• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL

MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

4.1. Pengantar

Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw yang memiliki enam dusun, salah satunya ialah dusun Yalahatan. Dalam lingkup sosial keagamaan, masyarakat Tamilouw dan lima dusun lainnya beragama Islam, sedangkan dusun Yalahatan terdiri dari beragam agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan agama suku. Letak masyarakat Yalahatan berada di bagian tengah dari kelima dusun tersebut yang beragama Islam. Konteks masyarakat ini memiliki keunikan, dan tidak menjadi pemecah kehidupan masyarakat negeri Tamilouw secara keseluruhan. Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik yang berada di dusun Yalahatan merupakan agama baru yang masuk dalam kehidupan mereka, karena awalnya bentuk kepercayaan orang Yalahatan ialah kepercayaan suku yang disebut sebagai agama Hindu (berbeda dengan agama Hindu yang diakui oleh negara Indonesia sebagai agama besar). Keadaan masyarakat yang plural dapat dipertahankan dalam kehidupan mereka. Pada bab ini akan dianalisis mengenai konteks masyarakat Yalahatan sebagai basis terciptanya integrasi sosial, dan solidaritas sosial sebagai kekuatan integrasi bagi pluralitas agama.

(2)

4.2. Masyarakat Sebagai Basis Integrasi Sosial

Menurut Durkheim, masyarakat harus dapat dipahami sebagai realitas objektif dan fakta sosial. Sebagai fakta sosial, masyarakat diperlakukan sebagai benda (thing). Menurut saya, maksud Durkheim mengenai masyarakat harus diperlakukan sebagai benda atau objek ialah masyarakat memiliki kegunaan yang dapat menghasilkan sesuatu bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat diteliti untuk menemukan banyak hal.

Masyarakat Yalahatan adalah masyarakat yang berasal dari komunitas suku dengan satu kepercayaan yaitu percaya pada Tuhan dengan sebutan Upu Lahatala. Kehidupan masyarakat Yalahatan sebagai komunitas suku memiliki nilai-nilai kolektif melalui ritual-ritual suku. Pengaruh kehidupan suku yang kuat membentuk kehidupan bersama yang menyatu antar individu maupun kelompok.

Teori Durkheim mengenai masyarakat berdasarkan penelitiannya pada masyarakat suku di Australia. Masyarakat suku yang hidup dalam kelompok-kelompok klan dan memiliki kepercayaan totemisme. Klan-klan yang dibentuk karena rasa kesadaran kolektif yang tinggi bukan karena geneaologis tetapi lebih pada rasa tanggung jawab yang sama, rasa sepenanggungan. Kehidupan kebersamaan yang terjalin melalui kesadaran kolektif antara anggota kelompok, hal ini pun serupa dengan yang terdapat pada masyarakat Yalahatan sebagai masyarakat suku yang hidup dalam kelompok-kelompok soa yang terdiri dari mata rumah. Tetapi bagi masyarakat Yalahatan soa merupakan persekutuan genealogis, yang berarti bahwa hubungan genealogis menjadi kuat pada konteks masyarakat Yalahatan. Dalam soa, terdapat individu-individu berdasarkan marga tertentu yang berkumpul membentuk persekutuan. Kelompok soa pun memiliki simbol seperti totem pada masyarakat suku di Australia. Totem berupa gambaran kolektf (representation collective) terhadap objek yang mempengaruhi kelompok tersebut. Masing-masing kelompok soa memiliki simbol yang berbeda seperti burung elang, burung bersayap merah, buaya. simbol ini dipercaya oleh masyarakat Yalahatan sebagai

(3)

pelindung bagi kehidupan mereka. Ketika mendapat bahaya yang mengancam kehidupan mereka, maka binatang tersebut akan menolong mereka dalam berbagai cara. Hal ini dipercaya mereka, sehingga binatang-binatang tersebut dihargai oleh mereka dan tidak boleh disakiti, dibunuh atau dimakan oleh mereka.

Dalam kepercayaan agama, hal yang paling mendasar ditemukan Durkheim bukan pada yang Supranatural seperti terdapat pada agama-agama modern yang beragama karena ada Tuhan yang dipercaya, tetapi Durkheim melihat pada Yang Sakral. Pada hakikatnya, dunia kepercayaan terbagi menjadi dua bagian penting yaitu Yang Sakral dan Yang Profan. Yang Sakral selalu berhubungan dengan hal-hal yang berkuasa, selalu dihormati, tidak tersentuh sebaliknya yang profan berhubungan dengan keseharian kehidupan yang bersifat biasa-biasa saja. Pandangan Durkheim mengenai agama terletak pada yang Sakral.

Durkheim menemukan kesakralan dari agama ada pada masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang kemudian membentuk kelompok-kelompok klan, dengan kelompok tersebut individu-individu yang tergabung karena kesadaran kolektif sebagai anggota kelompok lalu melaksanakan upacara-upacara ritual untuk menemukan yang Sakral tersebut. Upacara ritual dilakukan sebagai bagian dari berkumpulnya anggota kelompok dari individu-individu dengan meninggalkan sementara kehidupan yang profan, dan secara kolektif membentuk kesatuan untuk mencapai yang sakral. Pencapaian yang sakral bagi anggota-anggota kelompok tersebut melalui kebersamaan yang menyatu secara sungguh-sungguh. Hal inilah yang disebut sakral. Bagi Durkheim yang sakral bukan pada agama tetapi yang sakral adalah masyarakat itu sendiri. Agama lebih merupakan ekspresi dari suatu masyarakat yang terintegrasi dari pada sebagai sumber integrasi masyarakat. Ekspresi masyarakat berupa ritual yang dilakukan, perasaan bersama dan menyatu ketika melakukan ritual itulah yang disimbolkan melalui totem yang dipercaya memiliki kekuatan impersonal. Kesatuan masyarakat melalui upacara ritual menjadi sarana penting bagi kehidupan bersama. Masyarakat Yalahatan dalam kehidupan kolektif

(4)

memiliki ritual adat sebagai bagian dari kehidupan suku. ritual adat yang dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama dalam masyarakat. Salah satu upacara penting bagi masyarakat Yalahatan ialah pembangunan baileo.

4.3. Upacara Pembangunan Baileo Masyarakat Yalahatan Sebagai Simbol Integrasi Sosial Masyarakat Yalahatan.

Masyarakat Yalahatan yang memiliki kepercayaan suku, pada awalnya hidup menyatu sebagai komunitas suku. Seiring perkembangan masyarakat, masuk agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik dalam lingkungan masyarakat Yalahatan yang beragama suku sehingga pengaruh masuknya agama-agama tersebut membuat masyarakat Yalahatan memilih agama-agama baru tetapi tidak bagi seluruh masyarakat karena sebagian besar masyarakat Yalahatan masih tetap mempertahankan agama suku. Hal ini berlangsung dalam proses kehidupan masyarakat Yalahatan melalui perkawinan, selain itu juga kebebasan hati nurani seseorang untuk memilih agama.

Dalam konteks semacam ini, masyarakat Yalahatan hidup dengan sikap keberagamaan yang toleran pada semua penganut agama karena kekerabatan dalam masyarakat suku masih kokoh dipertahankan melalui perilaku sosial, kekerabatan/solidaritas dilegitimasi oleh adat dari agama suku sehingga budaya keberagamaan mereka adalah budaya keberagamaan agama suku, sementara agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik belum kuat membudaya dalam kehidupan sosial masyarakat Yalahatan.

Pada waktu penelitian ini dilakukan, bertepatan dengan masyarakat Yalahatan melakukan upacara pembangunan baileo. Upacara ini terdiri dari beberapa tahap yang pelaksanaannya pada waktu yang berbeda-berbeda. Upacara pembangunan baileo masyarakat Yalahatan merupakan upacara ritual yang penting bagi masyarakat Yalahatan. Pembangunan baileo dilaksanakan karena bangunan baileo sudah lama dan rusak sehingga hal tersebut dilakukan. Baileo sebagai

(5)

simbol adat dan tempat yang sakral bagi masyarakat Yalahatan sehingga baileo yang sudah rusak harus diganti tiang-tiang dan atapnya. Ketika penelitian dilakukan, upacara ini sudah mencapai tahap ke lima dari tujuh tahap pelaksanaannya. Hal ini dilakukan antara satu tahap ke tahap yang lain membutuhkan waktu yang tepat dan berbulan-bulan. Masing-masing tahap memiliki ritual tersendiri yang dilakukan masyarakat Yalahatan. Observasi yang bertepatan dengan ritual ini ialah ritual tahap kelima yaitu pengambilan atap pertama (atap pamali). Dikatakan atap pertama karena daun atap ini diambil dari hutan untuk pertama menutup bumbungan baileo. Menurut Durkheim, pemujaan terbagi dua yaitu pemujaan positif dan negatif. Pemujaan positif digambarkan Durkheim ialah ketika individu berkumpul dalam satu kelompok untuk melakukan ritual, dan mereka bergerak menuju kepada yang sakral. Hal ini berarti mereka sebagai individu dalam kehidupan profan ditanggalkan untuk bersama secara collective menyatukan perasaan menuju pada realitas tertinggi. Sedangkan pemujaan negatif digambarkan melalui larangan-larangan atau taboo (tabu). Hal ini diidentikan untuk tempat yang sakral atau hari tertentu yang disakralkan sehingga hari tersebut, pekerjaan tidak diperbolehkan untuk dilakukan.

Pemujaan yang disampaikan Durkheim sama halnya juga terdapat pada kehidupan masyarakat Yalahatan. Ritual pengambilan atap pertama bagi pembangunan baileo yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu yang telah ditentukan sehingga hari tersebut dikhususkan bagi ritual masyarakat ini. Segala pekerjaan masyarakat seperti petani, nelayan dan pekerjaan yang lain diistirahatkan supaya masyarakat dapat mengambil bagian dalam ritual tersebut. Hal ini dapat disebut sebagai bentuk pemujaan negatif yang dilakukan masyarakat Yalahatan.

Larangan-larangan bekerja pada hari tertentu dilakukan ritual sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Yalahatan. Larangan tersebut dipahami dan lahir dari kesadaran masyarakat bahkan bagi mereka sendiri ketika hal itu dilanggar, akan membawa malapetaka bagi kehidupan mereka. Berkaitan dengan ritual pengambilan atap pertama ini, larangan yang dijaga oleh masyarakat Yalahatan yaitu kaum perempuan dilarang berada atau bersama kaum laki-laki untuk melakukan

(6)

ritual pengambilan daun atap di hutan, sudah ada pembagian tugas dan peran yang menjadi tradisi mereka bahwa tugas kaum perempuan yaitu menyiapkan makanan untuk bekal bagi kaum laki-laki. Makanan tersebut berupa ubi-ubian dengan lauk yang diletakkan dalam tagalaya (keranjang makanan yang terbuat dari anyaman bambu). Dan selanjutnya tugas perempuan ialah tetap berada dan menjaga kampung selama kaum laki-laki melakukan ritual tersebut di hutan. Perempuan juga dilarang berjalan di depan baileo, hanya laki-laki yang boleh berjalan di depan baileo. Hal-hal ini memberi gambaran akan adanya perbedaan yang besar antara status laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Yalahatan. Perempuan mendapat kedudukan kedua, setelah laki-laki. Laki-laki dianggap lebih bisa menjadi pemimpin dan mendapat tempat yang penting. Hal ini juga dapat dilihat dalam kerangka pembagian peran sosial dalam masyarakat Yalahatan di mana, perempuan memiliki tugas dan peran tersendiri dan sudah menjadi tradisi bagi mereka bahwa perempuan menjaga kampung dan menunggu laki-laki pulang dari hutan. Perempuan tidak berperan pada ritual pengambilan daun atap karena perempuan akan berperan tahap terakhir dari upacara pembangunan baileo ini yatu upacara adat Rororea Pusirosa (pengampunan dosa), pada tahap ini akan dilakukan jamuan makan bersama seperti perjamuan kudus dan masyarakat memberi persembahan berupa piring-piring untuk diletakkan di dalam baileo dan kaum perempuan yang akan membawanya. Hal ini merupakan tradisi bagi masyarakat Yalahatan, bahwa laki-laki yang lebih berkuasa dari perempuan dan bahwa perempuan dilarang untuk hal-hal tersebut merupakan bentuk pemujaan negatif masyarakat Yalahatan.

Bentuk pemujaan positif bagi masyarakat Yalahatan ialah ketika kelompok masyarakat berkumpul di hutan, tempat diadakan ritual (lihat gambar 13) kemudian kapitan bersama tokoh adat menuju pada pohon sagu yang akan diambil daunnya untuk dijadikan atap baileo setelah melakukan doa bersama di pohon tersebut, daun tersebut boleh dipotong oleh kapitan. Dan setelah kapitan melakukan hal yang pertama itu sebagai simbol dan disaksikan oleh masyarakat yang hadir (lihat gambar 15), maka itu pertanda kerja dibuka dan semua kaum laki-laki yang

(7)

hadir saat itu dapat melakukan hal yang sama, yang telah disimbolkan oleh kapitan. Masing-masing individu menyebar dan mencari pohon sagu di sekitar tempat tersebut dan mulai memotong daunnya. Proses berkumpul dan doa bersama oleh tokoh-tokoh adat sebagai bentuk penyatuan masyarakat yang ada saat itu dengan sungguh-sungguh menyampaikan maksud mereka pada realitas tertinggi mengawali pekerjaan yang akan mereka lakukan. Hal ini merupakan bentuk pemujaan positif yang dilakukan oleh masyarakat Yalahatan.

Pemujaan negatif berupa pra kondisi untuk dapat berhubungan dengan pemujaan positif. Sehingga sebelum dilakukannya pemujaan positif maka, pemujaan negatif merupakan langkah bagi masyarakat untuk melakukannya. Pemujaan negatif tidak boleh dilanggar oleh masyarakat karena dipercaya mendatangkan bencana bagi kehidupan mereka sendiri.

Upacara pembangunan baileo sebagai simbol penyatuan masyarakat Yalahatan tanpa memandang agama. Bentuk upacara tersebut dapat dilihat dalam konsep sakral dan profan. Ketika masyarakat menyatu mengadakan ritual, itulah kesakralan dari masyarakat dan mereka menanggalkan yang profan yaitu kehidupan sehari-hari, individu dengan berbagai bentuk pekerjaan, sehingga terbentuklah kesatuan itu melalui kesadaran kolektif. Orang Yalahatan menyatu dalam ritual yang mereka buat sebagai bentuk dari yang sakral dan menanggalkan sementara yang profan yaitu berbagai agama dan kepercayaan mereka sehingga dalam ritual tersebut tidak lagi terlihat individu dengan beragam latar belakang atau agama tetapi lebih pada kesatuan sebagai masyarakat Yalahatan.

(8)

4.4. Solidaritas Sosial Sebagai Kekuatan Integrasi Bagi Pluralitas Agama

Masyarakat Yalahatan dalam konteks sosial merupakan masyarakat plural secara agama dan hidup damai satu dengan yang lain. Pluralitas agama dalam masyarakat Yalahatan terbentuk karena kesatuan hidup sosial yang menyatu antara berbagai komunitas agama yang ada (Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan agama suku).

Memahami integrasi sosial masyarakat Yalahatan tidak dapat terlepas dari negeri Tamilouw karena Yalahatan merupakan bagian dari negeri Tamilouw. Hubungan baik yang terbina antara masyarakat negeri Tamilouw dengan masyarakat dusun Yalahatan adalah hubungan yang tetap terjaga hingga sekarang karena memiliki sejarah asal-usul yang kuat. Orang pertama yang mendiami negeri Tamilouw telah menjalin hubungan baik dengan orang Yalahatan karena orang Yalahatan yang lebih dahulu datang di dusun Yalahatan sehingga kedatangan orang Tamilouw pertama yaitu Timanolle disambut baik oleh orang Yalahatan. Kedatangan tersebut merupakan kedatangan pertama Timanolle untuk mencari daerah tempat tinggal sehingga Timanolle beberapa hari menetap bersama orang Yalahatan sampai Timanolle menemukan tempat baru tersebut yaitu daerah yang sekarang disebut Tamilouw. Untuk memperoleh negeri Tamilouw terjadi perang. Perang perebutan negeri pada waktu dahulu adalah hal yang biasa terjadi. Karena itu, Timanolle dibantu oleh orang Yalahatan untuk berperang merebut daerah tersebut sehingga daerah itu dimenangkan oleh mereka. Timanolle akhirnya menetap di Tamilouw dan merupakan leluhur bagi masyarakat asli Tamilouw. Nama Yalahatan berarti batang pagar yaitu sebagai pelindung untuk melindungi orang Tamilouw dari tantangan dan ancaman.

Cerita asal usul tersebut menjadi cerita penting bagi masyarakat Tamilouw dan Yalahatan sehingga hubungan baik antara kedua masyarakat ini merupakan hal penting yang tidak terlepas dari cerita sejarah, walaupun mereka bukan berasal dari satu keturunan karena orang Yalahatan adalah komunitas suku yang sudah lama di dusun Yalahatan, sedangkan masyarakat Tamilouw

(9)

berasal dari seorang kapitan yang datang dari Hotebanggeo dan mencari daerah baru untuk menetap dan memeluk agama Islam. Faktor pendukung hubungan baik ini juga karena sistem perkawinan antara masyarakat Yalahatan dan masyarakat Tamilouw sehingga mereka memiliki ikatan kekerabatan yang kuat.

Komunitas Yalahatan yang plural secara agama mampu bertahan di tengah masyarakat Tamilouw yang beragama Islam dan komunitas lima dusun disekitar yang juga beragama Islam karena ikatan kekerabatan yang kuat dan sejarah asal usul mereka. Bagi mereka, agama bukan masalah dan yang penting ialah hubungan persaudaraan. Hal ini yang mendasari kehidupan orang Yalahatan sehingga tercipta integrasi sosial. Oleh karena itu, pandangan Durkheim yang penting untuk memahami hal ini ialah mengenai solidaritas sosial. Bagi Durkheim solidaritas sosial lahir dari masyarakat. Ketika kelompok klan mengadakan upacara ritual, mereka menanggalkan kehidupan yang profan dan bersama menyatu melalui kesadaran kolektif sebagai yang sakral menuju pada realitas tertinggi yang mereka percaya. Realitas tertinggi yang mereka percaya direpresentasikan melalui totem klan mereka. Totem dapat berupa binatang maupun tumbuhan. Solidaritas sosial yang kuat pada kelompok klan inilah yang paling penting dari teori Durkheim.

Pandangan Durkheim mengenai solidaritas sosial dapat dipahami sebagai kekuatan integrasi bagi pluralitas agama masyarakat Yalahatan. Solidaritas sosial yang lahir dari masyarakat merupakan kekuatan integratif. Konflik Maluku tahun 1999 turut dirasakan oleh masyarakat Yalahatan. Pengaruh konflik Maluku juga mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat Yalahatan. Ketika desa-desa tetangga yang beragama Kristen dibakar oleh orang luar “perusuh”, usaha menghancurkan kehidupan bersama masyarakat Yalahatan menjadi peluang bagi mereka. Kondisi tersebut menyebabkan tahun 2000 masyarakat Yalahatan yang Kristen dan agama suku harus mengungsi di hutan. Mereka tinggal di hutan selama 21 hari, selama masa itu masayarakat Yalahatan yang Islam dan masyarakat Tamilouw menjaga tempat tinggal mereka.

(10)

Lokasi gereja yang berada di depan jalan utama dibongkar untuk dipindahkan di tempat yang lebih aman. Hal ini atas kemauan masyarakat Tamilouw yang mengantisipasi terjadi konflik jika perusuh melihat masih ada simbol keagamaan Kristen yaitu gereja. Kesepakatan itu juga tidak hanya sepihak oleh masayarakat Tamilouw tetapi atas kesepakatan bersama antara Islam, Kristen, maupun agama suku. Masyarakat Yalahatan yang mengungsi diberitahukan sehingga tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat diundang untuk mengadakan musyawarah bersama di dusun Yalahatan untuk membicarakan hal tersebut. Setelah kesepakatan itu berlangsung maka, gedung gereja dibongkar dan lokasinya dipindahkan di tempat yang lebih aman (lihat gambar 06).

Rasa solidratas sosial yang kuat, sehingga masyarakat Tamilouw melindungi orang Yalahatan. Keadaan Maluku pasca konflik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kondisi keamanan bagi masyarakat bahkan kadang muncul lagi konflik, dan keadaan tersebut berlangsung selama beberapa tahun. Tetapi tidak untuk masyarakat Yalahatan pada tahun 2000 yang setelah dua minggu mengungsi di hutan mereka kembali pulang ke dusun Yalahatan dan hidup damai hingga sekarang.

Kehidupan kebersamaan terjalin baik antara berbagai agama di Yalahatan melalui cara hidup beragama dalam masyarakat yang inklusif sehingga memungkinkan hubungan solidaritas sosial tetap kuat. Solidaritas yang kuat merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai budaya orang Maluku dalam konteks keberagamaan orang Maluku yaitu Islam dan Kristen (salam dan sarane). Hal mendasar inilah yang berusaha dikembalikan pada kondisi pasca konflik Maluku untuk memulihkan kembali hubungan keberagamaan yang sempat renggang akibat konflik. Kehidupan masyarakat Yalahatan tidak membutukan waktu yang lama seperti wilayah-wilayah Islam Kristen yang lain untuk memulihkan keadaan karena hubungan solidaritas sosial yang kuat sebagai saudara sehingga masyarakat Yalahatan setelah masa

(11)

pengungsian mereka di hutan kembali menjalani kehidupan sehari-hari seperti semula dalam konteks pluralitas agama.

Dalam cara hidup beragama sebagai realitas sosial, diperlukan sikap menghargai antar pemeluk agama. sikap menghargai tersebut terwujud melalui „dialog‟. Dialog sebagai langkah nyata hubungan antar agama. dialog selalu dibutuhkan untuk bersama-sama berbagai agama ada dalam kesetaraan. Menurut Hans Küng, toleransi masih menjadi tujuan utama dialog, tetapi dia mencoba melangkah lebih jauh dan tidak hanya sekedar toleransi tetapi lebih berorientasi pada pro-eksistensi bukan hanya sebatas mengumpulkan doktrin dan tradisi keagamaan tetapi yang di sampaikan Küng merupakan tantangan bagi setiap orang untuk mengenal agama-agama lain tanpa prasangka dan juga kesempatan untuk mengenal agamanya sendiri secara kritis melalui agama-agama lain. Sikap inklusif semacam ini harus dimiliki oleh agama-agama yang hidup dalam konteks pluralitas. Bagi masyarakat Yalahatan dapat dikatakan sikap semacam ini ada karena masyarakat telah hidup lama dalam konteks pluralitas agama yang menciptakan integrasi sosial. Masyarakat Yalahatan sebagai komunitas suku yang awalnya memiliki satu kepercayaan, seiring perkembangan masyarakat agama-agama besar masuk (Islam, Kristen Protestan, Katolik) dan agama-agama tersebut juga menjadi bagian dari masyarakat Yalahatan. Orang Yalahatan bebas menentukan agama dan keyakinannya. Sebagian masyarakat memeluk agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, sebagian juga tetap mempertahankan kepercayaan suku mereka.

Dialog antarumat beragama di Indonesia dapat dilakukan dengan memahami Pancasila sebagai dasar. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara ini berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga setiap warga masyarakat Indonesia seharusnya memiliki kepercayaan pada Tuhannya sendiri. Negara tidak memihak pada satu agama karena rumusan sila pertama ini, tidak menunjukan pada Tuhan tertentu tetapi Tuhan Yang Maha Esa, yang satu dan dimaknai dalam berbagai agama dan tradisi keagamaan. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan dialog tidak hanya sebatas pada sikap yang biasanya dilakukan tetapi dialog dapat dilakukan dalam empat

(12)

macam yaitu dialog hidup, aksi, teologis dan dilaog pengalaman keagamaan. Yang menjadi pembahasan yaitu dilaog aksi, dialog yang terjadi karena individu dapat bekerja sama mengatasi pembatasan-pemabatasan yang menghalangi untuk hidup bebas dan manusiawi. Hal nyata ini harus diiliki dalam dunia keberagamaan. Salah satu kasus dialog yang bertanggung jawab secara global menurut Paul Knitter yaitu dalam konteks masyarakat di India dan Sri Langka, „dilaog aksi‟ atau dialog kehidupan yang merupakan bagian dari kehidupan mereka. Hal ini terjadi pada masyarakat desa melalui cara hidup keseharian mereka dalam konteks kemiskinan dan pluralitas agama. mereka saling memberi dan menerima. Dalam kehidupan bersama, ada sejarah merayakan hari raya agama bersama, yaitu umat Hindu, Muslim dan Kristen saling membnatu dan bersama-sama merayakan Divali, Natal atau Idul Fitri. Contoh kasus ini merupakan dialog liberatif atau transformatif antara komunitas keagamaan yang tidak hanya meningkatkan sikap toleransi tetapi juga pengalaman transformatif bagi masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Yalahatan, dialog aksi ini terjadi bagi kehidupan masyarakat. Ketika perayaan hari besar keagamaan, misalnya pada umat Islam yaitu sunatan, orang Yalahatan yang Kristen maupun agama suku turut membantu masak di dapur begitu pun sebaliknya misalnya pada umat Kristen yaitu baptisan atau sidi, orang Yalahatan yang Islam maupun suku pun turut membantu. Hal ini terjadi karena solidaritas sosial yang kuat antara masyarakat. Hubungan kekeluargaan yang terjalin baik sehingga apapun agamanya mereka tetap bersaudara dan menghargai satu dengan yang lain. Dengan demikian, solidaritas sosial menjadi kekuatan integrasi bagi pluralitas agama dalam kehidupan masyarakat dan hal ini harus terus dipertahankan sebagai bagian dari identitas diri masyarakat.

4.6. Kesimpulan

Masyarakat Yalahatan merupakan masyarakat dusun dibawah pemerintahan Negeri Tamilouw dengan konteks masyarakat yang plural, terdiri dari agama Islam, Kristen Protestan,

(13)

Katolik, agama suku. Konteks yang plural berada di tengah-tengah komunitas Islam yang besar yaitu Negeri Tamilouw namun kehidupan mereka terintegrasi dengan baik melalui kehidupan sehari-hari masyarakat. Masyarakat sebagai basis integrasi dapat dipahami dengan menggunakan teori Durkheim mengenai masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat harus dipahami sebagai realitas objektif dan fakta sosial. Sebagai fakta sosial, masyarakat diperlakukan sebagai benda atau objek yang dapat diteliti. Konteks hidup masyarakat Yalahatan menjadi hal menarik untuk penelitian in dilakukan.

Konteks masyarakat suku Arunta di Australia menjadi lokus bagi teori Durkheim. Durkheim melihat pada bentuk agama paling dasar terdapat pada masyarakat tersebut yaitu kepercayaan totem. Totem sebagai simbol dari klan-klan yang ada dalam masyarakat. Karena itu muncul konsep yang sakral dan profan. Masyarakat dalam kelompok-kelompok klan yang melakukan ritual ketika menyatu melalui kesadaran kolektif menuju pada realitas tertinggi. Hal inilah yang disebut sakral. Yang sakral bukan terdapat pada agama tetapi bagi Durkheim yang sakral adalah masyarakat. Pada masyarakat Yalahatan, upacara pembangunan baileo merupakan simbol integrasi sosial masyarakat. Upacara ini menyatukan berbagai agama karena adat dan agama suku masih kuat membudaya dalam kehidupan sosial masyarakat Yalahatan. Yang sakral ketika upacara ini dilakukan, semua masyarakat Yalahatan terlibat bersama sebagai kesatuan dan menanggalkan sementara kehidupan yang profan, yaitu berasal dari berbagai agama, berbagai latar belakang kehidupan. Proses kesatuan dalam upacara ritual tersebut merupakan gambaran dari rasa solidaritas sosial yang kuat antar anggota masyarakat. Rasa solidaritas sosial inilah yang menjadi kekuatan integrasi bagi pluralitas agama sebagai konteks hidup masyarakat Yalahatan. Solidaritas ini dilegitimasi oleh adat dari agama suku. Kehidupan masyarakat Yalahatan tidak terlepas dari masyarakat Tamilouw karena hubungan sejarah asal-usul yang mengikat dalam persaudaraan. Cara hidup beragama sebagai realitas sosial menjadi hal penting bagi kehidupan masyarakat Yalahatan dan Tamilouw, sehingga konflik Maluku tahun 1999 yang berdampak

(14)

bagi kehidupan mereka tidak menjadi pemisah hubungan mereka. Tetapi melalui “dialog aksi” yang tercipta dalam kehidupan sehari-hari memperkuat integrasi sosial bagi kehidupan pluralitas masyarakat Yalahatan yang adalah bagian dari negeri Tamilouw.

Referensi

Dokumen terkait

Sport je danas vrlo respektabilna aktivnost zbog čega se istražuje i kao posebna djelatnost kroz razvoj specifičnog oblika turizma koji se naziva sportski

Pada interaksi dengan mekanisme farmakodinamik yang paling banyak mengalami interaksi adalah INH dengan rifampisin dan INH dengan etambutol yang memiliki jumlah kejadian interaksi

Setelah semua data masuk ke mikro maka data tersebut akan diolah dalam bahasa program dengan memasukan rumus parameter-parameter lisrik yang digunakan untuk

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh cara dan kondisi optimum ekstraksi minyak bunga melati dengan menggunakan pelarut heksan dan menghasilkan

Pada bagian bagian duodenum kelompok P1 (dosis 50 mg/kg BB) ditemukan pelebaran lamina propria, penebalan epitel mukus, penyatuan vili, penumpukan limfosit dan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang termasuk dalam pelanggan potensial dari SPS Motor Honda Lombok Timur

Selain konsistensi mengawal keselamatan pelayaran, pemerintah juga terus menegakkan keselamatan angkutan jalan baik moda angkutan bus untuk penumpang maupun truk untuk

Biji kakao yang belum dikecambahkan (perkecambahan 0 hari) sudah ada aktivitas lipase, tetapi aktivitas hidrolisis tertinggi terjadi pada perkecambahan 3 hari dan