• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SIKLUS HIDROLOGI

Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses – proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi (Linsley, 1985).

Menurut International Glossary of Hydrology (1974) dalam Asdak (2004) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat – sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan makhluk hidup.

Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yaitu mulai dari proses evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air, dan evaporasi kembali. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lan-lain) jauh ke atas vegetasi, batuan gandul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai. Air yang jatuh pada vegetasi disebut intersepsi. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage) yang kapasitasnya bergantung pada tekstur, jenis tanah dan jenis tanaman. Sebagian lagi bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah dan menjadi air tanah (groundwater). Air ini secara perlahan berpindah melalui aktifer ke saluran-saluran sungai yang disebut limpasan air tanah (groundwater runoff).

Setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan dan berinfiltrasi, suatu selaput air tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya detensi permukaan menjadi lebih tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir diatas permukaan disebut limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir ke dalam laut danselanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi.

2.2

DAERAH ALIRAN SUNGAI

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, 1976).

Menurut Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah sebagai berikut :

1. Vegetasi

Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara :

(2)

4

a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah

c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi/daya simpan air.

2. Tanah

Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, sehingga dengan demikian jumlah air yang tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak.

Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum-minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila :

1. koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya)

2. angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%)

3. angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun)

Manajemen DAS ditujukan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan masyarakat, yakni air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dan sebagainya (Manan, 1976). Oleh karena itu, pengetahuan hidrologi (termasuk neraca air) dan pengaruh hutan akan sangat membantu pelaksanaan manajemen DAS.

Menurut Falkenmark and Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) dapat dilihat pada Tabel 1.

2.3

NERACA AIR

Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan, 1977). Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1):

P = ET + ∆St... (1) dimana :

P : Presipitasi (mm/bulan) ET : Evapotranspirasi (mm/bulan)

∆St : Perubahan cadangan air (mm/bulan)

Presipitasi adalah cara pengembalian air dalam segala bentuk dari langit ke permukaan bumi. Pada daerah tropis, termasuk Indonesia, presipitasi umumnya berbentuk curah hujan. Dalam perhitungan neraca air lahan, curah hujan merupakan variabel yang selalu berubah. Apabila perhitungan dilakukan untuk keperluan jangka panjang, maka tahap awal yang penting adalah menghitung peluang terjadinya curah hujan (Zainuddin, 2010).

(3)

5

Tabel 1. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian

wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm)

Daerah iklim Zona Curah hujan (mm/ tahun) Limpasan (mm/tahun) Air tanah (mm/tahun) Total Evapotrasnpirasi (mm/tahun) Subtropical dan tropical Desert Savanna 300 18 2 280 Dry sub-humid savanna 1000 100 30 870 Wet savanna 1850 360 240 1200 Subartic temperate Tundra 370 70 40 260 Taiga 700 160 140 400 Mixed Forest Wooded 750 150 100 500 Steppes 650 90 30 530 Equatorial Wet evergreen equatorial forest 2000 600 600 800

Sumber : L’vovich dalam Falkenmark and Rockström (2004)

Evapotranspirasi adalah hasil akumulasi dari semua jenis kehilangan air pada suatu lahan tertentu. Selisih antara nilai presipitasi dan evapotranspirasi pada suatu daerah tangkapan disebut cadangan air yang berarti jumlah masukan air total pada keseluruhan luas lahan yang dianalisis, yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan pada lahan tersebut (Parapat, 1997).

Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Dalam perhitungan neraca air lahan, data masukan yang diperlukan yaitu curah hujan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis tanah atau tekstur tanah, letak garis lintang.

Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus air akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah.

Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotrasnpirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA).

2.4

PRESIPITASI

Linsley (1979) mendefinisikan presipitasi meliputi semua air yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi. Seyhan (1990) menyatakan bentuk-bentuk presipitasi vertikal antara lain hujan,

(4)

6

hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju). Pada daerah tropis, termasuk Indonesia, presipitasi umumnya berbentuk curah hujan.

Hujan terjadi karena ada penguapan air dari permukaan bumi seperti laut, danau, sungai, tanah, dan tanaman. Pada suhu udara tertentu, uap air mengalami proses pendinginan yang disebut dengan

kondensasi. Selama kondensasi berlangsung uap air yang berbentuk gas berubah menjadi titik-titik air

kecil yang melayang di angkasa. Kemudian, jutaan titik-titik air saling bergabung membentuk awan. Ketika gabungan titik-titik air ini menjadi besar dan berat maka akan jatuh ke permukaan bumi.

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Satuan ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau kg/m2 (mass/area) untuk precipitation bentuk cair. 1 mm hujan artinya adalah ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, apabila air hujan tersebut tidak mengalir, meresap atau menguap. Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin dibaca/dilaporkan dalam skala ukur 0.2 mm (apabila memungkinkan menggunakan resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain: pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT, pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak hujan menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebutdan dilakukan penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT, sedangkan pengukuran curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim kemonitor komputer berupa data sinyal yang telah diubah kedalam bentuk satuan curah hujan.

Gambar 1. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis

Untuk mempelajari keadan suatu daerah tangkapan sehubungan dengan curah hujannya, data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan daerah yang ditentukan dari beberapa stasiun di daerah tersebut. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan W.bull yaitu :

P = 

(5)

7

dimana :

P : Peluang

m : Urutan kejadian menurut besarnya n : Jumlah tahun pengukuran

2.5

EVAPOTRANSPIRASI

Evapotranspirasi merupakan kombinasi dari dua proses, evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi merupakan proses kembalinya kelembaban ke atmosfer. Air di permukaan apapun, terutama permukaan tanah liat, kolam, kali, sungai, danau, dan laut, yang dipanasi oleh sinar Matahari hingga mencapai titik dimana air dapat diubah menjadi uap, atau bentuk gas. Uap air kemudian naik ke atmosfer.

Ada dua istilah evapotranspirasi yang umum digunakan yaitu evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual adalah air yang dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan kelembaban relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah sejumlah air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang terbatas.

Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode keseimbangan energi, metode Penman, metode korelasi dengan pengukuran evaporasi dan metode radiasi serta metode Penman-Monteith.

Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan. Pendugaan nilai evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan software Cropwat berdasarkan persamaan (3).

ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)] ...(3) dimana :

ETo : evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari) W : suhu-berhubungan dengan faktor pembobot

Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari) F(u) : faktor kecepatan angin

Ea-ed : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata c : faktor penyesuaian

Nilai evapotranspirasi aktual (Etc) harian yang digunakan sebagai masukan diperoleh setelah dilakukan penghitungan ETo dikalikan dengan nilai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.. Perhitungan nilai ETc dapat dilihat pada persamaan (4).

ETc = Kc. ETo... (4) dimana :

ETc : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari) Kc : koefisien pertanaman

(6)

8

Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc)

Keterangan Kc Kebun campuran 0.8 Tegalan/ladang 0.9 Pemukiman 0 Sawah Irigasi 1.15 Semak belukar 0.8

Sawah tadah hujan 0.8

Rumput 0.8

Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)

2.6

SIMPANAN AIR

Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut.

Kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang terjadi. Menurut Asdak (2007) Infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi. Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.

Besarnya kadar air tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air (water holding capacity) oleh tanah. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar daya menahan air lebih kecil daripada tanah-tanah bertekstur halus. Perubahan kadar air tanah diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban pada daerah perakaran. Batas maksimum simpanan air tanah adalah sebagian jumlah air yang dapat dipegang oleh tanah dengan potensial sebesar 1/3 atmosfer (batas kapasitas lapang). Menurut Thonthwaite and Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (5)

STo = (KLfc – KLwp)x dZ ...(5) dimana :

KL fc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ : kedalaman jeluk tanah (mm)

Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (6):

△ST = STi – ST(i-1) ...(6) dimana:

STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)

Thornthwaite and Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 3.

(7)

9

Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada beberapa kombinasi tekstur tanah dan

klasifikasi tanaman

Klasifikasi tanaman Tekstur tanah Air tersedia (mm/ m) Daerah perakaran (m) Cadangan lengas tanah (mm) Tanaman berakar dangkal Pasir halus 100 0.50 50 Lempung berpasir halus 150 0.50 75 Lempung berdebu 200 0.62 100 Lempung berliat 250 0.40 100 Liat 300 0.25 75 Tanaman berakar sedang Pasir halus 100 0.75 75 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.00 200 Lempung berliat 250 0.80 200 Liat 300 0.50 150 Tanaman berakar dalam Pasir halus 100 1.00 100 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.25 250 Lempung berliat 250 1.00 250 Liat 300 0.67 200 Tanaman buah-buahan Pasir halus 100 1.50 150 Lempung berpasir halus 150 1.67 250 Lempung berdebu 200 1.50 300 Lempung berliat 250 1.00 250

Liat 300 0.67 200

Tanaman hutan Pasir halus 100 2.50 250 Lempung berpasir halus 150 2.00 300 Lempung berdebu 200 2.00 400 Lempung berliat 250 1.60 400

Liat 300 1.17 350

2.7

LIMPASAN

Seyhan (1990) mendefinisikan limpasan sebagai bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi volumen total limpasan (Seyhan, 1990), yaitu faktor-faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis). DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. Karakteristik limpasan dalam sebuah DAS dalam kaitannya dengan penutupan vegetasi ditunjukkan pada Tabel 4.

(8)

10

Tabel 4. Karakteristik hasil limpasan

Karakteristik DAS

Limpasan yang dihasilkan

100 % (ekstrim) 75 % (tinggi) 50 % (normal) 25 % (rendah) Penutupan Lahan tidak ada penutupan tanaman yang efektif ; lahan gundul, penutupan yang jarang buruk menuju cukup; areal pertanian murni, miskin akan pentutupan vegetasi alami, kurang dari 10% dari wilayah drainase berada dalam kondisi tidak baik

Cukup menuju baik ; sekitar 50% wilayah drainase terdiri dari komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya, serta tidak lebih dari 50% areal lahan merupakan areal pertanian murni baik menuju sangat baik ; sekitar 90% area drainase merupakan komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya.

Sumber : Schwab et al(1981)

Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA) yang ditunjukkan dengan persamaan (7).

D = ETP - ETA ... (7) dimana :

D : defisit air (mm/bulan)

Kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus atau curah hujan lebih. Curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah dan dapat ditentukan dengan persamaan:

S = P – ETA... (8) dimana :

S : Surplus/ CHlebih (mm/bulan)

Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan water supply. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok hidrologi B tertera pada Tabel 5. Frekwensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS.

(9)

11

Tabel 5. Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk DAS Pertanian bagi Tanah Kelompok Hidrologi B

No Tanaman Penutup Tanah dan Kondisi Hidrologi

Koefisien C untuk Laju Hujan

25 mm/jam 100 mm/jam 200 mm/ jam 1 Tanaman dalam baris, buruk 0.63 0.65 0.66 2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62 3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38 4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22

5 Padang rumput potong, pergiliran

tanaman, baik 0.29 0.36 0.39

6 Padang rumput potong,

penggembalaan tetap, baik 0.02 0.17 0.23 7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15 Sumber : Schwab, et al, (1981)

2.8

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Upaya mempertahankan siklus hidrologi secara buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara ”alami” melalui upaya rehabilitasi dan konservasi wilayah hulu DAS, maupun secara ”struktur buatan” seperti waduk/bendungan, embung, dan lainnya (Prastowo, 2010).

Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air (DDL-air) menunjukkan perbandingan antara kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, akan diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut. Status daya dukung lingkungan berbasis neraca air membandingkan antara nilai CHandalan dengan water footprint untuk menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air tidak cukup dengan “surplus-defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan dengan nilai “rasio supply/demand” (Prastowo, 2010). Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan yang disarankan disajikan pada Tabel 6. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air pada suatu wilayah, dengan mempertimbangkan nilai curah hujan (mm/tahun)dan kepadatan penduduk (jiwa/km2) dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 6. Kriteria penetapan status DDL - air

Kriteria Status DDL-air

Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)

Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain)

Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot)

Sumber : Prastowo (2010)

Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan

(10)

12

atau metode lainnya. Menurut Prastowo (2010), perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

DA = N x KHLA ...(9) dimana :

DA : Total kebutuhan air (m3/tahun) N : Jumlah penduduk (jiwa)

KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3 air/kapita/tahun, dimana

• 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan

• 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya

2.9

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Arsyad (2006), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air.

Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan air khususnya untuk daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan, pembuatan sumur resapan dan penghijauan daerah aliran sungai.

(11)

13

Gambar 2. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan

≤ 1000 Jiwa/km2

Gambar 3. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan 1000-10000 Jiwa/km2

Gambar

Gambar 1. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis
Gambar 3. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan  1000-10000 Jiwa/km 2

Referensi

Dokumen terkait

Melalui PMR (Pendidikan Matematika Realistik) yang berbasis ethnomathematics, siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan kreativitasnya dengan memahami implementasi matematika

Dalam bab tentang 2 mengenai „Hikmah Penghembusan Napas dalam Firman tentang Syis‟ halaman 91 dalam buku terjemahan Fusus al- Hikam ini terdapat paragraph yang

Setelah mengamati contoh gambar poster, yang dikirimkan guru melalui WAG siswa mampu membuat poster tentang cara melestarikan tumbuhan dan hewan dengan tepat. KEGIATAN

Kegiatan Pengabdian masyarakat pengayaan manajemen pelayanan bagi karyawan KSPPS BMT BUM Kota Tegal dilaksanakan dengan metode tatap muka dan diskusi berjalan lancar dan

Setelah berhasil, maka pada sistem akan muncul halaman home yang berfungsi untuk melihat absensi dari student labor tersebut.. Lalu, data tersebut dengan otomatis akan tersimpan

EFEK REVERB TIPE LECTURE HALL DENGAN PENDEKATAN TEORI SABINE BERBASIS DIGITAL SIGNAL PROCESSOR

Full costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang kimia.Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang yang