• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERBASIS PISA LEVEL 3.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERBASIS PISA LEVEL 3."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BERBASIS PISA LEVEL 3

SKRIPSI

Oleh:

ANIYATUZ ZAKIYAH NIM D0421004

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERBASIS PISA LEVEL 3

Oleh: Aniyatuz Zakiyah

ABSTRAK

Matematika merupakan ilmu penting sebagai dasar dalam berbagai bidang terutama IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Pentingnya ilmu pengetahuan dan pengalaman seseorang membuat negara-negara di dunia sangat menbutuhkan evaluasi dalam bidang pendidikan. Evaluasi ini digunakan untuk merumuskan kebijakan yang mendukung terciptanya sumber daya manusia yang mampu bersaing terhadap era globalisasi. Penilitian ini fokus pada PISA yang merupakan salah satu penilaian tingkat internasional yang diselenggarakan tiga-tahunan. Pada kajian PISA tahun 2012, Indonesia telah mengalami peningkatan dengan menduduki peringkat 15 terbawah. Hasil ini menunjukan pencapaian yang masih rendah, artinya hanya mampu mencapai level 3. Sehingga sekolah-sekolah di Indonesia yang menerapkan PISA biasanya menggunakan PISA level 3 itupun hanya berapa persen yang mampu menyelesaikan soal PISA tersebut. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3 dan mengetahui alternatif untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan 6 subjek yang terdiri dari 2 siswa yang berkemampuan tinggi, 2 siswa yang berkemampuan sedang dan 2 siswa yang berkemampuan rendah pada kelas IX-I di SMPN 26 Surabaya. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan soal tes, wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukan bahwa adanya kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3. 1) Kesulitan pada tahap transformasi yaitu siswa tidak mampu menentukan rumus atau operasi yang digunakan dengan benar, 2) kesulitan tahap keterampilan proses yaitu siswa tidak mampu menggunakan rumus atau operasi dengan benar, dan 3) Kesulitan pada tahap encoding yaitu siswa tidak mampu menuangkan jawaban atau solusi dengan benar. Penelitian ini menunjukan bahwa siswa masih mengalami kesulitan pada tahap tertentu. Setelah mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, ini sangat membantu guru dalam menentukan alternatif untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Persetujuan Pembimbing Skripsi ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Pernyataan Keaslian Tulisan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Motto ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Matematika ... 7

B. Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika ... 9

C. Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika ... 11

D. Alternatif dalam Mengatasi Kesulitan Siswa ... 13

E. PISA ... 14

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

C. Subjek Penelitian ... 23

D. Teknik Pengumpulan Data ... 23

E. Instrumen Penenlitian ... 24

F. Keabsahan Data ... 25

(8)

H. Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 30

1. Deskripsi Data untuk Subjek Pertama (S1) ... 30

2. Deskripsi Data untuk Subjek Kedua (S2) ... 35

3. Deskripsi Data untuk Subjek Ketiga (S3) ... 39

4. Deskripsi Data untuk Subjek Keempat (S4) ... 43

5. Deskripsi Data untuk Subjek Kelima (S5) ... 47

B. Deskripsi Data untuk Subjek Keenam (S6) ... 52

1. Analisis Data ... 56

2. Analisis Data Subjek S1 ... 56

3. Analisis Data Subjek S2 ... 57

4. Analisis Data Subjek S3 ... 59

5. Analisis Data Subjek S4 ... 61

6. Analisis Data Subjek S5 ... 63

C. Analisis Data Subjek S6 ... 64

D. Alternatif Untuk Mengatasi Kesulitan Siswa yang Dialami Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbasis PISA Level 3 ... 66

BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 68

1. Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbasis PISA Level 3 ... 68

2. Altenatif Untuk Mengatasi Kesulitan Siswa yang Dialami Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbasis PISA Level 3 ... 69

B. Diskusi Hasil Penelitian ... 69

BAB VI PENUTUP A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan

Soal Matematika ... 10

Tabel 2.2 Proporsi Skor Sub-sub Komponen Konteks yang Diuji dalam Studi PISA ... 17

Tabel 2.3 Proporsi Skor Sub-sub Kelompok Kompetensi yang Diuji dalam Studi PISA ... 19

Tabel 2.4 Pelevelan PISA 2013 ... 20

Tabel 4.1 Hasil Analisis Data S1 Butir Soal 1 ... 56

Tabel 4.2 Hasil Analisis Data S1 Butir Soal 2 ... 57

Tabel 4.3 Hasil Analisis Data S2 Butir Soal 1 ... 58

Tabel 4.4 Hasil Analisis Data S2 Butir Soal 2 ... 59

Tabel 4.5 Hasil Analisis Data S3 Butir Soal 1 ... 60

Tabel 4.6 Hasil Analisis Data S3 Butir Soal 2 ... 60

Tabel 4.7 Hasil Analisis Data S4 Butir Soal 1 ... 61

Tabel 4.8 Hasil Analisis Data S4 Butir Soal 2 ... 62

Tabel 4.9 Hasil Analisis Data S5 Butir Soal 1 ... 63

Tabel 4.10 Hasil Analisis Data S5 Butir Soal 2 ... 64

Tabel 4.11 Hasil Analisis Data S6 Butir Soal 1 ... 64

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hasil Tes S1 Butir Soal 1 ... 30

Gambar 4.2 Hasil Tes S1 Butir Soal 2 ... 33

Gambar 4.3 Hasil Tes S2 Butir Soal 1 ... 35

Gambar 4.4 Hasil Tes S2 Butir Soal 2 ... 37

Gambar 4.5 Hasil Tes S3 Butir Soal 1 ... 39

Gambar 4.6 Hasil Tes S3 Butir Soal 2 ... 41

Gambar 4.7 Hasil Tes S4 Butir Soal 1 ... 43

Gambar 4.8 Hasil Tes S4 Butir Soal 2 ... 45

Gambar 4.9 Hasil Tes S5 Butir Soal 1 ... 48

Gambar 4.10 Hasil Tes S5 Butir Soal 2 ... 50

Gambar 4.11 Hasil Tes S6 Butir Soal 1 ... 52

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1. Kisi-Kisi Soal Tes PISA Level 3 ... 75

2. Soal Tes PISA Level 3 ... 78

3. Kunci Jawaban Soal Tes PISA Level 3 ... 80

4. Pedoman Wawancara ... 85

5. Nilai UH Kelas IX-I ... 86

6. Lembar Validasi Soal Tes PISA Level 3 ... 90

7. Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 96

Lampiran B (Hasil Pekerjaan Tes Subjek) 1. Hasil Pekerjaan S1 ... 102

2. Hasil Pekerjaan S2 ... 105

3. Hasil Pekerjaan S3 ... 108

4. Hasil Pekerjaan S4 ... 111

5. Hasil Pekerjaan S5 ... 114

6. Hasil Pekerjaan S6 ... 117

Lampiran C ( Hasil Wawancara Terhadap Subjek) 1. Hasil Wawancara Terhadap S1 ... 120

2. Hasil Wawancara Terhadap S2 ... 123

3. Hasil Wawancara Terhadap S3 ... 126

4. Hasil Wawancara Terhadap S4 ... 128

5. Hasil Wawancara Terhadap S5 ... 131

6. Hasil Wawancara Terhadap S6 ... 133

Lampiran D (Surat-Surat Penelitian Lain-lain) 1. Surat Tugas Pembimbing I & II ... 135

2. Surat Izin Penelitian ... 136

3. Surat Keterangan Penelitian ... 137

4. Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing I & II ... 138

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu penting sebagai dasar dalam berbagai bidang terutama IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sehingga matematika harus dipelajari serta dipahami untuk kebutuhan hidup kita. Peningkatan kualitas pendidikan matematika selalu ditempatkan sebagai subjek penting didalam sistem pendidikan disetiap negara. Matematika sebagai salah satu ilmu yang tidak kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan bangsa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika merupakan ilmu yang melayani ilmu-ilmu yang lain diantaranya ilmu sosial ekonomi dan alam.1

Secara formal matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari oleh siswa semenjak Sekolah Dasar hingga ke jenjang Universitas dengan harapan akan melahirkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang berkualitas. Cornelius dalam Abdurahman menyebutkan lima alasan perlunya belajar matematika adalah karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.2

Pentingnya belajar matematika dapat mempengaruhi kemampuan matematika siswa. Siswa yang mempunyai penguasaan matematika yang kuat diharapkan akan lebih mampu mengenal serta mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh. Selain itu, siswa diharapkan lebih terlatih untuk berpikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari. Dalam proses pembelajaran matematika di

1 Yuni Handayani, Zulkardi, dan Budi Mulyono, Analisis Kesalahan Siswa Dalam

Menyelesaikan Soal PISA di SMP Negeri 2 Lahat”, (Jurusan Pendidikan MIPA, Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP Unsri, 2014), 683.

2 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak berkesulitan belajar. (Jakarta: Rineka

(13)

kelas, guru kerap kali menguji kemampuan siswa dengan masalah matematika atau soal-soal rutin yang mudah diselesaikan dengan posedur biasa. Oleh karena itu, kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika kurang terasah dengan baik.

Kurangnya penguasaan matematika siswa dapat menyebabkan para siswa mengalami kesulitan pada saat menyelesaikan soal-soal yang memerlukan berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Newman menyebutkan bahwa kesulitan dalam menyelesaikan soal dapat terjadi pada tahap membaca, pemahaman, transformasi, keterampilan proses dan solusi.3 Dengan kata lain, pengetahuan yang dimiliki seseorang dan pengalaman yang pernah dimiliki sering mempengaruhi kinerja dalam menyelesaikan suatu soal.

Pentingnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang membuat negara-negara yang ada di dunia sangat membutuhkan evaluasi dalam dunia pendidikan. Evaluasi ini digunakan untuk merumuskan kebijakan yang mendukung terciptanya sumber daya manusia yang mampu bersaing terhadap era globalisasi.4 Saat ini terdapat dua organisasi utama berskala internasional yang menilai kemampuan matematika dan sains siswa, yaitu TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment). TIMSS dilaksanakan secara regular sekali dalam empat tahun sejak 1994/1995 untuk mengetahui pencapaian siswa kelas 4 dan 8 SD dalam matematika dan sains. Fokus dari TIMSS adalah materi yang ada pada kurikulum, misalnya untuk matematika tentang bilangan, pengukuran, geometri, data, dan aljabar. TIMSS disponsori the International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA).5

PISA dilaksanakan secara regular sekali dalam tiga tahun sejak tahun 2000 untuk mengetahui literasi siswa usia 15 tahun dalam matematika, sains, dan membaca. Fokus dari PISA adalah literasi

3 Luly Tri Handayani, Kesulitan Siswa SMP berkemampuan rendah dalam menyelesaikan

soal PISA matematika ditinjau dari gaya kognitif visualizer-verbalizer”,( Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Surabaya, 2016), 5

4Harianto Setiawan, Dafik dan Nurcholif Diah Sri Lestari, “Soal Matematika Dalam PISA

Kaitannya dengan Literasi Matematika dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi”, Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, (November, 2014), 244.

5Rahmah Johar, “Domain Soal PISA untuk Literasi Matematika”, Jurnal Peluang, 1:1,

(14)

yang menekankan pada keterampilan dan kompetensi siswa yang diperoleh dari sekolah dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai situasi pelaksanaannya PISA disponsori oleh negara OECD (the Organization for Economic Cooperation and Development).6 Selain itu, tujuan PISA adalah mengevaluasi dan mengumpulkan informasi siswa tentang reading, mathematics, dan scientific literacy serta menilai perkembangan skill dan sikap siswa yang berintegrasi dalam mempengaruhi kebijakan suatu negara.7 Penilitian ini hanya fokus pada PISA yang merupakan salah satu penilaian tingkat internasional yang diselenggarakan tiga-tahunan, melibatkan siswa berumur 15 tahun atau setara dengan siswa SMP.

Di samping itu, PISA terdiri dari tiga komponen yaitu content, context, dan competency clusters. Kompetensi matematika dalam PISA dibagi menjadi enam level dan digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan tingkat kesulitan dalam proses penyelesaian. Pertama, easy yang terdiri dari soal level 1 dan level 2; kedua, moderat difficult terdiri dari soal level 3 dan level 4; dan ketiga, most difficult terdiri dari soal level 5 dan level 6. Setiap level menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa Semakin tinggi level soal maka penalaran yang dibutuhkan lebih banyak.8

Tingkatan kompetensi matematika yang dicapai siswa Indonesia dalam PISA 2012 berada pada peringkat 64 dari 65 peringkat dengan nilai rata-rata di bawah nilai rata-rata OECD.9 Salah satu faktor penyebab kelemahan siswa indonesia terhadap soal PISA antara lain siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada PISA, hal itu dapat dicermati dari contoh-contoh instrumen penilaian hasil belajar yang didesain pada umumnya menyajikan instrumen penilaian hasil belajar yang substansinya kurang dikaitkan dengan konteks kehidupan yang dihadapi siswa dan kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir dan berargumentasi.10

6 Ibid, 30 7 Ibid, 13

8 Rini Sulastri, Rahman Johar dan Said Munzir, “Kemampuan Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah Menyelesaikan Soal PISA Difficult Level”, jurnal Didaktik Matematika, 1:2 , (September, 2014), 14.

9 Rahmah Johar, Op. Cit., hal 14.

(15)

Keadaan itu tidak sejalan dengan karakteristik dari soal-soal PISA yang substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya.

Seperti dalam penelitian yang dilakukan Stacey menunjukkan bahwa hampir 70% siswa Indonesia hanya mampu menyelesaikan soal PISA tahun 2009 sampai dengan level 2 untuk semua topik. Ini membuktikan bahwa siswa Indonesia pada saat itu masih belum mampu bersaing di ajang International. Dan di tahun berikutnya, pada kajian PISA tahun 2012, Indonesia telah mengalami peningkatan dengan menduduki peringkat 15 terbawah.11 Hasil ini menunjukan pencapaian yang masih rendah, artinya hanya mampu mencapai level 3. Sehingga sekolah – sekolah di Indonesia yang menerapkan PISA biasanya menggunakan PISA level 3 itupun hanya berapa persen yang mampu menyelesaikan soal PISA tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian yang diformulasikan dengan judul “Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbasis

PISA Level 3”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3?

2. Apa alternatif yang digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan pertanyaan penelitian yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3.

2. Mengetahui alternatif untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

11OECD, PISA 2012 Results in Focus. What 15-Year-Olds Know and What They Can Do

(16)

a. Bagi siswa

Sebagai masukan bagi siswa, mengenai kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3, sehingga mereka akan lebih termotivasi untuk belajar lebih giat lagi. b. Bagi guru

1. Sebagai masukan kepada para guru untuk bisa meminimalisir siswa yang kurang mampu dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3.

2. Guru memperoleh informasi tentang jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal berbasis PISA pada level 3. 3. Mendorong guru untuk mencari tindakan alternatif dalam

mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasisi PISA level 3.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini akan menjadi salah satu pengalaman peneliti yang berharga dalam menemukan jenis-jenis kesulitan siswa dan penyelesaiannya terhadap soal PISA level 3.

E. Batasan Penelitian

Mengingat luasnya permasalahan yang akan dibahas, untuk lebih mudah dan lebih terarah, maka peneliti membatasi permasalahan pada kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3 pada konten change and relationship kelas IX di SMPN 26 Surabaya.

F. Definisi Operasional

1. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruahan.

2. Kesulitan siswa adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan seseorang yang mengakibatkan kegagalan pada tahapan membaca, memahami, mentransformasi, keterampilan proses, menuliskan solusi atau jawaban.

(17)

dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.

4. PISA (The Programme for Internasional Student Assesment) adalah studi tentang program penilaian siswa tingkat internasional yang diselenggarakan setiap 3 tahun sekali yang bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa berusia 15 tahun mampu menganalisis, mengemukakan alasan, dan mengkomunikasikan ide-ide efektif dalam menggambarkan, merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan soal matematika di berbagai situasi.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematika, diadopsi dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “mempelajari”. Kata mathematike berasal dari kata mathema yang berarti “pengetahuan

atau ilmu”. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang berarti

“belajar atau berpikir”. Jika dicermati dari asal katanya, matematika

mempunyai arti sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir atau bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.1

Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

diartikan sebagai “ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian

masalah mengenai bilangan”.2 Definisi tersebut menggambarkan bahwa matematika berhubungan erat dengan belajar, terutama yang berkaitan dengan bilangan serta operasi-operasi yang membantu penyelesaian bilangan-bilangan tersebut. Akan tetapi, matematika tidak hanya terbatas pada bilangan saja, karena matematika akan melatih siswa untuk membentuk pola pikir yang sistematis dan rasional, mampu menyelesaikan masalah serta membiasakan siswa bersikap teliti dan tekun.

Hudojo sebagaimana menyatakan, matematika merupakan disiplin ilmu yang banyak mengandung ide-ide dan konsep-konsep abstrak berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan dan menggunakan pola pikir deduktif secara konsisten. Obyek penelaahan matematika meliputi fakta, konsep, operasi dan prinsip.3 Fakta adalah ketentuan-ketentuan dalam matematika yang telah disepakati, meliputi istilah (nama), notasi (lambang/simbol), dan

1 Futukha, “Analisis Kesulitan Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) di Kelas Inklusi (Studi Kasus pada Pembelajaran KPK di Kelas V SD Kreatif The Naff Sidoarjo)”,( Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Program Studi Matematika, 2014), 31.

2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 723. 3Herman Hudojo. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Malang:

(19)

lain-lain. Adapun konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non-contoh. Operasi dalam matematika adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui atau dapat dikatakan berkaitan dengan perhitungan matematis dalam memberikan penyelesaian atas suatu permasalahan. Sedangkan prinsip dapat berupa gabungan konsep dan beberapa fakta yang dikaitkan oleh suatu relasi atau operasi. Objek matematika yang abstrak tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks.

Sebagaimana yang dikutip, Abdurrahman mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dengan menggunakan informasi, pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, kemampuan menghitung serta kemampuan mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan.4 Adapun Sumardyono mendeskripsikan definisi matematika secara umum sebagai berikut:5

a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir, meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif dan dalil/teorema. b.Matematika sebagai alat (tool) dalam mencari solusi atas

berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Matematika sebagai pola pikir deduktif, yakni suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

d.Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking), karena memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

e. Matematika sebagai bahasa artifisial (bahasa simbol) yang baru memiliki arti jika dikenakan pada suatu konteks.

f. Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide berikut pola-pola yang kreatif dan menakjubkan menjadikan matematika sering pula disebut sebagai seni, yakni seni berpikir yang kreatif.

4 Mulyono Abdurrahman, Op.cit., hal 252. 5

(20)

Ringkasnya, dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya matematika adalah ilmu pengetahuan dengan struktur terorganisir yang mengandung bahasa artifisial dan memiliki pola pikir deduktif untuk melatih kemampuan bernalar siswa dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa meliputi perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning).

B. Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan kesulitan

berasal dari “sulit” yang berarti sukar sekali atau susah. Sedangkan

kesulitan adalah keadaan yang sulit atau sesuatu yang sulit atau dengan kata lain kesulitan adalah suatu kondisi atau keadaan yang hampir diluar kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memerlukan upaya besar untuk mengatasi.6

Newman mendefinisikan kesulitan adalah kondisi yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan seseorang yang mengakibatkan kegagalan dalam menyelesaikan masalah. Sehingga ketidakmampuan adalah penanda seseorang mengalami kesulitan.7 Sementara kesulitan menurut Wijaya, dkk adalah kondisi yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan seseorang yang mengakibatkan kegagalan pada tahapan memahami, mentransformasi, ketrampilan proses, menuliskan solusi atau jawaban.8

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dinyatakan kesulitan bisa diidentifikasi dari ketidakmampuan yang dilakukan seseorang. Kesulitan dalam penelitian ini adalah kondisi yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan seseorang yang mengakibatkan kegagalan pada tahapan membaca, memahami, mentransformasi, keterampilan proses, dan menuliskan solusi atau jawaban.

Untuk menganalisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal, Newman membuat sebuah model yang dikenal dengan Newman’s error analysis yang terdiri dari; membaca (reading/decoding),

6 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2012), 1385. 7 Luly Tri Handayani, Op Cit., hal 30.

(21)

memahami (comprehending), mengubah ke dalam bentuk-bentuk matematika (transformation), keterampilan proses (process skill), dan menuliskan solusi atau jawaban (encoding).9 Berikut ini adalah penjelasan tentang tahapan-tahapan kesulitan beserta indikatornya:

Tabel 2.1

Indikator Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika

No. Tahapan Kesulitan Indikator Kesulitan 1. Membaca

(Reading) 

Tidak bisa membaca simbol atau lambang yang terdapat dalam soal. 2. Pemahaman

(Comprehension) 

Tidak mengerti arti kata atau makna yang terdapat dalam soal. Tidak dapat menjelaskan apa yang

diketahui dan ditanyakan dari soal.

3. Transformasi

(Transformation) 

Tidak dapat menerjemahkan masalah ke dalam kalimat matematika.

 Tidak dapat menentukan rumus atau operasi yang diperlukan untuk mengerjakan soal.

4. Keterampilan Proses (Process Skill)

Tidak dapat menggunakan rumus atau operasi dengan tepat.

Tidak dapat menjelaskan tiap langkah.

5. Menuliskan solusi atau jawaban (Encoding)

Tidak dapat menuangkan kembali solusi atau jawaban ke dalam bentuk tulisan.

Siswa dapat dikatakan mengalami kesulitan membaca apabila siswa tidak dapat membaca kata-kata kunci maupun simbol yang terdapat dalam soal. Apabila siswa mengetahui kata-kata kunci dalam soal tetapi tidak memahami apa makna dari kata-kata kunci maupun simbol pada soal yang berakibat siswa tidak mengetahui apa yang ditanyakan dalam soal, maka siswa tersebut dikatakan

(22)

mengalami kesulitan pada tahapan pemahaman (comprehending). Siswa yang mengalami kesulitan dalam merubah soal ke model matematika atau tidak mampu menentukan rumus/operasi hitung yang digunakan dalam menyelesaikan soal tersebut, maka siswa ini memiliki kesulitan pada tahapan transformasi (transformation). Apabila siswa mampu mengidentifikasi rumus-rumus atau operasi-operasi yang digunakan untuk menyelesaikan soal, akan tetapi siswa tidak dapat menggunakan dengan tepat rumus tersebut untuk memecahkan masalah pada soal, maka siswa ini mengalami kesulitan pada tahapan keterampilan proses (process skill). Selanjutnya, apabila siswa salah dalam menentukan jawaban atau jawaban yang diperoleh kurang lengkap maka dikatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan pada tahapan menuliskan solusi atau jawaban (encoding).

C. Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Setelah mengetahui adanya beberapa kesulitan pada siswa, yang mana kesulitan-kesulitan tersebut memberi dampak buruk pada siswa dalam menyelesaikan soal matematika, hal ini bisa dilihat dari siswa seringkali memunculkan kesalahan-kesalahan pada saat menyelesaikan soal matematika. Jika suatu kesalahan telah dilakukan dan tidak segera diatasi maka kesalahan yang dilakukan akan terus berlanjut, sehingga kesalahan tersebut akan terus dibawa kejenjang pendidikan yang selanjutnya.

Sukirman mengatakan bahwa “kesalahan merupakan penyimpangan terhadap hal-hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu”. Kesalahan yang sistematis dan konsisten terjadi disebabkan oleh tingkat penguasaan materi yang kurang pada siswa. Sedangkan kesalahan yang bersifat insidental adalah kesalahan yang bukan merupakan akibat dari rendahnya tingkat penguasaan materi pelajaran, melainkan oleh sebab lain misalnya: kurang cermat dalam membaca untuk memahami maksud soal, kurang cermat dalam menghitung atau bekerja secara tergesa-gesa karena merasa diburu waktu yang tinggal sedikit.10

10 Hidayatun Ni’mah, “Analisis Kesalahan Siswa Kelas V Dalam Menyelesaikan Soal

Cerita yang Melibatkan Pecahan dI SD Negeri Kedondong I”, (Surabaya : Institut Agama

(23)

Kamarullah menyatakan bahwa kesalahan merupakan penyimpangan dari yang benar atau penyimpangan dari yang telah disepakati sebelumnya.11 Kesalahan dapat diartikan sebagai kekeliruan atau penyimpangan terhadap suatu yang benar, prosedur yang ditetapkan sebelumnya atau penyimpangan dari suatu yang diharapkan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksudkan kesalahan adalah kekeliruan atau penyimpangan-penyimpangan jawaban dari jawaban yang benar dalam menyelesaikan soal matematika. Kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kesulitan siswa. Dengan kata lain, kesalahan dan kesulitan mempunyai hubungan yang sangat erat. Adanya kesalahan pasti ada kesulitan terlebih dahulu. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Arti Sriati menyatakan bahwa beberapa tipe kesalahan yang mungkin dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika adalah:12

1. Aspek bahasa/terjemahan

Yaitu kesalahan dalam mengubah informasi ke dalam ungkapan matematik atau kesalahan dalam memberi makna suatu ungkapan matematik. Dari aspek bahasa, biasanya siswa mengalami kesulitan dalam:

a) Mengidentifikasi fakta atau informasi yang diberikan.

b) Menafsirkan simbol-simbol atau kata-kata yang terdapat di dalam soal.

c) Menemukan apa yang ditanyakan/diminta untuk dicari atau dibuktikan.

d) Mengubah informasi/bahasa yang berupa soal cerita ke dalam ungkapan atau model matematika.

2. Aspek tanggapan/konsep

Yaitu kesalahan siswa dalam memberikan tanggapan berupa konsep, rumus ataupun dalil matematika. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh siswa yang kurang menguasai kompetensi yang diajarkan ataupun adanya kesalahpahaman siswa dalam memahami kompetensi yang bersangkutan sehingga siswa

11Kamarullah, “Analisis Kesalahan Mahasiswa D-2 PGMI IAIN An-Raniry Banda Aceh

Tentang Geometri di Madrasah Ibtidaiyah Beserta Alternatif Pembelajarannya”, (Tesis Magister Pendidikan tidak dipublikasikan, Universitas Negeri Surabaya, 2005), 25.

(24)

memberikan respon yang salah dalam menyelesaikan soal yang diberikan.

3. Aspek strategi/penyelesaian masalah

Yaitu kesalahan dalam memilih langkah penyelesaian yang tepat. Kesalahan dalama aspek ini meliputi:

a) Kesalahan dalam menyelesaikan model matematika sebagai tindak lanjut dari penerjemahan konsep ataupun rumus yang dipilih dalam menyelesaikan masalah.

b) Kesalahan ataupun kekurangtelitian siswa dalam melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan strategi penyelesaian untuk mendapatkan solusi masalah.

c) Kesalahan siswa dalam menafsirkan solusi atau menarik kesimpulan, memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban dari hasil penghitungan yang dilakukan dan mengaitkannya dengan permasalahan yang ditanyakan dalam soal serta apakah jawaban tersebut memberikan pemecahan terhadap masalah semula.

D. Alternatif Dalam Mengatasi Kesulitan Siswa

Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal. Akan tetapi, sebelumnya pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut:13 1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian

masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal.

2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan. Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.

13 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru (Bandung : PT. Remaja

(25)

b. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orangtua.

c. Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru dengan bantuan orangtua.

3. Menyusun program perbaikan, khusunya program remedial teaching (pengajaran perbaikan)

Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan (remedial teaching), sebelumnya guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut:

a. Tujuan pengajaran perbaikan. b. Materi pengajaran perbaikan. c. Metode pengajaran perbaikan. d. Alokasi waktu pengajaran perbaikan.

e. Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran perbaikan.

E. PISA (Programme for Internasional Students Assessment)

PISA (Programme for Internasional Students Assessment) adalah studi internasional tentang literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris, Prancis. PISA merupakan studi yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara.14

Menurut OECD, konten PISA matematika adalah berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menganilisis, mengemukakan alasan, mengkomunikasikan ide-ide efektif dalam menggambarkan, merumuskan, memecahkan dan menafsirkan soal matematika di berbagai situasi.15 Penilaian PISA matematika berfokus pada masalah di dunia nyata, bergerak di luar macam situasi dan masalah yang biasanya dihadapi di dalam kelas sekolah.

14Robiatul Adawiyah, “Pengembangan Soal Matematika Mengacu Pada Standar PISA”,

(Universitas Sunan Ampel Surabaya, Program Studi Pendidikan Matematika, 2014), 9.

15Anisah dkk, “Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten Quantity untuk

(26)

Dalam dunia nyata, seorang secara rutin dimana penggunaan penalaran kuantitatif, ruang, atau kompetensi matematika kognitif kan membantu untuk menjelaskan, merumuskan, atau memecahkan masalah. Situasi seperti ini termasuk berbelanja, bepergian, memasak, berurusan dengan keuangan pribadi, menilai isu-isu politik, dan lain sebagainya sehingga siswa dapat menggunakan kemampuan matematika yang didasarkan pada kemampuan belajar yang dilakukan melalui jenis masalah yang biasanya muncul dalam buku pelajaran sekolah dan di kelas. Namun mereka juga dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menerapkan ketrampilan-ketrampilan dalam konteks yang kurang berstruktur, tidak begitu jelas arahnya, dan dimana siswa harus membuat keputusan tentang pengetahuan yang mungkin relevan dan akan berguna untuk diterapkan.

Hayat dan Yusuf mengatakan bahwa siswa harus selalu mengaitkan pengetahuan matematikanya dengan situasi atau permasalahan praktis yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini memerlukan latihan. Jika tidak dilatihkan, potensi matematika untuk membantu kehidupan keseharian siswa tidak akan terungkap secara optimal. Dalam hal ini, PISA dirancang untuk mengetahui apakah siswa dapat menggunakan potensi matematikanya itu dalam kehidupan nyata di masyarakat melalui suatu konsep belajar matematika yang kontekstual.16

1. Kerangka PISA

OECD menjelaskan bahwa PISA meliputi tiga komponen mayor dari domain matematika yaitu konten, konteks, dan kompetensi.17

a. Konten (Content)

Sesuai dengan tujuan PISA untuk menilai kemampuan masalah real (Students capacity to self real problems), maka masalah pada PISA meliputi konten (content) matematika yang berkaitan dengan fenomena. Dalam PISA fenomena ini dikenal dengan over-aching ideas. Karena domain matematika sangat banyak dan variasi, tidak mungkin untuk

16 Ibid, hal 26.

17Diyah Fatmawati. “Pengembangan Soal Matematika PISA Like Pada Konten Change

(27)

mengidentifikasi secara lengkap. Oleh karena itu PISA hanya membatasi pada 4 over-arching ideas yang utama, yaitu Ruang dan bentuk (space and shape), Perubahan dan hubungan (change and relationship), Bilangan (quantity), dan Ketidakpastian dan data (uncertainty and data). OECD menguraikan masing-masing konten matematika seperti berikut.18

1) Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.

2) Perubahan dan hubungan (change and relationship) berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan tabel. Oleh karena itu setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan sitasi dan tugas yang harus dikerjakan.

3) Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk kedalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, mempresentasikan suatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitung di luar kepala, dan melakukan penaksiran.

4) Ketidakpastian dan data (uncertainty and data). Ketidakpastian merupakan suatu fenomena yang terletak pada jantungnya analisis matematika (at the heart of

(28)

mathematical analysis) dari berbagai situasi. Teori statistik dan peluang digunakan untuk penyelesaian fenomena ini.

Tabel 2.2

Proporsi Skor Sub-sub Komponen Konteks yang Diuji dalam Studi PISA19

Komponen Materi yang diuji Skor (%)

Konten

Ruang dan bentuk 25 Perubahan dan

hubungan

25

Bilangan 25

Ketidakpastian dan data

25

b. Konteks (Conteks)

Masalah dalam penyelesainnya bisa muncul dari situasi atau konteks yang berbeda berdasarkan pengalaman individu (OECD).20 Oleh karena itu, soal-soal yang diberikan PISA disajikan sebagian besar dalam situasi dunia nyata sehingga dapat dirasakan manfaat matematika itu untuk memecahkan permasalahan kehidupan keseharian. Situasi merupakan bagian dari dunia nyata siswa dimana masalah (tugas) ditempatkan. Sedangkan konteks dari item soal merupakan setting khusus dari situasi. Pemilihan strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah sering bergantung pada konteks yang digunakan. OECD menyakan bahwa soal untuk PISA 2012 melibatkan empat konteks, yaitu berkaitan dengan situasi/ konteks pribadi (personal), konteks pekerjaan (occupational), konteks umum atau sosial (societal), dan konteks ilmiah (scientific).21

19Sri wardani, “Program bermutu Better Education Trough Reformed Management and

Universal Teacher Upgrading, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP Belajar dari PISA dan TIMSS”, Kementrian Pendidikan Nasional, badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, hal 16.

(29)

1) Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Contoh konteks pribadi ini seperti, penyiapan makanan, belanja, kesehatan personal, olahraga, perjalanan, jadwal perjalanan, dan pesoalan keuangan.

2) Konteks pekerjaan (occupational) yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau dilingkungan tempat bekerja. Contoh konteks ini seperti, menghitung harga, mengontrol kualitas, dan mendesain gedung.

3) Konteks umum (Societal) yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat. Contoh konteks umum ini adalah pemilihan suara, transportasi angkutan umum, pemerintahan, kebijakan publik, periklanan, serta statistik nasional.

4) Konteks keilmuan (scientific) yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Contoh konteks ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, cuaca, obat, pengukuran, dan dunia matematika sendiri.

c. Kelompok Kompetensi

Kompetensi pada PISA diklasifikasikan atas tiga kelompok (cluster), yaitu:22

a) Kompetensi reproduksi (reproduction cluster). Dalam penilaian PISA, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya siswa diharapkan dapat mengulang kembali definisi suatu hal dalam matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum

22
(30)

dilakukan. Tentunya keterampilan seperti ini sudah sering kita lihat dalam penilaian tradisional.

b) Kompetensi koneksi (connection cluster). Dalam koneksi ini siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat. Siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan secara matematika dengan menggunakan penalaran matematika sederhana.

c) Kompetensi refleksi (reflection cluster). Kompetensi refleksi ini adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan

menemukan “matematika” dibalik situasi tersebut. Proses

matematisasi ini, seperti juga dibahas di atas, meliputi kompetensi keadaan dalam konsep matematika, membuat model sendiri tentang keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan refleksi atas model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya kembali pada situasi semula.

Tabel 2.3

Proporsi Skor Sub-sub Kelompok kompetensi yang Diuji dalam Studi PISA23

Komponen Kemampuan yang diujikan Skor (%) Mampu merumuskan masalah secara sistematis (reproduksi) 25

23
(31)

Kelompok Kompetensi

Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran dalam matematika (refleksi)

50

Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika 25

2. Level PISA

[image:31.420.92.366.170.498.2]

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam level (tingkatan). Level 6 merupakan tingkat pencapaian yang paling tinggi sedangkan level 1 merupakan level yang paling rendah. Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi yang dicapai siswa. Soal matematika PISA level 1 dan 2 termasuk kelompok soal yang mengukur kompetensi reproduksi. Soal matematika PISA level 3 dan 4 termasuk kelompok soal yang mengukur kompetensi koneksi. Soal matematika PISA level 5 dan 6 termasuk kelompok soal yang mengukur kompetensi refleksi.24

Tabel 2.4 Pelevelan PISA 2013 Tingkat

Profisiensi (Level)

Kompetensi Matematika

6 Pada tingkat 6, para siswa dapat:

a. Melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks.

b. Menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.

c. Berpikir dan bernalar secara matematika. d. Menerapkan pemahamannya secara

24

(32)

mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapai situasi baru.

e. Merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang mereka temukan.

f. Melakukan penafsiran dan beragumentasi secara sederhana. 5 Pada tingkatan 5, para siswa dapat:

a. Bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks, mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan.

b. Memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan model ini.

c. Bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi.

d. Melakukan refleksi dari apa yang

mereka kerjakan dan

mengkomunikasikannya. 4 Pada tingkatan 4, para siswa dapat:

a. Bekerja secara efektif dengan model dan situasi yang konkret tetapi kompleks. b. Memilih dan mengintegrasikan

representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi nyata.

c. Menggunakan keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangannya yang fleksibel sesuai dengan konteks.

(33)

argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.

3 Pada tingkatan 3, para siswa dapat:

a. Melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.

b. Memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. c. Menginterpretasikan dan menggunakan

representasi berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya.

d. Mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.

2 Pada tingkatan 2, para siswa dapat:

a. Menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan inferensi langsung.

b. Memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal.

c. Mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksnakan prosedur atau konvensi sederhana. d. Memberikan alasan secara langsung dan

melakukan penafsiran harfiah. 1 Pada tingkatan 1, para siswa dapat:

a. Menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas.

b. Mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut intruksi yang eksplisit.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam hal ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang kesulitan siswa SMP dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan siswa SMP dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3. Dengan digunakan penelitian kualitatif, maka data yang didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas IX SMPN 26 Surabaya dan waktu penelitian tanggal 29 – 30 September 2016.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 6 siswa kelas IX SMPN 26 Surabaya yang terdiri dari 2 orang siswa yang kemampuannya tinggi, 2 orang siswa yang kemampuannya sedang dan 2 orang siswa yang kemampuannya rendah. Pemilihan kelas dan siswa didasarkan dari nilai akhir (UH) dan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika di SMPN 26 Surabaya.

D. Teknik Pengumpulan Data

(35)

1. Tes

Tes dalam penelitian ini adalah soal matematika yang berbasis PISA level 3 yang merupakan tes yang dirancang untuk keperluan mengetahui kesulitan-kesulitan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang berbasis PISA level 3 tersebut.

2. Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yaitu wawancara yang dilakukan berupa pertanyaan yang mengarah pada pendalaman informasi serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal tetapi terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat.

Teknik wawancara ini ditujukan untuk memperoleh data langsung dari siswa tentang kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui peninggalan tertulis pada arsip, buku-buku tentang pendapat teori, dalil yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumentasi tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif sebagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga bagi pemahaman suatu peristiwa. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi dan data tentang hasil belajar siswa yaitu nilai UH yang digunakan dalam menggambil subjek.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatannya menjadi sistematis dan lebih mudah.1 Terdapat dua instrumen yang dibuat, yaitu lembar tes berbasis PISA level 3 dan lembar pedoman wawancara.

1. Lembar Tes

Soal tes yang digunakan sebanyak 2 butir soal yang berbentuk uraian atau essay ini adalah soal modifikasi dari soal PISA yang

1Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta:

(36)

sudah ada dan di validasi oleh validator. Alasan dipilihnya soal uraian atau essay ini adalah untuk lebih mengetahui kondisi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal tersebut.

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara merupakan pedoman yang digunakan selama proses wawancara yang berupa garis pertanyaan yang akan diajukan kepada subjek penelitian, yang bertujuan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang apa, mengapa, dan bagaimana yang berkaitan dengan masalah yang diberikan.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini wawancara bersifat terbuka dan tidak terstruktur. Artinya, baik urutan pertanyaan, kalimat yang digunakan maupun cara penyampaian tidak sama untuk setiap subjek penelitian. Selama berlangsung wawancara, apabila subjek penelitian mengalami kesulitan dengan pertanyaan tertentu maka mereka didorong untuk menjelaskan kesulitan yang dihadapinya. Semua informasi selama wawancara direkam dengan MP3 untuk menghindari hilangnya atau lewatnya informasi.

Langkah-langkah pelaksanaan wawancara adalah sebagai berikut :

a. Menanyakan subjek tentang langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan soal tes dan alasan mengapa memilih langkah-langkah tersebut urntuk memastikan kebenaran data subjek dalam menyelesaikan tes.

b. Bila ternyata hasilnya secara umum sesuai dengan data yang diperoleh pada saat tes, berarti data yang didapatkan itu sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil tes. Selanjutanya peniliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menelusuri jenis kesulitan yang dilakukan subjek.

c. Bila hasilnya tidak sesuai dengan data yang diperoleh saat tes, maka peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya konfirmasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi secara detail yang mengarah pada jenis kesulitan yang dilakukan subjek.

F. Keabsahan Data

(37)

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan data.2

Menurut Moleong ada 4 jenis triangulasi yaitu: (1) triangulasi dengan sumber, (2) triangulasi dengan metode, (3) triangulasi dengan penyidik, (4) triangulasi dengan teori.3

Triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber artinya memeriksa keabsahan data dengan cara membandingkan data hasil tes dengan hasil wawancara.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi 4 tahap, masing-masing tahap akan diuraikan sebagai berikut:

1.

Persiapan penelitian

Persiapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

a.

Menyusun kisi-kisi soal tes sesuai dengan standar PISA level 3.

b.

Menyusun soal tes.

c.

Menyusun pedoman wawancara.

d.

Validasi soal tes dan pedoman wawancara oleh validator.

2.

Pelaksanaan penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.

Memilih responden berdasarkan hasil belajar UH.

b.

Melaksanakan tes sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

c.

Memeriksa dan menganalisis jawaban tes siswa.

d.

Melakukan wawancara terhadap responden yang telah dipilih.

3.

Tahap analisis

a.

Menganalisis data tentang hasil tes dan hasil wawancara untuk setiap subyek penelitian dengan menggunakan kriteria yang digunakan pada bab II, ketika jenis kesulitan pada tahap tertentu maka tahap selanjutnya tidak perlu dianalisis.

2 Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1996). h.

179

(38)

b.

Memeriksa keabsahan data yaitu membandingkan hasil tes tulis dengan hasil wawancara dari setiap subyek (triangulasi).

c.

Menentukan jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal

berbasis PISA pada level 3.

4.

Tahap Pelaporan

a.

kegiatan rekapitulasi data dan dilanjutkan dengan menarik kesimpulan dari rekapitulasi data tersebut.

b.

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah penulisan laporan penelitian.

H. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini dilakukan kegiatan berupa pengurutan data berdasarkan kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang berbasis PISA level 3. Selanjutnya Moleong mengatakan bahwa analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan dikerjakan secara intensif yaitu sesudah meninggalkan lapangan.4

Proses kegiatan analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a.

Mereduksi Data

Setelah membaca dan mempelajari data yang diperoleh dari tes, wawancara dan catatan lapangan, maka dilakukan reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan dan mengabstraksikan data yang diperoleh, membuang yang tidak perlu dari hasil kerja dan hasil wawancara siswa. Dalam melakukan reduksi langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1.

Kaset diputar beberapa kali sampai jelas dan benar apa yang diungkapkan siswa saat wawancara, kemudian mencatat semua pembicaraan tersebut.

2.

Hasil transkrip diperiksa ulang kebenarannya oleh peneliti dengan mendengarkan ulang kembali ungkapan-ungkapan disaat wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan transkripsi yang dilakukan.

(39)

3.

Hasil transkrip untuk setiap objek diketik sesuai dengan informasi yang diperlukan.

b.

Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun rapi dan terorganisir sehingga memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari data tersebut. Pada tahap ini data yang telah ditranskripkan dapat dilakukan klasifikasi data agar data yang dikumpulkan terorganisir dengan baik, dan dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Untuk menentukan jenis kesulitan siswa digunakan kriteria yang telah ditetapkan pada bab II.

c.

Penarikan Kesimpulan

Setelah data terkumpul, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi yaitu kegiatan merangkum berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan penyajian data.

Penarikan kesimpulan pada penelitian ini mengacu pada indikator kesulitan siswa pada BAB II sebagai berikut:

1) Membaca (Reading)

Siswa dikatakan mampu pada tahap membaca jika siswa bisa membaca simbol atau lambang yang terdapat dalam soal dengan benar sedangkan siswa dikatakan tidak mampu jika siswa tidak bisa membaca simbol atau lambang yang terdapat dalam soal dengan benar.

2) Pemahaman (Comprehension)

Siswa dikatakan mampu pada tahap pemahaman jika siswa bisa mengerti arti kata atau makna yang terdapat dalam soal dan dapat menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal dengan benar sedangkan siswa dikatakan tidak mampu jika siswa tidak mengerti arti kata atau makna yang terdapat dalam soal dan tidak dapat menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal dengan benar.

3) Transformasi (Transformation)

(40)

tidak dapat menentukan rumus atau operasi yang diperlukan untuk mengerjakan soal dengan benar.

4) Keterampilan Proses (Process Skill)

Siswa dikatakan mampu pada tahap keterampilan proses jika siswa dapat menggunakan rumus atau operasi dengan tepat dan dapat menjelaskan tiap langkah dengan benar sedangkan siswa dikatakan tidak mampu jika siswa tidak dapat menggunakan rumus atau operasi dengan tepat dan tidak dapat menjelaskan tiap langkah dengan benar.

5) Menuliskan Solusi atau Jawaban (Encoding)

Siswa dikatakan mampu pada tahap Encoding jika siswa dapat menuangkan kembali solusi atau jawaban ke dalam bentuk tulisan dengan benar sedangkan siswa dikatakan tidak mampu jika siswa tidak dapat menuangkan kembali solusi atau jawaban ke dalam bentuk tulisan dengan benar.

Dalam analisis data, peneliti menyimpulkan kesulitan yang dialami subjek pada setiap soal. Sehingga setiap subjek akan mengalami kesulitan yang sama maupun berbeda pada soal nomor 1 dan soal nomor 2.

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan dijelaskan atau dideskripsikan hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian yang berjudul analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA level 3. Penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu lembar tes dan lembar pedoman wawancara. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan dari subjek penelitian. Pedoman wawancara digunakan untuk mengungkap langkah-langkah atau ide-ide dari subjek penelitian dalam menyelesaikan tes matematika. Berikut ini akan dideskripsikan jawaban tertulis dan hasil wawancara dari subjek penelitian.

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Data Untuk Subjek Pertama (S1)

Berdasarkan 2 soal yang dikerjakan, subjek mengalami kesulitan dalam menjawab soal nomor 1 dan 2 seperti pada uraian berikut:

a. Hasil Kerja S1 Untuk Soal Nomor 1

Pada soal nomor 1 menyangkut konsep SPLDV. Adapun jawaban yang diberikan oleh S1 pada waktu tes, berdasarkan data yang ada pada lembar jawaban adalah sebagai berikut:

[image:41.420.75.366.109.540.2]

Gambar 4.1

(42)

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat diperoleh bahwa subjek S1 dapat menerjemahkan soal kedalam bentuk kalimat matematika, dengan cara memisalkan terlebih dahulu selain itu, selanjutnya S1 juga dapat menentukan rumus atau operasi yang digunakan yaitu menggunakan rumus campuran (eliminasi dan substitusi), dapat menggunakan rumus atau operasi baik penjumlahan, pengurangan, pembagian dan juga perkalian tersebut dengan tepat serta dapat menulis jawaban akhir.

Berikut ini adalah hasil wawancara antara peneliti dengan subjek pertama (S1) dalam menyelesaikan soal nomor 1: P1.1.1 : Coba kamu baca kembali dengan cermat soal no 1? S1.1.1 : Dibawah ini terdapat 3 tower yaitu A, B dan C yang

memiliki tinggi yang berbeda dan tersusun dari dua bentuk yaitu persegipanjang dan segidelapan. Berapa tinggi tower B.

P1.1.2 : Coba kamu jelaskan apa yang diketahui dari soal no 1?

S1.1.2 : Diketahui tower A mempunyai tinggi 24 yang terdiri dari 4 persegipanjang dan 4 segidelapan dan tower C mempunyai tinggi 14 yang terdiri dari 3

persegipanjang dan 2 segidelapan.

P1.1.3 : Coba kamu jelaskan apa yang ditanya dari soal no 1? S1.1.3 : Yang dicari atau yang ditanyakan yaitu berapa tinggi

B.

P1.1.4 : Selanjutnya, apa yang kamu lakukan terlebih dahulu untuk mengerjakan soal ini?

S1.1.4 : Pertama saya memisalkan dengan x dan y dimana x untuk tinggi tower segidelapan dan y untuk tinggi tower persegipanjang.

P1.1.5 : Dari pemisalan yang sudah kamu buat, menurut kamu rumus apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal ini? Mengapa demikian?

S1.1.5 : Menggunakan metode campuran (eliminasi dan substitusi), karena untuk mencari setiap x dan y nya. P1.1.6 : Bagaimana cara menggunakan rumus yang kamu

(43)

P1.1.6 : Pertama kita tulis persamaannya dulu miss, setelah itu dieliminasi untuk mencari y-nya selanjutnya disubstitusikan dengan menggunakan salah satu persamaan tadi untuk mencari x-nya, baru setelah itu disubstitusikan ke persamaan tinggi tower B yang ditanyakan tadi.

P1.1.7 : Jadi berapa jawaban akhir kamu? P1.1.7 : Ini miss 20 meter.

Berdasarkan cuplikan wawancara di atas S1.1.1 menunjukkan bahwa subjek S1 bisa membaca simbol atau lambang yang terdapat dalam soal nomor 1 dengan benar, dari S1.1.3, terlihat bahwa S1 mampu memahami soal dengan cara mengerti arti kata atau makna yang terdapat dalam soal serta mampu menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal tersebut, selanjutnya dari S1.1.5, terlihat bahwa S1 mampu menerjemahkan masalah ke dalam kalimat matematika dengan cara memisalkan terlebih dahulu dari apa yang diketahui dari soal yaitu memisalkan tinggi segidelapan serta tinggi dari persegipanjang dan mampu menentukan rumus atau operasi yang diperlukan untuk mengerjakan soal tersebut yaitu menggunakan rumus campuran (eliminasi dan substitusi), dari S1.1.6, terlihat bahwa S1 mampu menggunakan rumus atau operasi serta mampu menjelaskan tiap langkah dari rumus atau operasi yang digunakannya dalam menyelesaikan soal nomor 1 yaitu pertama menggunakan eliminasi terlebih dahulu untuk mencari tinggi tower persegipanjang atau y-nya sesuai dengan pemisalan selanjutnnya disubstitusi untuk mencari tinggi tower segienamnya atau x-nya, baru setelah itu disubstitusikan lagi kedalam persamaan yang dicari yaitu tinggi tower B. Dari S1.1.7, terlihat bahwa S1 mampu menuangkan kembali solusi atau jawaban ke dalam bentuk tulisan, yaitu S1 mampu menjawab dengan benar yaitu tinggi dari tower B sesuai apa yang ditanyakan dari soal.

b. Hasil Kerja S1 Untuk Soal Nomor 2

(44)
[image:44.420.103.360.79.536.2]

Gambar 4.2

Hasil kerja S1 untuk soal nomor 2

Berdasarkan Gambar 4.2 di atas dapat diperoleh bahwa subjek S1 dapat menerjemahkan soal kedalam bentuk kalimat matematika sehingga S1 juga dapat menentukan rumus atau operasi yang digunakan yaitu rumus menghitung jumlah tetes (D) tetapi tidak dapat menggunakan rumus atau operasi dengan benar, dimana proses pengerjaannya kurang tepat.

Berikut ini adalah hasil wawancara antara peneliti dengan subjek pertama (S1) dalam menyelesaikan soal nomor 2: P1.2.1 : Coba kamu baca kembali dengan cermat soal no 2? S1.2.1 : Infus digunakan untuk memberikan cairan dan obat-obatan kepada pasien. Perawat perlu menghitung jumlah tetes (D) dalam tetes per-menit untuk infus. Mereka menggunakan rumus

�= �

(45)

P1.2.2 : Coba kamu jelaskan apa yang diketahui dari soal no 2?

S1.2.2 : Diketahui jumlah tetes (D) = 40, volume (v) = 350 ml dan juga waktu yang diperlukan (n) = 3,5 jam. P1.2.3 : Ohh ya sudah…Sekarang coba kamu jelaskan apa

yang ditanya dari soal no 2?

S1.2.3 : Yang dicari atau yang ditanyakan yaitu faktor penurunananya (d).

P1.2.4 : Selanjutnya, apa yang kamu lakukan terlebih dahulu untuk mengerjakan soal ini?

S1.2.4 : Yaitu dengan menuliskan rumus yang sudah ada pada soal miss. Baru setelah itu apa yang sudah diketahui dari soal dimasukkan, karena dalam mengerjakan soal ini menggunakan rumus jumlah tetes (D) yang sudah ada pada soal miss.

P1.2.5 : Bagaimana cara menggunakan rumus yang kamu pakai dalam mengerjakan soal ini?

S1.2.5 : Pertama kita masukkan dulu apa dari apa yang sudah diketahui dari soal baru setelah itu di pindah ruaskan untuk mencari d.nya miss.

P1.2.6 : Jadi berapa jawaban akhir kamu? S1.2.6 : Ini miss24

(46)

2. Deskripsi Data Untuk Subjek Kedua (S2)

Berdasarkan 2 soal yang dikerjakan, subjek mengalami kesulitan dalam menjawab soal nomor 1 dan 2 seperti pada uraian berikut:

a. Hasil Kerja S2 Untuk Soal Nomor 1

Pada soal nomor 1 menyangkut konsep SPLDV. Adapun jawaban yang diberikan oleh S2 pada waktu tes, berdasarkan data yang ada pada lembar jawaban adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3

Hasil kerja S2 untuk soal nomor 1

Berdasarkan Gambar 4.3 di atas dapat diperoleh bahwa subjek S2 dapat menerjemahkan soal kedalam bentuk kalimat matematika, dengan cara memisalkan terlebih dahulu, S2 juga dapat menentukan rumus atau operasi yang digunakan dalam menyelesaikan soal nomor 1 yaitu dengan menggunakan metode campuran (eliminasi dan substitusi), serta dapat menggunakan rumus atau operasi yang digunakannya dalam menyelesaikan soal nomor 1 tersebut dengan benar dan juga dapat menuangkan kembali solusi atau jawaban ke dalam bentuk tulisan dengan cara menarik kesimpulan jawaban akhirnya.

(47)

S2.1.1 : Dibawah ini terdapat 3 tower yaitu A, B dan C yang memiliki tinggi yang berbeda dan tersusun dari dua bentuk yaitu persegipanjang dan segidelapan. Berapa tinggi tower B tersebut. P2.1.2 : Coba kamu jelaskan apa yang diketahui dari soal

no 1?

S2.1.2 : Yang diketahui dari tinggi tower A yang mempunyai tinggi 24 terdiri dari 4 segidelapan dan 4 persegipanjang dan tinggi tower C yang mempunyai tinggi 14 terdiri dari 2 segidelapan

dan 3 persegipanjang.

P2.1.3 : Coba kamu jelaskan apa yang ditanyakan dari soal no 1?

S2.1.3 : Yang dicari atau yang ditanyakan yai

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Tabel 2.2 Proporsi Skor Sub-sub Komponen Konteks yang Diuji
Tabel 2.4 Pelevelan PISA 2013
Hasil kerja SGambar 4.1 1 untuk soal nomor 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan faktor penyebab yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita pada ulangan harian matematika.

Adapun penyebab kesalahan siswa meliputi tergesa-gesa dalam membaca soal serta kurangnya pengetahuan tentang simbol- simbol yang terdapat dalam soal-soal matematika,

Seperti yang terjadi pada nomor 1, kesalahan memahami masalah yang terdapat pada soal nomor 2 disebabkan karena subjek keliru dalam menuliskan simbol himpunan

Berdasarkan analisis SK-KR belum mampu menyelesaikan soal level 1 dalam penilaian matematika khususnya statistika, subjek kurang memahami pengukuran, jumlah, besaran, unit suatu

Subjek yang memiliki disposisi matematis sedang dapat menyelesaikan tes literasi matematika sebanyak 3 soal dengan benar, sedangkan 2 soalnya tidak dapat

Dari hasil jawaban subjek 1 pada gambar di atas terlihat jelas bahwa respon siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matematika hanya asal menjawab, Subjek 1 dalam

Berikut adalah deskripsi dari indikator kemampuan literasi level 5 soal PISA Putra,2020 : Tabel 1 Indikator Level 5 Soal PISA Proses literasi matematika Indikator Merumuskan

Jawaban Siswa Level Sedang Soal No 3 Dari jawaban siswa terlihat siswa dengan level kemampuan sedang sudah mampu menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan pada soal, namun siswa