• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu

a. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mekanik dan manual. Pengolahan tanah secara mekanik menggunakan alat mesin berupa traktor. Sedangkan untuk pengolahan tanah secara manual menggunakan tenaga manusia yang dibantu dengan peralatan sederhana seperti cangkul. Proses pengolahan tanah secara mekanik dan manual dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Mekanik

Pengolahan tanah secara mekanik dianggap lebih modern karena sudah menggunakan peralatan mesin berupa traktor. Usahatani tebu di Kecamatan Dawe baik yang diproses menjadi gula pasir maupun gula tumbu sudah banyak melakukan pengolahan tanah secara mekanik yang menggunakan traktor. Pengolahan tanah secara mekanik dilakukan dengan membajak tanah menggunakan traktor terlebih dahulu. Pembajakan tanah dilakukan secara dua tahap. Tahap pertama tanah dibajak secara melintang dan tahap kedua tanah dibajak membujur. Pembajakan dilakukan dengan arah berlawanan atau menyilang sehingga tanah menjadi rata. Langkah berikutnya adalah tanah dibajak kembali untuk melihat kemiringan tanah sehingga pengairan dengan sistem tadah hujan dapat mengalir dengan lancar. Pengolahan selanjutnya adalah pembuatan larikan atau bedengan dengan panjang 8-10 m dan lebar 50 cm. Larikan atau bedengan kemudian dipotong untuk pembuatan got air dan lubang tanam. Got dibuat secara melintang (got kecil) dan membujur (got besar) dengan ukuran lebar 60 cm dan kedalaman tanah 70 cm untuk got yang membujur. Sedangkan untuk ukuran got melintang dibuat dengan ukuran lebar 50 cm dan

(2)

commit to user

kedalaman tanah 60 cm. Tujuan pembuatan got adalah untuk mengatur pemasukan dan pembuangan air agar berjalan dengan baik. Lubang tanam dibuat dengan ukuran lebar 40 cm dan kedalaman tanah 25-30 cm. Sedangkan untuk guludan diberi jarak 60 cm sehingga secara keseluruhan jarak tanam tanaman tebu mencapai 1 m. Proses pengolahan tanah dengan menggunakan traktor untuk luas lahan 1 hektar dapat selesai dalam waktu kurang lebih 3 hari dengan menggunakan tenaga kerja pria sebanyak 2 orang sebagai pengemudi traktor.

2) Manual

Pengolahan tanah secara manual dilakukan dengan tenaga manusia dan peralatan yang masih sangat sederhana yaitu cangkul. Pengolahan tanah secara manual cenderung memerlukan tenaga manusia lebih banyak dan proses pengolahan lebih lama. Sehingga petani tebu di Kecamatan Dawe lebih banyak yang memilih pengolahan tanah secara mekanik. Langkah - langkah dari pengolahan tanah secara manual hampir sama dengan pengolahan tanah secara mekanik, hanya saja pembuatan got melintang (got kecil) dan got membujur (got besar) dibuat terlebih dahulu. Kemudian dibuat larikan dan bedengan dengan ukuran yang sama yaitu 8-10 meter dan selanjutnya sama seperti pengolahan tanah secara mekanik. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah secara manual dengan luas lahan 1 hektar adalah 40 orang yang terdiri dari tenaga kerja pria dengan waktu penyelesaian sekitar 8 hari.

b. Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan untuk tanaman tebu adalah batang tebu muda yang sudah memiliki 2 ruas atau mata tunas. Batang tebu dipotong-potong hingga memiliki 2 ruas atau mata tunas di setiap potongannya. Jenis bibit yang digunakan para petani tebu di Kecamatan Dawe adalah jenis bibit tebu BR. Petani tebu di Kecamatan Dawe

(3)

commit to user

membutuhkan bibit sebanyak 70 ton untuk lahan seluas 1 hektar. Petani tebu di Kecamatan Dawe tidak melakukan pembibitan sendiri, tetapi membeli bibit dari petani lain yang ada di luar daerah Kecamatan Dawe. Rata-rata para petani tebu di Kecamatan Dawe membeli bibit tebu di Kabupaten Pati. Namun ada juga yang membeli bibit tebu dari Pabrik Gula Rendeng Kudus, karena petani tersebut memasok hasil panen tebu untuk pengolahan gula pasir.

Bibit pada tanaman tebu dapat digunakan 3-5 kali, namun petani di Kecamatan Dawe rata-rata menggunakan bibit untuk 4 kali musim tanam. Jadi pada saat pemanenan, tanaman tebu dipotong lalu sisa potongan tersebut dapat tumbuh lagi. Penggunaan bibit pada tanaman tebu dapat dilakukan berulang kali. Di daerah lain, penggunaan bibit tebu bahkan ada yang digunakan sampai 20 kali musim tanam. Akan tetapi, setiap musim tanam para petani tetap melakukan penyulaman. Jadi dapat dikatakan bahwa lahan tebu yang dibongkar setelah 20 kali musim tanam, bibit yang digunakan sudah disulam setiap musim tanamnya. Kualitas produksi tebu akan lebih baik jika bibit yang digunakan hanya untuk 3-5 kali musim tanam.

c. Penanaman

Penanaman tanaman tebu di Kecamatan Dawe dilakukan secara manual dan masih tergantung pada musim hujan karena menggunakan sistem pengairan tadah hujan. Penanaman dilakukan apabila keadaan tanah di lahan sudah lembab sehingga akan memudahkan penanaman dan pertumbuhan tanaman tebu. Penanaman tebu dilakukan dengan cara meletakan bibit tebu di lubang tanam yang telah dibuat secara mendatar. Bibit tebu diletakan dengan mata tunas menghadap ke samping agar mendapat cahaya matahari dan mempermudah tumbuhnya tanaman. Tanaman tebu akan tumbuh dari mata tunas tersebut. Sehingga dalam satu lubang tanam akan tumbuh tanaman tebu lebih dari satu tanaman karena tebu tumbuh dari mata tunas yang ada pada bibit. Bagian batang bibit tebu sedikit ditutup tanah maksimal 5

(4)

commit to user

cm agar bagian tunas dapat cepat tumbuh karena mendapat unsur hara. Tenaga kerja pria yang dibutuhkan pada saat penanaman adalah 20 orang untuk lahan seluas 1 hektar dengan lama pengerjaan tergantung dari ketersediaan tenaga kerja. Rata-rata untuk 1 hektar, proses penanaman dapat selesai dalam waktu 2-3 hari.

d. Pembumbunan Tanah (Tambah Tanah)

Pembumbunan merupakan proses penambahan tanah pada lubang penanaman ketika tanaman tebu sudah mulai tumbuh. Pembumbunan dilakukan pada tiga tahap yaitu tahap pertama dilakukan pada saat tanaman tebu berumur sekitar 2 - 4 minggu. Pembumbunan tahap pertama dilakukan dengan menambah sedikit tanah yang ada di guludan. Pembumbunan yang kedua dilakukan pada saat tanaman tebu berumur sekitar 2 bulan. Tanah yang ada di guludan diratakan dengan tanaman tebu. Sehingga lubang tanaman tebu sudah tidak terlihat cekung lagi tetapi sudah rata dengan tanah yang ada di sekitarnya.

Pembumbunan tahap terakhir yaitu dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 3-4 bulan. Penambahan tanah dilakukan pada bagian sekeliling tanaman tebu sehingga permukaan sekeliling tanaman tebu akan lebih tinggi. Permukaan tanah yang sebelum dilakukan pembumbunan lebih tinggi maka setelah dilakukan pembumbunan yang ketiga akan menjadi cekung. Hal ini dilakukan untuk menunjang pertumbuhan anakan, daun dan batang serta memperbaiki drainase di lahan.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengerjakan pembumbunan bervariasi. Pembumbunan tahap pertama biasanya menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembumbunan kedua dan ketiga. Karena tanah yang ditambahkan ke lubang penanaman lebih sedikit sehingga pengerjaannya akan lebih ringan. Tenaga kerja pria yang dibutuhkan sebanyak 30 orang untuk lahan seluas 1 hektar dengan perincian pembumbunan I sebanyak 8 orang, pembumbunan II sebanyak 10 orang dan pembumbunan III

(5)

commit to user

sebanyak 12 orang. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pembumbunan juga bervariasi, tergantung dari ketersediaan tenaga kerja di daerah penelitian. Rata-rata setiap tahap pembumbunan dengan jumlah tenaga kerja tersebut dapat diselesaikan selama 2-3 hari.

e. Penyiangan

Penyiangan termasuk dalam pemeliharaan tanaman tebu, penyiangan merupakan pembersihan rumput-rumputan dan tumbuhan pengganggu lainnya yang berada di sekitar tanaman tebu. Penyiangan dilakukan sebelum pembumbunan yaitu sebanyak 3 kali dengan periode waktu yang sama dengan pada saat pembumbunan. Tenaga kerja yang digunakan untuk penyiangan dapat dilakukan oleh tenaga kerja pria dan wanita karena pekerjaan penyiangan cukup ringan. Rata-rata untuk 1 hektar lahan tebu dapat memperkerjakan tenaga kerja pria sebanyak 8 - 11 orang. Sedangkan jika penyiangan dilakukan oleh tenaga kerja wanita membutuhkan 11-17 orang untuk lahan seluas 1 hektar.

f. Pemupukan

Pemupukan juga termasuk dalam pemeliharaan tanaman tebu, pemupukan merupakan pemberian unsur hara berupa N, P dan K pada tanaman tebu agar mendapat nutrisi yang cukup sehingga mampu tumbuh dengan maksimal. Pemupukan dilakukan setelah penyiangan dan sebelum dilakukan pembumbunan. Setiap tahapan pembumbunan didahului dengan pemupukan. Pemberian pupuk memiliki 3 tahap. Tahap pertama, pupuk diberikan pada saat penanaman tetapi ada juga yang diberikan pada saat sebelum pembumbunan I. Pupuk yang diberikan pada tahap pertama adalah Pupuk Ponska karena Pupuk Ponska mengandung N, P dan K yang merupakan unsur hara dasar yang dibutuhkan oleh tanaman termasuk tanaman tebu.

Pemupukan tahap kedua juga dilakukan pada saat sebelum pembumbunan II. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan tahap kedua ini adalah pupuk Za dengan jumlah dua per tiga dari pupuk Za atau sekitar 8 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar. Hal ini dikarenakan

(6)

commit to user

pupuk Za mengandung unsur N yang mampu meningkatkan kadar gula pada batang dan dapat membantu pembentukan batang. Pemupukan pada tahap ketiga dilakukan sebelum pembumbunan ketiga. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan ketiga adalah Pupuk Za. Pemberian pupuk pada tahap ketiga dilakukan petani tebu apabila kondisi tanaman tebu tumbuh dengan kurang baik. Sehingga pemupukan tahap ketiga tidak dilakukan pada seluruh tanaman tebu yang ada di lahan. Untuk pemupukan tahap ketiga, jumlah pupuk yang disediakan sebanyak sepertiga jumlah Pupuk Za atau sekitar 4 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar. Penggunaan Pupuk Urea pada budidaya tanaman tebu jarang dilakukan oleh petani tebu. Hal ini dikarenakan ketersediaan Pupuk Za di daerah penelitian lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pupuk Urea. Selain itu, harga Pupuk Urea lebih mahal jika dibandingkan dengan Pupuk Za. Menurut Lingga (1986), Pupuk Za dan Pupuk Urea memiliki sifat yang sama yaitu mengandung unsur N. Keduanya termasuk dalam pupuk higroskopis yang mudah menarik uap air dari udara sehingga mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Peranan utama unsur N bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis.

Tenaga kerja pria yang dibutuhkan untuk pemupukan secara keseluruhan adalah 22 orang untuk lahan seluas 1 hektar yang dibagi menjadi tiga tahap pemupukan. Setiap tahap pemupukan dapat dilakukan dalam waktu 1 hari saja jika menggunakan tenaga kerja pria sebanyak 7-8 orang. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman tebu rata sebanyak 8 kuintal untuk Pupuk Ponska dan Pupuk Za rata-rata sebanyak 12 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar. Sedangkan untuk Pupuk Urea, rata-rata menggunakan 11 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar.

(7)

commit to user g. Pembasmian Hama dan Penyakit

Serangan hama dan penyakit pada tanaman tebu sangat jarang terjadi, bahkan hampir tidak ada. Hal ini juga terjadi pada petani tebu di Kecamatan Dawe. Kerusakan yang terjadi pada tanaman tebu hanya disebabkan karena adanya angin kencang yang dapat membuat tanaman tebu menjadi roboh. Serangan hama dan penyakit sendiri tidak terjadi, hanya saja dahulu pernah ada serangan tikus. Serangan tikus dibasmi oleh para petani secara mekanis yaitu dengan cara dipukul secara langsung. Namun, untuk saat ini serangan tikus sudah tidak terjadi lagi. Berdasarkan hal tersebut, petani di Kecamatan Dawe memilih mengusahakan usahatani tebu karena cara budidaya yang mudah dan tanpa ada serangan hama penyakit.

h. Penyulaman

Penyulaman tanaman tebu termasuk dalam pemeliharaan budidaya tanaman tebu. Penyulaman merupakan penggantian tanaman tebu yang rusak atau mati dengan digantikan oleh tanaman baru. Penyulaman biasa dilakukan pada saat tanaman tebu berumur kurang lebih 3 minggu. Penyulaman tanaman tebu tidak menggunakan bibit tanaman tebu baru tetapi diambil dari tanaman tebu lain yang ada di sekitar. Dalam satu lubang tanaman tebu dapat tumbuh beberapa tanaman tebu tidak hanya satu tanaman saja. Sehingga tanaman tebu yang digunakan untuk penyulaman diambil dari tanaman tebu yang tumbuh lebih dari satu pada setiap lubang. Tenaga kerja pria atau wanita dapat digunakan untuk melakukan penyulaman tanaman tebu. Untuk penyulaman lahan tebu seluas 1 hektar diperlukan tenaga kerja pria sebanyak 7-10 orang atau apabila menggunakan tenaga kerja wanita diperlukan tenaga sebanyak 11 orang.

i. Klentek

Pemeliharaan tanaman tebu yang terakhir adalah klentek. Klentek merupakan pelepasan daun kering pada tanaman tebu. Klentek dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 5-6 bulan atau jika pada

(8)

commit to user

tanaman tebu sudah muncul daun kering. Tujuan dari klentek adalah agar sirkulasi udara pada batang tebu terjaga optimal. Selain itu, bertujuan agar sinar matahari dapat menyinari secara langsung batang tanaman tebu sehingga akan mempercepat proses pengolahan glukosa dan sakarosa yang ada di dalam batang tebu. Klentek juga bertujuan untuk menjaga kebersihan tebu pada saat akan dipanen. Pada saat menjelang tebang, klentek juga dilakukan kembali yaitu sekitar 2 – 4 minggu sebelum tebang atau panen. Daun yang diklentek atau dilepas adalah daun kering saja yang berada di sekitar 7-9 ruas dari bagian bawah batang tebu sampai batas daun-daun yang masih hijau. Daun yang berwarna hijau tidak diklentek karena akan mengganggu pertumbuhan tebu. Klentek dilakukan dengan tangan tanpa menggunakan alat bantuan, tidak dilakukan dengan menggunakan pisau atau arit karena jika terkena batang tebu akan merusak pertumbuhan batang tebu dan pengklentekan kurang bersih sebab daun kering masih tersisa di bagian – bagian ruas batang tebu. Petani tebu hanya menggunakan sarung tangan saja untuk menjaga agar tangan tidak terluka.

Tenaga kerja yang digunakan untuk proses pemeliharaan klentek biasanya tenaga kerja pria tetapi ada juga yang menggunakan tenaga kerja wanita. Proses pengklentekan membutuhkan ketelitian sehingga sebaiknya pekerjaan ini dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang cenderung lebih teliti dibandingkan tenaga kerja pria dan pekerjaan ini juga tidak terlalu berat. Akan tetapi, di Kecamatan Dawe banyak yang menggunakan tenaga kerja pria karena ketersediaan tenaga kerja pria lebih banyak. Untuk klentek lahan tebu seluas 1 hektar diperlukan tenaga kerja pria sebanyak 8-12 orang, sedangkan apabila menggunakan tenaga kerja wanita diperlukan sebanyak 10-15 orang. j. Penebangan

Penebangan dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 8-12 bulan, karena kandungan gula yang di dalam batang tebu dianggap

(9)

commit to user

sudah tinggi. Cara penebangan tanaman tebu dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menggali rumpun tebu dengan linggis, kemudian batang tebu dicabut. Cara kedua yaitu dengan memotong bagian batang tebu sampai dasar tanah. Petani tebu yang di Kecamatan Dawe pada umumnya memakai cara penebangan yang kedua karena dengan cara seperti itu bibit tanaman tebu masih dapat digunakan 3-4 kali musim tanam. Hal ini disebabkan karena masih ada bagian tebu yang tertinggal di dalam tanah sehingga tunas yang tumbuh dapat menjadi tanaman tebu baru. Tebu yang tumbuh dari tunas sisa penebangan disebut keprasan. Tenaga kerja yang digunakan untuk penebangan sekaligus pengangkutan ke truk sebanyak 13-15 orang untuk lahan seluas 1 hektar dan dalam waktu kurang lebih 7 hari. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria karena pekerjaan ini sangat berat dan membutuhkan tenaga yang banyak. Upah untuk tenaga kerja tebang angkut yang ada di Kecamatan Dawe dihitung berdasarkan hasil panen tebu yang ada di lahan. 1 hektar lahan tebu dapat menghasilkan rata-rata batang tebu sebanyak 800-1.000 kuintal tebu.

k. Pembersihan Lahan

Pembersihan lahan dilakukan apabila batang keprasan digunakan lagi untuk musim tanam selanjutnya. Pembersihan lahan dilakukan setelah kegiatan tebang angkut yang ada di lahan selesai secara keseluruhan. Pembersihan lahan dilakukan dengan cara mengumpulkan seresah sisa penebangan dan ada juga yang membakar lahan tebu tersebut. Namun, petani di Kecamatan Dawe melakukan pembersihan dengan cara mengumpulkan sisa penebangan yang dilakukan. Setelah lahan bersih dari sisa penebangan selanjutnya bagian tanah didongkel atau diambil hingga batang sisa penebangan dapat terlihat. Sehingga ruas pada batang tebu dapat terlihat dan dapat tumbuh lagi apabila terkena sinar matahari. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembersihan lahan biasanya berasal dari tenaga kerja pria. Untuk 1

(10)

commit to user

hektar lahan tebu biasanya membutuhkan tenaga kerja pria sebanyak 6-8 orang yang dapat selesai dalam waktu 1 hari saja.

2. Pengolahan Hasil Produksi Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir

Hasil produksi usahatani tebu yang berupa batang tebu dapat diolah menjadi gula pasir dan gula tumbu. Pengolahan hasil produksi tebu menjadi gula pasir dilakukan di pabrik gula dengan skala besar yaitu Pabrik Gula Rendeng yang merupakan satu-satunya pabrik gula pasir yang ada di Kabupaten Kudus. Petani yang memasok tebu ke Pabrik Gula Rendeng rata-rata berasal dari para petani yang sudah berskala besar. Maksudnya adalah petani yang memiliki luas lahan yang sudah cukup luas. Hal ini dikarenakan hasil produksi tebu mampu ditampung seluruhnya di pabrik gula pasir.

Proses pengolahan tebu menjadi gula pasir cukup rumit karena dilakukan di pabrik yang sudah memiliki skala besar. Proses pengolahan gula pasir secara garis besar terdiri dari 7 tahap yaitu:

a. Stasiun Penimbangan

b. Stasiun Penggilingan (Mill Station)

c. Stasiun Pemurnian (Clarification) meliputi proses pemanasan I, proses defikasi (penetralan pH), proses sulfitasi (penjernihan atau pemutihan nira), proses pemanasan II, proses pengendapan dan proses pemanasan III.

d. Stasiun Penguapan (Evaporation) e. Stasiun Masakan (Boiling Station) f. Stasiun Putaran (Curing Station) g. Stasiun Penyelesaian (Finishing).

Peralatan yang digunakan juga sudah canggih dengan mesin-mesin berukuran besar. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan gula pasir secara garis besar meliputi cane crane (alat pemindah tebu), krepyak datar (alat pencacah tebu), cane cutter (pisau tebu), unigrator (alat penghancur tebu), boulogne (timbangan nira), ruwsap (tangki pemanas),

(11)

commit to user

jet nozzle (alat sulfitasi), rapidorr clarifier (bak pengendapan), tangki dunsap (tangki penyaringan), coil pan dan colandria pan (panci masakan)

dan packer (alat pembagi gula ke dalam karung). Hal ini berbeda jauh dengan proses pengolahan tebu yang diolah menjadi gula tumbu. Tebu yang dipasok ke pabrik gula pasir sedikit berbeda dengan tebu yang dipasok ke industri rumah tangga gula tumbu. Kondisi tebu yang dipasok ke pabrik gula pasir benar-benar dalam keadaan bersih tanpa ada kotoran atau seresah daun.

Proses pengolahan gula pasir dengan gula tumbu pada dasarnya sama yaitu mengambil air gula yang ada di dalam batang tebu atau biasa disebut nira. Namun untuk pengolahan gula pasir, nira tersebut diolah, kemudian dikristalkan. Tebu yang sudah digiling akan menghasilkan nira yang ditampung di suatu tempat kemudian disaring untuk menghilangkan ampas-ampas sisa penggilingan. Selanjutnya nira tersebut diendapkan dengan tujuan agar warna nira tidak terlalu keruh. Setelah diendapkan, nira tersebut dipanaskan atau dimasak agar lebih kental dan pekat. Langkah selanjutnya adalah sulfitasi. Sulfitasi merupakan proses pencampuran nira dengan SO2 agar gula yang dihasilkan dapat berwarna putih. Nira kemudian diendapkan kembali dan diuapkan. Setelah itu dikristalkan serta dilakukan pendinginan dan pengaturan suhu. Proses pengemasan gula pasir juga sudah menggunakan peralatan canggih yaitu mesin pengemas atau biasa disebut packer. Packer digunakan untuk membagi gula dengan berat kurang lebih 50 kg ke dalam karung. Peralatan tersebut hanya menggunakan tenaga kerja manusia untuk mengawasi kinerja mesin.

3. Pengolahan Hasil Produksi Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Tumbu

Pengolahan hasil produksi usahatani tebu menjadi gula tumbu dilakukan di industri rumah tangga gula tumbu yang masih menggunakan peralatan sederhana. Kondisi tebu yang dipasok ke industri rumah tangga gula tumbu lebih cenderung memiliki kualitas yang rendah. Keadaan tebu cenderung masih kotor dengan masih melekat seresah daun sisa kegiatan

(12)

commit to user

tebang. Produksi gula tumbu juga masih sangat terbatas karena masih skala kecil. Industri rumah tangga pengolahan gula tumbu banyak dijumpai di Kecamatan Dawe. Hal ini dikarenakan di daerah ini banyak petani yang mengusahakan tanaman tebu. Sehingga banyak petani tebu yang menginginkan untuk mengolah hasil produksi tebu sendiri, sehingga tidak bergantung pada pabrik gula pasir saja. Pengolahan hasil produksi usahatani tebu menjadi gula tumbu banyak dilakukan para petani tebu yang memiliki luas lahan sempit atau petani dengan skala kecil. Hal ini dikarenakan petani beranggapan bahwa jika produksi tebu yang sedikit akan lebih menguntungkan apabila diolah sendiri. Selain itu, karena lokasi pengolahan gula tumbu yang lebih dekat dibandingkan dengan pabrik gula pasir maka akan memperkecil biaya transportasi.

Berikut ini beberapa tahapan proses pengolahan gula tumbu secara singkat, yaitu sebagai berikut :

a. Penggilingan Tebu

Tebu yang telah dipanen kemudian diangkut ke industri pengolahan gula tumbu dan digiling dengan mesin silinder penggiling. Silinder penggiling tersebut terbuat dari kayu atau besi yang bergerigi. Untuk menjalankan alat tersebut, petani menggunakan tenaga mesin diesel. Penggilingan satu batang tebu dilakukan beberapa kali sampai tuntas atau sampai nira yang ada di batang tebu habis. Proses penggilingan ini memerlukan tenaga manusia untuk mengarahkan batang tebu yang digiling.

b. Perebusan Nira

Nira yang didapatkan dari proses penggilingan tebu kemudian disalurkan ke tempat pemasakan atau biasa disebut kawah atau wajan. Tempat pemasakan atau kawah dibedakan menjadi dua macam yaitu kawah pertama untuk nira yang masih keruh sebelum disaring dan kawah yang kedua untuk nira yang sudah disaring atau sudah bersih. Perebusan pada kawah pertama dimasak selama kurang lebih 2 jam. Setelah pemasakan selama kurang lebih 2 jam, nira

(13)

commit to user

tersebut disaring dengan menggunakan anyaman bambu atau sekop yang terbuat dari kayu atau seng. Pada waktu pemasakan, kotoran yang ada pada nira akan terapung dan dapat diambil dengan alat-alat tersebut.

c. Pencampuran Kapur

Nira yang telah dimasak selama kurang lebih 2 jam dan telah disaring kemudian dipindah ke wajan berikutnya atau wajan kedua. Selanjutnya nira dicampur dengan air kapur. Air kapur berguna untuk mengentalkan nira. Nira kembali dimasak hingga kurang lebih 2 jam sampai mendidih dan mengental. Nira yang dimasak akan berbuih dan harus dicegah jangan sampai meluap dari wajan. Oleh karena itu, digunakan tutup yang terbuat dari anyaman bambu atau biasa disebut kurungan. Kurungan tersebut juga berfungsi sebagai penyaring kotoran-kotoran yang masih tercampur dalam nira.

d. Pencetakan Gula Tumbu

Apabila nira sudah dimasak selama kurang lebih 2 jam dan mulai mengental maka nira tersebut sudah menjadi gula dan siap dicetak. Pengadukan dilakukan sebelum gula dicetak, hal ini dilakukan untuk membantu pengeluaran uap panas. Cetakan yang digunakan terbuat dari anyaman bambu yang biasa disebut tumbu. Gula tersebut diberi nama gula tumbu karena berdasarkan nama alat cetakan yang digunakan Dalam satu cetakan atau tumbu dapat menampung gula sebanyak kurang lebih 20 kg. Pencetakan dilakukan dengan menuang gula sedikit demi sedikit ke dalam tumbu secara berlapis. Penuangan dilakukan secara bertahap yang kemudian diratakan dengan sendok besar lalu menunggu gula sampai mengeras, baru kemudian dituang kembali sampai cetakan penuh.

B. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel merupakan gambaran umum mengenai latar belakang dan keadaan petani yang berkaitan dengan usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu. Karakteristik petani sampel

(14)

commit to user

usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 16. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu

No. Uraian Gula Pasir Gula Tumbu

1. Jumlah petani responden (orang) 30 30 2. Rata-rata umur petani (tahun) 51 50 3. Rata-rata pendidikan petani (tahun) 9 9 4. Rata-rata jumlah anggota keluarga

petani (orang) 5 6

5. Rata-rata jumlah anggota keluarga

yang aktif dalam UT tebu (orang) 0 0 6. Rata-rata luas lahan tebu yang

digarap (Ha) 3,02 1,30

7. Rata-rata pengalaman usahatani

tebu (tahun) 17 15

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui rata-rata umur sampel petani tebu masih tergolong dalam umur produktif yaitu 14-65 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur yang produktif, petani cenderung memiliki tenaga yang lebih tinggi. Umur produktif juga cenderung masih memiliki beban tanggungan keluarga sehingga memiliki semangat kerja yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Semangat kerja yang dimiliki petani berumur produktif berarti lebih memiliki semangat tinggi dalam hal mencari informasi baru dalam kegiatan usahatani tebu. Selain itu, petani berumur produktif akan lebih terampil dalam melakukan kegiatan usahatani tebu sehingga mampu meningkatkan pendapatan usahataninya.

Rata-rata tingkat pendidikan sampel petani tebu adalah 9 tahun atau tamat SMP. Tingkat pendidikan petani akan berpengaruh terhadap sikap petani dalam mengambil keputusan terkait kegiatan usahatani yang dilakukannya terutama usahatani tebu seperti pemilihan bibit, pupuk, teknik pemeliharaan, penggunaan tenaga kerja dan penjualan dari hasil panen tebu. Selain itu, keterampilan petani dalam mencari informasi tentang usahatani tebu juga akan lebih tinggi seiring dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Hal

(15)

commit to user

ini terbukti dengan pemilihan bibit yang digunakan petani tebu saat ini. Bibit yang digunakan oleh petani tebu adalah bibit BR yang lebih memiliki kandungan nira tinggi dibandingkan bibit yang dahulu digunakan oleh petani tebu yaitu PS 862, PS 851 dan lain sebagainya.

Rata-rata jumlah anggota keluarga sampel petani tebu untuk pembuatan gula pasir adalah 5 orang. Sedangkan rata-rata jumlah anggota keluarga sampel petani tebu untuk pembuatan gula tumbu adalah 6 orang. Jumlah anggota keluarga petani menjadi indikator seberapa banyaknya tanggungan keluarga petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga petani maka akan semakin cenderung tinggi tanggungan keluarga petani tersebut dan kebutuhan hidup keluarga akan lebih tinggi. Keadaan demikian menjadi motivasi petani dalam mengusahakan usahatani untuk lebih giat dan terampil. Kegiatan usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu yang ada di lahan tidak menggunakan tenaga kerja dalam atau tenaga kerja dari keluarga. Sehingga jumlah anggota keluarga petani yang aktif dalam usahatani tebu adalah 0 atau tidak ada. Hal ini dikarenakan kegiatan usahatani tebu cukup berat memerlukan fisik yang kuat dan tenaga yang cukup banyak. Selain itu, anggota keluarga petani lebih cenderung memilih untuk bekerja di sektor lain. Petani tebu hanya mengelola manajemen keuangan usahatani dan mengawasi para pekerja dalam kegiatan usahatani tebu. Petani tebu tidak bekerja secara langsung di lahan dikarenakan rata-rata umur petani yang sudah cukup tua walaupun tergolong umur prduktif dirasa secara fisik sudah tidak kuat untuk bekerja di lahan.

Rata-rata kepemilikan luas lahan usahatani tebu pada sampel petani tebu untuk pembuatan gula pasir adala 3,02 ha. Sedangkan rata-rata kepemilikan luas lahan usahatani tebu pada sampel petani tebu untuk pembuatan gula tumbu adalah 1,30 ha. Perbedaan kepemilikan luas lahan pada petani tebu untuk pembuatan gula pasir dengan gula tumbu ini dikarenakan petani tebu yang memasok hasil panen tebu ke pabrik gula pasir cenderung berasal dari petani tebu dengan skala besar yang memiliki luas lahan lebih tinggi. Sedangkan para petani tebu untuk pembuatan gula tumbu

(16)

commit to user

yang rata-rata memiliki luas lahan yang lebih sedikit cenderung memilih memasok hasil panen tebu ke industri rumah tangga pengolahan gula tumbu dengan asumsi lebih mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Kondisi ini dipengaruhi juga dengan jarak antara lahan perkebunan tebu yang dimiliki para petani dengan tempat pabrik gula pasir dan industri rumah tangga pengolahan gula tumbu. Lokasi industri rumah tangga pengolahan gula tumbu berada di sekitar lahan perkebunan tebu ini di Kecamatan Dawe. Kecamatan yang dijadikan tempat penelitian ini terdapat banyak industri rumah tangga pengolahan gula tumbu. Sedangkan lokasi pabrik gula pasir berada di pusat Kabupaten Kudus. Perbedaan lokasi pengolahan gula pasir dan gula tumbu tersebut berdampak pada biaya transportasi yang dikeluarkan petani tebu. Petani tebu dengan skala besar yaitu kepemilikan luas lahan yang lebih luas memilih memasok tebu ke pabrik gula pasir karena biaya transportasi yang dikeluarkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tebu yang dipasok ke industri rumah tangga gula tumbu. Sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan akan sebanding dengan hasil produksi tebu yang dipasok ke pabrik gula pasir yang berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani tebu cenderung lebih tinggi. Sedangkan petani tebu yang kepemilikan luas lahan lebih sempit cenderung memasok hasil panen tebu ke industri rumah tangga pengolahan gula tumbu yang dekat dengan lahan tebu.

Rata-rata lama usahatani tebu yang telah dilakukan petani tebu adalah 17 tahun untuk petani tebu gula pasir dan 15 tahun untuk petani tebu gula tumbu. Petani tebu sudah cukup lama mengusahakan usahatani tebu. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang ada di daerah tersebut cocok untuk budidaya tanaman tebu. Selain itu, hasil dari usahatani tebu cukup menguntungkan bagi para petani tebu sehingga petani tetap bertahan mengusahakan usahatani tebu. Para petani tebu di Kecamatan Dawe juga merasa bahwa budidaya tanaman tebu cukup mudah dan tidak ada serangan hama penyakit sehingga para petani senang mengusahakan usahatani tebu. Lama pengalaman berusahatani tebu juga berpengaruh terhadap pengetahuan yang diperoleh para petani dalam mengusahakan usahatani tebu. Berdasarkan rata-rata lama usahatani

(17)

commit to user

tebu pada petani tebu yaitu 15-17 tahun sudah tergolong cukup lama sehingga para petani tebu sudah mendapatkan pengalaman yang cukup banyak.

C. Analisis Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus

1. Penggunaan Sarana Produksi

Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi dalam suatu usahatani atau biasa disebut faktor-faktor produksi. Penggunaan dari sarana produksi oleh petani akan berpengaruh terhadap hasil produksi yang akan dicapai atau output dari usahatani. Sarana produksi yang digunakan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu adalah sama yaitu bibit dan pupuk. Usahatani tebu di Kecamatan Dawe tidak menggunakan obat-obat kimia berupa pestisida karena rendahnya serangan hama dan penyakit bahkan tidak ada. Rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja pada usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 17. Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2012

No Jenis Masukan

Gula Pasir Gula Tumbu

Per UT Per Ha Per UT Per Ha

3,02 ha 1,30 ha 1. Sarana Produksi a. Bibit (Ku) 224,67 75,70 97,33 76,49 b. Pupuk (Ku) - Za 37,70 13,05 14,57 12,54 - Phonska 23,73 8,38 9,38 8,60 - Urea 0,00 0,00 11,00 11,00

2. Tenaga Kerja Luar

a. TK Pria (HKP) 272,00 95,00 133,00 114,00 b. TK Wanita (HKW) 55,00 32,00 89,00 44,00 c. TK Tebang Angkut 290,00 93,00 123,00 98,00 d. TK Mesin (Traktor ) 18,00 6,00 10,00 8,00 Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 17 diketahui bahwa sarana produksi yang digunakan dalam usahatani tebu terdiri dari bibit dan pupuk. Sarana

(18)

commit to user

produksi untuk usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu pada intinya sama, hanya saja untuk jumlah penggunaannya tergantung dari masing-masing petani yang mengusahakan usahatani tersebut. Rata-rata bibit yang dibutuhkan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir adalah 75,70 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar. Sedangkan rata-rata bibit yang dibutuhkan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula tumbu adalah 76,49 kuintal untuk lahan seluas 1 hektar.

Sarana produksi pupuk yang digunakan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu hampir sama yaitu pupuk Za, Phonska dan Urea. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar petani tebu di daerah penelitian menggunakan Pupuk Za. Pupuk Urea hanya digunakan para petani gula tumbu yang berjumlah 2 orang saja. Pupuk Za memiliki harga yang lebih murah dan ketersediaan pupuk tersebut di daerah penelitian lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pupuk Urea. Sehingga sebagian besar petani tebu di daerah penelitian lebih memilih untuk menggunakan Pupuk Za. Sifat Pupuk Za dan Pupuk Urea sama yaitu mengandung unsur N. Oleh karena itu, petani tebu dapat menggunakan Pupuk Urea maupun Pupuk Za sesuai dengan pengalaman petani dalam berusahatani tebu. Rata-rata Pupuk Za yang digunakan untuk petani gula pasir sebesar 13,05 kuintal untuk 1 hektar. Begitu juga dengan petani gula tumbu, rata-rata Pupuk Za yang digunakan sebesar 12,54 kuintal per hektar.

Penggunaan sarana produksi Pupuk Phonska dalam usahatani tebu rata-rata lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan Pupuk Za baik untuk usahatani tebu pembuatan gula pasir maupun gula tumbu. Hal ini dikarenakan pupuk Phonska merupakan pupuk dasar yang mengandung N, P dan K. Pemberian Pupuk Phonska hanya dilakukan pada awal penanaman saja. Sehingga dalam penggunaannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan Pupuk Za yang diberikan pada tanaman tebu pada dua tahap. Selain itu, dengan penggunaan Pupuk Phonska yang lebih sedikit dibandingkan dengan Pupuk Za maka biaya yang dikeluarkan

(19)

commit to user

untuk sarana produksi akan mampu diminimalisasi. Rata-rata Pupuk Phonska yang digunakan oleh petani gula pasir adalah 8,38 kuintal per hektar. Sedangkan petani gula tumbu menggunakan Pupuk Phonska rata-rata sebesar 8,60 kuintal per hektar. Rata-rata-rata penggunaan pupuk tersebut hanya memiliki selisih yang sedikit yaitu 0,22 kuintal saja. Hal ini berarti dalam penggunaan Pupuk Phonska pada usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu tidak mengalami perbedaan yang tinggi. Rata-rata jumlah pupuk yang digunakan untuk setiap hektarnya hampir sama, hanya tergantung dari cara petani dalam mengusahakan usahatani tebu.

Sarana produksi Pupuk Urea sangat jarang digunakan pada usahatani tebu. Hal ini dikarenakan harga Pupuk Urea yang lebih mahal jika dibandingkan dengan Pupuk Za. Sebagian besar petani tebu memilih menggunakan Pupuk Za yang memiliki fungsi sama dengan Pupuk Urea. Pada hasil penelitian ini menunjukkan, hanya 2 orang petani tebu yang menggunakan Pupuk Urea dalam usahatani tebu dengan rata-rata sebesar 11,00 kuintal per hektar.

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus berasal dari tenaga kerja luar. Hal ini dikarenakan pekerjaan pada usahatani tebu cukup berat dan membutuhkan tenaga yang banyak. Selain itu, banyak anggota keluarga petani tebu yang kurang berminat untuk ikut serta mengusahakan usahatani tebu di lahan. Hal ini dikarenakan anggota keluarga petani tebu banyak yang bekerja di bidang non pertanian. Petani tebu hanya sebatas mengelola manajemen keuangan usahatani tebu saja, tidak ikut serta dalam kegiatan usahatani tebu di lahan. Selain itu, petani tebu juga memantau kinerja dari para pekerja atau buruh tani.

Tenaga kerja usahatani tebu terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita. Tenaga kerja wanita hanya melakukan pekerjaan pemeliharaan tanaman tebu seperti penyiangan, klenthek dan penyulaman. Hal ini dikarenakan untuk kegiatan pemeliharaan membutuhkan ketelitian dan kegiatan pemeliharaan cukup ringan sehingga dapat dilakukan oleh tenaga

(20)

commit to user

kerja wanita yang cenderung lebih teliti dalam melakukan perkerjaan. Rata-rata tenaga kerja wanita yang dibutuhkan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir sebanyak 32 orang, sedangkan usahatani tebu untuk pembuatan gula tumbu sebanyak 44 orang untuk lahan seluas 1 hektar. Tenaga kerja wanita yang digunakan dalam usahatani tebu lebih sedikit karena pekerjaan usahatani tebu yang berat dan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja pria. Selain itu, ketersediaan tenaga kerja wanita yang lebih sedikit dibandingkan dengan tenaga kerja pria. Tenaga kerja wanita lebih banyak terserap untuk sektor industri lain seperti pabrik rokok.

Jumlah rata-rata tenaga kerja pria yang dibutuhkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula pasir sebanyak 95 orang untuk lahan seluas 1 hektar. Sedangkan jumlah rata-rata tenaga kerja pria yang dibutuhkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula tumbu lebih banyak yaitu 114 orang untuk lahan seluas 1 hektar. Tenaga kerja pria melakukan pekerjaan penanaman, pemupukan, pemeliharaan (penyiangan, pembumbunan, penyulaman, klenthek) dan pembersihan lahan pada tunas kedua dan seterusnya.

Jumlah tenaga kerja tebang angkut yang digunakan dalam usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu adalah lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk pekerjaan lainnya. Hal ini dikarenakan pekerjaan tebang angkut merupakan pekerjaan yang paling berat dalam usahatani tebu. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria karena pekerjaan ini yang membutuhkan tenaga cukup banyak. Tenaga kerja tebang angkut dihitung berdasarkan jumlah hasil produksi tebu yang mampu diangkut. Untuk 1 tenaga kerja pria rata-rata mampu menebang dan mengangkut tebu ke dalam truk sebanyak 8-10 kuintal. Tenaga kerja tebang angkut yang digunakan oleh petani gula pasir rata-rata sebanyak 93 orang per hektar. Sedangkan tenaga kerja tebang angkut yang digunakan oleh petani gula tumbu rata-rata sebanyak 98 orang per hektar. Rata-rata penggunaan

(21)

commit to user

tenaga kerja tebang angkut pada usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dengan gula tumbu tidak terjadi perbedaan yang besar, hanya selisih 5 orang saja. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja tebang angkut disesuaikan dengan hasil produksi tebu di lahan.

Tenaga kerja mesin yang digunakan dalam usahatani tebu adalah tenaga kerja traktor untuk pengolahan lahan pada saat awal penanaman. Pengolahan lahan di awal penanaman tebu dilakukan secara mekanik dan manual. Pengolahan lahan secara mekanik menggunakan tenaga mesin traktor, sedangkan untuk pengolahan secara manual menggunakan tenaga manusia. Petani tebu baik untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu cenderung menggunakan tenaga kerja mesin traktor karena lebih hemat biaya dan proses pengerjaannya lebih cepat dibandingkan dengan cara manual. Sehingga tenaga kerja untuk pengolahan lahan dikonversikan ke dalam tenaga kerja mesin. Tenaga kerja traktor yang dihitung adalah tenaga kerja yang mengemudikan mesin traktor. Dalam satu kali beroperasi, tenaga kerja traktor biasanya dilakukan oleh 2 orang secara bergantian untuk mengemudikannya. Sedangkan untuk cara manual rata-rata dalam 1 hektar membutuhkan tenaga kerja pria sebanyak 40 orang. Traktor yang digunakan oleh petani tebu di Kecamatan Dawe rata-rata diperoleh dari sewa secara borongan. Sehingga untuk biaya solar sebagai bahan bakar sudah diperhitungkan oleh pemilik sewa traktor. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk sewa traktor sebesar Rp 250.000,- per hektar. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani tebu untuk pembuatan gula pasir dalam mengemudikan traktor adalah 6 orang. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani tebu untuk pembuatan gula tumbu dalam mengemudikan traktor adalah 8 orang. Perbedaan rata-rata untuk kedua jenis petani ini disebabkan karena petani gula tumbu ada yang menggunakan tenaga kerja secara manual dalam pengolahan lahan. Sedangkan seluruh petani gula pasir menggunakan tenaga kerja mesin traktor untuk pengolahan lahan sehingga rata-rata tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan lahan pada petani gula

(22)

commit to user

tumbu lebih besar dibandingkan dengan petani gula pasir. Pada umumnya jumlah dari tenaga kerja yang digunakan untuk keseluruhan proses produksi tebu baik pada petani tebu untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu sama.

2. Biaya Usahatani

Biaya usahatani yang digunakan dalam penelitian ini adalah biaya alat-alat luar dan biaya menghasilkan. Biaya alat-alat luar terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja luar, biaya transportasi dan biaya sewa tanah. Sedangkan biaya menghasilkan dihitung dari penjumlahan biaya alat-alat luar dengan bunga modal sendiri yang merupakan bunga dari aktiva yang digunakan dalam usahatani. Bunga modal sendiri dihitung dari besar biaya alat-alat luar dikalikan dengan suku bunga bank. Besar suku bunga bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6% per tahun berdasarkan suku bunga BRI dengan program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) pada tahun 2012. Biaya usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja dan biaya lain-lain. Rata-rata biaya usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel berikut ini :

(23)

commit to user

Tabel 18. Rata-Rata Biaya Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2012

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 18 dapat diketahui jenis biaya yang digunakan dalam usahatani tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus yaitu biaya alat-alat luar dan biaya menghasilkan. Biaya sarana produksi yang dikeluarkan oleh petani tebu terdiri dari biaya bibit dan biaya pupuk yang terdiri dari Za, Phonska dan Urea. Rata-rata biaya sarana produksi secara keseluruhan dalam satu musim tanam yang dikeluarkan oleh petani gula pasir adalah sebesar Rp 4.987.163,16 per hektar atau 17,15 persen. Sedangkan rata-rata biaya sarana produksi yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu sebesar Rp 4.904.301,59 per hektar atau 16,51 persen.

Rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani gula pasir sebesar Rp 946.230,16 per hektar sedangkan untuk petani gula tumbu

mengeluarkan biaya sebesar Rp 956.111,11 per hektar. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit pada satu musim tanam ini dihitung dengan dibagi 4 dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Jumlah biaya pembelian bibit dibagi 4 karena dalam sekali pembelian bibit tebu dapat digunakan untuk 4 kali musim tanam. Bibit No Jenis Biaya

Gula Pasir Gula Tumbu

Per UT 3,02 ha Per Ha % Per UT 1,32 ha Per Ha % 1. Biaya Sarana Produksi 14.374.400,00 4.987.163,16 17,15 5.644.533,33 4.904.301,59 16,51 a. Bibit 2.808.333,33 946.230,16 3,25 1.216.666,67 956.111,11 3,22 b. Pupuk - ZA 6.107.400,00 2.113.695,63 7,27 2.203.200,00 1.895.914,29 6,38 - Phonska 5.458.666,67 1.927.237,37 6,63 2.085.333,33 1.912.942,86 6,44 - Urea 0,00 0,00 0,00 139.333,33 139.333,33 0,47

2. Biaya Tenaga Kerja

Luar 25.112.558,33 8.415.894,07 28,93 11.654.725,00 9.142.602,18 30,80 a. TK Pria (HKP) 8.247.458,33 2.909.525,35 10,00 4.066.125,00 3.417.062,50 11,51 b. TK Wanita (TKW) 220.000,00 126.666,67 0,43 534.000,00 261.066,67 0,88 c. TK Tebang Angkut 15.902.333,33 5.123.070,09 17,62 6.743.000,00 5.213.336,51 17,56 d. TK Mesin (Traktor) 742.766,67 256.631,97 0,88 311.600,00 251.136,51 0,84 3. Biaya Lain-Lain 47.440.533,33 15.678.606,72 53,92 20.931.000,00 15.645.938,89 52,70 a. Transportasi 11.623.866,67 3.745.273,39 12,88 4.285.166,67 3.312.605,56 11,16 b. Sewa Tanah 35.816.666,67 11.933.333,33 41,04 16.645.833,33 12.333.333,33 41,54

Biaya Alat-alat Luar 86.927.491,67 29.081.663,95 100,00 38.230.258,33 29.692.842,66 100,00

Bunga Modal Sendiri 5.215.649,50 1.744.899,84 2.293.815,50 1.781.570,56

(24)

commit to user

tebu yang digunakan dalam usahatani tebu di Kecamatan Dawe adalah bibit tebu BL (Bululawang) dengan harga Rp 50.000,- per kuintal. Para petani tebu di Kecamatan Dawe baik untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu memilih untuk membeli bibit tebu dari petani daerah lain dibandingkan dengan membuat pembibitan sendiri. Hal ini dikarenakan jika membeli bibit dari petani lain lebih praktis dan hemat jika dibandingkan dengan membuat pembibitan sendiri. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit tebu oleh petani gula pasir dan gula tumbu mengalami perbedaan. Hal ini dikarenakan jumlah bibit yang digunakan oleh petani gula pasir dengan gula tumbu juga berbeda. Petani gula tumbu menggunakan bibit dengan jumlah yang lebih banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar.

Rata-rata biaya pembelian sarana produksi Pupuk Za yang dikeluarkan oleh petani gula pasir sebesar Rp 2.113.695,63 per hektar. Sedangkan untuk rata-rata biaya pembelian Pupuk Za oleh petani gula tumbu sebesar Rp 1.895.914,29 per hektar. Perbedaan rata-rata biaya pembelian sarana produksi Pupuk Za ini dikarenakan adanya perbedaan rata-rata jumlah Pupuk Za yang digunakan. Petani gula pasir cenderung lebih banyak menggunakan Pupuk Za sehingga berdampak pada biaya yang dikeluarkan untuk pembelian Pupuk Za menjadi lebih besar. Selain itu, petani gula pasir secara keseluruhan menggunakan Pupuk Za, sedangkan petani gula tumbu ada yang mengganti penggunaan pupuk tersebut dengan Pupuk Urea. Harga Pupuk Za yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp 162.000,- per kuintal. Para petani mendapatkan atau melakukan pembelian pupuk di toko saprodi yang ada di daerah penelitian. Selain Pupuk Za, para petani tebu yang ada di Kecamatan Dawe juga menggunakan Pupuk Phonska sebagai pupuk dasar pada usahatani tebu. Rata-rata biaya Pupuk Phonska yang dikeluarkan oleh petani gula pasir sebesar Rp 1.927.237,37 per hektar dan rata-rata biaya Pupuk Phonska yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu adalah sebesar Rp 1.912.942,86 per hektar. Harga Pupuk Phonska yang ada di daerah penelitian sebesar Rp

(25)

commit to user

230.000,- per kuintal. Jenis pupuk yang jarang digunakan oleh petani tebu dalam usahatani tebu adalah Pupuk Urea. Hal ini dikarenakan Pupuk Urea memiliki fungsi yang hampir sama dengan Pupuk Za. Harga Pupuk Urea sebesar Rp 190.000,- yang lebih mahal jika dibandingkan dengan harga Pupuk Za. Sehingga Pupuk Urea jarang digunakan, petani tebu lebih memilih menggunakan Pupuk Za. Petani tebu yang menggunakan Pupuk Urea adalah petani gula tumbu dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli Pupuk Urea rata-rata Rp 139.333,33 per hektar.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani tebu di Kecamatan Dawe baik petani gula pasir maupun gula tumbu memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya saprodi yang dikeluarkan oleh petani gula pasir maupun gula tumbu. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani gula pasir adalah sebesar Rp 8.415.894,07 per hektar atau 28,93 persen. Sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu adalah sebesar Rp 9.142.602,18 per hektar atau 30,80 persen. Perbedaan dari pengeluaran biaya tenaga kerja antara petani gula pasir dan gula tumbu dikarenakan rata-rata luas areal lahan dari kedua jenis usahatani ini berbeda. Petani gula pasir cenderung menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit untuk setiap 1 hektar. Hal ini dikarenakan rata-rata jumlah luas areal lahan tebu untuk pembuatan gula pasir lebih luas sehingga petani menggunakan tenaga kerja secara keseluruhan lebih banyak per luas lahan yang dimiliki. Namun jika dihitung untuk lahan per 1 hektar, tenaga kerja yang digunakan oleh petani gula pasir akan lebih sedikit. Petani gula pasir dalam menggunakan tenaga kerja lebih memperhitungkan secara keseluruhan jumlah luas lahan yang dimiliki, tidak setiap hektar seperti yang dilakukan petani gula tumbu. Oleh karena itu, penggunaan tenaga kerja pada petani gula tumbu lebih banyak jika dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja oleh petani gula pasir.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani tebu baik untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu terdiri dari tenaga kerja pria,

(26)

commit to user

tenaga kerja wanita, tenaga kerja tebang angkut dan tenaga kerja mesin (traktor). Tenaga kerja pria dikonversikan dalam HKP dengan masa kerja dari jam 06.00 – 12.00 dengan upah Rp 35.000,- per hari. Sedangkan tenaga kerja wanita dikonversikan dalam HKW dengan masa kerja dari jam 06.00 – 12.00 dengan upah Rp 30.000,- per hari. Tenaga kerja pria meliputi pekerjaan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (pembumbunan, penyiangan, penyulaman, klenthek), pemupukan dan pembersihan lahan. Tenaga kerja penanaman pada perhitungan usahatani tebu dibagi menjadi 4 musim tanam. Hal ini dikarenakan bibit yang ditanam dapat digunakan untuk 4 kali musim tanam. Untuk tenaga kerja pria pada pengolahan tanah baik secara manual maupun mekanik juga dibagi menjadi 4 karena kegiatan pengolahan tanah hanya dilakukan petani tebu pada saat awal penanaman saja. Perhitungan tersebut karena data yang digunakan untuk penelitian ini hanya terbatas yaitu satu musim tanam saja. Sehingga perhitungan tenaga kerja penanaman dan pengolahan tanah dibagi menjadi 4 musim tanam. Sedangkan untuk kegiatan usahatani selanjutnya tidak perlu dilakukan pengolahan lahan kembali karena bibit yang digunakan pada musim tanam pertama mampu digunakan kembali atau biasa disebut tunas. Untuk usahatani selanjutnya setelah pemanenan atau tebang angkut adalah pembersihan lahan.

Rata-rata biaya tenaga kerja pria yang dikeluarkan oleh petani gula pasir sebesar Rp 2.909.525,35 per hektar atau 10,00 persen. Sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja pria yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu sebesar Rp 3.417.062,50 per hektar atau 11,51 persen. Biaya tenaga kerja tersebut merupakan rata-rata dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pria. Rata-rata biaya tenaga kerja wanita yang dikeluarkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula pasir sebesar Rp 126.666,67 per hektar atau 0,43 persen. Sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja wanita yang dikeluarkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula tumbu sebesar Rp 261.066,67 dengan persentase 0,88 per hektar. Biaya tenaga kerja wanita yang digunakan oleh petani gula tumbu lebih tinggi

(27)

commit to user

daripada tenaga kerja wanita yang digunakan oleh petani gula pasir. Hal ini dikarenakan petani gula tumbu menggunakan tenaga kerja wanita yang lebih banyak jika dibandingkan dengan petani gula pasir. Rata-rata jumlah luas lahan tebu untuk gula tumbu yang lebih sempit menjadi alasan petani gula tumbu untuk memilih menggunakan tenaga kerja wanita. Pekerjaan pada luas lahan yang lebih sempit dapat dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Selain itu, biaya upah tenaga kerja wanita lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja pria. Perbedaan rata-rata tenaga kerja wanita yang digunakan tidak terlalu besar perbedaannya.

Rata-rata biaya tenaga kerja tebang angkut yang dikeluarkan oleh petani gula pasir adalah sebesar Rp 5.123.070,09 per hektar atau 17,62 persen. Sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja tebang angkut yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu adalah sebesar Rp 5.213.336,51 per hektar atau 17,56 persen. Sehingga dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tenaga kerja tebang angkut untuk petani gula tumbu lebih tinggi dibandingkan dengan petani gula pasir. Namun, perbedaan yang terjadi tidak terlalu besar. Besar upah tenaga kerja tebang angkut dihitung berdasarkan banyaknya hasil produksi tebu dan jumlah tebu yang mampu diangkut. Rata-rata satu orang pekerja pria mampu menebang dan mengangkut tebu ke truk sebanyak 8-10 kuintal per hari dengan upah Rp 55.000,-. Besar upah untuk tenaga kerja tebang angkut lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja pria pada kegiatan lainnya. Hal ini dikarenakan kerja dari tenaga kerja tebang angkut sangat berat dan membutuhkan banyak tenaga.

Rata-rata biaya tenaga kerja mesin atau penggunaan traktor pada usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir sebesar Rp 256.631,97 per hektar atau 0,88 persen. Sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja traktor yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu sebesar Rp 251.136,51 atau 0,84 persen. Perhitungan biaya tenaga kerja mesin traktor dibagi menjadi 4 musim tanam. Hal ini dikarenakan kegiatan pengolahan tanah yang menggunakan mesin traktor dilakukan pada awal musim tanam saja yaitu

(28)

commit to user

sebelum penanaman. Padahal, bibit tebu yang ditanam pada lahan dapat digunakan untuk 4 kali musim tanam. Sehingga dalam satu kali musim tanam, biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan tanah dapat dibagi menjadi 4 atau banyaknya musim tanam untuk sekali penanaman bibit tebu.

Biaya lain-lain terdiri dari biaya transportasi dan biaya sewa tanah. Biaya yang paling banyak dikeluarkan oleh petani tebu baik untuk pembuatan gula pasir maupun gula tumbu adalah biaya untuk sewa tanah.

Sewa tanah di daerah penelitian berkisar Rp 10.000.000,- sampai Rp 14.000.000,- per hektar setiap tahun, tergantung letak lahan yang dekat

dengan jalan atau tidak dan tergantung juga dari keadaan lahan tersebut. Rata-rata biaya sewa tanah yang dikeluarkan petani tebu untuk pembuatan gula pasir lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya sewa tanah yang dikeluarkan petani tebu untuk pembuatan gula tumbu. Rata-rata biaya sewa tanah yang dikeluarkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula pasir sebesar Rp 11.933.333,33 atau 41,04 persen dalam 1 hektar, sedangkan rata-rata biaya sewa tanah yang dikeluarkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula tumbu sebesar Rp 12.333.333,33 atau 41,54 persen dalam 1 hektar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh rata-rata lahan untuk tanaman tebu yang diolah menjadi gula tumbu memiliki luas lahan yang lebih sempit dibandingkan dengan lahan tebu untuk yang diolah menjadi gula pasir. Sehingga lahan tebu yang diolah menjadi gula tumbu terletak dekat dengan jalan yang mudah dijangkau. Hal ini berdampak pada rata-rata nilai sewa lahan untuk tanaman tebu yang diolah menjadi gula tumbu lebih mahal.

Biaya transportasi pada kedua jenis usahatani tebu tersebut juga mengalami perbedaan. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani tebu untuk pembuatan gula pasir sebesar Rp 3.745.273,39 atau 12,88 persen dalam 1 hektar dan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu sebesar Rp 3.312.605,56 atau 11,16 persen per hektar. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani gula pasir lebih tinggi jika

(29)

commit to user

dibandingkan dengan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu. Hal ini dikarenakan rata-rata jarak lahan tebu dengan industri rumah tangga gula tumbu lebih dekat jika dibandingkan dengan pabrik gula pasir. Industri rumah tangga gula tumbu tersebar di beberapa desa yang ada di Kecamatan Dawe. Sedangkan pabrik gula pasir terletak di pusat Kabupaten Kudus. Sehingga jarak yang ditempuh untuk pengangkutan hasil produksi tebu ke pengolahan gula tumbu lebih dekat. Kondisi tersebut berdampak pada biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu menjadi lebih rendah. Rata-rata biaya alat-alat luar yang

dikeluarkan untuk usahatani tebu pembuatan gula pasir sebesar Rp 29.081.663,95 per hektar dengan perincian biaya yang paling besar

dikeluarkan adalah biaya lain-lain yaitu Rp 15.678.606,72 per hektar atau 54,14 persen dari keseluruhan biaya alat-alat luar. Sedangkan untuk biaya

alat-alat luar yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu sebesar Rp 29.692.842,66 per hektar.

Bunga modal sendiri adalah perhitungan dasar bunga yang biasanya harus dibayarkan untuk pinjaman negara dan untuk penanaman modal yang aman dalam bentuk bank pemerintah. Bunga modal sendiri dihitung dari hasil perhitungan suku bunga yang berlaku di daerah penelitian untuk pinjaman petani dikalikan jumlah biaya alat-alat luar. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6%, berdasarkan suku bunga dari BRI dengan program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) pada tahun 2012. Program kredit tersebut ada yang disalurkan melalui Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) yang bekerja sama dengan pabrik gula (PG) dan ada juga yang tanpa melalui penyaluran yaitu langsung di BRI. Kredit yang diberikan berupa sarana produksi untuk usahatani tebu

yaitu berupa Pupuk Za sebesar 6 kuintal per hektar dengan harga Rp 140.000,- per kuintal, Pupuk Phonska 4 kuintal per hektar dengan

harga Rp 230.000,- per kuintal dan Pupuk Organik sebesar 2 kuintal per hektar dengan harga Rp 50.000,- per kuintal. Selain sarana produksi pupuk, kredit yang diberikan juga berupa bibit sebesar 70 kuintal per

(30)

commit to user

hektar dengan harga Rp 50.000,- per kuintal. Sehingga total jumlah kredit yang diberikan sebesar Rp 5.360.000,- per hektar.

Berdasarkan data pada Tabel 18 dapat dilihat besarnya bunga modal sendiri untuk petani gula pasir yaitu sebesar Rp 1.744.899,84 per hektar sedangkan untuk petani gula tumbu sebesar Rp 1.781.526,56 per hektar. Besar bunga modal sendiri untuk petani gula tumbu lebih tinggi dibandingkan dengan besar bunga modal sendiri untuk petani gula pasir karena biaya alat-alat luar yang dikeluarkan oleh petani gula tumbu juga lebih tinggi. Biaya menghasilkan merupakan hasil dari penjumlahan antara biaya alat-alat luar dengan bunga modal sendiri. Besar biaya menghasilkan untuk petani gula pasir adalah sebesar Rp 30.826.563,79 per hektar sedangkan untuk petani gula tumbu adalah Rp 31.473.635,88 per hektar. Perbedaan dari biaya menghasilkan antara petani gula pasir dengan gula tumbu sama seperti perbedaan besar bunga modal sendiri dan biaya alat-alat luar untuk kedua jenis petani tersebut.

3. Produksi, Harga dan Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir berbeda dengan penerimaan usahatani tebu untuk gula tumbu. Penerimaan petani gula pasir terdiri dari hasil penjualan gula pasir dan tetes. Sedangkan penerimaan yang diperoleh petani gula tumbu hanya hasil penjualan gula tumbu saja. Harga yang digunakan dalam penerimaan usahatani tebu adalah harga dari gula pasir dan gula tumbu. Hal ini dikarenakan para petani tebu memasok hasil produksi tebu untuk diolah menjadi gula pasir dan gula tumbu tidak dinilai dari produksi tebu melainkan dengan sistem bagi hasil kepada pihak pengolahan gula pasir dan gula tumbu. Sehingga harga yang digunakan berupa harga gula pasir dan gula tumbu yang dihitung berdasarkan rendemen dari tebu yang dipasok. Rata-rata produksi, harga dan penerimaan usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(31)

commit to user

Tabel 19. Rata-Rata Produksi, Harga dan Penerimaan Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2012

No Uraian

Gula Pasir Gula Tumbu

Per UT

3,02 ha Per Ha

Per UT

1,32 ha Per Ha 1. Produksi Tebu (Ku) 2.905,97 936,32 1.224,33 946,46 2.

3. 4.

Harga Gula (Rp/Kg) Rendemen (%) Harga Gula (Rp/Ku)

8.770,00 6,56 40.263,30 8.770,00 6,56 40.263,30 6.620,00 9,53 44.170,00 6.620,00 9,53 44.170,00 5. 6. 7. Produksi Tetes (Kg) Harga Tetes (Rp/Kg) Penerimaan (Rp) 8.717,90 1.000,00 124.336.517,10 2.808,96 1.000,00 40.419.117,61 0,00 0,00 53.976.323,33 0,00 0,00 41.755.250,89 Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 19 dapat diketahui rata-rata produksi tebu yang dipasok ke Pabrik Gula Pasir sebesar 936,32 kuintal per hektar. Sedangkan produksi tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu sebesar 946,46 kuintal per hektar. Rata-rata jumlah produksi tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu lebih besar dibandingkan dengan rata-rata jumlah produksi tebu yang dipasok ke pengolahan gula pasir. Perhitungan produksi tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu dihitung secara manual yang memungkinkan terdapat tingkat kesalahan yang cukup besar dalam perhitungan. Selain itu, kualitas dari tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu biasanya kurang bersih. Batang tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu biasanya masih terdapat daun tebu. Proses penebangan pada tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu dapat dikatakan kurang baik jika dibandingkan dengan tebu yang dipasok ke pengolahan gula pasir. Pabrik gula pasir tidak mau menerima pasokan tebu dari petani yang dalam keadaan kotor artinya masih terdapat beberapa daun pada bagian batang tebu. Hal ini berdampak pada perhitungan produksi tebu pada petani gula tumbu maupun petani gula pasir.

Rata-rata harga gula pasir yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp 8.770,- per kg. Sedangkan untuk rata-rata harga gula tumbu yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 6.620,00 per kg. Penerimaan yang diterima oleh para petani gula pasir maupun petani gula tumbu berdasarkan jumlah produksi tebu di lahan, rendemen tebu dan harga gula

(32)

commit to user

pasir maupun gula tumbu. Sehingga tebu yang masih berupa batang tidak dinilai dengan uang melainkan setelah diproses baru akan dinilai dengan uang. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak pengolahan gula pasir maupun gula tumbu kepada para petani tebu adalah sistem bagi hasil. Petani tebu mendapatkan penerimaan dari industri pengolahan gula pasir dan gula tumbu sebesar 70%. Sedangkan untuk pihak pengolahan gula pasir maupun gula tumbu sebesar 30%. Rata-rata harga gula pasir memang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga gula tumbu. Hal ini dikarenakan proses dari pengolahan gula pasir lebih sulit dan membutuhkan alat yang cukup banyak serta sudah modern. Sehingga membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan berdampak pada harga produksi atau outputnya. Sedangkan proses dari pengolahan gula tumbu masih sangat sederhana dan menggunakan peralatan yang sederhana juga. Pengolahan gula tumbu mampu dilakukan perorangan dengan modal yang seadanya, sedangkan untuk pengolahan gula pasir benar-benar hanya bisa dilakukan dalam lingkup perusahaan.

Berdasarkan perhitungan penerimaan dengan sistem bagi hasil antara petani tebu dengan PG Rendeng dan pihak pengolahan gula tumbu di Kabupaten Kudus, menggunakan rumus sebagai berikut :

TR = 70% x R x Y x P Keterangan :

TR : Total penerimaan usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir / gula tumbu (Rp/Ha/MT)

Y : Produksi tebu yang diperoleh dalam suatu usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir / gula tumbu (Ku)

P : Harga gula pasir atau gula tumbu per kg (Rp/Kg)

R : Rendemen tebu untuk pembuatan gula pasir / gula tumbu (%) 70% : Sistem bagi hasil antara petani tebu dengan pihak pengolahan

gula pasir / gula tumbu

Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu

(33)

commit to user

(Sutardjo, 1994). Sehingga masa kemasakan tebu dapat dinyatakan dalam rendemen yaitu kadar gula sakarosa yang ada di dalam batang tebu. Besar rendemen tebu yang dijadikan gula pasir maupun gula tumbu digunakan untuk perhitungan besar produksi tebu yang dipasok ke pengolahan gula pasir maupun gula tumbu sampai menjadi gula pasir maupun gula tumbu. Misalnya saja, rendemen gula tumbu sebesar 10 maka hal ini berarti bahwa tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu sebesar 1 kuintal maka jika diolah menjadi gula tumbu akan menghasilkan gula tumbu sebesar 10 kg. Rendeman tebu yang dijadikan gula pasir rata-rata mencapai 6,56 sedangkan untuk rendemen tebu yang dijadikan gula tumbu rata rata 9,53. Rata-rata rendemen gula tumbu lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata rendemen gula pasir. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan proses pengolahan yaitu pengolahan gula tumbu lebih sederhana. Pengolahan gula tumbu tidak melewati proses pemurnian yang meliputi proses pemanasan I, proses defikasi (penetralan pH), proses sulfitasi (penjernihan atau pemutihan nira), pengkristalan, proses pemanasan II, proses pengendapan dan proses pemanasan III. Selain itu juga dilihat dari hasil pengolahan tebu menjadi gula tumbu yang berbentuk cair. Sehingga untuk 1 kuintal tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu mampu menghasilkan gula tumbu yang lebih banyak yaitu sekitar 9,53 kg. Hasil pengolahan tebu untuk gula pasir berbentuk kristal yang kering dan padat. Sehingga untuk proses pengolahannya cukup rumit dan untuk 1 kuintal tebu yang dipasok ke pengolahan gula tumbu mampu menghasilkan gula pasir sekitar 6,56 kg.

Menurut Muljana (1982), kadar gula yang terdapat dalam batang-batang tebu tergantung dari pemeliharaannya. Apabila petani memelihara dengan baik dan memperhatikan sarana-sarana yang telah ada maka para petani tersebut akan mendapatkan tebu yang mempunyai kadar gula baik. Begitu juga dengan sebaliknya, apabila memelihara dengan seenaknya misalnya saja kurang memberi pupuk dan malas untuk melakukan klenthek maka pohon tebu akan kekurangan air. Sehingga dapat dipastikan

(34)

commit to user

bahwa hasil panen tebu akan kurang baik bahkan bisa saja mendapatkan rendemen yang rendah.

Harga gula pasir dengan satuan kuintal merupakan besar harga yang diterima oleh petani gula pasir per kuintal. Besar harga tersebut dihitung dari nilai rendemen gula pasir dikalikan dengan harga gula pasir per kilogram kemudian dikalikan dengan 70%. Nilai 70% merupakan nilai bagi hasil antara petani tebu dengan pihak pengolahan gula pasir yang mendapatkan bagian sebesar 30%. Perhitungan dikalikan dengan harga gula pasir per kilogram karena pengertian rendemen merupakan besarnya produksi gula pasir dengan satuang kilogram yang dihasilkan dari pasokan tebu sebesar 1 kuintal. Begitu juga sebaliknya yang terjadi pada

perhitungan harga gula tumbu. Rata-rata harga gula pasir sebesar Rp 40.263,30 per kuintal sedangkan rata-rata harga gula tumbu sebesar Rp 44.170,00 per kuintal. Harga gula tumbu per kuintal lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga gula pasir per kuintal karena adanya rendemen pada gula tumbu yang lebih tinggi.

Pada pengolahan gula pasir juga menghasilkan tetes yang merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Hasil sampingan ini masih mengandung gula sekitar 50-60 %, asam amino dan mineral. Di Indonesia, tetes dapat digunakan untuk bahan baku industri MSG (Monosodium Glutamat), alkohol, gula cair, asam sitrat dan asam asetat (Prasetyo, 2010). Tetes tersebut dijual sebagai bahan baku industri makanan sebagai campuran pembuatan cita rasa makanan. Setiap 1 kuintal tebu yang dipasok ke pabrik gula pasir dapat menghasilkan 3 kg tetes dengan harga Rp 1.000,- per kg. Rata-rata produksi tetes yang dihasilkan 2.808,96 kg per hektar. Sedangkan untuk pengolahan gula tumbu tidak memproduksi tetes karena pada proses pengolahan gula tumbu tidak terdapat proses pengkristalan.

Penerimaan yang diperoleh petani gula pasir berasal dari penjualan hasil produksi tebu yang diolah menjadi gula pasir dan hasil sampingan dari pengolahan gula pasir yaitu berupa tetes. Rata-rata

Gambar

Tabel 16. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula  Pasir dan Gula Tumbu
Tabel  17.  Rata-Rata  Penggunaan  Sarana  Produksi  dan  Tenaga  Kerja  Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan Gula Tumbu  di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2012
Tabel  18.  Rata-Rata  Biaya  Usahatani  Tebu  untuk  Pembuatan  Gula  Pasir  dan Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun  2012
Tabel  19.  Rata-Rata  Produksi,  Harga  dan  Penerimaan  Usahatani  Tebu  untuk  Pembuatan  Gula  Pasir  dan  Gula  Tumbu  di  Kecamatan  Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Kemampuan Guru dalam melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan media teks dialog sudah sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

Perusahaan harus mengetahui, bahwa sumber daya manusia bukan hanya sekedar aset bagi perusahaan, melainkan mereka juga merupakan mitra dalam menjalankan

- Pada gagal ginjal yang kronis akan terjadi kerusakan sel yang mengsintesa eritropoietin dengan akibat terjadinya gangguan sintesa sel darah

Di samping itu keanekaragaman agama semakin memperkaya budaya desa Balun dan yang menjadi ciri khas adalah interaksi sosial di antara warganya yang multi agama (Islam,

Penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui tulisan sudah sesuai, perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah memenuhi

Yang pertama yang terdapat koneksi three- packet handshake sempurna, adalah ketika ada server TCP hidup (dalam hal ini, apache2) di mesin host dan guest melakukan sambungan ke

Alasan peneliti memilih sekolah tersebut untuk melakukan penelitian karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang IPA diperoleh informasi bahwa hasil

Tilt cylinder dirancang untuk dapat membantu dalam menarik beban muatan sebesar 7 ton sehingga harus dihitung gaya silinder sehingga silinder dipastikan dapat menarik