• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT HIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT HIV"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT “HIV”

DISUSUN OLEH

Christine Evania Poputra 1720333583 Claudia Merlin Tandayu 1720333584 Dara Dwipa Tuwuh Safitri 1720333585

FAKULTAS FARMASI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA 2017

(2)

BAB I PENDAHULUAN

HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan kesehatan reproduksi terutama kelompok perempuan. Kerentanan perempuan dan remaja putri untuk tertular umumnya karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang HIV dan AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV.

Pada tahun 2013 World Health Organization (WHO) mengumumkan 34 juta orang di dunia mengidap virus HIV penyebab AIDS dan sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan dan di negara berkembang. Data WHO terbaru juga menunjukkan peningkatan jumlah pengidap HIV yang mendapatkan pengobatan. Tahun 2012 tercatat 9,7 juta orang, angka ini meningkat 300.000 orang lebih banyak dibandingkan satu dekade sebelumnya (WHO, 2013). Berdasarkan jenis kelamin kasus tertinggi HIV dan AIDS di Afrika adalah penderita dengan jenis kelamin perempuan hingga mencapai 81,7% terutama pada kelompok perempuan janda pada usia 60-69 tahun dengan persentase paling tinggi bila dibandingkan dengan kelompok beresiko lainnya.

Orang dengan penyakit HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi – kondisi tertentu yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis, Cryptococcal), paru – paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberculosis), mata (Cytomegalovirus), mulut dan saluran napas (Candidiasis), usus (Cytomegalovirus, Mycobacterium avium complex), alat kelamin (Herpes genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes simplex).

Jumlah penderita tertinggi kasus HIV dan AIDS berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki, sedangkan pada faktor risiko adalah kelompok Heteroseksual, dan kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT) juga beresiko tinggi tertular oleh suami yang menderita HIV dan AIDS. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi mengenai pencegahan HIV dan AIDS .

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzimreverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat.

B. Patofisiologi

(4)

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+ ). Glikoprotein envelope virus, yakni gp120 akan berikatan dengan permukaan sel limfosit CD4+ , sehingga gp41 dapat memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. cDNA kemudian bermigrasi ke dalam nukleus CD4+ dan berintegrasi dengan DNA dibantu enzim HIV integrase. Integrasi dengan DNA sel penjamu menghasilkan suatu provirus dan memicu transkripsi mRNA. mRNA virus kemudian ditranslasikan menjadi protein struktural dan enzim virus. RNA genom virus kemudian dibebaskan ke dalam sitoplasma dan bergabung dengan protein inti. Tahap akhir adalah pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen- segmen kecil oleh enzim HIV protease. Fragmen-fragmen virus akan dibungkus oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. Virus yang baru terbentuk (virion) kemudian dilepaskan dan menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya, monosit, makrofag, sel NK (natural killer), sel endotel, sel epitel, sel dendritik (pada mukosa tubuh manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh (Lan, 2006).

Sel limfosit CD4+ (T helper) berperan sebagai pengatur utama respon imun, terutama melalui sekresi limfokin. Sel CD4+ juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel B untuk menghasilkan antibodi dan mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (CD8+ ). Sebagian zat kimia yang dihasilkan sel CD4+ berfungsi sebagai kemotaksin dan peningkatan kerja makrofag, monosit, dan sel Natural Killer (NK). Kerusakan sel T-helper oleh HIV menyebabkan penurunan sekresi antibodi dan gangguan pada sel-sel imun lainnya (Murtiastutik, 2008).

(5)

D. Cara Penularan

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.

(6)

1. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan darisemua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-lakiResiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk kedalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebutdisterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6. Penularan dari ibu ke anak. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI. 7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas

laboratorium.

Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:

1. Kontak fisik

Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapasdengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan denganpasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

2. Memakai milik penderita

Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.

(7)

3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV. Tujuan Terapi ARV

1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat

2. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi imunologis (stabilisasi/ peningkatan sel CD4)

3. Menurunkan komplikasi akibat HIV 4. Memperbaiki kualitas hidup ODHA 5. Menurunkan morbiditas dan mortalitas E. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Tes HIV

(8)

F. Pemeriksaan dan Tatalaksana Setelah Diagnosis Hiv Ditegakkan

Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke layanan PDP untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk: 1) menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral; 2) menilai status supresi imun pasien; 3) menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi; dan 4) menentukan paduan obat ARV yang sesuai.

1. Penilaian Stadium Klinis

Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu

Klasifikasi berkaitan dengan manifestasi klinik Fase Klinis Tanpa gejala 1 Ringan 2 Lanjut 3 Parah 4

Fase klinik 1 : Tanpa gejala, limfadenopati ( gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh

Fase klinik 2 : Penurunan berat badan (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir,

(9)

ulkus mulut berulang, papular pruritic eruptions, seborrhoeic dermatitis, infeksi jamur pada kuku. Fase klinik 3 : penurunan berat badan (>10%) tanpa sebab , diare kronik

tanpa sebab sampai > 1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap > 1 bulan ), kandidiasis oral menetap tuberculosis pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya pneumonia, epyema (nanah dirongga terutama pleura, abses pada otot selet, infeksi sendi dan tulang), meningitis, bakterimia, ganguan inflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing, ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8/dl), neutropenia dan atau trombositopenia.

Fase klinik 4 :gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneumonia (pneumonia karena pneumocytis carini) pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes simplek kronik (orolabial, genital atau anorektal > 1bulan) oesophageal candidiasis (atau kandidiasis, trakea, bronkhi, atau paru-paru) TBC ekstrapulmonal, kaposi sarkoma, infeksi cytomegalovirus (retinitis atau di rongga lain), toksoplasma di SSP, HIV, ensefalopati, extrapulmonary cryptococcosis termasuk meningitis, disseminated non tuberculosus mycrobacteria infection, progresive multifocal leukoensefalopati, cronic cryptosporidosis, chronic isosporiasis, disseminated mycosis, septisema berulang. 2. Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4)

Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata-rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.

(10)

3. Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi

Pada dasarnya pemantauan laboratorium bukan merupakan persyaratan mutlak untuk menginisiasi terapi ARV. Pemeriksaan CD4 dan viral load juga bukan kebutuhan mutlak dalam pemantauan pasien yang mendapat terapi ARV, namun pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada sangat dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA yang menerima terapi ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan maka dianjurkan melakukan pemeriksaan viral load pada pasien tertentu untuk mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan imunologis.

G. Terapi Farmakologi

Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV). Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus adalah strategi yang sukses pada terapi HIV. Ada 3 golongan obat ARV yaitu :

1. Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI) a. Analog nukleosida (NsRTI) b. Analog nukleotida (NtRTI) c. Non nukleosida (NNRTI) 2. HIV Protease Inhibitor (PI) 3. Fusion Inhibitor

(11)

a. Fusion inhibitors

Fusion inhibitor menghambat pengikatan, fusi, dan masuknya HIV-1 ke dalam sel host dengan memblok salah satu dari beberapa target.

1. Maraviroc bekerja pada CCR5 yang merupakan co-reseptor yang terdapat pada sel T helper manusia.

2. Enfuvirtide berinteraksi dengan N-terminal heptad repeat pada gp41 HIV membentuk ikatan hetero 6 helix yang inaktif dan menghambat fusi virus ke sel host

b. Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI)

Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) adalah analog nukleosida yang menghambat reversed transkripsi. NRTI bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada enzim reverse transkriptase sehingga proses perubahan RNA virus menjadi DNA tidak sempurna dan replikasi virus terhenti. Contoh : zidovudine, abacavir, lamivudine, emtricitabine, and tenofovir

c. Non-Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI)

Non-Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) Menghambat enzim reverse transcriptase dengan berikatan pada bagian alosentrik enzim. NNRTI bertindak sebagai inhibitor non kompetitif yang mengganggu ikatan enzim dengan nukleotida virus sehingga proses reverse transkripsi tidak sempurna dan replikasi virus terhenti. Contoh : nevirapine, efavirenz, etravirine, dan rilpivirine

d. Integrase inhibitors

Integrase inhibitor menghambat enzim integrase virus yang bertanggung jawab dalam proses integrasi DNA virus ke DNA sel host. Contoh: elvitegravir dan dolutegravir

e. Protease inhibitors

Protease inhibitor memblok enzim protease virus yang dibutuhkan dalam replikasi virus untuk menghasilkan virion dewasa dalam membran sel dan mencegah pembelahan prekursor protein gag dan gag/pol. Contoh : lopinavir, indinavir, nelfinavir, amprenavir, dan ritonavir.

(12)
(13)
(14)

H. Terapi Non Farmakologi

Tindakan pencegahan yang dapat menurunkan resiko penularan infeksi HIV antara lain:

 Konseling atau edukasi mengenai penyakit HIV

 Kurangi jumlah pasangan seksual dan memakai kondom  Tidak memakai alat suntik secara bersama-sama

 Wanita dengan HIV : memakai kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberikan ASI.

 Pakai kondom dari lateks.

 Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.

BAB III PEMBAHASAN

(15)

Data pasien : Nama : Tn RH Usia : 58 tahun

Alamat : Jln Merbabu 24 Semarang Pekerjaan : wiraswasta

BB/TB : 35 kg / 160 cm

Tanggal masuk RS : 1 Oktober 2015 Riwayat Masuk RS (RMS) :

Tn RH pasien ODHA (Orang dengan HIV AIDS) masuk RS setelah 1 bulan ini mengalami diare persisten berlendir, rata-rata 3-5 x dalam 1 hari,3 hari ini badan terasa lemas, tidak nafsu makan, mengalami penurunan berat badan, turgor turun. Terdapat lesi/sariawan cukup banyak pada mukosa mulut yang diduga karena jamur. Terdapat infeksi ptiriasis versicolor (tinea versicolor) pada 70% kulit disebabkan jamur. Pasien juga mengalami kesulitan BAK, dan nyeri punggung. Pasien telah menjalani terapi antiretroviral selama 3 bulan.

Riwayat Penyakit Terdahulu (RPD) : Hipertensi dan DM sejak 3 tahun yll Hasil Pemeriksaan Laboratorium saat masuk :

Hb = 11 g/dL

Glukosa puasa = 150 mg/dL Diagnosa : HIV stadium 3

CRD (Cronic Renal Disease)

PENYELESAIAN KASUS

(16)

UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RH No Rek Medik:

Tempt/tgl lahir : - Dokter yg merawat : jenis kelamin : Laki-laki

umur : 58 tahun

Alamat : Jln Merbabu 24 Semarang

Ras :

-Pekerjaan : Wiraswasta

Sosial :

-Riwayat masuk RS : HIV stadium 3, CRD (Cronic Renal Disease) Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi dan DM sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat Sosial Kegiatan Polamakan/diet - Vegetarian Merokok MeminumAlkohol MeminumObat herbal Tidak Tidak Tidak Tidak Riwayat Alergi :

-Keluhan / Tanda Umum

Subyektif Obyektif

1. Diare persisten berlendir, 2. Tiga hari ini badan terasa

lemas, tidak nafsu makan, mengalami penurunan berat badan, turgor turun.

3. Terdapat lesi/sariawan cukup banyak pada mukosa mulut yang diduga karena jamur. Terdapat infeksi ptiriasis versicolor (tinea versicolor) pada 70% kulit disebabkan jamur.

4. Pasien juga mengalami kesulitan BAK, dan nyeri punggung.

1. Rata-rata 3-5 x dalam 1 hari, 2. Hb = 11 g/dL

3. Glukosa puasa = 150 mg/dL

4. Hasil Pemeriksaan Kultur pemeriksaan feses tgl 2 Oktober 2015 (Bakteri salmonella)

(17)
(18)

OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI

No Nama obat Indikasi Dosis Rute Interasi obat ESO Mekanisme kerja Outcome terapi 1 Loperamide Diare persisten

berlendir

1 x 1 tab Oral Nyeri

abdominal, mulut kering, lesu, pusing, ruam kulit Menghambat motilitas/peristaltik usus dengan mempengaruhi secara langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus.

Diare terhenti

2 Asam folat Anemia

megaloblastik yang disebabkan

defisiensi asam folat.

1 x sehari 1 tablet 400 mikrogram

Oral - Diperlukan pada pembentukan koenzim pada metabolism (sintesis purin dan pirimidin diperlukan untuk maintenance eritropoesis )

Anemia teratasi

3 Infus RL Keseimbangan elektrolit dalam tubuh pada dehidrasi

20 tpm IV Infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.

komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium

merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini

dibutuhkan untuk

menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.

Kebutuhan elektrolit dalam tubuh

(19)

4 Triple terapi ARV (TDF+3TC 150 mg tiap 12 jam + NVP 200 mg tiap 12 jam)

Pengobatan HIV 2 x sehari 1

tablet Oral Diare Inhibitor timidin kinase, menghambar perubahan RNA virus mjd DNA (NsRTI)

Perkembangan virus HIV diperlambat

5 Sistenol 500

mg Pengobatan Demam 3 x 1 tablet, bila perlu Oral Derivate antikoagulan kumarin dan indandione. Kemungkinn dapat menyebabkan hipotermia bila diberikan bersamaan dengan terapi fenotiazine atau antipiretik lainnya. Reaksi alergi, neutropenia, trombositopeni a, purpura, mual, muntah, gangguan saluran cerna. Dosis besar atau penggunaan dalam jangka lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Paracetamol bekerja pada bagian hipotalamus yang menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah perifer sehingga menyebabkan penurunan panas badan. Acetylcysteine mempunyai efek mukolitik yang dapat menurunkan viskositas secret paru sehingga dapat

dikeluarkan melalui batuk, saluran postural atau alat mekanik.

Suhu tubuh menurun

6 Ketokonazol Infeksi Jamur 400 mg / hari Oral Terfenadin astemizol. Gangguan sal cerna, efek endokrin (gineko mastiapeningk atan libido, impotensi,

Berinteraksi dengan enzim P-450 untuk menghambat demetilasi lanosterol menjadi ergosterol yang penting untuk membran jamur.

Perkembangan jamur dapat terhambat

(20)

ASSESMENT PROBLEM

MEDIK SUBYEKTIF OBYEKTIF TERAPI DRP

Infeksi HIV BB menurun Diare persisten berlendir Demam Lemas Tidak nafsu makan Turgor turun Kandidiasis oral Infeksi ptiriasis versicolor Diare berlendir 3-5 kali Suhu 380C Ptiriasis (+) CD4 150 TDF + 3TC 150 mg tiap 12 jam + NVP 200 mg tiap 12 jam Improrer drug selection Kandidiasis Lesi/sariawan cukup banyak pada mukosa mulut Untreated drug selection Ptiriasis

(21)

CARE PLAN

1. Penggunaan ARV (TDF + 3TC 150 mg tiap 12 jam + NVP 200 mg tiap 12 jam) dinilai kurang tepat karena

 Tenofovir (TDF) mempunyai efek samping pada fungsi ginjal. Pasien menderita CRD (cronic renal disease) maka tidak dapat digunakan pada pasien dalam keadaan gangguan fungsi ginjal.

 NVP berhubungan dengan insidensi ruam kulit. Pasien mengalami ptiriasis maka NVP harus dihentikan.

2. Panduan terapi ARV pada keadaan nefropati yang berhubungan dengan HIV (HIV-associated nephropathy = HIVAN) yaitu AZT + 3TC + EFV atau NVP

(Depkes RI, 2011).

3. Rekomendasi yang disarankan pada pasien di atas dengan menggunakan: AZT + 3TC + EFV

4. Berdasarkan gejala yang terjadi pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diare kronik dan dehidrasi berat. Untuk pengobatan diare dan dehidrasi dapat diberikan ofloksasin 400 mg 2 x sehari selama 7 hari, obat antidiare loperamid, RL atau saline normal IV bolus dengan dosis 20 mL/kg BB hingga mengalami perbaikan, kemudian berikan 100 mL/kg BB oralit selama 4 jam atau dekstrosa 5% ½ saline normal intravena sebanyak dua kali dari tingkat cairan untuk pemeliharaan. Pada kasus HIV stadium 3 pasien akan mengalami diare tanpa sebab > 1 bulan. 5. Demam yang diderita pasien sudah tepat diterapi dengan sistenol 500 mg 3x1.

Penggunaan sistenol diberikan jika perlu.

6. Kandidiasis oral biasanya ditandai dengan bercak putih di selaput mukosa disertai eritema di rongga mulut. Pengobatan untuk kandidiasis oral dengan suspensi nistatin 3-5 cc dikumur 3 kali sehari selama 7 hari.

7. Untuk infeksi ptiriasis versicolor sudah tepat diberikan ketokonazol 200 mg/hari. 8. Untuk diabetes melitus diketahui gula puasa 150 mg/dl (normal <120 mg/dl),

kenaikan kadar glukosa tidak begitu signifikan sehingga dapat diberikan terapi non farmakologi seperti mengurangi asupan glukosa dll.

9. Anemia ditandai dengan nilai Hb kurang dari normal (13-18 g/dL). Penurunan kadar Hb tidak terlalu signifikan sehingga cukup diberikan terapi asam folat untuk membantu menaikan kadar Hb dalam darah.

10. Pemberian kotrimoksazol seharusnya diberikan pada pasien HIV stadium 3 dimaksudkan sebagai pencegahan infeksi oportunistik dengan dosis 960 mg/hari dosis tunggal. Kotrimoksazol diberikan 2 minggu sebelum pemberian ARV.

MONITORING

1. Infeksi HIV : monitoring fungsi ginjal dan hati, penurunan berat badan, diare kronis, demam , kandidiasis oral, ptiriasis, kreatinin serum, Hb, CD4+, gula darah pasien, tekanan darah.

(22)

2. Monitoring kepatuhan pasien.

3. Monitoring efek samping obat yang terjadi, salah satunya yakni diare, mual dan muntah. Karena sebagian besar obat-obatan antiretroviral memiliki efek samping gangguan gastrointestinal.

4. Lakukan pemantauan setiap bulan dengan melakukan pemeriksaan imunologi (jumlah CD4), virologi (HIV, RNA) dan penilaian klinis lainnya.

5. Monitoring tekanan darah dan gula darah hingga mencapai target normal. 6. Monitoring timbulnya gejala infeksi oportunistik baru.

7. Monitoring kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat ARV.

8. Monitoring secara berkala hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik pasien.

KIE

 Konseling atau edukasi mengenai penyakit HIV

 Pakai kondom dari lateks jika ingin melakukan hubungan seksual.

 beritahu pasien bahwa pengobatan yang di jalani sangat berguna dan dapat menguntungkan pasien.

 Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.

 Meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat untuk keberhasilan terapi ARV dan juga agar dapat menghindari intoleransi maupun resistensi.

 Pasien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan aspek positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan komitmen kepatuhan berobat.

 Mengingatkan pasien agar berkunjung dan mengambil obat secara teratur sesuai dengan kondisi pasien.

 Menganjurkan keluarga pasien untuk dapat memeberikan suport dan dukungan moril kepada pasien agar pasien tidak merasa dikucilkan dari lingkungannya.

 Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur hidupnya.

 Memberikan penjelaskan bahwa waktu minum obat adalah sangat penting, yaitu kalau dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12 jam.

 Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan alat suntik steril.  Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan obat ARV yang

diminumnya.

(23)
(24)

DAFTAR PUSTAKA

DHHS panel. 2016. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents. Info Aids

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretoviral Pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Lan, V.M. 2006. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat

(AIDS). Dalam: Hartanto,H. (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol I. Ed.6. Jakarta: EGC

Murtiastutik D. 2008. ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University Press

Referensi

Dokumen terkait

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek atau teleran” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga

Hasil estimasi dari persamaan model dinamis mudharabah dengan menggunakan Error Corection Model menunjukkan nilai R-Square sebesar 0.999993, artinya bahwa 99 persen model

Kurangnya bentuk koordinasi dalam bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah kepada para KSM merupakan kendala dalam kegiatan pengelolaan sampah sehingga

Sistem konsonan bahasa Cina 28 vokal kompleks bahasa Cina 19 Konsonan perbendaharaan asli bahasa Melayu 8 Konsonan pinjaman bahasa Melayu Diftong dan vokal bahasa Melayu Jumlah

Berdasarkan pengalaman guru yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V SDN Zeu Christian College ditemukan beberapa permasalahan yang menyebabkan belum tercapainya

Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan kepada

Tempat kerja adalah lokasi di mana seseorang melakuakn tugas untuk jangka waktu yang relatif lama. Periode-periode ini dapat diselingi dengan kegiatan lain

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian laporan keuangan secara umum adalah informasi yang dibuat oleh pihak perusahaan tertentu dimana