• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1. Botani

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) termasuk tanaman monokotil. Menurut Djoehana Setyamidjaja (2006) dalam sistematika taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales

Famili : Palmae Sub Famili : Cocoideae Genus : Elaeis

2.1.2. Morfologi a) Akar (radix)

Sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Akar tertier dan kuarter yang paling aktif mengambil hara dan air di dalam tanah. Pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar tersebut terutama berada 2,0-2,5 m dari pokok dan banyak dijumpai pada kedalaman 0-20 cm. Dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.

(2)

b) Batang (caulis)

Batang kelapa sawit tumbuh tegak luruske atas. Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Selama empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun-daun yang pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Pangkal batang umumnya membesar membentuk bonggol batang (bowl). Kecepatan tumbuh meninggi tanaman kelapa sawit berbeda-beda tergantung pada tipe atau varietasnya, tetapi secara umum kecepatan pertumbuhan (per tambahan tinggi) sekitar 25-40 cm/tahun. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kondisi di sekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan, kerapatan tanam, umur dan sebagainya. c) Daun (Folium)

Daun pertama yang keluar dari stadium bibit berbentuk lance-late kemudian muncul bifurcate dan akhirnya pinnate. Pangkal pelepah daun atau petiole adalah bagian daun yang mendukung atau tempat duduknya helaian daun dan terdiri atas rachis (basis folii), tangkai daun (petiolus), duri-duri (spine), helai anak daun (lamina), ujung daun (apex folii), lidi (nervatio), tepi daun (margo folii), dan daging daun (intervenium).

Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjangnya dapat mencapai 1,20 m. Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar antara 120-160 pasang.

Jumlah pelepah daun yang terbentuk selama satu tahun dapat mencapai 20-30 helai, tetapi kemudian berkurang sesuai dengan bertambahnya umur tanaman sampai menjadi 18-25 helai atau kurang. Pohon kelapa sawit

(3)

normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu batang terdapat 40-50 pelepah daun. Apabila tidak dilakukan pemangkasan sewaktu panen, maka jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 batang.

d) Bunga (flos)

Bunga kelapa sawit termasuk berumah satu. Pada satu batang terdapat bunga betina dan bunga jantan yang letaknya terpisah. Namun, sering kali terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hermaprodit). Tandan bunga terletak di ketiak daun yang mulai tumbuh setelah tanaman berumur 12-14 bulan, tetapi baru ekonomisnya untuk dipanen pada umur 2,5 tahun. Primordia (bakal) bunga terbentuk sekitar 33-34 bulan sebelum bunga matang (siap melaksnakan penyerbukan). Pertumbuhan bunga sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Jika tanaman kelapa sawit tumbuh kerdil, maka pertumbuhan bunganya lebih lambat daripada tanaman yang tumbuh subur.

e) Buah (Fructus)

Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah yang terletak di sebelah dalam tandan berukuran lebih kecil dan bentuknya kurang sempurna dibandingkan dengan yang berada di luar tandan. Buah kelapa sawit termasuk buah “batu”. Pada satu buah terdapat susunan sebagai berikut:

1. Kulit buah (exocarp) yang selama 3 bulan setelah penyerbukan warnanya masih putih kehijau-hijauan, tetapi 3-6 bulan berikutnya warnanya berubah menjadi kuning.

2. Daging buah (pulp,mesocarp) yang pada 3 bulan pertama tersusun dari air, serat, khloropil, dan 3 bulan selanjutnya terjadi pembentukan minyak dan karoten.

3. Cangkang (tempurung, shell, endocarp) yang pada tahap awal tipis dan lembut, tetapi setelah berumur 3 bulan bertambah tebal dan keras serat warnanya berub ahdari putih menjadi coklat muda kemudian coklat.

(4)

4. Inti (kernel,endosperm) yang mula-mula cair, kemudian lunak dan akhirnya padat serta agak keras.

Di dalam biji terdapat embrio yang panjangnya 3 mm dan berdiameter 1,2 mm berbentuk silindris. Inti merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhsn embrio. Pada pertumbuhan atau perkecambahan, embrio akan keluar melalui lubang yang terdapat pada cangkang (germpore) dengan membentuk akar (radikula) dan batang (plumula).

2.2. Penyakit Garis Kuning pada Daun (patch yellow)

Tanaman kelapa sawit dapat mengalami kerusakan karena serangan penyakit. Di bawah ini akan di bahas secara singkat salah satu penyakit yang di jumpai dan menyebabkan kerusakan pada tanaman kelapa sawit yaitu penyakit Garis Kuning pada Daun (patch yellow).

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Infeksi penyakit biasanya terjadi pada saat daun belum membuka. Setelah daun membuka akan tampak adanya bulatan-bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat tempat tumbuhnya konidiosfora. Bagian-bagian tersebut kemudian mengering. Penyakit ini menyerang tanaman yang secara genetis mempunyai kepekaan terhadap penyakit tersebut (Setyamidjaja, 2006).

Penyakit ini juga banyak ditemukan menginfeksi daun muda dan menjalar hingga ke daun tua. Tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit ini daun-daunnya akan mengering dan gugur. Penyakit garis kuning menyerang daun sejak daun bagian ujung belum membuka. Serangan jamur Fusarium

oxysporum dapat menyebabkan tanaman pertumbuhan yang tidak normal,

(5)

2.2.1. Gejala Penyakit Garis Kuning

Gejala penyakit garis kuning terlihat pada daun yang terdapat bercak-bercak lonjong berwarna kuning. Di tengah-tengah bercak kuning tersebut terdapat bercak berwarna coklat. Penyakit ini sudah menyerang pada saat bagian ujung daun belum membuka atau masih janur, dan akan menyebar ke helai daun lain yang telah terbuka pada pelepah yang sama. Ciri-ciri tanaman yang terinfeksi jamur ini pada umumnya daun-daunnya akan mengering dan gugur. Penyakit ini menyerang tanaman yang memiliki kepekaan tinggi dan disebabkan oleh faktor turunan (genetik).

2.2.2. Upaya Pengendalian Penyakit Garis Kuning

Dari data hasi Image Processing penyakit garis kuning pada daun kelapa sawit yang didapat, maka dapat dilakukan upaya pengendalian pada tanaman yang sudah terserang penyakit tersebut. Adapun upaya pengendaliannya sebagai berikut:

1. Pada tanaman yang masih ada di pembibitan jika terserang penyakit garis kuning maka dilakukan inokulasi.

2. Pada tanaman menghasilkan jika terserang penyakit garis kuning dapat diberikan Trichoderma sp. Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida adalah jamur

Trichoderma sp. Disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula

berfungsi sebagai agen hayati pertumbuhan tanaman. Biakan jamur

Trichoderma sp. dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai

biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan atau ranting tua) menjadi kompos yang bermutu, serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma sp. dapat menghambat pertumbuhan jamur

Fusarium Oxysporum (Sudantha dkk, 2018)

Penyakit yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum ini sering kali susah untuk dikendalikan dengan fungisida kimia. Uji antagonis jamur

(6)

Trichoderma sp. terhadap jamur Fusarium oxysporum yang dilakukan oleh

Sudantha, I.M dan Abadi,A.L membuktikan bahwa Trichoderma sp. dapat menekan perkembangan jamur Fusarium Oxysporum.

2.3. Kesatuan Contoh Daun (KCD)

Pengambilan contoh daun bertujuan untuk memperoleh data tentang kandungan unsur-unsur hara dalam daun melalui analisis, hasil analisis daun juga dapat mengetahui penyakit yang menyerang tanaman tersebut. Cara pengambilan contoh daun di lapangan sangat mempengaruhi hasil analisis. Oleh karena itu, perlu cara/teknik pengambilan contoh daun yang standar sebelum dilakukan analisis. Pedoman pengambilan contoh daun ini berisi cara-cara pengambilan contoh daun yang standar, sehingga kegiatan pengambilan contoh daun dapat memberikan hasil yang lebih tepat (Darmosarkoro, 2010).

2.3.1. Penentuan Kesatuan Contoh Daun (KCD)

Kesatuan contoh daun (KCD) atau leaf sampling unit (LSU) adalah suatu areal yang diambil contoh daunnya. KCD harus mempunyai keseragaman dalam hal: umur tanaman, jenis tanah, tindakan kultur teknis, dengan sekecil mungkin variasi topografi dan drainase. Dasar penetapan KCD adalah:

a) Jenis, penyebaran, dan topografi tanah sama. Pedoman yang dapat digunakan untuk keperluan ini menggunakan peta tanah detail dari kebun. b) Bahan tanaman sama.

c) Umur tanaman sama. Pada tanaman yang telah menghasilkan, apabila terdapat perbedaan umur 1-2 tahun saja dan luas tanaman kurang dari 5 ha maka areal tersebut dapat dimasukkan dalam satu unit. Demikian juga jika dijumpai jenis dan topografi sama dan tidak dijumpai keadaan –keadaan yang menyolok tentang pertumbuhan produksi, maka areal tersebut juga dapat dimasukkan dalam satu unit.

(7)

Satu KCD umumnya ideal untuk mewakili satu blok dengan luas 25 ha, yang apabila keadaannya seragam maka luas satu KCD dapat diperbesar tetapi tidak melebihi luas 40 ha. Umumnya sangat sulit untuk memperoleh keadaan yang seragam dari arel dengan luas melebihi 40 ha. Sementara areal dengan luas kurang dari 5 ha tidak dianjurkan dijadikan satu KCD karena akan menyulitkan dalam penentuan dan pelaksanaan aplikasi pemupukan kecuali ada persoalan unsur hara yang serius.

2.3.2. Prosedur pengambilan a) Waktu Pengambilan

Pengambilan contoh daun dilakuakn pada pagi hari anatara jam 07.00-12.00. Apabila terjadi hujan dengan curah hujan 20 mmatau lebih, pengambilan contoh daun agar tidak dilakukan dan pengambilannya dilakukan setelah 36 jam kemudian.

b) Penentuan Pohon Contoh

Untuk keperluan analisa dibutuhkan 40 pohon tanaman kelapa sawit untuk satu KCD. Sebaran pohon contoh ini harus disesuaikan denagn luas satu KCD. Sebagai pedoman penentuan pohon contoh dengan sistem tersebar, dapat dissusun dengan interval pemilihan pohon, sedangkan pohon contoh pada sisitem terpusat biasanya ditentukan dari 2-3 baris tanaman di tengah areal.Pohon-pohon yang akan di gunakan sebagai pohon contoh harus memiliki berbagai persyaratan, antara lain:

1. Pohon-pohon contoh adalah pohon yang normal, bekas sisipan atau tanaman yang sakit dihindarkan dan sebagai gantinya dipilih pohon berikutnya.

2. Pohon-pohon yang tumbuh di pinggir jalan dan parit dihindarkan, sebagai gantinya dipilih 3 pohon berikutnya.

3. Tidak berdekatan dengan areal terbuka.

4. Pohon contoh yang terpilih diberi tanda dengan menggunakan cat pada batangnya.

(8)

c) Penentuan Contoh Daun

Daun yang diambil untuk contoh harus dapat menggambarkan keadaan tanaman tersebut, yang menurut hasil penelitian ternyata daun ke 17 adalah yang palimg sesuai. Jika karena sesuatu keadaan pada tanaman menghasilkan daun ke 17 rusak, maka dapat diganti daun ke-9 untuk seluruh pohon contoh pada KCD tersebut. Pada tanaman muda, daun ke 17 kadang tidak dalam keadaan baik, maka sebagai gantinya diambil daun ke-9 dan kalau tanamannya masih sangat muda yang berumur 2-3 tahun, maka dapat diambil daun ke 3. Analisa daun pada TBM tidak dilakukan, kecuali untuk keperluan khusus seperti untuk percobaan atau adanya sebab-sebab tertentu.

d) Susunan Letak Daun

Daun ke 9 maupun ke 17 ditentukan dengan memperhatikan susunan letak daun dapat ditentukan dengan pedoman sebagai berikut:

1. Daun ke 1 adalah daun termuda yang helai daunnya telah mekar seluruhnya dan jarak antara helai daun tersebut dengan daun yang lain sudah jelas tampak pada pangkal pelepah.

2. Daun ke 9 letaknya di bawah daun ke 1 sedikit ke sebelah kirI pada pusingan kanan dan sedikit ke sebelah kanan pada pusingan spiral ke kiri. 3. Daun ke 17 letaknya dibawah daun ke 9 sedikit ke sebelah kiri pada pusingan spiral kanan dan sedikit ke sebelah kanan pada pusingan spiral kiri.

e) Pengambilan contoh anak daun

Anak daun diambil setelah daun conntoh diturunkan dari pohon. Dari daun contoh tersebut diambil sebanyak 6-12 helai anak daun (3 atau 6 helai dari sebelah kiri dan 4 atau 6 helai dari sebelah kanan). Anak daun diambil dari bagian tengah daun atau frond. Helai anak daun tersebut diambil dengan menggunakan egrek yang tajam. Rangkaian penyiapan anak daun untuk analisis dilaboratorium adalah sebagai berikut:

1. Bagian ujung dan pangkal anak daun dibuang, sehingga tinggal bagian tengah sepanjang 10-20 cm.

(9)

2. Setiap helaian daun dibersihkan dengan menggunakan kapas/kain lap yang telah dicelupkan dalam air aquadest, tidak boleh membersihkan helai daun tersebut dengan cara merendam dalam air karena hara kalium dapat tercuci.

3. Contoh daun yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam kantong-kantong yang terbuat dari kain kelambu.

4. Kantong-kantong kelambu yang berisi contoh daun kemudian diberi label dengan menggunakan kertas label yang telah dipersiapkan. Label tersebut terdiri label yang diletakkan dalam kantong dan label yangdiikatkan pada leher kantong (diluar).

5. Contoh daun dalam kantong selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 0C – 80 0C selama 24 jam dengan udara mengalir yang dipaksakan (dengan batuan fan).

6. Setelah dilakukan pengeringan, contoh daun dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis daun.

Gambar 2.1. Penentuan Letak Daun (Yenni dkk, 2018)

2.4. Pengolahan Citra (Image Processing)

Citra (image) istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Ada sebuah peribahasa yang berbunyi “sebuah

(10)

gambar bermakna lebih dari seribu kata” (a picture is more than a thousand

words). Maksudnya tentu sebuah gambar dapat memberikan informasi yang

lebih banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata/ tekstual (Iriyanto dkk, 2014).

Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (duadimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam.Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat:

1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita milikimengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau(noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya.Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasiyang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.

Didalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang berkaitandengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:

(11)

1. Grafika Komputer (computer graphics). 2. Pengolahan Citra (image processing).

3. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation).

Grafika Komputer bertujuan menghasilkan citra (lebih tepat disebut grafik ataupicture) dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dan sebagainya. Grafika komputer memainkan peranan penting dalam visualisasi dan virtual reality.

Perkembangan teknologi, terutama di bidang dunia digital, membawa perubahan cukup besar. Salah satunya dengan adanya digitalisasi data citra. Selain di bidang teknologi, pengolahan citra juga dimanfaatkan sebagai pengenalan pola. Pola dari citra yang diolah adalah bentuk daun dan tepi daun. Perbedaan pola dari sebuah daun tersebut bisa digunakan sebagai pengidentifikasi. Citra merupakan istilah lain dari gambar yang merupakan komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidakdimiliki oleh data teks, yaitu kaya akan informasi. Citra digital adalah citra hasil digitalisasi citra kontinu (analog). Tujuan dibuatnya citra digital adalah agar citra tersebut dapat diolah menggunakan komputer atau piranti digital (Subchan dkk, 2010)

Sistem pakar merupakan salah satu software yang dapat menduplikasi fungsi seorang pakar dalam suatu bidang keahlian. Hal ini dilakukan dengan cara memberi basis pengetahuan dan inferensi sehingga dapat menggunakan penalaran dalam memecahkan masalah. Program ini bertindak sebagai seorang penasehat dalam suatu lingkungan keahlian tertentu. Salah satu aplikasi sistem pakar adalah dalam bidang pertanian khususnya yang

(12)

digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada tanaman kelapa sawit. Masyarakat awam kurang memahami dalam menangani gejala-gejala penyakit pada tanaman kelapa sawit, disamping itu kurangnya informasi membuat masyarakat awam buta akan menyimpulkan jenis penyakit apa yang diderita oleh tanaman kelapa sawit tersebut, hal ini juga salah satu faktor menurunnya devisa negara dalam mengekspor minyak kelapa sawit ke luar negeri (Linda dkk, 2014).

2.4.1. Penerapan Pengolahan Citra

Pengolahan citra saat ini sudah mulai banyak digunakan untuk berbagai macam penelitian, salah satunya yaitu “Deteksi tepi berbasis metode sobel untuk segmentasi citra daun tembakau”. Deteksi tepi (Edge Detection) adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mengubah citra 2D menjadi bentuk kurva. Deteksi tepi ini adalah salah satu dari pengolahan citra. Operasi pengolahan citra adalah operasi yang dilakukan untuk mentransformasikan suatu citra menjadi citra lain. Berdasarkan tujuan transformasi operasi pengolahan citra dikategorikan sebagai berikut: peningkatan kualitas citra (Image Encachement) dan (Image

Rostaration). Pada proses Image Encachement, kualitas citra dari derau atau

noise diperbaiki sehingga mudah di interpretasikan oleh manusia ataupun mesin. Salah satu contoh dari nois adalah citra kabur (blur). Untuk menangani masalah diatas maka penulis mengimplementasikan algoritma sobel dalam deteksi tepi berbasis metode sobel untuk segmentasi citra daun tembakau ( Oky Kissta, dkk).

2.4.2. Dasar Pengolahan Citra a. Citra Grayscale

Citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih padaintensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra ”hitam-putih”,

(13)

dimanapada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu”hitam” dan ”putih” saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam danputih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Citra

grayscale seringkali merupakan perhitungan dari intensitas cahaya pada setiap pixel pada spektrum elektro magnetik single band.

Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Format ini sangat membantu dalam pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing R, G dan B menjadi citra grayscale dengan nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G dan B.

b. Citra Threshold

Citra threshold dilakukan dengan mempertegas citra dengan cara mengubah citrahasil yang memiliki derajat keabuan 255 (8 bit), menjadi hanya dua buah yaituhitam dan putih. Hal yang perlu diperhatikan pada proses threshold adalahmemilih sebuah nilai threshold (T) dimana piksel yang bernilai dibawah nilaithreshold akan diset menjadi hitam dan piksel yang bernilai diatas nilai

threshold akan diset menjadi putih.

c. Citra Biner

Citra biner adalah citra dimana piksel-pikselnya hanya memiliki dua buah nilai intensitas yaitu bernilai 0 dan 1 dimana 0 menyatakan warna latar belakang(background) dan 1 menyatakan warna tinta/objek (foreground) atau dalam bentuk angka 0 untuk warna hitam dan angka 255 untuk warna putih. Citra binerdiperoleh dari nilai citra threshold sebelumnya.

2.4.3. Deteksi Tepi

Teknik image enhancement digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu citra digital, baik dalam tujuan untuk menonjolkan suatu ciri tertentu dalam citra tersebut, maupun untuk memperbaiki aspek tampilan. Proses ini biasanya

(14)

didasarkan pada prosedur yang bersifat eksperimental, subjektif, dan amat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Proses peningkatan mutu citra bertujuan untuk memperoleh citra yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan/kepentingan pengolahan citra.

Edge detection adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk

mendeteksi diskontinuitas graylevel. Hal ini disebabkan karena titik ataupun garis yang terisolasi tidak terlalu sering dijumpai dalam aplikasi praktis. Suatu

edge adalah batas antara dua region yang memiliki graylevel yang relatif

berbeda. Pada dasarnya ide yang ada di balik sebagian besar teknik

edge-detection adalah menggunakan perhitungan local derivative operator. Gradien

dari suatu citra f(x,y) pada lokasi (x,y) adalah vector.

Tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang cepat/tiba-tiba (besar) dalam jarak yang singkat. Sedangkan deteksi tepi (edgedetection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail citra, untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena

error atau adanya efek dari proses akuisisi citra. Suatu titik (x,y) dikatakan

sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.

Proses deteksi tepi (edge detection) dapat dikelompokkan berdasarkan operator atau metode yang digunakan dalam proses pendeteksian tepi suatu citra untuk memperoleh citra hasil.

(15)

Gambar 2.2. Filter Edge Detection 1. Metode Robert

Metode robert adalah nama lain dari teknik differensial pada arah horizontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi biner yang disarankan adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan putih.. Metode robert ini juga disamakan dengan teknik DPCM (Differential Pulse Code Modulation).

2. Metode Prewitt

Metode prewitt merupakan pengembangan metode robert dengan menggunakan filter High Pass Filter(HPF) yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.

2.4.4. Perbaikan Citra

Perbaikan citra merupakan salah satu metode yang sederhana dan cukup menarik bidang pengolahan citra digital. Pada dasarnya, ide di balik teknik perbaikan citra adalah untuk memperbaiki detail yang dikaburkan, atau hanya untuk menyorot fitur tertentu yang menarik di gambar. Oleh karena itu, peningkatan kualitas suatu citra yang terdegradasi dilakukan dengan menerapkan teknik perbaikan citra(I Nyoman dkk,2016).

(16)

a. Histogram Equalitation(HE)

Metode Histogram Equalitation (HE) merupakan salah satu teknik yang cukup populer untuk meningkatkan kualitas citra digital. Konsep dasar dari

Histogram Equalization adalah dengan men-strecth histogram, sehingga

perbedaan pixel menjadi lebih besar. Dengan kata lain, informasi menjadi lebih kuat sehingga secara kasat mata dapat menangkap informasi yang disampaikan (I Nyoman dkk,2016).

Gambar 2.3. Histogram b. Brightness

Brightness adalah nama lain dari tingkat kecerahan/intensitas cahaya. Elemen ini menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata. Elemen ini dapat dirasakan sebagai lampu penerang berwarna putih ketika kita melihat suatu benda. Semakin terang cahaya lampu tersebut (Tingkat kecerahan/brightness tinggi), benda yang kita lihat akan semakin putih. Semakin redup (Tingkat kecerahan/brightness rendah), benda yang kita lihat semakin gelap. Dan ketika tidak ada cahaya lampu (tingkat kecerahan/brightness = 0), benda yang kita lihat berwarna hitam (Handoyo,2006).

c. Kontras

Kontras merupakan tingkat penyebaran piksel-piksel ke dalam intensitas warna. Kontras yang rendah dikarenakan kurangnya pencahayaan mengakibatkan intensitas warna berkumpul di tengah skala intensitas. Sedangkan kontras tinggi dikarenakan terlalu banyak pencahayaan

(17)

mengakibatkan intensitas warna berkumpul di awal dan akhir skala intensitas, sedangkan di tengah sangat kecil frekuensinya (Anonim, 2015). d. Inversi Citra

Inversi citra merupakan proses negatif pada citra, seperti pada foto di mana setiap nilai citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Proses inversi banyak digunakan pada citra – citra medis, sepeti USG dan X-Ray (Sigit, 2007).

2.5. Metode Sobel

Metode sobel merupakan pengembangan metode robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian dan gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari metode sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi. Seperti telah disinggung sebelumnya, satu cara untuk menghindari gradien yang dihitung pada titik interpolasi dari piksel-piksel yang terlibat adalah dengan menggunakan jendela 3x3 untuk perhitungan gradien, sehingga perkiraan gradien pada tepat ditengah jendela (Natalia Silalahi dkk, 2017).

Tabel 3.1 jendela 3x3 perhitungan gradien

P1 P2 P3

P8 (x,y) P4

P7 P6 P5

Maka berdasarkan susunan piksel-piksel tetangga tersebut, besaran gradien yang dihitung dengan operator Sobel adalah:

(18)

Dimana M adalah besaran gradien yang dihitung pada titik tengah jendela dan turunan parsial dihitung dengan:

Sx = (p3 + cp4 + p5) – (p1 + cp8 + p7) ... (2.2) Sy = (p1 + cp2 + p3) – (p7 + cp6 + p5) ... (2.3) Dengan c suatu konstanta bernilai 2. Seperti dalam perhitungan gradien pada operator pelacak tepi lainnya, Sx dan Sy dapat diimplementasikan menggunakan jendela:

S=y ... (2.4) Perhatikanlah bahwa operator sobel menempatkan penekanan pada piksel-piksel yang lebih dekat dengan titik pusat jendela.

Gambar

Gambar 2.2. Filter Edge Detection  1.  Metode Robert
Gambar 2.3. Histogram  b.  Brightness
Tabel 3.1  jendela 3x3 perhitungan gradien

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lingkungan kerja terhadap semangat kerja karyawan.. Faktor-faktor lingkungan kerja

Memonitor jenis kegiatan yang akan diselenggarakan di Sub Bagian Pemeliharaan Sarana, Sub Bagian Hygine & Sanitasi, Sub Bagian Gudang non medis dan Sub Bagian Laundry

Jika dilihat dari segi kekuatan asosiasi mereknya 87% responden setuju dengan alasan mereka mengenali motor Yamaha Mio diiklan, mudah untuk memperoleh

Lebih lanjut, data yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan tanpa tanaman pagar kandungan bahan organik pada tahun ke lima relatif tidak berbeda

Tingkat bahaya erosi berat dijumpai pada TPL 2 dan 3 penyebabnya adalah faktor erodibilitas yang tinggi juga dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan kebun pisang

Jika capres tersebut mengunjungi O pada kesempatan terakhir, manakah dari kota – kesempatan terakhir, manakah dari kota – kota berikut yang dapat menjadi kota kota

No 24 Tahun 1997 (2) UUPA sendiri merupakan hukum agraria nasional yang kehadirannya didasarkan pada hukum asli indonesia yang dikenal dengan sebutan hukum adat,