• Tidak ada hasil yang ditemukan

jurnal keperawatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "jurnal keperawatan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

JURNAL PENELITIAN KESEHATAN SUARA FORIKES

Diterbitkan oleh:

FORUM ILMIAH KESEHATAN (FORIKES)

Penanggungjawab:

Ketua Forum Ilmiah Kesehatan

Pemimpin Redaksi:

Subagyo, S.Pd, M.M.Kes

Anggota Dewan Redaksi:

H. Trimawan Heru Wijono, S.K.M, S.Ag, M.Kes

H. Sukardi, S.S.T, M.Pd

Hj. Rudiati, A.P.P, S.Pd, M.M.Kes

Penyunting Pelaksana:

Budi Joko Santosa, S.K.M, M.Kes

Handoyo, S.S.T

Suparji, S.S.T, M.Pd

Sekretariat:

Hery Koesmantoro, S.T, M.T

Ayesha Hendriana Ngestiningrum, S.S.T

Sri Martini, A.Md

Alamat:

Jl. Cemara RT 01 RW 02 Ds./Kec. Sukorejo, Ponorogo

Kode Pos: 63453 Telepon: 085235004462

Jl. Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Serangan, Sukorejo, Ponorogo

Kode Pos: 63453 Telepon: 081335718040

E-mail dan Website:

suaraforikes@gmail.com dan www.suaraforikes.webs.com

Terbit setiap tiga bulan, terbit perdana bulan Januari 2010 Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume IV Nomor 4 Halaman 175 - 231 Oktober 2013 ISSN 2086-3098

(3)

iii

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

EDITORIAL

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Salam dari Redaksi

Para pembaca yang berbahagia, selamat berjumpa kembali dengan Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Alhamdulillah, sekarang ini kita masih dapat bertemu kembali pada penerbitan Volume IV Nomor 4.

Kali ini disajikan sepuluh judul artikel hasil penelitian karya para sejawat dari berbagai penjuru tanah air. Terimakasih kami sampaikan para sejawat yang telah turut serta mengembangkan jurnal ini hingga sekarang.

Semoga kiprah jurnal ini dapat memperkaya perbendaraan karya ilmiah di tanah air kita, khususnya dalam bidang kesehatan. Jika ingin mendapatkan keterangan lebih jauh, para pembaca dapat menghubungi kami melalui surat, telepon, atau e-mail.

Para pembaca dapat pula menikmati isi jurnal ini melalui publikasi website kami www.suaraforikes.webs.com, portal garuda dikti, serta portal PDII LIPI. Terimakasih, semoga bisa berjumpa kembali dalam penerbitan berikutnya pada bulan Januari 2014 yang akan datang.

Redaksi

Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama.

Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:

1. Diketik dengan huruf Arial 9 dalam 2 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm.

2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail).

Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:

1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawahnya ditulis institusi asal penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dicetak miring. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri

dan kanan dan paragraf masuk 1 cm.

5. Metode ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri

dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan .

8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif.

9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka mengacu pada Sistim Harvard.

(4)

iv

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

DAFTAR JUDUL

No Judul dan Penulis Halaman

1 KINERJA BIDAN PUSKESMAS DALAM PELAYANAN MTBS DI WILAYAH PUSKESMAS KOTA MALANG

Yuniar Angelia Puspadewi, Atik Mawarni

175 - 179

2 FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERKAIT DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM KUNJUNGAN NEONATAL DI KABUPATEN PATI, TAHUN 2012

Ferry Rachmawatie Suryaningtyas, Sri Achadi Nugraheni, Atik Mawarni

180 - 184

3 PERBEDAAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI SUSU FORMULA (DI BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban)

Suwarni, Sri Utami, Evi Yunita Nugrahini

185 - 190

4 HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEROKOK PASIF

Sunarto, Bambang Sunarko, Retnowati Hadirini

191 - 199

5 HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN MELAKUKAN KUNJUNGAN ANTENATAL DI KELURAHAN PERDAGANGAN KECAMATAN BANDAR

Renny Sinaga

200 - 205

6 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMK KESEHATAN SAHATA PEMATANGSIANTAR PERIODE

Tiamin Simbolon

206 - 211

7 PENGARUH BERBAGAI DOSIS EKSTRAK UMBI GADUNG (Dioscorea hispida) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti

Tuhu Pinardi, Sigit Gunawan, Sujangi

212 - 215

8 PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI USIA 3-5 BULAN YANG DIPIJAT DAN TIDAK DIPIJAT (Di Kelurahan Tawanganom Kecamatan Magetan Tahun 2013)

Amelia Yuliana, Agung Suharto, Tinuk Esti Handayani

216 - 219

9 KUNJUNGAN KELUARGA KE POSYANDU MENINGKATKAN STATUS GIZI BALITA

Ruslaini, Sugiyanto

220 - 226

10 GAMBARAN PRAKTEK KELUARGA SADAR GIZI DI DUSUN KEPEL DESA BANJARSARI KECAMATAN MADIUN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2011

Tunik Ismiyatun, Tutiek Herlina, Hery Sumasto

(5)

175

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

KINERJA BIDAN PUSKESMAS DALAM

PELAYANAN MTBS DI WILAYAH PUSKESMAS KOTA

MALANG

Yuniar Angelia Puspadewi (Prodi Kebidanan

STIKES Widyagama Husada Malang) Atik Mawarni

(FKM Universitas Diponegoro Semarang)

ABSTRAK

Latar belakang: Hasil pelaksanaan MTBS di Kota Malang yang berupa cakupan pada tahun 2010 sebesar 58,07 % dan pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 49,38%, hal ini memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan MTBS di Kota Malang masih dibawah target yaitu 80 %. Berdasarkan survei pendahuluan didapatkan kinerja bidan puskesmas dalam pelayanan MTBS belum optimal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja bidan puskesmas dalam pelayanan MTBS di wilayah puskesmas Kota Malang. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, informan utama adalah bidan puskesmas sebanyak 8 orang, informan triangulasi adalah 4 kepala puskesmas, Kasie KIA Dinas Kesehatan dan 8 ibu balita. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan observasi, analisis data menggunakan metode content analysis. Hasil: Belum semua bidan dilatih MTBS, bidan puskesmas memberikan pelayanan MTBS belum sesuai standar terkait dengan persiapan alat, pemberian pelayanan maupun penerapan jadual pelayanan. Ketersediaan tenaga maupun fasilitas belum terpenuhi sedangkan belum semua alat dimanfaatkan dalam pelayanan. Supervisi dari DKK maupun puskesmas belum sesuai dengan kebutuhan. Saran: Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seperti seminar, diklat, pelatihan teknis dan sosialisasi standar secara berkala serta melakukan supervisi yang terjadwal dalam rangka untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu pelayanan MTBS.

Kata Kunci: Kinerja, bidan, MTBS.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada tahun 2008 sampai dengan 2010, Angka Kematian Bayi di Kota Malang berturut-turut sebesar 29,90 per 1000 kelahiran hidup, 29,30 per 1000 kelahiran hidup dan 27,85 per 1000 kelahiran hidup semuanya belum mencapai target MDG’s yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Kematian Balita pada tahun 2009 sampai dengan 2011 dilaporkan sebanyak 10 balita, 7 balita dan 6 balita dengan kasus diare, gizi buruk, bronkopneumonia, kejang, dll. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1. Hasil kegiatan MTBS di Kota Malang yang berupa cakupan hasil kegiatan pelayanan MTBS , pada tahun 2010 sebesar 58,07 % dan pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 49,38% 2 . Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pelayanan MTBS di Kota Malang belum mencapai target yaitu 80 % , padahal pelaksanaan MTBS di Kota Malang sudah diterapkan pada semua puskesmas sejak tahun 2008.

Sesuai dengan Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (Permenkes No. 1464/MENKES/PER/X/2010) pada pasal 13 yaitu bidan yang menjalankan program pemerintah adalah bidan puskesmas yang berwenang melakukan pelayanan kesehatan, salah satunya adalah penanganan bayi dan balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan yaitu pedoman yang digunakan adalah MTBS 3. Salah satu tugas pokok dan fungsi bidan Puskesmas yaitu memberikan pengobatan ringan bagi ibu, bayi dan anak yang berkunjung ke bagian KIA di Puskesmas dan membantu kepala puskesmas dalam melaksanakan kegiatan di Puskesmas 4 . Pelaksanaan pelayanan MTBS di Kota Malang sudah diterapkan pada semua puskesmas sejak tahun 2008, petugas puskesmas yang dilatih hanya dokter dan bidan, sedangkan perawat belum ada yang dilatih MTBS sehingga pelayanan hanya dilakukan oleh Bidan Puskesmas dan Dokter Puskesmas. Menurut Bernardin and Russel terdapat enam kriteria dasar untuk mengukur kinerja yaitu: 1) Quality , 2) Quantity , 3) timeliness, 4) Cost-effectiveness , 5) Need for supervision dan 6) interpersonal impact.5

Menurut Gibson selain variabel individu ada juga variabel organisasi yang berefek terhadap perilaku dan kinerja individu,

(6)

176

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

variabel tersebut adalah sumber daya, kepemimpinan, supervisi, imbalan, kebijakan, struktur organisasi dan desain pekerjaan .6 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja bidan puskesmas dalam pelayanan MTBS di wilayah puskesmas Kota Malang ditinjau dari aspek kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas sumber daya, kebutuhan supervisi, hubungan interpersonal dan kepemimpinan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, sebagai informan utama adalah bidan puskesmas di wilayah puskesmas Kota malang yang berjumlah 8 orang. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap pelayanan MTBS oleh bidan puskesmas, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode analisis isi (content

analysis).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kualitas Dalam Pelayanan

Kualitas pelayanan MTBS oleh bidan puskesmas adalah bagaimana bidan puskesmas dalam melakukan persiapan pelayanan MTBS dilihat dari persiapan alat dan formulirnya serta bagaimana bidan puskesmas dalam menerapkan standar pelayanan MTBS pada setiap kunjungan awal maupun kunjungan ulang. Dari 8 bidan puskesmas, sebagian besar telah melakukan persiapan secara lengkap, antara lain mempersiapkan timbangan, thermometer, timer/arloji, dan formulir MTBS. Sebagian kecil belum mempersiapkan alat secara lengkap, hal ini sesuai dengan ungkapan salah satu bidan yaitu: “Termometer, Timer, Formulir MTBS menurut saya sudah lengkap bu, karena saya belum pernah ikut pelatihan MTBS jadi alat yg lengkap itu seperti apa saya kurang tahu …… “.

Sedangkan penerapan standar MTBS untuk semua kunjungan awal maupun kunjungan ulang diperoleh hasil dari 8 bidan puskesmas semuanya belum melaksanakan pelayanan MTBS sesuai standar yang meliputi penilaian awal, klasifikasi, tindakan dan konseling. Penilaian awal berupa pemeriksaan tanda bahaya umum belum dilakukan, dimana langkah tersebut dapat digunakan untuk mengetahui sedini mungkin apabila balita mempunyai masalah kesehatan dengan kondisi berat, sehingga dapat segera dilakukan penanganan. Langkah-langkah dalam pelayanan MTBS

yaitu petugas harus mampu menilai anak sakit, berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan pedoman PWS-KIA dinyatakan bahwa berdasarkan standar pelayanan MTBS, bidan harus melakukan pemeriksaan secara komprehensif. Dimana hal tersebut berkaitan dengan persiapan alat–alat pemeriksaan MTBS yang meliputi termometer, timer/arloji, timbangan, stetoskop, buku pedoman, dan dokumentasi berupa formulir MTBS serta buku register 7.

Kuantitas Dalam Pelayanan MTBS

Hasil cakupan pelayanan MTBS dalam 1 tahun terakhir, didapatkan dari 8 bidan puskesmas hanya sebagian kecil (2 bidan) saja yang dapat memenuhi target sebesar 80%. Hal ini disebabkan karena bidan merasa beban tugas yang harus diselesaikan cukup banyak sedangkan jumlah tenaga sedikit dan banyak kegiatan seperti posyandu, pelatihan atau mungkin ada yang ijin. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu bidan sebagai berikut: “Cakupan kurang lebih 50% soalnya tenaganya kurang dan sering ke posyandu….”.

Dalam kaitannya dengan hasil penanganan kasus selama 1 tahun terakhir, didapatkan dari 8 bidan puskesmas sebagian besar ( 6 bidan) mengatakan bahwa periode 1 tahun ini belum pernah ada kasus balita yang perlu penanganan khusus karena kasus yang ditangani terbanyak adalah kasus demam dan batuk pilek biasa. Sesuai pedoman Departemen Kesehatan disebutkan bahwa salah satu tugas pokok bidan puskesmas dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi dan anak balita.4

Ketepatan Waktu Dalam Pelayanan MTBS

Dalam kaitannya dengan standar jadual pelayanan MTBS untuk kunjungan awal maupun kunjungan ulang, diperoleh hasil dari 8 bidan puskesmas semuanya belum melaksanakan pelayanan MTBS sesuai standart jadual pelayanan dengan alasan kalau pelayanan diberikan terlalu lama akan membuat pasien menunggu lama, sebagaimana yang diungkapkan salah satu bidan sebagai berikut: “Kalau menggunakan MTBS ya sekitar 5-10 menit , tapi ya tidak semua kasus bu kalau terlalu lama kasihan pasien yang lainnya …..”.

Sedangkan untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelayanan MTBS,

(7)

177

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

didapatkan dari 8 bidan puskesmas semuanya belum tertib terutama dalam pengisian formulir MTBS. Sebagaimana yang dipaparkan Departemen Kesehatan, bahwa salah satu manfaat dari pencatatan dan pelaporan adalah untuk memantau hasil kegiatan dan mengambil tindakan koreksi secara cepat serta membuat analisis untuk perbaikan program, sehingga dapat segera ditindaklanjuti.8

Efektifitas Sumber Daya dalam Pelayanan MTBS

Berkaitan dengan dana operasional kegiatan pelayanan MTBS, dari 8 bidan puskesmas didapatkan 5 bidan puskesmas tidak tahu mengenai dana yang digunakan , akan tetapi 3 bidan puskesmas lainnya mengatakan bahwa untuk kegiatan MTBS dana yang dibutuhkan hanya untuk penggandaan formulir MTBS saja, hal ini sesuai yang diungkapkan salah satu bidan puskesmas sebagai berikut: “Kalau untuk MTBS ya paling hanya fotocopy formulirnya aja bu, kalau formulir habis ya kita ajukan ke pimpinan untuk fotocopy formulir……..”

Dengan demikian untuk dapat melaksanakan program MTBS, para pelaksana harus mendapat dana yang dibutuhkan agar program berjalan lancar. Dana sebagai syarat kelancaran sebuah program harus dialokasikan secara tepat, demikian juga kelancaran dalam proses penyediaan dan penggunaannya. Proses tersebut yang menyebabkan belum maksimalnya kegiatan pelaksanaan pelayanan MTBS. Sebaliknya penyediaan dana yang cukup untuk operasional kegiatan akan menjadi salah satu pendorong motivasi petugas kesehatan untuk bekerja lebih optimal. Penyediaan dana diperlukan untuk menjamin kesinambungan akses dan layanan yang berkualitas.9

Terkait dengan ketersediaan dan kelengkapan alat serta pemanfaatan alat didapatakan semua bidan puskesmas sudah memiliki alat lengkap namun belum memanfaatkan alat tersebut dengan baik. Terkait dengan kendala tenaga dan fasilitas dalam pelayanan MTBS, diperoleh hasil sebagian besar bidan puskesmas mengatakan bahwa tenaga masih kurang demikian juga untuk ruangan sangat sempit sehingga mengganggu proses pelayanan MTBS. Fasilitas yang lengkap dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Standart of personals and facilities)

diharapkan dapat meningkatkan kualitas mutu layanan. Sumber daya merupakan faktor yang perlu ada untuk terlaksananya suatu perilaku. Fasilitas yang tersedia

hendaknya dalam jumlah serta jenis yang memadai dan selalu dalam keadaan siap pakai. Untuk melakukan tindakan harus ditunjang fasilitas yang lengkap, sebelumnya harus sudah disiapkan. 10

Kebutuhan Akan Supervisi Dalam

Pelayanan MTBS

Berkaitan dengan kegiatan supervisi diperoleh hasil semua bidan puskesmas menyatakan bahwa kegiatan supervisi yang dilaksanakan selama ini tidak terjadual dan belum dilaksanakan secara rutin, baik oleh Kepala Puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan. Bidan merasa perlu adanya bimbingan dan evaluasi dari kepala puskesmas sehingga dapat meningkatkan kinerja. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan salah satu bidan sebgai berikut: “Satu tahun sekali dari dinas ada supervisi, kalau puskesmas tidak ada jadwal untuk melakukan supervise …..”.

Menurut Azwar, supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. 11.

Hubungan Kerjasama Dalam MTBS

Hubungan interpersonal (kerjasama) dalam pelayanan MTBS adalah hubungan antara bidan puskesmas dengan kepala puskesmas, dokter pemberi pelayanan, petugas gizi, petugas apotik serta sesama rekan kerja dalam lingkup puskesmas. Diperoleh hasil semua bidan puskesmas mengatakan bahwa selama ini mereka saling berkoordinasi dengan baik, seperti bila ada kasus yang memerlukan rujukan ke dokter atau ke petugas gizi maka bidan akan melakukannya dengan tepat. Hal ini sesuai yg diungkapkan oleh bidan sebagai berikut: “Semua bagus, ntuk apotik sesuai dengan yg kita resepkan , untuk gizi kalau kita kesulitan dalam memberikan KIE kita rujuk ke petugas gizi begitu juga dokternya ……”.

Jalinan kerja sama dengan orang penting yang ada di lingkup puskesmas sangat penting, baik pada lintas sektor maupun pada lintas program dalam memberikan pelayanan kesehatan, sehingga agar program berjalan secara efektif dan efisien maka pengelolaan program harus didasarkan pada prinsip-prinsip kerja sama.12

(8)

178

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Kepemimpinan Dalam Pelayanan MTBS

Kepemimpinan dalam pelayanan MTBS adalah kepemimpinan kepala puskesmas dalam pengarahan dan pemberian dukungan dalam pelayanan MTBS. Terkait dengan bentuk arahan yang diberikan kepala puskesmas kepada bidan dalam hal peningkatan pelayanan MTBS, sebagian besar bidan puskesmas mengatakan bahwa arahan yang diberikan kepala puskesmas hanya mengingatkan untuk lebih meningkatkan lagi dalam memberikan pelayanan. Sesuai dengan pendapat Umar (2002) kepemimpinan adalah sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok , (A.F Stoner yang dikutip Umar) 12 .

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Kualitas Dalam Pelayanan MTBS Belum semua bidan puskesmas melaksanakan pelayanan MTBS sesuai standar, hal ini ditunjukkan meskipun fasilitas/ alat telah dimiliki oleh bidan puskesmas akan tetapi pada saat memberikan pelayanan belum semuanya memanfaatkan alat tersebut dengan alasan tidak semua alat diperlukan dalam pemeriksaan, tergantung pada kasusnya. 2. Kuantitas Dalam Pelayanan MTBS

Belum semua bidan puskesmas dapat mencapai hasil cakupan pelayanan MTBS sesuai target yang ditetapkan, hal ini disebabkan karena bidan puskesmas mempunyai banyak kegiatan lainnya dalam waktu bersamaan.

3. Ketepatan Waktu Dalam Pelayanan MTBS

Belum semua bidan puskesmas melaksanakan pelayanan MTBS sesuai dengan standar jadual pelayanan, hal tersebut disebabkan apabila standar diterapkan mengakibatkan pasien menunggu terlalu lama.

4. Efektifitas Sumber Daya Dalam Pelayanan MTBS

Semua bidan telah memanfaatkan dana pelayanan MTBS untuk penggandaan formulir MTBS. Sedangkan alat alat telah

tersedia dan lengkap akan tetapi belum semuanya dimanfaatkan dalam pelayanan.

5. Kebutuhan Akan Supervisi Dalam Pelayanan MTBS.

Semua bidan puskesmas membutuhkan supervisi dan bimbingan langsung dari atasan sebagai bentuk perhatian untuk memotivasi dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam pelayanan MTBS secara rutin dan terjadwal.

6. Hubungan Interpersonal Dalam Pelayanan MTBS.

Semua bidan puskesmas telah menjalin kerja sama cukup baik dengan Kepala Puskesmas, dokter, petugas gizi, petugas apotik dan rekan sekerja. Selama ini bidan puskesmas sudah melakukan koordinasi lintas program sehingga dapat membantu dalam meningkatkan pelayanan MTBS. 7. Kepemimpinan dalam Pelayanan MTBS

Arahan yang diberikan kepala puskesmas merupakan bentuk kepemimpinan dalam pelayanan MTBS , telah dilakukan untuk mengingatkan bidan puskesmas agar lebih meningkatkan lagi dalam memberikan pelayanan MTBS.

Saran

Disarankan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk dapat:

1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas MTBS melalui seminar, diklat, pelatihan teknis dan sosialisasi standar secara berkala. 2. Meningkatkan kualitas supervisi, tidak

hanya melalui pengawasan laporan namun juga pengawasan saat kegiatan berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS), Modul 1 – 8, Edisi Revisi

Dirjen Kesehatan RI Jakarta, 2008. 2. Dinas Kesehatan Kota Malang. Laporan

Kegiatan KIA. Sie Kesga, Juni 2009

3. Permenkes RI, nomor 1464/MENKES/PER/X/2010, tentang Izin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Kinerja Puskesmas

(9)

179

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Jilid I, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta, 1991. tidak dipublikasikan.

5. Bernardin,John, and Joyce E.A.Russel:

Human Resource Management, Second edition, Mc-Graw Hill, Book Co.Singapore,1998

6. Gibson, James L. John M. Ivancevich J.H. Donelly Jr.Organization: Behaviour,

Structure, Procesess,7th, ed, Irwan, Boston,1996

7. Depkes RI.Petunjuk Teknis Penggunaan

Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Depkes

Ri dan JICA, Jakarta,2009

8. PP I. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta: IBI; 2006.

9. Hasibuan M. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Bumi Aksara; 2009.

10. McCloy R, JP, Cudeck. R Comfimatory

test Of Model Performance Determinan ;

Jurnal Of Aplied Psychology, 79,44,493-505.

11. Azwar.A.Pengantar Administrasi kesehatan, Binarupa Aksara: Jakarta,

1996

12. Umar. Riset Sumber Daya Manusia

dalam Organisasi, Cetakan ke VII.

(10)

180

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

TERKAIT DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM KUNJUNGAN NEONATAL DI KABUPATEN PATI, TAHUN 2012

Ferry Rachmawatie Suryaningtyas (Akademi Kebidanan Duta Dharma Pati)

Sri Achadi Nugraheni

(FKM Universitas Diponegoro Semarang) Atik Mawarni

(FKM Universitas Diponegoro Semarang) ABSTRAK

Latar belakang: Kunjungan Neonatal di Kabupaten Pati selama 3 tahun terakhir cenderung mengalami fluktuasi, 93,75% pada tahun 2009, 90,79% pada tahun 2010 dan 97,02% pada tahun 2011. Keadaan ini menunjukkan belum semua bidan desa melaksanakan Kunjungan Neonatal. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal di Kabupaten Pati. Metode: Jenis penelitian adalah studi kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Subjek sejumlah 82 bidan desa yang dipilih secara Cluster. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil: Rerata umur bidan desa 30 tahun, rerata masa kerja 5,7 tahun, 91,5% berstatus kawin, 70,7% memiliki pengetahuan baik dan sebagian besar 62,2% memiliki motivasi baik. Sebagian besar bidan desa 75,6% menyatakan supervisi baik, 51,2% memiliki persepsi kepemimpinan baik, 56,1% belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan neonatal dan sebagian besar 65,9% menyatakan kompensasi yg diterima baik. Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan kinerja adalah pengetahuan, supervisi, kompensasi dan motivasi kerja. Saran: Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, untuk meningkatkan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal perlu dilakukan secara bersama sama kegiatan peningkatan supervisi yang disertai pemberian kompensai dan perbaikan motivasi kerja.

Kata Kunci: kinerja, bidan, kunjungan

Neonatal

PENDAHULUAN Latar Belakang

Program penempatan bidan di desa merupakan salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu tugas bidan desa adalah melakukan pelayana bayi neonatal baik kunjungan pertama (KN1), kunjungan kedua (KN2), kunjungan ketiga (KN3) dan kunjungan neonatal secara lengkap. Pada tahun 2011 hasil cakupan KN1 dan KN lengkap di Kabupaten Pati belum optimal, dari 29 puskesmas terdapat 12 puskesmas yang gagal mencapai target untuk KN1, demikian juga terdapat 17 puskesmas yang gagal mencapai target untuk KN lengkap.1

Keadaan ini menggambarkan bahwa kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal belum baik. Kondisi tersebut juga menunjukan bahwa penurunan AKB berjalan dengan lambat dengan kualitas kinerja pelayanan tenaga kesehatan pada bayi masih rendah.1, 2, 3

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ada dua yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja adalah umur, status perkawinan, masa kerja, pengetahuan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja adalah supervisi, kepemimpinan, pelatihan, kompensasi dan rekan kerja.4, 5

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal di Kabupaten Pati.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah studi kuantitatif dengan pendekatan Crossectional. Populasi penelitian adalah seluruh bidan desa di kabupaten Pati sebanyak 434 orang, sampel dipilih secara Cluster sebanyak 82 bidan desa. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan Distribusi Frekuensi, Chi Square dan Regresi Logistik.6

(11)

181

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kinerja Bidan Desa dalam Kunjungan Neonatal di Kabupaten Pati

Kinerja Bidan Desa dalam kunjungan neonatal digambarkan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Kinerja Bidan Desa dalam Kunjungan Neonatal di Kabupaten Pati Tahun 2012 Kinerja Frekuensi Persentase Kurang Baik 28 34,1

Baik 54 65,9

Total 82 100%

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh hasil bahwa sebagian besar bidan desa (65,9%) mempunyai kinerja baik. Kinerja didefinisikan seperti perilaku yaitu sesuai yang dilakukan oleh seseorang secara sebenarnya dan dapat diobservasi.7

Deskripsi Faktor Internal Bidan Desa Dalam Kunjungan Neonatal

Gambaran faktor internal Bidan Desa yang terdiri dari umur, status perkawinan, masa kerja, pengetahuan, motivasi terdapat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Faktor Internal Bidan Desa dalam Kunjungan Neonatal

di Kabupaten Pati Tahun 2012

Variabel Kategori f % Umur Muda < 30 TH Median & SD 30 + 5,6 tahun 41,5% Tua > 30 TH 58,5% Status Perkawinan Kawin 77 91,5% Tidak Kawin 5 8,5% Masa Kerja Baru < 5,7 TH Median & SD 5,7 + 4,2 tahun 57,3% Lama > 5,7 TH 42,7% Pengetahuan Baik 58 70,7% Kurang Baik 24 29,3% Motivasi Baik 58 62,2% Kurang Baik 31 37,8%

Berdasarkan Tabel 2, sebagian dari bidan desa (58,5%) berumur > 30 tahun. Hal ini dapat dijadikan gambaran bahwa bidan desa di Kabupaten Pati termasuk ke dalam angkatan kerja yang cukup produktif dan relatif masih dapat dikembangkan untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih optimal.8 Terkait dengan status perkawinan hampir semua bidan desa (91,5%) berstatus kawin, kondisi ini akan memotivasi untuk bekerja lebih giat lagi sehingga memperoleh hasil kerja lebih baik yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dibandingkan yang belum kawin.8 Terkait dengan masa kerja, diperoleh rata-rata sebesar 5,7 tahun, masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan.8 Untuk pengetahuan, sebagian besar bidan desa (70,7%) mempunyai pengetahuan baik. Pengetahuan merupakan akumulasi dari hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberi kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan, dengan pengetahuan luas seorang individu mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.9 Mengenai motivasi, sebagian dari bidan desa (62,2%) mempunyai motivasi baik. Handoko menyatakan motivasi adalah keadaan dari pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.7

Deskripsi Faktor Eksternal Bidan Desa Dalam Kunjungan Neonatal

Tabel 3. Distribusi Faktor Eksternal Bidan Desa dalam Kunjungan Neonatal

di Kabupaten Pati Tahun 2012

Variabel Kategori f % Supervisi Baik 62 75,6% Kurang Baik 20 24,4% Kepemimpinan Baik 42 51,2% Kurang Baik 40 48,8% Pelatihan Pernah 48 56,1 Belum Pernah 36 49,9 Kompensasi Baik 54 65,9% Kurang Baik 28 24,1%

Gambaran faktor eksternal Bidan Desa yang terdiri dari persepsi supervisi, persepsi kepemimpinan, pelatihan dan kompensasi terdapat pada Tabel 3.

Sebagian besar bidan desa (75,6%) mempunyai persepsi baik terhadap supervisi yang dilakukan oleh puskesmas. Secara

(12)

182

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

sederhana supervisi adalah untuk membuat atau mendapatkan para karyawan yang menjadi bawahannya melakukan apa yang diinginkan dan apa yang harus mereka lakukan dengan menggunakan kemampuan motivasi, komunikasi dan kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan sesuatu yang ditugaskan kepada bawahannya.10 Untuk persepsi terhadap kepemimpinan, masih cukup banyak bidan desa dalam katagori kurang baik (48,8%). Kepemimpinan adalah seni atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka bersedia dengan kemampuan sendiri dan secara antusias bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.7 Terkait dengan pelatihan, masih cukup banyak bidan desa (49,9%) yang belum pernah mendapatkan pelatihan (56,1%). Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan, praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat.9 Terkait dengan kompensasi, sebagian dari bidan desa (65,9%) dalam katagori baik . Kompensasi merupakan pengakuan dan penghargaan manajemen terhadap karyawan, kompensasi yang proposional akan memotivasi dan memuaskan karyawan, sebaliknya kompensasi yang tidak proposional akan menimbulkan keluhan, penurunan prestasi, kepuasan kerja dan menurunnya moral pekerja, begitu juga halnya jika persepsi karyawan terhadap kompensasi kurang baik.7

Hubungan Faktor Internal Dengan Kinerja Bidan Desa Dalam Kunjungan Neonatal.

Berdasarkan Tabel 4, terdapat hubungan yang bermakana anatara umur dengan kinerja ( p =0,011 ). Karyawan yang sudah lama bekerja di sebuah perusahaan dapat mengalami peningkatan kinerja, karena lebih berpengalaman daripada yang muda. Karyaawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, turn over-nya tinggi. Karyawan lebih tua kondisi fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet dan bertanggung jawab besar, absensi dan turn over-nya rendah.11 Terkait dengan status perkawinan diperoleh hasil tidak berhubungan secara bermakna dengan kinerja ( p =0,247 ), hasil tersebut bertentangan dengan teori hubungan status perkawinan dan kinerja yaitu perkawinan

menuntut tanggung jawab keluarga yang lebih besar, sehingga peningkatan posisi dalam pekerjaan menjadi sangat penting, atau mungkin saja karena sudah kawin menjadi rajin bekerja.11 Masa Kerja berhubungan sangat bermakna dengan Kinerja ( p=0,001 ). Mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam pelaksanaan tugas, makin lama masa kerja seseorang kecakapan mereka akan lebih baik, karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya.12 Pengetahuan berhubungan sangat bermakna dengan kinerja (p =0,0001). Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang dipahami, diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya.12 Motivasi kerja berhubungan sangat bermakna dengan kinerja ( p =0,0001). Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja, untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.13

Tabel 4. Hubungan Faktor Internal dengan Kinerja Bidan Desa

V a riab e l K a te g o

ri Kinerja Bidan Desa

χ 2 p v a lue Kurang Baik Baik f % f % Umur < 30 tahun 17 50,0 17 50,0 6 ,4 9 2 0 ,0 1 1 > 30 tahun 11 22,9 37 77,1 Total 28 34,1 54 65,9 Status per-kawin- an Tidak Kawin 1 14,3 6 85,7 1 ,3 4 2 0 ,2 4 7 Kawin 27 36,0 48 64,0 Total 28 34,1 54 65,9 Masa Kerja < 5,7 Tahun 23 48,9 24 51,1 1 0 ,7 1 1 0 ,0 0 1 > 5,7 Tahun 5 14,3 30 85,7 Total 28 34,1 54 65,9 Penge-tahuan Kurang Baik 21 87,5 3 12,5 4 2 ,9 5 4 0 ,0 0 0 1 Baik 7 12,1 51 87,9 Total 28 34,1 54 65,9 Motiva-si Kurang Baik 21 67,7 10 32,3 2 5 ,0 1 8 0 ,0 0 0 1 Baik 7 13,7 44 86,3 Total 28 34,1 54 65,9

(13)

183

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Hubungan Faktor Eksternal Dengan Kinerja Bidan Desa Dalam Kunjungan Neonatal.

Analisis hubungan antara variabel eksternal dengan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Faktor Eksternal dengan Kinerja Bidan Desa

V a riab e l K a te g o

ri Kinerja Bidan Desa

χ 2 p v a lue Kurang Baik Baik f % f % Supervisi Baik 14 70,0 6 30,0 1 5 ,1 2 2 0 ,0 0 0 1 Kurang baik 14 22,6 48 77,4 Total 28 34,1 54 65,9 Persepsi Kepe- mimpinan Kurang Baik 20 50,0 20 50,0 8 ,2 7 9 0 ,0 0 3 Baik 8 19,0 34 81,0 Total 28 34,1 54 65,9 Pelatihan Tidak Pernah 23 63,9 13 36,1 2 5 ,2 4 6 0 ,0 0 0 1 Pernah 5 10,9 41 89,1 Total 28 34,1 54 65,9 Kompen- sasi Kurang Baik 18 64,3 10 35,7 1 7 ,1 7 6 0 ,0 0 0 1 Baik 10 18,5 44 81,5 Total 28 34,1 54 65,9

Berdasarkan Tabel 5, terdapat hubungan sangat bermakna antara supervisi dengan kinerja (p= 0,0001). Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk dan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.14 Terkait dengan kepemimpinan, terdapat hubungan sangat bermakna antara kepemimpinan dengan kinerja (p = 0,003). Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan hal yang penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengendalikan organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan dalam rangka mencapai tujuan.8 Untuk variabel pelatihan, terdapat hubungan sangat bermakna antara pelatihan dengan kinerja ( p= 0,0001). Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, sikap dan kinerja sumber daya manusia. Aktivitas ini mengajarkan keahlian baru, memperbaiki keahlian yang ada dan mempengaruhi sikap dan tanggung jawab para karyawan.14

Dalam kaitannya dengan kompensasi, terdapat hubungan sangat bermakna antara kompensasi dengan kinerja ( p= 0,0001 ), suatu kompensasi akan dapat meningkatkan atau menurunkan prestasi kerja atau memotivasi karyawan. Jika para karyawan berpersepsi kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi maupun kepuasan kerja dapat menurun drastis. Program-program kompensasi sangatlah penting untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena mencerminkan adanya usaha organisasi atau perusahaan untuk mempertahankan kinerja sumber daya manusia.15

Hubungan Multivariat antara faktor

internal dan eksternal dengan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal .

Hubungan secara bersama sama antara variabel internal dan eksternal terhadap kunjungan neonatal dilakukan dengan regresi logistik dengan hasil pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Uji Regresi Logistik Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

Variabel p

value Exp.(B) Keterangan

Umur 0,050 0,009 Tidak Ada Pengaruh Status

Perkawinan 0,873 0,249

Tidak Ada Pengaruh Masa Kerja 0,069 25,855 Tidak Ada Pengaruh Pelatihan 0,260 19,948 Tidak Ada Pengaruh Pengetahuan 0,013 75,798 Ada

Pengaruh Motivasi Kerja 0,024 24,517 Ada

Pengaruh Kepemimpinan 0,887 0,818 Tidak Ada Pengaruh Supervisi 0,046 23,109 Ada

pengaruh Kompensasi 0,020 33,458 Ada

pengaruh

Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa ada 4 (empat) variabel yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal (p value < 0,05 dan nilai Exp. (B) > 2), variabel tersebut adalah pengetahuan, motivasi kerja, supervisi dan kompensasi.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Median umur bidan desa 30 tahun dan median masa kerja 5,7 tahun. Hampir

(14)

184

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

semua bidan desa (91,5%) berstatus kawin, sebagaian besar bidan desa (70,7%) memiliki pengetahuan baik dan sebagian bidan desa (62,2%) memiliki motivasi kerja baik.

2. Sebagian bidan desa 65,9 % sudah melaksanakan kunjungan neonatal dengan baik, sebagian besar bidan desa (75,6%) menyatakan supervisi telah dilakukan dengan baik, sebagian bidan desa (51,2%) memiliki persepsi kepemimpinan baik, sebagian bidan desa (56,1%) belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan neonatal dan sebagian bidan desa (65,9%) menyatakan kompensasi yg diterima baik.

3. Dari semua variable yg diteliti, yang berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal adalah pengetahuan, supervisi, kompensasi dan motivasi kerja.

Saran

Untuk meningkatkan kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal perlu dilakukan secara bersama sama kegiatan peningkatan pengetahuan yang disertai peningkatan supervisi, pemberian kompensai dan peningkatan motivasi kerja.

DAFTAR PUSTAKA.

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, Profil Kesehatan Kabupaten Pati, 2011

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati Profil Kesehatan Kabupaten Pati, 2009

3. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati Profil Kesehatan Kabupaten Pati, 2010

4. Berry, LM, Houston, JP, Psycology at

work : An Introduction to industrial and organizational psychology. Brown &

Benchmark, Ltd. 1993

5. Timpe. Seri Manajeman Sumber Daya

Manusia, Cetakan ke II, PT Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 1999

6. Dahlan, S. Statistik Untuk Kedokteran

dan Kesehatan. Salemba Medika, Jakarta, 2009

7. Handoko, H. Manajemen Personalia Dan

Sumber Daya Manusia. Edisi 2, BPFE,

Yogyakarta, 1995

8. Robbins, S.P. Prilaku Organisasi, Jilid II, Edisi bahasa Indonesia, PT Prenhalindo, Jakarta, 1996

9. S.J. Wells, Forget the Formal Training.

Try Chating at the Water Cooler, New

York Times, hal 11, 1998

10. Depkes RI. Pedoman Pembinaan Teknis

Bidan di Desa, Dirjend Binkesmas,

Jakarta, 1997

11. Muchlas, M. Perilaku Organisasi II, Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Manajeman Rumah Sakit, UGM, Yogyakarta, 1997

12. Suwarto, FX. Perilaku Keorganisasian, Buku Panduan Mahasiswa, penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Edisi I, 1999

13. Bernardin,John, and Joyce E.A.Russel:

Human Resource Management, Second edition, Mc-Graw Hill, Book Co.Singapore,1998

14. Rivai, Veithzal. Performance Appraisal, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2005 15. Hasibuan, M.S.P. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Edisi Revisi, Jakarta :

(15)

185

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

PERBEDAAN KEJADIAN DIARE PADA

BAYI 0-6 BULAN YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI SUSU FORMULA (DI BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan

Tuban Kabupaten Tuban) Suwarni

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Sri Utami (Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Evi Yunita Nugrahini (Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Masyarakat masih banyak yang kurang memahami pentingnya ASI sehingga cakupan ASI Eksklusif rendah justru pemberian susu formula meningkat. Berdasarkan survei awal bulan Oktober sampai Desember 2009 di BPS ASRI Desa Baturetno Kec.Tuban Kab. Tuban, dari 60 bayi yang ada terdapat 30 (50%) bayi hanya diberi ASI saja, 20 (33,3%) bayi diberi susu formula dan 10 diberi ASI dan PASI. Dari bayi yang diberi ASI terdapat 7 bayi (23,3%) yang mengalami diare dan bayi yang diberi PASI terdapat 8 bayi (40%) yang mengalami diare. Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling dengan besar sampel 28 bayi yang berusia 0-6 bulan yang periksa di BPS ASRI. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2010 di BPS ASRI Desa Baturetno Kec. Tuban Kab. Tuban. Variabel independent adalah bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI dan susu formula, sedangkan variabel dependent dadalh kejadian diare. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data dianalisis dengan uji Chi Square dengan α = 0,05. Hasil: Paling banyak bayi 11 (39,3%) diberikan ASI. Sebanyak 18 (64,3%) bayi tidak mengalami diare. Hasil analisis uji chi square diperoleh p = 0,025. Karena p < α yaitu p = 0,025 lebih kecil dari 0,05 maka diartikan bahwa H1 diterima sehingga dapat diartikan bahwa ada perbedaan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan yang diberi ASI dengan yang diberi PASI di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban. Simpulan: Bayi yang diberi ASI saja sebagian besar tidak mengalami kejadian diare dan bayi yang diberi PASI sebagian besar mangalami diare.

Kata Kunci: ASI, Susu formula, Kejadian

Diare

PENDAHULUAN Latar Belakang

Diare merupakan gangguan pencernaan yang sering dialami oleh semua orang terutama bayi dan anak-anak. Hal ini disebabkan daya kebal tubuh relatif kurang sehingga mudah terserang infeksi (Soegijanto S, 2002). Dari hasil pengamatan di lapangan, bayi yang mendapat ASI Eksklusif sampai 6 bulan frekuensi terkena diare sangat kecil, sedangkan pada kelompok bayi yang mendapat susu formula lebih sering mengalami diare (Purwanti, 2004). Para ahli menyarankan agar para ibu memberikan ASI Eksklusif, tidak memberikan makanan apapun kepada bayi kecuali ASI selama 6 bulan pertama sejak lahir karena menyusui merupakan cara terbaik dan paling ideal dalam pemberian makanan bayi baru lahir dan bagian tak terpisahkan dari proses reproduksi (IDAI Jaya, dr. Badrul Hegar, SpA(k), Kompas, 1 April 2006).

Secara medis, diare dapat diartikan sebagai peningkatan frekuensi buang air besar yang disertai perubahan kotoran menjadi lebih encer dan cair. Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari infeksi, malabsorbsi, makanan dan psikologis. Malabsorbsi yang sering terjadi pada bayi adalah intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna laktosa akibat kekurangan enzim lactase). Intoleransi laktosa dapat terjadi terhadap susu sapi murni atau pada susu formula (Anonim, 2006). Umumnya diare pada bayi datang akibat pencernaan bayi kemasukan bakteri, sumbernya bisa dari kurang higienisnya saat pemberian susu formula, tetapi bisa juga karena si kecil alergi terhadap protein susu sapi yang terkandung dalam susu formula.(Kusnan, 2006).

Menurut laporan Departemen Kesehatan bahwa pemberian ASI Eksklusif mengalami penurunan. Pada tahun 2008 sebanyak 42,4% dan turun menjadi 39,5% pada tahun 2009, sebaliknya susu formula justru mengalami peningkatan dari 10,8% menjadi 32,45% (Depkes RI, 2009). Berdasarkan data Dinas Kesahatan Kabupaten Tuban pada tahun 2009 angka kejadian diare pada bayi dan balita sebesar 22,72% (Laporan Diare Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban 2009), dari Laporan Puskesmas Kebonsari Kabupaten Tuban tahun 2009, bayi ≤ 1 tahun yang mengalami diare sebanyak 63 bayi dari 696 bayi yang berkunjung di Puskesmas (9,05%). Berdasarkan survey awal bulan Oktober sampai Desember 2009, di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan

(16)

186

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Tuban Kabupaten Tuban dari 30 bayi yng diberi ASI terdapat 7 bayi (23,3%) yang mengalami diare dan dari 20 bayi yang diberi susu formula terdapat 8 (40%) yang mengalami diare.

Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadi kekurangan cairan (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, gangguan gizi dan gangguan sirkulasi serta pada keadaan tertentu infeksi akibat kuman-kuman ini juga dapat menyebabkan perdarahan (Mansjoer Arif, 2000:470). Selain itu, bila setelah diare tidak dilakukan terapi gizi dengan sempurna, bayi akan terancam kekurangan gizi yang bisa berlanjut ke gangguan pertumbuhan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Perbedaan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 bulan yang diberi ASI sehingga perlu dilakukan penelitian tentang “Perbedaan kejadian Diare pada Bayi 0-6 bulan yang diberi ASI dengan yang Diberi Susu Formula di BPS ASRI Desa Baturetno

Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.”

Identifikasi Masalah

Menurut Ngastiyah (2005) faktor-faktor yang menjadi penyebab diare adalah 1) faktor infeksi yang meliputi infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit, infeksi parenteral, 2) Faktor malabsorbsi meliputi malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein, 3) Faktor makanan, 4) Faktor psikologis, 5) faktor sanitasi lingkungan (Anonim, 2004), 6) Pendapatan keluarga (Ahmadi, 1997), 7) Faktor pendidikan (Notoatmojo, 2003), 8) Faktor budaya (Anonim, 2006).

Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kejadian diare pada bayi 0–6 bulan yang diberi ASI dengan yang diberi susu formula di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Menganalisis “Perbedaan Kejadian Diare pada Bayi yang Diberi ASI dengan yang Diberi Susu Formula di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.”

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pemberian ASI dan susu formula pada bayi 0 – 6 bulan di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.

2. Mengidentifikasi kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan yang diberi ASI dan yang diberi susu formula di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban

3. Menganalisis perbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI dengan yang diberi susu formula.

Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah: ada perbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI dengan bayi yang diberi susu formula di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI dengan bayi yang diberi susu formula di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan “cross sectional” yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independent dan variabel dependent hanya satu kali satu saat (Nursalam, 2003).

Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua bayi usia 0 – 6 bulan yang periksa ke BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban sebanyak ± 60 bayi.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagian bayi usia 0-6 bulan yang periksa ke BPS ASRI yang memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Bayi yang tidak sedang sakit infeksi kronis

2. Bayi yang tidak KEP, ibu dan bayi yang bersedia di teliti.

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel. Besar sampel

(17)

187

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus: q p Z N d q p NZ n . ) 1 ( . 2 2 2

   Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi

Z = nilai standar normal untuk

= 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi (0,5) q = 1-p atau 100% -p (0,5)

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginka (0,05)

(Dikutip dari Zainudin M, 2000)

Perhitungan: 05 , 0 05 , 0 ) 96 , 1 ( ) 1 60 ( 05 , 0 05 , 0 05 , 0 ) 96 , 1 ( 60 2 2 2 x x x x n    ) 05 , 0 05 , 0 ) 8416 , 3 ( 59 0025 , 0 05 , 0 05 , 0 ) 8416 , 3 ( 60 x x x x x n   1079 , 1 624 , 57  n 52 01 , 52   n

Karena besar sampel terlalu besar maka dilakukan konversi:

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Simple

Random Sampling. Yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan setara yang ada dalam populasi itu (Sugiono, 2002).

Variabel Penelitian

Variabel independent dalam penelitian ini adalah bayi yang diberi ASI dan bayi yang diberi susu formula. Variabel dependent dari penelitian ini adalah kejadian diare pada bayi.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan memberikan informed consent, kemudian menyebarkan kuesioner terhadap ibu-ibu yang membawa bayinya dengan usia 0-6 bulan untuk periksa ke BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban. Sedangkan instrumen pengumpulan data dengan memberikan kuisioner.

Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam penelitian ini data yang terkumpul akan dianalisis dengan uji statistik Chi Square (χ2

) dengan α = 0,05 menggunakan program SPSS versi 12.0 untuk menganalisa asosiasi suatu variabel dan juga pengaruh suatu variabel. Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh/perbedaan pada variabel independen terhadap variabel dependent. Bila uji statistik menunjukkan p < 0,05 artinya ada perbedaan yang signifikan pada variabel independen terhadap variabel dependent (Sugiono, 2002).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemberian ASI/PASI

Distribusi responden berdasarkan pemberian ASI/PASI disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi Pemberian ASI/PASI kepada Bayi

di BPS Asri Kelurahan Baturetno Tuban April-Mei 2010

Makanan Frekuensi Persentase ASI

PASI ASI dan PASI

11 7 10 39,3 25,0 35,7 Total 28 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa bayi yang hanya diberi ASI sebanyak 11 bayi (39,3%), dan yang diberi PASI sebanyak 7 bayi (25%), sedangkan bayi yang diberi ASI dan PASI ada 10 bayi (35,7%).

Hal ini sesuai dengan pendapat Depkes RI (2001) yang menyatakan bahwa Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi, Sri Purwanti H (2004) juga mengatakan bahwa ASI adalah sebagai mukjizat, hal ini dapat dipahami dari hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada makanan di dunia ini yang sesempurna ASI.

Alasan pemberian ASI menurut Diah (2008) adalah karena keunggulan ASI yang

(18)

188

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

meliputi kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, menunjang aspek psikologis, mudah dicerna dan diserap, selalu bersih dan segar, aman, murah, menyempurnakan pertumbuhan bayi, melindungi tubuh dari penyakit, memperindah kulit, gigi, dan bentuk rahang, tersedia pada suhu yang tepat dan akan tercipta hubungan yang erat dan hangat antara bayi dan ibunya. Senada dengan hal di atas Utami (2000) juga menyatakan bahwa manfaat utama pemberian ASI khususnya ASI Eksklusif adalah sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan, meningkatkan jalinan kasih sayang.

Pendapat di atas sesuai dengan keadaan yang terjadi di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban, bahwa dari 28 ibu yang menjadi responden ada 39,3% yang sudah memberikan ASI saja pada bayinya. Dengan demikian banyak ibu yang hanya memberikan ASI saja pada bayinya karena ASI bisa diberikan kapan saja, lebih praktis dalam pemberiannya karena tidak perlu repot membuat, hemat karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli, sehingga biayanya bisa digunakan untuk kepentingan yang lain

Kejadian Diare

Tabel 2. Distribusi Kejadian Diare pada Bayi

di BPS Asri Kelurahan Baturetno Tuban April-Mei 2010

Kejadian Diare Frekuensi Persentase Ya Tidak 10 18 35,7 64,3 Total 28 100

Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami kajadian diare yaitu sejumlah 18 bayi (64,3 %).

Menurut Soegianto (2002) diare adalah keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua jam pertama, dengan temperatur rectal diatas 38°C. Anonim (2006) juga mengatakan secara medis diare dapar diartikan sebagai peningkatan frekuensi buang air besar yang disertai perubahan kotoran menjadi lebih encer dan cair. Bayi dikatakan diare bila buang air besar dengan konsistensi encer dan frekuensi ≥4x/hari.

Hubungan antara Pemberian ASI/PASI dan Kejadian Diare

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara pemberian makan dan kejadian diare seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI/PASI dan Kejadian Diare pada Bayi di BPS Asri Kelurahan Baturetno Tuban

April-Mei 2010 Pemberian Makanan Kejadian Diare Total Tidak Ya f % f % f % ASI 10 90,9 1 9,1 11 100 PASI 2 28,6 5 71,4 7 100 ASI & PASI 6 60 4 40 10 100

Total 18 10 28 α= 0,05 p= 0,025

Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa bayi yang diberi ASI saja sebagian besar tidak mengalami kejadian diare, yaitu 90,9%. Pada bayi yang hanya diberi PASI sebagian besar mengalami diare, sedangkan bayi yang diberi ASI dan PASI sebagian besar 60% tidak mengalami diare.

Menurut pendapat Utami (2000), ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan yang paling sempurna baik kualitas maupun kuantitasnya.

ASI bisa meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena ASI mengandung kolostrum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Utami (2000) yang mengatakan bahwa kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi.

Dari analisa statistic diperoleh p = 0,025. Karena 0,025 lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dapat diartikan bahwa ada perbedaan kejadian diare pada bayi 0 -6 bulan yang diberi ASI dengan yang diberi PASI di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.

Hasil analisis didapatkan ada perbedaan bayi yang diberi ASI dan PASI terhadap kejadian diare. Idealnya pada bayi yang diberi ASI saja, tidak akan terkena diare karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Namun hasil penelitian masih ada bayi yang diberi ASI tetapi mengalami diare.

(19)

189

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Kejadian diare bisa terjadi pada bayi baik yang diberikan PASI maupun yang hanya diberikan ASI saja. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kejadian diare bisa terjadi pada bayi yang hanya diberikan ASI saja walapun hanya sebesar 9,1%. Menurut pendapat Kusnan (2006) bahwa bayi dengan pemberian ASI yang menderita diare biasanya karena ibunya mengkonsumsi makanan tertentu yang ternyata membawa reaksi alergi terhadap bayinya atau karena ibu kurang menjaga kebersihan payudara.

Kejadian diare sebagian besar (71,4 %) terjadi pada bayi yang diberikan PASI, Hal ini sesuai dengan pendapat Kusnan (2006), umumnya diare pada bayi datang akibat pencernaan bayi kemasukan bakteri, sumbernya bisa dari kurang higienisnya saat pemberian susu formula, tetapi bisa juga karena si kecil alergi terhadap protein susu sapi yang terkandung dalam susu formula.

Purwanti (2004) juga menyatakan bahwa dari hasil pengamatan di lapangan, bayi yang mendapat ASI Eksklusif sampai 6 bulan frekuensi terkena diare sangat kecil, sedangkan pada kelompok bayi yang mendapat susu formula lebih sering mengalami diare.

Pada bayi yang diberikan ASI dan PASI sebagian besar (60%) juga tidak mengalami diare. Walaupun diberikan PASI yang merupakan penyebab terbesar terjadinya diare, tetapi bayi sudah mempunyai kekebalan karena bayi juga diberikan ASI yang mengandung kolostrum. Hal ini sesuai dengan pendapat Yayah K Husaini (2001) yang mengatakan ASI mengandung kolostrum yang memiliki kandungan 15% protein yang berguna untuk membantu pencernaan bayi, sehingga kotoran yang dikeluarkan tidak terlalu keras, dan tidak terlalu lembek, serta mengandung zat antibodi yang memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit infeksi.

Terjadinya kasus diare sebesar 40% pada bayi yang diberikan ASI dan PASI antara lain bisa disebabkan karena pemberian PASInya. Pemberian PASI yang tidak tepat dan kurang dijaga kebersihannya merupakan pemicu terjadinya diare. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2006) yang mengatakan umumnya diare pada bayi datang akibat pencernaan bayi kemasukan bakteri, sumbernya bisa dari kurang higienisnya saat pemberian susus formula.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Sebagian besar bayi 0–6 bulan di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban

Kabupaten Tuban diberikan susu formula. Sebagian besar bayi yang diberikan ASI tidak mengalami diare dan yang diberi PASI sebagian besar mengalami diare. Ada perbedaan kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan di BPS ASRI Desa Baturetno Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban yang diberi ASI dan yang diberi susu formula.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk memberikan penyuluhan bagi masyarakat sebagai upaya meningkatkan pemberian ASI Eksklusif daripada susu formula. Penyuluhan dapat dimulai sejak ibu hamil yaitu menginformasikan tentang pentingnya ASI dan perawatan payudara. Bagi ibu hamil dan ibu meneteki diharapkan lebih banyak mencari informasi baik secara aktif maupun pasif melalui membaca buku-buku literatur maupun penyuluhan-penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang ASI Eksklusif sebagai upaya mencegah terjadinya diare pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

___________, 2006. Diare Bukan Hal

Sepele. Kamis, 12 Oktober 2006.

Arikunto Suharsimi.. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratek.

Yogyakarta: Rineka Cipta.

Depkes RI. 2001. Manajemen Laktasi. Jakarta : Depkes RI.

___________. 2008. Diare. Jakarta: Depkes RI.

___________. 2009. ASI. Eklsklusif. Jakarta: Depkes RI.

Effendi, Nasrul. 2003. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar

Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba

Medika.

Krisnatuti D. 2002. Menyiapkan Makanan

Pendamping ASI. Jakarta :PuspaSwara.

Kumala, Poppy. 1998. Kamus Kedokteran

Dorland. Jakarta : EGC.

(20)

190

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta

Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Muchtadi, Deddy. 2002. Gizi untuk Bayi :

ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan.Jakarta :EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakata : EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian dan Ilmu Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika.

Purwanti Sri Hebertin. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif.Jakarta : EGC.

Ramaiah, Savitri. 2006. All You Wanted To

Know About Diare. Jakarta : PT. Bhuana

Ilmu Populer.

Roeli, Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Soetjiningsih. 2003. ASI Petunjuk untuk

Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

___________. 2002. Tumbuh Kembang

Anak. Jakarta : EGC.

Soegijanto, Soegeng. 2007. Ilmu Penyakit

Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.

Jakarta : Salemba Medika.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis.

Bandung: Alfabeta.

Pola Makan Bayi. 2006. Jakarta :Depkes RI :

Gambar

Tabel 2. Distribusi Faktor Internal   Bidan Desa dalam Kunjungan Neonatal
Tabel 4. Hubungan Faktor Internal   dengan Kinerja Bidan Desa
Tabel 6. Uji Regresi Logistik Variabel Bebas  dengan Variabel Terikat
Tabel 1. Distribusi Pemberian ASI/PASI  kepada Bayi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan lebih banyaknya frase eksosentris direktif yang berfungsi sebagai penanda nomina lokatif di dalam novel ini berkaitan dengan data struktur dan makna

Menurut kajian penelitiain dan hasil pembahasn yang dilakukn, maka dapat ditarik bebrapa kesimpulan yaitu: 1) Kondisi elastisitas kesempatan kerja sektoral di

Menurut Gagne, Wager, Goal, &amp; Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

Untuk memperoleh daya pada mesin pencacah pelepah sawit dilakukan pengukuran gaya pada puli poros pemotong pelepah dengan menggunakan alat pengukur gaya pada

Pengertian ini sejalan dengan pendapat Doney dan Cannon (1997, p. 36) yang menyatakan bahwa rasa percaya timbul sebagai hasil dari kehandalan dan integritas mitra yang

Rencana Kegiatan Pengembangan Fungsi Unit Kanal Pengetahuan dan Informasi Fakultas Kedokteran UGM dalam mendukung komunikasi antar pihak di fakultas dan untuk pihak lain di

Kesehatan agar membagian alat diagnosis dan alat trapping tikus ke semua Puksesmas tidak hanya untuk wilayah yang berisiko tinggi kasus leptospirosis. Penyakit

Bagi hasil partisipasi aktif siswa, siswa telah berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan keaktifan siswa bagi proses pembelajan berlangsung dapat dilihat