LAPORAN HASIL PENELITIAN
SUMBER DANA DIPA TAHUN 2011
RPI : TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN DAN
AIR PENDUKUNG PENGELOLAAN DAS
SISTEM MITIGASI TANAH LONGSOR
DALAM PENGELOLAAN DAS
(Kajian Mitigasi Tanah Longsor)
(15.1.2.12.1)
Oleh :
1. Ir. Beny Harjadi, MSc
2. Ir. Paimin, MSc
3. Drs. Agus Wuryanta, MSc
4. Johanes Gunawan
5. Edi Sulasmiko
BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI KEHUTANAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
SURAKARTA, 2012
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN
SUMBER DANA DIPA TAHUN 2011
RPI : TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN DAN
AIR PENDUKUNG PENGELOLAAN DAS
SISTEM MITIGASI TANAH LONGSOR
DALAM PENGELOLAAN DAS
(Kajian Mitigasi Tanah Longsor)
(15.1.2.12.1)
Menyetujui : Koordinator, Prof Ris.DR.Ir.Pratiwi, MSc. NIP.19610416.198603.2.002 Pelaksana Utama,Ir. Beny Harjadi, MSc NIP.19610317 199002 1 001
Menyetujui: Ketua Kelti,
Drs.Irfan Budi Pramono, MSc NIP.19600513.198603.1.001
Mengesahkan : Kepala Pusat,
Ir. Adi Susmianto, M.Sc NIP.19571221.198203.1.002
LEMBAR PERNYATAAN OUTPUT PENELITIAN
JENIS OUTPUT : Mendapatkan informasi kondisi daerah yang rawan longsor, selanjutnya disampaikan kepada masyarakat agar tidak terjadi korban jiwa akibat bencana longsor. URAIAN OUTPUT : 1. Mengidentifikasi daerah yang berpotensi longsor
2. Peringatan dini jika terjadi longsor, agar korban jiwa dapat diminimalisir
3. Mengintrodusir tanaman baru yang sesuai pada daerah yang berpotensi longsor
4. Sosialisai ke masyarakat, upaya untuk mencegah atau menanggulangi jika terjadi longsor
RENCANA JUDUL KTI :
1. Teknik Mitigasi Longsor untuk Meminimalisir Korban Jiwa 2. Teknik Identifikasi Daerah yang Berpotensi Rawan Longsor
Demikian, pernyataan output penelitian ini saya buat, selaku Pelaksana Utama, dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan ketidakcocokan pernyataan ini, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.
Surakarta, Januari 2012 Yang membuat pernyataan Pelaksana Utama,
Ir. Beny Harjadi, MSc NIP.19610317.199002.1.001
Kajian Mitigasi Tanah Longsor
Oleh :
Ir. Beny Harjadi, MSc, Ir. Paimin, MSc, Drs. Agus Wuryanta, MSc, Johanes Gunawan, Edi Sulasmiko
RINGKASAN
Fenomena tanah longsor di Indonesia terus meningkat intensitasnya. Tanah longsor terjadi jika tahanan geser masa tanah atau batuan lebih kecil dari tekanan geser pada sepanjang bidang longsoran oleh sebab adanya peningkatan kejenuhan air tanah saat musim penghujan. Dampak yang ditimbulkan pada DAS tidak hanya terjadi setempat (on site) namun juga di sebelah hilirnya (off site), berupa hasil sedimen yang jumlahnya cukup besar untuk suatu kejadian hujan tertentu, serta material hasil longsoran tersebut yang secara terus-menerus menumpuk pada alur sungai dapat membentuk dam alami dimana secara teknis kekuatan tubuh bendung tersebut rendah. Dampak selanjutnya adalah bahaya banjir bandang yang terjadi jika air limpasan yang terkumpul pada bendung alami melimpas dan meruntuhkan badan bendung. Upaya pengendalian tanah berpotensi longsor dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mencegah perembesan air (hujan) masuk ke dalam tanah pada lereng-lereng yang diketahui atau dianggap rawan terhadap bahaya tanah longsor. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi sistim mitigasi tanah longsor yang sesuai sebagai basis kegiatan pengelolaan DAS.. Sasaran penelitian adalah tersedianya informasi sistem mitigasi tanah longsor yang sesuai sebagai basis kegiatan pengelolaan DAS. Sasaran penelitian tahun 2011 adalah teridentifikasinya faktor-faktor yang berperanan dalam pemitigasian daerah berpotensi longsor di DAS. Lokasi penelitian adalah pada lahan yang berada pada wilayah berpotensi longsor di Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar di Propinsi Jawa Tengah.Urutan daerah dari yang berpotensi longsor yaitu Banjarnegara di Sub DAS Merawu (12 cm), Purworejo di Sub DAS Gesing (8 cm), dan Karanganyar di Sub DAS Mungkung-Grompol (0 cm). Semakin tinggi kandungan liat maka semakin berpotensi longsor, disamping faktor kemiringan lereng, kedalaman regolit, adanya sesar dan tingginya curah hujan. Dampak atau manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat, antara lain : a. mengantisipasi/meminimalisisr terjadinya korban jika terjadi longsor pada daerah yang berpotensi longsor; b. memberi informasi kepada masyarakat untuk mengenal daerah berpotensi longsor dan beradaptasi dengan bencana longsor, c. memberi peringatan dini dengan memasang berbagai alat, antara lain : extensometer, penakar hujan ombrometer dan mengenalkan berbgai macam tanaman yang tahan longsor.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
RINGKASAN ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan dan Sasaran ... 2
C. Luaran ... 3
D. Hasil yang Telah Dicapai Pada Tahun Sebelumnya... 3
II.METODOLOGI PENELITIAN ... 5
A. Rancangan Penelitian ... 5
B. Prosedur Kerja... 7
C. Bahan dan Peralatan... 8
D. Lokasi Penelitian... 10
E. Analisis Data ... 10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN...11
A. Hasil ...11
1. Kondisi Tanah ...11
a. Kemiringan Lereng ... 14
b. Tekstur Tanah ... 15
c. Bobot Isi Tanah ... 16
d. Kemasaman Tanah ... 17 e. Kesuburan Tanah... 17 2. Kondisi Air... 18 3. Kondisi Tanaman... 20 a. Banjarnegara ... 20 b. Purworejo ... 21 c. Karanganyar ... 22
4. Kearifan Lokal ... 25
5. Kondisi Iklim ... 27
a. Curah Hujan di Karanganyar ... 27
b. Curah Hujan di Banjarnegara... 29
c. Curah Hujan di Purworejo ... 31
6. Mitigasi Longsor ... 33
a. Gerakan Tanah di Banjarnegara ... 34
b. Gerakan Tanah di Karanganyar... 35
c. Gerakan Tanah di Purworejo... 35
7. Mitigasi Berbasis Masyarakat... 39
B. Pembahasan... 41
1. Informasi teknik mitigasi tanah longsor... 41
2. Informasi sistim mitigasi tanah longsor untuk pengelolaan DAS ... 42
3. Identifikasi faktor-faktor daerah berpotensi longsor di DAS... 42
a. Kondisi Tanah ... 42
b. Kondisi Air... 43
c. Kondisi Tanaman... 44
d. Kearifan Lokal ... 44
e. Mitigasi Longsor ... 45
4. Peta Rawan Longsor ... 45
a. Banjarnegara ... 46
b. Purworejo ... 49
c. Karanganyar ... 50
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
DAFTAR PUSTAKA... 56
LAMPIRAN... 57
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Koordinat lokasi pengamatan longsor di Banjarnegara, Purworejo dan Karanganyar beserta tinggi tempat dan kemiringan lereng. ... 26 Tabel 2. Data gerakan tanah (extensometer) di Purworejo Tahun 2011... 36 Tabel 3. Data gerakan tanah dari extensometer November 2011 di Purworejo, Min : 27/11/11 98 mm Maks : 25/11/11 100 mm, Rata-rata : 98 mm ... 37 Tabel 4. Data gerakan tanah dari extensometer Desember 2011 di Purworejo, Min : 27/11/11 98 mm Maks : 25/11/11 100 mm, Rata-rata : 98 mm ... 38 Tabel 5. Kondisi tingkat longsor di Banjanegara (B), Purworejo (P) dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alur Identifikasi Masalah di Lapangan dengan Pengumpulan Data Kondisi Biofisik Lapangan untuk Kegiatan Mitigasi Longsor.... 6 Gambar 2. Sketsa pengamatan gerakan tanah, jika bandul turun maka pohon atas
yang bergerak dan jika bandul naik pohon bawah yang bergerak ... 7 Gambar 3. Alat pengamat gerakan tanah otomatis (extensometer) dapat dibaca
lewat sms, internet, saat rekahan tanah >180 mm otomatis ada alarm 8 Gambar 4. Beberapa peralatan untuk pengamatan gerakan tanah secara manual
(Plastik dan Sling) dan otomatis (Extensometer)... 9 Gambar 5. Pengambilan sampel tanah terganggu (dengan plastik) dan tanah tidak
terganggu (ring sampel) ... 9 Gambar 6. Pengukuran infiltrasi dengan double ring infiltrometer ... 9 Gambar 7. Lokasi “Kajian Mitigasi Tanah Longsor” di Karanganyar (Sub DAS
Mungkung dan Grompol), Purworejo (Sub DAS Gesing), dan
Banjarnegara (Sub DAS Merawu) ... 10 Gambar 8. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun
Sijeruk, desa Banjarmangu, kabupaten Banjarnegara (Sub DAS Merawu, DAS Serayu) ...11 Gambar 9. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun
Sabrang, desa Ngadirejo, dan dusun Nglegok, desa Ngargoyoso kabupaten Karanganyar (Sub DAS Mungkung dan Grompol) ... 12 Gambar 10. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun
Karangsari, desa Kemanukan, kecamatan Bagelen, kabupaten
Purworejo (Sub DAS Gesing)... 13 Gambar 11. Kelas kemiringan lereng dari yang sangat curam : Banjarnegara
(>48%), Karanganyar (>38%) dan Purworejo (>36%) ... 14 Gambar 12. Indeks kelas kemiringan lereng dari datar (<4%) sampai terjal
(>85%)... 14 Gambar 13. Perbandingan proposional kelas tekstur tanah lokasi longsor di
Gambar 14. Bobot volume (0,9-1,65 g/cm3) dan permeabilitas (lambat-cepat) di Banjarnegara (B) dan Purworejo (P)... 16 Gambar 15. Kemasaman tanah (pH) di Banjarnegara (asam-agak alkalis),
Karanganyar (sangat asam) dan Purworejo (asam)... 17 Gambar 16. Ketersediaan Nitrogen (N), Posfor (P), dan Kalium (K) di Tanah
Banjarnegara, Karanganyar, dan Purworejo... 17 Gambar 17. Kondisi air perkolasi (pF=2,54), titik layu permanent (pF=4,2) dan
air tersedia di Banjarnegara dan Purworejo ... 18 Gambar 18. Kondisi lengas tanah 0,5 mm, 2 mm dan asli di Banjarnegara,
Karanganyar dan Purworejo... 18 Gambar 19. Perbandingan kondisi kekeruhan suspensi tanah di Banjarnegara,
Karanganyar dan Purworejo... 19 Gambar 20. Populasi tanaman dominan longsor di Banjarnegara pada daerah
belum longsor (B1), bekas longsor (B2), dan dekat pemukiman (B3) ... 20 Gambar 21. Populasi tanaman dominan longsor di Purworejo pada daerah belum
longsor (P1), bekas longsor (P2), dan diatas pemukiman (P3) ... 21 Gambar 22. Populasi tanaman dominan longsor di Karanganyar pada daerah
bekas longsor (K1) dan dekat pemukiman (K2) ... 22 Gambar 23. Beberapa macam tanaman yang dikembangkan BPTKPDAS di
lokasi longsor di Banjarnegara (Alpokat, Cemara Norfolk, Bambu kuning, Gamal, Jabon, Durian, Mindi, Pinus, Mahoni). ... 23 Gambar 24. Beberapa macam tanaman yang ada di lokasi longsor Banjarnegara
(Merbau, Kapologo, Kaliandra, Salak, Sengon laut, Rasamala, Suren, Ekor kucing, Singkong karet). ... 24 Gambar 25. Keterpaduan peran serta dari berbagai pihak antara lain BPTKPDAS, Kantor Desa, dan Masyarakat (pasangan batu kosong dan semen) ... 25 Gambar 26. Keterlibatan dari berbagai pihak terkait dengan penanggulanagn
longsor (BPTKPDAS, Masyarakat desa, Kantor ESDM, Dinas PU, Pengamat longsor, dan Penduduk yang terkena longsor)... 25 Gambar 27. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Karanganyar (Jumlah
Gambar 28. Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi longsor di Karanganyar tahun 2011 : bulan Januari (99), Februari (101), Maret (-), April (98), November (136), Desember (95,8). ... 28 Gambar 29. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Banjarnegara (Jumlah
hujan, Maximum hujan, Rerata, dan Hari hujan)... 29 Gambar 30. Penakar hujan ombrometer (BPTKPDAS) dan ARR (Automatic
Rainfall Recorder) dengan alat pemantau longsor (kantor ESDM Jawa Tengah di Banjarnegara) ... 29 Gambar 31.Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi
longsor di Banjarnegara tahun 2011 :bulan Januari (-), Februari (85), Maret (155,166),April (130),November (166,131,118),Desember (97). ... 30 Gambar 32. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Purworejo (Jumlah
hujan, Maximum hujan, Rerata, dan Hari hujan)... 31 Gambar 33. Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi
longsor di Purworejo tahun 2011 : bulan Januari (101), Februari (154), Maret (184), April (111,136), November (136,184), Desember (191). ... 32 Gambar 34. Variasi macam alat pengamatan gerakan tanah secara manual (Plastik dan Sling) dan secara otomatis (Extensometer) ... 33 Gambar 35. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan tali klaim plastik
dari bulan Januari-Agustus 2011 di Banjarnegara ... 34 Gambar 36. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm
dari bulan September-Desember 2011 di Banjarnegara... 34 Gambar 37. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm
dari bulan Januari-Desember 2011 di Karanganyar ... 35 Gambar 38. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm
dari bulan Januari-Desember 2011 di Purworejo ... 35 Gambar 39. Pemasangan spanduk untuk menginformasikan kepada masyarakat
sekitar akan bahaya longsor yang sewkatu-waktu bisa terjadi... 39 Gambar 40. Pos info dipakai sebagai informasi yang berkaitan dengan penelitian
longsor di 3 lokasi (Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar) ... 40 Gambar 41. Peta kelas kemiringan lereng 1 sampai 5 di Sub DAS Merawu
Gambar 42. Peta geologi (jenis batuan dan garis sesar) Sub DAS Merawu
Banjarnegara, yang dilewati sesar mudah terjadi longsor... 47 Gambar 43. Peta tingkat kerawanan gerakan tanah longsor di DAS Merawu
Banjarnegara yang didominasi tingkat sedang... 48 Gambar 44. Peta penggunaan lahan di Sub DAS Gesing, DAS Bogowonto,
Purworejo yang didominasi oleh kebun dan rumput... 49 Gambar 45. Peta kelas lereng Sub DAS Mungkung dan Grompol, Karanganyar,
yang didominasi kelas lereng datar (0-4%) dan miring (8-15%). ... 50 Gambar 46. Peta jenis tanah Sub DAS Mungkung dan Grompol, Karanganyar,
yang didomiansi Latosol coklat dan Mediteran coklat (Ultisols). ... 51 Gambar 47. Peta geologi Sub DAS Mungkung dan Grompol, Karanganyar yang
didominasi Gunung api kwarter muda ... 52 Gambar 48. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Mungkung dan Grompol,
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Tabel 1. Tata Waktu Kegiatan Penelitian “Kajian Mitigasi Tanah Longsor” Tahun 2011 ... 57 Lampiran Tabel 2. Biaya kegiatan penelitian “Kajian Mitigasi Tanah Longsor” di Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar, Tahun 2011 (PNP dan RM- 15.1.2.12- 019) ... 58 Lampiran Tabel 3. Organisasi Pelaksana kegiatan penelitian dengan judul “Kajian Mitigasi Tanah Longsor” Tahun 2011 ... 59 Lampiran Tabel 4. Data gerakan tanah otomatis extensometer tahun 2011... 60 Lampiran Tabel 5. Kerangka Kerja Logis (KKL) Kajian Mitigasi Tanah Longsor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penyimpangan iklim di Indonesia dengan meningkatnya besar intensitas curah hujan menyebabkan peningkatan frekuensi kejadian bencana banjir-kekeringan dan tanah longsor (Koesmaryono et. al.., 1999). Bencana alam tanah longsor ini makin sering terjadi, pada periode 1997-2004 di Indonesia tercatat 219 kali kejadian, dengan korban jiwa 435 orang meninggal dan kerugian harta benda lebih dari 30 miliyar rupiah (Bakornas, 2004 dalam DPRRI, 2006). Dampak yang ditimbulkan tersebut tidak hanya berupa kerugian harta benda yang berujud materiil namun juga korban jiwa manusia. Bencana tanah longsor seperti yang terjadi di Desa Kemanukan, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo pada tanggal 5 Oktober 2000 menewaskan 22 orang; di Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara pada tanggal 4 Januari 2006 menewaskan 28 orang.
Faktor penyebab tanah longsor, antara lain : 1) topografi, 2) tanah dan batuan penyusun, 3) tingkat curah hujan, 4) vegetasi/hutan, dan 5) gempa bumi. Tanah longsor akan terjadi jika dipenuhi 3 keadaan, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2) terdapat bidang peluncur (batuan) di bawah permukaan tanah yang kedap air, dan 3) terdapat cukup air (hujan) yang masuk ke dalam pori-pori tanah di atas lapisan batuan kedap sehingga tekanan tanah terhadap lereng meningkat (Brook et. al.., 1991). Selain itu kelongsoran tanah juga dapat disebabkan oleh: 1) penambahan beban pada lereng (rumah, air hujan, vegetasi), 2) penggalian/pemotongan tanah pada kaki lereng (untuk jalan, rumah, tambang), dan 3) tekanan lateral air tanah (air hujan yang mengisi rekahan tanah).
Penyebab tanah longsor terutama disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping itu juga karena adanya peningkatan muka air tanah. Selanjutnya batuan/tanah penyusun lereng tersebut kondisinya menjadi kritis-labil dan cenderung mudah longsor (Hirmawan, 1994). Tingkat stabilitas lereng di daerah
rawan longsor ditentukan dari besar perbandingan antara kekuatan geser (shear strength) masa tanah atau batuan (S) dengan kuat geser (shear stress) masa tanah (T) di sepanjang bidang longsoran. Suatu lereng dikatakan stabil bila ratio S/T > 1, atau sebaliknya jika S/T ≤ 1 maka dikatakan labil (Abramrson et.al., 1996). Penanganan tanah longsor sulit dilakukan karena untuk mengetahui suatu lereng akan longsor atau tidak tidaklah mudah (Tjojudo, 1994).
Penelitian ini akan difokuskan pada ujicoba teknologi pengendalian tanah berpotensi longsor, khususnya pada lahan-lahan terdegradasi, dengan beberapa metode dan teknik yang telah ada, seperti: 1) teknik penutupan retakan tanah dengan tanah liat, 2) teknik pengendalian lereng secara mekanis, 3) teknik perbaikan sifat-sifat fisik tanah, 4) teknik pengendalian aliran air permukaan, 5) teknik pengendalian rembesan air bawah permukaan/drainase tanah, dan 6) teknik pengendalian lereng dengan metode vegetasi dengan jenis yang sesuai (Abramson et.al., 1996).
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan RPI adalah menyediakan informasi dan teknologi tepat guna untuk menunjang kelestarian pengelolaan sumberdaya lahan dan air, khususnya yang terkait dengan rehabilitasi lahan terdegradasi, agar sumberdaya lahan dan air yang terdegradasi dapat berfungsi kembali sebagai habitat flora, fauna dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan termasuk didalamnya dapat meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat mulai dari perencanaan, kegiatan pelaksanaan dan pengelolaan pasca rehabilitasi lahan. Tujuan RPTP adalah untuk mendapatkan informasi sistem mitigasi tanah longsor yang sesuai sebagai basis kegiatan pengelolaan DAS.
Tujuan RPTP tahun 2011 adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh untuk mitigasi daerah berpotensi longsor di DAS. untuk mendapatkan informasi serta metode dan teknik rehabilitasi lahan terdegradasi pada lahan berpotensi longsor yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Sasaran RPTP adalah tersedianya informasi sistim mitigasi tanah longsor yang sesuai sebagai basis implementasi kegiatan pengelolaan DAS. Sasaran RPTP tahun 2011
adalah teridentifikasinya faktor-faktor yang berperan dalam mitigasi daerah berpotensi longsor di DAS.
C. Luaran
Luaran/output dari penelitian tahun 2011 yaitu:
1) Tersedianya informasi faktor-faktor yang berperan dalam mitigasi daerah berpotensi longsor di DAS.
2) Tersedianya informasi dan teknik pengendalian lereng dan drainase tanah yang sesuai pada daerah rawan longsor untuk mengembalikan fungsi sumberdaya lahan dan air.
D. Hasil yang Telah Dicapai Pada Tahun Sebelumnya
• Hujan bulanan maksimum di Purworejo, Banjarnegara, dan Jember tahun 2009 masing-masing sebesar 501 mm, 831 mm, dan 760 mm ; Hujan harian maksimum masing-masing sebesar 134 mm, 85 mm, dan 167 mm; Dan pada tahun 2010 hujan harian selama 3 hari berturut-turut maksimum di Purworejo sebesar 165 mm (sedang), di Banjarnegara dan Jember 205 mm dan 216 mm (agak tinggi).
• Jenis tanaman RLKT yang dapat tumbuh secara alami pada lahan bekas longsor untuk tanah dengan solum masih cukup dalam yaitu tanaman sengon, sedang untuk tanah dengan solum dangkal yaitu Acasia auriliformis dan sonokeling.
• Jenis-jenis tanaman RLKT yang dicobakan di Banjarnegara tingkat pertumbuhannya berkisar 10 % – 90 % dengan urutan persen tumbuh dari yang kecil sampai yang besar yaitu : merbau, suren, mindi, durian, araucaria, jabon, dan pucung.
• Jenis tanaman RLKT di Jember, tanaman jati memperlihatkan tingkat pertumbuhan diameter dan tinggi yang paling tinggi dibanding karet, mahoni dan kopi.
• Tanah bekas longsoran dan tanah urugan (areal relokasi pemukiman) di Sijeruk-Banjarnegara dibanding Purworejo dan Jember masih menunjukkan adanya tanda-tanda tanah bergerak (masih bersifat dinamis).
• Rembesan air dari sulingan di pada lahan rawan longsor di Purworejo terjadi jika curah hujan > 20 mm/hari dan di Banjarnegara > 30 mm/hari
• Kondisi kualitas air didaerah rawan longsor baik di Banjarnegara, Purworejo dan Jember, untuk parameter turbiditas (kekeruhan) dan TSS memperlihatkan kondisi yang hampir sama nilainya yaitu sekitar 1000 NTU dan 1000 mg/l, DO masih dalam batas kategori sedang (antara 3-6 mg/l), dan pH air juga masih dalam kondisi baik (antara 6.5-7.5).
• Bencana tanah longsor di desa Nglegok Kecamatan Argoyoso Kabupaten Karanganyar terjadi pada jenis tanah regosol kelabu (Ultisols) dengan penggunaan lahan berupa pemukiman dan kebun.
• Curah hujan di desa Nglegok pada bulan November 2010 termasuk dalam kategori tinggi (599 mm), namun demikian tidak terdeteksi adanya gerakan tanah di lokasi tersebut.
• Hasil pengukuran gerakan tanah di desa Kemanukan Kecamatan Bagelen Kab.Purworejo, pada bulan Oktober 2010 terjadi gerakan tanah selebar 42 cm, dengan curah hujan pada bulan tersebut sebesar 590 mm
II.METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Pelaksanaan kajian tahun 2011 dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:
• Melakukan identifikasi penyebab masalah terjadinya bencana longsor, antara lain oleh beberapa faktor : bencana alam, faktor tetap dan faktor dinamis (Gambar 1).
• Mengindentifikasi faktor-faktor (biogeofisik) di daerah berpotensi longsor di Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar dengan menggunakan bantuan citra satelit, peta topografi dan peta daerah rawan longsor/geologi sebagai peta dasar
• Memetakan kondisi biogeofisik (geologi, geomorfologi, tanah, kelerengan, kerapatan drainase, dan penutupan lahan) dan hujan di lokasi rawan tanah longsor.
• Melakukan pengamatan curah hujan
• Melakukan pemeliharaan dan pengamatan plot longsor berupa alat pemantau tingkat gerakan tanah (metode inklinometer), dan pengamatan tingkat kandungan air bawah permukaan tanah (rembesan)
• Mengamati kondisi vegetasi (pertumbuhan tanaman) dari beberapa teknik vegetatif (RLKT) yang diterapkan untuk pengendalian lereng pada tanah berpotensi longsor yang sesuai dengan kondisi lokasi dan tingkat longsorannya.
Gambar 1.Diagram Alur Identifikasi Masalah di Lapangan dengan Pengumpulan
B. Prosedur Kerja
Beberapa data yang dikumpulkan di lapangan meliputi data biofisik kondisi tanah, tanaman dan iklim, yaitu :
a. Data Biofisik Tanah
- Data kondisi fisik lapangan dengan mengumpulkan penyebab faktor tetap (bentuk lahan, tipe batuan, tanah, dan kemiringan lereng) serta faktor berubah (erosi, teras, penggunaan lahan, dan KKL Kesesuaian Lahan serta KPL Kemampuan Lahan).
- Karakteristik biogeofisik (topografi/lereng, geologi/geomorfologi, dan tanah) dan gerakan tanah manual (Gambar 2) dan otomatis (Gambar 3).
- Data sifat fisik dan kimia tanah, tingkat gerakan masa tanah pada lereng - Data kualitas air dari aliran air yang keluar dari daerah rawan longsor - Tingkat rembesan air pada lereng
b. Data Kondisi Vegetasi/Tanaman
- Kondisi pertumbuhan (tinggi dan diameter) - Kondisi perakaran tanaman
c. Data Iklim
- Tinggi hujan harian dan jumlah hari hujan - Suhu dan kelembaban (udara dan tanah)
Gambar 2. Sketsa pengamatan gerakan tanah, jika bandul turun maka pohon atas yang bergerak dan jika bandul naik pohon bawah yang bergerak
Gambar 3. Alat pengamat gerakan tanah otomatis (extensometer) dapat dibaca lewat sms, internet, saat rekahan tanah >180 mm otomatis ada alarm
C. Bahan dan Peralatan
Bahan dan alat yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian yaitu: 1) ATK dan operasional komputer
2) Literatur/data dan dokumentasi
3) Peta-peta dasar, seperti: RBI, Gerakan Tanah (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2004) dan citra satelit
6) Stasiun pengamatan hujan (penakar hujan ombrometer)
7) Peralatan survei tanah (blanko ISDL:Inventarisasi Sumber Daya Lahan), ring sampel, plastik sampel, kertas label (Gambar 5), Infiltrometer (Gambar 6).
Plastik klaim mudah molor.
Dihitung dari tanda terakhir Sling kawat dengan bandul, lebih stabil. Dihitung dari titik NOL
Extensometer otomatis GSM.
dikirim lewat SMS, Internet atau alarm
Gambar 4. Beberapa peralatan untuk pengamatan gerakan tanah secara manual (Plastik dan Sling) dan otomatis (Extensometer)
Gambar 5. Pengambilan sampel tanah terganggu (dengan plastik) dan tanah tidak terganggu (ring sampel)
D. Lokasi Penelitian
Penelitian tahun 2011 merupakan kegiatan lanjutan, yaitu yang dilakukan di
Kab.Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar di Prop. Jawa Tengah (Gambar 7).
Gambar 7. Lokasi “Kajian Mitigasi Tanah Longsor” di Karanganyar (Sub DAS Mungkung dan Grompol), Purworejo (Sub DAS Gesing), dan Banjarnegara (Sub DAS Merawu)
E. Analisis Data
Jenis analisa data yang digunakan untuk mengetahui efektivitas teknik pengendalian tanah longsor ini adalah dengan memperbandingkan antara perlakuan yang diterapkan dan pengaruhnya terhadap karakter tanah, laju gerak masa tanah dan debit rembesan air. Beberapa hal yang dilakukan untuk melengkapi data di lapangan.
a. Peta rawan longsor, Peta geologi, Peta tanah dan Citra satelit untuk membantu menganalisis daerah yang sudah terjadi longsor dan daerah dengan tingkat potensi longsor yang berbeda-beda, sebagai upaya untuk mitigasi daerah yang berpotensi longsor.
b. Data biofisik atau biogeofisik dari lapangan masing-masing dikelaskan untuk membuat kriteria daerah dengan tingkatan longsor rendah sampai tinggi.
c. Overlay dari berbagai data lapangan dengan kriteria tingkatan potensi longsor dan peta hasil analisis dipakai untuk menghasilkan peta kerentanan terhadap longsor.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Kondisi Tanah
Perbedaan kondisi tanah di Banjarnegara, Karanganyar dan Purworejo dapat dilihat pada Gambar 8 sampai dengan Gambar 10. Banjarnegara merupakan daerah pegunungan pada kawasan hutan milik Perum Perhutani dengan lereng >85%, Karanganyar di daerah perbukitan dengan kemiringan >38%, dan Purworejo di daerah perbukitan dengan kemiringan lereng > 36%.
DESKRIPSI TANAH BANJARNEGARA Bentuk lahan Mountain (Pegunugan, M), kemiringan lereng >85%, relief pegunungan, batuan induk batuan beku lunak (Iw) pelapukan lanjut warna coklat, agak masam (pH=6,4). Erosi alur dan jurang tingkat berat. Kedalaman solum sangat dalam (>90 cm) dan regolit dalam (100-200 cm).
Tanah Inceptisols, KPL VIIIe, infiltrasi baik, permeabilitas sedang (20-65 mm/jam), drainase agak baik. Pori mikro banyak, konsistensi basah plastis, kondisi lembab gembur dan kering agak keras. Tekstur lempung liat berpasir (SCL) struktur granuler kasar lemah, warna tanah coklat kehitaman. Bahan organik rendah (<1%), nilai toleransi erosi tinggi (>25 ton/ha/th) dan nilai K sangat peka (>0,56).
Gambar 8. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun Sijeruk, desa Banjarmangu, kabupaten Banjarnegara (Sub DAS Merawu, DAS Serayu)
DESKRIPSI TANAH KARANGANYAR Bentuk lahan Hilly (Perbukitan, H), kemiringan lereng >38%, relief bukit kecil, batuan induk batuan beku lunak (Iw) pelapukan lanjut warna coklat, agak masam (pH=5,8). Erosi alur dan jurang tingkat berat. Kedalaman solum sangat dalam (>90 cm) dan regolit (>200 cm). Tanah Ultisols, KPL IVe, infiltrasi baik,
permeabilitas sedang (20-65 mm/jam), drainase agak baik. Pori mikro banyak, konsistensi basah plastis, kondisi lembab gembur dan kering agak keras. Tekstur lempung liat berdebu (SiCL) struktur blosky sedang lemah, warna tanah coklat kemerahan. Bahan organik rendah (<1%), nilai toleransi eroso tinggi (>25 ton/ha/th) dan nilai K sangat peka (>0,56).
Gambar 9. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun Sabrang, desa Ngadirejo, dan dusun Nglegok, desa Ngargoyoso kabupaten Karanganyar (Sub DAS Mungkung dan Grompol)
DESKRIPSI TANAH PURWOREJO
Bentuk lahan Hilly (Perbukitan, H), kemiringan lereng >36%, relief perbukitan, batuan induk batuan beku lunak (Iw) pelapukan lanjut warna coklat, agak masam (pH=6,1). Erosi alur dan longsor (landslide) tingkat berat. Kedalaman solum sangat dalam (>90 cm) dan regolit (>200 cm).
Tanah Ultisols, KPL VIe, infiltrasi baik, permeabilitas agak cepat (65-125 mm/jam), drainase agak baik. Pori mikro banyak,
konsistensi basah lekat, kondisi lembab gembur dan kering agak keras. Tekstur lempung liat berdebu (SiCL) struktur angular blosky halus sedang, warna tanah coklat kemerahan. Bahan organik rendah (<1%), nilai toleransi erosi agak tinggi (20-25 ton/ha/th) dan nilai K sangat peka (>0,56).
Gambar 10. Deskripsi kondisi biofisik secara umum lokasi longsor di dusun Karangsari, desa Kemanukan, kecamatan Bagelen, kabupaten Purworejo (Sub DAS Gesing)
a. Kemiringan Lereng
Kelas kemiringan lereng dapat dilihat Gambar 11, di Karanganyar (K2=38 dan K1=45%), Purworejo (36, 40, dan 45%), dan Banjarnegara (48, 60 dan 75%). Sedangkan indeks kelas kemiringan lereng dari datar (A=0-4%) sampai terjal (I>85%) dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 11. Kelas kemiringan lereng dari yang sangat curam : Banjarnegara (>48%), Karanganyar (>38%) dan Purworejo (>36%) Gambar 12. Indeks kelas kemiringan lereng dari datar (<4%) sampai terjal (>85%)
b. Tekstur Tanah
Tekstur tanah dari yang kasar ke halus : pasir, debu, liat dan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya longsor yaitu tekstur liat terutama yang memiliki komposisi koloidal atau mineral liat tipe 2:1 (liat berat, montmorillonit). Dari kandungan liat yang ada maka Karanganyar yang tertinggi >70%, diikuti dengan Purworejo 60% dan Banjarnegara 38% (Gambar 13).
0% 20% 40% 60% 80% 100% Si C L Si L CL CL L CL SL SL C C C C C C SC C CL CL SC C B3 B3 BH BH BT BT BBL BBL K1 K1 K2 K2 K3 K3 P1 P1 P2 P2 P3 P3 Tanah Banjarnegara (B), Karanganyar (K), Purworejo (P)
P ro sen P a rt ikel T a n a h ( % ) S (Sand) Si (Silt) C (Clay)
Gambar 13. Perbandingan proposional kelas tekstur tanah lokasi longsor di Banjarnegara, Karanganyar, dan Purworejo
c. Bobot Isi Tanah
Bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan yaitu BP (Bobot Partikel/kerapatan partikel) adalah bobot masa partikel padat per satuan volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram/cm3, dan BI (Bobot Isi/kerapatan masa) adalah bobot masa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume, biasanya tanah memiliki bobot isi 1,2 gram/cm3. Gambar 14 dapat dilihat perbandingan BI di Banjarnegara (0,8 – 1,7 gram/cm3) dan Purworejo (0,9 – 1,4 gram/cm3).
Semakin tinggi BI tanah akan semakin padat, infiltrasi semakin lambat, konsistensi mantap dan semakin sulit untuk dilakukan pengolahan lahan.
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 A B A B A B A B A B A B B1 B1 B2 B2 B3 B3 P1 P1 P2 P2 P3 P3
Banjarnegara (B) & Purworejo (P)
B obo t V o lu m e ( B V = g/ c m 3) 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 P e rm e a b ilit a s ( P B = c m /ja m ) BV PB 1. cepat 2. agak cepat 3. sedang 4. agak lambat 5. lambat Gambar 14. Bobot volume (0,9-1,65 g/cm3) dan permeabilitas (lambat-cepat) di
Banjarnegara (B) dan Purworejo (P)
Besar kecilnya bobot isi (BI) banyak dipengaruhi oleh faktor tekstur, struktur dan porositas. Semakin kecil/halus ukuran tekstur, semakin mantap struktur dan semakin sedikit pori tanah maka akan semakin tinggi nilai BI.
d. Kemasaman Tanah
Tingkat kemasaman tanah (pH) dari yang terendah sampai yang tertinggi secara berurutan adalah : Karanganyar (4,5), selanjutnya lebih tinggi di Purworejo (5,5) dan Banjarnegara (7,8) (lihat Gambar 15).
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A B A B A B A B A B A B A B A B A B A B B3 B3 BH BH BT BT BBL BBL K1 K1 K2 K2 K3 K3 P1 P1 P2 P2 P3 P3
Sampel Tanah Banjarnegara (B), Karanganyar (K), dan Purworejo (P)
p H ( K e m as am an Ta na h) i. sangat alkalis h. cukup alkalis g. agakt alkalis f. NETRAL e. agak asam d. cukup asam c. asam b. sangat asam j. ekstrim alkalis Gambar 15. Kemasaman tanah (pH) di Banjarnegara (asam-agak alkalis),
Karanganyar (sangat asam) dan Purworejo (asam)
e. Kesuburan Tanah
Tingkat kesuburan tanah ditentukan terutama oleh ketersediaan unsur hara makro N (Nitrogen), P (Posfor), dan K (Kalium). Karanganyar relatif kurang subur dibandingkan dengan 2 lokasi lainnya (Gambar 16).
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 A B A B A B A B A B A B A B A B A B A B B3 B3 BH BH BT BTBBLBBLK1 K1 K2 K2 K3 K3 P1 P1 P2 P2 P3 P3
Tanah Banjarnegara (B), Karanganyar (K), Purworejo (P)
P -tsd (p p m ) & K -t s d (p p m ) 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 N-ts d (p p m ) & p H P-tsd K-tsd pH N-tsd/10
Gambar 16. Ketersediaan Nitrogen (N), Posfor (P), dan Kalium (K) di Tanah Banjarnegara, Karanganyar, dan Purworejo
2. Kondisi Air
Air tersedia yang merupakan selisih air perkolasi dengan titik layu permanen di Banjarnegara dan Purworejo dapat dilihat pada Gambar 17. Air tersedia yang tinggi akan membebani tanah karena jenuh air.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% A B A B A B A B A B A B B1 B1 B2 B2 B3 B3 P1 P1 P2 P2 P3 P3
Lokasi Banjarnegara (B) & Purworejo (P)
Prose n K a dar A ir
(%) Air PerkolasiTitik Layu Permanen
Air Tersedia
Gambar 17. Kondisi air perkolasi (pF=2,54), titik layu permanent (pF=4,2) dan
air tersedia di Banjarnegara dan Purworejo
Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan air (moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas tanah dapat berupa persen berat atau persen volume (Gambar 18).
Gambar 18. Kondisi lengas tanah 0,5 mm, 2 mm dan asli di Banjarnegara,
Kondisi tingkat kekeruhan tanah mengindikasikan semakin banyak partikel tanah yang berat (pasir) maka tanah cepat mengalami pengendapan, sedangkan yang banyak partikel halus (liat) maka akan selalu keruh (Gambar 19).
Banjarnegara Karanganyar Purworejo
Tingkat kekeruhan suspensi di Banjarnegara, Karanganyar, dan Purworejo, dengan 20g, 40g, 60g, 80g, dan 100g tanah basah
Gambar 19. Perbandingan kondisi kekeruhan suspensi tanah di Banjarnegara, Karanganyar dan Purworejo
3. Kondisi Tanaman a. Banjarnegara
Jenis tanaman dominan dapat dilihat pada Gambar 20 di lokasi longsor blok B1 (Rasamala dan Kaliandra), blok B2 (Salam dan Pinus), dan blok B3 (Waru dan Sengon).
Rasamala-Banjarnegara B11 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 Sampel Pohon T ingg i P o hon ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 D ia m et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Kaliandra-Banjarnegara B12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti n ggi P ohon ( m ) 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Salam-Banjarnegara B22 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 Sampel Pohon T ing gi P o hon ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 D ia m et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Pinus-Banjarnegara B21 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti ng gi P o hon ( m ) 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 D iam eter B a tan g (cm ) TINGGI DIAMETER Waru-Banjarnegara B31 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 1 2 3 4 5 Sampel Pohon T inggi P ohon ( m ) 0 2 4 6 8 10 12 D iam eter Batan g ( c m ) TINGGI DIAMETER Sengon-Banjarnegara B32 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti nggi P ohon ( m ) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 D iam eter B a ta n g (cm ) TINGGI DIAMETER Gambar 20. Populasi tanaman dominan longsor di Banjarnegara pada daerah
b. Purworejo
Jenis tanaman dominan dapat dilihat pada Gambar 201 di lokasi longsor blok P1 (Mlinjo dan Sonokeling), blok P2 (Sonokeling dan Akasia), dan blok P3 (Mlinjo dan Sungkai).
Mlinjo-Purworejo P11 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti ng gi P oho n ( m ) 0 5 10 15 20 25 30 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Sonokeling-Purworejo P12 15.5 16 16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti nggi P o hon ( m ) 0 5 10 15 20 25 30 35 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Sonokeling-Purworejo P21 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti ng gi P oho n ( m ) 0 5 10 15 20 25 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Akasia-Purworejo 22 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti nggi P o hon ( m ) 0 5 10 15 20 25 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Mlinjo-Purworejo P31 0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti n g gi P o hon ( m ) 0 5 10 15 20 25 30 35 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Sungkai-Purworejo P32 0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti n ggi P o ho n ( m ) 0 5 10 15 20 25 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Gambar 21. Populasi tanaman dominan longsor di Purworejo pada daerah belum
c. Karanganyar
Jenis tanaman dominan dapat dilihat pada Gambar 20 di lokasi longsor blok K1 (Suren dan Sengon), dan blok P2 (Mlinjo dan Sengon).
Suren-Karanganyar K11 0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti n ggi P o h on ( m ) 15 15.5 16 16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5 D iam e ter Bata n g (c m ) TINGGI DIAMETER Sengon-Karanganyar K12 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti nggi P ohon ( m ) 0 5 10 15 20 25 30 D ia m eter B a tan g (cm ) TINGGI DIAMETER Mlinjo-Karanganyar K21 0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti nggi P ohon ( m ) 0 5 10 15 20 25 D iam ete r B a ta n g (cm ) TINGGI DIAMETER Sengon-Karanganyar K22 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 Sampel Pohon Ti n g g i P o ho n ( m ) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 D iam et er B a ta n g ( c m ) TINGGI DIAMETER Gambar 22. Populasi tanaman dominan longsor di Karanganyar pada daerah
d. Beberapa Tanaman dari BPTKPDAS
Beberapa jenis tanaman yang dicobakan oleh BPTKPDAS di lokasi lognsor Banjarnegara antara lain : Alpokat, Cemara norfolk, Bambu kuning, Gamal, Jabon, Durian, Mindi, Pinus, dan Mahoni (lihat Gambar 23).
ALPUKAT CEMARA
NORFOLK BAMBU KUNING
GAMAL JABON DURIAN
MINDI PINUS MAHONI Gambar 23. Beberapa macam tanaman yang dikembangkan BPTKPDAS di
lokasi longsor di Banjarnegara (Alpokat, Cemara Norfolk, Bambu kuning, Gamal, Jabon, Durian, Mindi, Pinus, Mahoni).
Beberapa tanaman yang ada di lokasi bekas longsor di Banjarnegara yang perlu diamati karakter perakarannya antara lain : Merbau, Kapulogo, Kaliandra, Salak, Sengon laut, Rasamala, Suren, Ekor kucing, Singkong karet (lihat Gambar 24).
MERBAU KAPULOGO KALIANDRA
SALAK SENGON LAUT RASAMALA
SUREN EKOR KUCING SINGKONG KARET
Gambar 24. Beberapa macam tanaman yang ada di lokasi longsor Banjarnegara (Merbau, Kapologo, Kaliandra, Salak, Sengon laut, Rasamala, Suren, Ekor kucing, Singkong karet).
4. Kearifan Lokal
Kearifan lokal perlu dibangun untuk mengetahui tanda-tanda awal jika mau terjadi bencana longsor. Selanjutnya informasi tersebut perlu disampaikan kepada semua pihak dan warga yang ada disekitar daerah longsor agar dapat mengantisipasi sebelum terjadinya longsor, agar tidak terdapat korban jiwa (Gambar 25 dan Gambar 26).
Plang lokasi penelitian longsor. Peringatan bagi warga agar waspada dekat bekas longsor
Koordinasi dan konsultasi dari kantor Kabupaten sampai desa harus sering dilakukan
POS INFO yang lokasinya strategis sebagai pusat informasi bagi warga sekitarnya Gambar 25. Keterpaduan peran serta dari berbagai pihak antara lain BPTKPDAS,
Kantor Desa, dan Masyarakat (pasangan batu kosong dan semen)
Penakar hujan untuk memantau kumulatif hujan > 300mm/3 hari
Rembesan batu kosong agar air bisa merembes dan tidak tertahan
Peringatan longsor dan sirine dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah
Tanggul Jebol akibat longsor dan tidak ada rembesan air
Jalan berbatu makadam agar air bisa meresap kedalam tanah
Rumah retak-retak akibat longsor, sampai pemilik harus pindah rumah Gambar 26. Keterlibatan dari berbagai pihak terkait dengan penanggulanagn
longsor (BPTKPDAS, Masyarakat desa, Kantor ESDM, Dinas PU, Pengamat longsor, dan Penduduk yang terkena longsor)
Peralatan deteksi gerakan tanah yang telah dipasang perlu disampaikan kepada semua warga untuk sama-sama menjaga dan tidak dirusak. Direncanakan setiap ada pertemuan warga akan diadakan informasi tentang daerah-daerah yang rawan longsor, sehingga dari awal seluruh warga dapat menjauhi tempat tersebut. Disamping itu juga dibangun POS INFO sebagai tempat informasi yang ada di lokasi dekat longsor. Titik-titik koordinat yang telah dicatat dibawah ini untuk diketahui seluruh warga juga sebagai data jika tanah mengalami pergerakan dan pindah tempat atau mengalami ambles kebawah (Tabel 1).
Tabel 1. Koordinat lokasi pengamatan longsor di Banjarnegara, Purworejo dan Karanganyar beserta tinggi tempat dan kemiringan lereng.
LOKASI TANAMAN KOORDINAT UTM TINGGI LERENG
Banjarnegara E S m-dpl % B1a Rasamala 356951 9190218 807 48 B1b Puspa 356964 9190223 796 B2a Pinus 357032 9190272 784 75 B2b Rasamala 357056 9190255 773 B3a Lamtoro 357556 9190815 726 60 B3b Sengon 357586 9190815 719 Purworejo E S m-dpl % P1a Mlinjo 394134 9142114 139 45 P1b Sonokeling 394122 9142090 128 P2a Akasia 394266 9142093 133 36 P2b Sengon 394244 9142058 123 P3a Mlinjo 394437 9142021 134 40 P3b Sungkai 394423 9142012 127 Karanganyar E S m-dpl % K1a Jengkol 509861 9159418 674 45 K1b Cengkeh 509493 9159172 685 K2a Mlinjo 509004 9159772 699 38 K2b Sengon 509012 9159735 685
Keterangan : B1a (Banjarnegara Patok 1 atas) B1b (Patok 1 bawah) m-dpl : meter dari permukaan laut (altitude)
5. Kondisi Iklim
a. Curah Hujan di Karanganyar
Curah hujan bulanan tertinggi tahun 2011 di Karanganyar pada bulan November (464 mm) dan terendah bulan Agustus. Puncak harian maksimum terjadi pada bulan Mei 2011 (98 mm) rerata hujan tertinggi bulan September (27 mm), dan hari hujan terbanyak 24 hari pada bulan April (Gambar 27).
464 98 27.0 24 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2011, Karanganyar
Ju m la h & M ax H u ja n ( m m ) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 Re ra ta ( m m ) d a n Ha ri Hu ja n Jumlah Max Rerata Hari Hujan Gambar 27. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Karanganyar (Jumlah
hujan, Maximum hujan, Rerata, dan Hari hujan)
Tinggi curah hujan yang perlu diwaspadai jika selama tiga hari berturut-turut besarnya hujan 100-200 mm (kategori sedang), 200-300 mm (agak tinggi), dan > 300 mm (tinggi). Tinggi hujan tiga hari berturut-turut yang > 300 mm untuk tahun 2011 di Karanganyar tidak ada, namun untuk tinggi hujan > 100 mm pada Gambar 28 terjadi di bulan Februari (101) dan November (136).
Sehingga kejadian longsor perlu diwaspadai pada enam bulan musim penghujan yaitu dari Januari-April dan dilanjutkan November dan Desember. Sedangkan hujan yang berpotensi terjadinya longsor diperlukan 3 hari berturut-turut, karena pada hari pertama hujan membasahi tanah dulu, selanjutnya pada hari kedua tanah mengalami kejenuhan dan pada hari ketiga curah hujan membebani tanah sehingga akan timbul gaya dorong dan gaya geser untuk menimbulkan tanah retak dan terjadi erosi longsor (landslide).
Gambar 28. Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi
longsor di Karanganyar tahun 2011 : bulan Januari (99), Februari (101), Maret (-), April (98), November (136), Desember (95,8).
b. Curah Hujan di Banjarnegara
Curah hujan bulanan tertinggi tahun 2011di Banjarnegara pada bulan November (722 mm) dan terendah bulan Juli. Puncak harian maksimum terjadi pada bulan Maret 2011 (95 mm) rerata hujan tertinggi bulan November (25,8 mm), dan hari hujan terbanyak 28 hari pada bulan November (Gambar 279).
722 95 25.8 28 0 100 200 300 400 500 600 700 800
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2011, Banjarnegara
Ju m lah & M a x Hu ja n ( m m ) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 Re ra ta (m m ) d a n Ha ri Hu ja n Jumlah Max Rerata Hari Hujan
Gambar 29. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Banjarnegara (Jumlah hujan, Maximum hujan, Rerata, dan Hari hujan)
Penakar hujan manual ombrometer dipasang dekat lokasi longsor untuk mencatat curah hujan setiap hari (Gambar 30). Dekat penakar hujan BPTKPDAS juga dipasang alat pemantau bencana longsor dari kantor ESDM di Banjarnegara.
Gambar 30. Penakar hujan ombrometer (BPTKPDAS) dan ARR (Automatic
Rainfall Recorder) dengan alat pemantau longsor (kantor ESDM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Di Banjarnegara pada tahun 2011 pada bulan tertentu (Gambar 31) ada tinggi hujan selama 3 hari beruturut-turut yang > 100 mm (sedang) yaitu pada bulan : Maret (155,166), April (130), dan November (166,131,118).
Gambar 31.Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi
longsor di Banjarnegara tahun 2011 :bulan Januari (-), Februari (85), Maret (155,166),April (130),November (166,131,118),Desember
c. Curah Hujan di Purworejo
Curah hujan bulanan tertinggi tahun 2011 di Purworejo pada bulan Desember (669 mm) dan terendah bulan Agustus. Puncak harian maksimum terjadi pada bulan Maret 2011 (164 mm) rerata hujan tertinggi bulan Mei (38,5 mm), dan hari hujan terbanyak 28 hari pada bulan Desember (Gambar 27).
669 164 38.5 28 0 100 200 300 400 500 600 700 800
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2011, Purworejo
Ju m lah & M ax H u ja n ( m m ) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 R e ra ta ( m m ) d a n H a ri H u ja n Jumlah Max Rerata Hari Hujan
Gambar 32. Distribusi curah hujan bulanan tahun 2011 di Purworejo (Jumlah hujan, Maximum hujan, Rerata, dan Hari hujan)
Pada kasus daerah yang berpotensi longsor tidak hanya jumlah hujan yang jatuh dan intensitas hujan, tapi juga lamanya hujan dan total hujan. Jika lamanya hujan lebat lebih dari 3 hari dan pada 3 hari pertama tinggi hujan > 100 mm maka kondisi tersebut berpotensi terjadinya longsor. Longsor akan semakin besar jika tanah dalam keadaan terbuka tidak ada humus atau seresah dan tanah mempunyai tingkat kelengasan yang tinggi atau mamapu menyerap tanah dalam jumlah banyak.
Tinggi hujan yang perlu diwaspadai karena berpotensi terjadi longsor kategori sedang (>100 mm) di Purworejo yaitu pada bulan : bulan Januari (101), Februari (154), Maret (184), April (111,136), November (136,184), dan Desember (191). Longsor tidak akan terjadi jika faktor yang lainnya kurang mendukung, misalnya lereng <25%, daerah alluvial, tidak ada sesar, dan regolit tanah dangkal < 1 m (Entisols).
Gambar 33. Tinggi hujan (mm) 3 hari berturut-turut yang diwaspadai berpotensi
longsor di Purworejo tahun 2011 : bulan Januari (101), Februari (154), Maret (184), April (111,136), November (136,184), Desember (191).
6. Mitigasi Longsor
Mitigasi (mitigation) adalah pengurangan, pencegahan atau bisa dikatakan sebagai proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif dari suatu kejadian/bencana. Untuk keperluan tersebut perlu diketahui beberapa daerah yang berpotensi longsor, antara lain pada daerah yang curah hujan >300 mm/3 hari, lereng >85%, batuan basal dan clay shale, adanya sesar, regolit tanah >5 m, pemukiman, terpotong jalan, dan kepadatan > 15.000 orang/km2.
Untuk memantau pergerakan tanah di lokasi longsor telah dicobakan berbagai macam alat antara lain (Gambar 34) : dengan tali plastik klaim, string besi 5 mm, dan alat otomatis (extensometer)
a. Tali klaim plastik disamping mudah putus juga bisa menyebabkan biasnya pengamatan gerakan tanah, karena sifat plastik yang lentur
b. Sling besi lebih permanen/stabil ukuran 5 mm, jika terlalu kecil mudah putus dan tidak nampak di lapangan, dan jika terlalu besar akan melengkung
c. Extensometer yang dapat mengirim informasi gerakan tanah secara otomatis jika lebih 16 cm atau dapat dipanggil lewat sms, atau lewat internet
Gambar 34. Variasi macam alat pengamatan gerakan tanah secara manual (Plastik dan Sling) dan secara otomatis (Extensometer)
a. Gerakan Tanah di Banjarnegara
Pengamatan gerakan tanah di Banjarnegara sebelum bulan Agustus dengan tali plastik klaim dan sesudah bulan September menggunakan sling besi 5 mm (Gambar 35 dan Gambar 36).
0 10 20 30 40 50 60 70
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags
Bulan Pengamatan Tahun 2011 di Banjarnegara
G e ra k a n Ta na h ( c m ) BI-p BII-p BIII-p BIV-p BV-p
TALI PLASTIK KLAIM BI-p: Lahan hutan Rt 05/03 BII-p: Lahan Hutan Rt 03/03 BIII-p: Puluhan
BIV-p:Serangtun Rt 05/02 BV-p: Serangtun Rt 05/02
Gambar 35. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan tali klaim plastik dari bulan Januari-Agustus 2011 di Banjarnegara
Sebelum bulan Agustus dengan tali plastik klaim gerakan tanah sampai 60 cm dan sesudah bulan September menggunakan sling besi 5 mm gerakan tanah terlebar 23 cm. 0 5 10 15 20 25
Sept Okt Nop Des
Bulan Pengamatan Tahun 2011 di Banjarnegara
G e ra kan Tan a h ( c m ) B1 B2 B3 B3p SLING BESI 5 mm
B1: lahan hutan dekat longsor B2: lahan hutan bekas longsor B3: lahan tegal potensi longsor B3p: lahan tegal lonsor (plastik)
Gambar 36. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm dari bulan September-Desember 2011 di Banjarnegara
b. Gerakan Tanah di Karanganyar
Pengamatan gerakan tanah di Karanganyar sebelum Agustus dengan tali plastik klaim (12 cm) dan sesudah September dengan sling besi (Gambar 354).
0 2 4 6 8 10 12 14
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des Bulan Pengamatan Tahun 2011 di Karanganyar
G e ra k a n Ta na h ( c m ) K1 K1p K2 K2p
SLING BESI 5 mm & PLASTIK KLAIM (p) K1: Tegal bekas longsor di Sebrang (sling) K1p:Tegal bekas longsor di Sebrang (plastik) K2: Tegal bekas longsor di Ngadirejo (sling) K2p:Tegal bekas longsor di Ngadirejo (plastik)
Gambar 37. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm
dari bulan Januari-Desember 2011 di Karanganyar
c. Gerakan Tanah di Purworejo
Pengamatan gerakan tanah di Purworejo sebelum Agustus dengan tali plastik klaim (8 cm) dan sesudah September dengan sling besi (Gambar 355).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des Bulan Pengamatan Tahun 2011 di Purworejo
G e rakan Tanah ( c m ) P1 P2 P3 SLING BESI 5 mm
P1: lahan tegal belum longsor P2: lahan tegal bekas longsor P3: lahan tegal dekat pemukiman
Gambar 38. Pengamatan gerakan tanah secara manual dengan sling besi 5 mm dari bulan Januari-Desember 2011 di Purworejo
Data extensometer di Purworejo diambil dari kantor BPTKPDAS yang dipanggil sewaktu-waktu lewas sms, atau dengan mengambil data logger lewat internet dari kantor atau alarm berbunyi ke HP (Hand Phone) yang siap dihubungi. Alarm 1 akan mengabari lewat sms jika terjadi rekahan gerakan tanah > 18 cm, alarm kedua > 20 cm, alarm ketiga >26 cm dan alarm ke-4 >30 cm.
Stasiun : Purworejo ID : 7001 Kode Wilayah : 1 Kode Area : 1 Kode Stasiun : 1 Interval Simpan : 60 Rekahan Awal : 100 Satuan : mm
Batas Alarm Rekah Rekahan 4 : 300 Aktif
Batas Alarm Rekah Rekahan 3 : 260 Aktif
Batas Alarm Rekah Rekahan 2 : 200 Aktif
Batas Alarm Rekah Rekahan 1 : 180 Aktif
Saat Koneksi : 16/01/12 12:24
Simpan Pertama : 04/11/11 11:00
Simpan Terakhir : 16/01/12 12:00
Pengambilan Data : 16/01/12 12:18
Alarm Level Aktif : 00/00/00 00:00
Tindih Memori : 0 kali
Memori Terpakai : 3%
: 8540/ 256000 Byte
Kondisi Baterai : 100 %
Data extensometer di Purworejo diambil dari kantor BPTKPDAS yang setiap jam, harian (Tabel 23 dan 4), atau bulanan. Data gerakan tanah bulanan dapat dilihat pada Tabel 2., yaitu 9,8 cm dengan titik awal 10 cm.
Tabel 2. Data gerakan tanah (extensometer) di Purworejo Tahun 2011
Minimal Maksimal
Bulan
Tanggal Rekah mm Tanggal Rekah mm Rekah mm
Januari Februari Maret November 27/11/11 98.0 25/11/11 100.0 98.0 Desember 05/12/11 97.0 27/12/11 99.0 98.0 Keterangan :
Bulanan = min: Desember, 97 mm, maks: November, 100 mm Harian = min : 31/12/11, 97 mm, maks: 31/12/11, 98 mm
Tabel 3. Data gerakan tanah dari extensometer November 2011 di Purworejo, Min : 27/11/11 98 mm Maks : 25/11/11 100 mm, Rata-rata : 98 mm
Minimal Maksimal Tanggal Waktu Rekah mm Waktu Rekah mm Rekah mm 04/11/11 15:00 99 23:00 100 100.0 05/11/11 3:00 99 22:00 100 99.0 06/11/11 1:00 99 23:00 100 100.0 07/11/11 13:00 99 23:00 100 100.0 08/11/11 19:00 99 23:00 100 100.0 09/11/11 0:00 99 23:00 100 100.0 10/11/11 6:00 99 23:00 100 100.0 11/11/11 15:00 99 23:00 100 100.0 12/11/11 0:00 99 22:00 100 99.0 13/11/11 3:00 99 23:00 100 100.0 14/11/11 4:00 99 21:00 100 99.0 15/11/11 3:00 99 23:00 100 100.0 16/11/11 5:00 99 23:00 100 100.0 17/11/11 2:00 99 23:00 100 100.0 18/11/11 0:00 99 20:00 100 99.0 19/11/11 4:00 99 23:00 100 100.0 20/11/11 2:00 99 23:00 100 100.0 21/11/11 1:00 99 23:00 100 100.0 22/11/11 0:00 99 21:00 100 99.0 23/11/11 1:00 99 23:00 100 100.0 24/11/11 3:00 99 23:00 100 100.0 25/11/11 2:00 99 8:00 100 99.0 26/11/11 0:00 99 23:00 99 99.0 27/11/11 6:00 98 22:00 99 98.0 28/11/11 1:00 98 22:00 99 98.0 29/11/11 1:00 98 17:00 99 98.0 30/11/11 0:00 98 13:00 99 98.0
Tabel 4. Data gerakan tanah dari extensometer Desember 2011 di Purworejo, Min : 27/11/11 98 mm Maks : 25/11/11 100 mm, Rata-rata : 98 mm Minimal Maksimal Tanggal Waktu Rekah mm Waktu Rekah mm Rekah mm 01/12/11 0:00 98 23:00 99 99.0 02/12/11 1:00 98 23:00 99 99.0 03/12/11 1:00 98 23:00 99 99.0 04/12/11 0:00 98 19:00 99 98.0 05/12/11 8:00 97 6:00 99 98.0 06/12/11 3:00 97 12:00 99 98.0 07/12/11 0:00 97 17:00 99 98.0 08/12/11 6:00 97 23:00 99 99.0 09/12/11 5:00 97 18:00 99 98.0 10/12/11 0:00 98 22:00 99 98.0 11/12/11 0:00 98 23:00 99 99.0 12/12/11 8:00 97 18:00 99 98.0 13/12/11 6:00 97 23:00 98 98.0 14/12/11 9:00 97 22:00 99 98.0 15/12/11 4:00 98 19:00 99 98.0 16/12/11 2:00 97 23:00 98 98.0 17/12/11 7:00 97 17:00 99 98.0 18/12/11 0:00 97 23:00 98 98.0 19/12/11 3:00 97 23:00 98 98.0 20/12/11 1:00 97 23:00 98 98.0 21/12/11 0:00 97 23:00 98 98.0 22/12/11 0:00 97 23:00 98 98.0 23/12/11 1:00 97 23:00 98 98.0 24/12/11 0:00 97 22:00 98 97.0 25/12/11 0:00 97 22:00 98 97.0 26/12/11 0:00 97 23:00 98 98.0 27/12/11 0:00 97 18:00 99 98.0 28/12/11 2:00 97 23:00 98 98.0 29/12/11 1:00 97 16:00 98 97.0 30/12/11 0:00 97 23:00 98 98.0 31/12/11 2:00 97 23:00 98 98.0
7. Mitigasi Berbasis Masyarakat
Kelompok Tani atau kelompok Rukun Warga dan Rukun Tetangga perlu diberdayakan untuk mengenal tanda-tanda terjadinya longsor. Informasi secara reguler perlu disampaikan kepada masyarakat lewat lembaga atau kelompok masyarakat salah satunya dengan memasang spanduk di lokasi dan mendirikan POS INFO (Gambar 39 dan Gambar 40).
PURWOREJO
Lokasi : Karangsari, Kemanukan, Bagelen Koordinat : -7.760235 LS,110.034256 BT Wilayah Sub DAS : Gesing
Pertemuan warga : Malam Minggu Legi BANJARNEGARA
Lokasi : Sijeruk, Banjarmangu, Banjarnegara Koordinat : -7.318882 LS, 109.710503 BT Wilayah Sub DAS : Merawu, DAS Serayu Pertemuan warga : Jum’at kliwon
KARANGANYAR
Lokasi : Sabrang/Ngadirejo, Nglegok/Ngargoyoso
Koordinat : -7.594961 LS,111.129456 BT Wilayah Sub DAS : Mungkung dan Grompol Pertemuan warga :
- Sabrang Rt 03 Rw 06 (malam Minggu Pon) - Ngadirejo Rt 04 Rw 06 (malam Jumat Pon) Gambar 39. Pemasangan spanduk untuk menginformasikan kepada masyarakat
Pos Info di Rumah Bapak Lurah Desa Kemanukan, Kec.Bagelen, Sub DAS Gesing Purworejo, dengan Rencana Pertemuan RT/RW Setiap Malam Minggu Legi
Pos Info di Rumah Bapak Sugeng di Desa Sijeruk, Kec. Banjarmangu, SubDAS Merawu Banjarnegara Rencana Pertemuan RT/RW Setiap Malam Jumat kliwon
Pos Info di Rumah Bapak Suwardi di Desa Nglegok, Kec.Argoyoso, Sub DAS Mungkung dan Grompol, Karanganyar dengan Rencana Pertemuan di Sabrang Rt 03 Rw 06 Setiap Malam Minggu Pon; dan di Ngadirejo Rt 04 Rw 06 Setiap Malam Jumat Pon. RT01/VII (Darso Sadimin) dan Rt 02/VII (Usup) pertemuan malam Minggu Kliwon, RT03/VII (Suwarno) dan Rt02/VIII (Raharjo) dan Rt02/VIII (Tumino) setiap malam Minggu pon. Bayan Suparman (HP.085229044404)
Gambar 40. Pos info dipakai sebagai informasi yang berkaitan dengan penelitian longsor di 3 lokasi (Purworejo, Banjarnegara, dan Karanganyar)
B. Pembahasan
1. Informasi teknik mitigasi tanah longsor
Informasi teknik mitigasi disamping mengenal tanda-tanda alam untuk kearifan lokal, jika perlu disampaikan masyarakat lewat Pos Info dengan pertemuan secara reguler tentang tanda-tanda akan terjadinya longsor dan ciri-ciri beberapa tempat yang berpotensi terjadinya longsor. Mitigasi ini merupakan langkah dini untuk mengetahui sebelum terjadinya bencana yang sesungguhnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi korban jiwa akibat bencana tersebut, sebab jika tidak ada korban jiwa maka sebesar apapun longsor tersebut hanya menimbulkan kerugian material saja.
Beberapa syarat pemilihan jenis tanaman yang dikembangkan agar tidak terjadi longsor pada daerah yang sudah berpotensi longsor atau telah terjadi longsor antara lain dipilih tanaman yang tidak membebani tanah dan perakaran banyak, sebagai contoh tanaman salak dan kapulogo yang dikembangkan di Banjarnegara.
Upaya untuk perbaikan kondisi tanah antara lain dikurangi dengan meningkatkan pori makro agar aerasi dan drainase lancar serta tekstur tanah tidak terlalu halus seprti liat. Untuk kemantapan agregat dapat ditambahkan pupuk organik dengan pupuk kandang atau dengan menambah penguat agregat sintetis. Perbanyakan tanaman bawah untuk penyerapan air dan pasangan batu kosong pada tampingan atau tebing terjal. Perbaikan drainase dengan membuat saluran agar air cepat teratuskan, sebab jika konidisi tanah jenuh maka lahan yang berpotensi longsor akan mudah bergerak.
Kondisi tingkat longsor untuk 3 lokasi berurutan dari yang tertinggi Banjarnegara (3,8), Purworejo (3,6) dan Karanganyar (3,1), yaitu dua lokasi mendekati agak tinggi (4) dan satu lokasi di Karnganyar termasuk sedang (Tabel 5). Ketiga lokasi termasuk daerah dengan formasi geologi sama dan sama-sama dilewati garis sesar, sehingga faktor yang berpengaruh terhadap tingkat longsor antara lain : curah hujan dan kemiringan lereng serta penggunaan lahan. Penggunaan lahan sebagian besar di tegal dan hanya satu lokasi di pemukiman.
Tabel 5. Kondisi tingkat longsor di Banjanegara (B), Purworejo (P) dan Karanganyar (K)
CH KL GEO Sesar REG PL IS KP TL
B1 3 3 3 5 4 4 1 1 3.0 B2 3 4 3 5 4 4 1 1 3.1 B3 3 3 3 5 4 5 5 2 3.8 P1 4 3 3 5 3 4 5 2 3.6 P2 4 2 3 5 3 4 5 2 3.5 P3 4 2 3 5 3 4 5 2 3.5 K1 3 3 3 5 5 4 1 2 3.3 K2 3 2 3 5 5 4 1 2 3.1
Keterangan : CH:Curah Hujan, KL:Kemiringan Lereng, GEO:Geologi, REG:Regolit,
PL:Penggunaan Lahan, IS:Infrastruktur, KP:Kepadatan Penduduk, TL:Tingkat Longsor
2. Informasi sistim mitigasi tanah longsor untuk pengelolaan DAS
Mitigasi pada satuan DAS perlu mengetahui distribusi daerah yang peka terjadinya longsor dan kelas penutupan lahan pada satuan Sub DAS. Sub DAS Gesing di Purworejo merupakan daerah yang berbukit dan lereng didominasi dari miring sampai curam dengan penutupan lahan agroforestry (Duren, Sengon, Akasia), pekarangan dan persawahan. Sub DAS Merawu di Banjarnegara sebagian besar tanah labil karena dilewati sesar dan sebagian besar lahan curam sampai terjal pada hutan lindung. Penutupan lahan lainnya untuk kebun sayur, agroforestry (Kapulogo, Salak dan Sengon) dan terbuka. Sub DAS Mungkung dan Grompol di Karanganyar didominasi perbukitan dengan lereng miring sampai curam, dengan dominasi penutupan lahan untuk tegalan, pemukiman dan persawahan.
3. Identifikasi faktor-faktor daerah berpotensi longsor di DAS a. Kondisi Tanah
Kadar lengas tanah merupakan kandungan air (moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Kadar lengas dinyatakan dalam satuan persen berat atau persen volume. Kadar lengas secara umum ada 3 jenis : (a) lengas tanah (soil moisture), bentuk campuran gas (uap air) dan cairan; (b) air tanah (soil water), air dalam bentuk cair dalam tanah sampai lapisan kedap air, (c) air tanah dalam (ground water), lapisan air tanah yang berada ditanah bagian dalam (Handayani, 2009).
Kadar lengas di daerah longsor tertinggi di Banjarnegara, diikuti Purworejo dan Karanganyar. Semakin tinggi kadar lengas seperti di Banjarnegara (82,49%) maka paling berpotensi terjadinya longsor. Banjarnegara yang paling rawan terjadi longsor ditunjukkan oleh Kadar lengas untuk partikel tanah 2 mm dan 5 mm tertinggi yaitu 12,39%.
Di Indonesia banyak tanah marginal yang berkandungan pasir tinggi seperti tanah vulkan berpasir kasar dan tanah berpasir pantai. Tanah berpasir seperti itu memiliki struktur yang jelek, berbutir tunggal lepas, berat volumenya tinggi, serta kemampuan menyerap dan menyimpan air rendah sehingga kurang mendukung dalam usaha bercocok tanam. Disamping itu, tanah jenis ini peka terhadap pencucian unsur hara dan peka terhadap erosi air maupun angin. Dalam kaitannya dengan daya menyimpan air, tanah berpasir memiliki daya pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif kecil karena permukaan kontak antar tanah berpasir didominasi oleh pori-pori mikro. Oleh karena itu, air yang jatuh ke tanah jenis ini akan segera mengalami perlokasi dalam air kapiler dan mudah lepas karena evaporasi (Mukhid, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan lengas dalam tanah antara lain perubahan iklim, kandungan bahan organik, fraksi liat, topografi, dan adanya bahan penutup tanah baik organik maupun anorganik (Walker and Paul, 2002). Bahan organik bisa berfungsi dan memperbaiki sifat kimia, fisika, biologi tanah sehingga ada sebagian ahli menyatakan bahwa bahan organik di dalam tanah memiliki fungsi yang tak tergantikan (Sutanto, 2005). Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi mempunyai kapasitas penyangga yang rendah apabila basah. Kemampuan tanah untuk menyimpan air salah satunya air hujan menentukan juga spesies apa yang tumbuh. Kadar lengas merupakan salah satu sifat fisika tanah untuk mengetahui kemampuan penyerapan air dan ketersediaan hara pada setiap jenis tanaman (Anonim, 2007).
b. Kondisi Air
Berkaitan dengan istilah air dalam tanah, secara umum dikenal 3 jenis, yaitu (a) lengas tanah (soil moisture) adalah air dalam bentuk campuran gas (uap air) dan cairan; (b) air tanah(soil water) yaitu air dalam bentuk cair dalam tanah,