• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Penelitian Politik Luar Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Penelitian Politik Luar Negeri"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HI UII

LAPORAN PENELITIAN

Kode Nomor:

LAPORAN PENELITIAN

Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi-Wahabi di

Indonesia

Dilaporkan Oleh:

Hasbi Aswar, S.IP, MA

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

DAFTAR ISI

Halaman Depan Halaman Pengesahan Daftar Isi

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ajaran dan Gerakan Wahabi...4

2.2 Islam dan Politik Luar Negeri Pemerintah Saudi...7

BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Qualitatif...14

1.2 Prosedur Riset...14

a. Pra-riset...14

b. Teknik Pengumpulan Data...14

c. Teknik Analisis Data...15

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...16

4.1 Wahabisme di Indonesia...16

4.2 Arab Saudi & Diseminasi pemikiran Wahabi di Indonesia...16

(3)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...28 6.1 Kesimpulan...28 6.2 Rekomendasi...29 DAFTAR PUSTAKA

(4)

ABSTRACT

This research aims to explore the role of Saudi Foreign Policy in disseminating Wahhabi Doctrine in Indonesia. Islam is one important aspect in Saudi Arabian Foreign Policy since its beginning in 18th century until nowadays. In early Saudi kingdom, its foreign policy focused on expansion of its power and spread the Wahhabi doctrines in the region of Arabia. This expansive policy resulted long conflict between Saudi Kingdom and Ottoman Empire. In modern Saudi Kingdom, Islam in Saudi Foreign Policy can be seen through its big role to support and contribute Islamic Dakwah (Preaching of Islam) in the world in many ways such as by education assistance and building Islamic Center in many countries. However, the expansion of Saudi Islamic da`wah still remains controversy between many observers. Some contend, Islamic Da`wah based on Wahhabi doctrine can produce extrimism/radicalism that can become a threat to world peace and security.

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor peran kebijakan luar negeri Arab Saudi dalam mendukung penyebaran doktrin Wahhabi di Indonesia. Di negara Arab Saudi, Islam merupakan sebuah faktor penting dalam polugri negara ini sejak abad 18 hingga sekarang. Di awal berdirinya negara ini, polugri diprioritaskan pada ekspansi kekuasaan dan penyebaran ajaran Wahhabi. Kebijakan ekspansif ini berdampak pada terjadinya perebutan kekuasaan atau konflik yang panjang antara Saudi dan kesultanan Usmani. Sementara, di era modern, polugri Aab Saudi kebanyakan melakukan dukungan yang besar terhadap dakwah Islam di seluruh dunia melalui bantuan pendidikan dan pembangunan pusat-pusat dakwah Islam di seluruh dunia. Meskipun demikian, polugri Arab Saudi, masih menjadi perdebatan bagi banyak kalangan. Diantaranya, ada yang mengatakan bahwa dakwah ajaran wahabi bisa menghasilkan sikap ekstrimisme dan radikalisme yang berpotensi mengancam keamanan dan perdamaian dunia.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya ancaman gerakan terorisme dan radikalisme global, salah satu yang menjadi sorotan adalah paham Salafi - Wahabi. Paham ini oleh banyak kalangan menjadi sumber ideologi kekerasan yang dibawa oleh kelompok-kelompok esktrimis atau radikal. Karakter eksklusif, kaku dan militan yang dimiliki oleh paham ini dianggap bisa menginspirasi siapa saja untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan dan untuk melawan siapa yang dianggap musuh baik sesama muslim sendiri, apalagi yang non-muslim atau kafir. Pillalamari (2014) mencontohkan pengaruh Wahabi di Asia Selatan. Menurutnya, karakter wilayah ini yang lebih cenderung Islam yang sufistik dan terpengaruh oleh tradisi Hindu menjadi berubah saat masuknya pengaruh paham Wahabi dari Arab Saudi di era perang Afghanistan tahun 1980an. Masuknya Wahabi menciptakan skala kekerasan yang meningkat yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam, khususnya diwilayah India, Kashmir dan Bangladesh.

Ajaran Wahabi diemban oleh negara Arab Saudi serta akar historis dari berkembangnya pemikiran ini adalah dari Arab Saudi. Ajaran ini dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab kemudian diterima dengan baik oleh Muhammad bin Saud sebagai salah seorang kepala suku di jazirah Arab, setelah itu ajaran Abdul Wahhab disebarluaskan melalui kekuasaan dan kekuatan persenjataan ibnu Saud. Hingga kini, hubungan saling menguntungkan antara penguasa Saudi dan aliran Wahabi tetap bertahan.

(7)

untuk dimasukkan menjadi bagian dari tradisi Islam. Menurut kelompok wahabi berbagai praktek keagamaan yang tidak ada tuntunannya dalam al-Quran dan Sunnah nabi maka hal itu tertolak, disebut bidah dan sesat. Bagi siapa saja mengambil hal-hal baru tersebut berarti melanggar sunnah dan secara otomasi dianggap sesat, dosa besar. Pemahaman ini yang akhirnya menciptakan pergesekan dengan berbagai pihak. Bahkan penguasa usmani sebagai hegemon utama di dunia Islam saat itu dianggap telah sesat dan melenceng dari ajaran Islam oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kelompok wahabi akhirnya memberontak terhadap penguasa Usmani. Hingga kini pergesekan dengan kelompok-kelompok muslim yang lain masih terus terjadi. Ajaran wahabi, tidak hanya menjadi mazhab atau ajaran yang diakui oleh kerajaan Arab Saudi, namun menjadi salah satu aspek penting dalam mempengaruhi kebijakan politik pemerintah termasuk dalam hal politik luar negeri. Negara ini mengeluarkan banyak biaya untuk menyebarluaskan ajaran ini ke seluruh dunia melalui berbagai lembaga yang dimiliki. Wilayah yang menjadi prioritas adalah wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara sebagai wilayah berpenduduk muslim terbanyak di dunia (Winsor, 2007).

(8)

Di Indonesia, gerakan dakwah salafi wahabi sangat terasa khususnya pasca rezim orde baru tumbang. Aktifitas dakwah salafi bisa dilihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan diberbagai daerah di Indonesia, termasuk banyaknya kelompok-kelompok atau yayasan yang dibentuk dan digerakkan oleh tokoh-tokoh salafi di Indonesia. Selain itu, dakwah salafi juga dijalankan melalui media-media seperti radio-radio dan stasiun TV yang dibentuk oleh kelompok salafi di Indonesia. Bebas dan aktifnya gerakan salafi di Indonesia salah satu sebabnya adalah hubungan yang baik dan erat antara pemerintah Indonesia dan pemerintah kerajaan Arab Saudi. Di level pemerintah Indonesia, tidak ada kesan gerakan Wahabi menjadi problem. berbeda dengan level grassroot. Banyak kalangan di masyarakat Indonesia yang merespon aliran Wahabi ini sebagai ancaman terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia. Pola pikir Wahabi yang dianggap eksklusif dikhawatirkan akan membawa masyarakat Indonesia menjadi terpecah belah dan rentan terjadinya konflik sosial. Dampaknya, penolakan-penolakan terhadap dakwah Wahabi ini menjadi marak baik dari para tokoh maupun beberapa ormas atau kelompok di indonesia.

Melihat aktif dan bebasnya gerakan dan pemikiran wahabi di Indonesia membuat kajian tentang peranan Arab Saudi dalam mendukung dan memfasilitasi dakwah aliran Salafi-Wahabi di Indonesia menjadi sangat menarik. Inilah yang mendasari alasan penelitian ini dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran kebijakan luar negeri Arab Saudi dalam mendukung penyebaran ajaran Salafi-Wahabi di Indonesia ?

1.2Tujuan Penelitian

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ajaran dan Gerakan Wahabi

Gerakan Wahabi atau sering dikenal juga dengan gerakan Salafi merupakan sebuah gerakan yang berbasis di Arab Saudi dan lahir dan berkembang di sana sejak abad 18. Ciri khas dari pemikiran ini adalah mengajak untuk kembali kepada Islam yang sesuai dengan al-salaf al-shalih, al-quran, sunnah nabi, para sahabat dan ajaran ulama-ulama besar terdahulu. Bagi banyak penulis, istilah Wahabi lebih banyak digunakan untuk menggambarkan pemikiran salafi yang berada di Saudi sebab penggunaan kata salafi juga digunakan oleh banyak gerakan selain dari Saudi seperti, gerakan pembaharuan Islam yang dibawa oleh Muhammad Abduh (1849) dan Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) (Rasheed, 2007). Sementara salafi yang berada di Arab Saudi berakar pada pemikiran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kata Wahabi lazim digunakan untuk mengungkapkan aliran pemikiran yang dibawa oleh pengikut Abdul Wahhab meskipun, para pengikutnya sendiri sebenarnya tidak senang disebut sebagai Wahabiyyun atau pengikut gerakan Wahabi.

(10)

Hal yang membedakan kelompok wahabi dengan umat Islam yang lain adalah konsep bidah. Bidah merupakan sebuah konsep dalam Islam yang berkaitan dengan amalan-amalan yang tidak diamalkan oleh nabi atau tidak ada tuntunannya dalam agama. Bidah merupakan kebalikan dari sunnah. Bagi umat Islam, wajib untuk melaksanakan sunnah dari nabi dan dilarang atau haram untuk melakukan bidah. Bagi banyak kalangan ulama umat Islam, persoalan bidah merupakan sesuatu istilah yang sudah disepakati maknanya. Namun, ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasi perkara-perkara yang baru, yang mana yang layak dianggap bidah dan bertentangan dengan Islam dan yang mana tidak. Bahkan ada ulama yang membagi bahwa bidah itu terbagi dua ada bidah yang baik dan ada yang buruk. Yang dilarang agama adalah yang buruk.

Dalam perspektif kelompok wahabi, bidah dipahami sebagai sebuah terma yang tunggal dan bermakna negatif serta dianggap sesat bagi para pelakuknya. “Bidah dalam pandangan Wahabi adalah seluruh praktik atau konsep keagamaan yang baru ada setelah abad ketiga hijriyah” (Algar, 2011). Dengan pemahaman seperti ini, wahabi banyak membidahkan berbagai praktek-praktek yang dilakukan oleh kelompok muslim yang lain seperti berbagai praktik zikir dan ritual kelompok sufi, perayaan tradisi perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, perayaan Maulid Nabi, pembacaan Qasidah al-Baranji, dst. Di saat wahabi telah memberikan label bidah pada orang atau kelompok tertentu, maka secara otomatis telah sesat dan siapa saja yang sesat pasti akan mendapatkan siksa di neraka.

(11)
(12)

dan `Aidh al-Qarni (Aswar, 2013). Masih banyak lagi isu-isu yang memperlihatkan tidak satunya pandangan sesama ulama dan tokoh aliran Wahabi.

Walaupun terdapat problem dan silang pendapat yang terjadi diinternal ulama dan tokoh Wahabi, ajaran ini tetap kokoh sebagai ajaran resmi negara yang dipegang oleh pemerintah Saudi. Ajaran Islam “Wahabi” inilah yang dijadikan paradigma dalam mengatur negara Arab Saudi baik dari aspek ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan aspek sosial masyarakat termasuk dalam politik luar negeri.

2.2 Islam dan Politik Luar Negeri Pemerintah Saudi

Dalam kajian politik luar negeri, faktor-faktor agama masih menjadi suatu hal yang tidak penting atau marjinal bahkan dianggap sebagai sebuah faktor nomor sekian saja, epiphenomena. Sehingga, saat mengamati berbagai analisis dalam mengamati berbagai fenomena politik internasional atau politik luar negeri, perspektif yang digunakan didominasi oleh perspektif mainstream yang mengedepankan aspek-aspek materiil atau tangible (hard) power semata, seandainya pun menggunakan soft power, agama bukanlah menjadi variabel penting.

(13)

Akan tetapi, para penstudi hubungan internasional tidak bisa mengelak bahwa agama memiliki peran penting dalam mempengaruhi berbagai peristiwa dan aktor dalam hubungan internasional. Banyak peristiwa yang terjadi seperti revolusi politik, demokratisasi, dan konflik melibatkan para aktor yang memiliki basis agama tertentu. Begitupun halnya, banyak aktor yang aktif dalam memperjuangkan isu internasional (non-agama) yang memiliki latar belakang dan termotivasi agama tertentu.

Satu aspek penting yang dimiliki oleh agama sehingga mampu mendorong para aktor dalam hubungan internasional adalah faktor legitimasi. Dengan menggunakan legitimasi, aktor-aktor dalam hubungan internasional bisa memilih atau tidak memilih untuk menjalankan kebijakannya dalam sebuah isu tertentu. Agama memiliki kekuatan legitimasi tersebut. Dalam konteks politik luar negeri, para pembuat kebijakan akan membuat kebijakan tertentu karena memiliki legitimasi. Dengan legitimasi pula, sebuah negara menolak atau mengecam tindakan negara lain. Dengan legitimasi, negara mampu memobilisasi warga negara untuk mendukung kebijakan-kebijakannya begitupun sebaliknya. Termasuk, dengan legitimasi sistem dunia yang ada itu dibangun (Fox & Sandlers, 2004).

(14)

pedang sebagai simbol jihad. Tauhid bermakna bahwa Saudi menjadikan Islam sebagai nafas hidupnya dan Jihad sebagai simbol perjuangan untuk memperjuangkan atau membela agama Islam. Namun, tidak sedikit juga yang memandang sinis komitmen keislaman dari Arab Saudi seperti, Madawi Rasheed yang mencibir penggunaan simbol-simbol agama oleh Saudi sekedar hanya sebagai alat politik untuk mempertahankan stabilitas kerajaan.

Dalam konteks politik luar negeri, dalam laman kementerian luar negeri Saudi disebutkan bahwa Islam menempati posisi penting dan berpengaruh dalam politik luar negeri Arab Saudi. Bahkan, menurut Arab Saudi, negara ini sejak berdiri hingga saat ini telah mencurahkan berbagai potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk ikut terlibat dalam menangani berbagai persoalan yang terjadi di dunia Islam untuk meraih solidaritas dan persatuan umat Islam berdasarkan atas kesamaan aqidah Islam. Dalam mewujudkan tujuan dari kebijakan solidaritas dan persatuan, Arab Saudi bersama negara-negara muslim lain bahu membahu membentuk Organisai Kerjasama Islam (OIC) dan Liga Muslim Dunia sekaligus Arab Saudi menjadi rumah bagi kedua lembaga tersebut. Kedua lembaga ini dibentuk dengan tujuan menjaga hubungan damai antara sesama negara Islam serta sebagai wadah saling memberikan dukungan moral dan material kepada berbagai kelompok Islam dimanapun mereka berada dengan berbagai sarana seperti membangun masjid dan berbagai lembaga Islam yang lain (Mofa, 2015).

(15)

tahun 1994, sudah mencapai 106 juta dollar ke negara-negara muslim dan 14,6 juta dollar ke negara-negara yang lain.

Sebagian dari donasi Saudi itu digunakan untuk mendukung aktifitas dakwah Islam di negara-negara muslim seperti dukungan kepada madrasah, organisasi dakwah dan sekolah-sekolah tinggi Islam lainnya. Disebutkan, sekitar jutaan dollar digelontorkan oleh arab Saud untuk merekrut para pelajar untuk mengisi 1.500 masjid, 210 Islamic center, 202 perguruan tinggi Islam dan 2.000 madrasah serta menempatkan di lembaga-lembaga tersebut sekitar 4.000 pendakwah di berbagai belahan dunia, Asia Tengah, Selatan dan Asia Tenggara serta Afrika, Eropa dan Amerika Utara. Saudi juga menjadi penyumbang terbesar 4 per 5 dari jumlah keseluruhan percetakan buku Islam secara global (Choksy & Choksy, 2015). Untuk mencetak para pelajar atau para muballig yang akan berdakwah di wilayah masing-masing di seluruh dunia, pemerintah Arab Saudi membangun universitas-universitas Islam di Arab Saudi Seperti Universitas Islam Madinah dan Ummul Qura (Commins, 2006).

(16)

Dalam menjalankan politik luar negeri Arab Saudi khusus dalam diseminasi pemikiran-pemikiran Wahabi, terlihat Arab Saudi banyak menggunakan lembaga-lembaga non-formal, NGOs, atau institusi-institusi pendidikan. Sebenarnya praktik-praktik penggunaan unsur-unsur soft power dalam menjalankan diplomasi ala Arab Saudi ini sudah lazim dijalankan oleh berbagai negara di dunia. Amerika Serikat dan Inggris, bisa menjadi contoh bagaimana lembaga-lembaga non formal baik itu lembaga hiburan, percetakan, serta institusi-institusi pendidikan menjadi wadah penyebaran nilai-nilai serta budaya dari kedua negara tersebut.

Politik luar negeri Saudi berupa bantuan amal dan pendidikan ke negeri-negeri muslim dan negara-negara yang lain banyak dianggap sebagai ancaman. Misi pendidikan yang dibawa oleh Saudi ke negara lain dianggap sebagai program indoktrinasi untuk menggantikan ajaran-ajaran Islam lain dengan doktrin Wahabi (Hoffman, tt).

Menurut Madawi Rasheed (2007) berbagai bantuan yang disebarkan Saudi ke seluruh dunia Islam (Transnationalisation of Islam) sebenarnya bukan murni dilandasi oleh kepentingan Islam namun lebih merupakan motif politik. Menurut Rasheed, ada dua kepentingan utama Saudi terhadap kebijakan luar negeri terkait amal dan pendidikan, pertama: kepentingan meraih simpati domestik sehingga stabilitas terjaga dari berbagai hal yang bisa menggoyang negara. Kedua, kepentingan internasional, untuk membangun citra positif Saudi sebagai kiblat muslim dunia dengan tujuan agar tidak ada warga muslim di negara manapun yang bisa melakukan provokasi untuk mendelegitimasi kekuasaan Saudi. “Charity and education proved to be powerful mechanisms: the first bought dissenting voices, while the second aimed to control the minds and hearts of Muslims from Detroit to Jakarta” (Rasheed, 2007).

(17)

belum ada yang membahas secara spesifik dalam bentuk tulisan – tulisan ilmiah. Kebanyakan ditulis dalam bentuk artikel yang dipublikasi di media-media baik Nasional maupun internasional.

Seperti tulisan Fred R. Von der Mehden, yang dimuat dalam Middle East Jurnal, 2014, menuliskan secara singkat pengaruh pemikiran Wahabi di Indonesia kepada kelompok-kelompok militan seperti jamaah Islamiah, Darul Islam, dan kelompok salafi non-politis. Dalam tulisan itu juga ditunjukkan sejarah masuknya dukungan finansial dari pemerintah Saudi terhadap dakwah salafi di Indonesia dan kerjasama dengan Dewan Dakwah Islam Indonesia dalam mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab. Namun, pembahasan ini hanya merupakan tulisan ringkas terkait pengaruh pemikiran Wahabi di Indonesia, bukan untuk membahas dalam konteks politik luar negeri Arab Saudi.

Tulisan yang cukup menarik mengenai Radikalisasi islam di Indonesia dan Ekspor pendidikan salafi oleh Arab Saudi ditulis oleh Amanda Kovac, (2014). Tulisan banyak menulis sisi politis dari kebijakan “wahabisasi” baik diinternal Arab Saudi sendiri maupun di level internasional, termasuk di Indonesia. Kovac, berhasil memotret sisi lain dari kepentingan Arab Saudi dalam membangun lembaga ilmu pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA) di Jakarta yang menurutnya tidak hanya kepentingan agama tapi juga, kepentingan menangkal pengaruh revolusi Syiah di dunia Islam. Tulisan ini sebenarnya ingin memfokuskan pada pengaruh Wahabi terhadap munculnya kelompok-kelompok militan dan radikal di Indonesia, namun pembahasannya menjadi sangat umum karena tidak hanya memotret Peran Arab Saudi terhadap dukungan pendidikan salafi di Indonesia tapi juga membahas peran-peran politik Wahabi secara domestik.

(18)
(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Kualitatif

Penelitian ini akan menggunakan tipe atau model penelitian deskriptif dengan mengangkat studi peran agama dalam politik luar negeri dengan studi kasus ajaran wahabi dan politik luar negeri Arab Saudi di Indonesia. Dukungan pemerintah Saudi terhadap gerakan penyebaran Wahabi di dunia sudah merupakan isu yang sudah jamak diketahui namun, khusus kajian terkait Indonesia belum ditemukan kajian-kajian sebelumnya. Poin inilah yang kedepannya akan diteliti.

3.2Prosedur Riset a. Pra-Riset

Dalam tahap ini pra riset ini, berbagai aktifitas akan dilakukan untuk mempersiapkan riset seperti, mempersiapkan instrument-instrumen penelitian dan fiksasi jadwal penelitian.

b. Teknik Pengumpulan data

(20)

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Data primer di dapat dari catatan-catatan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi terkait kebijakan-kebijakan luar negerinya yang berhubungan penyebaran dakwah Islam “wahabi”. Data yang akan ditelusuri adalah data-data online. Sementara data sekunder didapat melalui tulisan-tulisan, jurnal atau buku yang berkaitan dengan isu-isu penyebaran Wahabi dan peran kebijakan luar negeri Arab Saudi di dalam mendukung penyebaran tersebut.

c. Teknik Analisis Data

(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

4.1 Gerakan dan Pemikiran Wahabi di Indonesia

Keberadaan paham Wahabi di Asia Tenggara cenderung dipandang sebagai ancaman terhadap tradisi keagamaan khususnya Islam yang telah berkembang lama dan berjalan beriring dengan budaya setempat di negara-negara Asia Tenggara. Wahabi dianggap ancaman karena cenderung ekslusif dan cenderung melakukan penyeragaman terhadap tradisi keislaman di wilayah di Asia Tenggara. Bukan hanya itu, beberapa kelompok yang sering dianggap biang terorisme di Asia Tenggara sangat dipengaruhi oleh aliran pemikiran Wahabi. Upaya Saudi menyebarkan aliran Islamnya di Asia Tenggara disebut oleh Igantius (2015) sebagai, Saudization of South East Asia, Christina Lin (2015) menyebutnya ekspor paham Wahabi sebagai senjata upaya pengembangan senjata pemusnah massal dari Saudi, Saudi WMD (Wahabis of Mass Destruction) proliferation.

Meskipun banyak kalangan menilai negatif keberadaan paham Wahabi di Asia Tenggara namun, secara institusional hubungan diplomasi antara negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia dengan Arab Saudi masih berjalan dengan baik serta tidak terpengaruh oleh usaha-usaha berbagai pihak yang mencoba melakukan sekuritisasi terhadap keberadaan Wahabi di negara-negara tersebut. Arab Saudi masih tetap menjalankan kebijakan eskpor pendidikan serta pemikiran di Indonesia melalui berbagai agenda yang telah dibuat.

(22)

Imam Bonjol. Namun, fakta sejarah ini, menurut Martin Van Bruinessen, kurang kuat dalam mendukung argumen pengaruh Wahabi dalam gerakan Paderi, bahkan banyak fakta-fakta lain yang justru tidak menunjukkan argumen tersebut (Bruinessen, 2001). Pemikiran Salafi - Wahabi di Indonesia juga dianggap telah mempengaruhi pemikiran Syaikh Ahmad Syurkati pendiri Madrasah al-Irsyad di awal-awal abad 20 (At-Tamimi, 2015).

Pengaruh pemikiran Wahabi secara masif masuk ke Indonesia melalui peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh Muhammad Natsir. Melalui dukungan dana dari Arab Saudi, lembaga ini banyak mengirimkan mahasiswa ke Timur Tengah untuk belajar Islam. Melalui dukungan dari Saudi pula, DDII mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) tahun 1981 yang kurikulumnya mengikut Universitas al-imam Muhammad bin Suud al-Islamiyyah di Riyadh. Dari LIPIA inilah, lahir kader-kader dakwah salafi di Indonesia serta menjadi sarana diseminasi pemikiran Wahabi melalui kitab-kitab yang dicetak serta dibagikan gratis oleh lembaga ini. Melalui LIPIA pula, banyak mahasiswa yang setiap tahun dikirim ke Arab Saudi untuk belajar Islam (Mufid, 2011; Wahid, 2009). Beberapa alumni LIPIA yang saat ini telah menjadi tokoh penting di kalangan Salafi di Indonesia seperti antara lain, Yazid Jawwas, di Minhaj us-Sunnah di Bogor; Farid Okbah, direktur al-Irsyad; Ainul Harits, Yayasan Nida''ul Islam, Surabaya, Abubakar M. Altway, Yayasan al-Sofwah, Jakarta, Ja'far Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah dan Yusuf Utsman Bais’a direktur al-Irsyad Pesantren, Tengaran (Ali, 2011).

4.2 Arab Saudi & Diseminasi pemikiran Wahabi di Indonesia

(23)

melegitimasi segala aktifitas politik yang akan dijalankan. Meskipun juga tidak bisa dijamin bahwa pengaruh agama adalah murni untuk kepentingan agama, bisa jadi juga hal tersebut dibarengi dengan kepentingan-kepentingan pragmatis yang lain, dan tidak bisa juga dikatakan agama hanya menjadi kedok untuk mencapai kepentingan-kepentingan materiil (Fox, dkk, 2004). Bagi Arab Saudi, melalui penggunaan soft power dalam politiknya, meski dimotivasi oleh doktrin-doktrin agama namun, kepentingannya tentu saja bukan hanya agama.

Dalam menjalankan Diplomasi Wahabi-nya di Indonesia, Arab Saudi melakukan beberapa cara antara lain:

1. Mengadakan kerjasama dengan institusi agama milik pemerintah, Kementerian Agama,

2. Bekerjasama dengan institusi-institusi pendidikan Islam di Indonesia, 3. Memberikan beasiswa untuk studi lanjut di kampus-kampus Arab Saudi, 4. Mengirimkan para tenaga pengajar dari Arab Saudi untuk kampus-kampus

Islam di Indonesia,

5. Memberikan bantuan buku kepada perguruan tinggi Islam di Indonesia, 6. Memberikan bantuan untuk masjid, pesantren, dan lembaga-lembaga Islam di

Indonesia.

7. Membangun pusat-pusat dakwah Islam di Indonesia

8. Memberikan dukungan kepada lembaga-lembaga dakwah Salafi di Indonesia 9. Memaksimalkan lembaga LIPIA sebagai lembaga pendidikan Islam dan

(24)

di berbagai wilayah di Indonesia dengan profesi yang berbeda-beda bahkan banyak diantaranya yang menjadi pejabat (Kemenag, 2009).

Pendirian LIPIA tahun 1980an, menurut Amanda Kovacs, (2014), tidak hanya bermotifkan kepentingan dakwah Islam ke Indonesia namun, menjadi sarana Arab Saudi untuk membendung eskpansi pemikiran Syiah pasca revolusi Iran 1979. Keberadaan Iran dianggap membahayakan legitimasi Saudi sebagai sebuah negara Islam yang menjadi patron Islam seluruh dunia. Apalagi Iran sering menyerang hubungan antara Saudi dan Amerika Serikat yang dianggap sebagai pengkhianat terhadap agama Islam sendiri. Institusi LIPIA dibentuk dan didanai oleh Arab Saudi sebuah containment policy, kebijakan pembendungan terhadap efek domino revolusi Iran di Asia Tenggara. Kebijakan pendirian LIPIA ini menurut Kovac sama persis dengan usaha Arab Saudi mendirikan universitas Islam Madinah tahun 1961 sebagai usaha untuk membendung kebijakan Jamal Abdul Nasser yang menjadikan Universitas al-Azhar sebagai representasi dakwah Islam ke seluruh dunia serta sebagai pusat penyebaran visi sosialisme Arab ala Abdul Nasser (Kovacs, 2014). Selain menjadikan LIPIA sebaga sarana pencetak kader-kader dakwah salafi-Wahabi, Saudi juga rutin memberikan beasiswa setiap tahunnya kepada mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk belajar di Arab Saudi seperti Universitas Islam Madinah dan Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh. Setelah menjadi alumni, mereka pulang dan ikut menyebarkan aliran paham Wahabi di daerah masing-masing baik melalui ceramah di masjid-masjid, membentuk pesantren, mendirikan radio, membuat majalah, tabloid bahkan membangun stasiun TV.

(25)

(tvsunnah.com). Radio-radio juga sangat banyak jumlahnya dan hampir disetiap daerah di Indonesia radio milik kaum Wahabi ada.

Konten-konten dari media miliki Salafi Wahabi ini positifnya adalah menjadi alternatif terhadap kurangnya konten-konten Islam dalam media-media mainstream. Namun, disisi yang lain beberapa konten dakwah atau ceramah di media-media itu juga berpotensi mengancam kerukunan dalam berislam di Indonesia. Banyak isu-isu yang sifatnya kontroversial di tengah-tengah umat Islam seringkali diangkat, bahkan terkadang keluar label-label atau cap-cap sesat terhadap beberapa pelaku praktek-praktek atau tradisi masyarakat Islam di Indonesia. Hal yang kontroversial yang dianggap sesat atau melenceng dari ajaran Islam oleh kaum Wahabi seperti antara lain: Perayaan Maulid Nabi, Perayaan Isra` Mi`raj, Qunut Shubuh, Tahlilan 3, 7 14 sampai 40 hari, mengaji di depan jenazah, mengaji di kuburan, membaca Yasin malam jumat dst. Semua praktek diatas dipandang sesat karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW (Mufid, 2011).

Liga Muslim Dunia sebagai lembaga penyalur dana dari Arab Saudi telah cukup lama menjalin kerjasama dengan Indonesia. Lembaga ini bahkan telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Selama ini kegiatannya lebih banyak pada pelaksanaan seminar-seminar atau konferensi internasional khususnya terkait media, namun beberapa tahun ini departemen agama telah meningkatkan kerjasama dengan lembaga liga muslim dunia dalam bidang, pendidikan, dakwah, sosial dan budaya.

(26)

Selatan sebagai sebuah ormas resmi di Indonesia. Salah satu pendirinya, Ustad Zaitun Rasmin, Lc adalah lulusan universitas Islam Madinah (Masykur, 2010). Wahdah Islamiah hingga saat ini sangat aktif dalam mendakwahkan Islam Salafi-Wahabi khususnya di wilayah indonesia bagian timur dan juga telah memiliki cabang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Ormas ini juga memiliki sekolah-sekolah dan pesantren.

Lembaga pendidikan yang paling penting sebagai wadah kaderisasi dakwah salafiyyah milik Wahdah Islamiah adalah STIBA, sekolah tinggi ilmu Islam dan bahasa Arab yang diasuh oleh para alumni Universitas Islam Madinah (Dhiyaulhaq, 2013). Zaitun Rasmin sebagai ketua umum DPP Wahdah Islamiyah saat ini telah menjadi salah satu tokoh Islam yang diakui di Indonesia. Beliau menduduki jabatan di Majelis Ulama Indonesia dan sebagai wakil ketua MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia. Peran besar Rasmin dalam menghubungkan Arab Saudi dan berbagai institusi di Indonesia diberikan penghargaan oleh Arab Saudi yang diberikan langsung oleh rektor Universitas Islam Madinah dalam sebuah seminar tahun 2014 (Wahdah, 2014).

Selain menjalin kerjasama dengan lembaga – lembaga se-ideologi, Arab Saudi juga banyak bekerjasama dengan berbagai lembaga, institusi pendidikan dan berbagai ormas Islam di Indonesia. Bahkan uluran tangan Arab Saudi di Indonesia sangat disambut baik oleh banyak pihak.

(27)

2012); Bantuan buku dan kerjasama pembangunan masjid di beberapa wilayah Yogyakarta bersama Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (Wahidin, 2009), bantuan buku-buku Islam dan bahasa Arab serta bantuan pembangunan gedung Pusat Bahasa Arab dan Kajian Keislaman di UIN Sumatera Utara (cakrafm.com); dan bantuan pendirian masjid serta Islamic Center di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (Muhammadiah, 2012). Kerjasama juga dilakukan dengan kampus-kampus islam negeri yang lain seperti, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan kampus-kampus UIN yang lain di seluruh Indonesia. Arab Saudi juga gencar mendirikan pusat-pusat dakwah islam, islamic center di berbagai daerah di Indonesia, seperti yang telah dibangun di Raja Ampat (fokus Islam, 2016), Papua, Takengon, Aceh, Wakatobi (Andriati, 2012), dan Tegal, Jawa Tengah. Islamic Center itu nantinya akan menjadi pusat-pusat dakwah Islam dan sarana penyebaran pemikiran-pemikiran wahabi di Indonesia. Disamping itu, hubungan baik antara pemerintah Arab Saudi dan ormasi-ormas Islam di Indonesia seperti Muhammadiah dan Nahdlatul Ulama terjalin sangat baik.

4.3 Dampak Diplomasi “Wahabi” Arab Saudi di Indonesia

(28)

pendidikan dengan berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia, baik negeri maupun swasta.

Dampak yang terlihat dari aktifitas aktif pemerintah Saudi dalam kebijakan luar negerinya di Indonesia adalah tercipta kesan-kesan yang positif di tengah-tengah masyarakat terhadap Arab Saudi. Bahwa Arab Saudi adalah negara yang dermawan dan sangat baik untuk kaum muslimin khususnya di Indonesia. Arab Saudi membangun masjid, sekolah, membantu orang-orang miskin, membantu kampus-kampus Islam dan seterusnya. Kebaikan-kebaikan yang nampak dari negara ini terhadap Indonesia akhirnya cukup berpengaruh dalam meredam usaha-usaha untuk mengungkap sisi lain yang negatif dari kerajaan negara Arab Saudi dan opini-opini yang menyudutkan Arab Saudi dan ajaran Wahabi. Berikut kutipan dari tulisan orang-orang yang melihat Arab Saudi secara positif dari berbagai kebijakannya di Indonesia.

“Kebaikan pemerintah Saudi terhadap kaum muslimin dunia sudah tidak

terhitung jumlahnya, termasuk Indonesia. Ratusan masjid dibangun oleh

pemerintah maupun yayasan sosial yang mengumpulkan dana dari

pemerintah dan masyarakat Saudi serta santunan fakir miskin dan pembuatan

sumur-sumur sebenarnya sudah sangat banyak, hanya saja jarang diekspos

oleh media.

Pemerintah Saudi juga membuka cabang universitas Al-Imam Muhammad

bin Su’ud di Jakarta untuk kaum muslimin di Indonesia. Sampai saat ini saya

tidak tahu ada sekolah di Indonesia yang dibangun oleh pemerintah mana pun

di dunia ini dengan menyewa dua buah gedung besar dan mewah untuk kaum

muslimin di Indonesia secara gratis. Bukan hanya itu, para mahasiswa juga

digaji, buku-buku diberikan secara gratis, asrama juga gratis.

Cabang universitas Muhammad bin Su’ud ini juga terdapat di negeri-negeri

lain. Di dalam negeri Saudi sendiri, saat ini ada ribuan pelajar muslim dari

(29)

2015)

Meskipun demikian, keberadaan soft power diplomasi (Wahabisasi) di Indonesia tetap mendapatkan penentangan keras dari berbagai pihak di Indonesia. Salah satu ormas yang paling merasa khawatir dengan gerakan ini adalah ormas Nahdlatul Ulama (NU). NU yang paling banyak merasa “terhakimi” oleh gerakan Wahabi di Indonesia. NU “terhakimi” sebab banyak praktek keagamaan yang dilakukan oleh NU dan pengikutnya dianggap menyimpang atau bidah, sesat bahkan musyrik oleh kaum Salafi Wahabi. Contohnya, melaksanakan tahlilan, membaca kitab al-Barazanji, bertawassul kepada orang-orang sholeh, serta membaca al-Quran dikuburan yang bagi kalangan NU praktek-praktek ini tidak menjadi masalah dan tidak bertentangan dengan Islam.

Penolakan NU terhadap keberadaan dakwah Wahabi di Indonesia sebenarnya tidak pernah dideklarasikan secara organisational atau resmi namun hanya dilontarkan oleh tokoh-tokohnya saja seperti, ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, KH. Hasyim Muzadi, KH. Muhammad Idrus Ramli. KH Said Aqil Siradj, misalnya,menganggap posisi NU bertentangan secara tegas dengan paham keagamaan yang dibawa oleh Wahabi. Wahabi menurut Siradj, sangat mudah memvonis sesat bagi kelompok-kelompok lain bahkan ulama-ulama besar yang tak sepaham dengan aliran pemikiran mereka seperti, Imam al-Ghazali, Abu Hasan al-Asyari. Abdul Qadir al-Jailani dan banyak ulama yang lain (Nu Online, 2013).

(30)

karena dianggap mengajarkan ajaran wahabi dan paham kebencian yang bisa memicu tindakan terorisme di Indonesia (tabayyyunnews, 2016).

Terkhusus, KH. Muhammad Idrus Ramli, salah satu tokoh muda NU ini sangat aktif dalam melakukan kajian dan diskusi dengan kelompok-kelompok wahabi. Bahkan tulisan-tulisan Idrus Ramli, baik di buku-buku yang dia tulis atau artikel-artikel di websitenya idrusramli.com banyak mengeritik dan memberikan bantahan terhadap argumentasi kelompok Wahabi. Dengan pengetahuan kitab-kitab klasik yang dimilikinya, Idrus Ramli menjawab tuduhan-tuduhan kalangan Wahabi mengenai sesat dan bid`ahnya berbagai praktek atau tradisi kalangan NU seperti, tahlilan, yasinan, maulidan, tawassul dan tabarruk.

Salah satu konsep yang dikritik oleh Idrus Ramli terhadap Wahabi adalah konsep tauhid, yang disebut oleh Idrus Ramli sebagai Konsep Tauhid Trinitas Wahabi. Konsep ini menurutnya tidak pernah disampaikan oleh nabi, dan para ulama terdahulu kecuali hanya disampaikan oleh Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya saja termasuk Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab (Ramli, 2014). Pandangan Idrus Ramli yang keras terhadap kelompok Wahabi membawanya kepada kesimpulan bahwa ajaran wahabi adalah ajaran di luar Ahlusunnah Wal- Jamaah dan merupakan ajaran yang sesat dan menyesatkan (Ramli, 2015).

(31)

Sebuah kajian yang dilakukan oleh Bidah Khasanah Grup menuliskan beberapa bahaya dari keberadaan pemikiran Wahabi di Indonesia antara lain (Ats-Saury dkk, tt):

1. Sikap eksklusif dari Wahabi yang hanya merasa benar sendiri dan menyesatkan uamt Islam yang lain akan berdampak pada menyebarnya kebencian antara sesama muslim dan akan memecah belah persatuan umat Islam.

2. Sikap Wahabi yang merasa diri mengikuti ulama salaf merupakan sebuah kebohongan. Sebab, berbagai praktek yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim seperti Maulid Nabi, membaca Quran di kuburan, bertawassul dengan orang-orang sholeh yang selama ini dianggap sesat oleh kalangan Wahabi, padahal ada banyak ulama salaf juga yang membolehkannnya.

3. Doktrin Sunnah dan Bid`ah yang diyakini dan sering dipropagandakan oleh Wahabi akan berdampak pada kejumudan dalam beragama. Bagi kalangan Wahabi, semua yang tidak memiliki referensi dari nabi adalah sesat sehingga berdampak pada ketidakmampuan kalangan Wahabi untuk melaksanakan ajaran agama secara dinamis. Padahal, dalam pandangan para ulama, tidak selamanya aktifitas yang tidak dilakukan oleh nabi berarti tidak boleh dikerjakan oleh umatnya.

4. Sebenarnya, persoalan yang diangkat oleh kalangan Wahabi merupakan perdebatan klasik dan telah diselesaikan oleh ulama-ulama terdahulu. Bedanya, ulama terdahulu tidak esktrem menyesat-nyesatkan orang hanya karena perbedaan yang sifatnya tidak prinsipil atau furuiyyah. Sementara, kelompok Wahabi menyesatkan orang-orang yang dianggap bid`ah dan semua yang bid`ah tempatnya di neraka.

(32)

berkegiatan di masyarakat, masjid, mushalla dan tempat pengajian, dan pecahnya umat Islam karena adanya perebutan lahan-lahan dakwah seperti masjid, mushalla, kantor, dan sekolah.

Sadar dengan bahaya dari dakwah salafi-Wahabi di Indonesia, beberapa kelompok masyarakat melaksanakan berbagai macam kegiatan pelatihan, demonstrasi, bahkan debat dengan tokoh-tokoh Wahabi, seperti aksi penolakan ajaran Wahahbi yang pernah terjadi di Madura, Aceh & Samarinda. Di Aceh, aksi tersebut bahkan melibatkan puluhan ribu masyarakat dari berbagai ormas, baik NU, Front Pembela Islam, gabungan pondok pesantren se-Aceh, Himpunan Ulama Dayah aceh (HUDA(, Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA), Rabithah Thaliban dan Perhimpunan Inshafuddin. Alasan penolakan masyarakat Aceh adalah paham yang dibawa oleh kaum wahabi bertentangan dengan prinsip-prinsip ahlusunnah waljamaah dan masyarakat Aceh harus menolak segala hal yang bisa merusak paham-paham yang bertentangan prinsip-prinsip tersebut seperti wahabi dan syiah (Hasan, 2015). Debat juga sering dilakukan baik melalui media-media online maupun di forum-forum ilmiah seperti yang sering dilakukan oleh K.H Muhammad Idrus Ramli dengan tokoh-tokoh Wahabi di berbagai forum.

(33)

BAB V

KESIMPULAN & REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Pengaruh keberadaan pemikiran salafi Wahabi serta penyebarannya di Indonesia adalah hasil dari politik luar negeri Arab Saudi. Dakwah Islam merupakan salah satu prioritas dari misi politik kerajaan arab Saudi di negara-negara yang lain. Sehingga, Arab Saudi menggelontorkan banyak dana untuk menyukseskan dakwah Islam di seluruh dunia. Namun, dakwah Islam yang disebarkan oleh Arab Saudi memiliki kekhasan tersendiri yakni berasas pada manhaj Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikenal sebagai aliran Salafi - Wahabi. Aliran ini oleh banyak kalangan dianggap mengajarkan paham-paham ekstrimisme dan radikalisme serta sangat eksklusif dalam beragama.

Di Indonesia, keberadaan dakwah Salafi di dukung oleh bantuan dana yang besar dari pemerintah Arab Saudi, baik dalam hal pemberian beasiswa kuliah ke Arab Saudi ataupun kerjasama pendidikan dengan lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia. Para pelajar Indonesia yang lulus dari Arab Saudi inilah yang membangun berbagai lembaga dakwah dan pendidikan untuk menyebarkan aliran pemikiran Wahabi di Indonesia.

(34)

Islam di Indonesia. Berbagai kalangan umat Islam akhirnya melakukan berbagai perlawanan baik tulisan, debat, maupun aksi-aksi lapangan untuk menyuarakan penolakan terhadap merebaknya ajaran salafi wahabi di Indonesia.

Nampaknya, sikap sebagian masyarakat Indonesia dan kekhawatiran mereka terhadap gerakan Wahabi ini sama dengan kekhawatiran banyak kalangan di berbagai negara. Dakwah Wahabi yang didukung dan difasilitasi oleh kerajaan Saudi ini dianggap sebagai usaha untuk mendominasi dunia dengan perspektif keberagamaan ala Wahabi.

Terlepas dari segala kontroversi terhadap aliran Wahabi ini, Arab Saudi bisa dianggap sukses dalam menjalankan politik luar negerinya di Indonesia dengan menggunakan instrumen Islam. Hal yang paling menguntungkan bagi Arab Saudi adalah penerimaan yang baik pemerintah Indonesia terhadap berbagai kerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga Arab Saudi. Di sisi yang lain, suara-suara sumbang yang bisa mendelegitimasi posisi Arab Saudi di dunia islam menjadi teredam. Sebab, bukan hanya melalui hubungan antar pemerintah, tapi Arab Saudi sukses menjalin hubungan kerjasama dengan hampir semua kalangan dan institusi Islam di Indonesia. Hasil penelitian ini merupakan potret keberhasilan penggunaan instrumen soft power atau agama dalam praktek diplomasi dan politik luar negeri sebuah negara.

5.2 Rekomendasi

(35)

detail-detail lembaga dan institusi pendidikan yang telah bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Algar, Hamid. (2011). Wahabisme: Sebuah Tinjauan Kritis. Democracy Project. Jakarta

Commins, David. (2006). The Wahabi Mission and Saudi Arabia. London: I.B.Tauris & Co Ltd. London.

Mufid, Ahmad Syafi’i. (2011). Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia. Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama RI. Jakarta

Rasheed, Madawi. (2007). Contesting the Saudi State: Islamic Voices from a New Generation. Cambridge University Press. New York

Fox, Jonathan & Shmuel Sandler. (2004). Bringing Religion into International relations. New York. Palgrave Macmillan

Wahid, Abdurrahman, edt. (2011). Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. The Wahid Institute. Jakarta

Aswar, Hasbi. (2013). Peran Ulama dalam Kebijakan Pemerintah Saudi: Studi Kasus: Kontraterorisme dan Fenomena Arab Spring. Tesis, tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada

Bendle, Mervyn F. (2007). “Secret Saudi Funding of Radical Islamic Groups In Australia”. National Observer Council for the National Interest, Melbourne , No. 72

(37)

Harings, Teresa. (2012). The Muslim World League: Creeping Wahabi Colonialism?. Tel Aviv Notes. The Moshe Dayan Center. Tel Aviv.

Kovacs, Amanda. (2014). Saudi Arabia Exporting Salafi Education and Radicalizing Indonesia’s Muslims. Number 7. GIGA Focus International Edition.

Moussalli, Ahmad. (2009). Wahabism, Salafism and Islam: Who Is The Enemy?. A Conflict Forum Monoghraph. Conflict Forum. Beirut

Bonnefory, Laurent. (2013). Saudi Arabia and the Export of Religious Ideologies. Noref Policy Brief. Norwegia

Affan, Heyder. (2016). ”Islam Indonesia berbunga-bunga, bukan Wahabi yang primitif’, diakses pada tanggal 14 Juli 2016. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160506_indonesia_la psus_radikalisasi_anakmuda_wwcr_azyumardiazra

Ali, As'ad Said, (2011), “Perkembangan Salafi di Indonesia”, diakses pada tanggal 13 Juni 2016 http://www.nu.or.id/post/read/32743/perkembangan-salafi-di-indonesia

Andriati, Rias. 2014. Pemerintah Saudi Siap Gelontorkan Dana untuk Pendidikan Arab di Pedalaman. Diakses pada tanggal 25 September 2016. http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/07/10/24947/pemerinta

h-saudi-siap-gelontorkan-dana-untuk-pendidikan-arab-di-pedalaman.html

(38)

At-Tamimi, Abdurrahman bin Abdul Karim. (2015). ”Perkembangan Dakwah Salafiyah Di Indonesia”, diakses pada tanggal 07 Mei 2016, https://almanhaj.or.id/1128-perkembangan-dakwah-salafiyah-di-indonesia.html Bruinessen, Martin van. (2002). “Wahabi influences in Indonesia, real and imagined”, diakses pada tanggal 01 April 2016, Journée d’Etdudes Wahabisme. CEIFR

EHESS-CNRS – MSH

http://www.archivesaudiovisuelles.fr/11/163/martin_van_bruinessen-7.pdf cakrafm. UIN Sumut Dapat Bantuan Buku Dari Arab. Diakses pada tanggal 25

September 2016.

http://cakrafm.com/serba-serbi/2415/pusbinsa-uin-sumut-dapat-bantuan-the-saudian-library/

Choksy, Carol E. B. & Jamsheed K. Choksy. (2015). “The Saudi Connection: Wahabism and Global Jihad”, diakses pada tanggal 02 Mei 2016 http://www.worldaffairsjournal.org/article/saudi-connection-Wahabism-and-global-jihad.

Dakwatuna.com. (2013). Beberapa Perguruan Tinggi NU Ditarget Go International.

www.dakwatuna.com/2013/09/27/39877/beberapa-perguruan-tinggi-nu-ditarget-go-international/#axzz4KWZ0opZS

Dhiyaulhaq. (2013) “Profil”, diakses pada tanggal 10/06/2016, http://stiba.ac.id/tentangstiba/profil/

Fokus Islam. 2016. Atase Agama Saudi Bangun Islamic Center di Raja Ampat,

Menag Apresiasi dan Sambut Baik. Diakses pada tanggal 25 September 2016.

http://fokusislam.com/2894-atase-agama-saudi-bangun-islamic-center-di-raja-ampat-menag-apresiasi-dan-sambut-baik.html

(39)

tanggal 20 Septermber 2016, http://www.benarnews.org/indonesian/wahabi-09102015190337.html

Hoffman, Jamaluddin B. (Tt). “Guide to Wahabi Organizations in North America”,

diakses pada tanggal 01 April 2016

http://soerenkern.com/pdfs/islam/GuideWahabiNorthAmerica.pdf

Ignatius, Dennis. (2015). “Wahabism in Southeast Asia”, diakses pada tanggal 21 Maret 2016, http://www.asiasentinel.com/society/Wahabism-in-southeast-asia/ Kemenag. (2009). “Saudi Buka 3 Cabang Baru LIPIA di Indonesia”, diakses pada

tanggal 08 Juni 2016, http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=81822 Masykur. (2010). “Pencetak Dai dari Timur”, diakses pada tanggal 10/06/2016,

http://majalah.hidayatullah.com/2010/06/pencetak-dai-dari-timur/

Ministry of Foreign Affairs. (2016). “The foreign policy of the Kingdom of Saudi Arabia’, diakses pada tanggal 15 April 2016, http://www.mofa.gov.sa/sites/mofaen/KingdomForeignPolicy/Pages/ForeignPol icy24605.aspx.

Muhammadiah. (2012). Dubes Kerajaan Arab Saudi Serahkan Bantuan ke Universitas Ahmad Dahlan. Diakses pada tanggal 25 September 2016.

http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-1740-detail-dubes-kerajaan-arab-saudi-serahkan-bantuan-ke-universitas-ahmad-dahlan.html

Nu Online. (2013). Kang Said: Sikap NU Tegas, Menolak Wahabi. diakses pada tanggal 14 Juli 2016.

http://www.nu.or.id/post/read/47355/kang-said-sikap-nu-tegas-menolak-wahabi

(40)

http://georgetownsecuritystudiesreview.org/2014/12/20/the-radicalization-of-south-asian-islam-saudi-money-and-the-spread-of-Wahabism/.

Ramli, Idrus. (2015). “Nu – Wahabi Bersatu, Mungkinkah?”, diakses pada tanggal 14 Juli 2016, http://santri.net/kajian-khusus/kontra-wahabi/mungkinkah-nu-dan-wahabi-bersatu/

Ramli, Idrus. (2014). Kesesatan Konsep Tauhid trinitas Wahabi. Diakses pada tanggal 18 September 2016.

http://www.idrusramli.com/2014/kesesatan-konsep-tauhid-trinitas-wahabi/

Tabayyun. (2015). Kebaikan Arab Saudi yang terlupakan. Diakses pada tanggal 20 September 2016.

http://www.tabayyunnews.com/2015/07/kebaikan-arab-saudi-yang-terlupakan/

Tabayyun News .2016. KH. Said Aqil Siradj Sebut Semua Teroris di RI Wahabi. . Diakses pada tanggal 25 September 2016

http://www.tabayyunnews.com/2016/09/kh-said-aqil-siradj-sebut-semua-teroris-di-ri-wahabi/

Wahdah. (2014). Ketua Umum WI dan Penghargaan dari Pemerintah Arab Saudi. Diakses pada tanggal 24 September 2016.

http://wahdah.or.id/ketua-umum-wi-dapat-penghargaan-dari-pemerintah-arab-saudi/

Wahidin. 2009. Intensitas Kerjasama Arab Saudi – UII Ditingkatkan. Diakses pada

tanggal 25 September 2016. http://www.uii.ac.id/content/view/612/257/

Winsor, Jr, Curtin. (2007). “Saudi Arabia, Wahabism and the Spread of Sunni Theofascism". Vol. 2 No. 1 June/July 2007, diakses pada tanggal 01 April 2016, http://www.mideastmonitor.org/issues/0705/0705_2.htm

(41)

tanggal 20 September 2016. http://www.makkah-charity.org/index.php/siapa-kami

kemenag. 2012. Dubes Saudi dan Wamenag Kunjungi UIN Makassar. Diakses pada

tanggal 25 September 2016

Referensi

Dokumen terkait

Validitas lembar kerja siswa berbasis project based learning dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa kelas IV MIN Bangka Belitung Pontianak

Conclusions Health care costs of occupational accidents are similar to the economic direct expenditures to compensate death and disability in the social security system in

Penurunan Keluhan Xerostomia pada Pasien Radioterapi Kepala dan Leher.. Pengaruh Radioterapi Area Kepala dan Leher

- Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat

Sistem dianggap air dangkal jika kedalaman fluida jauh lebih kecil daripada panjang gelombangnya atau persaman air dangkal hanya berlaku untuk gelombang yang

Pengaruh Beberapa Dosis Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Tanaman Desmodium heterophyllum Pada Media Tanah Lahan Bekas.. Tambang Batubara

Perkembangan jaman memaksa kita harus tetap maju dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan yang kita kehendaki. Saat ini `pemerintah telah memberikan kesempatan yang

Hasil analisa menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos limbah domestik memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (tinggi tanaman, jumlah