• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Teknis Kebun

Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatan-kegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teknis kebun meliputi pembibitan, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan yang ada dilaksanakan penulis meliputi pemupukan, perawatan titian panen, perawatan jembatan, penunasan (pruning), pengendalian hama ulat, dan pengendaliaan gulma. Berikut ini adalah penjelasan tentang pelaksanaan aspek teknis lapangan di PT JAW.

Pembibitan

Pembibitan merupakan tahap awal dalam mempersiapkan kebun yang nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kebun. Pembibitan dilaksanakan dengan baik agar menghasilkan bibit berkualitas, yaitu bibit yang siap tanam yang mempunyai kemampuan tumbuh baik, tahan terhadap cekaman lingkungan, dan punya kemampuan berproduksi tinggi.

Dari segi luas, pembibitan memang relatif kecil, namun kegiatan di dalamnya sangat kompleks dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Tenaga kerja tersebut dialokasikan ke dalam kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai pemindahan bibit ke lokasi penanaman. Pembibitan di PT JAW menggunakan sistem dua tahap, yang meliputi Pre Nursery (PN = Pembibitan Awal) dan Main

Nursery (MN = Pembibitan Utama).

Penulis melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di pembibitan, meliputi pengisian tanah, seleksi kecambah, penanaman kecambah, pengeceren polibag, tanam pindah bibit, dan konsolidasi.

Asal benih. PT JAW melaksanakan pembibitan bukan untuk memenuhi kebutuhan kebun sendiri tetapi untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam pada areal kebun PT EMAL A. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan jenis bibit yang digunakan diatur oleh PT BSP.

(2)

Benih yang digunakan pada pembibitan adalah varietas Dura x Psifera. PT BSP menentukan benih yang digunakan berasal dari perusahan benih ASD de Costa Rica, S.A. dari Negara Costa Rica. Pemilihan Costa Rica sebagai pemasok benih disebabkan perusahaan-perusahaan benih kelapa sawit nasional sedang mengerjakan permintaan benih perusahaan lain sehingga tidak mampu memenuhi permintaan benih PT BSP.

Lokasi pembibitan. Lokasi pembibitan PT JAW berada sekitar 1 km di sebelah selatan Divisi VI dan dipisahkan oleh hutan. Hal ini merupakan bagian dari serangkaian pengawasan pihak karantina. Benih yang berasal dari luar negeri harus menjalani serangkaian pengawasan pihak karantina untuk mencegah masuknya penyakit baru ke dalam negeri melalui benih tersebut.

Areal kebun PT JAW didominasi oleh lahan gambut. Hal ini menyulitkan perusahaan dalam menentukan lokasi pembibitan yang baik. Salah satu syarat pembibitan yang baik adalah memiliki topografi yang datar dan permukaan tanah yang rata, sedangkan pada lahan gambut sulit dilakukan perataan menggunakan alat berat sehingga permukaan areal pembibitan tidak datar dan rata.

Areal pembibitan bisa diakses dengan mudah karena memiliki akses jalan yang bagus berupa jalan tanah yang dikeraskan. Hal ini untuk memudakan pengangkutan segala kebutuhan pembibitan.

Pembibitan awal. Pembibitan awal merupakan tahap yang sangat penting yang menentukan keberhasilan pembibitan. Pada tahap ini kecambah mengalami perlakuan-perlakuan hingga siap dipindahkan ke pembibitan utama. Areal pembibitan awal memiliki luas sekitar 1 ha dan permukaan cukup datar dan rata. Untuk memudahkan perawatan, kecambah ditanam pada babybag yang sudah disusun pada bedengan berukuran 1 m x 8 m. Setiap bedengan berisi 1000

babybag atau disebut 1 blok. Kegiatan pada pembibitan dimulai pukul 06.30 WIB

diawali dengan penjelasan oleh mandor-mandor pembibitan tentang pembagian kerja dan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Sebelum ditanam, kecambah diseleksi. Kecambah yang baik adalah yang memiliki plumula dan radikula yang tumbuh dengan baik. Bagian plumula ditandai dengan bagian ujung yang runcing berwarna putih gading dan mengkilat. Bagian radikula ditandai dengan bagian ujung tumpul berwarna kecoklatan dan

(3)

diameternya lebih kecil dari pada plumula. Kecambah yang radikula atau plumulanya rusak atau tidak tumbuh disortir dan tidak ditanam.

Penanaman kecambah diawasi dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat merugikan perusahaan. Kekeliruan yang sering terjadi adalah penanaman kecambah terbalik dengan bagian radikula berada pada bagian atas. Hal ini akan menyebabkan plumula tumbuh memutar dari bawah menuju ke atas sehingga bibit tumbuh tidak normal. Kekeliruan lain adalah pembuatan lubang tanam yang terlalu dalam. Hal ini akan menghambat pertumbuhan plumula. Setelah kecambah ditanam, bedengan ditutup dengan pelepah daun kelapa sawit sebagai naungan.

Kegiatan perawatan pada pembibitan awal meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, namun hal ini tergantung curah hujan pada hari sebelumnya. Jika hari sebelumnya turun hujan maka pada pagi hari berikutnya tidak dilakukan penyiraman tetapi sore hari tetap dilakukan penyiraman.

Pupuk yang digunakan pada pembibitan awal adalah NPK 15.15.6.4. dengan dosis 8 g/5 liter untuk 100 bibit. Pelaksanaan pemupukan dilakukan oleh KHL secara beregu. Satu regu pemupuk terdiri atas 3 orang, yaitu 1 orang menyiapkan larutan pupuk dan 2 orang penabur pupuk.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Hal ini berkaitan dengan sifat bibit yang masih rentan terhada herbisida. Gulma yang berada di dalam blok disiangi hingga W0, yaitu hanya tanaman pokok yang diperbolehkan tumbuh di areal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antara bibit dengan gulma.

Hama yang sering menyerang bibit di pembibitan awal adalah jangkrik, semut, belalang, dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan menaburkan insektisida dengan merek dagang Centa-Fur 3GR dengan bahan aktif Karbofuran 3 %. Hama tikus dikendalikan dengan rodentisida bermerk dagang Tikumin.

Ketika penulis melaksanakan magang, bibit pada pembibitan awal sudah berusia 4-5 bulan dan dipindah ke pembibitan utama pada umur 5-6 bulan, sedangkan standar pemindahan bibit ke pembibitan utama adalah ketika bibit

(4)

berumur 3 bulan . Hal ini disebabkan pada umur 3 bulan bibit belum mencapai tinggi sesuai standar pemindahan bibit ke pembibitan utama yaitu 20 cm. Bibit yang memenuhi standar pada usia 5-6 bulan diseleksi dan dipindahkan ke pembibitan utama menggunakan traktor tangan.

Pembibitan utama. Lokasi pembibitan utama berada dalam satu kawasan dengan pembibitan awal.. Persiapan tersebut meliputi persiapan lahan, dilanjutkan dengan pengisian polibag dan penyusunan polibag. Polibag yang digunakan berukuran panjang 50 cm dengan diameter 20 cm yang mampu menampung 18 kg tanah. Pengisian tanah (top soil) ke dalam polibag dikerjakan oleh KHL secara borongan dengan upah Rp 150,00/polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah mineral yang diambil dari Dusun Baru. Rata-rata pekerja mampu mengisi 200 polibag/HK, sedangkan prestasi penulis adalah 80 polibag.

Polibag yang sudah terisi tanah diecer ke dalam areal pembibitan utama menggunakan angkong. Tanah gambut dan permukaan lahan yang tidak rata menyulitkan dalam pengangkutan polibag. Hal tersebut diatasi dengan cara menyusun papan-papan berukuran panjang 3 m dan lebar 30 cm secara memanjang sebagai lintasan angkong.

Pada saat pengeceran sering terjadi kerusakan polibag karena terjatuh dari angkong. Para pekerja sering mengangkut hingga 12 polibag/angkong, sedangkan standar perusahaan untuk pengeceran adalah 8 polibag/angkong. Selama penulis melaksanakan magang, belum ada sanksi terhadap kerusakan polibag tersebut. Pekerjaan pengeceran polibag dilakukan secara borongan dengan upah Rp 300,00/polibag. Kegiatan pengeceran polibag dapat dilihat pada Gambar 1.

Setelah berada di areal pembibitan utama, polibag disusun sesuai jarak tanam yaitu 90 cm x 90 cm x 90 cm. Penanaman dilakukan dengan cara mencabut bibit dari babybag beserta tanahnya kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang sebelumnya sudah dibuat lubang tanam. Bibit ditanam dengan akar tertutup sempurna, tidak boleh ada bagian akar yang terbuka karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Rata-rata pekerja mampu mengecer 200-250 polibag. Prestasi penulis sendiri adalah 90 polibag.

(5)

Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag

Penanaman dilakukan secara berkelompok, biasanya terdiri dari 6-9 orang/kelompok. Setiap anggota kelompok mengerjakan pekerjaan sesuai jenis pekerjaan yang telah dibagi, yang meliputi pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pengeceran tanah (untuk mengisi kekurangan tanah pada polibag) dan pengeceran bibit. Norma tanam pindah adalah 180 polibag/HK dan penulis mampu mencapai norma tersebut.

Kondisi lahan yang tidak rata dan penyusunan polibag yang tidak tepat pada saat pengeceran dan penanaman menyebabkan polibag sering terjatuh atau berdiri miring sehingga dilakukan konsolidasi. Tujuan konsolidasi ini adalah untuk memperbaiki posisi polibag agar berdiri tegak dan meluruskan barisan polibag sehingga membentuk segitiga sama sisi 90 cm. Kegiatan konsolidasi ini sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit selanjutnya.

Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang menelan biaya sangat besar. Pemupukan merupakan komponen terbesar dari biaya pemeliharaan. Mengingat besarnya biaya pemupukan, maka perlu diperhatikan ketepatan dalam pemupukan. Pemupukan yang diterapkan di kebun PT JAW diatur oleh kebijakan PT BSP. Berhubungan dengan masalah finansial pada tahun 2009, yaitu ketika penulis

(6)

melaksanakan magang, PT JAW hanya melakukan pemupukan CuSO4 (Chopper

Sulphate Pentahydrate) dan aplikasi abu janjang.

Pemupukan CuSO4. Pada saat penulis melakukan magang, pemupukan CuSO4 hanya dilakukan di Divisi II. Hal ini untuk untuk memenuhi realisasi dari rencana pemupukan CuSO4 yang belum tercapai pada tahun sebelumnya. Menurut Lubis (1992), pada lahan gambut, tanaman sering mengalami kekurangan unsur hara tembaga (Cu) dan akan menyebabkan mid crown

chlorosis, sehingga keterlambatan aplikasi pupuk ini bisa berdampak buruk bagi

tanaman. Gambar 2 menunjukkan gejala defisiensi Cu yang ditandai dengan ujung anak daun berwarna pucat.

Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu

Dosis yang digunakan pada aplikasi CuSO4 adalah 200 g/tanaman. Dosis ini sesuai dengan kebutuhan tanaman berumur lebih dari 12 tahun (Noor, 2001). Kebutuhan pupuk dalam satu blok memerlukan pupuk rata-rata 25 kg/ha. Tabel 3 menunjukkan realisasi pemupukan CuSO4 di Divisi II.

Aplikasi pupuk CuSO4 dilakukan dengan menggunakan ember sebagai tempat pupuk dan alat penabur yang telah dikalibrasi. Pupuk ditaburkan membentuk huruf “V” pada piringan, yaitu pupuk per pokok ditaburkan dua kali membentuk dua garis yang bertemu pada salah satu ujungnya. Hal ini dilakukan karena tanaman mempunyai perakaran yang sudah luas sehingga mampu menyerap pupuk dengan baik dan apikasi dilakukan pada piringan yang bersih

(7)

dari gulma. Selain itu, aplikasi dengan cara ini mempercepat pelaksanaan pemupukan. Aplikasi dimulai dari tanaman paling luar menuju ke dalam sampai pada tanaman terluar dari barisan.

Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO4 di Divisi II

Blok Rencana (ha) Relisasi (ha) Kebutuhan Pupuk Kebutuhan HK

E7 18 18 450 4

E8 22 22 550 4

E9 14 14 375 3

E10 23 23 575 4

Total 77 77 1950 15

Sumber: Kantor Pusat Kebun (2009)

Pelaksanaan pemupukan diawasi langsung oleh mandor perawatan dan asisten divisi. Norma pemupukan CuSO4 adalah 0.25 HK/ha sehingga kebutuhan tenaga kerja untuk satu blok (77 ha) adalah 19 HK. Prestasi pekerja, yang semuanya perempuan, kecuali tenaga angkut, adalah 0.2 HK/ha sehingga efisiensi tenaga kerja tercapai dengan tetap memperhatikan kualitas hasil kerja.

Permasalahan yang sering terjadi adalah kondisi piringan yang tidak bebas gulma. Hal ini mengurangi efektifitas penyerapan pupuk oleh tanaman. Selain itu, tidak ada standarisasi alat tabur pupuk, yang berupa piring plastik kecil, sehingga sering terjadi ketidaksesuaian dengan dosis yang ditetapkan.

Pemupukan abu janjang. PT JAW bersama dengan PT EMAL memiliki pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sendiri yang terletak di areal kebun PT EMAL. Selain mengolah TBS menjadi minyak, PMKS ini juga menghasilkan abu janjang yang dimanfaatkan sebagai pupuk pengganti MOP. Abu janjang merupakan hasil akhir pengolahan TBS, yaitu janjang kosong sisa pengolahan TBS yang diolah hingga menjadi abu. Menurut Lubis (1992), abu janjang bersifat higroskopis sehingga mudah rusak jika dibiarkan di tempat terbuka. Selain itu, abu janjang bersifat alkalis dengan pH 12 sehingga bisa memperbaiki pH tanah.

Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Pahan (2008), abu janjang mengandung 35.0- 47.0 % K2O, 2.3-3.5 % P2O5, 4.0-6.0 % MgO, dan 4.0-6.0 % CaO.

(8)

Permintaan pupuk abu janjang dilakukan oleh asisten divisi yang telah dikoreksi dan disetujui oleh manajer kebun. Abu janjang dikirim dari PMKS dan disimpan di gudang kebun PT JAW. Distribusi abu janjang ke areal pemupukan dilakukan dengan truk. Untuk areal yang tidak bisa dilalui oleh truk, distribusi dilakukan menggunakan traktor MF. Realisasi pemupukan abu janjang Divisi III disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III

Divisi Blok TT Luas Jumlah Pokok Kebutuhan Pupuk Realisasi III B12 96 53 6 875 14 300 14 300 B13 96 49 5 901 12 500 12 500 B14 96 52 6 709 13 400 13 400 B15 96 50 6 528 13 000 13 000 B16 96 45 5 825 12 200 12 200 B17 97 52 6 662 13 300 13 300 Total 301 38 500 78 700 78 700

Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009)

Kegiatan bongkar muat pupuk dilakukan oleh KHL. Jumlah KHL disesuaikan dengan luas areal pemupukan dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan. Pemuat bertugas memuat pupuk dari gudang sampai ke gawangan pada blok bersangkutan. Setelah kegiatan pemupukan selesai, pemuat juga bertugas mengumpulkan karung bekas pupuk. Norma memuat pupuk adalah 1.5 ton/HK dan prestasi penulis adalah 2 ton.

Penaburan pupuk diawasi langsung oleh asisten divisi, mandor I, dan mandor perawatan. Penaburan dilakukan dengan sistem setengah blok, yaitu dari jalan tengah menuju luar, sedangkan pemupukan untuk setengah blok sisanya dilaksanakan pada kegiatan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan efisiensi waktu. Pelaksanaan teknis aplikasi pupuk abu janjang dapat dilihat pada Gambar 3.

Penabur pupuk adalah KHL perempuan. Penabur pupuk pada Divisi III dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota 3 orang/kelompok yang bekerja pada blok yang sama. Setiap kelompok menaburkan pupuk pada gawangan yang berbeda, sedangkan setiap anggota kelompok yang sama menaburkan pupuk pada gawangan yang sama. Dua anggota kelompok

(9)

menaburkan pupuk mulai dari jalan tengah, sedangkan sisanya menaburkan pupuk dari arah luar gawangan, hal ini betujuan agar pupuk terbagi rata pada semua pokok dan untuk memperkecil kemungkinan terjadi pokok terlewatkan tidak dipupuk.

Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang

Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah ember, tali selendang untuk menggendong ember, dan mangkok penabur yang telah dikalibrasi. Karena kandungan K2O di dalam abu janjang adalah 30 % maka dosis yang digunakan adalah 4 kg/pokok. Norma penabur pupuk adalah 750 kg/HK.

Pada pelaksanaannya, sering dijumpai ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Pekerja tidak menaburkan pupuk merata mengelilingi piringan. Hal ini disebabkan bagian piringan yang menghadap ke arah gawangan mati tertutup oleh gulma dan pelepah sehingga sulit dilalui. Selain itu, pekerja menaburkan pupuk tidak sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan, yaitu 4 kg/pokok. Pekerja terburu-buru dalam menaburkan pupuk, terutama pada pokok yang berada di bagian dalam barisan. kondisi gulma yang berat dan sudah menutupi gawangan menghambat pelaksanaan pemupukan dan bahkan penabur tidak bisa melewati gawangan sehingga pokok-pokok pada jalur tersebut tidak terpupuk.

Masalah lain adalah sifat abu janjang yang higroskopis sehingga mudah rusak. Perlu penyimpanan yang baik agar pupuk tidak rusak. Abu janjang bersifat

(10)

kaustik, aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan daun dan akar tanaman terbakar (Pahan, 2008). Pada pelaksanaannya, karyawan mengeluh karena abu janjang menyebabkan iritasi pada kulit karyawan dan abu janjang yang basah menjadi lebih berat dan sulit ditaburkan karena menggumpal sehingga menghambat kerja penaburan.

Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Jalan memiliki peranan penting pada kebun TM karena pemakainnya sangat intensif baik untuk pengangkutan panen, mobilisasi tenaga kerja, pengangkutan pupuk, dan kegiatan-kegiatan lain. Jalan utama (poros) Timur-Barat dirawat secara intensif karena menjadi jalur utama semua kegiatan kebun. Jalan ini diperkeras dengan tanah yang dicampur dengan kerikil.

Perawatan dilakukan pada jalan yang mengalami kerusakan. Intensitas curah hujan sangat mempengaruhi kondisi jalan karena tanah yang digunakan adalah tanah Podsolik Merah yang bersifat liat dan becek jika terkena air. Pada kebun PT JAW sering terjadi kerusakan jalan karena curah hujan tinggi dan rata setiap tahun. Jalan yang paling sering mengalami kerusakan adalah jalan-jalan antar blok. Hal ini disebabkan jalan tidak diperkeras dengan campuran kerikil sehingga licin dan tidak bisa dilalui oleh truk. Untuk mengangkut TBS dan pupuk pada jalan-jalan tersebut, digunakan traktor MF. Hal ini menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan.

Pengerjaan perawatan jalan dilakukan menggunakan alat berat road

grader. Pengerjaan meliputi penimbunan lubang dengan tanah yang dilakukan

menggunakan truk kemudian diratakan menggunakan road grader. Lubang yang tidak terlalu dalam atau kondisi jalan yang bergelombang bisa langsung diratakan menggunakan road grader.

Selain jalan, sarana transportasi yang mendapat perawatan adalah jembatan. Jembatan menghubungkan jalan antar blok dengan jalan utama. Jembatan pada PT JAW berupa balok kayu yang disusun. Balok kayu yang sudah lapuk tidak kuat menahan beban truk-truk pengangkut panen dan pupuk sehingga ketika truk melewati jembatan tersebut akan terperosok ke parit. Balok kayu yang sudah lapuk perlu diganti dengan yang baru. Selain balok kayu lapuk, balok kayu

(11)

yang tidak pada posisinya disusun kembali ke posisinya sehingga jembatan kuat menahan beban truk dan traktor. Ketika penulis melakukan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian jembatan kayu dengan jembatan permanen berupa beton yang ditimbun tanah dengan pipa paralon sebagai jalur air. Jembatan ini jauh lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan jembatan kayu namun lebih mahal.

Pemasangan Titian Panen

Titian panen memiliki peranan sangat penting dalam sistem pemanenan karena menghubungkan blok dengan TPH. Selama ini, titian panen pada PT JAW terbuat dari papan kayu, tetapi titian ini hanya berumur 5 tahun. Titian yang sudah lapuk menyebabkan pengangkutan TBS terhambat karena tidak bisa dilalui, bahkan tidak jarang pemanen tercebur ke parit akibat titian patah, sehingga karyawan harus mencari titian lain. Selain itu, pada saat curah hujan tinggi, air pada parit sering meluap sehingga menghanyutkan titian panen.

Pada saat penulis melaksanakan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian titian panen kayu dengan titian beton. Ukuran titian panen beton beragam antara 4-7 m tergantung pada lebar parit tempat titian akan dipasang. Menurut keterangan pihak kebun, selain lebih stabil, titian ini bisa berumur lebih dari 10 tahun. Penggantian titian panen dimulai dengan pemesanan titian panen oleh asisten divisi kepada asisten bengkel dan traksi yang sebelumnya sudah disetujui oleh EM. Titian panen yang sudah siap diangkut ke lokasi untuk dipasang.

Pengangkutan dan pemasangan titian panen beton dilakukan secara borongan oleh KHL. Pekerja bekerja secara berkelompok dengan anggota 4-6 orang mengingat beratnya titian beton tersebut. Biaya pengangkutan hingga pemasangan adalah Rp 28 000,00 /titian. Titian beton diangkut menggunakan traktor MF. Pada pengangkutan inilah sering terjadi kerusakan pada titian beton akibat guncangan selama dalam perjalanan.

Pemasangan titian beton d ila k u k a n dengan sistem 1 : 3 atau 1 : 4. Sistem 1 : 3 a d a la h satu titian untuk setiap 3 gawangan, sedangkan sistem 1 : 4 adalah

(12)

satu titian untuk 4 gawangan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya biaya pembuatan titian beton tersebut.

Penunasan (pruning)

Penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk memelihara kondisi tajuk dengan mempertahankan pelepah pada kondisi songgo dua. Manfaat kegiatan pruning adalah mempermudah pengamatan buah, menghindari tersangkutnya brondolan pada pelepah, mempermudah pemanenan, membuang pelepah yang tidak produktif, dan merupakan tindakan sanitasi pohon agar terhindar dari hama dan penyakit.

Kegiatan penunasan di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 6 bulan sekali dalam setahun. Tenaga kerja penunasan adalah seluruh pemanen yang ada pada masing-masing divisi. Sistem pelaksanaan penunasan berbeda tergantung divisi masing-masing. Pada Divisi III PT JAW, kegiatan penunasan dilaksanakan dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah sebagian pemanen melakukan penunasan pada hanca panen masing-masing pada blok yang ditentukan, sedangkan sebagian yang lain tetap melakukan panen pada hanca masing-masing. Cara ini bisa dilaksanakan jika kapel panen memiliki sedikit TBS siap panen. Kegiatan penunasan disajikan pada Gambar 4.

Pemanen yang melakukan penunasan adalah pemanen yang hanca panennya terdapat sedikit TBS siap panen, ketika dilakukan kegiatan penunasan pada blok bersangkutan. TBS siap panen yang terdapat pada hanca yang dilakukan penunasan dipanen oleh pemanen lain. Cara kedua adalah bergiliran yang dilaksanakan dengan cara dua orang pemanen bekerja secara bersama melakukan penunasan pada blok yang ditentukan pada hanca panen salah satu dari keduanya. Pada hari berikutnya keduanya pindah ke hanca yang lain. Norma kegiatan penunasan adalah 1 gawangan/HK.

Sebelum penunasan dilaksanakan, para pekerja menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk penunasan. Alat-alat yang digunakan adalah egrek, dodos, dan parang. Alat-alat tersebut harus dalam kondisi baik dan tajam. Mandor panen bertugas mengecek kelengkapan alat tunas. Alat yang tidak baik diganti,

(13)

sedangkan alat yang kurang tajam diasah terlebih dahulu. Hal ini ditujukan tidak terjadi sobekan pada pelepah akibat tidak terpotong dengan baik.

Gambar 4. Penunasan

Penunasan pelepah dilakukan dengan memotong semua pelepah yang berada di bawah dua lingkaran pelepah yang berada di bawah tandah terbawah. Pelepah dipotong mepet batang ke arah luar dengan sisa potongan berbentuk tapak kuda.

Pelepah yang sudah diturunkan dipotong menjadi dua kemudian potongan bagian bawah pelepah disusun di gawangan (antar pokok) di luar piringan, sedangkan bagian atas pelepah disusun di gawangan mati. Pelepah tidak boleh menutupi parit, jalan tengah, dan jalan tikus. Penyusunan pelepah di antara pokok-pokok sawit bisa menekan pertumbuhan gulma rumput di antara pokok-pokok-pokok-pokok sawit.

Pada pelaksanaannya, sering ditemukan ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Beberapa karyawan tidak menyusun pelepah secara tepat, bahkan ada pelepah yang dibuang ke parit.

Pengendalian Hama Ulat Pemakan Daun

Areal kebun PT JAW yang terkena serangan ulat pemakan daun adalah Blok A17 dan A18 Divisi V. Berdasarkan hasil sensus yang telah dilakukan (sebelum penulis melaksanakan magang) diperoleh data bahwa jenis ulat pemakan daun yang dominan adalah ulat api Setora nitens dengan populasi rata-rata 8 ekor

(14)

per pelepah, sebaran ulat api di Blok A18 dari gawangan 38 - 70 dan Blok A17 dari gawangan 45 - 60 (konsentrasi ulat api terbesar terjadi di tengah gawangan).

Lubis (1992) menyebutkan bahwa ulat api Setora nitens memiliki kemampuan memakan daun kelapa sawit sebesar 367 cm2, sedangkan luas permukaan satu pelepah daun kelapa sawit adalah 3-4 m2. Kerusakan yang terjadi akan pulih dalam waktu 2-3 tahun kemudian. PT JAW menetapkan batas populasi ulat pemakan daun yang tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5. Batas Populasi Ulat Pemakan Daun

Tingkat serangan

Jumlah rata-rata ulat per pelepah

Setora nitens Thosea assigna

Thosea bisura

Ploneta diducta Darna trima

TBM TM TBM TM TBM TM

Ringan <1 <1 <7 <15 <15 <35

Sedang 1-4 1-4 7-9 15-19 15-24 35-49

Berat >5 >5 >10 >20 >25 >50 Tingkat

serangan Langkah yang perlu diambil

Ringan Monitoring perkembangannya secara visual

Sedang Sensus 2 kali sebulan dan monitoring perkembangannnya Berat Sensus 2 kali sebulan dan tindakan pengendalian

Sumber: Kantor Divisi V (Lima) PT JAW

Berdasarkan batas populasi tersebut, serangan ulat api di Blok A17 dan A18 perlu dikendalikan. Untuk mengendalikan populasi ulat api, PT JAW menerapkan kegiatan perangkap cahaya (light trap) dan aplikasi swingfog.

Perangkap cahaya adalah pengendalian hama ulat api dengan menggunakan cahaya lampu sebagai perangkap. Perangkap cahaya ini ditujukan untuk mengendalikan hama Setora nitens pada stadia imago. Pada stadia inilah hama ulat api mengalami penyebaran dengan cepat. Imago Setora nitens berbentuk seperti kupu-kupu berwarna coklat dengan panjang 2-3 cm. Imago ini aktif pada petang sampai malam dan sangat peka terhadap rangsangan cahaya.

(15)

Teknis pelaksanaan perangkap cahaya adalah dengan cara memasang lampu dan di bawahnya diletakkan ember berisi air atau solar. Tujuan ember berisi air atau solar tersebut adalah sebagai tempat jatunya imago ulat api sehingga mudah ditangkap. Perangkap cahaya dilaksanakan pada petang antara pukul 17.00-20.00 WIB.

Imago ulat api akan bergerak ke arah cahaya dan berkumpul di sekitar cahaya dan jatuh ke dalam ember. Imago yang jatuh ke dalam ember tidak bisa terbang lagi sehingga bisa ditangkap dengan mudah dan dimasukkan ke kantong untuk kemudian dimusnahkan.

Pengendalian hama ulat pemakan daun yang lain adalah pengendalian secara pengasapan menggunakan bahan kimia. Pengendalian ini menggunakan alat semprot bertenaga mesin atau biasa disebut swingfog. Kegiatan aplikasi

swingfog bisa dilihat pada Gambar 5.

Bahan yang digunakan adalah solar dicampur dengan insektisida dengan merk dagang Decis 2.5 EC. Decis 2.5 EC adalah insektisida berbahan aktif deltametrin dengan cara kerja kontak dan lambung. Fungsi solar dalam campuran adalah sebagai perekat insektisida pada daun dan tubuh hama. Perbandingan antara solar dengan bensin adalah 10 : 1, sedangkan dosis yang digunakan adalah 2 liter campuran/ha atau 0.18 liter Decis 2.5 EC.

Gambar 5. Aplikasi Swingfog

Pencampuran bahan dilakukan di dalam galon berukuran 20 liter. Satu galon berisi campuran solar dan 6 kaleng Decis 2.5 EC (300 ml/kaleng). Setelah dicampur, campuran dimasukkan ke dalam tangki swingfog yang berkapasitas 8

(16)

liter. Setelah pengisian bahan racun selesai, mesin dinyalakan dan siap untuk diaplikasikan.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi swingfog adalah tiga orang. Dua orang sebagai pembawa swingfog dan satu orang pembawa campuran racun. Aplikasi swingfog dimulai pada pukul 18.00 karena pada saat ini ulat pemakan daun sedang aktif. Pembawa swingfog berjalan dari luar gawangan menuju ke dalam hingga keluar di ujung gawangan. Norma kerja aplikasi swingfog adalah 1.4 ha/HK dan penulis bisa mencapai norma tersebut.

Perusahaan sudah menyediakan kelengkapan keselamatan pekerja berupa penutup muka, namun pada pelaksanaannya pekerja tidak menggunakannya karena dirasa menghambat pekerjaan. Selain itu, pekerja merokok ketika melaksanakan aplikasi swingfog. Hal ini jelas tidak dibenarkan dalam standar keselamatan kerja, namun perusahaan tidak bisa mencegahnya. Aplikasi swingfog adalah kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari sehingga hanya sedikit pekerja yang mau melaksanakan pekerjaan ini.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pada lahan usaha pertanian. Gulma menjadi pesaing bagi tanaman usaha dan bisa menurunkan daya saing tanaman usaha dalam hal pemanfaatan sumber daya lahan. Pertumbuhan gulma yang tidak terkendali dapat me n ye ba bk a n p e nu r u na n produksi hingga 80 %. Mengingat besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh gulma, perlu adanya pengendalian yang tepat.

Pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia atau herbisida sebagai agen pengendali. Jenis gulma yang penting yang ada di lahan PT JAW adalah gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum, Mikania micrantha,

Ageratum conyzoides, Asystasia coromandeliana, kentosan (anakan sawit liar), Melastoma malabathricum, Imperata cylindrica, Nephrolepis bisserata, dan Chromolaena odorata. Lahan kebun PT JAW memiliki curah hujan 2 673.98

mm/tahun dan didominasi oleh lahan gambut yang basah ketika musim hujan. Kondisi tajuk tanaman yang belum menutup rapat menyediakan ruang bagi

(17)

cahaya untuk sampai pada permukaan lahan. Hal ini menjadikan lahan sebagai tempat yang baik bagi gulma untuk tumbuh.

Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276 SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron, isopropilamina glifosat, dan paraquat.

Penggunaan herbisida tersebut tergantung pada jenis gulma yang akan dikendalikan. Terdapat beberapa kegiatan yang termasuk pengendalian gulma secara kimiawi di PT JAW antara lain, Semprot Piringan, Jalan pikul, dan TPH (SP3TPH), semprot semak, dan pengendalian alang-alang.

Herbisida yang digunakan pada SP3TPH adalah campuran Gramoxone 276 SL dan Ally 20 WDG. Gulma pada piringan dikendalikan secara tuntas atau sampai pada kondisi W0 (bebas gulma). Hal ini berkaitan dengan fungsi piringan yang merupakan areal perakaran dan tempat menaburkan pupuk. Gulma pada piringan umumnya didominasi oleh Nephrolepis bisserata, Asystasia coromandeliana, dan Kentosan (anakan sawit liar). Pada sebagian besar blok,

kondisi gulma di piringan sudah tumbuh berat dan menutupi sebagian besar areal piringan.

Jalan pikul adalah jalan seluas 1.25 m yang terletak di tengah gawangan

yang berfungsi sebagai jalur bagi pekerja dalam menjalankan kegiatan kebun. Gulma yang tumbuh di jalan pikul dikendalikan sampai pada tingkat tidak menggganggu pelaksanaan kegiatan kebun. Kondisi gulma pada jalan pikul umumnya sudah tumbuh sedang sampai berat dan mengganggu kegiatan kebun. Sebagian besar gulma tumbuh berawal dari areal gawangan mati yang menjalar ke areal jalan pikul dan menutupinya.

Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) adalah sebuah tempat yang terletak di luar gawangan hidup dan di pinggir jalan yang berfungsi untuk mengumpulkan sementara TBS yang baru dipotong. Gulma yang banyak tumbuh di TPH adalah gulma dari golongan rumput dan anakan sawit liar yang tumbuh akibat brondolan tidak dipungut bersih.

Semprot semak dilaksanakan jika jenis gulma didominasi oleh gulma golongan rumput. Gulma yang banyak tumbuh adalah Axonopus compressus,

(18)

Paspalum conjugatum, dan Ottochloa nodosa. Pengamatan dominasi gulma pada

blok yang akan di semprot dilakukan oleh mandor sebelum hari penyemprotan secara visual. Pada umumnya, kondisi gulma sudah tumbuh berat menutupi sebagian besar areal gawangan hidup dan piringan.

Pada semprot semak, herbisida yang digunakan adalah Smart 486 AS dengan dosis 0.3-0.4 l/ha. Smart 486 AS adalah herbisida sistemik yang mengandung bahan aktif Isopropilamina glifosat 486 g/l.

Gulma alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan gulma yang sangat penting di kebun dan mendapat perhatian khusus. Keberadaan gulma ini di kebun tidak dapat ditoleransi. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah gulma dari golongan rumput yang berkembang biak menggunakan biji dan rhizoma. Kemampuan alang-alang dalam bekembang biak dengan sangat cepat dan kemampuan bertahan hidup alang-alang sampai umur tahunan menjadikan gulma ini sebagai gulma penting di kebun kelapa sawit. Alang-alang mampu mendominasi gulma lain dan dalam kondisi musim panas alang-alang menjadi pemicu terjadinya kebakaran. Oleh sebab itu, keberadaaan alang-alang di kebun kelapa sawit dihilangkan.

Pengendalian gulma alang-alang di kebun PT JAW berjalan baik yang ditunjukkan dengan populasi gulma berupa terpencar dan satu-satu. Pengendalian gulma untuk populasi alang tersebut dilakukan dengan cara spot spraying dan

wiping menggunakan herbisida Smart 486 AS. Divisi III, tempat penulis

melaksanakan sebagian besar kegiatan magang, hanya melaksanakan pengendalian alang-alang secara wiping karena populasi alang-alang di Divisi III terkendali dengan baik. Spot spraying dilakukan di divisi lain.

Wiping dilaksanakan jika populasi alang-alang dalam bentuk satu-satu. Wiping dilaksanakan oleh KHL perempuan dengan cara pekerja berjalan

menelusuri gawangan pada blok yang telah ditentukan untuk mencari alang-alang yang tumbuh. Alang-alang yang ditemukan kemudian diusap dengan herbisida kemudian dipatahkan ujungnya untuk menandai bahwa alang-alang sudah diusap. Dosis wiping adalah 0.03 l/ha dengan norma kerja 6.7 ha/HK.

Gejala kerusakan alang-alang akibat wiping terjadi pada 2 MSA dengan ditandai tajuk berwarna kekuning-kuningan dan pada 4-6 MSA alang-alang

(19)

mengalami kematian. Menurut Koswara (2005), glifosat dapat mematikan alang-alang pada 4-6 MSA dan mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 16 MSA.

Herbisida. Sebelum penyemprotan dimulai, mandor perawatan mengambil herbisida di gudang. Mandor membawa formulir permintaan barang yang telah disetujui oleh asisten divisi dan diperiksa oleh manajer untuk diserahkan kepada petugas gudang, setelah diperiksa mandor diperbolehkan membawa herbisida sesuai dengan permintaan. Formulir permintaan barang bisa dilihat pada Lampiran 5.

Herbisida yang dibawa ke lapangan adalah herbisida yang telah diencerkan dengan air. Tujuan pengenceran ini adalah untuk menghindari terjadinya pencurian herbisida di lapangan karena herbisida yang telah diencerkan sudah tidak bernilai jual lagi. Untuk kegiatan SP3TPH, herbisida yang digunakan adalah campuran Gramoxone 276 SL dan Ally 20 WDG. Perbandingan antara Gramoxone 276 SL : Ally 20 WDG : air adalah 20 liter : 1 kg : 20 liter. Untuk semprot semak, herbisida yang digunakan adalah Smart 486 AS yang telah diencerkan dengan perbandingan 1 : 1. Pencampuran dilakukan oleh petugas gudang.

Pelaksanaan teknis penyemprotan dimulai dengan pembagian regu semprot. Setiap regu terdiri atas 2 orang penyemprot dan 1 orang pengisi larutan. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack SOLO yang berkapasitas 15 liter dan nozzle yang digunakan adalah nozzle hitam, merah, dan kuning. Dosis campuran Gramoxone-Ally (tanpa pengenceran) yang digunakan adalah 0.4 liter/ha dan konsentrasi 3.3 ml/liter.

Pengisi larutan menggunakan alat takar yang telah dikalibrasi dengan ukuran 100 ml untuk menghemat waktu dan mempermudah pengisian. Hal ini sesuai dengan dosis yang digunakan untuk setiap satu tangki knapsack SOLO yaitu 100 ml larutan campuran yang telah diencerkan (50 ml larutan campuran tanpa pengenceran) per satu knapsack. Pencampuran larutan herbisida dilakukan di dalam knapsack. Air yang digunakan untuk pengenceran adalah air dari parit, akibatnya nozzle sering tersumbat oleh kotoran. Selain itu, air kotor dan keruh yang digunakan untuk pengenceran bisa mengurangi kinerja herbisida. Setelah

(20)

pengisian selesai, penyemprot mulai menyemprot dari arah luar gawangan menuju ke dalam.

Pengendalian gulma adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ketepatan. Pekerja dalam kegiatan pengendalian gulma adalah KHL perempuan yang sudah terlatih. Pekerja yang sudah terlatih akan melaksanakan kegiatan pengendalian gulma secara benar dan sungguh-sungguh. Pada pengendalian secara kimia, pekerja mampu memperhitungkan kecepatan jalan, kekuatan memompa, dan menyemprotkan herbisida secara merata sehingga pemakaian herbisida tidak sia-sia.

Kegiatan pengendalian gulma merupakan pekerjaan tim sehingga keberadaan pekerja yang belum terlatih akan menghambat kinerja kelompok bersangkutan. Pekerja yang belum terlatih diberi tugas sebagai pengisi larutan, tetapi juga diberi kesempatan menjadi operator semprot agar terbiasa.

Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian perusahaan agar kegiatan penyemprotan berjalan baik, di antaranya adalah kondisi alat semprot yang terdiri atas knapsack dan nozzle. Kedua bagian alat semprot ini berpengaruh pada kelancaran pekerjaan dan penggunaan herbisida. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sering dijumpai knapsack bocor yang disebabkan oleh karet klep yang aus. Sering dijumpai juga kondisi nozzle yang sudah tidak standar. Knapsack yang bocor akan menyebabkan herbisida terbuang sia-sia, sedangkan nozzle yang tidak standar akan mempengaruhi ketepatan volume semprot.

Permasalahan lain yang sering timbul di lapangan adalah masalah kondisi lahan. Kegiatan tidak bisa dilaksanakan pada lahan yang mengalami banjir akibat hujan pada hari sebelumnya. Mandor mengantisipasi permasalahan dengan terlebih dahulu melihat kondisi lahan sebelum kegiatan. Jika lahan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan kegiatan, maka pekerja bisa dialihkan ke blok lain yang masih berdekatan jadwal pengendaliannya atau mengalihkan pekerja ke pekerjaan lain setelah berkoordinasi dengan mandor I atau asisten divisi.

Faktor keselamatan kerja menjadi bagian penting dalam kegiatan kebun. Dalam melaksanakan penyemprotan, perusahaan menganjurkan pekerja mengenakan pakaian khusus penyemprot, sarung tangan, sepatu bot, dan masker yang telah disediakan perusahaan. Akan tetapi, pada pelaksanaan di kebun,

(21)

pekerja hanya menggunakan sepatu bot dan pakaian biasa. Pekerja menganggap pakaian khusus penyemprot menghambat pekerjaan.

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dalam kegiatan babat total, Dongkel Anak Kayu (DAK), dan piringan selektif. Selama penulis magang, penulis tidak melakukan kegiatan babat total dan DAK karena Divisi III tempat penulis melaksanakan sebagian besar kegiatan magang tidak melaksanakan kegiatan tersebut.

Kegiatan piringan selektif adalah kegiatan membuka piringan yang ditumbuhi gulma berat dan membersihkan piringan dari pelepah. Piringan dibuka selebar 2 m. Piringan yang dikenai kegiatan piringan selektif adalah piringan yang kondisi gulmanya sudah berat yang biasanya didominasi oleh gulma golongan daun lebar, seperti Nephrolepis bisserata, Mikania micrantha, Chromolaena

odorata, Asystasia coromandeliana, dan anakan sawit liar. Selain itu, terdapat

banyak pelepah menumpuk di piringan akibat kegiatan panen yang tidak tepat. Alat yang digunakan adalah parang dan kayu dongkrak. Parang digunakan untuk memotong gulma, sedangkan kayu dongkrak digunakan untuk menahan dan membuang pelepah ke arah gawangan mati. Semua pekerja adalah KHL perempuan dan bekerja dengan sistem upah 5/7 HK, yaitu pekerja bekerja selama 5 jam dengan upah 5/7 HK. Kegiatan ini merupakan kegiatan baru sehingga belum memiliki standar pengerjaan.

Rotasi pengendalian gulma. Pada tahun 2009 PT JAW menerapkan kebijakan rotasi pengendalian gulma 2 kali pengendalian secara kimia setahun, sedangkan pengendalian manual berupa piringan selektif merupakan jenis pekerjaan baru dan masih dalam tahap percobaan kesesuaian antara hasil kerja dengan biaya yang dikeluarkan.

Rotasi pertama dilaksanakan pada bulan Januari-Mei, sedangkan rotasi kedua akan dilaksanakan pada Juli-November. Ketika penulis melaksanakan magang, rotasi pertama telah dimulai. Berdasarkan pengamatan pada bulan April-Mei, kondisi gulma di sebagian besar lahan sudah tumbuh berat dan menghambat kegiatan kebun.

(22)

Panen

Sistem dan rotasi panen. Sistem panen yang ada di PT JAW adalah sistem hanca giring tetap. Keuntungan sistem ini adalah kegiatan panen bisa berjalan baik karena mengacu pada jumlah TBS siap panen di lapangan sehingga kebutuhan pemanen bisa disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pada sistem ini, luas hanca masing-masing pemanen dibedakan berdasar pada kekuatan pemanen. Pemanen yang telah menyelesaikan hancanya pada hari yang sama bisa langsung digiring pindah ke hanca berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor panen. Adapun kekurangan sistem hanca tetap giring adalah tanggung jawab pemanen terhadap hancanya rendah karena hanca bisa berpindah-pindah.

Rotasi panen adalah selang waktu pemanenan dengan pemanenan berikutnya pada seksi yang sama. Seksi panen adalah luas areal yang harus dipanen pada 1 hari kerja. Rotasi dipengaruhi oleh jumlah buah yang ada di lapangan. Pada kondisi tanaman yang baik, buah pada tanaman juga banyak sehingga rotasi panen bisa semakin rapat. Ketika penulis melaksanakan magang, rotasi panen pada Divisi III PT JAW adalah 8/10, artinya 8 hari memanen dalam 10 hari kerja sehingga terdapat 3 rotasi panen dalam sebulan. Rotasi panen 8/10 dilaksanakan untuk luasan panen sedang dan jumlah buah yang akan dipanen sedang. Rotasi panen sangat penting karena berpengaruh terhadap produksi dan kebutuhan tenaga kerja.

Kebutuhan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga pemanen menjadi bagian penting pada keberhasilan pemanenan. Tenaga pemanen harus tersedia dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, hal ini berkaitan dengan lancarnya kegiatan pemanenan dan anggaran dana yang telah ditentukan. Tenaga pemanen yang kurang akan menghambat penyelesaian pemanenan, sedangkan tenaga pemanen yang berlebih mengurangi efisiensi penggunaan dana.

Divisi III PT JAW memiliki 24 tenaga pemanen, 21 di antaranya adalah tenaga kerja SKU, sedangkan sisanya adalah KHL. Luas hanca pemanen berbeda-beda tergantung luas seksi panen dan kekuatan pemanen. Setiap pemanen memiliki hanca panen antara 3.5-5 ha per seksi panen.

Basis dan premi panen. Pemanen memperoleh upah berdasarkan prestasi kerjanya. PT JAW menetapkan basis borong berdasarkan bobot panenan. Basis

(23)

borong adalah jumlah bobot panen yang harus diperoleh setiap hari kerja oleh setiap pemanen. Basis borong dibedakan berdasarkan tahun tanam. Semakin tua tanaman semakin besar basis borongnya. Hal ini disebabkan bobot TBS yang semakin berat. Brondolan juga menjadi bagian penting dalam pendapatan pemanen. Setiap kilogram brondolan dihargai Rp 1 500/karung (25 kg).

Premi adalah upah tambahan karena pemanen berhasil melebihi basis borong yang ditetapkan. Premi berfungsi sebagai pemacu prestasi kerja pemanen. Besarnya premi juga dibedakan berdasarkan umur tanaman. Semakin tua tanaman maka premi semakin kecil karena Bobot Janjang Rata-rata (BJR) semakin besar. Ketentuan basis borong dan premi disajikan pada Tabel 6.

Pendapatan per hari pemanen juga dipengaruhi oleh BJR blok. Setiap blok memiliki BJR masing-masing. Misalnya seorang pemanen berhasil memanen 100 TBS di blok C15 (tahun tanam 1996, BJR 15 kg) maka pendapatannya adalah sebagai berikut :

Bobot total : Jumlah TBS x BJR : 100 x 15 kg : 1500 kg Basis : 800 kg x Rp 32 000,00 / 800 kg : Rp 32 000,00 Premi : (1500 kg - 800 kg) x Rp 37,00 / kg : Rp 25 900,00 Pendapatan : Rp 57 900,00

Tabel 6. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT JAW

Kebun Mentawak

No. Tahun Tanam TM Basis Borong

(kg/HK) Premi (Rp/kg) 1 1995 11 900 27 2 1996 10 800 37 3 1997 9 800 47 4 1998 8 650 52 5 2002 4 500 57

(24)

Pelaksanaan teknis pemanenan. Pemanenan dimulai dengan persiapan alat-alat panen. Mandor bertugas memeriksa kelengkapan alat panen setiap pemanen. Alat-alat panen yang digunakan di PT JAW disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Alat-alat Panen

No. Nama Alat Kegunaan

1 Dodos Pemotong tandan buah pada tanaman yang masih pendek 2 Egrek Pemotong tandan buah pada tanaman yang sudah tinggi 3 Angkong Alat angkut TBS dan Brondolan dari jalan pikul ke TPH 4 Gancu Alat angkut TBS dari pokok ke jalan pikul dan ke

angkong

5 Kapak Memotong tandan buah yang panjang 6 Karung Tempat brondolan

7 Batu asah Pengasah dodos, egrek, kapak dan lain-lain

Sumber : Kantor Divisi III PT JAW (2009)

Pemanenan bertujuan untuk memperoleh TBS matang sesuai kriteria panen yang telah ditetapkan kebun yaitu minimal ada satu brondolan yang jatuh atau buah berwarna merah pada kondisi buah sedikit. Pemanen harus memanen semua TBS yang memenuhi kriteria tersebut tanpa menyisakan satu pun TBS maupun brondolan. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong TBS tanpa memotong pelepah penyangganya atau disebut curi buah. Selanjutnya pemanen juga memotong pelepah yang berada dua lingkaran di bawah pelepah penyangga untuk mempertahankan songgo dua.

Kenyataan di lapangan menunjukkan pemanen tidak selalu melaksanakan curi buah. Pemanen sering memotong pelepah yang menjadi penyangga buah. Pemanen tidak memotong pelepah yang berada 2 lingkaran di bawah pelepah penyangga buah sehingga tidak membentuk songgo dua. Bekas potongan pelepah harus rapi membentuk tapal kuda dan sisa potongan pada batang tidak boleh rusak atau pun sengkleh. Pelepah yang sudah jatuh selanjutnya dipotong menjadi dua dan disusun rapi di gawangan mati.

Buah yang sudah jatuh kemudian diangkut ke luar gawangan menggunakan angkong, sedangkan brondolan dikutip dan dimasukkan ke dalam karung ukuran 25 kg. Selanjutnya buah disusun di TPH dan pemanen menuliskan

(25)

nomor pemanen pada tangkai buah untuk menandai hasil panen dan memudahkan mandor dan krani buah mencatat hasil kerja pemanen.

Masih banyak dijumpai pemanen yang tidak merapikan pelepah di gawang mati sehingga pelepah menumpuk di piringan. Hal ini menjadi hambatan pada pengamatan brondolan buah matang sekaligus pemungutan brondolan panen. Pelanggaran lain adalah adanya buah matang yang tidak dipanen. Hal ini disebabkan brondolan tidak teramati. Sebab lain adalah buah berada pada pohon yang tinggi, sedangkan pemanen hanya membawa dodos dan tidak membawa egrek dan sambungannya sehingga tidak bisa mencapai buah tersebut. Pelanggaran lain yang sering terjadi adalah brondolan tidak dipungut atau dipungut tetapi tidak bersih. Hal ini disebabkan pemanen tidak membawa karung.

Pengangkutan TBS

Pengangkutan TBS dari kebun ke PMKS dilaksanakan sesegera mungkin untuk menjaga kualitas TBS. Sarana transportasi memiliki peranan sangat penting dalam proses pengangkutan TBS. Sarana transportasi tersedia dalam jumlah cukup agar semua TBS bisa diangkut ke PMKS.

PT JAW memiliki truk dan traktor sebagai alat angkut TBS. Pengangkutan TBS yang berada di jalan antar blok yang bagus dilakukan menggunakan truk (muat lacak), sedangkan untuk jalan rusak menggunakan traktor MF sebagai pengumpul TBS kemudian dipindahkan ke truk (muat-langsir).

Pemuat menggunakan tojok untuk mengangkat dan memindahkan TBS. B a s is mu a t a d a la h 3 500 kg, se d a ng k a n premi muat d ib e d a k a n menjadi premi muat lacak yaitu Rp 4,00/kg dan muat-langsir Rp 5,50/kg. Pemuat juga bertugas mengangkut brondolan yang terjatuh di TPH. Kenyataan di lapangan menunjukkan pemuat sering tidak memungut brondolan di TPH hingga bersih. Hal ini menjadi tanggung jawab krani transport untuk memastikan pemuat memungut brondoan hingga bersih.

Aspek Manajerial

Dalam menjalankan kegiatan kebun, diperlukan adanya koordinasi yang baik agar kegiatan kebun berjalan sesuai rencana. Untuk itu, setiap bagian

(26)

manajerial kebun melaksanakan tugasnya sesuai dengan deskripsi pekerjaan masing-masing. Karyawan PT JAW terdiri atas karyawan staf dan non staf. Karyawan staf terdiri atas Estate Manager, asisten kepala, dan asisten manajer. Karyawan non staf terdiri atas mandor I, mandor, dan krani.

Dalam kegiatan magang, penulis melakasanakan kegiatan manajerial kebun sebagai pendamping mandor, pendamping krani, pendamping mandor I, dan pendamping asisten divisi.

Pendamping Mandor

Mandor merupakan karyawan non staf yang berhubungan langsung dengan teknis pelaksanaan kegiatan kebun. Mandor bertanggung jawab kepada asisten divisi. Mandor bertugas mengarahkan pekerjaan sesuai instruksi asisten divisi, mengawasi dan mengkoordinasikan jalannya pekerjaan, membantu asisten divisi melakukan perencanaan teknis, membuat laporan hasil pekerjaan, dan memotivasi karyawan. Divisi III memiliki 1 mandor I, 2 mandor panen, 2 mandor perawatan, 1 krani divisi, 2 krani transportasi.

Mandor I. Mandor I merupakan pembantu asisten divisi dalam menjalankan pengelolaan divisi. Mandor I bertanggung jawab langsung kepada asisten divisi. Mandor I bertugas membuat rencana kegiatan harian kebun, mengkoordinasikan kerja mandor-mandor, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan semua kegiatan kebun. Ketika asisten divisi berhalangan hadir, mador I bertugas mengisi posisi sementara asisten divisi. Mandor I berbagi tugas dengan asisten divisi dalam pengawasan kegiatan yang bersifat penting, misalnya pemupukan dan panen. Selain itu, mandor I aktif dalam mencari pemecahan masalah kebun terutama masalah transportasi.

Mandor panen. Mandor panen adalah petugas yang bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan dan pengawasan kegiatan panen. Mandor panen bertugas mengarahkan kegiatan panen agar berjalan baik dan bisa mencapai target panen, membuat rencana panen, membuat sensus buah harian, mengatur hanca pemanen, mengawasi mutu TBS yang dipanen, dan memastikan tidak ada buah matang tertinggal di pohon. Mandor panen melaporkan hasil kegiatan panen dalam bentuk Laporan Harian Hasil Panen (LHHP) yang berisi tentang blok yang

(27)

dipanen, luas panen, rotasi panen, jumlah tenaga kerja (SKU dan KHL), jumlah brondolan yang dipanen, dan prestasi kerja setiap pemanen.

Pada pelaksanaan di lapangan, masih terdapat kekeliruan dalam hal pengawasan oleh mandor panen. Masih terdapat buah matang yang masih tertinggal di pohon, pelepah tidak dirapikan di gawangan mati, dan brondolan tidak dipungut.

Mandor perawatan. Mandor perawatan bertugas dalam pelaksanaan pengawasan kegiatan-kegiatan perawatan yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma, pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan TPH dan pengendalian hama dan penyakit. Tugas mandor perawatan umumnya sama untuk setiap jenis kegiatan perawatan, yaitu membuat rencana kegiatan perawatan, menyiapkan bahan, menyiapkan tenaga kerja, dan membuat laporan dalam buku mandor perawatan yang ditampilkan pada Lampiran 6.

Selama menjadi pendamping mandor, penulis mendampingi mandor pupuk dan mandor pengendalian gulma. Mandor pupuk menyiapkan tenaga kerja penabur pupuk yaitu tenaga KHL perempuan, tenaga muat pupuk KHL laki-laki, dan alat muat pupuk. Mandor pupuk memastikan kondisi lahan yang akan dipupuk dalam kondisi tidak banjir sehingga kegiatan pupuk tidak terhambat. Mandor pupuk mencatat kebutuhan pupuk dan membuat laporan hasil pemupukan yang berisi pupuk yang digunakan, luas areal pemupukan, dan jumlah tenaga kerja. Mandor pupuk mengawasi dan memastikan pupuk ditaburkan dengan benar.

Pada pelaksanaan pemupukan, sering ditemukan kekeliruan dalam pengawasan oleh mandor misalnya, masih terdapat pokok yang tidak dipupuk, pekerja membuang pupuk abu janjang karena berat dan dianggap tidak berharga mahal, dosis tidak sesuai standar, dan banyak pupuk tercecer di pinggir jalan ketika pekerja mengambil pupuk dari karung ke dalam ember.

Mandor semprot atau mandor pengendalian gulma bertugas dalam mengendalikan populasi gulma di divisi baik secara kimia maupun manual. Sebelum kegiatan pengendalian gulma dilaksanakan, mandor semprot mengecek kondisi lokasi. Mandor semprot menyiapkan tenaga penyemprot KHL perempuan sesuai kebutuhan dan menyiapkan herbisida sesuai kebutuhan yang telah

(28)

diinstruksikan oleh asisten divisi. Mandor semprot mengawasi dan mengarahkan jalannya pengendalian gulma agar berjalan baik dan benar. Setelah pekerjaan selesai, mandor menyampaikan laporan yang berisi jenis pekerjaan, jumlah tenaga kerja, lokasi pekerjaan, bahan yang digunakan, dan hasil pekerjaan.

Masalah yang ditemukan ketika penulis melaksanakan magang adalah mandor tidak mengecek terlebih dahulu kondisi lapangan sehingga tidak diketahui kondisi areal yang akan disemprot. Pada areal yang mengalami banjir, kegiatan semprot tidak bisa dilaksanakan. Masalah lain adalah kondisi nozzle aus dan terjadi kebocoran knapsack.

Krani transportasi. Krani transportasi adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan TBS dari TPH sampai PMKS. Krani transport bertugas mencatat jumlah TBS yang diangkut, berat TBS yang diangkut, mencatat prestasi kerja pemuat, mempersiapkan truk maupun traktor pemuat.

Krani transportasi bekerja di bawah pengawasan mandor I. Bersama mandor I, krani transportasi mengatasi permasalahan pengangkutan TBS seperti kebutuhan truk, pengangkutan buah restan. Kekeliruan yang sering terjadi di lapangan adalah brondolan di TPH tidak dipungut semua. Laporan hasil kerja krani transportasi berupa N o t a Ang k ut B ua h ( N AB ) seperti terlihat pada Lampiran 7.

Krani divisi. Krani divisi bertugas mencatat semua kegiatan administrasi di divisi. Data-data yang dikumpulkan dari laporan mandor-mandor dan krani transportasi dicatat ke dalam laporan Daily Work Program and Realization. Selain itu, krani divisi juga mencatat permintaan barang baik itu pupuk, herbisida, maupun bahan bakar alat transportasi. Krani divisi membukukan semua kegiatan divisi dalam bentuk laporan harian, bulanan, dan tahunan. Setiap hari krani divisi menyerahkan laporan Daily Work Program and Realization ke kantor besar untuk dimasukkan ke dalam laporan kebun.

Pendamping Asisten Divisi

Asisten divisi adalah pembantu manajer kebun (EM) yang bertanggung jawab penuh atas divisi yang dipimpinnya. Asisten divisi bertugas dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengevaluasian

(29)

semua kegiatan divisi. Semua kebijakan divisi diatur oleh asisten divisi berdasarkan Rencana Permintaan Dana Operasional (RPDO) yang telah disetujui oleh manajer kebun. Dalam menjalankan tugasnya, asisten divisi menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah di divisi sehingga dana operasional divisi tidak melebihi anggaran dana yang telah ditetapkan.

Kegiatan sebagai asisten divisi dimulai pada pukul 06.00-06.15 WIB setiap hari kerja. Asisten divisi melakukan apel pagi dengan para mandor untuk menjelaskan rencana kegiatan pada hari yang bersangkutan dan mengevaluasi hasil kerja hari sebelumnya. Asisten divisi juga memeriksa Buku Kegiatan Mandor (BKM), memeriksa formulir permintan barang, dan memeriksa laporan hasil kerja mandor. Setelah selesai memeriksa administrasi kebun, asisten divisi melakukan pengawasan di lapangan. Hal ini untuk memastikan pekerjaan kebun berjalan lancar dan mengetahui permasalahan yang ada di kebun untuk selanjutnya mengatasinya.

Gambar

Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag
Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu
Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO 4  di Divisi II
Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III Divisi  Blok  TT  Luas  Jumlah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Adalah suatu cara pemilihan elemen-elemen dari populasi untuk menjadi anggota sampel, dimana setiap elemen tidak mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih. Cara

Penggunaan media animasi komputer dalam pembelajaran alat-alat optik efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dengan rata-rata

Namun untuk menjadi Public Relations yang handal bukan hanya mengandalkan kemampuan komunikasi yang baik saja namun selain itu sebuah profesi itu sendiri harus

Tujuan Penelitian ini adalah membuat aplikasi Sistem Penunjang Keputusan Untuk menentukan jenis bibit ayam broiler dengan mengunakan metode MOORA, uji coba yang digunakan

Dalam proses pengambilan keputusan yang akan ditetapkan kebijakan bapak bupati selalu merujuk dari hasil pembagian tugas atau pekerjaan sehingga dapat memberikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu di desa Puton Kecamatan Diwek (2013) menunjukan bahwa sikap ibu dalam meningkatkan status gizi pada balita dari 48 responden

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terdapat 60% (42) orang mengalami inkontinensia urin, dan 40% (28) orang tidak mengalami inkontinensia urin.Semua

 Waduk Kedung Ombo secara ekologis memenuhi syarat untuk ditebar ikan Patin karena banyak Palnkton untuk makanan benih, banyak inlet intuk daerah pemijahan, banyak