).Penghitungan daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows. Koefisien korelasi aitem total yang digunakan pada penelitian ini adalah rix ≥ 0,30.

3. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah Azwar (2004).

Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama (Azwar, 2009). Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2009). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan programSPSS Versi 17.00 for Windows.

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

(48)

heterogen yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi yang diteliti.

1. Uji Validitas

Uji validitas yang dilakukan peneliti pada skalaIntercultural Sensitivity Scaleadalah uji validitas konten. Dimana validitas ini diuji dengan cara diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kemudian peneliti meminta pendapat mengenai aitem-aitem yang telah diterjemahkan tersebut kepada beberapa orang yang berkompeten dalam bahasa Inggris. Setelah mendapatkan aitem-aitem terjemahan, peneliti kemudian menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa asli skalalalu memeriksa kembali bahasa terjemahan tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau profesional judgement, dalam hal ini peneliti dibantu oleh dosen pembimbing peneliti, dua orang dosen departemen psikologi sosial dan salah seorang dosen yang ahli dalam bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.

2. Uji Daya Beda Item

(49)
[image:49.595.83.554.151.327.2]

Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity setelah uji coba

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Interaction Engangement 1, 13, 24 11, 22 5 29,41%

Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18 4 23,52%

Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 23,52%

Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 17,64%

Interaction Attentivenes 17 1 5,88%

17 100%

3. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur setelah dihitung dengan metode

Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan. Nilai

hasil uji reliabilitas Intercultural Sensitivity Scale sebesar α = 0,796

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini beberapa hal yang perlu diperhatikan peneliti, antara lain :

a. Rancangan Alat Ukur Penelitian

(50)

Skala menggunakan model Likert dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). b. Melakukan survey

Untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yang hendak diteliti, maka peneliti melakukan survey awal ke sekolah untuk meminta izin melakukan penelitian dan melihat bagaimana kemudian skala ini bisa disebar.

c. Uji coba alat ukur

Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diujicobakan kepada 50 orang siswa SMA sekolah homogen dan 50 orang siswa sekolah heterogen d. Revisi Alat Ukur

Menguji validitas dan reliabilitasnya aitem – aitem dari skala, untuk mengetahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitas, peneliti. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

(51)

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a) Peneliti menentukan sekolah yang ingin dijadikan tempat penelitian. Kemudian mendatangi sekolah tersebut untuk meminta izin melakukan pengambilan penelitian.

b) Peneliti mengurus surat izin pengambilan data dari Fakultas Psikologi yang akan ditujukan kepada pihak sekolah tempat pengambilan data penelitian. c) Setelah surat permohonan izin selesai, peneliti memberikan surat

permohonan izin pengambilan data kepada pihak sekolah, kemudianmendiskusikan segala keperluan yang berhubungan dengan penelitian ini dan penentuan hari pelaksanaan pengambilan data dengan pihak sekolah.

d) Setelah ditentukan hari pelaksanaanya, peneliti datang ke sekolah tersebut dan memberikan Intercultural Sensitivity Scalekepada guru yang telah ditugaskan Bapak kepala sekolah untuk dibagikan kepada para siswa. Hal ini dilakukan atas kesepakatan dengan kepala sekolah agar tidak mengganggu jam pelajaran. Kemudian setelah selesai, skala penelitian dikumpulkan dan memberikan reward kepada para siswa yang menjadi subjek peneliitian.

3. Tahap Pengolahan Data

(52)

H. Metode Analisa Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran perbedaandari Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah yang berbasis homogen (monocultural) dengan sekolah yang berbasis heterogen (multicultural) di kotaMedan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik t-test untuk melihat perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural). Seluruh proses pengolahan data penelitian akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program computer SPSS for windows 17.0 version:

Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang meliputi:

1. Uji Normalitas:

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data (Santoso & Ashari, 2005). Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan denganmenggunakan Kolmogorov Smirnov Testdengan bantuan SPSS version 17.0. for Windows

2. Uji Homogenitas

(53)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan keseluruhan hasil analisa data penelitian, diawali dengan gambaran umum subjek penelitian, gambaran Intercultural Sensitivitypada siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogenkemudian pembahasan mengenai hasil penelitian berdasarkan teori.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

1. Gambaran Umum Subjek PenelitianSecara Umum

Dalam penelitian pada sekolah homogen terdiri dari 200 orang subjek dari sekolah homogen dan 200 orang dari sekolah heterogen. Sebelum melakukan analisis data, peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin,agama,suku dan usia:

a) Berdasarkan jenis kelamin subjek maka diperoleh data subjek sebagai berikut:

Tabel 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 73 orang (36,5%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 127 orang (63,55%). Sedangkan pada sekolah heterogen jumlah subjek penelitian yang berjenis

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase Frekuensi (N) Persentase

Laki-laki 73 36,5 % 70 35%

Perempuan 127 63,5 % 130 65%

(54)

kelamin laki-laki sebanyak 70 orang (35%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 130 orang (65%).

[image:54.595.89.548.259.376.2]

b) Berdasarkan Agama subjek maka diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Agama Frekuensi (N) Persentase Agama Frekuensi (N) Persentase

Islam 100 50% Islam 75 37,5%

Kristen 100 50% Kristen 65 32,5%

Total 200 100% Katholik 22 11%

Buddha 23 11,5%

Hindu 15 7,5%

Total 200 100%

(55)
[image:55.595.82.550.191.352.2]

c) Berdasarkan Suku Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Suku Frekuensi (N) Persentase Suku Frekuensi (N) Persentase

Jawa 100 50% Jawa 49 24,5%

Batak 100 50% Batak 59 29,5%

Total 200 100% Chiness 31 15,5%

Karo 19 8,5%

Benggali 16 8%

Padang 13 6,5%

Nias 12 6%

Aceh 11 5,5%

Total 200 100%

(56)
[image:56.595.61.548.191.280.2]

d) Berdasarkan Usia Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Usia Frekuensi (N) Persentase Usia Frekuensi (N) Persentase

15 85 42,5% 15 19 8,5%

16 115 57,5% 16 131 65,5%

Total 200 100% 17 50 25%

Total 200 100%

(57)

B. Hasil Utama Penelitian 1. Uji Asumsi

1.1. Asumsi Normalitas

[image:57.595.77.548.420.663.2]

Uji asumsi normalitas dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test terhadap variabel penelitian Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen (Monocultural) dan sekolah heterogen (Multicultural) menunjukkan bahwa semua variabel memiliki data yang terdistribusi normal (syarat normal jika probabilitas /nilai p > 0.05). Dari Uji normalitas terhadap skala pengukuran Intercultural Sensitivity ditemukan nilai p 0,059.

Tabel 7. Data Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skor Heterogen Skor Homogen Skor ISS

N 200 200 400

Normal Parametersa,,b Mean 71.38 59.98 65.69

Std. Deviation 4.673 6.389 7.982

Most Extreme Differences Absolute .117 .126 .066

Positive .117 .078 .038

Negative -.061 -.126 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z 1.660 1.785 1.328

Asymp. Sig. (2-tailed) .008 .003 .059

(58)

1.2. Uji Homogenitas

[image:58.595.44.555.228.338.2]

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak.

Tabel 8. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Intercultural

Sensitivity

Based on Mean 10.728 1 398 .001

Based on Median 8.446 1 398 .004

Based on Median and with adjusted df 8.446 1 352.597 .004

Based on trimmed mean 10.920 1 398 .001

Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05 (ρ > 0.05). Berdasarkan data yang diperoleh di tabel 12, didapatkan nilai signifikansi Intercultural Sensitiviy sebesar 0.001 sehingga dapat dikatakan bahwa sampel tidak bersifat homogen terhadap populasi.

Dengan demikian sampel dari penelitian ini tidak bersifat homogen tetapi uji-t tetap dapat dipakai karena data sampel penelitian terdistribusi secara normal namun dengan catatan, jika data homogen baca lajur Equal Variances Assumed, jika data tidak homogen baca lajur Equal Variances not Assumed. (Azwar 2004)

2. Uji Hipotesa Penelitian pada Sekolah homogen dan Sekolah heterogen

Untuk menjawab sejumlah hipotesa yang diajukan maka digunakan

(59)

1. Ho (hipotesa nihil): μHomogen= μHeterogen, artinya tidak ada perbedaan

Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural)

2. Ha (hipotesa alternatif): μHomogen≠ μHeterogen, artinya ada perbedaan

[image:59.595.69.563.309.397.2]

Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural)

Tabel 9.Deskrpsi skor Intercultural Sensitivity

Group Statistics

Jenis Sekolah N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Intercultural

Sensitivity

Sekolah homogeny 200 59.9900 6.37992 .45113

Sekolah heterogen 200 71.3800 4.67277 .33041

(60)
[image:60.595.41.584.152.352.2]

Tabel 10. Independent T-test

Dari hasil penghitungan uji-t di atas, didapatkan nilai ρ < 0.05, yakni sebesar 0.000 sehingga didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen sebesar 11,39

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval

of the Difference

F Sig. T df

Sig.

(2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Intercultural

Sensitivity

Equal variances

assumed

10.728 .001 -20.369 398 .000 -11.39000 .55919 -12.48933 -10.29067

Equal variances

not assumed

(61)

3. Hasil Tambahan Penelitian

[image:61.595.89.535.248.437.2]

Penelitian ini juga memperoleh beberapa hasil tambahan penelitian, yaitu gambaran skor berdasarkan komponen Intercultural Sensitivity pada sekolah heterogen dengan sekolah homogen.

Tabel 11. Nilai Mean pada Komponen Intercultural Sensitivity

Dilihat dari tabel nilai mean dan satandar deviasi dari setiap komponen Intercultural Sensitivity diatas ditemukan bahwa:

Pada setiap komponen nilai mean dan satandard deviasi subjek pada sekolah heterogen lebih tinggi daripada sekolah homogen.

Skor mean dan satandard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction Engangement adalah skor yang tertinggi baik pada sekolah homogen maupun sekolah heterogen.

Skor mean dan standard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction Attentiveness adalah skor yang terendah pada sekolah homogen maupun heterogen.

Skor Komponen

Homogen Heterogen

IE (Interaction Engangement) Mean 17,93 20,55

SD 2,130 2,061

RCD (Respect for Cultural Diffrence) Mean 15,7 18,11

SD 2,432 1,410

IC (Interaction Confidence) Mean 13,00 15,55

SD 2,008 2,088

IEnj (Interaction Enjoyment) Mean 11,30 13,08

SD 1,801 1,421

IA (Interaction Attentiveness) Mean 3,61 4,08

(62)

C. PEMBAHASAN

Dari hasil Penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity pada sekolah homogen dengan sekolah heterogen. Karena dari hasil uji T-test yang dilakukan diperoleh didapatkan nilai ρ < 0.05, yakni sebesar 0.000 sehingga didapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Chen dalam The Concept of Intercultural Sensitivity (1997) dimana "Intercultural Sensitivity" merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga menampilkan perilakuyang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada dalam skala Intercultural Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa sekolah yang berbasis homogen (Monocultural) dan sekolah heterogen (Monocultural) di kota Medan begitu juga sebaliknya.

(63)

begitu juga sebaliknya. Hal ini jg terlihat dari keberagaman budaya yang ada antara sekolah homogen dan sekolah heterogen dimana sekolah homogen memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda lebih kecil dari pada sekolah heterogen sehingga akan sangat mempengaruhi skor Interaction Engangement. Sedangkan pada komponen Interaction Attentivenes merupakan komponen yang memiliki nilai mean dan standard deviasi yang rendah dimana komponen ini adalah komponen yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk peka dan memberikan perhatian ketika komunikasi antar budaya. Artinya ketika interaksi antar budaya terbatas tentu kemampuan untuk peka dan memberikan perhatian terhadap keragaman budaya juga akan berkurang.

(64)

dengan konsep, nilai, dan keyakinan serta sikap (Lawrence J. Saha, 1997:348) sehingga kesempatan mereka untuk berinteraksi lebih besar.

Menurut Fay (1996) multikulturalisme adalah suatu ideologi yang akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara kebudayaan individu maupun secara kolektivitas. Dengan demikian mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya. Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga negara, sehingga benturan-benturan sosial dan politik dapat diminimalisasikan.

(65)
(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil dari penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian dan di bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan berguna bagi penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil utama penelitian hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen.

(67)

perhatian yang sulit diberikan dan dimunculkan ketika terjadi interaksi dengan budaya yang berbeda

3. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa Intercultural Sensitivitypada sekolah heterogen lebih tinggi daripada sekolah homogen.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dibagi ke dalam dua bagian, yaitu saran metodologis dan saran praktis (ditujukan kepada instansi penelitian) sebagai berikut:

1. Saran Metodologis

a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif komparatif sehingga, untuk peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian yang sama diharapkan dapat memperluas data sampel penelitian seperti budaya, suku, agama, ras, dan demografi yang lebih bervariatif.

b. Untuk peneliti yang tertarik melanjutkan penelitian yang sama, sebaiknya mencari faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada pembentukan Intercultural Sensitivity.

(68)

2. Saran Praktis

a. Kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan basis pendidikan yang lebih mengedepankan pendidikan multikultural seperti pendidikan dan pembelajaran mengenai keanekaragaman budaya dan pluralitas bangsa yang kita miliki.

b. Kepada para siswa agar belajar memahami, menghargai dan menerima, sehingga kita dapat mewujudkan masyarakat yang multikultural.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Andy Field, 2009. Discovering Statistics using SPSS Third Edition. London : Sage Publications

Azwar, S. 2004. Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar Badan Pusat Statistika Indonesia 2009. Akses Internet http://www.bps.go.id Banks, James A. 1993. An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn

and Bacon.

Cherry A McGee Banks (editor). 2001. Handbook of Research on MulticulturalEducation 2nd Edition. San Fransisco: Jossey Bass.

Bennett, M. J. (1986). Towards ethnorelativism: A developmental model of intercultural sensitivity. In R.M. Paige (Ed.), Cross-cultural orientation: New conceptualizations andapplications (pp. 27-69). New York: University Press of America.

Bennett, M.J. (1986). A developmental approach to training for intercultural sensitivity.International Journal of Intercultural Relations, 10, 179-196.

Bhawuk, D. P. S., & Brislin, R. (1992). The measurement of intercultural sensitivity using the concepts of individualism and collectivism. International Journal of Intercultural Relations, 16, 413-436.

Bronfenbrener, U., Harding, J, & Gallwey, M. (1958). The measurement of skill in socialperception. In McClelland, D.C. (Ed.). Talent and society. NY: Van Nostrand.

Chen, G.M (1997). Review of the Concept of Intercultural Sensitivity.Department of Communication StudiesUniversity of Rhode IslandKingston, RI 02881. ED 408 634

Chen, G.M. & Starosta, W. (1996) Intercultural Communication Competence: A synthesis.Communication Yearbook, 19, 353-383.

(70)

Chen, G.M. & Starosta, W. (2000) The development and validation of the Intercultural Sensitivity Scale.Human Communication, 3(1), 2-14. Chen, G.M. & Starosta, W. (2010) The Impact of Intercultural Sensitivity on

Ethnocentrism and Intercultural Communication Apprehension,

Intercultural Communication Studies XIX: 1 2010: University of Rhode Island.

Effendi Anwar. 2008. “Sekolah Sebagai tempat Persemaian Nilai

Multikultularisme” Jurnal Online diakses 16 oktober 2015

Elly M. Setiadi & Usman Kolip 2010. “Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta

dan gejala Permasalahn Sosial” Jakarta: Kencana 2011

Grendi Hendrastomo. 2012. (Jurnal) “Homogenisasi pendidikan : potret

Eksklusiftas Pendidikan Modern”

Gudykunst, W. B., & Hammer, M. R. (1983). Basic training design: Approaches to interculturaltraining. In D. Landis and R. W. Brislin (Eds.), Handbook of intercultural training, Vol. 1 (pp.118-154). New York: Pergamon. Hadi, S. (2000).Metodologi Research.(Jilid I – IV). Yogyakarta: Andi Offset. Hart, R. P., & Burks, D. M. (1972). Rhetorical sensitivity and social interaction.

SpeechMonographs, 39, 75 - 91.

Lawrence, E. Harrison and Samuel P. Huntington. 2000. Culture Matters, How Values Shape Human Progress. New York: Basic Books.

Mulkhan, Abdul Munir. (2004). Multikulturalisme-Opini: Pendidikan Monokultural Versus Multikultural dalam Politik. 1-2. Akses internet Harian umum kompas 28 September 2004

Ridwan, Nur Khalik, 2002, Pluralisme Borjuis, Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, Yogyakarta : Galang Press

(71)

Sinurat Widia, Yuni Bella (Jurnal)“Studi Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda

Spitzberg, B. H., & Cupach, W. R. (1984). Interpersonal communication competence. CA: SagePublications.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dan Transforma si Pendidikan Nasional. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.

Uwes A.Chaeruman & Ruslan Pasari 2011. (Jurnal)Penerapan Pendidikaan Multikultur Di Sekolah

Vilà Baños, Ruth (2005). Intercultural Sensitivity of Teenagers: A Study ofEducational Necessities in Catalonia . Tesis leída en la Universidad de BarcelonaIntercultural Communication Studies XV: 2 2006

(72)

1.Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Skala Intercultural Sensitivity

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.796 .797 17

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Aitem 1 3.90 .810 100

aitem 3 3.53 .717 100

aitem 5 3.33 .853 100

Aitem 6 3.56 .845 100

Aitem 7 4.02 .841 100

Aitem 8 4.42 .741 100

Aitem 9 4.17 .766 100

Aitem 10 3.35 .687 100

Aitem 11 3.20 .804 100

Aitem 12 3.86 .841 100

(73)

Aitem 15 3.87 .872 100

Aitem 16 4.13 .761 100

Aitem 17 3.94 .874 100

Aitem 18 4.31 .720 100

Aitem 22 4.13 .787 100

Aitem 24 4.12 .795 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Aitem 1 61.63 38.256 .506 .434 .777

aitem 3 62.00 40.747 .308 .395 .791

aitem 5 62.20 39.556 .345 .317 .789

Aitem 6 61.97 38.272 .479 .435 .779

Aitem 7 61.51 39.404 .367 .469 .787

Aitem 8 61.11 38.988 .481 .536 .780

Aitem 9 61.36 40.617 .305 .393 .792

Aitem 10 62.18 40.533 .341 .445 .789

Aitem 11 62.33 40.365 .301 .353 .792

Aitem 12 61.67 38.446 .464 .430 .780

Aitem 13 61.84 39.388 .315 .409 .792

Aitem 15 61.66 39.196 .369 .322 .787

Aitem 16 61.40 39.495 .409 .465 .784

Aitem 17 61.59 39.537 .335 .338 .789

Aitem 18 61.22 39.668 .419 .277 .784

Summary Item Statistics

Mean Minimum Maximum Range

Maximum /

Minimum Variance N of Items

(74)

Aitem 22 61.40 40.364 .301 .202 .791

Aitem 24 61.41 38.042 .542 .477 .775

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

(75)

2. Skor Total Aitem Skala Intercultural Sensitivity

Skor Homogen Skor Heterogen

(76)
(77)
(78)
(79)
(80)

62 69

64 77

53 82

3. Uji Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Skor Homogen 200 59.99 6.380 37 79

Skor Hetero 200 71.38 4.673 64 84

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skor Homogen Skor Hetero

N 200 200

Normal Parametersa,,b Mean 59.99 71.38

Std. Deviation 6.380 4.673

Most Extreme Differences Absolute .126 .117

Positive .078 .117

Negative -.126 -.061

Kolmogorov-Smirnov Z 1.777 1.660

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 .008

a. Test distribution is Normal.

(81)

4. Uji Homogenitas

Descriptives

Jenis Sekolah Statistic Std. Error Intercultural Sensitivity Sekolah Homogen Mean 59.99 .451

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 59.10

Upper Bound 60.88

5% Trimmed Mean 60.12

Median 61.00

Variance 40.703

Std. Deviation 6.380

Minimum 37

Maximum 79

Range 42

Interquartile Ra

Gambar

Gambar 1. Paradigma Berfikir
Tabel 1 Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity
Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity setelah uji coba
Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selisih tersebut masih dapat diterima karena dari hasil penghitungan prosentase selisih penyesuaian fiskal, prosentase selisih penyesuaian fiskal yang dilakukan PT Madu

Nama awal dan kedua penulis pertama dan nama awal dan kedua penulis kedua. Kota {meliputi negara, provinsi, atau kota}: Penerbit.. Dalam teks: Penulis Pertama dan Kedua

Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Rancangan RPJP Daerah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah Kepulauan Riau Tahun 2005-2025, yang merupakan

Metode MODI merupakan metode yang digunakan untuk menentukan solusi optimal pada model transportasi.. Analisa dan

Metode yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dengan mengacu pada kerangka pemecahan masalah adalah sebagai berikut: (1) Berkomunikasi dengan Kepala Desa

Dalam membelajarkan matematika diperlukan suatu metode pelajaran yang dapat mengubah persepsi matematika yang sulit menjadi matematika yang menyenangkan. Metode mathmaster

hal, yaitu: 1) Sampah dapat didaur ulang menjadi barang kerajinan tangan yang lebih bermanfaat. 2) Sebanyak tiga barang kerajinan tangan dapat dibuat dari sampah anorganik

Sebagai gambaran, kita bisa melihat bagaimana wajah sang idola, penampilan dia di video tersebut, cerita dalam video musik tersebut (pelibatan musisi dalam pertunjukan