• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan Bahasa Isyarat Indonesia Berbasis Sensor Accelerometer dan Sensor Flex Menggunakan Dynamic Time Warping

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengenalan Bahasa Isyarat Indonesia Berbasis Sensor Accelerometer dan Sensor Flex Menggunakan Dynamic Time Warping"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengenalan Bahasa Isyarat Indonesia

Berbasis Sensor Accelerometer dan Sensor Flex

Menggunakan Dynamic Time Warping

Mohammad Iqbal

1,2)

I Ketut Eddy Purnama

1)

Mauridhi Hery Purnomo

1)

1) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111 2)

Jurusan Teknik Elektro, Universitas Muria Kudus, Gondangmanis Kudus 59352 email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected].

Abstrak – Bahasa isyarat bisasanya digunakan

untuk berkomunikasi di kalangan tuna rungu, tapi untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat luas diperlukan perantara, yaitu seorang penerjemah yang mengerti bahasa isyarat atau suatu alat bantu (piranti) yang mampu mampu mengenali bahasa isyarat. Dalam makalah ini dibahas tentang pengenalan bahasa isyarat indonesia berbasis sensor accelerometer dan sensor flex menggunakan metode dynamic time warping. Dari data-data sensor dilakukan ekstraksi ciri yaitu bentuk lekukan jari-jari tangan dan gerakan tangan terhadap sumbu x, y dan z. Vektor ciri yang didapat dari data testing kemudian dicocokkan dengan data template, satu per satu, menggunakan metode dynamic time warping. Data template yang paling cocok diukur berdasarkan nilai jarak (distance) yang paling minimum. Pengujian dengan dilakukan menggunakan dataset 200 data yang terdiri dari 10 kelas (isyarat kata), dimana masing-masing kelas terdiri dari 20 data. Untuk data testing diambil 10 data untuk tiap-tiap kelas, dan 10 sisanya sebagai data template. Hasil pengujian menunjukkan akurasi mencapai 100%.

Kata Kunci: bahasa isyarat indonesia, dynamic

time warping DTW

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi, telah dilakukan penelitian dalam rangka untuk menghasilkan piranti bantu untuk menerjemahkan bahasa isyarat ke dalam tulisan dan atau suara. Kategori penelitian yang dilakukan, dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendekatan berbasis visi komputer (computer

vision)[5][6] dan pendekatan berbasis data sensor[7][8][9]. Pada pendekatan berbasis visi komputer digunakan file video streaming atau langsung melalui kamera yang menangkap gerakan bahasa isyarat. Pendekatan ini lebih sulit, karena sebelum dilakukan proses pengenalan harus dilakukan pra proses berupa pengolahan citra (image

processing) dulu, seperti segmentasi dan tracking

tangan, sehingga dibutuhkan waktu komputasi yang lebih lama. Selain itu terdapat permasalahan pada visi komputer sendiri, seperti noise, perbedaan intensitas, dan occlusion. Sedangkan pada pendekatan berbasis data sensor, dilakukan dengan menggunakan rangkaian sensor yang terintegrasi dengan sarung tangan (glove). Sensor ini menghasilkan besaran listrik yang terukur, untuk mengetahui derajat tekukan jari-jari tangan dan gerakan tangan. Sedangkan metode yang banyak digunakan adalah HMM (Hidden Markov Model) [6][7] dan ANN (Artificial Neural Network) [5][8][9].

Khusus untuk pengenalan bahasa isyarat Indonesia berbasis sensor telah dilakukan penelitian oleh Evita [9] dengan menggunakan metode ANN, dimana data-data yang diolah, diperoleh dari sensor flex, yang meliputi informasi lelukan jari-jari tangan, lekukan pergelangan, lekukan lengan dan lekukan bahu. Pada makalah ini diusulkan metode Dynamic Time

Warping (DTW) untuk pengenalan bahasa isyarat

Indonesia berbasis sensor. Pada penelitian ini, selain digunakan sensor flex untuk mengetahui informasi bentuk tangan oleh lekukan jari-jari, juga digunakan sensor accelerometer untuk mendapatkan informasi gerakan tangan. DTW merupakan teknik penyelarasan (aligment) data yang bersifat sekuensial (time series). Teknik DTW yang secara umum telah digunakan pada pengenalan suara, tetapi dalam perkembangannya, DTW juga telah diterapkan untuk aplikasi lain, diantaranya untuk pengenalan gerak isyarat (gesture)[1], data mining [4] dan verfikasi tanda tangan[2].

2. SISTEM PENGENALAN BAHASA ISYARAT INDONESIA

Bahasa isyarat isyarat Indonesia juga dikenal dengan istilah SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Isyarat dalam SIBI secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu isyarat alfabet dan isyarat kata. Untuk isyarat alfabet, SIBI mengacu kepada ASL (American Sign Language), sedangkan untuk isyarat kata terdapat standar khusus kata bahasa Indonesia

P

(2)

dan dibakukan dalam bentuk kamus sistem isyarat bahasa Indonesia. Isyarat alfabet biasanya digunakan terbatas, yaitu untuk mengeja nama atau kata yang belum tercantum dalam kosa kata kamus. Isyarat kata lebih banyak digunakan dalam prakteknya dan memiliki jumlah isyarat yang jauh lebih besar. Baik isyarat alfabet maupun isyarat kata memiliki komponen-komponen isyarat. Komponen isyarat yang utama adalah bentukan jari-jari tangan dan gerakan tangan. Pada sebagian besar isyarat kata, gerakan tangan lebih dominan dan bervariasi dibandingkan dengan bentukan jari-jari tangan. Oleh karena itu, pada penelitian Evita[9] yang hanya menggunakan sensor flex, akurasi pengenalannya turun drastis dari 83,18% untuk isyarat kata yang statis menjadi 49,58% untuk isyarat kata yang dinamis.

Dalam penelitian ini, pengenalan juga ditujukan untuk isyarat kata bahasa Indonesia, tetapi dengan penambahan jenis sensor yang lain dan penggunaan metode yang berbeda. Dua informasi komponen utama isyarat kata diukur dengan penggunaan sensor flex dan sensor accelerometer yang diintegrasikan dalam bentuk sarung tangan sebagai piranti akusisi data. Blok diagram sistem pengenalan bahasa isyarat Indonesia berbasis sensor accelerometer dan sensor

flex dengan metode DTW ditunjukkan pada gambar 1.

Akusisi Data Data Testing File Dataset Data Template Ekstraksi Ciri Ekstraksi Ciri Pencocokan Template DTW Nilai Pencocokan Piranti Akusisi Data

Gambar 1: Diagram blok sistem pengenalan bahasa isyarat Indonesia menggunakan DTW

2.1. Piranti akusisi data

Untuk mendapatkan ciri berupa bentuk dan gerakan tangan, didesain dan dibuat rangkaian sensor yang diintegrasikan dengan sarung tangan sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2. Sensor yang digunakan adalah 5 buah sensor flex dan sebuah

accelerometer 3 axis. Sensor flex bersifat resisif

terhadap tekukan, dimana ketika ditekuk nilai resistansi semakian besar sampai dengan 110kΩ dari kondisi normalnya 10kΩ dengan toleransi ±30% [10]. Sedangkan untuk sensor accelerometer digunakan modul Parallax yang mengintegrasikan sensor accelerometer Hitachi H48C dengan ADC (Analog to Digital Converter 12 bit. Keluaran modul H48C ini berupa data counting 12 bit, dimana untuk menghitung nilai akselarasinya digunakan rumus sebagaimana ditentukan di dalam

datasheet-nya [12]. Accelerometer Hitachi H48C

dapat mengukur akselarasi dinamis dan akselerasi statis (kemiringan) untuk tiga sumbu x, y dan z dengan batas pengukuran ±3g, dan non-linieritas ±2%.

Rangkaian elektronika pada sarung tangan dilengkapi dengan mikrokontroler AVR ATMega8 untuk komunikasi data secara serial dengan komputer dalam proses akusisi data.

sensor flex

accelerometer

Antarmuka USB2Serial

Gambar 2: Sarung tangan terintegrasi sensor

2.2. Akusisi Data

Data dari sensor dibaca oleh mikrokontroler, kemudian dikirimkan ke komputer melalui komunikasi serial dengan menggunakan antarmuka

USB2Serial pada frekuensi sampling 10 Hz. Data

sensor yang diambil memiliki 9 besaran yang masing-masing mewakili:

a. lekukan jari jempol b. lekukan jari telunjuk c. lekukan jari tengah d. lekukan jari kelingking e. lekukan jari manis f. akselarasi pada sumbu X g. akselarasi pada sumbu Y h. akselarasi pada sumbu Z

i. nilai referensi untuk menghitung akselarasi X, Y dan Z.

Untuk kelima data lekukan jari telah dinormalisasi untuk menyamakan perbedaan nilai toleransi dari di antara sensor-sensor flex yang digunakan. Besaran lekukan jari dinormalisasi pada range nilai 0 sampai 20 menggunakan persamaan 1 sebelum disimpan dalam file dataset.

20

*

max min min

X

X

X

X

X

i norm

(1)

Sedangkan untuk besaran akselarasi masih berupa data counting, yang diambil 8-bit MSB (Most

Significant Bit) dari 12 bit data counter-nya. Untuk

mendapatkan nilai akselerasi yang sebenarnya diperlukan perhitungan khusus yang dijelaskan pada bagian ekstraksi ciri. Contoh data gerak isyarat kata ‘cahaya’ yang tersimpan pada dalam bentuk file dengam format teks pada proses akusisi data diperlihatkan pada tabel 1. Data yang tersimpan adalah data sekuensial, dengan panjang

(3)

(baris) yang berbeda yang bergantung jenis isyarat kata dan kecepatan gerakan pada saat melakukan isyarat. Pada contoh, panjang data isyarat kata ‘cahaya’ adalah 17.

Tabel 1. Contoh data sekuensial isyarat kata ‘cahaya’

Kolom [c1…c5] adalah data dari sensor flex untuk lekukan jari jempol sampai dengan jari kelingking, sedangkan [c6..c9] adalah data dari sensor

accelerometer untuk sumbu X, Y, Z dan referensi.

Baris [r1..r17] menunjukkan urutan data diambil/disimpan, yaitu dari awal gerakan isyarat satu kata sampai dengan selesai gerakan isyarat kata tersebut.

Gerak isyarat kata bahasa Indonesia yang dilakukan mengacu pada video gerak isyarat yang terdapat pada [11] yang merupakan visualisasi dari gambar dua dimensi dalam kamus sistem isyarat bahasa Indonesia.

2.3. Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri dilakukan untuk mendapatkan besaran-besaran yang menunjukkan kekhususan dari data yang diolah. Ekstraksi ciri ini merupakan salah satu bagian terpenting dan berpengaruh terhadap akurasi hasil pengenalan. Untuk data testing dan data template dilakukan ekstraksi ciri yang sama untuk mendapatkan vektor ciri. Vektor ciri terdiri dari nilai-nilai hasil olahan data flex dan data accelerometer yang membentuk baris angka (nilai).

Untuk data sensor flex yang mewakili ciri bentuk tangan, dihitung nilai rata-rata dan nilai simpangan baku (standard deviation) untuk tiap-tiap lekukan jari. Penggunaan nilai simpangan baku, dimaksudkan untuk mewakili perubahan lekukan tangan yang terjadi selama melakukan gerak isyarat kata.

N i i

X

N

X

1

1

(2)

N i i

X

X

N

1 2

)

(

1

(3)

Sedangkan untuk data accelormeter dihitung nilai akselerasi a yang sebenarnya, digunakan rumus yang sebagaimana tercantum dalam datasheet [12], dimana

a = (c – reff) * 0.0022 * 16 (4)

Nilai akselerasi a ini relatif kecil terhadap nilai normalisasi lekukan jari, sehingga dilakukan kuantisasi nilai akselarasi a untuk masing-masing sumbu X, Y dan Z berdasarkan tabel 2. Proses kuantisasi juga bertujuan untuk mengatasi ketidaklinieran sensor accelerometer, yaitu dengan membagi range pengukuran menjadi beberapa

sub-range yang kemudian dikuantisasi secara

linier [15].

Tabel 2. Kuantisasi akselerasi

2.4. Dynamic Time Warping

Gerak isyarat merupakan data sekuensial (time

series) dimana tiap elemen data diukur dan

disimpan pada satu periode waktu yang tetap antara elemen satu dengan yang berikutnya. Salah satu metode untuk membandingkan dua data sekunesial dengan panjang yang berbeda adalah dengan algoritma Dynamic Time Warping (DTW). Penjelasan algoritma secara lengkap dapat ditemukan pada [3].

Jika diasumsikan terdapat dua data sekuensial, Q dan C, dengan panjang masing-masing n dan m dimana

Q = q1, q2, ..., qi, ..., qn (5)

C = c1, c2, ..., cj, ...., cm (6)

Maka untuk menyelaraskan (align) kedua sekuensial tersebut mengunakan DTW, dibentuk matriks m x n dimana elemen matriks (i,j) berupa nilai jarak d(qi,cj) antara dua titik qi dan, yaitu

d(qi,cj) = (qi– cj)2. Setiap elemen matriks (i,j)

berhubungan dengan penyelarasan (alignment) antara titik qi dan cj sebagaimana ditunjukkan pada

gambar 3. Warping path W merupakan sekelompok elemen matriks yang berdampingan yang mendefinisikan pemetaan antara Q dan C. Elemen ke-k dari W dirumuskan sebagai wk = (i,j)k, sehingga

(4)

W = w1, w2, ..., wk, ..., wK (7)

dimana: max(m,n) K < m+n – 1

Sedangkan path didefinisikan sebagai jarak kumulatif D(i,j) yaitu jarak d(ci,qj) untuk elemen

tersebut ditambah dengan minimum dari jarak kumulatif dari elemen bertetanggaan (adjacent).

D(i,j) = d(ci,qj)+min{D(i-1,j-1),D(i-1,j),D(i,j-1)} (8)

Setelah didapatkan warping path yang optimal maka jarak atau warping cost dihitung berdasarkan persamaan (9).

DTW(Q,C) = min (9)

DTW memiliki kompleksitas waktu komputasi O(nm).

Gambar 3 : A) dua sekuensial Q dan C; B) matrik warping dimana bagian yang gelap adalah warping path yang optimal; C) hasil penyelarasan [3]

2.5. Evaluasi Kinerja Sistem

Kinerja sistem pengenalan bahasa isyarat ini dievaluasi menggunakan confusion matrix. Confusion matrix berisi informasi detail tentang hasil

pengenalan (klasifikasi) oleh sistem terhadap data

testing yang disusun membentuk matrik. Elemen

pada diagonal utama () confusion matrix menunjukkan jumlah data testing yang dikenali dengan benar (sesuai kelasnya) oleh sistem,

sedangkan yang di luar diagonal utama adalah yang salah dikenali oleh sistem [14]. Contoh confusion

matrix hasil pengenalan ditunjukkan pada tabel 4.

Dengan menggunakan data confusion matrix ini, dapat diperoleh beberapa besaran untuk mengukur kinerja sistem, diantaranya yang digunakan dalam penelitian ini adalah akurasi (accuracy) dan sensitivitas (sensitivity).

Akurasi digunakan untuk mengukur prosentase pengenalan secara keseluruhan dan dihitung sebagai jumlah data testing yang dikenali dengan benar (sesuai kelasnya) dibagi dengan jumlah seluruh data

testing.

Sedangkan sensitivitas atau yang disebut juga recall digunakan untuk mengukur prosentase pengenalan untuk masing-masing kelas dan dihitung sebagai jumlah data testing untuk satu kelas tertentu yang dikenali dengan benar (sesuai kelasnya) dibagi dengan jumlah seluruh data testing untuk kelas tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melakukan pengujian, diambil data 10 kelas gerak isyarat kata yang masing-masing mempunyai 20 data sampel, sehingga terdapat total 200 dataset. Dari 20 data sampel, diambil 10 data sampel untuk masing-masing kelas sebagai data testing dan 10 sisanya sebagai data template. Perangkat yang digunakan untuk komputasi menggunakan Netbook

Acer Aspire 3810T dengan spesifikasi Intel Core2Solo 1,4GHz FSB 800MHz, RAM 2GB DDR3

dan Graphic Card Intel GMA 4500MHD. Sedangkan

tool yg digunakan adalah bahasa pemrograman Delphi versi 7.0 untuk proses akusisi data dan Matlab versi 7.0 untuk komputasi proses

pengenalannya.

Pengujian yang dilakukan adalah dua jenis pengujian, yaitu yang berhubungan prosentase pengenalan dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengenalan.

Gambar 4 : Pengaruh jumlah template terhadap akurasi





K k 1

w

k

(5)

Pengujian pertama dilakukan untuk melakukan pengenalan untuk semua data testing dengan menggunakan data template tiap kelas yang berbeda, yaitu 1 sampai dengan 10. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada gambar 4 dan tabel 3.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar jumlah template, maka dihasilkan akurasi yang semakin besar, tetapi hal ini tidak selalu berlaku untuk sensitivitasnya (yang menunjukkan prosentase pengenalan untuk masing-masing kelas), sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3. Akurasi terbesar adalah 100% dengan menggunakan 10 data

template tiap kelasnya.

Tabel 3. Sensitivitas untuk jumlah template per kelas yang berbeda

Dari 10 kelas, isyarat kata yang sulit dikenali adalah kata ‘abang’, yang oleh sistem dikenali sebagai isyarat kata ‘cacing’ sebagaimana ditunjukkan oleh

confusion matrix pada tabel 4. Isyarat kata ‘abang’

mempunyai awal gerakan tangan yang sama dengan isyarat tangan ‘cacing’, dan pada keduanya terdapat bentukan jari tangan yang hampir sama (sebagaimana gambar 5), sehingga dikenali sama oleh sistem. Gerakan isyarat kata ‘cacing’ lebih pendek dari gerakan isyarat ‘abang’, yang diawali dengan gerakan yang sama dan dengan lekukan telunjuk tangan yang hampir sama, yaitu tangan mengenggam, tapi untuk isyarat kata ‘cacing’ dengan jari telunjuk lurus kemudian menekuk.

Tabel 4. Confusion matrix untuk testing dengan jumlah

template per kelas 5 sampai dengan 8.

Gambar 5 : Isyarat kata ‘abang’ dan ‘cacing’

Pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk proses pengenalan satu data

testing terhadap jumlah template yang berbeda untuk

tiap kelasnya. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6: Pengaruh jumlah template terhadap waktu

Besaran waktu waktu yang terukur sebenarnya relatif bergantung perangkat dan tool komputasi yang digunakan. Oleh karena itu, hasil yang didapat lebih ditujukan untuk sifat linerieritasnya dan kemungkinannya untuk bisa diterapkan pada proses pengenalan secara online.

Hasil pengujian kedua ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah template yang digunakan maka waktu yang diperlukan juga semakin lama, akan tetapi kenaikannya bersifat linier dan dimungkinkan untuk diterapkan pada proses pengenalan secara

online.

4. KESIMPULAN

Penelitian ini mengembangkan sistem pengenalan bahasa isyarat Indonesia berbasis sensor

accelerometer dan sensor flex. Pada tahap penelitian

ini, dilakukan pengujian untuk mengenali 10 isyarat kata (kelas) SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dengan menggunakan metode Dynamic Time

(6)

Warping (DTW). Hasil pengujian menunjukkan

bahwa metode DTW yang digunakan mampu mengenali isyarat kata dengan akurasi sampai dengan 100%.

Sampai saat ini penelitian masih dikembangkan untuk penggunaan dataset yang lebih besar dan kemungkinan penerapan secara langsung (online) dalam bentuk prototipe/alat penerjemah isyarat bahasa Indonesia.

Penelitian ini mendapat bantuan dana dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) untuk periode tahun akademik 2009/2010 sampai dengan 2010/2011.

DAFTAR REFERENSI

[1] Ahmad Akl, Shakrokh Valaee (2010).

Accelerometer-Based Gesture Recognition via Dynamic-Time Warping, Affinity Propagation & Compressive Sensing. IEEE ICASSP.

pp2270-2273

[2] A. Piyush Shanker, A.N. Rajagopalan (2007).

Offline signature verification using DTW. Pattern

Recognition Letters 28, pp. 1407–1414

[3] Eamonn Keogh (2002). Exact indexing of

dynamic time warping. Proceedings of the 28th

VLDB Conference, Hong Kong, China

[4] Eamonn J. Keogh, Michael J. (2000). Scaling up

Dynamic Time Warping for Datamining Applications. ACM. pp.285-289

[5] Y.-H.Lee, C.-Y.Tsai, (2009), Taiwan sign

language (TSL) recognition based on 3D data

and neural networks, Expert Systems with

Applications 36, pp. 1123–1128

[6] M.AL-Rousan et al., (2009), Video-based

signer-independent Arabic sign language recognition using hidden Markov models, Applied Soft

Computing 9, pp. 990–999.

[7] W.Gaoetal, (2004), A Chinese sign language

recognition system based on SOFM/SRN/HMM,

Pattern Recognition 37, pp. 2389–2402

[8] C.Oz, M.C.Leu, (2007), Linguistic properties

based on American Sign Language isolated word recognition with artificial neural networks using a sensory glove and motion tracker, Neuro

computing 70, pp. 2891–2901

[9] Evita Tunjung Sekar (2001), Perancangan dan

Implementasi Prototipe Sistem Pengenalan Bahasa Isyarat. Tesis Magister ITB. Bandung.

[10] Spectra Symbol, Flex Sensor FS [11] http://www.i-chat.web.id

[12] Parallax Inc (2007), Hitachi H48C 3-Axis

Accelerometer Module (#28026) Rev 1.2

[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.

[14] Compumine. Evaluating a classification model

– What does precision and recall tell me?,

http://www.compumine.com/web/public/newsl etter/20071/precision-recall

[15] J. Liu et al. (2009), uWave:

Accelerometer-based personalized gesture recognition and its applications, Pervasive and Mobile Computing 5, pp. 657-675

Gambar

Gambar  1:  Diagram  blok  sistem  pengenalan  bahasa  isyarat  Indonesia menggunakan DTW
Tabel 1. Contoh data sekuensial isyarat kata ‘cahaya’
Gambar 3 : A) dua sekuensial Q dan C; B) matrik warping  dimana  bagian  yang  gelap  adalah  warping  path  yang  optimal; C) hasil penyelarasan [3]
Tabel 3.  Sensitivitas untuk jumlah template per kelas yang  berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.4 Schematic Perancangan Arduino Mega 2560 dengan Sensor Accelerometer ADXL335. Pada tabel 3.1 dapat dilihat allocation list dari perancangan

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi keseluruhan Tesis saya dengan judul “ PENINGKATAN AKURASI PENGENALAN GESTUR DALAM SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA BERBASIS

Sehingga, pada penelitian ini akan dikembangkan pengenalan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) ke teks dengan menggunakan metode Convolutional Neural Network.. CNN

Berdasarkan hasil validasi oleh ahli CAI , ahli materi dan ahli media, Aplikasi Multimedia untuk Pengenalan Bahasa Isyarat bagi Anak Tunarungu Berbasis Android

Alat yang akan dibuat tersebut, nantinya akan dapat menerjemahkan bahasa isyarat melalui pergerakan jari – jari tangan menjadi sebuah huruf (A – N) dan angka (1 – 10) sesuai

Dari hasil skenario uji coba B2 tahap pertama dan skenario uji coba B2 tahap kedua dapat dilihat bahwa perbandingan akurasi pengenalan bahasa isyarat SIBI

Metode DTW dapat diterapkan pada aplikasi tersebut dengan memperoleh akurasi pengenalan hingga 92,78% dan rata-rata waktu komputasi setiap masukan yang dikenali

Pengembangan aplikasi pada perangkat android menggunakan bahasa pemrograman android dengan bantuan software adt-bundle-windows-x86_64-20131030 yang merupakan integrasi