• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PERSONIL POLRI MENGENAI POLISI SUKSES BERDASARKAN KELOMPOK KEPANGKATAN BINTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI PERSONIL POLRI MENGENAI POLISI SUKSES BERDASARKAN KELOMPOK KEPANGKATAN BINTARA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PERSONIL POLRI MENGENAI POLISI

SUKSES BERDASARKAN KELOMPOK

KEPANGKATAN BINTARA

Riana K. Wardani and Reza I. Amriel

Departemen Psikologi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia, Kusumawardani09@yahoo.com

ABSTRAK

Personil anggota Polri merupakan figur yang menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Sering kali kita sebagai masyarakat atau publik beranggapan bahwa kesuksesan seorang anggota kepolisian dinilai berdasarkan lima aspek kesuksesan, yaitu keluarga, profesionalitas kerja, nilai religiusitas, responsibilitas kerja, serta aspek finansial. Tanpa bukti-bukti empiris, bukanlah tidak mungkin kelima unsur kesuksesan tersebut dijadikan alasan untuk menilai kinerja anggota kepolisian.

Penelitian ini merupakan respon terhadap kian maraknya tuntutan masyarakat terhadap kerja profesional personil Polri. Berbeda dengan sekian banyaknya riset-riset yang menemukan adanya unsur-unsur dominan penentu kesuksesan pekerja pelayanan publik yang profesional, penelitian ini yang melibatkan 60 responden di lingkungan Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya). Dan mengaplikasikan penghitungan berupa pearson product moment sebagai metode statistiknya, justru menemukan bahwa tidak ada hubungan atau tidak ada korelasional antara unsur kesuksesan dengan jenjang kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasional sebesar 0,103 dengan nilai signifikan 0,435 > 0,05. Dengan demikian, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang artinya adalah tidak ada hubungan secara signifikan antara unsur kesuksesan dengan jenjang kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara. Namun jika diurutkan berdasarkan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses personil Polri berpangkat Bintara, nilai tertinggi adalah kepangkatan Aiptu, Bripka, Briptu, Brigadir, dan nilai terendah pada kepangkatan Aipda.

Kata Kunci : Persepsi; Sukses; Polisi

PENDAHULUAN

Sukses merupakan harapan setiap manusia untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik. Manusia memiliki persepsi akan kesuksesan dalam diri masing-masing, sukses yang digambarkan dalam pekerjaan, sukses dalam kehidupan, sukses dalam karir, dan lain sebagainya. Melibatkan proses kognitif yang kompleks, persepsi merupakan sensasi dalam mengirimkan makna pesan ke dalam otak yang tersusun berdasarkan struktur saraf yang kompleks untuk selanjutnya diinterpretasikan atau diorganisasikan pada suatu objek (Lahey, 2007). Persepsi sukses bukan hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga persepsi sukses pada pekerjaan atau perkembangan karir seseorang.

(2)

Dalam perkembangan karir seseorang, sukses dapat digambarkan sebagai proses psikologis yang terkait dengan kinerja positif atau prestasi yang telah terakumulasi sebagai hasil dari pengalaman kerja (Hakim & Bretz dalam Hannequin, 2007). Menurut Parker dan Chusmir (dalam Dyke & Murphy, 2006) lima dimensi keberhasilan atau sukses berdasarkan domain kehidupan adalah status finansial, tanggungjawab atau kontribusi terhadap masyarakat, hubungan keluarga, pemenuhan profesional atau karir yang progresif, serta pemenuhan pribadi. Munadi, (2007) memaparkan bahwa kesuksesan yang hakiki tidak terlepas dari nilai religius atau keimanan seseorang. Dengan demikian, peneliti mengacu pada dimensi keberhasilan atau sukses subjektif dalam kehidupan yang didasarkan pada hubungan keluarga, profesionalitas kerja untuk mencapai karir yang progresif, aspek religiusitas, responsibilitas atau tanggung jawab kerja terhadap masyarakat, serta aspek finansial.

McClelland dalam Simamora (2008), memaparkan kombinasi keberhasilan dari n-Ach atau motivasi keberhasilan berdasarkan tiga faktor, yaitu keberhasilan pendidikan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas, dan pengalaman sukses atau gagal dalam pelaksanaan tugas. Keberhasilan atau sukses dalam suatu pekerjaan dibangun berdasarkan kepentingan individu. Menurut Deutschendorf dan Tolson (dalam Dyke & Murphy, 2006) sukses di dalam suatu pekerjaan menjadi mekanisme utama untuk memenuhi peran lainnya. Pekerja pelayanan publik memiliki tanggungjawab kerja bukan hanya untuk kemajuan organisasi melainkan juga tanggungjawab terhadap kepentingan publik (Anderson dalam Howitt, 2012).

Menurut Howitt (2012), polisi merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan publik. Oleh sebab itu, penilaian kinerja polisi yang sukses secara objektif dilakukan oleh publik. Sebagai petugas penegakan hukum, polisi diberi pelatihan agar selalu dapat mengendalikan situasi dan dapat mengendalikan emosi ketika berhadapan dengan publik (Corey dalam Howitt, 2012). Berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris pada tahun 2009-2010, mayoritas masyarakat Inggris sebanyak 56% responden meyakini bahwa polisi di negara mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan sangat baik dan sangat memuaskan (British Crime Survey dalam Howitt, 2012). Lebih jauh, survei yang sama menunjukkan 50% responden setuju bahwa kinerja polisi lokal (di negara bagian) dapat diandalkan dan 84% responden mengaku mendapat pelayanan dengan sangat baik dan adil. Pada tahun 2011 menurut survei Mirrless-Black tentang kejahatan di Inggris, jika dibandingkan dengan organisasi sistem peradilan lainnya, kinerja polisi di Inggris dapat bekerja dengan sangat baik dan memuaskan (dalam Howitt, 2012). Penelitian yang sama di Amerika oleh Graber pada tahun 1980 dan Skogan pada tahun 1996, memperlihatkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja polisi, organisasi kepolisian di Amerika mendapat apresiasi atau penghormatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan organisasi peradilan lainnya.

Selye dkk. (dalam Myendeki, 2008) menjelaskan bahwa bekerja sebagai anggota kepolisian dipandang memiliki tekanan kerja yang tinggi dan memiliki tingkat resiko kerja yang tinggi. Keterbukaan terhadap opini publik mengenai kualitas kinerja polisi menciptakan tekanan tambahan. Menurut Cherniss (dalam Moore & Braga 2003), hal tersebut dikarenakan para personil polisi memiliki keterlibatan langsung dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat menilai bahwa personil polisi memiliki tanggungjawab kerja terhadap kepentingan publik.

Di Indonesia, polisi memegang peran sentral dalam masyarakat. Sebagaimana Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 dalam BAB II Pasal 6 Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kendati Polri memiliki slogan yang berbunyi

(3)

“Melindungi dan Mengayomi Masyarakat”, namun berdasarkan Global Corruption Barometer (GBC) 2007, citra organisasi ini dipersepsikan kian luntur di mata publik.

Statistik kasus kejahatan wilayah hukum Polda Metro Jaya dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Peningkatan kejahatan terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 54484 dari 54382 kasus pada tahun 2006. Pada tahun 2008, kasus kejahatan turun menjadi 40214 kasus, dan tahun 2009 kasus kejahatan kembali mengalami penurunan menjadi 687 kasus.

Menurut Amriel (2012), menurunnya data statistik kejahatan dapat disebabkan keengganan masyarakat untuk melaporkan kasus yang dihadapi kepada pihak kepolisian. Hal tersebut mengindikasikan pudarnya kepercayaan publik terhadap kinerja anggota Polri. Jadi, alih-alih menunjukkan penurunan kasus kejahatan secara faktual, statistik seperti di atas justru lebih memaparkan menurunnya kepercayaan publik terhadap polisi. Pada tahun 2006, Lynch dan Addington dalam statistik kinerja aparat kepolisian Inggris yang menjelaskan tingkat kejahatan di Inggris cenderung mengalami penurunan yang disebabkan keengganan publik untuk melaporkan kejahatan yang dialaminya kepada pihak kepolisian. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya kepercayaan publik terhadap kinerja aparat kepolisian dan kekhawatiran akan banyaknya jatuh korban pada kasus-kasus berikutnya (dalam Barton, 2011).

Laporan mengenai penurunan tingkat kejahatan merupakan salah satu bentuk ketidakpuasan publik terhadap kinerja aparat kepolisian (Decker dalam Brown, 2002). Ketidakpercayaan publik terhadap kinerja aparat kepolisian akan berdampak pada kemampuan aparat kepolisian dalam menangani kasus kejahatan. Keengganan publik untuk melaporkan kejahatan dapat berdampak pada menurunnya evaluasi kinerja aparat kepolisian (Percy, Reisig, & Giacomazzi dalam Brown, 2002). Dengan demikian, persepsi negatif publik terhadap kinerja polisi dapat berkontribusi pada menurunnya efektifitas peran aparat kepolisian, meningkatnya tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja polisi.

Temuan lain yang menunjukkan kesan lunturnya citra organisasi Polri berdasarkan survey

Global Corruption Barometer (2007), survei tersebut menunjukkan pada tahun 2005 indeks

korupsi Polri mencapai angka 4,0; tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 4,2; tahun 2007 indeks korupsi Polri masih menetap diangka 4,2; dari skala penilaian tertinggi 5,0. Semakin tinggi indeks, semakin organisasi tersebut dipersepsikan koruptif. Tingginya indeks kepolisian di Indonesia dalam Global Corruption Barometer (GBC) 2007 menunjukkan buruknya citra institusi ini di mata publik. Selanjutnya, korupsi yang terjadi di manajemen personalia Polri, saat berlangsung perekrutan, mulai dari promosi, mutasi bahkan diklat untuk jabatan yang strategis (Sinaga dalam Tranparency Internasional Indonesia, 2007).

Penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi yang tidak bertanggungjawab tersebut membekas di hati masyarakat. Sehingga menimbulkan sikap negatif masyarakat terhadap institusi Polri. Menurut Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis dalam Media Indonesia (2012), buruknya persepsi publik bukan hanya diakibatkan lambannya penanganan kasus-kasus besar oleh penegak hukum, tetapi juga disebabkan munculnya kasus-kasus yang menyakiti rasa keadilan masyarakat.

Maraknya penyalahgunaan kekuasaan termasuk yang ditujukan untuk memperkaya diri sendiri tidak terbantahkan merupakan bukti adanya target-target menyimpang yang ingin dicapai oleh masing-masing oknum Polri. Target-target tersebut bukan merupakan sasaran kerja formal apalagi indikator kinerja kunci yang harus dicapai oleh para personil Polri. Atas dasar itu, kendati seluruh Polri sudah bersumpah dan berjanji menjadi anggota Polri dengan kewajiban mencapai kesuksesan yang sesuai dengan pranata organisasi Polri, namun pada kenyataannya

(4)

masih saja terdapat “indikator-indikator keberhasilan” yang walaupun tidak resmi, namun justru menjadi sasaran utama sebagian personil Polri untuk memperkaya diri sendiri.

Bertitik tolak dari kesenjangan antara sasaran-sasaran pencapaian formal Polri dengan sasaran subjektif sebagaimana maraknya penyalahgunaan kekuasaan personil Polri, penelitian ini mengangkat topik mengenai “persepsi personil Polri mengenai keberhasilan mereka sebagai pekerja profesional”. Penelitian ini juga memetakan persepsi keberhasilan mereka sebagai pekerja profesional berdasarkan jenjang kepangkatan Polri khususnya personil Polri yang menjalankan tugas di Polda Metro Jaya. Jenjang kepangkatan Polri yang digolongkan berdasarkan kepangkatan bertaraf Bintara dan Bintara Tinggi. Dengan demikian, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memaparkan ada tidaknya hubungan atau korelasi antara jenjang kepangkatan personil Polri dengan persepsi mereka mengenai indikator polisi sukses.

Identifikasi Masalah

Apakah ada korelasi antara kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dengan

indikator polisi sukses pada khususnya polisi yang bertugas dalam wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) ? Jawaban atas pertanyaan ini menghasilkan korelasi antara kepangkatan Bintara dengan indikator keberhasilan atau kesuksesan para responden sebagai personil polisi.

Tujuan Penelitian

Sebagai penelitian dalam ranah psikologi sosial, tujuan diadakannya penelitian ini adalah

1. Menyajikan gambaran penilaian anggota Polri sebagai polisi sukses yang dikelompokkan berdasarkan kelompok kepangkatan bertaraf Bintara.

2. Mengkorelasikan kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dengan kriteria indikator polisi sukses.

TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan atau sukses dalam suatu pekerjaan dibangun berdasarkan kepentingan individu. Sukses di dalam suatu pekerjaan menjadi mekanisme utama untuk memenuhi peran lainnya (Deutschendorf & Tolson dalam Dyke & Murphy, 2006). Sukses didefinisikan sebagai keberhasilan seseorang dalam mencapai target yang telah ditentukan (Khera dalam Munadi, 2007). Persepsi mengenai keberhasilan karir atau sukses dalam karir mengacu pada tujuan pribadi dan bersifat subjektif.

Menurut Gattiker, Larwood, dan Peluchette (dalam Dyke & Murphy, 2006) konsep keberhasilan subjektif mengacu pada prestasi individu sehingga sukses ditentukan berdasarkan kriteria pribadi. Dalam penelitiannya Gattiker dan Larwood (dalam Dyke & Murphy, 2006) mengukur lima aspek keberhasilan karir secara subjektif yaitu, tanggungjawab kerja, hubungan interpersonal, aspek finansial, karir yang progresif dan pemenuhan pribadi. Dalam perkembangan karir seseorang, sukses dapat digambarkan sebagai proses psikologis yang terkait dengan kinerja positif atau prestasi yang telah terakumulasi sebagai hasil dari pengalaman kerja (Hakim & Bretz dalam Hannequin, 2007).

(5)

Indikator Kinerja Kunci

Menurut Parker dan Chusmir (dalam Dyke & Murphy, 2006) lima dimensi keberhasilan atau sukses berdasarkan domain kehidupan adalah status finansial, tanggungjawab atau kontribusi terhadap masyarakat, hubungan keluarga, pemenuhan profesional atau karir yang progresif, serta pemenuhan pribadi. Munadi, (2007) memaparkan bahwa kesuksesan yang hakiki tidak terlepas dari nilai religius atau keimanan seseorang. Dengan demikian, peneliti mengacu pada dimensi keberhasilan atau sukses subjektif dalam kehidupan yang didasarkan pada hubungan keluarga, profesionalitas kerja untuk mencapai karir yang progresif, aspek religiusitas, responsibilitas atau tanggung jawab kerja terhadap masyarakat, serta aspek finansial.

Definisi Keluarga

Keluarga merupakan rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (Hill dalam Lestari, 2008).

Definisi Profesionalitas

Profesionalitas adalah kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan dan melaksanakan fungsi tugasnya secara efisien, inovatif, lentur, dan mempunyai etos kerja yang tinggi (Tjokrowinoto dalam Nogi, 2005).

Definisi Religiusitas

Menurut Ancok dan Suroso (dalam Octaviani, Rustam, & Rohmatun, 2011) religiusitas merupakan perilaku terhadap agama berupa penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang dapat ditandai dengan ketaatan dalam menjalankan ibadah, adanya keyakinan, pengamalan, dan pengetahuan mengenai agama yang dianutnya.

Definisi Responsibilitas

Responsibilitas adalah kemampuan dalam melaksanakan atau memenuhi tanggung jawab atas suatu pekerjaan yang dipercayakan (Atosokhi & Panca, 2005).

Definisi Finansial

Menurut Effendi (2002), kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang, gaji, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan, dan lain-lain.

METODE PENELITIAN

Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak adanya korelasi atau hubungan indikator polisi sukses dengan kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara.

Ha : Ada hubungan atau korelasional antara indikator polisi sukses dengan kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara.

(6)

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan usaha penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan sampel yang mewakili atau menggambarkan populasinya (Nasution, 2003). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling sebab tidak semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel dalam penelitian (Mustafa, 2000). Menurut Connaway dan Powell (2010), non probability sampling dibagi menjadi empat jenis yaitu accidental sampling, quota sampling, snowball sampling, dan purpossive sampling. Dalam penelitian ini penulis menggunakan purpossive sampling sebab hanya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya Polri yang menjalankan tugas di wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) sebagai sampel dalam penelitian ini dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan penelitian.

Menurut Guilford (dalam Indria dan Nindyati, 2007) kriteria penentuan jumlah sampel dalam populasi yang besar, yaitu dengan jumlah yang tidak kurang dari tiga puluh sampel dari jumlah populasi. Berdasarkan teori Abrami, Cholmsky, dan Gordon (dalam Indria dan Nindyati, 2007), sampel penelitian sebesar tiga puluh responden dianggap mendekati ditribusi normal. Hal ini berarti, semakin besar jumlah sampel akan semakin menyerupai distribusi normal. Jumlah responden pada penelitian ini, didasarkan pada teori Guilford (dalam Indria dan Nindyati, 2007), yaitu dengan jumlah responden sebanyak enam puluh responden. Dengan uji coba penelitian yang dilakukan kepada tiga puluh personil polisi yang menjalankan tugas di wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).

Desain Penelitian

Menurut Seniati, Yulianto, dan Setiadi (2009), jenis penelitian dikelompokkan menjadi tiga perspektif, yaitu perspektif berdasarkan aplikasi, tujuan dan tipe informasi.

Perspektif Aplikasi

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat hubungan atau korelasi persepsi personil Polri mengenai indikator polisi sukses dengan kelompok kepangkatan Polri bertaraf Bintara. Dalam penyusunan penelitian, peneliti menggunakan perspektif aplikasi berupa basic research yaitu, penelitian yang dilakukan untuk memahami perilaku dan proses mental (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2009). Dalam hal ini, proses persepsi mempengaruhi indikator penentu polisi sukses dan kesesuaian perilaku personil Polri dalam mengindikasikan polisi sukses.

Perspektif Tujuan

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu melihat kekuatan dan arah hubungan antar dua variabel berdasarkan data yang ada (Kaplan & Saccuzzo, 2005). Guna merealisasikan tujuan penelitian, peneliti menggunakan statistik inferensial yaitu pearson

product-moment correlation. Menurut Santoso, (2009) pearson product moment correlation

merupakan koefisien korelasi yang mengukur keeratan hubungan berdasarkan hasil pengamatan dari populasi yang memiliki dua varian (bivariate) dan berdistribusi normal. Guilford dan Fruchter (dalam Indria dan Nindyati, 2007) memaparkan teknik statistik pearson product

moment correlation dapat digunakan apabila penelitian terdiri dari satu variabel bebas dan satu

(7)

Korelasi data yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi data ordinal, variabel yang pertama dalam penelitian ini adalah jenjang kepangkatan personil Polri, yaitu kelompok kepangkatan bertaraf Bintara. Selanjutnya, variabel kedua yang merupakan data nominal menggambarkan indikator polisi sukses. Dengan demikian, hasil yang didapat dari penelitian ini adalah melihat hubungan atau korelasional jenjang kepangkatan Polri bertaraf Bintara dengan indikator polisi sukses.

Perspektif Informasi

Dalam pengumpulan data berdasarkan perspektif tipe informasi, penelitian ini merupakan kuantitatif non-ekperimental. Kuantitatif non-eksperimental, dalam pengumpulan data penelitian tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakukan terhadap variabel-variabel panel itu sendiri (Seniati, Yulianto, & Setiadi, 2009). Metode pengumpulan data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner mengenai persepsi polisi sukses bertujuan untuk mengkorelasikan persepsi sukses para personil Polri dengan jenjang kepangkatan.

Alat Ukur Penelitian

Metode Kuesioner

Metode pengumpulan data kuantitatif desain survei melalui kuesioner. Kuesioner bertujuan untuk menggambarkan indikator polisi sukses berdasarkan kelompok kepangkatan personil Polri bertaraf Bintara. Dalam pengumpulan data kuantitatif, indikator item kuesioner disusun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa personil Polri. Pedoman wawancara lihat lampiran 5. Selain itu, indikator item kuesioner juga disusun berdasarkan hasil studi kepustakaan mengenai kinerja kunci keberhasilan personil polisi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data multiple response dikotomi, yaitu multiple respon yang hanya memuat dua jawaban saja “setuju” atau “tidak setuju” (Santoso, 2009). Menurut Carey dan Warner (2005), central tendency effect merupakan kecenderungan responden untuk memilih jawaban tengah atau jawaban aman. Kesalahan dari

central tendency effect berasal dari kecenderungan responden untuk memilih jawaban aman.

Multiple response dikotomi yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menghindari kecenderungan responden dalam memilih jawaban aman, atau jawaban tengah. Dengan demikian, responden “dipaksa” memilih dua jawaban “setuju” atau “tidak setuju” untuk mendapatkan informasi penting. Dalam pengambilan data, peneliti menggunakan perhitungan uji reliabilitas dan uji validitas.

Uji Reliabilitas Penelitian

Tipe pengukuran reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah internal consistency

reliability dengan metode Kuder-Richardson menggunakan 20 (KR-20) atau

Formula-21 (KR-Formula-21). Metode Kuder Richardson (KR-20) digunakan dalam penelitian ini sebab item-item pada penelitian ini berbentuk dikotomi yaitu dengan hanya memiliki dua kemungkinan jawaban (Gravetter & Forzano, 2012).

Uji coba alat ukur yang dilakukan kepada 30 personil polisi yang bertugas di wilayah hukum Polda Metro Jaya didapatkan nilai reliabilitas alat ukur persepsi sukses personil polisi sebagai berikut

Tabel 3.2 Uji Reliabilitas 55 Item Cronbach's Alpha N of Items

(8)

.526 55

Sumber: Hasil SPSS 20

Tabel 3.3 Uji Reliabilitas 15 Item Cronbach's Alpha N of Items

.776 17

Sumber: Hasil SPSS 20

Berdasarkan Tabel 3.1 Hasil uji reliabilitas kuesioner persepsi sukses memiliki nilai reliabilitas 0,776 yang diinterpretasikan bahwa nilai reliabilitas tinggi. Nilai reliabilitas tinggi menandakan adanya konsistensi skor individu apabila item kuesioner persepsi sukses digunakan pada masa yang akan datang.

Uji Validitas Penelitian

a. Validitas Isi (Content Validity)

Validitas isi bertujuan untuk melihat item-item dalam tes sudah merepresentasikan domain konseptual dari tes atau kualitas yang ingin diukur. Validitas isi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan expert judgement, untuk merepresentasikan domain konseptual dari tes yang sudah di desain. Expert Judgment dilakukan oleh seorang pakar psikologi forensik yaitu Reza Indragiri Amriel, M.Crim (ForPsych) dan seorang personil polisi bagian psikologi Polda Metro Jaya dengan latar belakang pendidikan psikologi yaitu Komisaris Polisi Ida Bagus Gede Adi Putra Yadnya M.Psi, Psikolog.

b. Validitas Konstruk

Validitas konstruk bertujuan untuk melihat sejauh mana sebuah tes tepat mengukur konstruk pada kesusaian item penelitian (Anastasi & Urbina, 2007). Koefisien validitas konstruk yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran korelasi pearson product moment. Menurut Guilford dan Fruchter (dalam Indria dan Nindyati, 2007) memaparkan teknik statistik

pearson product moment correlation dapat digunakan apabila penelitian terdiri dari satu variabel

bebas dan satu variabel terikat serta memiliki skala interval. Uji coba alat ukur penelitian atau

pilot study diberikan kepada 30 partisipan dengan karakteristik personil polisi yang bertugas di

wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya. Hasil uji validitas kuesioner persepsi polisi dapat dilihat pada lampiran 2.

Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan SPSS 20, terdapat tiga puluh delapan item yang tidak signifikan dengan nilai total correlation dibawah 0,25. Menurut Kaplan (2005), standar validitas item alat ukur yaitu dengan skor minimal 0,25. Item yang valid pada kuesioner persepsi polisi sukses adalah item 11,26,46 (domain keluarga), item 27,47,51 (domain profesionalitas), item 3,8,23 (domain religiusitas), item 24,55 (domain responsibilitas), item 5,20,25,30,35,45 (domain finansial). Item-item yang tidak valid mengindikasikan bahwa item tersebut tidak mampu mengukur variabel yang ingin peneliti ukur.

Prosedur Penelitian

Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Membangun instrumen wawancara untuk menggali informasi yang dibutuhkan.

2. Melakukan teknik wawancara kepada beberapa orang personil Polri untuk menentukan indikator “polisi sukses”.

(9)

3. Menyusun item kuesioner berdasarkan studi kepustakaan yang didasarkan pada indikator “polisi sukses” dari hasil wawancara.

4. Melakukan pendekatan dan mengurus perizinan penelitian di Polda Metro Jaya 5. Melakukan uji coba alat ukur penelitian kepada beberapa partisipan.

Pelaksanaan Penelitian

Untuk menggali informasi yang di butuhkan dalam penelitian, peneliti melakukan sebar kuesioner kepada partisipan. Masing-masing partisipan mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengisi instrumen kuesioner yang sudah peneliti rancang sesuai dengan hasil studi kepustakaan.

Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Statistical

Program fro Social Science versi 20.0 (SPSS 20). Selanjutnya, hasil pengolahan data dengan

menggunakan SPSS diinterpretasikan untuk dikemas menjadi penyajian hasil penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Personil Polri adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, BAB I Ketentuan Umum Pasal 5, Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sesuai dengan fungsi dan tugas pokok Polri membangun kedekatan dan memelihara keamanan dalam negeri, mengharuskan para personil Polri untuk menjalin keterlibatan langsung dengan publik atau masyarakat.

Guna mengkaji wewenang serta tanggungjawab dalam pelaksanaan setiap tugas, anggota Polri disusun berdasarkan kepangkatan. Merujuk pada Surat Keputusan Kapolri (2005), kepangkatan di lingkungan Polri disusun berdasarkan ketentuan yang berlaku dan secara garis besar terbagi menjadi lima golongan, yaitu golongan Perwira Tinggi, golongan Perwira Mengah, golongan Perwira Pertama, Bintara, dan Tamtama.

Dengan dilengkapi bukti empiris, peneliti melakukan pengkajian mengenai persepsi sukses personil polri dari sudut pandang psikologi. Peneliti menganalisis berdasarkan kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dan Bintara Tinggi, yaitu Brigadir Polisi Satu, Brigadir Polisi, Brigadir Polisi Kepala, Ajun Inspektur Polisi Dua, Ajun Inspektur Polisi Satu.

Analisis Hasil

Pada sub bab ini memuat hasil penelitian mengenai deskriptif statistik penelitian, perbandingan nilai rata-rata (mean) antar kelompok kepangkatan Bintara, serta hasil uji korelasi dengan menggunakan pearson product moment.

(10)

Analisis deskriptif statistik adalah analisis yang digunakan untuk menggambarkan mengenai ringkasan data-data penelitian (Priyatno, 2011). Analisis deskriptif dalam penelitian ini dengan memberikan gambaran mengenai jumlah data, nilai maksimum, minimum, mean atau nilai tengah dan standar deviasi. Berikut tabel analisis deskriptif

statistik:

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel deskriptif statistik tersebut dapat dilihat bahwa variabel kepangkatan Bintara dengan jumlah (N) sebanyak 60 responden mempunyai nilai rata-rata 2,20; dengan nilai minimum 1 dan nilai maksimum 5. Sedangkan standar deviasi sebesar 1,162. Dan variabel persepsi sukses dengan jumlah data sebanyak (N) 60 responden mempunyai nilai rata-rata sebesar 12,03; dengan nilai minimum 7 dan nilai maksimum 16. Sedangkan standar deviasi untuk unsur sukses sebesar 1,931.

Hasil Uji Korelasi

Hasil pengukuran uji korelasi unsur kesuksesan dengan kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara melalui perhitungan SPSS 20.0 dengan metode pearson product moment

correlation sebagai berikut

Tabel 4.7 Korelasi Persepsi Sukses dengan Kepangkatan Bintara Unsur Kesuksesan Kepangkatan Polri

Persepsi Sukses Pearson Correlation 1 .103 Sig. (2-tailed) .435 N 60 60 Kepangkatan Polri Pearson Correlation .103 1 Sig. (2-tailed) .435 N 60 60

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.7, responden yang terlibat dalam penelitian sebanyak 60 personil polisi bertaraf Bintara. Uji korelasi antara unsur kesuksesan dengan kepangkatan anggota Polri adalah 0,103 dengan nilai signifikan 0,435 > 0,05. Nilai signifikansi 0,435 lebih besar dari 0,05 menginterpretasikan bahwa Ho diterima, yang artinya bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara persepsi sukses dengan jenjang kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara.

Parker dan Chusmir (dalam Dyke & Murphy, 2006) memaparkan lima dimensi keberhasilan berdasarkan kehidupan pribadi yaitu, status finansial, tanggungjawab atau kontribusi terhadap masyarakat, hubungan keluarga, pemenuhan profesional atau karir yang progresif, serta pemenuhan pribadi. Selain itu, menurut Munadi (2007), kesuksesan yang hakiki tidak terlepas dari nilai religius atau keimanan seseorang. Berdasarkan teori tersebut, peneliti berasumsi bahwa polisi memiliki gambaran diri atau persepsi pribadi yang sukses berdasarkan lima persepsi sukses, yaitu keluarga, profesionalitas kerja, religiusitas, responsibilitas, serta

Tabel 4.6 Deskriptif Statistik

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kepangkatan Bintara 60 1 5 2.20 1.162

Persepsi sukses 60 7 16 12.03 1.931

(11)

aspek finansial. Namun pada nyatanya, teori mengenai keberhasilan kehidupan pribadi tersebut jika diterapkan atau dilakukan penelitian pada kelompok anggota Polri berpangkat Bintara tidak memiliki korelasi yang signifikan. Dengan demikian, teori tersebut belum dapat menggambarkan keberhasilan atau tidak terbukti jika diterapkan dalam sampel kelompok kepangkatan Polri bertaraf Bintara.

Analisis Tambahan

Pada sub bab analisis tambahan ini memuat hasil penelitian mengenai perbandingan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses dengan kelompok usia responden, kelompok pendidikan terakhir responden, status pernikahan responden, serta satuan kerja responden.

Perbandingan Nilai Rata-Rata Persepsi Sukses dengan Kepangkatan Bintara

Perbandingan korelasi kelompok kepangkatan Bintara ini bertujuan untuk melihat nilai rata-rata (mean) pada kelompok kepolisian Bintara. Berikut tabel nilai rata-rata kelompok kepangkatan Bintara.

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.8, rata-rata atau (mean) untuk kelompok kepangkatan Briptu adalah 12,28; Brigadir sebesar 11,50; Bripka sebesar 12,45; Aipda sebesar 11,00; dan Aiptu sebesar 13,20. Nilai rata-rata atau (mean) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata nilai persepsi sukses untuk personil polisi berpangkat Aiptu merupakan yang paling tinggi, selanjutnya polisi berpangkat Bripka, Briptu, Brigadir, dan anggota polisi berpangkat Aipda memiliki nilai persepsi sukses yang paling rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata (mean) persepsi sukses tertinggi sebesar 13,20 pada kelompok personil polisi berpangkat Aiptu. Dan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses terendah sebesar 11,00 pada kelompok personil polisi berpangkat Aipda.

Perbandingan Nilai Rata-Rata Persepsi Sukses Dengan Kelompok Usia Responden

Perbandingan korelasi persepsi sukses dengan kelompok usia responden ini bertujuan untuk melihat nilai rata-rata (mean) pada kelompok kepolisian Bintara berdasarkan kelompok usia responden. Berikut tabel nilai rata-rata persepsi sukses berdasarkan kelompok usia:

Tabel 4.9 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Kelompok Usia Persepsi Sukses

Tabel 4.8 Deskriptif Kelompok Kepangkatan Bintara Persepsi Sukses

N Mean Std.

Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower Bound Upper Bound

Briptu 18 12.28 2.164 .510 11.20 13.35 9 16 Brigadir 24 11.50 1.865 .381 10.71 12.29 7 15 Bripka 11 12.45 1.968 .593 11.13 13.78 8 16 Aipda 2 11.00 1.414 1.000 -1.71 23.71 10 12 Aiptu 5 13.20 .447 .200 12.64 13.76 13 14 Total 60 12.03 1.931 .249 11.53 12.53 7 16

(12)

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower Bound Upper Bound

20-29 23 11.87 2.222 .463 10.91 12.83 9 16

30-39 30 11.90 1.845 .337 11.21 12.59 7 16

40-49 4 13.25 .500 .250 12.45 14.05 13 14

>50 3 13.00 1.000 .577 10.52 15.48 12 14

Total 60 12.03 1.931 .249 11.53 12.53 7 16

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.9, rata-rata (mean) untuk kelompok usia responden antara 20-29 tahun sebesar 11,87; usia 30-39 tahun sebesar 11,90; usia 40-49 tahun sebesar 13,25; dan untuk usia diatas 50 tahun sebesar 13,00. Nilai rata-rata (mean) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai persepsi sukses untuk personil Polri yang berada pada rentang usia antara 40-49 tahun merupakan yang paling tinggi, pada urutan kedua adalah polisi dengan rentang usia lebih dari 50 tahun, pada urutan ketiga polisi dengan rentang usia antara 30-39 tahun, dan pada urutan keempat adalah polisi dengan rentang usia antara20-29 tahun merupakan kelompok yang paling rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata (mean) persepsi sukses tertinggi sebesar 13,25 kelompok personil polisi yang berada pada rentang usia 40-49 tahun. Dan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses terendah sebesar 11,87 pada rentang usia personil polisi antara 20-29 tahun.

Perbandingan Nilai Rata-Rata Persepsi Sukses Dengan Pendidikan Terakhir Responden Perbandingan korelasi persepsi sukses dengan jenjang pendidikan terakhir responden ini bertujuan untuk melihat secara berurut nilai rata-rata (mean) dari yang paling tinggi sampai dengan yang paling rendah pada kelompok kepolisian Bintara. Berikut tabel nilai rata-rata persepsi sukses berdasarkan pendidikan terakhir responden:

Tabel 4.10 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Jenjang Pendidikan Terakhir Persepsi Sukses

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Min Max Lower Bound Upper Bound

SMA 35 12.09 1.721 .291 11.49 12.68 9 16

Diploma 1 14.00 . . . . 14 14

Sarjana 24 11.88 2.232 .456 10.93 12.82 7 16

Total 60 12.03 1.931 .249 11.53 12.53 7 16

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.10, rata-rata (mean) untuk kelompok pendidikan terakhir SMA sebesar 12,09; pendidikan terakhir responden bergelar diploma sebesar 14,00; pendidikan terakhir responden bergelar sarjana sebesar 11,88; Nilai rata-rata (mean) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai persepsi sukses untuk personil Polri yang bergelar diploma merupakan yang paling tinggi, pada urutan kedua adalah polisi yang memiliki pendidikan terakhir SMA atau SMK atau STM, pada urutan ketiga polisi yang memiliki pendidikan terakhir sarjana merupakan kelompok dengan nilai persepsi sukses yang paling rendah.

(13)

Kesimpulannya adalah nilai rata-rata (mean) persepsi sukses tertinggi berdasarkan pendidikan terakhir anggota polisi sebesar 14,00 pada kelompok personil polisi yang bergelar diploma. Dan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses terendah sebesar 11,88 pada kelompok personil polisi bergelar sarjana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Bland (1999), yang memaparkan bahwa kualifikasi pendidikan tidak dapat memprediksi pencapaian keberhasilan karir seorang personil polisi. Dengan demikian, persepsi sukses personil polisi memiliki kecenderungan meningkat berdasarkan pada pengalaman mereka dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan ditentukan oleh harapan pribadi ataupun kualifikasi pendidikan.

Perbandingan Nilai Rata-Rata Persepsi Sukses Dengan Status Pernikahan Responden Perbandingan korelasi persepsi sukses dengan kelompok status pernikahan responden ini bertujuan untuk melihat secara berurut nilai rata-rata (mean) dari yang paling tinggi sampai dengan yang paling rendah pada kelompok kepolisian Bintara. Berikut tabel nilai rata-rata persepsi sukses berdasarkan status pernikahan responden:

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.11, rata-rata (mean) untuk personil polisi yang berstatus belum menikah sebesar 12,90; dan para personil polisi berstatus menikah memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 11,86. Nilai rata-rata (mean) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai persepsi sukses tertinggi untuk personil Polri dengan status belum menikah. Sedangkan para personil Polri dengan status menikah memiliki nilai persepsi sukses yang lebih rendah.

Perbandingan Nilai Rata-Rata Persepsi Sukses Dengan Satuan Kerja Responden

Perbandingan korelasi persepsi sukses dengan satuan kerja responden ini bertujuan untuk melihat secara berurut nilai rata-rata (mean) dari yang paling tinggi sampai dengan yang paling rendah pada kelompok kepolisian Bintara. Berikut tabel nilai rata-rata persepsi sukses berdasarkan satuan kerja responden:

Tabel 4.12 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Satuan Kerja Persepsi Sukses

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower Bound Upper Bound

Polsek 7 11.00 1.826 .690 9.31 12.69 9 14

Polres 12 12.25 1.545 .446 11.27 13.23 10 15

Dit. Sabhara 10 13.40 1.430 .452 12.38 14.42 11 16

Tabel 4.11 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Status Pernikahan Persepsi Sukses

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Min Max Lower Bound Upper Bound

Belum

Menikah 10 12.90 2.132 .674 11.38 14.42 11 16

Menikah 50 11.86 1.863 .263 11.33 12.39 7 16

(14)

Dit. Pam Obvit 2 12.50 3.536 2.500 -19.27 44.27 10 15 Den. Gegana 17 12.00 2.000 .485 10.97 13.03 9 16 Dit. Lantas 3 12.67 .577 .333 11.23 14.10 12 13 Intel 1 12.00 . . . . 12 12 Brimob 5 11.20 2.168 .970 8.51 13.89 8 14 Yamma 1 7.00 . . . . 7 7 Reskrim 2 11.00 .000 .000 11.00 11.00 11 11 Total 60 12.03 1.931 .249 11.53 12.53 7 16

Sumber: Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.9, rata-rata (mean) untuk kelompok satuan kerja personil Polri di Polsek sebesar 11,00; satuan kerja Polres sebesar 12,25; satuan kerja Dit.Sabhara sebesar 13,40; satuan kerja Dit.Pam Obvit atau pengamanan objek vital sebesar 12,50; satuan kerja Densus Gegana sebesar 12,00; satuan kerja Dit.Lantas Polda Metro Jaya sebesar 12,67; satuan kerja Intel sebesar 12,00; satuan kerja Brimob sebesar 11,20; satuan kerja Yamma sebesar 7,00; dan satuan kerja Reskrim sebesar 11,00.

Jika diurutkan berdasarkan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses personil Polri berdasarkan kepangkatan Bintara, nilai tertinggi berada pada satuan kerja Dit.Sabhara, kedua adalah satuan kerja Dit.Lantas Polda Metro Jaya, ketiga adalah Dit.Pengamanan Objek Vital (Dit.Pam Obvit), keempat adalah satuan kerja polisi di Polres, kelima dan keenam adalah satuan kerja Densus Gegana dan Intel, urutan ketujuh adalah satuan kerja Brimob, urutan satuan kerja kedelapan dan kesembilan adalah Polsek dan Reskrim, serta urutan kesepuluh adalah satuan kerja Yamma. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata (mean) persepsi sukses tertinggi berdasarkan satuan kerja sebesar 13,40 yaitu satuan kerja Dit.Sabhara. Dan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses terendah sebesar 7,00 adalah satuan kerja Yamma.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Sering kali kita sebagai masyarakat atau publik beranggapan bahwa kesuksesan seorang anggota kepolisian dinilai berdasarkan lima aspek kesuksesan, yaitu keluarga, profesionalitas kerja, nilai religiusitas, responsibilitas kerja, serta aspek finansial. Tanpa bukti-bukti empiris, bukanlah tidak mungkin kelima unsur kesuksesan tersebut dijadikan alasan untuk menilai kinerja anggota kepolisian. Atas dasar itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkorelasikan persepsi sukses personil Polri dengan jenjang kepangkatan bertaraf Bintara.

Personil anggota Polri merupakan figur yang menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Dengan menggunakan uji korelasional pearson moment product, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan gambaran penilaian anggota Polri sebagai polisi sukses yang dikelompokkan berdasarkan kelompok kepangkatan bertaraf Bintara serta mengkorelasikan kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dengan kriteria indikator polisi sukses. Kelompok anggota Polri dalam penelitian ini adalah personil polisi bertaraf Bintara serta Bintara Tinggi dalam wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).

(15)

Berdasarkan hasil deskriptif antara kepangkatan Bintara dengan nilai rata-rata (mean) persepsi sukses tertinggi sebesar 13,20 pada kelompok kepangkatan Aiptu, selanjutnya kepangkatan Bripka sebesar 12,45; Briptu sebesar 12,28; Brigadir sebesar 11,50; dan untuk kelompok kepangkatan Aipda sebesar 11,00. Dengan demikian, jika diurutkan nilai rata-rata persepsi sukses adalah kelompok Aiptu, Bripka, Briptu, Brigadir, dan Aipda.

Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara unsur kesuksesan dengan jenjang kepangkatan bertaraf Bintara adalah 0,103 dengan signifikasi 0,435 > 0,05. Dengan demikian, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang artinya adalah tidak ada hubungan secara signifikan antara persepsi sukses dengan jenjang kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara.

Diskusi

Dari hasil penelitian didapat bahwa kepangkatan Aiptu, Bripka, Briptu, Brigadir, dan Aipda merupakan urutan kelompok kepangkatan dengan nilai rata-rata (mean) tertinggi sampai dengan terendah. Melalui metode kuesioner terkait persepsi sukses dengan kepangkatan anggota Polri, personil polisi bertaraf Bintara selaku responden dalam penelitian ini dapat memberikan jawaban yang informatif. Item kuesioner dalam peneltiain ini dibangun berdasarkan lima domain yaitu domain keluarga, profesionalitas, religiusitas, responsibilitas, dan finansial. Jika dibandingkan dengan item valid dari keempat domain lainnya, item pada domain finansial merupakan item paling banyak dengan jumlah 6 buah item valid dari total item domain finansial sebanyak 10 item. Hal tersebut memungkinkan bahwa aspek finansial menjadi motivasi utama para personil polisi dalam menilai pribadi yang sukses. Menurut Effendi (2002), uang merupakan salah satu konsekuensi yang sangat penting bagi seorang karyawan, sebab uang dapat menjadi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer. Selain itu, Nawawi (dalam Latief, 2010) menjelaskan aspek finansial berupa insentif merupakan penghargaan yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerja lebih tinggi. Dengan demikian, kebutuhan finansial menjadi keutamaan seorang pegawai untuk bekerja, serta dapat mempengaruhi produktivitas kinerja yang dihasilkan.

Banyaknya item kuesioner yang tidak valid dalam penelitian ini, memungkinkan item-item kuesioner dipersepsikan tidak penting atau tidak menggambarkan kondisi responden. Hal tersebut dapat disebabkan acuan unsur sukses menurut responden tidak berdasarkan lima dimensi tersebut. Dimensi kesuksesan berbeda-beda sesuai dengan konsep dan tujuannya. Selain itu, perbedaan persepsi dalam diri setiap manusia dipengaruhi oleh perbedaan budaya, pengalaman masa lalu, memori atau ingatan, motivasi serta emosi individu (Lahey, 2008).

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi peneliti dalam pengambilan data kuesioner, banyaknya responden untuk menolak atau tidak bersedia mengisi kuesioner juga mempengaruhi nilai validitas item. Responden melihat atau meniru jawaban oranglain tidak berdasarkan persepsi dan pemahaman dalam dirinya, beberapa pernyataan terlewat atau tidak diisi oleh responden, dalam satu jawaban responden mengisi lebih dari satu jabawan, serta identitas responden yang tidak diisi dengan lengkap. Hal-hal tersebut juga mempengaruhi nilai validitas item dalam penelitian. Dengan demikian, nilai validitas item yang rendah tidak berarti item kuesioner dalam penelitian ini lemah. Tetapi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan responden dalam penelitian, serta acuan sukses yang dipersepsikan oleh responden.

Saran Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat peneliti berikan untuk pengembangan penelitian ini maupun penelitian pada masa yang akan datang, pertama adalah

(16)

untuk mendapatkan nilai validitas item yang tinggi ada baiknya jika jumlah item dalam penelitian ditambah agar item-item pada masing-masing domain serta indikator perilaku dapat setara jumlahnya. Kedua, item-item dalam penelitian ini penting untuk digali lebih mendalam agar item-item tersebut dapat benar-benar menggambarkan kondisi atau persepsi para responden. Ketiga, sampel dalam penelitian dapat diperluas agar dapat mewakili populasi. Sebab, semakin banyak jumlah responden dalam penelitian maka dapat menggambarkan populasi penelitian dalam jumlah besar.

Keempat, untuk memperkaya penelitian di masa yang akan datang, penelitian ini dapat diterapkan pada kepangkatan anggota Polri lainnya. Melibatkan kepangkatan anggota Polri bertaraf Perwira Pertama sampai dengan Perwira Tinggi membuat penelitian jauh lebih variatif dan menarik agar dapat tergambarkan peran sukses Polri. Ataupun penelitian ini dapat diterapkan pada populasi yang berbeda lainnya. Kelima, hasil penelitian ini menyajikan bukti empiris yang didukung dengan penghitungan statistik. Penggunaan metode yang lebih variatif membuat penelitian ini maupun penelitian di masa yang akan datang terasa lebih menarik dibandingkan hanya sebatas informasi statistik.

REFERENSI

Anastasi,A., Urbina,S. (2007). Tes Psikologi (Psychological Testing). Jakarta: PT Indeks.

Atosokhi, A, G., Panca, A, Y, W. (2005). Character Building IV Relasi dengan Dunia (Alam,

Iptek & Kerja). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Bland, N., Mundy, G., Russell, J., Tuffin, R. (1999). Career Progression of Ethnic Minority

Police Officers. London: Policing and Reducing Crime Unit.

Carey, P., Warner, J. (2005). Measuring the Pulse of the Enterprise: Getting the Most from

Organizational Surveys. Amherst: HRD Press.

Connaway, L, S., Powell, R, R. (2010). Basic Research Methods For Librarians (5th ed.). California : Americans Association of School Librarians.

Corey, S, H. (2003). Police Stress and The Effects on The Family. Amerika: Madison Heights Police Department.

Dyke, L, S., Murphy, S, A. (2006). How We Define Success: A Qualitative Study of What Matters Most to Women and Men. Sex Roles 55. 357-371.

Effendi, M, T, H. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Grasindo.

Gravetter, F, J., Forzano, L, B. (2012). Research Methods: For the Behavioral Science (4th ed.). Wadsworth: Cengage Learning.

Hannequin, E. (2007). What “Career Success” Means to Blue Collar Workers. Career

Development International 12 (6). 565-581.

Howitt, D. (2012). Introduction to Forensic and Criminal Psychology (4th ed.). England: Pearson Education Limited.

Indria, K., & Nindyati, A. D. (2007). Kajian Konformitas dan Kreativitas Affective Remaja.

Jurnal provitae, 3(1), 97.

Kaplan, Robert M., Dennis P. Saccuzzo. (2005). Psychological Testing: Principles, Applications,

(17)

Lahey, B. (2007). Psychology an Introuction (9th ed.). New York: The Mc Graw – Hill Companies.

Latief, B. (2010). Faktor Berpengaruh Terhadap Kinerja Personil Kepolisian Polres Pangkep Kabupaten Pangkep. Jurnal Economic Resources, (11) 31.

Laurens, J, M. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT Grasindo.

Lestari, S. (2008). Psikologi Keluarga-Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

Keluarga. Jakarta: PT Prenada Media Group.

Mustafa, H. (2000). Teknik Sampling. Diunduh Mei 22, 2012, dari http://home.unpar.ac.id/~ hasan/ SAMPLING

Myendeki, A, N. (2008). Job Stress, Burnout and Coping Strategies of South African Police

Officers.

Nasution, R. (2003). Teknik Sampling. Diunduh Mei 10, 2012, dari

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf

Nogi, H, S, T. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.

Norris, R, A. (2006). Issues of Religious Diversity Affecting Visible Minority Ethnic Police

Personnel in The Workplace. Birmihgam: University of Birmingham.

Nursalam., Effendi, F. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Octaviani, E, D., Rustam, A., Rohmatun. (2011). Religiusitas dan Kedisiplinan Pada Anggota

Polri. Proyeksi, 6 (2). 58-67.

Priyatno, D. (2011). Buku Pintar Statistik Komputer. Yogyakarta: MediaKom.

Priyatno, D. (2011). Buku Saku Analisis Statistik Data SPSS. Yogyakarta: MediaKom. Rahardjo, S. (2002). Membangun Polisi Sipil. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Sanders, B, A. (2008). Using Personality Traits to Predict Police Officer Performance. Criminology And Law Enforcement, 31 (1). 129-147. Diunduh Desember 29, 2011, dari http://search.proquest.com/docview/211304661?accountid=31532

Santoso, S. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sarwono, S, W. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rajawali.

Satiadarma, M, P. (2004). Pendidikan Kreativitas Ataukah Pendidikan Moral?. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Schultz, D., Ellen, S, S. (2006). Psychology and Work Today (9th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Seniati,. Liche,. Aries Yulianto,. Bernadette N. Setiadi. (2009). Psikologi Eksperimen. Jakarta : PT Indeks.

Shaughnessy, J. J., Zechmeister, E. B, & Zechmeister, J. S. (2009). Research methods in

psychology (8th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Sunaryo. (2002). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(18)

Nama Penulis : Riana Kusumawardani Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang/09 April 1990 Pendidikan S1 : Universitas Bina Nusantara

Tahun : 2008-2013

Jurusan : Psikologi

Fakultas : Humaniora

Gambar

Tabel 4.7 Korelasi Persepsi Sukses dengan  Kepangkatan Bintara  Unsur Kesuksesan  Kepangkatan Polri
Tabel 4.9 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Kelompok Usia  Persepsi Sukses
Tabel 4.10 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Jenjang Pendidikan Terakhir  Persepsi Sukses
Tabel 4.12 Deskriptif Nilai Persepsi Sukses berdasarkan Satuan Kerja   Persepsi Sukses

Referensi

Dokumen terkait