• Tidak ada hasil yang ditemukan

STABILITAS MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL PANAS AC-BC GRADASI KASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STABILITAS MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL PANAS AC-BC GRADASI KASAR"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT determine the characteristics of the Marshall parameter variations due to aggregate gradation mix changes of Asphalt Concrete- Binder Course (AC-BC) with rough graded reference to the Spesifikasi Bina Marga 2010. This research was conducted by differentiating gradations of the test specimen, including the first test specimen group I represented by the upper limit gradation, group II test object is represented by the middle of the boundary gradation, whereas group III test object is represented by gradations lower limit.

With the values of the Marshall parameters obtained at the specimen groups I, II and III, where the Marshall test results on the the third group did not meet all the requirements for specification. And it can be concluded with these results certainly do not get value of Kadar Aspal Optimum (KAO) of the third group of the test object. This proves that the value of the stability that has been qualified does not guarantee obtaining KAO, because the MQ and VFA values that do not meet specifications. As well as with the change of coarse aggregate gradation variations in mix AC-BC will affect the characteristics of the mix itself.

(2)

ABSTRAK Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga pada tahun 2010. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik parameter Marshall akibat perubahan variasi gradasi agregat pada campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) bergradasi kasar dengan mengacu kepada Spesifikasi Bina Marga 2010. Penelitian ini dilakukan dengan membedakan gradasi benda uji, diantaranya pada kelompok benda uji I diwakili oleh gradasi batas atas, kelompok benda uji II diwakili oleh gradasi batas tengah, sedangkan Kelompok benda uji III diwakili oleh gradasi batas bawah.

Setelah diperoleh nilai-nilai parameter Marshall dari analisis pada kelompok benda uji I, II dan III, dimana hasil uji Marshall pada ketiga kelompok benda uji tersebut tidak memenuhi seluruh persyaratan karena diluar spesifikasi. Dan dapat disimpulkan dengan hasil tersebut, dipastikan tidak didapatkannya nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) dari ketiga kelompok benda uji tersebut. Ini membuktikan bahwa nilai stabilitas yang telah memenuhi syarat tidak menjamin diperolehnya KAO, dikarenakan nilai MQ dan VFA yang tidak memenuhi spesifikasi. Serta dengan adanya perubahan variasi gradasi agregat kasar pada campuran AC-BC akan berpengaruh terhadap karakteristik campuran itu sendiri.

(3)

STABILITAS MARSHALL PADA CAMPURAN

ASPAL PANAS AC-BC

GRADASI KASAR

Oleh

M. Hafiz

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

STABILITAS MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL PANAS AC-BC

GRADASI KASAR

(Skripsi)

Oleh M. HAFIZ

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar Ilustrasi Perbedaan Gradasi Agregat 15

2. Grafik Gradasi Agregat Campuran AC-BC Yang Di Uji 48

3. Diagram Alir Penelitian 55

4. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Stabilitas Batas Atas 73

5. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Flow Batas Atas 74

6. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Marshall Questient Batas Atas 75

7. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VIM Batas Atas 76

8. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VMA Batas Atas 77

9. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VFA Batas Atas 78

10. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Stabilitas Batas Tengah 81

11. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Flow Batas Tengah 82

12. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Marshall Questient Batas

Tengah 83

13. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VIM Batas Tengah 84

14. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VMA Batas Tengah 85

15. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VFA Batas Tengah 86

16. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Stabilitas Batas Bawah 89

(6)

18. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Marshall Questient Batas

Bawah 91

19. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VIM Batas Bawah 92

20. Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VMA Batas Bawah 93

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku 7

2. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Beraspal Panas (AC) 9

3. Ketentuan Agregat Kasar 11

4. Ketentuan Agregat Halus 12

5. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal 16

6. Spesifikasi aspal keras pen. 60/70 22

7. Standar Pemeriksaan Agregat Kasar 45

8. Standar Pemeriksaan Agregat Halus 45

9. Gradasi Agregat Campuran Laston (AC-BC) yang di Uji 47

10. Jumlah Benda Uji Per Kadar Aspal 50

11. Hasil Pengujian Agregat 57

12. Hasil Pengujian Aspal Shell Pen. 60/70 59

13. Persentase Agregat Campuran AC-BC Yang Di Uji 62

14. Jumlah Proporsi Agregat 63

15. Kadar Aspal Rencana 64

16. Perhitungan Berat Jenis Agregat Untuk Kelompok Benda Uji I (Batas

(8)

17. Perhitungan Berat Jenis Teori Maksiimum Untuk Kelompok Benda

Uji I (Batas Atas) 66

18. Perhitungan Berat Jenis Agregat Untuk Kelompok Benda Uji II (Batas

Tengah) 66

19. Perhitungan Berat Jenis Teori Maksiimum Untuk Kelompok Benda

Uji II (Batas Tengah) 66

20. Perhitungan Berat Jenis Agregat Untuk Kelompok Benda Uji III

(Batas Bawah) 67

21. Perhitungan Berat Jenis Teori Maksiimum Untuk Kelompok Benda

Uji III (Batas Bawah) 67

22. Berat Masing-masing Agregat Untuk Kelompok Benda Uji I (Batas

Atas) 69

23. Berat Masing-masing Agregat Untuk Kelompok Benda Uji II (Batas

Tengah) 70

24. Berat Masing-masing Agregat Untuk Kelompok Benda Uji III (Batas

Bawah) 70

25. Hasil Dan Analisis Pengujian Marshall Kelompok Benda Uji I (Batas

Atas) 72

26. Bar Chart Kadar Aspal Optimum Kelompok Benda Uji I (Batas Atas) 79

27. Hasil Dan Analisis Pengujian Marshall Kelompok Benda Uji II (Batas

Tengah/Ideal) 80

28. Bar Chart Kadar Aspal Optimum Kelompok Benda Uji II (Batas

(9)

29. Hasil Dan Analisis Pengujian Marshall Kelompok Benda Uji III

(Batas Bawah) 88

30. Bar Chart Kadar Aspal Optimum Kelompok Benda Uji III (Batas

(10)
(11)
(12)

Moto

“Keep humble and positive thinking”.

Belajar dari Imam Al Ghazali, bahwasannya;

yang singkat itu waktu,

yang menipu

itu dunia,

yang dekat itu kematian,

yang besar itu hawa nafsu,

yang berat

itu amanah,

yang sulit itu ikhlas,

yang mudah itu berbuat dosa,

yang susah itu sabar,

yang sering lupa itu bersyukur,

yang membakar amal itu mengupat,

yang mendorong ke neraka itu lidah,

yang berharga itu iman,

yang menentramkan hati itu teman sejati,

dan yang ditunggu Allah S.W.T. itu taubat.

“Life is like riding a bicycle.

To keep your balance, you must keep moving.”

(13)
(14)

Untuk KALIAN, yang selalu di

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Kab. Lampung Utara pada

tanggal 12 Juni 1987, anak keempat dari lima bersaudara

pasangan Bapak Khuzairin dan Ibu Wardah.

Penulis menempuh pendidikan di TK Pertiwi Ogan Lima Kab.

Lampung Utara diselesaikan pada tahun 1993, pendidikan di Sekolah Dasar (SD)

Negeri 1 Ogan Lima Kab. Lampung Utara diselesaikan pada tahun 1999,

pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Ogan Lima

Kab. Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2002, pendidikan di Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kotabumi Kab. Lampung Utara diselesaikan

pada tahun 2005.

Pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan

Teknik Sipil Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis pernah melaksanakan

Kerja Praktik (KP) pada Proyek Pembangunan Boemi Kedaton Mall, Bandar

(16)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah, atas segala kasih dan sayang Tuhan Yang Maha Esa

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Stabilitas Marshall Pada Campuran Aspal Panas AC-BC Gradasi Kasar”, yang merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjan Teknik pada Fakultas

Teknik Universitas Lampung.

Dalam kesempatan dalam menyusun skripsi ini penulis mendapatkan banyak

bantuan, dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Universitas Lampung dan Pembimbing Akademik, atas segala upaya selama

proses perkuliahan dan menyusun skripsi.

3. Bapak Ir. Proyo Pratomo, M.T., selaku Dosen Pembimbing I skripsi, atas

kesediaan waktunya memberikan bimbingan, nasehat dan pengarahan, serta

(17)

kesediaan waktunya memberikan bimbingan, nasehat dan pengarahan, serta

kesabaran selama proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Penguji skripsi, atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk hadir di ruang sidang, menguji dan memberikan

masukan, saran serta kritik membangun selama proses penyelesaian skripsi.

6. Seluruh Dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Lampung.

7. Seluruh karyawan di Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

8. Seluruh karyawan di Lab. Inti Jalan Raya Fakultas Teknik, Universitas

Lampung.

9. Para peneliti yang karya ilmiahnya penulis jadikan acuan atau literatur.

10. Umàk dan Bàk (Ibu dan Bapak –red), Ayunda (Eka Apriyana & Arinda

Nurlela), kakanda (Ali Fikri) dan adinda (Anugerah Ramadhan) yang

kucintai, terimakasih untuk doa dan segalanya.

11. Adinda (Andini K.N. & Ria Z.N.) dan keponakan (Annove K. & Tiara K.)

atas semua nasihat, support dan canda-tawa kalian, serta secara tidak

langsung kalian menjadi cambuk untuk menjadi lebih baik..

12. Seluruh rekan seperjuangan Teknik Sipil Angkatan 2004 s.d. 2008, terkhusus

Angkatan 2007 yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan kebersamaannya.

(18)

saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

memberikan sumbangan yang berarti untuk kemajuan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang Teknik Sipil.

Bandar Lampung, 07 Juli 2015

Penulis,

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan ... 6

B. Lapis Aspal Beton ... 8

C. Jenis Agregat ... 10

1. Agregat Kasar ... 10

2. Agregat Halus ... 11

3. Bahan Pengisi (Filler) ... 13

D. Gradasi Agregat ... 13

E. Aspal ... 19

F. Karakteristik Campuran Beraspal ... 23

(20)

2. Durabilitas (Durability) ... 24

3. Kelenturan (Flexibility) ... 25

4. Kekesatan/Tahan Geser (Skid Resistance) ... 25

5. Ketahanan Kelelehan (Fatique Resistance) ... 25

6. Kedap Air (Impermeable) ... 26

7. Kemudahan Pelaksanaan (Workability) ... 26

G. Kadar Aspal Rencana ... 26

H. Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 27

1. Rongga Udara Dalam Campuran / Void In Mix (VIM) ... 27

2. Rongga Pada Campuran Agregat / Void Mineral Aggregatae (VMA) ... 29

3. Rongga Terisi Aspal / Void Filled With Asphalt (VFA) ... 30

4. Berat Jenis (Specific Gravity) ... 31

I. Metode Marshall ... 33

1. Uji Marshal ... 33

2. Parameter Pengujian Marshall ... 34

J. Spesifikasi Bina Marga 2006 ... 36

K. Spesifikasi Bina Marga 2010 ... 36

L. Penelitian Terkait ... 36

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 41

B. Jenis Data Dan Sumber ... 41

C. Bahan ... 41

(21)

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 43

1. Persiapan ... 44

2. Pengujian Bahan ... 44

3. Perencanaan Campuran ... 45

4. Perhitungan Campuran Aspal ... 49

5. Pembuatan Dan Pengujian Benda Uji dengan Alat Marshal ... 51

6. Menghitung Parameter Marshall ... 53

7. Pengolahan Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 54

F. Diagram Alir Penelitian ... 55

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Aspal Dan Agregat ... 56

1. Pengujian Agregat ... 56

2. Pengujian Aspal ... 58

B. Desain Campuran ... 61

1. Persentase Agregat ... 61

2. Penentuan Perkitraan Kadar Aspal Rencana ... 62

3. Menghitung Berat Jenis Teori Maksimum ... 64

4. Menghitung Berat Total Agregat ... 68

5. Menghitung Berat Masing-masing Agregat ... 69

C. Hasil Dan Analisis Pengujian Marshall ... 71

1. Hasil Dan AnalisisPengujian Marshall Kelompok Benda Uji I (Batas Atas) ... 72

(22)

3. Hasil Dan AnalisisPengujian Marshall Kelompok Benda Uji III

(Batas Bawah) ... 87

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 99

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa

adalah pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun

dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur, yang

diperkirakan 1.000 km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

pada akhir abad 18, tujuan pembangun pada saat itu terutama untuk

kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk memudahkan

pengangkutan hasil bumi.

Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai

berkembang pesat sejak tahun 1970 dimana mulai diperkenalkannya

pembangunan perkerasan jalan sesuai dengan fungsinya.

Pada dasarnya jenis perkerasan jalan dikelompokan menjadi dua macam,

yaitu perkerasan lentur (flexible pavement), dan perkerasan kaku (rigid

pavement), hampir semua lapis permukaan jalan di Indonesia menggunakan

campuran aspal panas karena perkerasan lentur memberikan kenyamanan

terhadap pengguna jalan jika dibandingkan dengan lapis permukaan yang

menggunakan beton semen atau lebih dikenal dengan perkerasan kaku. Lapis

(24)

kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai

gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.

Lapisan beton aspal (Laston) adalah lapisan permukaan konstruksi perkerasan

lentur jalan yang mempunyai nilai struktural. Lapisan tersebut terdiri dari

agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dengan aspal. Kekuatan

perkerasan laston diperoleh dari kualitas agregat yang digunakan.

Gradasi merupakan salah satu sifat agregat yang berpengaruh terhadap

kualitas campuran aspal. Agregat sangat berperan dalam pembentukan lapis

perkerasan, dimana daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar

oleh karakteristik agregat. Setiap jenis campuran aspal untuk lapisan

perkerasan jalan mempunyai gradasi agregat tertentu dan agregat mempunyai

batas gradasi, yaitu batas atas dan batas bawah, dimana pada

batas-batas gradasi tersebut, memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap

karakteristik Laston. Untuk mendapatkan campuran agregat yang baik

diusahakan menjaga gradasi campuran agregat berada pada batas tengah

(ideal) diantara batas atas dan batas bawah. Gradasi tengah merupakan

gradasi yang terdiri atas campuran agregat kasar, agregat halus serta filler

yang sesuai dengan proporsinya. Batas tengah (ideal) merupakan gradasi

yang selalu digunakan untuk membuat perkerasan jalan karena memberikan

pengaruh yang baik sesuai dengan parameter Marshall dibandingkan dengan

gradasi batas atas dan bawah.

Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh dan tingkat kelayakan dari

(25)

agregat bergradasi kasar. Maka pada penelitian ini akan dilakukan

pemeriksaan sifat-sifat fisik dari material agregat terutama pada variasi

agregat bergradasi kasar dan menghubungkannya dengan analisa parameter

pengujian stabilitas Marshall yang mengacu kepada Spesifikasi Umum Edisi

2010 yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian

Pekerjaan Umum, di mana mengalami perubahan dari Spesifikasi Umum

Edisi Desember 2006.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variasi

gradasi kasar terhadap karakteristik campuran aspal panas AC-BC pada batas

atas, batas tengah dan batas bawah dengan mengacu pada Spesifikasi Umum

Bina Marga 2010.

C. Batasan Masalah

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada sifat dan karakteristik campuran

lapisan aspal beton, serta melakukan pengujian di Laboratorium. Ruang

lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bahan agregat berasal dari PT. Sumber Batu Berkah, kecamatan Tarahan

Kabupaten Lampung Selatan.

2. Pengujian properties campuran aspal penetrasi 60/70 dan agregat

pembentuk campuran aspal panas AC-BC bergradasi kasar.

3. Tipe campuran yang digunakan adalah laston Asphalt Concrete - Binder

(26)

4. Filler yang digunakan merupakan semen portland yang biasa digunakan

untuk berbagai macam kontruksi bangunan dan terdapat di banyak

pasaran (umum).

5. Pengujian Stabilitas dengan alat Marshall pada campuran laston Asphalt

Concrete - Binder Course (AC-BC) gradasi kasar dengan penambahan

kadar aspal yang optimum.

6. Penelitian ini memfokuskan pada 3 (tiga) variasi gradasi pada gradasi

laston (AC-BC) bergradasi kasar, di antaranya batas atas, batas tengah

dan batas bawah, sesuai dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

7. Pengujian dilaboratorium meliputi pekerjaan uji Stabilitas Statis dengan

metode Marshall.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin ditinjau dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai

karakteristik dari variasi gradasi kasar, menganalisis karakteristik campuran

laston (AC-BC) yang dihasilkan dari variasi-variasi gradasi kasar, serta untuk

mengetahui pengaruh yang diberikan variasi gradasi kasar terhadap

karakteristik campuran laston (AC-BC) dengan mengacu pada Spesifikasi

Umum Bina Marga 2010.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya kajian ini, diharapkan bisa memberikan informasi kepada

pihak - pihak terkait mengenai pengaruh dari perubahan variasi gradasi

(27)

sebagai lapis aus permukaan lentur ditinjau terhadap sifat Marshall {stability,

flow, void in mineral agregat (VMA), void in the mix (VIM), void filled with

asphalt (VFA) dan Marshall Quitient} yang nantinya dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan tentang pentingnya pemilihan material dan

pengaruhnya pada kualitas perkerasan terhadap perubahan variasi gradasi

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang

digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah

batu pecah, batu belah, batu kali ataupun hasil samping peleburan baja.

Bahan ikat yang dipakai diantara aspal, semen ataupun tanah liat (Andi

Tenrisukki Tenriajeng. 2002). Selain untuk dapat melayani atau

memberikan pelayanan yang optimum kepada lalu-lintas pada batas-batas

ekonomi yang layak, perkerasan jalan pun bertujuan untuk melayani secara

aman dan nyaman pada kondisi yang dipersyaratkan selama umur

rencananya, dengan melindungi tanah dasar (subgrade) dari pengaruh

lalu-lintas dan iklim serta memastikan bahwa bahan yang digunakan tidak akan

mengalami kerusakan.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan

atas tiga macam, yaitu (Silvia Sukirman. 1999):

1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan

perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke

tanah dasar yang telah dipadatkan, umumnya terdiri dari tiga lapis atau

(29)

coarse), lapisan pondasi atas (base coarse), lapisan pondasi bawah

(sub-base coarse), dan lapisan tanah dasar (subgrade).

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat

beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan

atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul

oleh pelat beton (slab concrete).

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa

perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas

perkerasan lentur.

Perbedaan utama antara perkerasan lentur dan kaku dapat terlihat pada tabel 1:

Tabel 1. Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

No. Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Bahan pengikat Aspal Semen

(30)

B. Lapis Aspal Beton (Laston)

Lapis beton aspal (laston) merupakan lapisan penutup konstruksi jalan yang

mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh

Asphalt Institude dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Anas Tahir

(2009) beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan

konstruksi perkerasan lentur. Campuran beton aspal tersebut terdiri atas

agregat kasar, agregat halus, filler dan menggunakan aspal sebagai bahan

pengikat. Dan menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran

ini terdiri dari atas agregat yang mempunyai gradasi menerus dengan aspal

keras, dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada

suhu tertentu yang umum digunakan pada lalu-lintas berat. Suhu

pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan.

Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang

menunjukkan pembagian butiran yang merata mulai dari ukuran yang terbesar

sampai ukuran yang terkecil. Ciri lainnya memiliki sedikit rongga dalam

struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena

itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.

Sesuai fungsinya laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:

1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama Asphalt

Concrete-Wearing Course (AC-WC).

2. Laston sebagai lapisan perantara/pengikat, dikenal dengan nama Asphalt

(31)

3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama Asphalt

Concrete-Base (AC-Concrete-Base).

Dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm,

25,4 mm, 37,5 mm. Ketentuan sifat – sifat campuran beraspal panas di

Indonesia seperti campuran beraspal jenis Asphalt Concrete- Binder Course

(AC-BC) adalah ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah bersama-sama dengan Bina Marga, hal

itu menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu seperti tertera dalam Tabel 2.

Tabel 2. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Beraspal Panas (AC)

SIFAT-SIFAT CAMPURAN

LASTON

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi

Kadar aspal efektif Min 4,3 4,0 3,5

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman

(32)

C. Jenis Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral

lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum –

Direktorat Jendral Bina Marga. 2010).

Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) didasarkan

kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat di dalam

campuran aspal biasanya 90 sampai 95 persen, atau 75 sampai 85 persen dari

volume. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibedakan atas agregat

kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Dengan pemilihan agregat

yang tepat dan memenuhi syarat akan sangat menentukan keberhasilan

pembangunan jalan.

1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8 (2,36

mm). Agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu pecah

yang bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung

dan material asing lainnya serat mempunyai tekstur permukaan yang

kasar dan tidak bulat agar dapat memberikan sifat interlocking yang baik

dengan material yang lain.

Fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :

a) Memberikan stabilitas campuran dengan kondisi saling mengunci

masing-masing agregat kasar, tahanan gesek terhadap suatu aksi

(33)

b) Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregaat

kasar.

Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Ketentuan agregat kasar

Sumber : Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborong) Untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum APBN TA 2011,Divisi 6 Perkerasan Aspal.

2. Agregat Halus

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

Angularitas ( kedalaman dari

Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791

Perbandingan 1 : 5 Maks. 10%

(34)

a) Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat

saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi

rongga udara agregat kasar.

b) Semakin kasar tekstur permukaan agregat halus akan menambah

stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan.

c) Agregat halus pada #8 sampai #30 penting dalam memberikan

kekasaran yang baik untuk kendaraan pada permukaan aspal.

d) Agregat halus pada #30 sampai #200 penting untuk menaikkan kadar

aspal, akibatnya campuran akan lebih awet.

e) Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting

untuk memperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar

aspal yang diinginkan.

Agregat halus pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Ketentuan agregat halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997

Min.50% SS,HRS dan AC gradasi halus, Min.70% AC gradasi

kasar

Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Max 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33 atau

ASTM C1252-93

Min. 45

Angularitas (kedalaman dari

permukaan 10 cm) Min. 40

(35)

3. Bahan Pengisi (Filler)

Fungsinya adalah sebagai pengisi rongga udara pada material sehingga

memperkaku lapisan aspal. Apabila campuran agregat kasar dan halus

masih belum masuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan, maka pada

campuran Laston perlu ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat

digunakan debu batu kapur, debu dolomite atau semen Portland. Filler

yang baik adalah yang tidak tercampur dengan kotoran atau bahan lain

yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering (kadar air maks 1%).

Filler yang digunakan pada penelitian ini adalah semen Portland tipe 1

yang umum digunakan dalam berbagai pekerjaan kontruksi. Fungsi filler

dalam campuran adalah:

a) Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran

meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga

akan berkurang.

b) Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang

akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk

mortar.

c) Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta meningkatkan

kepadatan dan kestabilan.

D. Gradasi Agregat

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, ukuran agregat dapat

diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya

(36)

No.50, No.100, No.200. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos

atau persentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat. Gradasi

agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam

agregat campuran, campuran agregat yang baik adalah agregat yang terdiri

dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, hal tersebut

dikarenakan rongga yang terbentuk oleh agregat berukuran besar akan diisi

oleh agregat yang lebih kecil.

Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat

harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan

jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan

jaringan kawat per inchi persegi dari saringan tersebut. Gradasi agregat

dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada

saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang

lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. Gradasi agregat dapat

dibedakan sebagai berikut:

1. Gradasi seragam / menerus (uniform graded)

Gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam

disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung

sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga atau ruang kosong

antar agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat

porus atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas yang rendah dan

(37)

2. Gradasi rapat (dense graded) / bergradasi baik

Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang

berimbang. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis

perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.

3. Gradasi buruk (poorly graded) / bergradasi senjang

Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit sekali.

Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk lapisan

perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded). Agregat dengan

gradasi senjang menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak

diantara kedua jenis di atas.

a) Seragam b) Rapat c) Senjang

Gambar 1. Gambar ilustrasi perbedaan gradasi agregat

Penentuan distribusi ukuran agregat akan mempengaruhi kekakuan jenis

campuran aspal. Gradasi rapat akan menghasilkan campuran dengan

kekakuan yang lebih besar dibandingkan gradasi terbuka. Dari segi

kelelehan, kekakuan adalah suatu hal yang penting karena akan

mempengaruhi tegangan dan regangan yang diderita campuran beraspal panas

akibat beban dinamik lalu lintas. (Utomo, R. Antarikso, 2008).

Bentuk gradasi agregat biasanya digambarkan dalam grafik hubungan antara

ukuran saringan dinyatakan pada sumbu horizontal dan persentase agregat

(38)

agregat yang ditentukan pada Spesifikasi Bina Marga 2010 dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal

Ukuran

Sumber : Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborong) Untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum APBN TA 2011,Divisi 6 Perkerasan Aspal.

4. Ukuran Maksimum Agregat

Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mengunakan:

a. Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan

terkecil dimana agregat lolos saringan tersebut sebanyak 100 %.

b. Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan

(39)

Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapisan

perkerasan yang mungkin dapat dilaksanakan. Sebagai patokan awal,

tebal lapisan minimum sama dengan dua kali ukuran agregat maksimum.

Segregasi dapat terjadi apabila distribusi agregat tidak merata antara

agregat berbutir besar dan agregat berbutir kecil.

5. Berat Jenis Agregat

Berat jenis Agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan

berat volume air. Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume

yang besar. Atau berat yang ringan. Terdapat beberapa jenis dari berat

jenis (specific gravity) yaitu :

a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity), adalah berat jenis dengan

memperhitung berat agregat dalam keadaan kering dan volume

agregat.

b. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat

jenis dengan memperhiyungkan berat agregat dalam keadaan kering

permukaan, jadi merupakan berat agregat kering + berat air yang

dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh volume agregat.

c. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis dengan

memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume

agregat yang tak dapat diresapi oleh air.

d. Berat jenis efektif (efective specific gravity), adalah berat jenis dengan

memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi

merupakan berat agregat kering, dan volume agregat yang tak dapat

(40)

Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis agregat

dilakukan dengan mempergunakan hukum Archimedes, yaitu berat benda

dalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang dipindahkan.

Pengujian berat jenis agregat halus dilaksanakan mengikuti SNI, Metode

Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat halus, SNI

03-1969-1990; SK SNI M-09-1989-F, atau AASHTO T 85-88.

Prosedur penentuan volume agregat dilakukan sebagai berikut:

a. Agregat dicuci, untuk menghilangkan bagian-bagian halus yang

melekat.

b. Agregat dikeringkan di dalam oven, untuk mendapatkan berat

kering agregat, Bk.

c. Agergat direndam dalam air, untuk mendapatkan kondisi kering

permukaan. Bj adalah agregat dalam keadaan kering permukaan.

d. Agregat ditimbang dalam air, diperoleh berat Ba.

e. Volume agregat yang masif dan yang tak dapat diresapi air

ditentukan sebagai berat kering dikuangi berat dalam air.

(Vs + Vi) = Bk -Ba

f. Volume agregat termasuk pori atau volume total dari agregat yaitu

volume yang dapat diresapi air ditentukan sebagai berat kering

permukaan dikurangi berat dalam air.

(41)

Berat jenis Bulk =

( 1 )

Berat jenis kering permukaan =

( 2 )

Berat jenis semu (apparent) =

( 3 )

Berat jenis efektif = ( 4 )

Keterangan:

VS = Volume bagian masif.

Vi = Volume pori yang tak dapat diresapi air.

Vp = Volume pori yang tak dapat diresapi aspal, tetapi

dapat diresapi air.

Vc = Volume pori yang dapat diresapi aspal dalam air.

E. Aspal

Aspal pada lapis perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat

untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan

(42)

digunakan pada penelitian ini merupakan aspal keras hasil penyulingan

minyak mentah dengan penetrasi 60/70.

Aspal merupakan material yang bersifat viscoelastis dan memiliki ciri-ciri

beragam, yaitu:

1. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami

tegangan-tegangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan

jalannya waktu.

2. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu viskositasnya akan berubah

sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi

temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah, demikian

pula sebaliknya.

3. Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan tegangan (stress) dan

regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami

pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka

aspal akan bersifat elastis, namun jika lama pembebanan yang terjadi

cukup lama, sifat aspal menjadi plastis.

Fungsi aspal pada perkerasan jalan adalah:

1. Sebagai bahan pengikat pada agregat agar tidak lepas dari permukaan jalan

akibat lalu lintas

2. Sebagai bahan pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat

halus dan filler.

3. Sebagai lapis resap pengikat (prime coat), prime coat adalah lapisan tipis

(43)

Jenis-jenis aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi terdiri dari:

1. Aspal keras

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis

sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan

sebaliknya. Aspal keras digunakan untuk bahan pembuatan Asphalt

Course, aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras penetrasi 60 atau

penetrasi 80 yang memenuhi persyaratan aspal keras. Jenis-jenisnya:

a. Aspal penetrasi rendah 40/55, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.

b. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim

panas.

c. Aspal penetrasi rendah 80/100, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim

dingin.

d. Aspal penetrasi rendah 100/110, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

2. Aspal cair

Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan

pelarut berbasis minyak. Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis

(44)

3. Aspal emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada

proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan

dalam air.

4. Aspal alam

Aspal yang secara alami terjadi di alam.

Berikut ini adalah tabel spesifikasi dari aspal keras penetrasi 60/70.

Tabel 6. Spesifikasi aspal keras pen 60/70

No .

Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan 1 Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik; 0,1 SNI 06-2456-1991 60 – 70

Sumber : Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborong) Untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum APBN TA 2011,Divisi 6 Perkerasan Aspal.

Komposisi Aspal terdiri dari:

a. Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek,sangat sukar

memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut.

b. Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltene.

c. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut

dalam heptane.

d. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut

(45)

e. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan

sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau

berkurang selama masa pelayanan jalan. Oils adalah media dari

asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda.

f. Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari banyak

faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan

aspal dalam campuran.

F. Karakteristik Campuran Beraspal

Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang

harus dimiliki oleh beton aspal yaitu: stabilitas (stability), keawetan

(durability), kelenturan (fleksibility), tahanan geser/kekesatan (skid

resistance), kedap air (impermeability), ketahanan terhadap kelelehan (fatique

resistance), dan kemudahan pelaksanaan (workability). Penjelasan mengenai

ketujuh karakteristik tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Stabilitas (stability)

Stabilitas lapisan perkerasan jalan merupakan kemampuan lapisan

perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk

tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan

stabilitas berpengaruh dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan

yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas

tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat membutuhkan

(46)

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah :

a. Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan

butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir-butir atau bentuk butir-butir, gradasi

agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya

lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir

agregat.

2. Durabilitas (keawetan / daya tahan)

Durabilitas sangat diperlukan agar lapisan dapat mampu menahan

keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu maupun akibat

gesekan roda kendaraan.

Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:

a. Voids In The Mix (VIM) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak

masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan

aspal menjadi rapuh (getas).

b. Void In Mineral Aggregate (VMA) besar sehingga film aspal dapat

dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka

kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar, untuk mencapai VMA

yang besar ini digunakan agregat bergradasi senjang.

c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis

aspal beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya

(47)

3. Kelenturan (fleksibilitas)

Menyatakan kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat

penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau

tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi

beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang

dibuat di atas tanah asli.

4. Kekesatan / tahanan geser (skid resistance)

Kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah,

memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak

tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan

jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu

kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar

butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal

film aspal.

5. Ketahanan kelelahan (fatique resistance)

Merupakan ketahan dari lapis aspal dalam menerima beban berulang

tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur dan retak, hal ini dapat

tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah:

a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan

kelelahan yang lebih cepat.

b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis

(48)

6. Kedap air (Impermeability)

Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara

lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan

proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan

agregat.

7. Kemudahan pelaksanaan (workability)

Diartikan sebagai mudahnya suatu campuran yang dihampar dan

dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang

diharapkan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan

pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan

temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.

Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi

sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan

lebih diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini

sangat perlu diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan.

G. Kadar Aspal Rencana

Perkiraan awal kadar aspal optimum dapat direncanakan setelah dilakukan

pemilihan dan pengabungan pada tiga fraksi agregat. Sedangkan

perhitungannya adalah sebagai berikut:

(49)

Keterangan :

Pb = Perkiraan kadar aspal optimum.

CA = Nilai presentase agregat kasar.

FA = Nilai presentase agregat halus.

FF = Nilai presentase Filler.

K = Konstanta (kira-kira 0,5 - 1,0),

dengan hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5 % ke atas terdekat.

H. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji

campuran yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara

volumetrik tersebut adalah volume rongga diantara mineral agregat (VMA),

volume bulk campuran padat, volume campuran padat tanpa rongga, volume

rongga terisi aspal (VFA), volume rongga dalam campuran (VIM), volume

aspal yang diserap agregat.

1. Rongga Udara dalam Campuran / Voids In Mix (VIM)

Voids In Mix atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk

mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang

dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta

ketidakseragaman bentuk agregat.

Rongga udara merupakan indikator durabilitas campuran beraspal

sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Rongga

(50)

Bleeding disebabkan oleh penurunan rongga udara yang tidak diikuti oleh

penurunan kadar aspal, jika penurunan rongga udara seiring dengan

penurunan kadar aspal maka campuran tersebut mempunyai kemampuan

menahan deformasi permanen sekaligus memberikan durabilitas yang

baik. Semakin kecil rongga udara maka campuran beraspal akan makin

kedap terhadap air, tetapi udara tidak dapat masuk ke dalam lapisan

beraspal sehingga aspal menjadi rapuh dan getas. Semakin tinggi rongga

udara dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan lebih

cepat.

Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan campuran

maka ditentukan pengujian kepadatan yaitu pemadatan ultimit pada benda

uji sampai mencapai kepadatan mutlak. Dan untuk mengendalikan

kepadatan, maka diperkenalkan kriteria kadar rongga minimum dan

maksimum dalam persyaratan campuran, terutama campuran beraspal

panas sebagai lapisan permukaan jalan. Rongga dalam campuran

disyaratkan yaitu 3,5% - 5% untuk Asphalt Concrete-Binder Course

(AC-BC). (Spesifikasi Bina Marga 2010, tabel 6.3.3.(1c))

Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus:

( 1 )

Keterangan:

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran.

(51)

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat.

2. Rongga pada Campuran Agregat / Void Mineral Aggregate (VMA)

Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam

campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan

dalam persentase volume total campuran.

Agregat bergradasi menerus memberikan rongga antar butiran VMA yang

kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi tetapi membutuhkan kadar

aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil

menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga menyebabkan

lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan

menyebabkan terjadinya kerusakan. VMA akan meningkat jika selimut

aspal lebih tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. Seluruh

jenis campuran aspal mempunyai cukup aspal menyelimuti partikel

agregat dan juga cukup rongga udara dalam campuran (VIM) untuk

mencegah adanya bentuk kerusakan alur plastis. Oleh sebab itu Bina

Marga memberikan persyaratan untuk nilai VMA yaitu minimal 14%

untuk Asphalt Concrete-Binder Course (Spesifikasi Bina Marga 2010,

tabel 6.3.3.(1c))

Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan (Terhadap

Berat Campuran Total) :

(52)

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk.

Gsb = Berat jenis bulk agregat.

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat.

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran.

3. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga

yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi

tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Keawetan campuran

ditentukan oleh jumlah volume aspal dalam campuran (VFA). Jika

presentase aspal terlalu rendah pada campuran, maka konstruksi akan

rapuh dan sebaliknya bila terlau tinggi maka akan menjadi plastis. Nilai

VFA disyaratkan minimal 63% untuk Asphalt Concrete-Binder Course

(Spesifikasi Bina Marga 2010, tabel 6.3.3.(1c)).

Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan

persamaan:

( 3 )

Keterangan:

VFA (void filled with asphalt) = Rongga terisi aspal.

(53)

VIM (void in mix) = Rongga udara campuran, persen

total campuran.

4. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry),

berat jenis bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis).

Perbedaan ketiga istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi

kemampuan agregat menyerap air dan aspal.

a. Berat Jenis Bulk Agregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara

(termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada

satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume

yang sama pada suhu tertentu pula. Agregat total terdiri atas

fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang

masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda.

Berat jenis Bulk agregat total (Gsb) dihitung dengan cara sebagai

berikut :

( 4 )

Keterangan:

Gsb = Berat jenis bulk total agregat.

P1, P2… Pn = Persentase masing-masing fraksi agregat.

(54)

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat bahan di udara

(tidak termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan

suhu tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan

suhu tertentu pula. Bila berat jenis maksimum campuran (Gmm)

diukur dengan AASHTO T-209-90, maka berat jenis efektif agregat

(Gse), kecuali rongga dalam partikel agregat yang menyerap aspal

dapat ditentukan dengan rumus :

( 5 )

Keterangan:

Gse = Berat jenis efektif agregat.

Pmm = Persentase berat total campuran (= 100%).

Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%).

Gb = Berat jenis aspal.

c. Berat Jenis Maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran (Gmm) pada masing-masing kadar

aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing

kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat ditentukan dengan

AASHTO T-209-90. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar

aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Berat jenis

(55)

( 6 )

Keterangan:

Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Pmm = Persentase berat total campuran (= 100%).

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum.

Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran.

Gse = Berat jenis efektif agregat.

Gb = Berat jenis aspal.

I. Metode Marshall

1. Uji Marshall

Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce

Marshall yang bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran

agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefinisikan

sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari

tanpa beban, sampai beban maksimum.

Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan Proving ring

(cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving

ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk

mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall standart

berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi

(56)

2. Parameter Pengujian Marshall

Sifat-sifat campuran beraspal dapat dilihat dari parameter-parameter

pengujian Marshall antara lain :

a. Stabilitas Marshall

Menurut The Asphalt Institute, stabilitas adalah kemampuan campuran

aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja tanpa

mengalami deformasi permanen seperti gelombang, alur ataupun

bleeding yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas

diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test

sewaktu melakukan pengujian Marshall. Nilai stabilitas yang terlalu

tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat

keawetannya berkurang.

b. Kelelehan (Flow)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan

nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial (dalam

satuan mm) pada saat melakukan pengujian Marshall. Suatu campuran

yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan cenderung

untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya, sedangkan nilai

kelelehan yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis.

c. Marshall Quotient

Marshall Quotient merupakan hasil perbandingan antara stabilitas

(57)

tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut

terhadap keretakan. Berikut ini persamaan untuk nilai MQ:

( 1 )

Keterangan:

MQ = Marshall Quotient (kg/mm).

S = Nilai stabilitas terkoreksi (kg).

F = Nilai flow (mm).

d. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga terisi aspal/ Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen

rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh

aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.

e. Rongga Antar Agregat / Void in Mineral Aggregate (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel

agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal

efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).

f. Rongga Udara / Voids In Mix (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran

perkerasan beraspal terdiri dari atas ruang udara diantara partikel

(58)

J. Spesifikasi Bina Marga 2006

Spesifikasi Bina Marga 2006 ini diambil dari Dokumen Pelelangan Nasional

Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga

Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum APBN TA 2007, Divisi 6 Perkerasan

Aspal dengan sub bab Seksi 6.3 Campuran Aspal Panas halaman 6-25

sampai dengan 6-64. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran

Spesifikasi Umum Bina Marga 2006.

K. Spesifikasi Bina Marga 2010

Spesifikasi Bina Marga 2010 ini diambil dari Dokumen Pelelangan Nasional

Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga

Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum APBN TA 2011, Divisi 6 Perkerasan

Aspal dengan sub bab Seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas halaman 6-27

sampai dengan 6-65. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

L. Penelitian Terkait

Penelitian-penelitian tentang pengaruh gradasi terhadap campuran lapis aspal

beton yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti dan dapat dijadikan

acuan atau literatur untuk penyusunan skripsi / penelitian ini, diantaranya

adalah :

1. Ani Trisilawati, dengan judul skripsi “Karakteristik Laston (AC-BC)

(59)

ini dilakukan dengan membedakan gradasi benda uji Marshall, kelompok

benda uji I menggunakan agregat yang diwakili gradasi batas tengah

(standar/ideal), kelompok benda uji II diwakili oleh gradasi batas bawah,

dan kelompok benda uji III diwakili oleh gradasi dikurangi 2 % lolos di

luar batas bawah sesuai dengan Spesifikasi Bina Marga 2010. Dari hasil

analisis diperoleh nilai-nilai parameter Marshall pada setiap kelompok

benda uji dimana Stabilitas,VMA, dan MQ, ketiga kelompok benda uji

memenuhi syarat Spesifikasi Bina Marga 2010. Nilai stabilitas terbesar

yaitu 1752,09Kg pada kelompok benda uji III. Nilai VMA terbesar

19,95Kg terdapat pada kelompok benda uji I. Dan Nilai MQ terbesar yaitu

750,72Kg pada kelompok benda uji III. Pada nilai Flow yang memenuhi

syarat spesifikasi terdapat pada kelompok benda uji I dan benda uji III

pada kadar aspal 4,5% - 5,0% dan 6,0% - 6,5%. Sedangkan hasil dari VFA

yang memenuhi spesifikasi pada kelompok benda uji II dan benda Uji III

pada kadar aspal 6,0%-6,5%, dan untuk nilai VIM yang mendekati batas

spesifikasi terdapat pada kelompok benda uji II pada kadar aspal 5,5%

yaitu 4,94kg/mm. Dari seluruh hasil uji marshall yang telah di laksanakan

hanya sebagian yang memenuhi persyaratan spesifikasi. Penelitian ini

mengakibatkan ketiga jenis campuran dengan perbedaan variasi gradasi

dapat dipastikan tidak mendapatkan nilai kadar aspal optimum.

2. I Made Agus Ariawan dan I.A. Rai Widhiawati, pada jurnal ilmiah teknik

sipil Universitas Udayana Denpasar dengan judul ”Pengaruh Gradasi

Agregat Terhadap Karakteristik Campuran Laston”. Penelitian ini

(60)

campuran agregat, menganalisis karakteristik campuran laston yang

dihasilkan dari variasi-variasi gradasi agregat, serta untuk mengetahui

pengaruh yang diberikan dari variasi gradasi campuran agregat terhadap

karakteristik laston. Berdasarkan analisis varian, nilai fhitung untuk

masing-masing karakteristik campuran Laston (stabilitas = 13,67, flow = 104,81,

MQ = 73,705, VMA = 14,675, VIM = 4,5138, VFB = 1,352) lebih besar

dari nilai ftabel (=3,48) dengan tingkat kesalahan (α) yang digunakan

sebesar 5 %, derajat kebebasan perlakuan 1 v = 4 dan derajat kebebasan

acak 2 v =10. Ini membuktikan bahwa dengan adanya perubahan

perlakuan (variasi gradasi campuran agregat) membuat adanya perbedaan

nilai karakteristik campuran Laston.

3. Jerry Irawan Simanullang, dengan judul skripsi “Pengaruh Perubahan

Gradasi Terhadap Parameter Marshall Pada Campuran Laston Concrete

– Wearing Course (AC-WC)”. Penelitian ini dilakukan dengan

membedakan gradasi benda uji Marshall, kelompok benda uji I

menggunakan agregat yang diwakili gradasi batas tengah (standar/ideal).

Kelompok benda uji II diwakili oleh gradasi yang dinaikkan 2 % lolos di

luar batas atas. Kelompok benda uji III diwakili oleh gradasi dikurangi 2

% lolos di luar batas bawah. Kelompok benda uji IV diwakili oleh gradasi

yang dinaikkan 3 % lolos di luar batas atas. Sedangkan kelompok benda

uji V diwakili oleh gradasi yang dikurangi 3 % lolos di luar batas bawah.

Dari hasil analisis diperoleh nilai-nilai parameter Marshall pada setiap

kelompok benda uji dimana gradasi batas tengah kelompok benda uji I

(61)

nilai-nilai parameter Marshall yang diperoleh sesuai dengan batas-batas

spesifikasi campuran dan nilai Kadar Aspal Optimum yang diperoleh

sebesar 6.575 %.

4. Liona Dwi Sarisa, dengan judul skripsi “Campuran Beraspal Panas

Dengan Menggunakan Variasi Gradasi Mengacu Pada Spesifikasi Bina

Marga 2010”. Dimana hasil penelitian yang didapat dengan nilai

pengujian Marshall yaitu untuk hasil Stabilitas terbesar ada pada

kelompok bendda uji I pada kadar aspal 4,5% dengan nilai 1466,132 kg

dan Stabilitas terkecilada pada kelompok benda uji II pada kadar aspal

5,0% yaitu sebesar 395,053 kg; utuk nilai flow terbesar terdapat pada

kelompok benda uji III pada kadar aspal 6,5% yaitu 7,433 mm dan

terendah terdapat pada kelompok benda uji IV pada kadar aspal 3,5% yaitu

3,8 mm; Untuk Marshall Quotients terbesar terdapat pada kelompok

benda uji I pada kadar aspal 4,5% yaitu 370,230 kg/mm dan terendah

terdapat pada kelompok benda uji II pada kadar aspal 5,0% yaitu 89,188

kg/mm; Untuk hasil nilai VIM terbesar terdapat pada kelompok benda uji

II pada kadar aspal 4,5% yaitu 12,36% dan terendah terdapat pada

kelompok benda uji I pada kadar aspal 6,5% yaitu 3,9%; Untuk hasil nilai

VMA terbesar terdapat pada kelompok benda uji II pada kadar aspal 5,0%

dan 5,5% yaitu 21,59% dan terendah terdapat pada kelompok benda uji IV

pada kadar aspal 3,5% yaitu 16,57%; Untuk hasil nilai VFA terbesar

terdapat pada kelompok benda uji I pada kadar aspal 6,5% yaitu 76,20%

(62)

yaitu 41,5%. Sehingga dari keempat kelompok benda uji tidak

didapatkan KAO.

5. Ridwan M. Abduh, dengan judul skripsi “ Kinerja Campuran Beraspal

Laston (AC-WC) Pada Gradasi Batas Bawah Dengan Menggunakan

Beberapa Jenis Aspal “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan sifat Marshall lapis campuran aspal yang dibuat menggunakan

aspal produksi pertamina dan campuran aspal yang dibuat menggunakan

aspal produksi shell, dimana kadar aspal optimum yang didapatkan

setelah pengujian marshall terhadap kadar aspal rencana (Pb) adalah

5,25% untuk aspal pertamina dan 6,05% untuk aspal shell. Pada kondisi

kadar aspal optimum (KAO) terlihat bahwa aspal shell lebih baik dalam

campuran beraspal pada penilaian karakteristik uji marshall dibandingkan

(63)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan

untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete – Binder Course

(AC-BC) meliputi ujian pengujian material, pembuatan sampel uji, dan pengujian

marshall dengan panduan standar pada Spesifikasi Umum Divisi 6 Bina

Marga 2010.

B. Jenis Data dan Sumber

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode eksperimen terhadap

beberapa benda uji yang diuji di laboratorium. Untuk beberapa hal pada

pengujian bahan aspal dan agregat, digunakan data sekunder, dikarenakan

penggunaan bahan dari sumber yang sama. Jenis data pada penelitian ini di

kelompokan menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder.

C. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat kasar, agregat halus, filler

(64)

1. Agregat kasar dan agregat halus berupa batu pecah yang diambil dari PT.

Sumber Batu Berkah yang berlokasi di kecamatan Tarahan Lampung

Selatan.

2. Bahan pengisi (filler) yang digunakan adalah semen portland yang biasa

digunakan untuk berbagai macam kontruksi bangunan yang terdapat di

banyak pasaran.

3. Aspal yang digunakan adalah aspal keras penetrasi 60/70.

D. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Satu Set Saringan

Alat ini digunakan untuk memisahkan agregat berdasarkan gradasi

agregat.

2. Alat uji pemeriksaan aspal

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji

penetrasi, alat uji titik lembek, alat uji kehilangan berat, alat uji daktilitas,

alat uji berat jenis (piknometer dan timbangan).

3. Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los

Angeles (tes abrasi), saringan standar (terdiri dari ukuran 3/4'', 1/2'', 3/8'',

No.4, No.8, No.16, No.30, No.50, No.100, No.200), alat pengering (oven),

Gambar

Tabel 1.  Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
Tabel 2.  Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Beraspal Panas (AC)
Tabel 3.  Ketentuan agregat kasar
Tabel 4.  Ketentuan agregat halus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik Marshall Pada Campuran Aspal Beton Menggunakan Daspal Modifikasi sebagai Bahan Pengikat (The Marshall Characteristic ’s On Asphalt Concrete using Daspal Modification

tentang pengaruh variasi nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran Asphalt Concrete, sekaligus ingin mendapatkan kerangka nilai

Penelitian ini menggunakan gradasi pada spesifikasi umum 2010 untuk campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) gradasi kasar untuk batas tengah dan batas

Penelitian ini menggunakan gradasi pada spesifikasi umum 2010 untuk campuran Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC) gradasi halus untuk batas tengah dan batas bawah,

Skripsi yang berjudul “ Karakteritik Campuran Asphalt Concrete Binder Coarse (AC- BC) dengan Menggunakan Batu Kapur Jember Sebagai Agregat Kasar ” telah diuji dan

Analisis karakteristik Marshall pada aspal beton campuran panas dengan bahan tambah asbuton butiri. Analysis of Marshall Characteristic on Hot Mix Asphalt Concrete with

Penelitian ini menggunakan gradasi pada spesifikasi umum 2010 untuk campuran Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC) gradasi halus untuk batas tengah dan batas bawah,

Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, dilakukan penelitian EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC- BC) DENGAN