Jurnal Kelitbangan Pengembangan dan Inovasi Iptek Kabupaten Pringsewu
Volume 2, No 2, Tahun 2017 Hal :1-18
1
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD
PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN 2016
Yona Desni Sagita (1), Desi Kumalasari (2), STIKes AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
Email : [email protected](1), [email protected](2) ABSTRAK
Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir di negara berkembang. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ), AKB di Indonesia tahun 2012 adalah 38 bayi per 100 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal dunia pertahun atau 430 bayi meninggal dunia per hari. Penyebab kematian bayi baru lahir ( BBL ) di sebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, seperti Asfiksia, Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR ), Sepsis neonatorum, trauma lahir, kelainan kongenital, dan hiperbilirubin. Penelitian ini secara umum bertujuan Untuk Mengetahui Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadia Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek pada penelitian ini yaitu bayi yang mengalami asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu lampung Tahun 2016 berjumlah 778 bayi. Obyek penelitian di tentukan dengan rumus diperoleh sebanyak 264 responden dengan tehnik simpel random sampling. Data diperoleh melalui studi dokumentasi menggunakan lembar checklist, selanjutnya dianalisa secara univariat dengan tabel persentase dan bivariat dengan analisa chi square. Hasil uji statistik menggunakan chi square di dapatkan nilai p- value = 0,000 untuk preeklamsia, nilai p-value = 0,000 untuk kehamilan post matur, dan p-value = 0,006 untuk lilitan tali pusat. Dan nilai OR = 6,709 untuk preeklamsia, nilai OR = 4,504 untuk kehamilan post matur, dan nilai OR = 0,308 untuk lilitan tali pusat. Kesimpulan penelitian bahwa terdapat hubungan antara preeklamsia, kehamilan post matur, dan lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung tahun 2016. Saran hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan khususnya pada penanganan asfiksia neonatorum.
Kata kunci : Asfiksia Neonatorum, Preeklamsia, Kehamilan Postmatur, Lilitan Tali Pusat
Kepustakaan : 19 ( 2002 – 2014 )
1. PENDAHULUAN
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kehamilan sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
2
pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. ( Proverawati, 2010 )
Penelitian WHO di seluruh dunia terdapat kematian bayi khususnya neonatus sebesar 4.000.000 jiwa/tahun. Kematian bayi tersebut terutama di negara berkembang sebesar 99% dan 40.000 dari bayi tersebut adalah bayi di negara Indonesia (WHO, 2012)
Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2012 di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan AKB di Indonesia adalah angka tertinggi di negara ASEAN. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia tahun 2012 adalah 38 bayi per 100 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal dunia pertahun atau 430 bayi meninggal dunia per hari. Penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, seperti Asfiksia, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), sepsis neonatorum, trauma lahir, kelainan kongenitas, dan hiperbilirubin. (SDKI, 2012)
Jumlah kematian bayi di Lampung sebesar 43 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Penyebab terbesar AKB di Provinsi Lampung tahun 2012 pada dua terbesar disebabkan oleh BBLR 35% dan yang kedua yaitu Asfiksia sebesar 30,1%. (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2013).
Jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran hidup berdasarkan laporan per kabupaten kota Se-Provinsi Lampung tahun 2012 di Kabupaten Pringsewu jumlah kematian bayi sebanyak 78 bayi. ( Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2012 )
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernapasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan (Manuaba, 2010).
Penyebab secara umum dikarekan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi dapat di golongkan menjadi : 1). Faktor ibu : hipoksia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
3
pertukaran gas janin, misalnya hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain – lain ( Kristiyanasari, 2010 ), 2). Faktor plasenta : plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel, solutio plasenta, perdarahan plasenta. ( Kristiyanisari, 2010 ) 3). Faktor janin : premature, IUGR, gemelli, tali pusat menumbung, kelainan kongenital ( Kristiyanisari, 2010), Lilitan tali pusat (Proverawati, 2010), ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu, pengaruh obat ( Rukiyah, 2010 ) 4). Faktor neonatus : kelainan kongenital pada bayi ( hernia diakfragmatika atresia atau stenosis saluran pernafasan, hiplopasia paru ( Proverawati, 2010 ) 5). Faktor persalinan : partus lama, partus persalinan ( Kristiyanisari, 2010 ).
Evi Oktariani, 2010 judul Hubungan Preeklamsia Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUD Ahmad Yani Metro. Dengan jumlah populasi yaitu seluruh ibu bersalin 368 orang dengan preeklamsia sebanyak 135 (36,68%) orang pada bulan januari – desember 2010, sampel total populasi yaitu 135 orang. Dengan hasil ada hubungan yang segnifikan antara preeklamsia dengan kejadian asfiksia neontorum di RSUD jend. Ahmad yani Metro tahun 2010.
Meirini Iswantika, 2013 judul Hubungan Kehamilan Post matur dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Kelahiran Sectio Caesaria di Rumah Sakit Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013. Dengan jumlah populasi : seluruh kelahiran sectio caesaria di rumah sakit umum daerah demang sepulau raya kabupaten lampung tengah tahun 2013 yaitu 426 ibu bersalin. Sampel : total populasi. Dengan hasil bahwa ada hubungan yang segnifikan antara kehamilan post matur dengan kejadian asfiksia pada bayi kelahiran sectio caesaria di Rumah Sakit Umum Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.
Berdasarkan pre survey di RS Wisma Rini pada tanggal 03 Desember 2016 didapat jumlah bayi baru lahir pada tahun 2013 sebanyak 1008 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 155 bayi (15,37%). Pada tahun 2014 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1020 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 170 bayi ( 16,66% ). Dan pada tahun 2015 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1044 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 141 bayi ( 13,50% ). Dan berdasarkan pre survey di RSUD Pringsewu Lampung pada tanggal 9 November 2016, ternyata pada tahun 2013 terdapat jumlah bayi baru lahir sebanyak 1002 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 156 bayi (15,56 %). Pada tahun 2014 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1.064 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 168 bayi ( 15,78 %). Pada tahun 2015 terdapat jumlah bayi baru lahir sebanyak1.088 bayi dan yang mengalami Asfiksia sebanyak 184 bayi
4
(16,91 %). Sedangkan pada tahun 2016 terdapat jumlah bayi baru lahir sebanyak 778 bayi dan yang mengalami asfiksia sebanyak 194 bayi (24,93%). Untuk itu penulis tertarik meneliti “Hubungan pre-eklamsia dan kehamilan post matur dengan kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung pada tahun 2015”.
2. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian analitik yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada (Arikunto, 2010).
Penelitian ini menggunakan pendeketan cross sectional yaitu suatu penelitian yang dilakukan sesaat, artinya objek penelitian diamati hanya satu kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independent (Hipertensi dan kehamilan post matur) dan variabel dependent (Asfiksia neonatorum) dengan cara pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Populasi penelitian menurut Notoatmodjo (2010) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di RSUD Pringsewu tahun 2015 sebanyak 778 bayi.
Sampel menurut Arikunto (2010) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut (Notoatmodjo 2005) Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan formula yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2010), sebagai berikut:
Keterangan: n : Besar sampel N : Besarnya populasi
d : Presisi yang digunakan, biasanya 5% pada tingkat kepercayaan 95%. Dari formula di atas, maka didapatkan besar sampel sebagai berikut:
778 n = 1 + 778 (0,05²) N N = 1 + N ( d ² )
5 778 n = 1 + 1,945 778 n = 2,945 n = 264,176 dibulatkan menjadi = 264
Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini menurut rumus diatas adalah 264 dari kelahiran bayi di RSUD Pringsewu Lampung tahun 2016.
Data disajikan dengan mendistribusikan melalui analisa univariat dan analisa bivariat : a). Analisa univariat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat untuk menganalisis variabel hubungan preeklamsia dan kehamilan post matur menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P : Angka kejadian variabel penelitian (%) f : Frekuensi kejadian pada tiap variabel n : Jumlah subjek (Budiarto, 2010) b). Analisa bivariat
Analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent (preeklamsia dan kehamilan post matur) dengan variabel dependent (asfiksia neonatorum) dianalisa dengan uji statistic Chi-Square.
Peneliti menggunakan Statistical Package For Social Science(SPSS) dengan keputusan uji statistik adalah p-value ≤ 0,05 H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada
hubungan yang signifikan antara variabel satu dengan variabel yang lain. P value > 0,05 H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
variabel satu dengan variabel yang lainnya. f
P = x 100 % n
6 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Analisis Univariat
a. Distribusi Frekuensi Kejadian Asfiksia Neonatorum
Data variabel asfiksia neonatorum di kategorikan menjadi asfiksia dan tidak asfiksia diperoleh hasil distribusi yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Asfiksia Neonatorum di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Asfiksia
Neonatorum Frekuensi Persentase (%)
Asfiksia 172 65,2
Tidak Asfiksia 92 34,8
Total 264 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 264 responden terdapat 172 responden (65,2%) mengalami asfiksia dan 92 responden (34,8%) tidak mengalami asfiksia.
b. Distribusi Frekuensi Preeklamsia
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Asfiksia Berdasarkan Preeklamsia di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Preeklamsia Asfiksia % Tidak Asfiksia % Jumlah
Preeklamsia 155 90,1 53 57,6 208
Tidak
Preeklamsia
17 9,9 39 42,4 56
Jumlah 172 100 92 100 264
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu bersalin yang mengalami preeklamsia sebanyak 208 (78,8%) ibu dan yang mengalami asfiksia sebanyak 155 (90,1%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 53 (57,6%) responden. Sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami preeklamsia 56 (21,2%) dan yang mengalami asfiksia sebanyak 17 (9,9%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 39 (42,4%) responden.
7 c. Distribusi Kehamilan Post Matur
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Asfiksia Berdasarkan Kehamilan Post Matur di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Kehamilan Post Matur Asfiksia % Tidak Asfiksia % Jumlah Post Matur 153 89,0 59 64,1 212
Tidak Post Matur 19 11,0 33 35,9 52
Jumlah 172 100 92 100 264
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu bersalin yang mengalami kehamilan post matur sebanyak 212 (80,3%) ibu dan yang mengalami asfiksia sebanyak 153 (89,0%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 59 (64,1%) responden. Sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami kehamilan post matur sebanyak 52 ( 19,7%) dan yang mengalami asfiksia sebanyak 19 (11,0) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 33 (35,9%) responden.
d. Lilitan Tali Pusat
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Asfiksia berdasarkan Lilitan Tali Pusat di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Lilitan Tali
Pusat Asfiksia % Tidak Asfiksia %
Jumlah Lilitan Tali Pusat 9 5,2 14 15,2 23 Tidak Lilitan Tali Pusat 163 94,8 78 84,8 241 Jumlah 172 100 92 100 264
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan ibu bersalin yang mengalami lilitan tali pusat sebanyak 23 (8,7%) ibu, yang mengalami kejadian asfiksia sebanyak 9 (5,2%) responden dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 14 (15,2%) responden. Sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami lilitan tali pusat sebanyak 241 (91,3%) responden, dan yang mengalami kejadian asfiksia sebanyak 163 (94,8%) dan yang tidak mengalami kejadian asfiksia sebanyak 78 (84,8%) responden.
8 Analisis Bivariat
a. Hubungan Preeklamsia dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Tabel 4.5
Hubungan Preeklamsia dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Preeklamsia
Kejadian Asfiksia Total
P Value Asfiksia Tidak Asfiksia
N % OR N % N % Preeklamsia 155 90,1 53 57,6 208 78,8 0,000 Tidak Preeklamsia 17 9,9 39 42,4 56 21,2 6,709 ( 3,505 – 12,844 ) Jumlah 172 100 92 100 264 100
Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis bivariat dengan menggunakan komputerisasi didapatkan P value 0,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima, dapat disimpulkan ada hubungan sangat bermakna antara preeklamsia dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2015. Hasil analisis diperoleh nilai OR=6,709, artinya ibu dengan preeklamsia berisiko 6,709 kali melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami preeklamsia.
b. Hubungan Kehamilan Post Matur dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Tabel 4.6
Hubungan Kehamilan Post Matur dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Kehamilan Post Matur
Kejadian Asfiksia Total
P Value Asfiksia Tidak Asfiksia
N % OR N % N % Kehamilan Post Matur 153 89,0 59 64,1 212 80,3 0,000 Tidak Kehamilan Post Matur 19 11,0 33 35,9 52 19,7 4,504 ( 2,376 – 8,536 ) Jumlah 172 100 92 100 264 100
9
Berdasarkan tabel 4.6 hasil analisis bivariat dengan menggunakan komputerisasi didapatkan P value 0,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima, dapat disimpulkan ada hubungan sangat bermakna antara kehamilan post matur dengan kejadian asfiksia di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016. Hasil analisis diperoleh nilai OR=4,504, artinya ibu dengan kehamilan post matur berisiko 4,504 kali melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami kehamilan post matur. c. Hubungan Lilitan Tali Pusat dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Pringsewu
Tahun 2016
Tabel 4.7
Hubungan Lilitan Tali Pusat dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Pringsewu Tahun 2016
Lilitan Tali Pusat
Kejadian Asfiksia Total
P Value Asfiksia Tidak Asfiksia
N % OR N % N % Lilitan Tali Pusat 9 5,2 14 15,2 23 8,7 0,012 Tidak Lilitan Tali Pusat 163 94, 8 78 84,8 241 91,3 0,308 (0,128 – 0,741 ) Jumlah 172 100 92 100 264 100
Berdasarkan tabel 4.7 hasil analisis bivariat dengan menggunakan komputerisasi didapatkan P value 0,012 maka Ho ditolak dan Ha diterima, dapat disimpulkan ada hubungan sangat bermakna antara lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016. Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,308, artinya ibu dengan lilitan tali pusat berisiko 0,308 kali melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami lilitan tali pusat.
Pembahasan Analisis Univariat
a. Asfiksia Neonatorum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu melahirkan bayi asfiksia sebanyak 172 responden
10
(65,2%) dan ibu melahirkan bayi dengan tidak asfiksia sebanyak 92 responden (34,8%).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi Baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hipertarkpnem serta sering berakhir dengan asidosis. (Kristiyanasari, 2010).
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu kejanin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Penyebab pernafasan pada bayi. a. Faktor gangguan sirkulasi dari ibu ke janin :1. Gangguan aliran pada tali pusat, berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan ( post-term) ; 2. Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan narkosa. b. Faktor dari ibu selama kehamilan : 1. Gangguan his (misalnya karena atonia uteri, yang dapat menyebabkan hipertoni); 2. Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak; 3. Vasokonstriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan preeklamsia dan eklamsia; 4. Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas ( oksigen dan zat asam arang ) ( Vivian, 2010)
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kusmiyati, 2013, dengan judul Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum, menunjukan bahwa dari 132 kasus bayi baru lahir dengan jumlah kematian 7 bayi yang di sebabkan oleh asfiksia pada tahun 2012.
Berdasarkan hasil tersebut maka terdapat kenaikan angka kejadian asfiksia pada bayi baru lahir untuk itu sebagai tenaga kesehatan harus memiliki keahlian yang cukup untuk menangani kejadian asfiksia neonatorum untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir.
b. Preeklamsia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu yang mengalami preeklamsia sebanyak 208 responden (78,8%) dan ibu yang tidak preeklamsia sebanyak 56 responden (21,2%) Sesuai dengan teori janin yang di kandung ibu hamil pengidap preeklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa
11
terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit. Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah, bisa juga janin di lahirkan kurang bulan ( prematur ), komplikasi lanjut dari kelahiran prematur adalah keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, masalah pada pendengaran dan pengelihatan, biru saat di lahirkan ( asfiksia ), dan sebagainya ( Rukiyah, 2014)
Terjadinya spasme pembuluh darah anterior menuju organ penting dalam tubuh dapat menimbulkan :1. Gangguan metabolisme jaringan, terjadi metabolisme anaerobik lemak dan protein. Pembakaran yang tidak sempurna menyebabkan pembentukan badan keton dan asidosis; 2. Gangguan peredaran darah dapat menimbulkan nekrosis (kematian jaringan), perdarahan, dan edema jaringan; 3. Mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi, CO2 dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2014)
Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Evi Oktariani, 2010 dengan judul Hubungan Preeklamsia Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUD Ahmad Yani Metro. Hasil penelitian yaitu dari jumlah populai yaitu seluruh ibu bersalin 368 orang dan yang mengalami preeklamsia sebanyak 135 (36,68%) orang dari bulan januari – desember tahun 2010 dan yang tidak mengalami preeklamsia sebanyak 233 (63,3%) responden.
Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa, ibu bersalin yang mengalami preeklamsia lebih besar dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak mengalami preeklamsia hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan responden untuk itu pentinya penyuluhan akan pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care ( ANC ) selama kehamilan sediknya 4 kali untuk mendeteksi secara dini komplikasi atau penyulit yang menyertai kehamilan.
c. Kehamilan Post Matur
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu yang mengalami kehamilan post matur sebanyak 212 responden (80,3%) dan ibu yang tidak kehamilan post matur sebanyak 52 responden (19,7%).
Kehamilan lewat waktu (lewat bulan) merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan. (Manuaba, 2014) Kehamilan post matur
12
adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih. Istilah lainnya yaitu serotinus. Menentukan kehamilan post matur dengan menggunakan rumus Neagle dihitung dari HPHT. Pemeriksaan USG sangat membantu taksiran umur kahamilan dan lebih akurat. (Rukiyah, 2014)
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 atau O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat, terjadi perubahan metabolisme janin, air ketuban berkurang dan makin kental, sebagian janin bertambah berat, sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, berkurangnya nutrisi dan O2 kejanin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meirini Iswantika (2013), dengan judul Hubungan Kehamilan Post Matur Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru kelahiran Sectio Caesaria Di Rumah Sakit Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. Dengan jumlah responden 426 ibu bersalin dan didapatkan hasil uji statistik diperoleh p-value= 0,000.
Berdasarkan hasil tersebut bahwa kehamilan post matur memiliki hubungan terhadap kejadian asfiksia neonatorum, untuk itu bagi tenaga kesehatan khusnya bidan diharapkan lebih teliti dalam menentukan usia kehamilan.
d. Lilitan Tali Pusat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 264 responden didapatkan hasil ibu yang mengalami lilitan tali pusat sebanyak 23 responden (8,7%) dan ibu yang tidak lilitan tali pusat sebanyak 241 responden (91,3%).
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang kemungkinan besar dapat menyebabkan lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Dapat di perkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin. Dalam persalinan terutama kala 2, observasi denyut jantung janin sangat penting segara
13
setelah His dan reflek mengejan. Kejadian disters janin merupakan indikasi untuk menyelesaikan persalinan sehingga bayi dapat diselamatkan. Bila lilitan tali pusat sangat erat apalagi beberapa kali, maka lilitan dapat dilepaskan atau dipotong terlebih dahulu saat pertolongan persalinan kepala. Dalam situasi terdesak bisa dapat melakukan pemotongan tali pusat pada waktu pertolongan persalinan kepala ( Manuaba, 2014)
Dalam kehamilan umunya tidak timbul masalah. Kadang – kadang pada waktu janin turun dalam persalinan lilitan menjadi cukup kencang sampai mengurangi aliran darah yang melalui tali pusat dan mengakibatkan hipoksia janin. Kasus – kasus dengan lilitan tali pusat lebih sering dijumpai kelainan denyut jantung janin, air ketuban yang bercampur mekonium dan bayi – bayi yang memerlukan resusitasi (oxom, 2010)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang din lakukan oleh Novisye 2012, dengan judul Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum , bahwa dari 132 responden yang mengalami lilitan tali pusat sebanyak 42 (31,82%) dan yang tidak mengalami lilitan tali pusat sebanyak 90 (68,18%) responden.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa lilitan tali pusat memiliki hubungan terhadap kejadian asfiksia neonatorum, untuk itu petugas kesehatan diharapkan selalu melakukan pemantauan pada saat kehamilan dengan menganjurkan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah ada lilitan atau tidak.
Analisis Bivariat
1. hubungan Preeklamsia dengan kejadian Asfiksia Neonatorum
Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara preeklamsia dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan didapatkan nilai p-value = 0.000 (p-value < α=0,05). Hasil diperoleh nilai OR = 6,709, artinya ibu dengan preeklamsia mempunyai resiko 6,709 kali melahirkan bayi asfiksia neonatorum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami preeklamsia.
Sesuai dengan teori janin yang di kandung ibu hamil pengidap preeklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
14
Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah, bisa juga janin di lahirkan kurang bulan ( prematur ), komplikasi lanjut dari kelahiran prematur adalah keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, masalah pada pendengaran dan pengelihatan, biru saat di lahirkan ( asfiksia ), dan sebagainya ( Rukiyah, 2014)
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Evi Oktariani (2010), dengan judul Hubungan Preeklamsia dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUD Ahmad Yani Metro, bahwa dari hasil uji statistiknya diperoleh nilai X2= 64,670 dengan p-value = 0,000 (p-value < alpha yaitu 0,05) yang berarti H0 ditolak
dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan antara Pre Eklampsia Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2010. Analisa keeratan hubungan didapatkan nilai OR = 8,744 yang berarti bahwa responden yang pre eklampsia mempunyai peluang sebanyak 8,744 kali mengalami asfiksia neonatorum dibandingkan dengan yang tidak pre eklampsia.
Dari uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa asfiksia neonatorum disebabkan oleh salah satunya dari faktor ibu yaitu pre eklampsia, dalam penelitian ini ibu dengan pre eklampsia mempunyai peluang 6,709 kali mengalami asfiksia neonatorum dibandingkan dengan ibu yang tidak pre eklampsia, untuk itu pentingnya penyuluhan akan pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal care (ANC) selama kehamilan sedikitnya 4 kali untuk mendeteksi secara dini komplikasi atau penyulit yang menyertai kehamilan dan persalinan agar jumlah kematian bayi di kabupaten Pringsewu menurun.
2. Hubungan kehamilan postmatur dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara kehamilan postmatur dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan didapatkan nilai p-value = 0.000 (p-value < α=0,05). Hasil diperoleh nilai OR =4,504, artinya ibu dengan kehamilan postmatur mempunyai resiko 4,504 kali melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami kehamilan postmatur.
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa plasenta memegang peranan penting dalam perkembangan janin dan kegagalan fungsi plasenta dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Pasokan nutrisi yang kurang ke plasenta atau hipoksia akan dapat mengganggu pertumbuhan plasenta ke janin. Kegagalan fungsi plasenta akibat gangguan oksigenasi dapat menyebabkan
15
permasalahan pada pertumbuhan janin seperti kelahiran prematur, hipoksia, asfiksia, dan berat badan lahir rendah (Winkjosastro, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meirini Iswantika (2013), dengan judul Hubungan Kehamilan Post Matur Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Kelahiran Sectio Caesaria Di Rumah Sakit Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013, bahwa dari hasil uji statistik di peroleh nilai p-value = 0,00 yang berarti bahwa ada hubungan yang segnifikan antara kehamilan post matur dengan kejadian asfiksia pada bayi kelahiran sectio caesaria di Rumah Sakit Umum Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013, dan didapatkan OR = 6,804 yang berarti bahwa ibu dengan kehamilan post matur 6,804 kali melahirkan bayi asfiksia debangdingkan dengan ibu yang tidak mengalami kehamilan post matur.
Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kehamilan lewat waktu memiliki hubungan terhadap kejadian asfiksia neonatorum. Hal ini dapat terlihat dari 264 responden yang mengalami kehamilan lewat waktu sebanyak 212 orang (80,3%) dan melahirkan bayi asfiksia sebanyak 153 bayi (89,0%). Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan ibu hamil dapat mengetahui pentinya melakukan pemeriksaan diri sejak permulaan kehamilan. Dan bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan diharapkan lebih teliti dalam menentukan usia kehamilan. Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postdate diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Tetapi jika telah ditentukan pada trimester terkahir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan bidan harus tetap seiaga pada reabilitas TP tersebut, sehingga kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dapat di kurangi.
3. Hubungan Lilitan Tali Pusat dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum
Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan didapatkan nilai p-value = 0,012 (p-value > α=0,05). Hasil diperoleh nilai OR = 0,308, artinya ibu dengan lilitan tali pusat mempunyai resiko 0,308 kali melahirkan bayi asfiksia neonatorum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami lilitan tali pusat.
Dalam kehamilan umunya tidak timbul masalah. Kadang – kadang pada waktu janin turun dalam persalinan lilitan menjadi cukup kencang sampai mengurangi
16
aliran darah yang melalui tali pusat dan mengakibatkan hipoksia janin. Kasus – kasus dengan lilitan tali pusat lebih sering dijumpai kelainan denyut jantung janin, air ketuban yang bercampur mekonium dan bayi – bayi yang memerlukan resusitasi (oxom, 2010)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novisye (2012), dengan judul Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Bahwa dari hasil uji statistiknya di peroleh nilai p- value = 0,024 lebih rendah dari nilai alpha ( α = 0,05 ), yang artinya ada hubungan yang segnifikan antara lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum.
Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa lilitan tali pusat memiliki hubungan terhadap kejadian asfiksia neonatorum. Hal ini dapat terlihat dari 264 responden yang mengalami lilitan tali pusat sebanyak 23 orang (8,7%) dan dari 23 bayi yang mengalami lilitan tali pusat tersebut yang mengalami asfiksia hanya sebanyak 9 orang (5,2%). Oleh karena itu, petugas kesehatan diharapkan selalu melakukan pemantauan pada saat kehamilan dengan menganjurkan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan USG untuk nmengetahui apakan ada lilitan atau tidak.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai barikut :
1. Distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung tahun 2016 diketahui dari 264 responden yang mengalami asfiksia neonatorum 172 (65,2%)
2. Distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016 berdasarkan preeklamsia, dari 208 ibu yang mengalami preeklamsi dan melahirkan bayi dengan asfiksia diketahui sebanyak 155 kejadian (90,1%).
3. Distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016 berdasarkan kehamilan post matur, dari 212 ibu yang mengalami kehamilan post matur dan melahirkan bayi dengan asfiksia diketahui sebanyak 153 (89,0%).
17
4. Distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Lampung tahun 2016 berdasarkan lilitan tali pusat, dari 23 ibu yang melahirkan bayi dengan lilitan tali pusat dan yang mengalami asfiksia diketahui sebanyak 9 (5,2%).
5. Ada hubungan antara preeklamsia dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Tahun 2016 dengan nilai p-value sebesar 0,000; dan nilai OR =6,709. 6. Ada hubungan antara kehamilan post matur dengan kejadian asfiksia neonatorum
di RSUD Pringsewu Tahun 2016 dengan nilai p-value sebesar 0,000. Dan nilai OR = 4,504
7. Ada hubungan antara lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Pringsewu Tahun 2016 dengan nilai p-value sebesar 0,006. Dan hasil OR = 0,308
Saran
1. Bagi IPTEK
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang berguna sehingga dapat membantu meningkatkan pengetahuan bagi peneliti.
2. Bagi RSUD Pringsewu Lampung
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bermasalah khususnya pelayanan asfiksia neonatorum dan untuk meningkatkan standar pelayanan di RSUD Pringsewu Lampung
3. Bagi Institusi Pendidikan (STIKes AISYAH Pringsewu)
Penelitian ini dapat menambah kepustakaan sebagai sarana memperkaya ilmu pengetahuan pembaca mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Pringsewu
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya supaya memperbanyak wawasan tentang asfiksia dan menjadi bahan pertimbangan serta acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan variabel lain misalnya simpul tali pusat, ketuban pecah dini yang menyebabkan tali pusat menumbung, pengaruh obat, gangguan His, plasenta previa, solusio plasenta, hipertensi, dan eklamsia.
18 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (2010), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rhineka Cipta. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Asdi Mahasatya. Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, (2013), Profil Kesehatan provinsi Lampung, Bandar Lampung
Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu, (2014), Profil Kesehatan Provinsi Lampung, Pringsewu.
Kristiyanasari, W (2010), Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Nuha Medika. Yogyakarta.
Manuaba (2010), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta Manuaba (2014), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta Mitayani (2011), Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono (2012), Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Bina Pustaka. Jakarta
Proverawati, A (2010), BBLR ( Berat Bayi Lahir Rendah ). Nuha Medika. Yogyakarta Rukiyah, A (2010), Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Trans Info Media.Jakarta. Rukiyah, A (2014), Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Trans Info Media. Jakarta.
Oxom, Harry (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medika ( YEM ) : Yogyakarta
Nanny, Vivian Lia Dewi (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika : Jakarta
Chapman, Vicky. (2006), Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. EGC. Jakarta. Budiarto, Eko. 2002, Bioststistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Sugiyono (2009), Statistika Untuk Penelitian. EGC. Jakarta
(WHO, 2012 dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/10386/1/J210060005.pdf) (SDKI, 2012 dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/10386/1/J210060005.pdf)