• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BAHAN PENYERAP LARUTAN KALIUM PERMANGANAT TERHADAP UMUR SIMPAN PISANG RAJA BULU OLEH UMA FATKHUL JANNAH A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BAHAN PENYERAP LARUTAN KALIUM PERMANGANAT TERHADAP UMUR SIMPAN PISANG RAJA BULU OLEH UMA FATKHUL JANNAH A"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAHAN PENYERAP LARUTAN KALIUM

PERMANGANAT TERHADAP UMUR SIMPAN

PISANG RAJA BULU

OLEH

UMA FATKHUL JANNAH A34303003

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

PENGARUH BAHAN PENYERAP LARUTAN KALIUM

PERMANGANAT TERHADAP UMUR SIMPAN

PISANG RAJA BULU

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH

UMA FATKHUL JANNAH A34303003

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

RINGKASAN

UMA FATKHUL JANNAH. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. (Dibimbing oleh SRI SETYATI HARJADI dan WINARSO D. WIDODO).

Buah pisang merupakan buah klimakterik, yaitu buah yang menunjukkan peningkatan respirasi yang cepat secara mendadak lalu segera turun pada saat pematangan. Keberadaan etilen, baik dari buah itu sendiri maupun dari lingkungan sekitar penyimpanan buah, dapat mempercepat pematangan buah. Larutan Kalium Permanganat (KMnO4) adalah oksidator kuat yang dapat mengoksidasi etilen yang berada pada lingkungan buah dalam penyimpanan. Percobaan ini terdiri dari dua tahap, yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Percobaan pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan jenis bahan penyerap larutan KMnO4 yang efektif berdasarkan kemampuan penyerapan bahan terhadap larutan KMnO4, keutuhan bentuk bahan penyerap, dan kemudahan dalam persiapannya. Percobaan utama bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mutu buah pisang Raja Bulu dengan bahan penyerap terbaik dari percobaan pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang Bogor pada bulan Februari sampai bulan Juni 2007.

Bahan penyerap yang digunakan pada percobaan pendahuluan ialah arang aktif serbuk, arang aktif granule, batu apung, busa, cocopeat, lumpur kering, oasis, serbuk gergaji kayu, serutan gergaji kayu, dan zeolit. Bahan utama yang digunakan pada percobaan utama adalah pisang Raja Bulu dengan tingkat ketuaan penuh, yang diperoleh dari petani di daerah Ciapus Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tujuh jenis perlakuan bahan penyerap kalim permanganat, yaitu (1) tanpa bahan penyerap kalium permanganat (P1), (2) penambahan Ethylene-block Komersial (P2), (3) larutan KMnO4 dengan bahan penyerap arang aktif (P3), (3) larutan KMnO4 dengan bahan penyerap batu apung (P4), (5) larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Oasis (P5), (6) larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Serutan Gergaji Kayu (P6), (7) larutan KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit (P7). Masing-masing perlakuan diletakkan bersama buah pisang dalam kemasan plastik polietilen 0.05 mm. Selan itu juga terdapat pisang yang hanya diletakkan diruangan sebagai cek (tanpa kemasan plastik). Setiap perlakuan terdiri dari empat buah pisang Raja Bulu. Pengamatan dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP), 10 HSP, 14 HSP dan 17 HSP. Pengambilan contoh secara destruktif, variabel yang diamati adalah perubahan warna kulit buah, susut bobot buah, rasio daging dan kulit buah, kekerasan buah, Padatan Terlarut Total, dan Asam Tertitrasi Total. Ulangan yang digunakan sebanyak tiga kali. Apabila pengujian sidik ragam menghasilkan nilai F hitung > F tabel, maka dilakukan uji beda nilai tengah dengan menggunakan metode Beda Nyata Jujur (Tuckey).

Hasil percobaan pendahuluan menunjukkan setiap bahan memiliki efektifitas yang berbeda terhadap penyerapan larutan KMnO4. Terpilih lima bahan penyerap yang digunakan, yaitu arang aktif granule, batu apung, oasis, serutan gergaji kayu dan zeolit. Hasil percobaan utama menunjukkan perlakuan pemberian bahan penyerap larutan KMnO4 berpengaruh sangat nyata pada

(4)

parameter indeks skala warna kulit buah pada pengamatan 7, 10 dan 14 HSP, susut bobot buah pada pengamatan 7 dan 14 HSP, kekerasan buah pada pengamatan 7 dan 14 HSP, PTT pada pengamatan 7, 10 dan 14 HSP, ATT pada pengamatan 7 dan 14 HSP. Perlakuan berpengaruh nyata pada parameter indeks skala warna kulit buah pada pengamatan 17 HSP, susut bobot buah pada pengamatan 17 HSP, kekerasan buah pada pengamatan 10 HSP. Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter susut bobot buah pada pengamatan 10 HSP, rasio daging dan kulit buah pada semua pengamatan, kekerasan buah pada pengamatan 17 HSP, PTT pada pengamatan 17 HSP, ATT pada pengamatan 10 dan 17 HSP.

Pada pengamatan 7 HSP, belum terjadi perubahan fisik secara mencolok pada setiap perlakuan. Pemberian perlakuan larutan KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit dapat mempertahankan kekerasan buah, susut bobot buah dan rasio daging dan kulit buah tetap rendah pada 10 HSP. Setelah dilakukan penyimpanan selama 17 hari, pemberian perlakuan larutan KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit dapat menghambat perubahan fisik dan kimia buah sama baiknya dengan perlakuan ethylene-block komersial dan lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.

Kesimpulan hasil percobaan utama bahan penyerap KMnO4 dengan media zeolit secara nyata lebih baik dibandingkan dengan kontrol, dalam penghambatan perubahan warna kulit buah, perubahan persentase susut bobot, perbandingan daging dan kulit buah, kelunakan buah, Padatan Terlarut Total dan Asam Tertitrasi Total. Penggunaan zeolit sebagai bahan penyerap larutan KMnO4 memberikan pengaruh yang sama dengan penggunaan ethylene-block komersial yang diproduksi oleh Ethylene Control, Inc., Selma, USA. Penggunaan zeolit dan ethylene-block komersial dapat memperpanjang umur simpan pisang raja bulu tujuh hari lebih lama dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Daya simpan buah dihitung mulai dari buah layak dikonsumsi sampai dengan buah busuk pada perlakuan arang aktif, batu apung dan serutan gergaji kayu berlangsung selama enam hari, sedangkan perlakuan zeolit dan ethylene-block komersial berlangsung selama delapan hari.

(5)

Judul : PENGARUH BAHAN PENYERAP LARUTAN

KALIUM PERMANGANAT TERHADAP UMUR

SIMPAN PISANG RAJA BULU

Nama : Uma Fatkhul Jannah NRP : A34303003

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, MSc. Dr. Ir. Winarso D. Widodo MS.

NIP. 130 203 587 NIP. 131 664 405

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 14 September 1985. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Hasim dan Ibu Siti Mahmudah.

Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di MIN Andong Boyolali. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Grabag, Magelang yang diselesaikan pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Al-Islam I Surakarta dan berhasil diterima di IPB melalui jalur USMI pada program studi Hortikultura, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan Cooperative Education Program (Co-Op) 2007, di PT Saung Mirwan, Bogor yang diselenggarakan oleh Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB bekerja sama dengan Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada bulan Juli – November 2007. Penulis juga aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai Staf Departeman Pengembangan Pertanian periode kepengurusan 2005/2006 dan pernah menjadi panitia kegiatan Pelatihan Hidroponik Sistem Terapung, dalam rangkaian kegiatan Festival Tanaman XXVII pada tahun 2006. Penulis juga aktif dalam unit kegiatan mahasiswa Forum for Scientific Studies pada tahun 2003-2005. penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa Student Equity yang diberikan oleh DIKTI.

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan ridho dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu”. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika , LPPM-IPB.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, MSc. dan Dr. Ir. Winarso D Widodo, MSi. yang telah memberikan bimbingan selama penelitian berlangsung hingga selesainya penulisan laporan ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko yang telah memberikan masukan pada saat ujian skripsi. Ucapan teriakasih juga penulis sampaikan kepada staf PKBT yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian, keluarga laboratorium PKBT dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian dan penulisan laporan. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat terutama bagi peminat dan peneliti percobaan.

Bogor, Mei 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Pisang Raja Bulu ... 4

Fisiologi Pasca Panen ... 6

Umur Simpan Buah Pisang ... 10

Usaha Memperpanjang Umur Simpan ... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode ... 15 Percobaan Pendahuluan ... 15 Percobaan Utama ... 15 Pelaksanaan ... 16 Percobaan Pendahuluan ... 16 Percobaan Utama ... 17 Pengamatan ... 17

Indeks Skala Warna Kulit Buah ... 18

Susut Bobot ... 18

Perandingan Daging dan Kulit Buah ... 18

Kelunakan Buah ... 18

Padatan Terlarut Total ... 18

Asam Tertitrasi Total ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Percobaan Pendahuluan ... 20

Percobaan Utama ... 21

Keadaan Umum ... 21

Perubahan Fisik ... 23

Umur Simpan Buah ... 29

Perubahan Kimia ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Komposisi Nutrisi Pisang Mentah dan Matang ((g/ 100 g untuk Nutrisi Makro dan mg/100 g untuk Vitamin dan Mineral) ... 6 2. Konsentrasi Etilen Endogen pada Beberapa Buah Klimakterik dan

Nonklimakterik ... 7

3. Kemampuan Bahan Penyerap Menyerap Larutan KMnO4 ... 20 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Bahan Penyerap

KMnO4 terhadap Beberapa Parameter yang diamati ... 22

5. Nilai Tengah Beberapa Parameter pada Pengamatan 14 HSP ... 28 6. Padatan Terlarut Total (oBrix) Buah Pisang pada Beberapa

Perlakuan ... 31

7. Asam Tertitrasi Total (%) Buah Pisang pada Beberapa Perlakuan . 31

Lampiran

1. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu ... 39 2. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Warna

Kulit Buah Pisang Raja Bulu ... 40

3. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Susut Bobot Buah Buah Bulu ... 41 4. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Rasio

Daging dan Kulit Pisang Raja Bulu ... 42

5. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Padatan Terlarut Total (oBrix) Buah Pisang Raja Bulu ... 43 6. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Asam

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Perubahan Kandungan Pati dan Gula selama Pematangan ... 9

2. Standar Kematangan Buah Pisang ... 11

3. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada Pengamatan 7 HSP .... 24

4. Nilai Kelunakan Buah pada Pengamatan 7 HSP ... 24

5. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada Pengamatan 10 HSP .. 26

6. Nilai Kelunakan Buah pada Pengamatan 10 HSP ... 26

7. Buah Pisang pada Berbagai Perlakuan pada 14 HSP ... 27

Lampiran 1. Bahan Penyerap yang Digunakan pada Percobaan Utama ... 37

2. Penyakit Crown rot ... 37

3. Penyakit Antraknose ... 38

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu buah unggulan Indonesia. Data Departeman Pertanian tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi buah pisang mencapai 5.03 juta ton, dan volume ekspor mencapai 1.50 juta ton. Pisang telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas buah unggulan nasional bersama manggis, mangga, jeruk, dan durian. Selain sebagai komoditas unggulan, pisang juga merupakan jenis buah yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Pada tahun 1990-1997 pisang merupakan andalan ekspor buah Indonesia. Tujuan ekspor buah pisang Indonesia antara lain Jepang, Hongkong, Singapura, dan Saudi Arabia. Jumlah ekspor pisang yang rendah disebabkan oleh mutu buah yang tidak memenuhi standar mutu pisang dunia. Terdapat dua parameter yang dijadikan standarisasi ekspor pisang, yaitu spesifikasi dan mutu buah (Pantastico, 1986). Riskomar (2005) menyatakan, pada bulan Januari tahun 2005, ekspor beberapa buah ditolak masuk wilayah Eropa. Komoditi yang ditolak tersebut antara lain manggis, mangga, nanas dan pisang. Alasan penolakan tersebut karena produk yang berasal dari Indonesia belum memenuhi standar EUREPGAP (Euro Retailer Produce Working Group and Good Agriculture Practice). Walaupun nilai ekspor ke wilayah eropa tidak besar (sekitar 15 % dari seluruh total ekspor), penolakan seperti ini dikhawatirkan akan menyebabkan pasar Indonesia ditempati oleh negara lain. Parameter mutu pisang secara umum adalah bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna kulit buah yang cerah, mulus, kesagaran alami, daging buah tidak lembek, dan aroma serta rasa yang enak.

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai buah lokal dengan cara penanganan pasca panen yang tepat. Selama ini, perhatian petani sangat kurang terhadap pentingnya penanganan pasca panen. Kehilangan hasil pasca panen dapat mencapai 20 – 30 %. Kehilangan yang tinggi ini juga disebabkan oleh letak sentra produksi yang berskala kecil dan tersebar serta terbatasnya sarana pendukung seperti peralatan pasca panen dan jalan yang rusak. Oleh karena itu, petani cenderung menyerahkan kegiatan pasca panen kepada para tengkulak.

(12)

Buah pisang merupakan jaringan hidup yang tetap melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Buah tetap meneruskan reaksi-reaksi metabolisme seperti pada saat masih melekat pada tanaman dengan cara mengunakan cadangan makanan. Kehilangan cadangan makanan tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu.

Penanganan pasca panen yang tepat seharusnya dimulai dari pemetikan sampai buah berada di tangan konsumen akhir. Penanganan pasca panen dilakukan agar buah pisang tetap segar sampai ditangan konsumen. Buah pisang termasuk buah klimakterik, yang ditunjukkan dengan kenaikan produksi CO2 dan etilen pada saat penuaan.

Pematangan buah pisang terjadi dalam tiga tahap, yaitu tahap praklimakterik, tahap klimakterik, dan tahap senesence atau buah telah lewat matang. Tahap praklimakterik adalah tahap dimana buah masih dalam keadaan bebas etilen. Berakhirnya tahap praklimakterik berarti dimulainya tahap klimakterik. Secara fisiologi, tahap klimakterik terlihat dengan meningkatnya respirasi dan produksi etilen. Tahap ketiga yaitu tahap senesence, dimana pada tahap ini metabolisme dan kualitas buah telah menurun (John dan Marchal, 1995). Perlakuan pasca panen pisang dapat dilakukan dengan cara menekan laju respirasi sehingga umur simpan dapat maksimal. Salah satu cara yang disarankan adalah penggunaan bahan kimia KMnO4 (Kalium Permanganat) untuk menangkap gas etilen. Sholihati (2004), dalam penelitiannya menyimpulkan penggunaan pellet dari arang yang telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan, dengan cara menekan produksi etilen dan mempertahankan warna hijau, tekstur, serta aroma pisang raja. Buah pisang raja bulu dapat ditunda kematangannya sampai 15 hari, kemudian dapat dimatangkan dengan sempurna. Anggreayani (2005) menyatakan kombinasi kemasan plastik dan penyerap etilen yang disimpan pada suhu 13 – 15oC, mampu mempertahankan kondisi pisang mas tetap mentah seperti pada kondisi awal pengamatan.

Kontak langsung antara KMnO4 dengan produk tidak dianjurkan, karena bentuk KMnO4 yang cair. Diperlukan bahan penyerap KMnO4 agar dapat digunakan sebagai penyerap etilen. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan

(13)

penyerap KMnO4 antara lain arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji kayu. Efektifitas dari bahan-bahan tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui efektifitas bahan penyerap KMnO4 tersebut.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui efektifitas beberapa jenis bahan penyerap larutan KMnO4. 2. Mengetahui pengaruh bahan penyerap larutan KMnO4 untuk

memperpanjang umur simpan pisang raja bulu dan mutu yang baik.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini adalah :

1. Terdapat perbedaan penyerapan larutan KMnO4 oleh bahan yang berbeda.

2. Penambahan bahan penyerap larutan KMnO4 berpengaruh terhadap umur simpan pisang raja bulu dan mutu yang baik.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Raja Bulu

Pisang termasuk tanaman monokotiledon (berkeping satu) dan masuk pada famili Musaseae, ordo Zingiberales. Famili ini memiliki dua genus Musa dan Entese. Semua kultivar yang dapat dimakan dikelompokkan ke dalam genus Musa. Sedangkan yang dimanfaatkan sebagai bahan penghasil serat, tepung, dan sebagai sayuran yang dimasak dikelompokkan ke dalam genus Entese. Berdasarkan golongan yang dapat dimakan, pisang dibagi menjadi dua jenis. Jenis pisang yang pertama adalah pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak (banana) sering juga disebut sebagai buah meja, terdiri dari Musa paradisiaca var. Sapientum, dan Musa nana atau Musa cavendis, atau disebut juga Musa sinensis. Contoh dari jenis pisang ini adalah pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. Jenis pisang yang kedua adalah pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak (plantain) yaitu Musa paradisiaca forma typica atau disebut juga Musa paradisiaca normalis. Contohnya pisang nangka, tanduk dan kepok (Samson, 1980).

Buah pisang yang enak dimakan langsung yang ada sekarang ini adalah hasil turunan dari dua spesies liar, Musa acuminata yang mempunyai genom A dengan Musa balbisiana yang mempunyai genom B. Persilangan alami satu dengan lainnya menghasilkan beragam jenis ploidi, yaitu AAB ABB, AAAB, dan ABBBB. Berdasarkan susunan genom tersebut pisang dibagi menjadi tujuh kelompok,yaitu diploid AA, AB, triploid AAA, AAB, ABB dan tetraploidi AAAA dan ABBBB/AAAB/AABB. Pisang raja bulu memiliki genom AAB (Verheij,1991).

Pisang raja bulu merupakan pisang yang dapat langsung dimakan tanpa dimasak. Tetapi sering juga dimasak sebagai kolak atau pengisi kue. Buah pisang tersusun dalam bentuk sisir atau tangan pada suatu batang yang secara kolektif disebut tandan. Pisang raja bulu merupakan salah satu jenis pisang raja yang ukurannya sedang dan gemuk. Bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buah agak bulat. Warna kulit buah kuning berbintik-bintik coklat, warna daging putih kemerahan dan sangat manis, berstruktur lunak dan tidak berbiji. Panjang buah

(15)

antara 12 – 18 cm dengan bobot rata-rata 110 – 120 g. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata 90 buah. Bobot rata-rata tandan sekitar 7-10 kg, berisi sekitar 6-7 sisir (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Pembentukan buah meliputi tiga tahap fisiologi setelah tahap inisiasi, yaitu pertumbuhan, pendewasaan, dan pematangan. Pertumbuhan berkaitan dengan pembelahan dan pembesaran sel sampai ukuran maksimal. Pendewasaan buah dimulai sebelum pertumbuhan berakhir sampai terjadi aktifitas fisiologi yang nyata. Pematangan terjadi pada akhir pendewasaan sampai buah mengalami senesence (kemunduran) dan akhirnya mengalami pembusukan (Wills,1989).

Buah pisang yang dimakan umumnya buah pertenokarpi, yaitu buah yang berkembang tanpa terjadinya penyerbukan. Daging buah yang dimakan berkembang dari dinding ovari. Pertumbuhan buah biasanya dimulai dari perbanyakan sel, hingga menjadi organ penimbun pangan yang membesar, karena zat-zat makanan bergerak dari bagian source ke bagian ini. Komposisi zat yang ditimbun tergantung pada jenis pisang. Umumnya, zat yang ditimbun berbentuk karbohidrat. Selama perkembangan terjadi perubahan komposisi zat tersebut, yaitu perubahan pati menjadi gula (Verheij, 1991).

Tanaman pisang umumnya dipanen pada umur 12-15 bulan atau 4-6 bulan setelah tanaman berbunga. Pemanenan buah pisang dilakukan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Buah pisang yang akan dipasarkan di daerah yang berdekatan dengan daerah produksi umumnya dipanen pada stadia tua (dewasa) penuh. Sedangkan buah pisang yang akan dipasarkan di lokasi yang jauh dari pertanaman pisang umumnya dipanen pada stadia tingkat ketuaan (dewasa) buah tiga perempat penuh. Buah yang sudah mencapai stadia ketuaan (dewasa) penuh ditandai dengan bentuk lingir (bagian tepi buah) yang tidak kelihatan lagi dan buah kadang-kadang pecah. Umumnya dalam satu tandan terdapat 1-2 buah yang berwarna kuning. Sedangkan buah pada stadia tingkat ketuaan (dewasa) tiga perempat penuh ditandai dengan lingir buah yang masih terlihat jelas. Pemanenan dilakukan dengan memotong 1/2 - 1/3 bagian batang dengan tujuan batang menjadi rebah ke bawah dan tandan dapat dengan mudah dipanen. Dalam pemanenan diusahakan buah pisang tidak terluka atau memar. Pisang yang baru dipanen harus dilindungi dari penyinaran matahari secara langsung. Selanjutnya

(16)

tandan disisir. Buah selanjutnya dicuci dan diberi perlakuan fungisida untuk mencegah buah terserang penyakit selama penyimpanan (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Kandungan nutrisi buah pisang yang mentah dan telah matang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nutrisi Pisang Mentah dan Matang (g/ 100 g untuk Nutrisi Makro dan mg/100 g untuk Vitamin dan Mineral) Komposisi Mentah Matang

Air 71.9 75.2 Protein 1.9 1.7 Lemak 0.1 0.1 Gula 1.3 17.3 Pati 21.2 3.1 Serat 3.2 2.8 Vitamin C 18 12 β Carotene 0.2 0.1 Kalium 320 350 Kalsium 5 5 Sumber : Laure C, 2001.

Fisiologi Pasca Panen

Komoditi hortikultura secara umum tetap mengalami metabolisme walaupun telah dipanen. Setelah dipanen, energi yang dibutuhkan untuk melakukan metabolisme diambil dari cadangan pangan dan air yang terdapat pada komoditi tersebut. Kehilangan ini menyebabkan kerusakan. Kerusakan ini umumnya berbanding lurus dengan laju respirasi (Santoso dan Purwoko, 1995). Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: 1). pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2). oksidasi gula menjadi asam piruvat, 3). transportasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida (Pantastico, 1986). Proses reaksi kimia sederhana dari respirasi dapat dinyatakan :

(17)

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan pasca panen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme sehingga sering dianggap sebagai petunjuk mengenai daya simpan buah (Pantastico, 1986). Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan yang pendek.

Menurut Kader (1992), jenis buah menurut tingkat laju respirasi setelah dipetik dibagi menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik ditunjukkan dengan kenaikan produksi CO2 dan etilen yang besar pada saat penuaan. Sedangkan buah non klimakterik ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan dari CO2 yang rendah dan produksi etilen saat penuaan. Contoh buah klimakterik yaitu apel, alpukat, pisang, mangga, pepaya, melon dan semangka, sedangkan buah non klimakterik contohnya anggur, jeruk dan nanas. Selama proses pematangan, buah klimakterik menghasilkan lebih banyak etilen endogen daripada buah nonklimakterik (Tabel 2).

Selama proses pematangan, terjadi berbagai perubahan baik secara fisik maupun secara kimia. Perubahan secara fisik antara lain adalah perubahan warna, perubahan tekstur, susut bobot, layu dan keriput yang menyebabkan turunnya mutu buah (Santoso dan Purwoko, 1995).

Tabel 2. Konsentrasi Etilen Endogen pada Beberapa Buah Klimakterik dan Nonklimakterik Buah Etilen (µl/l) Mentah Matang Klimakterik Pisang 0.05 2.10 Mangga 0.04 3.00 Tomat 3.60 29.8 NonKlimakterik Nanas 0.16 0.40 Lemon 0.11 0.17 Jeruk (orange) 0.13 0.32 Sumber : Santoso dan Purwoko, 1995.

Perubahan warna merupakan petunjuk yang paling mudah bagi konsumen untuk memilih buah matang. Warna juga menjadi faktor utama daya tarik konsumen terhadap buah. Lizada (1990) menyatakan bahwa tahapan kematangan beberapa kultivar buah pisang di ASEAN berdasarkan pada derajat kekuningan

(18)

warna kulit buah. Tanda pematangan pertama untuk kebanyakan buah adalah hilangnya warna hijau karena terdegradasinya klorofil. Pantastico (1986) menyatakan warna kuning kulit pisang disebabkan proses pecahnya klorofil oleh klorofilase sehingga kandungan klorofil menurun dengan lambat selama proses pematangan. Umumnya jumlah pigmen hijau tertentu tersisa pada buah pisang di dalam jaringan internal.

Wills (1989) menyatakan terdegradasinya pigmen klorofil menyebabkan warna dari pigmen-pigmen lain (anthosianin, xantofil dan karoten) muncul. Pantastico (1986) menyatakan kehilangan klorofil mengakibatkan pigmen karotenoid yang tidak bersintesis menjadi terlihat selama pematangan. Karotenoid yang ada dalam kulit pisang terdiri dari α- carotenoid, β-caroten dan lutein dengan konsentrasi antara 5 sampai 10 µg/g berat buah. Kandungan klorofil dalam buah pisang bervariasi tergantung pada kematangan sedangkan kandungan karotenoid tetap jumlahnya.

Kehilangan air oleh proses respirasi dan transpirasi pada buah merupakan penyebab utama proses deteriorasi karena berpengaruh secara kualitatif maupun kuantitatif pada umur simpan buah. Pengaruh secara kuantitatif yaitu susut bobot. Susut bobot buah semakin meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Pengaruh secara kualitatif adalah penampilan buah yang menurun karena layu, perubahan tekstur buah yang menjadi lunak, hilangnya kerenyahan dan kandungan air (Kader, 1992).

Selama proses pertumbuhan dan perkembangan buah, bobot masing-masing buah terus bertambah. Bobot daging buah pada permulaan perkembangan buah sangat rendah dan semakin bertambah ketika matang, sedangkan bobot kulit buah sebaliknya. Proses transpirasi menyebabkan kadar air pada kulit buah lebih cepat berkurang sehingga mengakibatkan semakin turunnya bobot kulit buah pisang. Kandungan gula dalam daging buah selama pematangan meningkat dengan cepat sehingga tekanan osmotik meningkat dan daging buah menyerap air dari kulit, menyebabkan perubahan perbandingan daging buah dan kulitnya (Pantastico, 1986). Semakin matang buah, rasio daging dan kulitnya semakin tinggi, karena kulit buah semakin tua semakin tipis dan keriput.

(19)

Menurut Thompson dan Burden (1995) perubahan tekstur (kelunakan) pada saat pematangan dihubungkan dengan dua atau tiga proses. Pertama proses penguraian pati menjadi gula, kedua pemecahan dinding sel yang diakibatkan perombakan protopektin yang larut air dan terakhir adalah perombakan selulosa. Perubahan senyawa-senyawa ini selama pematangan sangat berpengaruh terhadap kekerasan buah, yang menyebabkan buah menjadi lunak.

Perubahan kimia yang terjadi selama proses pematangan antara lain menurunnya kandungan pati, meningkatnya kadar gula dan menurunnya kandungan asam organik. Naiknya kadar gula dan turunya kadar pati selama pematangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik yang mengurangi rasa asam dari senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepat, serta kenaikan zat-zat atsiri yang memberi aroma khas pada buah. Kandungan gula pada daging buah pisang mentah sekitar 1 – 2 %, dan meningkat menjadi 15 – 20 % saat buah matang, sedangkan kandungan pati sebesar 20 % saat buah pisang mentah dan turun menjadi 1 – 2 % saat buah masak (Pantastico, 1986).

gula % (b.b) glukosa sukrosa pati waktu penyimpanan

Gambar 1. Perubahan kandungan pati dan gula selama proses pematangan buah .

Sumber : Wills, 1989

Asam-asam organik merupakan salah satu komponen utama penyusun sel yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Umumnya kandungan asam organik menurun selama pematangan karena respirasi atau diubah menjadi gula. Taraf asam tertinggi pada buah pisang dicapai pada stadia matang penuh.

(20)

Kandungan asam pada buah pisang sedikit menurun selama pematangan, dengan asam malat sabagai komponen utama dalam kandungan asam organik buah (Pantastico, 1986).

Umur Simpan Buah Pisang

Turner (1997) menyebutkan, biokimia dari pematangan buah pisang dipengaruhi oleh konsentrasi biosintesis etilen dan metabolisme karbohidrat perubahan warna, dinding sel, senyawa fenolik, asam, lemak dan juga senyawa volatil juga berubah selama pematangan. Berdasarkan sifat klimakeriknya, proses klimakteri dalam buah dapat dibagi dalam empat fase, yaitu : (1) Fase praklimakterik (pre-climacteric) yaitu saat buah masih hijau dan keras serta CO2 yang dibebaskan masih sedikit. (2). Fase klimakterik meningkat (climacteric rise) yaitu terjadi peningkatan produksi CO2 secara cepat tetapi buah masih hijau. (3). Fase puncak klimakterik (climacteric peak) yaitu produksi CO2 mencapai maksimum, terjadi perubahan warna kulit, pelunkan dan mulai menimbulkan aroma. (4). Fase pasca klimakterik (post climacteric) yaitu produksi CO2 menurun, terjadi perubahan warna kulit yang menarik, buah menjadi lunak dan beraroma tajam. Pada saat ini buah mencapai tingkat kematangan yang sempurna. John dan Marchal (1995) menggunakan standar warna kematangan buah pisang untuk menentukan perubahan fase klimakterik (Gambar 2). Tahap klimakterik dimulai ketika warna kulit buah memasuki skor 4 – 6. Jika skor warna sama dengan 7, maka buah pisang telah memasuki tahap senesence. Pada tahap ini, metabolisme dan kualitas buah telah menurun.

Buah pisang yang dipanen dan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi kriteria kualitas. Konsumen biasanya memperhatikan nilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tekstur (kekerasan dan kelembutan), rasa dan aroma, zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral) dan tingkat keamanan yaitu kandungan senyawa toksik dan mikroba (Kader, 1992).

(21)

Gambar 2. Standar Kematangan Pisang Sumber : www.cataliticgenerators.com, 2006.

Menurut Nuhasanah (2006), umur simpan pisang raja bulu dari beberapa daerah relatif sama, yaitu 6 hari. Umur simpan dipengaruhi oleh kerusakan buah selama pengangkutan.

Usaha Memperpanjang Umur Simpan

Pematangan buah merupakan suatu variasi dari proses penuaan yang melibatkan konversi pati atau asam-asam organik menjadi gula, pelunakan dinding-dinding sel, atau perusakan membran sel yang berakibat pada hilangnya cairan sel sehingga jaringan mengering. Pada tiap-tiap kasus, pematangan buah dirangsang oleh gas etilen yang berdifusi ke dalam ruang-ruang antarsel buah (Abeles, 1973). Menurut Winarno dan Aman (1981) etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Senyawa ini menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian.

Etilen (C2H4) diproduksi dari methionin melalui jalur yang termasuk zat antara S-adenosyl-methionine (SAM) dan 1- amino –cyclopropane- 1 carboxylic acid (ACC). Pembentukan etilen dari ACC dipengaruhi oleh enzim EFE (Ethylene Forming Enzime). Etilen bekerja dengan cara menempel pada tempat mengikat

(22)

(binding site), kemudian menstimulasi pembawa pesan kedua (second messenger) yang menginstruksikan DNA inti umtuk membuat mRNA yang spesifik untuk efek etilen. Molekul mRNA ditranslasikan menjadi protein oleh ribosoma. Protein yang terbentuk ialah enzim yang menyebabkan respon sebenarnya dari etilen (Kader, 1992).

Etilen memegang peranan penting dalam fisiologi pasca panen produk hortikultura. Etilen akan menguntungkan ketika meningkatkan kualitas buah dan sayuran melalui percepatan dan penyeragaman pematangan sebelum dipasarkan, namun etilen memberikan efek yang merugikan dengan meningkatkan laju senesence. Etilen dapat menghilangkan warna hijau pada buah mentah dan sayuran daun, mempercepat pematangan buah selama penanganan pasca panen dan penyimpanan, serta mempersingkat masa simpan dan mempengaruhi kualitas buah, bunga, dan sayur setelah panen (Santoso dan Purwoko, 1995).

Keberadaan etilen dalam lingkungan sekitar produk hortkultura harus diikat atu diubah menjadi bentuk yang tidak aktif agar kerusakan produk dapat ditekan sekecil mungkin (Sjaifullah dan Dondy, 1991). Penelitian mengenai penyimpanan bertujuan untuk mencapai umur simpan semaksimal mungkin. Pemberian lilin, pemvakuman, perlakuan CO2 tinggi dan O2 rendah, pemberian penyerap etilen merupakan cara untuk memperpanjang umur simpan. Menurut Scott 1965, pemasakan buah dapat ditunda dengan menggunakan beberapa macam bahan kimia, salah satunya adalah kalium permanganat (KMnO4). Etilen dapat dioksidasi oleh KMnO4 dan diubah dalam bentuk etilenglikol dan mangan oksida (Ables, 1973). Reaksi yang terjadi dalam pembentukan etilen glikol dan mangan oksida dapt dilihat dalam persamaan berikut :

CH2 = CH2 + KMnO4 CH2OH + MnO2

Menurut Scott 1970, buah pisang yang dikemas dalam plastik polietilen yang ditambahkan KMnO4 kulitnya tetap berwarna hijau setelah 38 hari disimpan. Sedangkan Andreas (1984) mengemukakan, penggunaan bungkus plastik untuk penyimpanan buah pisang ambon dapat memperlambat proses pematangan buah pisang selama 14 hari dan penggunaan bungkus plastik ditambah KMnO4 untuk penyimpanan buah pisang dapat memperlambat proses pematangan buah pisang selama 18 hari. Penggunaan bungkus plastik maupun bungkus plastik ditambah

(23)

KMnO4 tidak berpengaruh terhadap kenampakan dan rasa buah pisang bila dibandingkan dengan kontrol. Pantastico 1986 mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa buah pisang yang diberi perlakuan KMnO4 mempunyai ketegaran yang lebih besar dibandingkan yang tidak diberi perlakuan.

Berdasarkan penelitian Sholihati (2004), kontak langsung antara KMnO4 dengan produk tidak dianjurkan karena bentuknya yang cair. Pengembangan terhadap penyerap bahan tersebut perlu ditingkatkan. Dalam penelitiannya, Sholihati menyimpulkan penggunaan pellet dari arang yang telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penekanan produksi etilen. Buah pisang raja bulu dapat ditunda kematangannya sampai 15 hari, lalu dapat dimatangkan dengan sempurna.

Bahan penyerap yang digunakan sebaiknya memiliki densitas yang redah, kapasitas penyerapan rendah, namun memiliki kapasitas retensi yang tinggi terhadap KMnO4 (Pantastico, 1986). Bahan yang ada disekitar kita dan dapat digunakan sebagai bahan penyerap KMnO4 antara lain aktif, batu apung, busa, cocopeat, lumpur kering, oasis, serbuk gergaji kayu, serutan gergaji kayu, dan zeolit.

(24)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Baranang Siang, Bogor, pada bulan Februari sampai Juni 2007.

Bahan dan Alat

Bahan penyerap larutan KMnO4 yang digunakan dalam percobaan pendahuluan adalah arang aktif serbuk, arang aktif granule, batu apung, busa, cocopeat, lumpur kering, oasis, serbuk gergaji kayu, serutan gergaji kayu, dan zeolit. Pada percobaan utama digunakan arang aktif granule, batu apung, oasis, serutan gergaji kayu, dan zeolit sebagai bahan penyerap larutan KMnO4

.

Oasis adalah bahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan rangkaian bunga, yang berfungsi sebagai media yang dapat menahan air sekaligus sebagai tegakan bunga. Oasis juga sering digunakan sabagai media persemaian dalam budidaya kastuba yang dikombinasikan dengan arang sekam. Oasis yang belum direndam larutan KMnO4 berwarna hijau tua, setelah direndam berwarna ungu tua. Serutan gergaji kayu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kayu sengon. Bahan ini didapat dari peternak kelinci yang berjualan di pasar Gunung Batu, Bogor. Batu apung yang digunakan adalah batu apung yang berwarna putih, tidak berlumut dan memiliki pori-pori yang merata besarnya. Sebelum direndam dalam larutan KMnO4, batu apung dihancurkan sampai sebesar kerikil. Arang aktif yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko kimia di Pasar Anyar, Bogor. Arang aktif berbentuk granul, berwarna hitam. Arang aktif tetap berwarna hitam setelah direndam dalam larutan KMnO4. Zeolit merupakan kelompok senyawa berbagai jenis mineral alumino silikat hidrat dengan logam alkali. Mineral-mineral yang termasuk dalam kelompok zeolit umumnya dijumpai dalam batuan tufa terbentuk dari hasil sedimentasi abu vulkanik yang teralterasi. Zeolit memiliki morfologi yang berongga-rongga yang berhubungan ke segala arah (Deptan, 2001). Zeolit yang di jual dipasaran umumnya telah mengalami proses preparasi, aktivasi dan modifikasi. Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini

(25)

adalah zeolit dengan ukuran No.2, berwarna hijau kebiru-biruan. Setelah direndam dalam larutan KMnO4, zeolit berwarna ungu muda.

Bahan utama yang digunakan dalam peneliltian ini adalah pisang Raja Bulu yang dipanen dengan tingkat kematangan penuh. Warna kulit buah masih hijau tanpa warna kuning (skor 1). Buah diperoleh dari pedagang buah yang berlokasi di Ciapus, Bogor. Bahan yang digunakan untuk perlakuan antara lain Ethylene Block komersial, larutan KMnO4 jenuh, media penyerap larutan KMnO4 dari hasil percobaan pendahuluan dan kain kasa sebagai bahan pengemas media penyerap larutan KMnO4. Bahan lain yang digunakan adalah desinfektan Clorox 10%. Bahan pengemas pisang yang digunakan adalah plastik polietilen dengan ketebalan 0.05 mm.

Alat-alat yang digunakan adalah penetrometer untuk pengamatan kelunakan kulit buah dan refraktometer untuk pengamatan padatan terlarut total. Timbangan analitik untuk pengamatan susut bobot dan perbandingan daging buah dan kulit buah, dan alat-alat titrasi untuk menentukan Asam Tertitrasi Total.

Metode

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Tahapan penelitian yang dilaksanakan sebagai berikut :

Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan bertujuan untuk memperoleh bahan penyerap larutan KMnO4 yang dapat menyerap larutan dengan baik dan mudah dalam penanganannya yang selanjutnya digunakan dalam percobaan utama. Media terbaik ditentukan berdasarkan kemampuan penyerapan bahan terhadap larutan KMnO4, keutuhan bentuk bahan penyerap, dan kemudahan dalam pembuatannya.

Percobaan Utama

Percobaan utama berupa penundaan pematangan buah pisang raja bulu menggunakan media penyerap larutan KMnO4 hasil tahap percobaan pendahuluan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yang terdiri atas tujuh macam perlakuan, yaitu :

(26)

P1 = Kontrol (tanpa penyerap etilen) P2 = Etilen Block Komersial

P3 = Larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Arang Aktif P4 = Larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Batu Apung P5 = Larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Oasis

P6 = Larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Serutan Gergaji Kayu P7 = Larutan KMnO4 dengan bahan penyerap Zeolit

Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij

keterangan : i = 1, 2, 3, 4, 5, 6,7 dan j = 1, 2, 3.

Yij = Pengamatan pada perlakuan penyerap KMnO4 ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan penyerap KMnO4 ke-i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan penyerap KMnO4 ke-i ulangan ke-j

Setiap perlakuan terdiri dari empat buah pisang raja bulu yang dikemas dalam kantong plastik polietilen, dengan tiga ulangan dan pengamatan secara destruktif sebanyak empat kali. Selain satuan-satuan percobaan dengan perlakuan, juga disiapkan buah cek, yaitu buah pisang tanpa diberi perlakuan apapun. Apabila pengujian dengan sidik ragam menghasilkan nilai F hitung > F tabel, maka dilakukan uji beda nilai tengah dengan Uji Beda Nyata Jujur (Tuckey) (Mattjik dan Sumertajaya. 2002). Seluruh proses analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft® Office Excel 2003 dan SAS System for Windows versi 6.12.

Pelaksanaan

Percobaan Pendahuluan

Larutan KMnO4 jenuh dibuat dengan melarutkan 75g KMnO4 dalam 1 liter air. Bahan-bahan penyerap larutan KMnO4 direndam dalam larutan KMnO4 selama 30 menit, kemudian dikeringanginkan dan dikemas dengan kain kasa.

(27)

Setiap bahan penyerap dibandingkan tingkat efektivitas penyerapan dan kemudahan penanganannya. Lima macam bahan penyerap yang efektif dan kemudian digunakan dalam percobaan utama adalah arang aktif, batu apung, oasis, serutan gergaji kayu, dan zeolit.

Percobaan Utama

Buah pisang untuk bahan percobaan diperoleh dari pedagang pengumpul pisang di Ciapus, Bogor. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan buah pisang yang seragam. Buah pisang yang diinginkan adalah yang berwarna hijau tanpa warna kuning, kulit buah mulus dan tanpa luka. Buah pisang dipotong menjadi dua jari yang terdiri dari pisang bagian atas dan bagian bawah dalam satu sisir. Kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan noda dan getah yang menempel. Pemberian fungisida dilakukan dengan mencelupkan buah dalam larutan Clorox 10% selama 30 detik, kemudian buah dikering anginkan. Setiap satuan percobaan dikemas dalam plastik polietilen 0.05 mm dan ditambah dengan bahan penyerap etilen sesuai perlakuan, kemudian plastik dibuat agar tetap berdiri namun tertutup. Banyaknya bahan penyerap larutan KMnO4 yang ditambahkan pada perlakuan berdasarkan banyaknya larutan yang dapat diserap. Setiap bahan yang ditambahkan mengandung 10 ml larutan KMnO4. Pengacakan dilakukan pada saat pengemasan, dengan asumsi bahwa buah seragam kematangannya, walaupun berbeda sisir dan letak dalam sisir. Buah pisang pada percobaan ini disimpan pada rak kayu dalam kondisi suhu ruangan. Suhu harian rata-rata 27 – 28 oC dengan kelembaban 70 – 80%. Pengamatan dilakukan pada hari ke 7, 10, 14, dan 17 setelah perlakuan.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan karakter fisik yang meliputi indeks skala warna kulit buah, susut bobot, perbandingan daging buah dan kulit, kekerasan buah, dan pengamatan karakter kimia yaitu padatan terlarut total (PTT), dan Asam Tertitrasi Total (ATT).

(28)

Indeks Skala Warna Kulit Buah

Perubahan warna kulit buah pisang telah digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tahapan pematangan buah pisang. Derajat kekuningan kulit buah dinilai dengan angka antara 1 sampai 7 (Gambar 1).

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot buah dengan membandingkan bobot masing-masing sisir sebelum perlakuan dan saat pengamatan. Rumus yang digunakan :

% Susut Bobot = Bobot awal – Bobot saat pengamatan x 100 % Bobot awal

Perbandingan Daging dan Kulit Buah

Pengukuran perbandingan daging dan kulit buah diukur dengan menimbang buah sebelum dikupas dan setelah buah dikupas.

Kekerasan Buah

Kelunakan buah diukur dengan menggunakan penetrometer. Buah diletakkan sedemikian rupa sehingga stabil. Jarum penetrometer ditusukkan pada tiga tempat, ujung, tengah, dan pangkal buah. Ketiga data yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya.

Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) diukur dengan menghancurkan daging buah pisang, kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kertas saring atau kain kasa. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat dalam satuan o Brix. Sebelum dan sesudah digunakan, lensa refraktometer dibersihkan dengan akuades.

Asam Tertitrasi Total (ATT)

Asam Tertitrasi Total diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa kuat NaOH. Kandungan ATT diukur dengan menghancurkan daging buah sebanyak 25 g, kemudian hancuran buah disaring dengan menambahkan aquades

(29)

dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan indikator Penolftalein dua tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan duplo. Kandungan ATT dihitung dengan menggunakan rumus ATT (mg/100 g bahan) = vol.NaOH x N NaOH x fp x BM NaOHx 100%

Bobot contoh (mg) fp : faktor pengenceran (100 ml/10 ml)

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Pendahuluan

Dari percobaan pendahuluan didapatkan lima bahan penyerap larutan KMnO4 untuk penelitian utama, yaitu oasis, serutan gergaji kayu, batu apung, arang aktif granule, dan zeolit yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1. Bahan penyerap arang aktif serbuk, busa, cocopeat, dan serbuk gergaji kayu tidak digunakan, karena arang aktif yang berbentuk serbuk tidak dapat kering, busa mudah hancur dan sulit dikemas, sedangkan cocopeat dan serbuk gergaji kayu mengalami penggumpalan setelah direndam larutan KMnO4.

Bahan-bahan penyerap KMnO4 memiliki daya serap yang berbeda. Berdasarkan volume larutan KMnO4 yang diserap setiap gram bahan, media yang paling banyak menyerap larutan KMnO4 dari yang paling banyak menyerap hingga paling sedikit berturut-turut adalah oasis, serutan gergaji kayu, batu apung, arang aktif dan zeolit. Kemampuan bahan penyerap menyerap larutan KMnO4 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kemampuan Bahan Penyerap Menyerap Larutan KMnO4

Bahan Penyerap Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Banyaknya Larutan yang diserap (ml) Larutan yang diserap (ml/g) Oasis 6 49.80 190 31.667

Serutan gergaji kayu 16 69.92 400 25.000 Batu apung 109 140.61 90 0.826 Arang aktif 200 270.00 120 0.600 Zeolit 650 669.50 80 0.123

Setiap bahan penyerap memiliki kelemahan maupun kelebihan. Bahan penyerap batu apung dan serutan gergaji kayu mempunyai kelebihan yang sama, yaitu menyerap cukup banyak larutan KMnO4 dan cepat kering. Hal ini menyebabkan larutan tidak mengotori kulit buah. Oasis menyerap paling banyak larutan, zeolit paling cepat kering, dan arang aktif mempunyai bentuk yang bulat sehingga tidak melukai buah.

(31)

Bahan penyerap oasis mempunyai kelemahan terlalu basah dan tidak mudah dikeringkan, sehingga larutan KMnO4 dapat menempel pada kulit buah walaupun telah dibungkus dengan kain kasa. Serutan gergaji kayu tidak praktis dalam penggunaannya karena mempunyai bentuk dan ukuran yang tidak beraturan, sehingga sulit untuk dibagi kedalam jumlah yang seragam untuk setiap satuan percobaan. Batu apung memiliki bentuk yang tidak beraturan dan tajam, sehingga dapat melukai buah. Zeolit mempunyai daya serap paling rendah, sehingga untuk setiap satuan percobaan diperlukan jumlah bahan yang cukup banyak, sebesar 75 g. Hal ini dapat merugikan pada saat pengangkutan.

Percobaan Utama

Keadaan Umum

Perubahan warna dari hijau menjadi kuning penuh pada setiap satuan percobaan terjadi secara seragam. Buah pisang tetap berwarna hijau sampai pengamatan pada 14 HSP baik pada perlakuan ethylene-block komersial maupun zeolit. Buah yang tidak dikemas dalam kantong plastik menjadi matang empat hari setelah disimpan dan berwarna hitam pada pengamatan 7 HSP.

Perlakuan ethylene-block komersial, arang aktif, batu apung, dan oasis menunjukkan gejala pembusukan yang merata pada pangkal sisir buah pada 10 HSP. Menurut Dazle dan Orchad (1997) pembusukan pada pangkal sisir merupakan gejala penyakit Crown rot, yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. Gambar buah yang terkena penyakit ini dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2. Cendawan ini juga menyebabkan penyakit Antraknose dengan gejala munculnya noda merah kecoklatan pada kulit buah yang mulai matang, yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. Pada penelitian ini, gejala tersebut mulai muncul pada 14 HSP untuk semua perlakuan kecuali ethylene-block komersial dan zeolit. Noda merah muncul pada buah yang telah matang dan semakin membesar pada pengamatan 17 HSP. Buah-buahan umumnya semakin rentan terhadap infeksi patogen pasca penen apabila telah matang. Pelukaan fisik pada buah dapat mempermudah penetrasi cendawan. Kondisi basah pengembunan

(32)

terjadi pada pengamatan 14 dan 17 HSP. Pengembunan paling banyak terjadi pada perlakuan arang aktif dan serutan gergaji kayu.

Rekapitulasi sidik ragam yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan bahan penyerap KMnO4 memberikan pengaruh yang tidak konsisten terhadap peubah-peubah yang diamati. Rasio daging dan kulit buah tidak berbeda nyata pada semua pengamatan. Hal ini diduga disebabkan oleh pengemasan dengan plastik. Thompson dan Burner (1998) mengemukakan bahwa pengemasan dengan plastik merupakan salah satu bentuk penyimpanan dengan sistem penyimpanan atmosfir termodifikasi. Plastik dapat menekan laju transpirasi dan respirasi. Proses transpirasi yang rendah menyebabkan kadar air pada kulit buah tetap terjaga, sehingga penurunan bobot kulit buah pisang dihambat. Respirasi yang rendah menghambat proses hidrolisis karbohidrat menjadi gula. Kandungan gula yang rendah dalam daging buah menyebabkan tekanan osmosis yang kecil, sehingga perpindahan air dari kulit buah ke daging buah tidak banyak. Hal ini menyebabkan nilai rasio daging dan kulit buah kecil.

Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Bahan Penyerap KMnO4 terhadap Beberapa Variabel yang diamati

Variabel 7 10 14 17 HSP Indeks Skala Warna Kulit Buah ** ** ** tn

Susut Bobot ** tn ** *

Rasio Daging:Kulit Buah tn tn tn tn Kelunakan Buah ** * ** tn

PTT ** ** ** tn

ATT ** tn ** tn

Ket : ** : Berbeda sangat nyata pada uji Tuckey taraf 1% * : Berbeda nyata pada uji Tuckey taraf 5%. tn : Tidak berbeda nyata pada uji tuckey taraf 5%

Ketidakkonsistenan data terjadi untuk variabel warna kulit buah dan kelunakan buah pada perlakuan arang aktif pengamatan 7 HSP dan ethylene-block komersial pengamatan 10 HSP. Hal ini diduga diakibatkan oleh adanya serangan penyakit dan variasi letak buah dalam tandan. Dalam satu tandan, sisir yang terletak dekat pangkal (proximal) mengalami pematangan lebih dahulu dibandingkan sisir yang lebih dekat dengan ujung (distal).

(33)

Koefisien keragaman (KK) merupakan suatu koefisien yang menunjukkan derajat ketelitian dan kepercayaan hasil yang diperoleh dari suatu percobaan. Secara umum nilai KK semakin kecil berarti derajat ketelitian semakin tinggi (Hanafiah, 2004). Pada percobaan ini, nilai KK terendah sebesar 4.88 pada variabel PTT pengamatan 7 HSP dan tertinggi sebesar 32.81 pada variabel rasio daging dan kulit buah pengamatan 7 HSP. Jika nilai KK di atas 20% dilakukan transformasi akar kuadrat + 0.5 sehingga didapatkan nilai KK yang lebih kecil. Variabel yang ditransformasi adalah rasio daging dan kulit buah dan kelunakan kulit. Setelah ditransformasi nilai KK berkisar antara 1.89 – 14.76. Uji nilai tengah dilakukan terhadap data yang telah ditransformasi.

Perubahan Fisik

Perlakuan arang aktif pada pengamatan 7 HSP, buah mengalami pematangan lebih cepat dibandingkan perlakuan lain dan kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks skala warna kulit buah yang paling tinggi, yaitu 5.5. Pada kondisi ini seluruh warna kulit buah telah kuning dengan sedikit warna hijau pada ujung buah (Gambar 1, hal. 7). Kekerasan buah paling rendah dengan nilai 2.58 kg/det. Variabel susut bobot pada perlakuan ini mempunyai nilai terbesar, yaitu 3.71%. Rasio daging dan kulit buah menunjukkan nilai 1.08. Robinson (1996) menyatakan nilai rasio daging dan kulit buah lebih dari satu menunjukkan buah pisang telah memasuki tahap klimakterik. Pada tahap ini nilai rasio daging buah akan naik drastis, sedangkan nilai rasio kulit buah menurun.

Gambar 3 menunjukan indeks skala warna kulit buah pada pengamatan 7 HSP, selaras dengan Gambar 4 yang menunjukkan nilai kekerasan buah. Perlakuan dengan indeks skala warna tinggi mempunyai nilai kekerasan buah yang rendah. Perubahan fisik secara mencolok belum terjadi pada semua perlakuan. Indeks skala warna buah berbagai perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol, kecuali pada perlakuan arang aktif. Hal ini juga terjadi pada variabel kekerasan buah. Perlakuan batu apung, ethylene-block komersial, oasis dan zeolit belum mengalami perubahan susut bobot. Nilai susut bobot kontrol sebesar 2.32%.

(34)

a a b a a a a 0 1 2 3 4 5 6 In d e k s Sk a la W a rn a

Kontrol (tanpa penyerap etilen) Etilen Block Komersial

KMnO4 dengan bahan penyerap arang aktif KMnO4 dengan bahan penyerap batu apung KMnO4 dengan bahan penyerap oasis KMnO4 dengan bahan penyerap serutan gergaji kayu KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit

Gambar 3. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada pengamatan 7 HSP Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji

Tuckey taraf 5%.

Gambar 4. Nilai Kekerasan Buah (kg/detik) pada pengamatan 7 HSP Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji

(35)

Nilai indeks skala warna kulit buah mengalami peningkatan pada pengamatan 10 HSP. Perlakuan kontrol dan ethylene-block komersial mengalami peningkatan paling tinggi, dengan nilai 2 pada 7 HSP menjadi 5 pada 10 HSP, sedangkan perlakuan yang lain tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Ketidakkonsistenan data terjadi pada perlakuan arang aktif. Nilai indeks skala warna kembali turun pada pengamatan 10 HSP. Hal ini diduga disebabkan oleh pengembunan yang terjadi pada pengamatan 7 HSP yang menyebabkan buah menjadi cepat matang. Sidik ragam Tabel Lampiran 1 dan Tabel Lampiran 2 menunjukkan perlakuan berpengaruh sangat nyata dan nyata pada variabel indeks skala warna kulit buah dan kelunakan buah. Nilai tengah tertinggi sebesar 5.5 untuk variabel indeks skala warna kulit pada perlakuan ethylene-block komersial dan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan lain mempunyai nilai tengah 1.5-2.5 dan berbeda nyata dengan kontrol. Nilai indeks skala warna kulit buah pada pengamatan 10 HSP dapat dilihat pada Gambar 5.

Kekerasan buah mengalami penurunan pada pengamatan 10 HSP. Hal ini menunjukkan buah semakin matang. Nilai kekerasan buah perlakuan kontrol mengalami penurunan paling tajam, yaitu dari 7 kg/det menjadi 3 kg/det. Perlakuan batu apung dan zeolit berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 6). Sampai 10 HSP, pemberian berbagai bahan penyerap larutan KMnO4 dapat menunda kematangan buah pisang.

Analisis statistik menunjukkan bahwa penggunaan larutan KMnO4 dalam berbagai bahan penyerap tidak berpengaruh nyata pada variabel susut bobot dan rasio daging dan kulit buah (Tabel Lampiran 3 dan 4). Nilai susut bobot dan rasio daging dan kulit buah mengalami peningkatan dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Susut bobot dan rasio daging dan kulit buah yang meningkat menunjukkan bahwa buah menggunakan cadangan makanannya untuk proses metabolisme. Nilai terendah untuk variabel susut bobot sebesar 1.39% pada perlakuan ethylene-block komersial dan nilai tertinggi pada perlakuan kontrol sebesar 5.6%. Hasil penelitian Tursiska (2007) menunjukkan pisang Raja Bulu yang disimpan selama 10 hari dalam suhu ruang mengalami susut bobot buah sebesar 21.44%. Nilai susut bobot buah diharapkan dibawah 3%, karena nilai susut bobot berbanding lurus dengan tingkat kelayuan buah. Menurut Mitchell

(36)

(1992) pisang menunjukkan keriput atau layu setelah kehilangan 3-5% bobotnya. Nilai rasio daging dan kulit buah juga diharapkan tetap rendah. Nilai pengamatan paling rendah variabel rasio daging dan kulit buah sebesar 0.91 pada perlakuan zeolit. Perlakuan kontrol memiliki nilai tengah sebesar 1.04.

Pada pengamatan 10 HSP penggunaan bahan penyerap larutan KMnO4 dengan zeolit merupakan perlakuan terbaik. Perlakuan ini dapat mencegah perubahan kekerasan buah dan susut bobot dan mempertahankan rasio daging dan kulit buah lebih baik dibandingkan perlakuan lain dan kontrol. Indeks skala warna kulit buah pada perlakuan zeolit menunjukkan nilai 2, pada nilai ini kulit buah masih berwarna hijau (Gambar 1. hal. 7).

Pengamatan 14 HSP, nilai indeks skala warna kulit buah, susut bobot, rasio daging dan kulit buah semakin tinggi sedangkan kekerasan buah semakin rendah. Perlakuan zeolit berbeda nyata dengan kontrol pada variabel indeks skala warna, susut bobot, dan kelunakan buah. Warna kulit buah perlakuan zeolit dan ethylene-block komersial masih tetap hijau (Gambar 7). Nilai indeks skala warna kulit buah, susut bobot buah, dan kelunakan buah berbagai perlakuan yang berbeda nyata dengan kontrol dapat dilihat pada Tabel 5. Variabel rasio daging dan kulit buah semua perlakuan tidak berbeda nyata. Namun demikian perlakuan zeolit mempunyai nilai tengah paling rendah dibandingkan perlakuan lain. Nilai tengah yang rendah menunjukkan pematangan buah dihambat.

b b a a a a a 0 1 2 3 4 5 6 In d ek s Sk al a W ar n a

Kontrol (tanpa penyerap etilen) Etilen Block Kom ers ial

KMnO4 dengan bahan penyerap arang aktif KMnO4 dengan bahan penyerap batu apung KMnO4 dengan bahan penyerap oas is KMnO4 dengan bahan penyerap s erutan gergaji kayu KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit

Gambar 5. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada pengamatan 10 HSP Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji

(37)

b ab ab a ab ab a 0 1 2 3 4 5 6 7 8 K e lun a k a n B ua h (K g/ de t)

Kontrol (tanpa penyerap etilen) Etilen Block Komersial

KMnO4 dengan bahan penyerap arang aktif KMnO4 dengan bahan penyerap batu apung KMnO4 dengan bahan penyerap oasis KMnO4 dengan bahan penyerap serutan gergaji kayu KMnO4 dengan bahan penyerap zeolit

Gambar 6. Nilai Kekerasan Buah (kg/detik) pada pengamatan 10 HSP Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji

Tuckey taraf 5%.

Gambar 7. Buah Pisang pada 14 HSP. Ket : 1-8 Perlakuan lihat hal. 16.

(38)

Tabel 5. Nilai tengah beberapa variabel pada pengamatan 14 HSP. Perlakuan Indeks Skala Warna Susut Bobot Rasio Daging dan Kulit Kelunakan Buah Umur Simpan (Hari ) Kontrol 4.50 b 7.49 a 1.27 a 0.87 c 10 Etilen Block Komersial 2.00 d 5.26 ab 1.09 a 6.87 a 17 Arang Aktif 3.75 c 3.34 cb 1.16 a 1.33 bc 16 Batu Apung 4.00 cb 7.39 a 1.09 a 1.69 bc 15 Oasis 6.00 a 4.24 cb 1.29 a 1.33 bc 13 Serutan Gergaji Kayu 4.25 cb 2.38 c 1.25 a 1.19 bc 15 Zeolit 2.50 d 3.53 cb 1.03 a 4.71 ab 17

Cek - - - - 4

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tuckey taraf 5%.

Pengamatan 17 HSP, variabel yang berbeda nyata adalah susut bobot. Perlakuan kontrol mengalami susut bobot sebesar 6.90%. Perlakuan oasis mempunyai nilai tengah tertinggi, yaitu sebesar 9.00%, sedangkan nilai tengah terendah sebesar 4.58% pada perlakuan serutan gergaji kayu. Hasil penelitian Nugraheni (2006) menunjukkan buah pisang Raja Bulu yang disimpan selama 18 hari dalam kemasan kardus mengalami susut bobot sebesar 12%. Variabel indeks skala warna, rasio daging dan kulit buah dan kelunakan buah tidak berbeda nyata. Walaupun berdasarkan uji statistik tidak berbeda nyata, perlakuan zeolit dan ethylen-block komersial mampu mempertahankan warna kulit buah lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lain. Penggunaan bahan penyerap larutan KMnO4 dengan zeolit dan ethylen-block komersial dapat menunda pemunculan warna kuning buah pisang Raja Bulu sampai 17 HSP (Gambar Lampiran 4).

Pengaruh perlakuan bahan penyerap KMnO4 terhadap rasio daging dan kulit buah tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata penggunaan zeolit sebesar 1.04 merupakan nilai paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Pengamatan terakhir nilai rasio daging dan kulit buah pada perlakuan cek mencapai nilai 2.3. pada kondisi ini buah sudah memasuki tahap senesence. Menurut Lisda (2006) rasio daging dan kulit buah pisang tanduk menunjukkan nilai 3.5 setelah matang.

(39)

Setelah dilakukan penyimpanan selama 17 hari, pemberian bahan penyerap KMnO4 dengan media zeolit dapat mempertahankan perubahan fisik buah yang sama baiknya dengan ethylene-block komersial dan lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Nilai indeks skala warna kulit buah perlakuan zeolit dan ethylene-block komersial meningkat dari nilai 2 menjadi 5, sedangkan perlakuan lain menjadi 6-7. Kekerasan buah dapat dipertahankan 1.88 kg/det, pada perlakuaan lain nilai kekerasan buah di bawah angka 1 kg/det. Susut bobot buah dan rasio daging dan kulit buah perlakuan zeolit dan ethylene-block komersial mengalami peningkatan yang paling rendah, nilai susut bobot buah pada awalnya 0% meningkat menjadi 5%, pada perlakuan lain meningkat menjadi 6-7%. Rasio daging dan kulit buah meningkat dari 0.8 menjadi 1.1, pada perlakuan yang lain rasio menjadi 1.2 pada pengamatan terakhir.

Umur Simpan Buah

Umur simpan buah pisang pada percobaan dihitung berdasarkan perubahan fisik yang telah diamati, terutama perubahan warna. Perhitungan umur simpan buah dilakukan dari awal percobaan hingga buah layak dikonsumsi. Umur simpan buah pisang pada beberapa perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Buah pisang dengan perlakuan kontrol dan oasis mulai busuk pada pengamatan 17 HSP, sedangkan perlakuan lain masih layak untuk dikonsumsi. Diduga bahan penyerap oasis tidak dapat melepaskan KMnO4 setelah 13 hari, sehingga buah lebih cepat busuk dibandingkan dengan perlakuan lain. Buah sisa pengamatan 17 HSP yang masih layak dikonsumsi dikeluarkan dari perlakuan dan disimpan pada suhu ruang untuk diamati lebih lanjut. Buah pisang dengan perlakuan arang aktif, batu apung, dan serutan gergaji kayu busuk setelah disimpan selama 6 hari. Nurhasanah (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa umur simpan pisang Raja Bulu mulai dari layak dikonsumsi sampai dengan pisang busuk sekitar 6 hari. Buah pisang dengan perlakuan ethylene-block komersial dan zeolit berlendir, berjamur dan tidak layak untuk dikonsumsi setelah disimpan selama 8 hari.

(40)

Perubahan Kimia

Buah-buahan mengandung beberapa zat yang dapat larut dalam air, seperti gula, vitamin C, asam amino, dan pektin. Kandungan gula buah sering diukur sebagai padatan terlarut total. Padatan terlarut total (PTT) pada pisang didominasi oleh kandungan gula buah (Dadzie dan Orchard, 1997). Tabel 6 menunjukkan nilai PTT buah yang naik selama proses pematangan. Nilai PTT buah pisang Raja Bulu yang telah matang sebesar 28 – 30 ºBrix (PKBT, 2005). Perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai PTT pada pengamatan 7, 10, dan 14 HSP (Tabel Lampiran 5). Nilai PTT tertinggi pada pengamatan 7 HSP ditunjukkan oleh perlakuan bahan penyerap arang aktif. Perlakuan zeolit dan batu apung berbeda nyata dengan kontrol pada pengamatan 10 HSP. Pengamatan 14 HSP perlakuan zeolit yang berbeda nyata dengan kontrol, dengan nilai tengah sebesar 22.45 ºBrix, dan nilai tengah kontrol 29.90 ºBrix. Pada pengamatan 17 HSP perlakuan tidak berpengaruh nyata pada PTT. Perlakuan penyerap KMnO4 zeolit mempunyai nilai tengah paling rendah (Tabel 6). Hasil peneilitian Nugraheni (2006) menunjukkan PTT buah pisang raja bulu mencapai nilai 33 ºBrix setelah disimpan selama 18 hari. Nilai PTT yang rendah menunjukkan proses pematangan terhambat selama penyimpanan sehingga daya simpan buah dapat diperpanjang dan kondisi buah dapat dipertahankan. Menurut Pantastico (1986), buah pisang yang dikemas dalam plastik respirasinya terhambat. Kerja enzim-enzim yang berperan dalam proses pematangan, seperti enzim amilase, peroksidase, dan oksidase juga terhambat. Proses perombakan pati menjadi gula oleh enzim amilase akan terhambat jika enzim amilase tidak berfungsi secara normal.

Kandungan asam tertitrasi total (ATT) merupakan petunjuk pasca panen yang penting untuk mengetahui tingkat kematangan buah. Kandungan asam organik menurun selama proses pematangan digantikan oleh kandungan gula. Nilai asam tertitrasi total secara umum meningkat selama pengamatan kemudian menurun dengan semakin matangnya buah. Hal ini disebabkan selama penyimpanan, buah dalam kemasan tetap melakukan aktivitas metabolisme yang tinggi yang menyebabkan asam organik di dalam buah diubah menjadi gula (Pantastico,1986).

(41)

Tabel 6. Padatan Total Terlarut (ºBrix) Buah Pisang pada Beberapa Perlakuan.

Perlakuan 7 10 14 17 HSP Kontrol 21.17 b 30.90 a 29.90 a 31.18 a Etilen Block Komersial 20.33 b 30.24 a 30.40 a 31.55 a Arang Aktif 31.17 a 22.90 ab 30.30 a 32.51 a Batu Apung 19.22 b 13.93 b 31.40 a 31.62 a Oasis 22.63 b 28.92 a 27.70 ab 32.38 a Serutan Gergaji Kayu 19.23 b 26.82 a 30.38 a 31.48 a Zeolit 20.97 b 14.34 b 22.45 b 29.82 a Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada uji Tuckey taraf 5 %.

Nilai ATT cenderung naik kemudian mengalami penurunan pada semua perlakuan selama penyimpanan. Perlakuan bahan penyerap KMnO4 berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 7 HSP dan 14 HSP dan tidak berpengeruh nyata pada 10 HSP dan 17 HSP (Tabel 7). Sidik ragam pengaruh bahan penyerap KMnO4 terhadap asam tertitrasi total dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6.

Tabel 7. Asam Tertitrasi Total (%) Buah Pisang pada Beberapa Perlakuan Perlakuan 7 10 14 17 HSP Kontrol 0.07 c 0.23 a 0.07 c 0.13 a Etilen Block Komersial 0.14 b 0.20 a 0.10 cb 0.13 a Arang Aktif 0.26 a 0.21 a 0.09 cb 0.07 a Batu Apung 0.22 a 0.08 a 0.08 cb 0.14 a Oasis 0.06 c 0.18 a 0.12 b 0.08 a Serutan Gergaji Kayu 0.06 c 0.23 a 0.08 cb 0.13 a Zeolit 0.07 c 0.18 a 0.21 a 0.12 a Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tuckey taraf 5 %.

Berdasarkan pengamatan terhadap perubahan kimia setelah 14 dan 17 HSP, perlakuan zeolit dapat mempertahankan nilai PTT lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Nilai ATT perlakuan zeolit pada 17 HSP juga lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Gambar

Gambar 2. Standar Kematangan Pisang   Sumber : www.cataliticgenerators.com, 2006.
Gambar 3. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada pengamatan 7 HSP  Ket  :  Angka  yang  diikuti  huruf  yang  sama  tidak  berbeda  nyata  pada  uji
Gambar 5. Nilai Indeks Skala Warna Kulit Buah pada pengamatan 10 HSP   Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
Gambar 7. Buah Pisang pada 14 HSP.
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan percobaan yang dilakukan perlakuan KMnO4 sebagai oksidator etilen tidak berpengaruh nyata terhadap umur simpan pisang mas, indeks skala warna buah dan susut

Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) penyimpanan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu penyimpanan buah secara alami dan penyimpanan yang menggunakan perlakuan

Penelitian mengenai penyimpanan pascapanen buah pisang Raja Bulu menggunakan oksidan etilen perlu dilakukan penelitian lanjutan sekaligus dengan melakukan pengukuran laju