• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Paramitha Dwi Payana Unggu TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Paramitha Dwi Payana Unggu TUGAS AKHIR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

purpureus) Reviewed by Fermentation Time

Oleh :

Paramitha Dwi Payana Unggu 652011014

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan Angkak (Monascuss purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak

(Monascus purpureus) Reviewed by Fermentation Time

Paramitha Dwi Payana Unggu*, Sri Hartini **, Margareta Novian Cahyanti** *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

652011014@student.uksw.edu Abstract

Red modified cassava flour is flour made from cassava which is modified fermentation technique using angkak (Monascus purpureus). The purpose of this study was to produce a red modified cassava flour’s nutrient content optimum levels reviewed of fermentation time. Fermentation was carried out using a 12% inoculum angkak with fermentation time 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours, 120 hours and 144 hours. Test parameters was proximate analysis, antioxidant activity, cyanide acid (HCN) analysis. Data were analyzed using Randomized Completely Block Design (RCBD) with fermentation time as treatment and time analyses as a group.The result showed that red mocaf with fermentation time 96 hours was the optimum result with moisture content 8%; ash content 1.49%; fat 4.90%; fiber 9.71%; 63.08% carbohydrate; 3.99% protein; has 56,17% of the ability to inhibit free radicals scavenging, as well; and HCN content is negative.

Keywords: Cassava, Fermentation, Proximate, Antioxidants, HCN.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara pengimpor tepung terigu terbesar di Asia Tenggara. Peningkatan kebutuhan pangan berupa mi instan, roti, dan pangan lainnya yang berbahan baku tepung terigu, menyebabkan kebutuhan tepung terigu setiap tahunnya akan terus meningkat dan pada akhirnya meningkatkan impor tepung terigu. Data yang dihimpun APITINDO (2014) (Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia) menunjukkan bahwa kebutuhan tepung terigu tahun 2013 adalah 5,35 juta metric ton, sedangkan kapasitas produksi gandum nasional sendiri belum dapat memenuhi kebutuhan gandum untuk produksi tepung terigu dalam negeri. Tingginya impor gandum tersebut karena nihilnya produksi dalam negeri. Untuk mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi tepung terigu adalah dengan diversikasi pangan berbasis sumber daya lokal.

(6)

2

Indonesia mempunyai lahan singkong seluas 1,4 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Rata-rata produksi singkong sebesar 16 juta ton per tahun. Singkong merupakan hasil pertanian yang mudah rusak atau waktu penyimpanan yang relatif singkat karena kadar air singkong segar yang tinggi. Selain itu, singkong mengandung HCN yang berpotensi racun. Hal inilah yang menyebabkan harganya relatif rendah (Kurniati dkk., 2012). Pengolahan singkong menjadi tepung singkong merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpannya dan meningkatkan harga jualnya.

Kandungan gizi tepung singkong hampir sama dengan tepung terigu sehingga dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu (Salim, 2007), pengolahan singkong menjadi tepung menyebabkan kandungan gizi tepung singkong terutama protein mengalami penurunan (Marniza dkk., 2011). Salah satu metode modifikasi singkong untuk meningkatkan kadar protein serta mengubah sifat fisikokimia yang mudah diterapkan dan diaplikasikan ke segala sektor industri kecil maupun besar adalah dengan fermentasi. Proses fermentasi yang dilanjutkan dengan proses pengeringan dapat membantu dalam penurunan atau penghapusan senyawa-senyawa beracun (Uyoh

et al., 2009).

Proses pembuatan modifikasi singkong yang umum dilakukan, diawali dengan menjemur singkong yang telah dikupas dan dibersihkan hingga kering. Singkong yang telah kering tersebut (gaplek) kemudian difermentasi. Dalam penelitian (Marniza dkk., 2011), singkong yang diolah tanpa fermentasi (kontrol) terlihat kasar dibandingkan tepung singkong melalui fermentasi yang terlihat halus. Dalam penelitian (Kurniati dkk., 2012) pembuatan mocaf dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus

plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae dapat meningkatkan kadar

protein dan kadar lemak pada tepung. Kadar protein dan lemak yang terbaik diperoleh pada waktu fermentasi selama 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan

Rhizopus oryzae, sedangkan pada Lactobacillus plantarum kandungan nutrisi mocaf

terbaik didapat pada fermentasi 5 hari. Kadar HCN terendah diperoleh pada waktu fermentasi 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan Rhizopus oryzae, sedangkan pada Lactobacillus plantarum kadar HCN terendah diperoleh pada fermentasi selama 5 hari. Dengan demikian, tepung singkong yang difermentasi mempunyai kelebihan dari pada tepung singkong biasa, yaitu kandungan protein yang

(7)

tinggi, HCN lebih rendah, aplikasi luas, dan diterapkan ke produk pangan lebih mudah. Selain itu menurut (Ayuningtyas dkk., 2016) perlakuan penambahan angkak selama proses fermentasi dapat meningkatkan kadar air tepung ferkusi. Meskipun selama proses fermentasi kulit singkong terlihat lembek dan berair, namun angkak yang ditambahkan tidak merubah tekstur dari produk fermentasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya kandungan serat kasar tepung ferkusi yang cukup tinggi.

Keberhasilan suatu fermentasi sangat tergantung pada kondisi optimum yang diberikan oleh Monascus sp. Monascus sp. dapat berkembang pada temperatur 15-18 0C (minimum) hingga 45 0C (maksimum) pada kondisi pH sekitar 2,5-8,0 dengan pH optimum 4,0-7,0 (Yongsmith at al., 1993). Dalam penelitian (Lakahina dkk, 2015) pada produksi Mocaf merah dengan penambahan angkak berpengaruh terhadap gizi tepung singkong. Penambahan angkak 6%, 8%, 10%, dan 12% pada fermentasi tepung singkong menghasilkan nilai gizi terbaik pada konsentrasi 12% dengan protein yang meningkat dan kadar HCN negatif. Selain itu Monascus purpureus yang terkandung dalam angkak mampu menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder yang berupa pigmen dan senyawa lovastatin (Pattanagul, 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan kandungan gizi mocaf merah (Modificated Cassava Flour) yang opnimal dengan nilai tambah aktivitas antioksidan dan kandungan HCN ditinjau dari lama fermentasi.

BAHAN DAN METODE Bahan dan piranti

Sampel yang digunakan adalah singkong segar yang diperoleh dari Pasar Salatiga dan untuk fermentasi digunakan angkak (Monascus purpureus). Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain aquades; H2SO4; Na2SO4, H3BO3; indikator Metil Biru (MB), indikator Metil Merah (MM); 1,1-diphenyl-2-pycrylhydrazil (DPPH); heksan; HCl; etanol 96%; K2SO4; NaOH; Na2SO3; Luff Schrool; NH4OH; NaOH; KI 5%, AgNO3; asam sitrat dan metanol.

Piranti yang digunakan adalah mousture analyzer (MB25 Corp., USA), muffle

furnace, waterbath, oven, desikator, buret, soxhlet, spektrofotometer UV-VIS Shimatzu

(1240 made in Japan), neraca analitis 4 digit (Ohaus Pioner Balance PA214 Corp.,

(8)

4

Metode Penelitian

Fermentasi Mocaf Merah

Singkong yang masih segar, dibersihkan dari kulitnya. Singkong yang sudah dibersihkan dipotong-potong menjadi beberapa bagian lalu direndam dalam air selama 5 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir. Potongan singkong kemudian dikukus sampai matang. Selanjutnya singkong dihaluskan dan ditimbang sebanyak 400 g kemudian diinokulasi dengan angkak 12%, kemudian difermentasi pada suhu 31 0C dengan variasi waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144 jam.

Penepungan Mocaf Merah(Tandrianto dkk., 2014)

Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu 55 0C sampai kering. Setelah itu hasil fermentasi dihaluskan menjadi tepung kemudian diayak dengan ayakan ukuran 61 mesh.

Analisa Kadar Air

Pengukuran kadar air mocaf merah diukur dengan menggunakan moisture

analizer (MB25 Corp., USA) dengan cara menimbang sebanyak 0,50 g mocaf merah

dan dimasukkan ke dalam moisture analyzer, selanjutnya ditunggu beberapa saat hingga proses penghilangan kandungan air dalam sampel selesai, kemudian dicatat hasil pengukuran kadar air (%) yang tertera pada alat.

Analisa Kadar Abu (AOAC 2003)

Cawan kosong dan bersih dipanaskan pada suhu 105 0C selama 1 jam dalam oven. Kemudian cawan kosong didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat cawan kosong dicatat sebagai W1. Sebanyak 5 g mocaf merah diletakkan dalam cawan (W2). Kemudian cawan tersebut diletakkan dalam muffle furnace pada suhu 590 0C selama 5 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Persen ash (abu) dihitung dengan persamaan:

% Abu = x 100% (1)

Analisa Kadar Protein ( Sudarmadji dkk., 1984)

Sebanyak 1,0 g mocaf merah didestruksi dengan cara mocaf merah dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan ditambah 10 mL H2SO4 pekatdan 5 g Na2SO4 serta batu didih. Labu Kjeldahl dipanaskan dengan bunsen api dalam almari asam sampai larutan

(9)

menjadi jernih. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 10 mL aquades lalu dimasukkan pada rangkaian alat destilasi dan ditambah 35 mL NaOH-Na2SO3. Dilakukan destilasi dengan penampung destilat dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator mix (metil biru : metil biru). Distilasi diakhiri bila larutan mencapai warna hijau. Larutan yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,1 M sampai terjadi perubahan larutan menjadi ungu. Kadar protein dihitung menggunakan persamaan:

(2)

(3) Keterangan:

F = Faktor konversi tepung = 6,25 V1 = Volume titran HCl (mL) N1 = Normalitas HCl (mL) W = Berat sampel (mg)

Analisa kadar lemak ( AOAC 2003)

Sebanyak 5,0 g sampel mocaf merah dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan ke dalam soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya sampai seluruh bagian sampel terendam dan dilakukan ekstraksi lemak selama 5-6 jam. Kolf yang berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut diuapkan dan dipanaskan pada oven dengan suhu 105 oC setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus:

(4)

Analisa Kadar Serat (AOAC 2003)

Sebanyak 3,0 g mocaf merah (W) hasil ekstraksi shoxlet dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 100 mL H2SO4 0,255 N dan ditutup dengan pendingin balik. Setelah itu disaring dengan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam kertas saring sampai cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan kembali secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih sampai semua

(10)

6

residu masuk ke dalam erlenmeyer. Kemudian residu ditutup dengan pendingin balik dan didihkan sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 1 jam. Residu disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%, aquades mendidih dan kurang lebih 15 mL etanol 96%. Kertas saring dengan isinya dikeringkan pada suhu 110 °C (± 3 jam).

Analisa Kadar Karbohidrat Metode Luff Schrool (Sudarmadji, 1984)

Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 40 mL HCl 3%, dan didihkan dengan pendingin tegak selama 3 jam, setelah proses pemanasan selesai sampel didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 30% tetes demi tetes. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan digenapkan dengan aquades hingga garis tera kemudian disaring. 10 mL titran dipipetkan dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 mL larutan Luff Schrool. Campuran dipanaskan dan diusahakan larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit, didihkan terus hingga tepat 10 menit (dihitung saat mulai mendidih). Setelah proses pemanasan selesai dengan cepat didinginkan, larutan yang sudah dingin ditambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan. Larutan ditambahkan indikator kanji 0,5 % kemudian dititrasi dengan larutan Na2S203 0,1 N. Untuk blanko dilakukan hal yang sama dengan pengukuran sampel, tetapi larutan sampel diganti dengan aquades. Kadar karbohidrat dihitung dengan persamaan:

(5) Kemudian dilihat dalam daftar Luff Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk mL thiosulfat yang digunakan.

(6) Perhitungan kadar karbohidrat (b/b) dihitung dengan perkalian antara 0,90 dengan kadar glukosa.

Analisis Aktivitas Antioksidan (Prabowo, 2009)

Analisa antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode Penangkap Radikal Bebas DPPH. 1,0 g mocaf merah diekstrak dalam 100 mL metanol. Hasil ekstraksi diambil sebanyak 5 mL dan diencerkan menjadi 25 mL. Dari hasil pengenceran diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 0,2 mM sebanyak 2 mL

(11)

sehingga volume total menjadi 3 mL. Pembuatan blanko dibuat dengan mengambil 1 mL metanol kemudian ditambahkan 2 mL DPPH 0,2 mM dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit selanjutnya serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm. Prosentase hambatan dihitung dengan persamaan :

(7) Analisis Kadar HCN

Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukan kedalam erlenmeyer dan ditambah 25 mL aquades dan 5 mL asam tartat 5% kedalam erlenmeyer. Kertas saring dipotong 1x7 cm dan dicelupkan kedalam asam pikrat jenuh, dan dikeringkan. Setelah kering kertas saring dibasahi dengan larutan Na2CO3 8% dan dikeringkan. Kemudian kertas saring tersebut diletakkan diatas mulut erlenmeyer yang berisi larutan campuran dan dipanaskan diatas hot plate pada suhu 800C selama 15 menit. Adanya perubahan warna pada kertas saring (orange-merah) berarti sampel positif.

Analisis Data (Steel & Torie, 1989)

Dari data fermentasi mocaf merah dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144 jam, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa kandungan gizi mocaf merah dari berbagai waktu lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam proses pembuatan mocaf merah dilakukan fermentasi menggunakan angkak yang merupakan hasil fermentasi dari Monascus sp. Selama fermentasi berlangsung terjadi beberapa perubahan fisik yaitu substrat menjadi berair dan lembek. Hal ini terjadi karena selama proses fermentasi terjadi pemecahan karbohidrat, proses ini menghasilkan glukosa dan air yang akan menyebabkan substrat menjadi lembek dan berair (Dwinaningsih, 2010).

(12)

8

Tabel 1. Rata-rata Analisa Kandungan Gizi dan Aktivitas Antioksidan Mocaf Merah

dengan Berbagai Waktu Fermentasi Waktu Fermentasi (jam)

24 48 72 96 120 144 Kadar Air (% ±SE) W= 1,06 5,00 ± 2,25 (a) 6,25 ± 1,51 (b) 6,25 ± 2,39 (c) 8,00 ± 2,25 (c) 8,25 ± 1,52 (c) 9,75 ± 0,80 (d) Serat (% ±SE) W= 3,11 3,36± 0,91 (a) 5,28± 1,73 (b) 7,17 ± 0,72 (c) 9,71± 0,45 (d) 9,86 ± 0,86 (d) 10,43± 0,30 (d) Kadar Abu (% ±SE) W= 0,35 1,37 ± 0,26 (a) 1,37 ± 0,42 (a) 1,38 ± 0,28 (a) 1, 49± 0,31 (a) 1,50 ± 0,05 (a) 1,50 ± 0,03 (a) Lemak (% ±SE) W= 0,68 3,72 ± 0,21 (a) 3,74 ± 0,48 (a) 4,66 ± 0,52 (b) 4,90 ± 1,08 (bc) 5,36 ± 0,58 (c) 4,96 ± 0,89 (bc) Karbohidrat (% ±SE) W= 4,09 51,90 ±5,20 (a) 57,83 ±3,72 (b) 61,23 ±0,32 (bc) 63,08 ±2,99 (c) 63,81 ±2,64 (c) 61,73 ±4,11 (bc) Protein (% ±SE) W= 0,21 1,17 ± 0,09 (a) 3,21 ± 0,27 (b) 3,69 ± 0,19 (c) 3,99 ± 0,09 (d) 4,20 ± 0,20 (d) 3,24 ± 0,14 (b) Antioksidan (% ±SE) W= 1,90 51,43±0,76 (a) 53,56 ±2,60 (b) 55,32 ±0,87 (cd) 56,17 ±1,31 (d) 55,10 ±1,18 (bcd) 53,86 ±0,98 (bc) Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda

secara bermakna. Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara bermakna W= BNJ 5%

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh perubahan mikrobiologis dan kimiawai (Rahman dkk., 2011). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1 menunjukkan waktu fermentasi berpengaruh terhadap kadar air mocaf merah, semakin lama waktu fermentasi maka kadar air dari mocaf merah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya proses metabolisme dari kapang Monascus sp. selama proses fermentasi (Dwinaningsih, 2010). Peningkatan kadar air pada mocaf merah memenuhi standar SNI No. 7622-2011

(13)

mocaf yaitu 13%. Selain itu juga peningkatan kadar air pada mocaf merah sesuai dengan

hasil penelitian yang telah dilakukan Wahjuningsih (2009), yang menyetakan bahwa kadar air akan semakin meningkat sebanding dengan lama fermentasi.

Penentuan serat kasar pada bahan pangan sangat penting dalam penilaian kualitas bahan pangan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan. Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh manusia (Prawitasari dan Estiningdriati, 2012). Serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan efisiensi proses (Sudarmadji, dkk., 1984). Wulandari dkk. (2013) mengatakan jumlah serat kasar akan mempengaruhi penyerapan nutrisi, ketika suatu bahan pangan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi maka serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian nutrisi kemudian dikeluarkan bersama fases. Perubahan kandungan serat kasar pada mocaf merah dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, karena kemampuan kapang tersebut memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi (Ardiansyah, 2014). Rata-rata kadar serat mocaf merah yang dihasilkan adalah 3,36% - 10,63%. Hasil analisa menunjukkan bahwa waktu fermentasi meningkatkan kadar serat mocaf merah. Peningkatan kadar serat kasar pada mocaf merah terjadi karena enzim selulase yang dihasilkan oleh kapang Monascus sp. belum mampu menghidrolisis serat yang berupa polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa) (Hikmiyati dan Yanie, 2009).

Proses penguraian serat kasar pada mocaf merah ketika fermentasi memiliki pengaruh terhadap kadar abu. Menurut Wibowo, (2010) kadar serat kasar dan kadar abu mempunyai hubungan yang berbanding lurus, tingginya kadar serat kasar akan berbanding lurus dengan meningkatnya kadar abu. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan (Medikasari dkk., 2009). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Berdasarkan hasil analisa terjadi peningkatan kadar serat kasar pada mocaf merah sehingga kadar abu mocaf merah juga meningkat, tetapi tidak terjadi peningkatan yang besar pada kadar abu yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kadar abu tidak dipengaruhi oleh waktu fermentasi (Lehninger, 1987). Semakin tinggi kadar abu akan berpengaruh terhadap kualitas mocaf merah. Secara keseluruhan kadar abu mocaf merah yang diperoleh pada penelitian ini tidak melebihi standar kadar abu mocaf yang dipersyaratkan oleh SNI No. 7622-2011 yaitu maksimum 1,5% b/b.

(14)

10

Lemak merupakan salah satu kandungan gizi yang terdapat pada suatu bahan pangan. Lemak memiliki sifat yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam heksan. Lemak tersusun oleh unsur C, H, dan O merupakan trigliserida yang dalam kondisi ruang berbentuk padat (Darmasih, 1997). Lemak akan diuraikan menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase (Deliani, 2008). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1 terjadi peningkatan kadar lemak pada mocaf merah, hal ini menunjukkan bahwa enzim lipase belum bekerja secara optimal sehingga lemak belum terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Selain itu juga selama proses berlangsung lemak tidak dengan mudah digunakan oleh mikroba karena lebih cenderung memanfaatkan karbohidrat dan protein terlebih dahulu. Hal ini didukung oleh (Deliani, 2008; Dwinaningsih, 2010) selama proses fermentasi enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi setelah 12 jam pertama, kemudian akan bekerja maksimal pada 36 jam pertama fermentasi berlangsung.

Selain terjadi perubahan fisik selama fermentasi berlangsung, terjadi juga perubahan kimia pada mocaf merah yang ditandai dengan adanya karbohidrat dan protein yang akan didegradasi oleh kapang Monascus sp. yang memproduksi enzim pendegradasi (Kazim dkk., 2006). Fermentasi akan menguraikan pati dan selulosa menjadi glukosa oleh enzim amilase dan selulase yang dimiliki oleh Monascus sp. Glukosa hasil penguraian akan digunakan oleh Monascus sp. dalam menunjang pertumbuhan (Nangin dan Sutrisno, 2015). Berdasarkan hasil analisa, pada waktu fermentasi 24 jam dan 48 jam berpengaruh terhadap peningkatan kadar karbohidrat. Peningkatan kadar karbohidrat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara sumber nutrien dalam substrat dan jumlah mikroba, sehingga aktivitas metabolisme mikroorganisme berjalan lambat dan menyebabkan kemampuan mikroorganisme untuk memecah karbohidrat (pati) menjadi senyawa yang lebih sederhana menurun (Suprihatin, 2010). Akan tetapi pada waktu fermentasi 72 jam, 96 jam, dan 120 jam tidak terjadi peningkatan kadar karbohidrat dan pada waktu fermentasi 144 jam terjadi penurunan kadar karbohidrat. Hal ini dimungkinkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang dapat memecah karbohidrat menjadi glukosa (Greenwalt et al., 1998). Peningkatan dan penurunan kadar karrbohidrat mocaf merah dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh angkak yang cukup besar. Menurut DFG

(15)

Senate Commision on Food Safety (2013) kandungan karbohidrat yang terdapat pada

angkak yaitu sekitar (25-73)%.

Protein merupakan hal penting dalam tepung karena kecukupan protein akan berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan dari tepung tersebut. Semakin lama waktu fermentasi akan berpengaruh pada kadar protein mocaf merah. Semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak mikroorganisme yang dapat menguraikan substrat dan enzim dihasilkan juga berbanding lurus dengan pertumbuhan kapang. Howard et al (2003) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik akan dapat merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein dari bahan. Menurut (Mark et al., 1996) meningkatnya kandungan protein selama proses fermentasi karena perubahan glukosa akan dirubah menjadi asam piruvat melalui jalur glikolisis. Berdasarkan hasil analisa, pada waktu fermentasi 120 jam tidak terjadi peningkatan kadar protein dan terjadi penurunan kadar protein pada waktu 144 jam hal ini karena pada waktu fermentasi tersebut proses metabolisme Monascus sp. berhenti sehingga tidak mengasilkan enzim. Penurunan kadar protein mocaf merah ini berhubungan dengan aktivitas antioksidan mocaf merah.

Pengukuran aktivitas antioksidan pada mocaf merah dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan antioksidan ketika dilakukan fermentasi pada sampel dan hasil analisa menunjukkan lama fermentasi berpengaruh terhadap kandungan antioksidan dalam mocaf merah. Aktivitas antioksidan dari mocaf merah maksimal pada waktu fermentasi 96 jam dan mulai menurun pada waktu 120 jam. Hal ini berkaitan dengan Monascus sp. yang akan menghasikan produk metabolisme yang maksimal pada kondisi fermentasi yang sesuai. Selain itu juga dalam proses fermentasi, Monascus sp. tidak hanya menghasilkan senyawa metabolit primer, tetapi juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Senyawa yang dihasilkan dari aktifitas metabolit sekunder yaitu senyawa fenolik (demerumic acid). Menurut (Chairote et al., 2009) senyawa fenolik (demerumic acid) yang dihasilkan dari aktifitas metabolit sekunder terutama Monascus ank dan Monascus pilou yang menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam menangkal radikal bebas. Penurunan

(16)

12

aktifitas antioksidan yang terjadi pada waktu fermentasi 120 jam dan 144 jam terjadi karena pertumbuhan Monascus sp. memiliki beberapa fase, pada fase log Monascus sp. memproduksi metabolit primer kemudian ketika masuk fase stasioner metabolit sekunder akan mulai dihasilkan, ketika kondisi pertumbuhan Monascussp. tidak sesuai, proses untuk mencapai fase stasioner terhambat akibatnya metabolit sekunder yang dihasilkan juga tidak akan maksimal.

Hasil analisa kandungan HCN pada mocaf merah menunjukkan hasil negatif. Hal ini dipengaruhi karena pada pembuatan tepung dilakukan pencucian, perendaman, pengukusan, dan fermentasi dengan Monascuss sp. HCN mempunyai ikatan yang tidak begitu kuat, mudah menguap dan hilang atau berkurang dengan jalan pengolahan. Pencucian dan perendaman dengan air dapat menurunkan kandungan HCN, sebab HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29 ºC (Akindahunsi dkk., 1999). Selain itu fermentasi singkong dengan angkak dapat inaktivasi enzim linamarase sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN (Adamafio et al., 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kandungan gizi mocaf merah yang optimal adalah pada waktu fermentasi 96 jam, dengan kandungan kadar air 8%; kadar abu 1,41%; lemak 4,90%; serat 9,71%; karbohidrat 63,08%; protein 3,99%; aktivitas antioksidan yang mampu menghambat radikal bebas sebesar 56,17%; dan kandungan HCN negatif.

Saran

Komponen penyusun utama dari protein adalah asam amino yang diikat oleh ikatan peptida, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan identifikasi susunan asam amino yang terbentuk ketika proses fermentasi

DAFATAR PUSTAKA

Adamafio., Sakyiamah M, and Josephyne T. 2010. Fermentation in cassava (Mani¬hot esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava peel. Academic

Journals 4(3): 51-56

Akindahunsi, A. A., Oboh. G, dan Oshodi, A. A. (1999). Effect of fermenting cassava with Rhizopus oryzae on the chemical composition of its flour and gari. Riv. Ital.

Sostanze Grasse, 76, 437–440.

Ayuningtyas. A., Hartini. S., Cahyanty, M. N. 2016. Optimasi Pembuatan Tepung Ferkusi (Fermentasi Kulit Singkong) Ditinjau dari Variasi Penambahan Angkak.

(17)

AOAC, 2003. “Official Methods of Analysis”. 17th ed. (2 revision). AOAC Internationa, Gaithersburg, MD, USA.

APTINDO. 2014. Overview Industry Tepung Terigu Nasional Indonesia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Ardiansyah. 2014. Perubahan Kandungan Nutrisi Pelepah dan Daun Sawit Melalui Fermentasi Dengan Kapang Phanerocaete Chrysosporium. Jurnal Penelitian. Universitas Tamansiswa Padang

Chairote., Em-on, Chairote. G, and Lumyong, S. 2009. Red Yeast Rice Prepared from Thai Glutinous Rice and the Antioxidant Activity. Chiang Mai J.Sci., 36(1): 42 - 49.

Darmasih. 1997. Penetapan Kadar Lemak Kasar Dalam Makanan Ternak Non Rumanansia Dengan Metode Kering. Balai Penelitian Ternak Ciawi: Bogor

Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Prog Studi Ilmu Kimia, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

DFG Senate Commission on Food Safety (2013). Toxicological evaluation of red mould

rice,Technische. Universitas Kaiserslautern, Kaiserslautern.

Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Hikmah, N., 2015. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Singkong dan Air Cucian Beras pada Pertumbuhan Tanaman Sirsak (Annona muricata L.). Naskah Publikasi. Prog Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Greenwalt, C. J., Ledford, R. A., K. H. Steinkrauss. 1998. Determination and

Characterization of The Antimicrobial Activity of The Fermented Tea Kombucha.

Department of Food Science Cornell University, New York.

http://www.dobradieta.pl/forum/viewtopic.php?p=246975 [29 Juli 2016]

Kurniati, L. I., Aida. N, Gunawan. S, dan Widjaja. T. 2012. Pembuatan Mocaf

(Modified Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Teknik Pomits, 1,

pp.1-6.

Lakahina, O., Liliana, Y., & Hartanto, B.D., 2015. Mocaf Merah - Pangan Kaya Antioksidan Berbasis Kearifan Lokal. Laporan Akhir Program Kreativitas

Mahasiswa. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Lehninger, A. L. 1987. Bioenergetics and metabolism, principle of biochemistry (2nd

Preprint). CBS

Mark, D. B., D. Mark. A, dan M.smith. C. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC, Jakarta.

Marniza., Medikasari, dan Nurlaili. 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Bengkuk sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe. Jurnal Teknologi dan Hasil Pertanian 16, pp.73-81.

Medikasari., Marniza, dan Evi. D. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian

Kepada Masyarakat, Universitas Lampung.

Nangin, D., dan Sutrisno, A. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah Dari Mikroba. Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3, pp. 1032-39

(18)

14

Prabowo, T.T. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan Dari Keong Mata Merah (Cerithidea

Obtusa). Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Prawitasari, I., dan Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Serta Laju Digesta pada Ayam Arab yang Diberi Ransum dengan Berbagai Level Azolla

Microphylla. Animal Agriculture Journal, 1: 471-83.

Rahman, T., Lutfiyanty, H, dan Ekafitri, R. 2011. Optimasi Pembuatan Food Bar Berbasis Pangan. Prosiding SNaPP sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN: 2089-3582. Vol 2, No 1.

Salim, E. 2007. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf (Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu. Lily Publisher. Yogyakarta : 9-42.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. Tepung Mocaf. SNI 7622-2011. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta

Steel, R. dan Torie, J. H. 1989. Analisis Data Statistik Deskriptif. Surabaya: Erlangga. Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi

Ketiga. Yogyakarta: Liberty

Suprihatin, 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA. University Press, Surabaya

Tandrianto, J., Mintoko, D. K., & Gunawan, S., 2014. Pengaruh Fermentasi pada Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus plantrum terhadap Kandungan Protein. Teknik Pomits, 3, pp.143-45.

Uyoh, E. A., Ntui, and Udoma, N. 2009. Effect of local cassava fermentation methods on some physiochemical and sensory properties of fufu. Pakistan Journal of

Nutrition 8(8): 1123-1125

Wahjuningsih, S B. , MP, Ir. Bambang Kunarto, MP, Ir. Adi Sampurno, Msi. 2009. Kajian Mutu Tepung Mocaf (modified cassava flour) yang Dibuat dengan Berbagai Metode, Aplikasinya untuk Mie Kering dan Analisis Ekonominya. Laporan Akhir

Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Riset Unggulan Daerah Tahun 2009. Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas Semarang.

Wulandari, K.Y., Ismadi, V.D.Y.B., dan Tristiarti. 2013. Kecernaan Serat Kasar Dan Energi Metabolis Pada Ayam Kedu Umur 24 Minggu Yang Diberi Ransum Dengan Berbagai Level Protein Kasar Dan Serat Kasar. Animal Agriculture Journal (2): 9-17.

Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Fisik. InTesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Yongsmith B., Tabloka W, Yongmanitchai W, Bavavoda R. 1993. Culture condition for yellow pigmen formation by Monascuss so. KB 10 grown on cassava medium. World J Microbiol Biotechnol., 9:85-90

(19)

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Analisa Kandungan Gizi dan Aktivitas Antioksidan Mocaf  Merah   dengan Berbagai Waktu  Fermentasi

Referensi

Dokumen terkait

mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul “ Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Kelangsungan Kegiatan Usaha Pada Perusahaan Yang Terdaftar

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bobot badan ayam silangan Pelung X Kampung (PK) pada umur 12 minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung

Latar belakang permasalahan dan temuan-temuan penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan tersebut memberikan inspirasi untuk mengembangkan teks fisika yang inovatif

Peneliti : begini pak, mungkin bapak sudah mendengar dari kepala sekolah terkait dengan permasalahan penelitian yang saya angkat, yaitu mengenai perhatian orang tua pada pendidikan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan dirancangnya Prosedur Operasi Standar (POS), maka UMKM ini akan memiliki pedoman dalam mengoperasikan aktivitas bisnisnya,

Faktor kombinasi pada pasien dengan ekstraksi, didapat rata-rata 155,0862 lebih kecil dari normall 155,9 dengan sudut inter insisal yang kecil 111,39 menunjukkan bahwa gigi

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Najiah (2019) bahwa pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan pemahaman konsep pada siswa Kelas VI SD inpres

Arsitektur lanskap diharapkan dalam berperan serta dalam menata keindahan yang berpedoman pada penerapan kebijakan pemerintah yang terkait dengan peraturan yang