• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Fe2TiO5 merupakan salah satu jenis titanate MxTiyOz yang memiliki sifat elektrik dan magnetik. Fe2TiO5 memiliki potensi aplikasi spintronik, elektromagnetik, anoda baterai lithium, dan sensor gas. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis Fe2TiO5 dari serbuk Fe2O3 dan TiO2 dengan metode mechanical alloying menggunakan planetary ball mill dengan variasi waktu milling 15,20, dan 25 jam dan variasi temperatur sintering 1100,1200, dan 1300°C. Serbuk yang digunakan dalam proses milling adalah serbuk Fe2O3 yang didapatkan dari pemanasan serbuk Fe3O4 hasil kopresipitasi serbuk FeCl2.4H2O dan serbuk komersial TiO2 produksi Merck. Uji XRD dan SEM dilakukan untuk identifikasi fasa dan analisa bentuk morfologi partikel. Sifat kemagnetan diuji dengan VSM. Fasa Fe2TiO5 terbentuk setelah proses sintering. Ukuran kristal Fe2TiO5 semakin kecil seiring dengan semakin lama waktu milling dan semakin besar dengan naiknya temperatur sintering. Didapatkan Fe2TiO5 dengan ukuran kristal terkecil sebesar 51,378 nm pada waktu milling 25 jam sintering 1100°C. Morfologi partikel Fe2TiO5 memiliki bentuk yang tidak menentu dengan persebaran ukuran partikel yang tidak merata. Analisa VSM menunjukkan bahwa Fe2TiO5 memiliki sifat paramagnetik.

Kata Kunci— Fe2O3, Fe2TiO5, mechanical alloying, sintering, TiO2

I. PENDAHULUAN

alam perkembangan teknologi, komponen elektronik merupakan faktor penunjang yang sangat penting. Salah satu komponen elektronik yang memiliki aplikasi luas adalah komponen elektronik berbasis semikonduktor yang digunakan sebagai elemen dasar dari rangkaian listrik. Konduktivitas listrik material semikonduktor dapat ditingkatkan dengan penambahan atom asing tertentu (pengotoran, impurity) pada material tersebut. Hal ini mendorong para ilmuwan dan ahli teknologi untuk mengembangkan material semikonduktor.

Dari beberapa jenis oksida logam, semikonduktor tipe n α-Fe2O3 telah diteliti secara luas karena merupakan oksida

besi paling stabil dengan ketahanan korosi tinggi, ramah lingkungan dan tidak beracun. [1] Beberapa penelitian mengenai penambahan TiO2 pada α-Fe2O3 telah banyak

dilakukan dengan tujuan untuk membentuk titanate MxTiyOz.

Fe2TiO5 merupakan salah satu jenis titanate MxTiyOz yang

memiliki sifat elektrik dan magnetik. Beberapa potensi aplikasinya antara lain adalah sebagai material magnetik, anoda baterai lithium, dan sensor gas. Dalam satu dekade terakhir beberapa penelitian mengenai sifat fotoelektrokimia,

spin glass, dan sensitivitas gas Fe2TiO5 telah dilakukan.

Penelitian dilakukan pada Fe2TiO5 dalam bentuk partikel,

thin film atau bola berongga. Sifat kemagnetan yang dimiliki

nanopartikel Fe2TiO5 berpotensi untuk aplikasi dalam

spintronik dan elektromagnetik. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat kemagnetan nanopartikel Fe2TiO5.

Beberapa metode sintesis telah dilakukan untuk membentuk nanopartikel Fe2TiO5. Lapisan tipis Fe2TiO5

dengan ukuran kristal sebesar 40 nm dapat disintesis menggunakan metode sol gel dengan raw material Fe(NO3)3 .9H2O dan (Ti(OC3H7)4) untuk dilapiskan pada silica glass.

[2]

Nanopartikel Fe2TiO5 dapat disintesis menggunakan

metode ball mill dengan raw material Fe2O3 dan TiO2 serta

dapat disintesis menggunakan metode hidrotermal dengan

raw material TiCl3, Fe(NO3)3 .9H2O, dan NH2CONH2.

Diperoleh ukuran partikel antara 50-200 nm. [3]

II. METODOLOGI

2.1 Preparasi Sampel

Serbuk yang digunakan dalam proses milling adalah serbuk Fe2O3 yang didapatkan dari pemanasan serbuk Fe3O4

hasil kopresipitasi serbuk FeCl2.4H2O dan serbuk komersial

TiO2 produksi Merck. Serbuk Fe2O3 dan TiO2 di milling

dengan komposisi 4,7 : 5,3 gram menggunakan Planetary

ball mill Fritsch Pulverisette P-5 dengan kecepatan milling

300rpm, BPR 6:1 , pada atmosfer udara. Variasi waktu

milling yang dilakukan adalah 15,20, dan 25 jam.

Serbuk hasil milling diambil masing-masing 3 gram dari variasi waktu milling untuk di kompaksi menjadi 3 buah pelet. Kompaksi dilakukan dengan tekanan 200 bar pada 1 gram serbuk hasil milling. Kemudian pelet di sintering dengan variasi temperatur 1100,1200,1300°C selama 1 jam dengan menggunakan Carbolite Furnace.

2.2 Karakterisasi

Pengujian XRD dilakukan menggunakan alat PAN

Analytical dengan panjang gelombang CuKα sebesar

1.54056 Å. Sinar X ditembakkan dengan rentang sudut 2θ 10-90 pada sampel. Hasil pengujian XRD diidentifikasi dengan search match menggunakan software Match! serta pencocokan secara manual dengan PDFcard menggunakan PCPDFWIN untuk menganalisa puncak-puncak difraksi yang terdapat pada data hasil XRD.

SEM menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) FEI Inspect S50 untuk menganalisa bentuk morfologi

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering

Pada Pembentukan Nanopartikel Fe

2

TiO

5

Dengan

Metode Mechanical Alloying

Rizky Kurnia Helmy dan Rindang Fajarin

Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: rindang_f@yahoo.com

(2)

serbuk. Uji VSM (Vibrating Sample Magnetometer) untuk mengetahui sifat kemagnetan serbuk hasil milling dan pengaruh sintering terhadap perubahan sifat kemagnetan bahan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Uji XRD

3.1.1 Hasil Uji XRD Serbuk Milling

Pada hasil analisa kualitatif XRD serbuk milling dengan variasi waktu milling, terdapat empat fasa yang teridentifikasi. Fasa-fasa tersebut adalah Fe2O3 hematite

yang bersesuaian dengan (JCPDS# 79-0007) pada 2θ 33,19° , TiO2 anatase dengan (JCPDS# 21-1272) pada 2θ 25,28° ,

Fe3O4 magnetite dengan (JCPDS# 89-0950) pada 2θ 30,10°

dan TiO2 rutile dengan (JCPDS# 77-0441) pada 2θ 27,38°.

Gambar 1. Hasil uji XRD serbuk milling dengan variasi waktu milling 15,20 dan 25 jam

Terbentuknya Fe3O4 pada serbuk milling dengan variasi

waktu milling 15,20, dan 25 jam disebabkan oleh reaksi reversibel α-Fe2O3 menjadi Fe3O4 selama proses milling. Hal

ini disebabkan oleh putusnya ikatan α-Fe2O3 yang kemudian

berikatan dengan oksigen yang berada di dalam vial [4]. Transformasi α-Fe2O3 menjadi Fe3O4 mulai terjadi pada

waktu milling 15 jam. Hal ini berhubungan dengan besarnya energi yang dihasilkan pada proses milling 15 jam sesuai dengan energi yang dibutuhkan α-Fe2O3 untuk

bertransformasi menjadi Fe3O4 [5].

Berdasarkan hasil analisa XRD, pada waktu milling 20 jam intensitas puncak difraksi TiO2 anatase pada 2θ 25,21°

turun menjadi 11,93 serta diikuti dengan pelebaran puncak difraksi yang ditandai dengan bertambahnya nilai FWHM menjadi sebesar 0,4015 yang mengindikasikan TiO2 anatase

berubah menjadi amorfus. Perubahan ini diikuti dengan hilangnya puncak difraksi TiO2 anatase pada 2θ 37,81° dan

48,06° yang sebelumnya terdapat pada serbuk milling 15 jam . Turunnya intensitas puncak difraksi TiO2 anatase

pada milling 20 jam, diikuti dengan pertambahan intensitas puncak difraksi TiO2 rutile 2θ 27,47° menjadi 27,82°.

Pertambahan intensitas puncak difraksi TiO2 rutile tidak

terjadi secara berlanjut pada serbuk milling 25 jam.

Transformasi anatase menjadi rutile pada proses

mechanical alloying terjadi di bawah temperatur

transformasinya. Hal ini disebabkan oleh energi thermal yang dihasilkan akibat dari tumbukan yang terjadi selama

proses mechanical alloying dan cacat kristal yang terjadi pada Fe. Cacat berupa vakansi dan distorsi kristal pada Fe dapat menambah energi bebas anatase dan menurunkan temperatur transformasi anatase menjadi rutile. [6]

Puncak difraksi Fe2O3 dan TiO2 anatase semakin melebar

dan intensitasnya menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu milling, dikarenakan semakin kecilnya ukuran partikel dan akumulasi dari regangan mikro pada proses

milling. [7]

Fasa yang terdapat pada serbuk milling 25 jam adalah Fe2O3, Fe3O4 dan TiO2 rutile. Hal ini menunjukkan bahwa

belum terjadi alloying fasa Fe2TiO5 pada serbuk milling

15,20, dan 25 jam tanpa sintering.

3.1.2 Hasil Uji XRD Setelah Sintering

Pada hasil analisa kualitatif XRD spesimen hasil proses

sintering dengan variasi temperatur 1100,1200, dan 1300°C

terdapat tiga fasa yang teridentifikasi. Fasa-fasa tersebut adalah Fe2TiO5 pseudobrookite yang bersesuaian dengan

(JCPDS# 41-1432) pada 2θ 25,53° , Fe3O4 magnetite

dengan (JCPDS# 89-0950) pada 2θ 30,10° dan TiO2 rutile

dengan (JCPDS# 77-0441) pada 2θ 27,38°.

Puncak difraksi Fe2O3 dan TiO2 anatase sudah tidak

teridentifikasi lagi pada spesimen hasil proses sintering, namun terdapat puncak difraksi baru yang menunjukkan terbentuknya fasa Fe2TiO5. Munculnya puncak difraksi

Fe2TiO5 diawali dengan menurunnya puncak TiO2 anatase

dan Fe2O3 yang mengindikasikan terjadi difusi atom Ti ke

dalam struktur kristal Fe2O3. Pembentukan fasa baru

Fe2TiO5 mulai terbentuk pada temperatur 900°C. Puncak

difraksi Fe2TiO5 semakin meningkat hingga 1200°C. TiO2

anatase yang tersisa kemudian bertransformasi menjadi

TiO2 rutile. [7]

Puncak difraksi Fe3O4 semakin menurun seiring dengan

kenaikan temperatur. Pada temperatur tinggi, Fe3O4

teroksidasi menjadi Fe2O3 yang kemudian membentuk fasa

Fe2TiO5 yang menyebabkan kenaikan puncak difraksi

Fe2TiO5 hingga temperatur 1200°C.

Ukuran kristal rutile makin besar seiring dengan bertambahnya temperatur. Pertumbuhan ukuran kristal ini disebabkan oleh peningkatan energi termal yang diterima oleh rutile sehingga inti tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari inti lain yang belum sempat tumbuh untuk mengisi tempat kosong pada kisi yang akan dibentuk. Dengan demikian, semakin bertambahnya energi termal pertumbuhan kristal berjalan terus hingga terjadi transformasi akhir kristal. Dari hasil penelitian besarnya kenaikan temperatur mempengaruhi besar kecilnya ukuran kristal yang terbentuk, sama halnya dengan kenaikan temperatur mempengaruhi ukuran kristal, semakin lama waktu tahan yang diberikan pada serbuk titanium dioksida, maka ukuran kristal yang terbentuk juga semakin besar. [8]

(3)

Gambar 2. a) Hasil uji XRD milling 25 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300°C b) Hasil uji XRD milling 20 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300°C c) Hasil uji XRD milling 15 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300°C

Berdasarkan hasil analisa XRD, diketahui bahwa Fe2TiO5

belum terbentuk pada serbuk milling tanpa sintering. Hal ini sama halnya dengan penelitian Saie pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa pembentukan Fe2TiO5 mulai terjadi pada

temperatur 900°C. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa masih terdapat puncak difraksi serbuk prekursor Fe2O3 dan TiO2

anatase yang mengindikasikan belum terjadinya alloying

Fe2TiO5. Namun, seiring dengan bertambahnya waktu

milling intensitas puncak difraksi serbuk prekursor semakin

menurun serta diikuti dengan pelebaran puncak yang mengindikasikan semakin amorfusnya serbuk prekursor. Penurunan intensitas TiO2 anatase diikuti dengan

munculnya puncak difraksi TiO2 rutile yang menunjukkan

terjadinya transformasi bentuk polimorfi TiO2 seiring

dengan bertambahnya waktu milling.

Berdasarkan analisa XRD diperoleh bahwa semakin lama waktu milling ukuran kristal nanopartikel Fe2TiO5 semakin

menurun. Hal ini sesuai dengan tujuan mechanical alloying yang berfungsi sebagai refinement ukuran partikel yang ditandai dengan reduksi ukuran kristal. Hubungan lama waktu milling dengan ukuran kristal Fe2TiO5 ditunjukkan

pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik pengaruh waktu milling terhadap ukuran kristal Fe2TiO5

Perlakuan panas sintering pada serbuk hasil milling menyebabkan terjadinya alloying Fe2O3 dan TiO2 anatase

menjadi Fe2TiO5. Pada serbuk hasil sintering, sudah tidak

ditemukan lagi puncak difraksi serbuk prekursor, serta diikuti dengan munculnya puncak difraksi baru dengan intensitas yang tinggi yang mengindikasikan puncak Fe2TiO5. Puncak difraksi TiO2 rutile yang terbentuk pada

serbuk hasil milling semakin tinggi pada hasil XRD serbuk hasil sintering. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan sintering menyebabkan fasa TiO2 rutile semakin

kristalin.

Gambar 4. Grafik pengaruh temperatur sintering terhadap ukuran kristal Fe2TiO5

Pada serbuk milling 15,20 dan 25 jam dengan temperatur sintering 1300°C terdapat dua fasa yang teridentifikasi, yaitu Fe2TiO5 dan TiO2 rutile. Ukuran kristal Fe2TiO5 semakin

besar seiring dengan kenaikan temperatur sintering.

Ketika energi thermal diberikan pada serbuk hasil kompaksi akan meningkatkan densitas dan memperbesar ukuran kristal. Dengan naiknya temperatur maka terjadi peningkatan energi thermal yang menyebabkan pertumbuhan kristal, sehingga inti tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari inti lain yang belum sempat tumbuh untuk mengisi tempat kosong pada kisi yang akan dibentuk. Dengan demikian, semakin bertambahnya energi termal pertumbuhan kristal berjalan terus hingga terjadi transformasi akhir kristal. Dari hasil penelitian besarnya kenaikan temperatur mempengaruhi besar kecilnya ukuran kristal yang terbentuk. [8]

Munculnya puncak difraksi Fe2TiO5 diawali dengan

menurunnya puncak TiO2 anatase dan Fe2O3 yang

a)

b)

(4)

mengindikasikan terjadi difusi atom Ti ke dalam struktur kristal Fe2O3. [7] Semakin tinggi energi thermal yang

diberikan pada kenaikan temperatur sintering, maka difusi atom Ti yang terjadi semakin banyak. Atom Ti mengisi vakansi yang terdapat pada struktut Fe2O3 Sehingga

menyebabkan pertumbuhan ukuran kristal.

3.2. Hasil Uji SEM

Morfologi serbuk hasil milling 25 jam ditunjukkan pada Gambar 5 (a) dan (b). Dapat dilihat serbuk milling 25 jam dengan perbesaran 5000x dan 10000x memiliki bentuk morfologi partikel yang tidak beraturan serta distribusi partikel yang acak dari ukuran yang paling kecil hingga ukuran yang paling besar.

Gambar 5. Hasil Uji SEM serbuk milling 25 jam dengan perbesaran (a) 5000x dan (b) 10000x

Gambar 6. Hasil Uji SEM milling 25 jam sintering (a)1100°C (b)1200°C (c) 1300°C perbesaran 10000x

Pada Gambar 6. (a) terlihat bahwa sebagian besar partikel serbuk telah menyatu membentuk partikel yang bentuknya lebih teratur daripada Gambar 5. Namun masih ada partikel serbuk yang masih berbentuk serpihan halus tidak beraturan. Seiring dengan kenaikan temperatur, terlihat pada Gambar 6. (b) dan (c) serpihan halus serbuk berkurang dan bentuk morfologi serbuk terlihat lebih teratur meskipun dengan distribusi ukuran partikel yang tidak merata.

Gambar 7. Hasil analisa EDAX milling 25 jam sintering 1300°C

Berdasarkan Hasil analisa EDAX Unsur penyusun paduan yang terdapat pada partikel serbuk milling 25 jam sintering 1300°C adalah O,Ti dan Fe. Presentase komposisi unsur penyusun paduan dapat dilihat pada tabel 1. Diketahui bahwa presentase atom O adalah 61,54% , Ti 19,52%, dan Fe 18,94%. Presentase yang ditunjukkan analisa EDAX mengindikasikan partikel Fe2TiO5.

Tabel 1. Komposisi unsur penyusun paduan partikel milling 25 jam sintering 1300°C

Gambar 8. Hasil Uji SEM (a) milling 15 jam sintering (a)1300°C (b) milling 20 jam sintering 1300°C

Perbedaan pengaruh lama waktu milling terhadap morfologi dapat dilihat pada gambar 4.8 (a) dan (b). Bila dibandingkan, ukuran partikel milling 15 jam terlihat lebih besar daripada ukuran partikel milling 20 jam. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan milling time akan menghasilkan reduksi ukuran partikel dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang semakin kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan refinement serbuk dengan metode milling.

3.3. Hasil Uji VSM

Berdasarkan hasil uji VSM serbuk milling 25 jam tanpa

sintering didapatkan bentuk kurva histeresis yang

menunjukkan sifat ferromagnetik. Data yang diperoleh dari hasil uji VSM berupa nilai koersivitas (Hc), magnetik saturasi (Ms) dan magnetik remanensi (Mr). Pada Tabel 4.13, serbuk milling 25 jam memiliki nilai Hc 0,069 T, Ms 0,385 emu/g, dan Mr 0,149 emu/g.

(5)

Gambar 9. Kurva histeresis spesimen uji

Sifat kemagnetan yang dimiliki serbuk milling 25 jam tapa

sintering berhubungan dengan sifat kemagnetan yang

dimiliki serbuk Fe2O3 dan TiO2 sebagai serbuk awal milling.

Serbuk Fe2O3 memiliki sifat ferromagnetik dengan nilai Hc

0,019 T, Ms 1,5 emu/g dan Mr 0,378 emu/g sedangkan TiO2

memiliki sifat ferromagnetik dengan nilai Ms 0,002 emu/g. [7]

Sifat kemagnetan serbuk hasil milling yang sama dengan serbuk awal milling mengindikasikan belum terjadinya pembentukan fasa baru yang menyebabkan perubahan sifat kemagnetan. Hal ini sesuai dengan hasil uji XRD yang menunjukkan fasa yang teridentifikasi pada serbuk hasil

milling adalah Fe2O3, TiO2 dan Fe3O4.

Tabel 2. Nilai magnetic properties spesimen uji

Berdasarkan Tabel 2, nilai magnetic properties yang dimiliki serbuk hasil sintering lebih kecil bila dibandingkan dengan serbuk hasil milling. Penurunan nilai magnetic

properties secara bertahap mengindikasikan terjadinya

perubahan sifat magnetik pada serbuk hasil sintering. Semakin tinggi temperatur sintering menyebabkan semakin menurunnya nilai magnetic properties yang menunjukkan serbuk hasil sintering semakin bersifat paramagnetik. Hasil uji VSM serbuk milling hasil sintering

menunjukkan bentuk kurva histeresis yang berbeda dengan serbuk milling tanpa sintering. Perubahan bentuk kurva yang terjadi, mengindikasikan terjadinya perubahan sifat magnet. Bentuk kurva histeresis milling hasil sintering cenderung berbentuk linier yang menunjukkan sifat paramagnetik. Perubahan sifat magnetik yang terjadi berhubungan dengan terbentuknya fasa baru Fe2TiO5. Hal ini sesuai

dengan hasil uji XRD yang menunjukkan fasa yang teridentifikasi pada serbuk milling hasil sintering adalah Fe2TiO5 dan TiO2.

IV. KESIMPULAN

Nanopartikel Fe2TiO5 terbentuk pada serbuk milling hasil

sintering pada variasi temperatur 1100, 1200 dan 1300°C. Terbentuknya nanopartikel Fe2TiO5 diikuti dengan

terbentuknya rutile sebagai fasa sekunder. Nanopartikel Fe2TiO5 dengan ukuran kristal terkecil sebesar 51,378 nm

diperoleh pada waktu milling 25 jam sintering 1100°C. Morfologi nanopartikel Fe2TiO5 memiliki bentuk yang tidak

menentu dengan persebaran ukuran partikel yang tidak merata. Peningkatan milling time menghasilkan reduksi ukuran partikel serbuk dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang semakin kecil. Peningkatan temperatur sintering menyebabkan pertumbuhan kristal. Analisa VSM menunjukkan bahwa nanopartikel Fe2TiO5 memiliki sifat

paramagnetik. Pembentukan Fe2TiO5 diikuti dengan

perubahan sifat ferromagnetik pada serbuk hasil milling menjadi paramagnetik pada serbuk hasil sintering.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tadic, M. Citakovic, N. Panjan, M. 2011. “Synthesis, morphology, microstructure and magnetic properties of hematite submicron particles”. Journal of Alloys and Compounds 509, 7639-7644. [2] Kozuka, H. dan Kajimura, M. 2000. “Sol-Gel Preparation and

Photoelectrochemical Properties of Fe2TiO5 Thin Films”. Journal

of Sol-Gel Science and Technology 22, 125-132.

[3] Min, Kyung-Mi. Park, Kyung-Soo. Lim, Ah-Hyeon 2012. “Synthesis of pseudobrookite-type Fe2TiO5 nanoparticles and their Li-ion

electroactivity”. Ceramics International 38, 6009-6013.

[4] Linderoth, S. Jiang, J. Morup, S. 1997. “Reversible α-Fe2O3 to Fe3O4

Transformation During Ball Milling”. Material Science Forum 235-238, 205-210.

[5] Sahebary, M. Raygan, S. Ebrahimi, S.A. 2009. “Inception of Transformation of Hematite to Magnetite During Mechanical Activation: A Thermodynamical Approach”. Iranian Journal of Science and Technology 33, 415-424.

[6] Jho, Jae Han. Kim, Dong Hyun. Kim Sun Jae. 2007. “Synthesis and photocatalytic property of a mixture of anatase and rutile TiO2

doped with Fe by mechanical alloying process”. Journal of Alloys and Compounds 459, 386-389

[7] Al-Saie, A.M. Al-Shater, A. Arekat,S. 2012. “Effect of annealing on the structure and magnetic properties of mechanically milled TiO2–Fe2O3 mixture”. Ceramics International 10, 220

[8] Widhayani, D. Pratapa, S. 2010. “Sintesis Titanium Dioksida (TiO2) Dengan Metode Kopresipitasi Dari Serbuk Titanium Terlarut Dalam HCl”. Laporan Tugas Akhir Fisika MIPA ITS, Surabaya

Gambar

Gambar 1. Hasil uji XRD serbuk milling dengan variasi  waktu milling 15,20 dan 25 jam
Gambar 2.  a) Hasil uji XRD milling  25  jam variasi  temperatur  sintering  1100, 1200 dan 1300°C  b)  Hasil uji  XRD milling 20 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200  dan 1300°C  c)  Hasil uji XRD milling  15  jam variasi  temperatur sintering 1100
Gambar 5.  Hasil Uji SEM serbuk milling  25 jam  dengan  perbesaran (a) 5000x dan (b) 10000x
Tabel 2. Nilai magnetic properties spesimen uji

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penggunaan pupuk organik D.I grow dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi rotifera ( Brachionus plicatilis ), maka

Peran fisioterapi untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan aktivitas fungsional pasien sehingga pasien

Galur padi yang diuji memberikan respon yang berbeda terhadap rendaman, untuk semua peubah yang diamati (tinggi tanaman sebelum direndam, tinggi tanaman setelah direndam, dan

Berkaitan dengan ibu hamil yang tersangka infeksi saluran kencing pada penelitian ini dijumpai tidak sesuai dengan teori yang menyatakan faktor risiko infeksi

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: (1) terdapat kontribusi yang positif dan signifikan efektifitas kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru,

Proses shooting untuk profil kelompok pada minggu kedua ini sama dengan minggu pertama, kita berhenti pada satu set tempat yang dirasa bagus untuk background

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Igha Melysa Putri, menyatakan bahwa skripi dengan judul : Pengaruh Magang Terhadap Keputusan Mahasiswa Akuntansi untuk