• Tidak ada hasil yang ditemukan

FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI SECARA IN VIVO MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI SECARA IN VIVO MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA

(Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING

AROMATERAPI SECARA IN VIVO

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fraksionasi Miristisin

dari Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing

Aromaterapi secara In Vivo adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

 

Bogor, Januari 2013

 

 

Mely Yanti Silalahi Sinabariba

NIM G44104013

(3)

ABSTRAK

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA. Fraksionasi Miristisin dari Minyak

Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing Aromaterapi.

Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.

Pala merupakan tanaman rempah-rempah asli Indonesia yang mengandung

minyak atsiri dengan miristisin sebagai senyawa psikoaktif utama. Penelitian ini

bertujuan memisahkan miristisin dari minyak atsiri pala dan menganalisis

potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Minyak atsiri pala

difraksionasi menggunakan kromatografi kolom dan diperoleh fraksi 5 (F5) yang

pola kromatogramnya mirip dengan standar miristisin. Minyak atsiri pala, F5, dan

α-pinena kemudian dianalisis menggunakan kromatograf gas-spektrometer massa

dan diuji potensinya sebagai pelangsing aromaterapi menggunakan hewan uji

tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley. Inhalasi minyak atsiri pala, F5,

dan α-pinena selama 30 hari menunjukkan persentase peningkatan bobot badan

tikus yang lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol positif

(pakan tinggi lemak dan kolesterol) meskipun tidak berbeda signifikan. Kelompok

tikus dengan inhalasi minyak atsiri pala dan F5 memperlihatkan respons

peningkatan bobot badan terendah, berturut-turut 9.18 dan 9.45% (b/b). Namun,

minyak atsiri pala dan F5 belum berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

 

Kata kunci: fraksionasi, minyak pala, miristisin, pelangsing aromaterapi

ABSTRACT

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA. Fractionation of Myristicin from

Nutmeg Oil (Myristica fragrans Houtt) as Slimming Aromatherapy. Supervised

by IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.

Nutmeg is a spice plant native of Indonesia that contains essential oils,

including myristicin as the main psychoactive compound. In this study, myristicin

was fractionated from nutmeg essential oil and analyzed for its potency as

slimming aromatherapy with in vivo assay. Nutmeg essential oil was fractionated

by using column chromatography resulting fraction 5 (F5) having similar

chromatogram pattern to myristicin standard. Nutmeg essential oil, F5, and

α-pinene were then analyzed by gas chromatograph-mass spectrometer, and the

slimming aromatherapy potencies were studied on white adult male

Sprague-Dawley rats. Inhalation of nutmeg essential oil, F5, and α-pinene for 30 days

showed lower percentage of body weight gain compared with positive control

group (high fat and cholesterol feed) although the differences were not significant.

Rats treated with nutmeg essential oil and F5 inhalation showed the lowest body

weight gain responses, 9.18 and 9.45% (w/w), respectively. However, nutmeg

essential oil and F5 were not potential as slimming aromatherapy yet.

(4)

FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA

(Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING

AROMATERAPI SECARA IN VIVO

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(5)

Judul Skripsi :

Fraksionasi Miristisin dari Minyak Atsiri Pala (Myristica

fragrans Houtt) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In

Vivo

Nama

: Mely Yanti Silalahi Sinabariba

NIM

:

G44104013

Disetujui

Pembimbing I

Dr Irmanida Batubara, MSi

NIP 19750807 200501 2 001

Pembimbing II

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS

NIP 19581123 198603 2 002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Fraksionasi

Miristisin dari Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing

Aromaterapi secara In Vivo.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi

selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma Suparto, MS selaku pembimbing

kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan dorongan selama

pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga tidak lupa

berterima kasih kepada Bapak, Mama, Kakakku Bertrand, dan Adikku Richardo,

Irving, dan Andi atas kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini baik

moral maupun materi. Terima kasih juga kepada seluruh staf Laboratorium Kimia

Analitik, drh Aulia Andi, Bapak Mulyadi, dan para pegawai di Pusat Studi

Biofarmaka atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Yoseph, Marina, Mbak Irma, Erna, Mbak

Diah, keluarga Pondok Raflesia, dan keluarga besar Alih Jenis Kimia Angkatan 4

yang turut membantu serta memberikan semangat dan dukungannya dalam

penyusunan karya ilmiah.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 22 Mei 1989 sebagai anak

kedua dari lima bersaudara dari pasangan A Martinus Silalahi Sinabariba dan

Tiominar Panjaitan. Tahun 2010, penulis lulus dari Program Diploma 3 Institut

Pertanian Bogor (IPB) dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui

jalur seleksi Alih Jenis pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Elektroanalitik tahun ajaran 2010/2011−2011/2012, Kromatografi II

(2010/2011−2011/2012), Kimia Analitik Dasar (2010/2011), Kimia Fisik

(2011/2012), Kepustakaan Kimia (2011/2012), Kimia Bahan Alam (2012/2013),

dan Statistika Untuk Kimia Analitik (2012/2013) di Program Diploma 3 IPB.

Pada bulan Maret−Mei 2010, penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT

Rohto Laboratories Indonesia dengan laporan berjudul Penentuan Kadar Zink

Pirition dalam Sampo Antiketombe dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

(8)

DAFTAR ISI

 

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

METODE ... 2

Alat dan Bahan ... 2

Lingkup Penelitian ... 2

Pemilihan Eluen Terbaik ... 2

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom ... 2

Penentuan Senyawa dengan GC-MS ... 3

Tahap Adaptasi Hewan Uji ... 3

Inhalasi Sampel ke Hewan Uji ... 3

Penentuan Bobot Deposit Lemak Hewan Uji ... 3

Uji Statistik ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3

Eluen Terbaik ... 3

Fraksi-fraksi Minyak Atsiri Pala ... 4

Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kasar Pala dan Fraksi 5 ... 5

Hasil Uji Aromaterapi secara In Vivo ... 5

SIMPULAN DAN SARAN ... 7

Simpulan ... 7

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

LAMPIRAN ... 10

vii

viii

vii

(9)

DAFTAR TABEL

 

Halaman

1 Fraksi-fraksi minyak atsiri pala ... 4

2 Konsentrasi senyawa dominan dalam minyak atsiri kasar dan F5 ... 5

3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan dan persentase

peningkatannya ... 6

4 Rerata bobot pakan tikus setiap 3 hari (g/ekor) selama masa perlakuan ... 6

5 Rerata bobot feses dan urin setiap 3 hari (g/ekor) selama masa perlakuan ... 7

6 Rerata bobot deposit lemak dan persentase lemak tikus ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Biji Pala ... 1

2 Struktur miristisin ... 1

3 Minyak atsiri pala ... 3

4 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri pala pada silika gel dengan 7 eluen

tunggal (kiri ke kanan: metanol, diklorometana, etil asetat, kloroform, dietil

eter, asetonitril, dan n-heksana), diamati di bawah lampu UV 254 nm ... 4

5 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri pala pada silika gel dengan eluen

diklorometana: n-heksana), diamati di bawah lampu UV 254 nm ... 4

6 Kromatogram minyak atsiri pala (K), fraksi-fraksinya (antara lain F5), dan

standar miristisin ... 4

7 Senyawa dominan selain miristisin yang terkandung dalam minyak atsiri pala. 5

8 Perubahan rerata bobot badan tikus setiap kelompok selama masa perlakuan .. 6

   

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 11

2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji (tikus putih

galur Sprague Dawley) ... 12

3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji ... 13

4 Rangkaian alat inhalator ... 13

5 Kromatogram ion total hasil GC-MS minyak atsiri kasar pala (a) dan fraksi 5

(b) ... 14

6 Konsentrasi senyawa dalam minyak atsiri kasar pala dan fraksi 5 ... 15

                                       

(11)

PENDAHULUAN

Lemak yang dikonsumsi secara berlebihan akan menumpuk dalam tubuh dan mengakibatkan kelebihan bobot badan atau obesitas. Obesitas merupakan penyakit multifaktorial sebagai akibat energi yang diserap tubuh melebihi energi yang dikeluarkan (Rahardjo et al. 2005). Obesitas dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti diabetes dan penyakit jantung koroner serta meningkatkan risiko kanker, tekanan darah tinggi, hiperkolestrolemia, dan aterosklemia (Giannessi et al. 2008). Selain itu, obesitas dapat mengganggu penampilan dan menurunkan produktivitas kerja.

Kondisi obesitas dapat diatasi dengan olahraga dan pola makan yang teratur. Obat pelangsing juga dapat membantu meluruhkan timbunan lemak tubuh. Obat pelangsing yang berasal dari tumbuhan lebih disukai oleh masyarakat karena efek sampingnya diharapkan lebih kecil daripada obat sintetis sehingga relatif aman untuk dikonsumsi. Mekanisme obat pelangsing yang beredar di pasaran adalah mengurangi nafsu makan, merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak pada batas tertentu dalam usus (Bustanji et al. 2010, Chandrawinata 2010).

Obat pelangsing biasanya berbentuk pil, kapsul, atau dijadikan minuman jamu tradisional. Selain itu, sedang dikembangkan obat pelangsing aromaterapi yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Minyak atsiri tumbuhan berpotensi dikembangkan sebagai pelangsing aromaterapi. Minyak atsiri diperoleh dengan cara distilasi dari akar, bunga, atau buah (Sihite 2009). Potensi minyak atsiri sebagai pelangsing aromaterapi pernah diteliti oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa senyawa β-elemenon dalam minyak atsiri temulawak dapat menurunkan bobot deposit lemak. Senyawa terpinen-4-ol dalam minyak bangle juga dapat menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley (Wulandari 2011). Demikian pula monoterpena dan seskuiterpena pada minyak atsiri daun sirih merah (Utami 2011), dan senyawa sitral dari minyak atsiri serai dapur (Astuti 2012) berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

Pala (Myristica fragrans Houtt) (Gambar 1) merupakan rempah-rempah asli Indonesia. Kandungan minyak atsirinya memberikan aroma yang khas. Biji pala mengandung minyak atsiri 7–14%, sedangkan bagian fuli

mengandung minyak atsiri lebih banyak. Minyak pala dapat digunakan sebagai campuran parfum dan sabun. Pala juga memiliki beberapa khasiat di antaranya sebagai perangsang atau stimulan, mengeluarkan angin (karminatif), menciutkan selaput lendir atau pori-pori (astringen) (Hang & Yang 2007), sebagai sedatif (Grover et al. 2002), antimikrob (Firouzi et al. 2007), dan antidepresi (Dhingra & Sharma 2006).

Gambar 1 Biji pala (koleksi pribadi). Minyak pala dibedakan menjadi 2, yaitu minyak lemak dan minyak atsiri. Minyak lemak berwarna jingga seperti mentega, diperoleh dari biji pala yang dipanaskan dan diberi tekanan hidraulik. Minyak ini banyak mengandung trimiristin yang tidak digunakan dalam makanan. Sementara minyak atsiri diperoleh dari distilasi uap, berupa cairan berwana kuning pucat dengan aroma khas rempah-rempah.

Miristisin (Gambar 2) merupakan senyawa psikoaktif utama pala, komponen utama dalam fraksi eter aromatik minyak atsiri fuli. Toksisitas akutnya relatif rendah. Miristisin dapat bertindak sebagai reseptor agonis serotonin dan senyawa halusinogen (Barceloux 2008). Penelitian pada hewan pengerat menunjukkan bahwa miristisin dan elemisin dapat merusak koordinasi dan menurunkan aktivitas motorik, tetapi pengaruhnya pada sistem saraf pusat manusia belum diteliti (Hallstrom & Thuvander 1997). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Nguyen et al. (2010) menyatakan bahwa total ekstrak biji pala dapat mengaktivasi protein kinase teraktivasi-AMP (AMPK) yang merupakan target terapi potensial untuk pengobatan obesitas dan diabetes tipe-2.

O

O

OCH3  

Gambar 2 Struktur miristisin (Yun et al. 2003).

(12)

Kajian mengenai potensi pala sebagai pelangsing terutama pelangsing aromaterapi belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memisahkan senyawa miristisin dalam minyak atsiri pala dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo pada tikus Sprague Dawley dewasa. Kandungan miristisin dalam minyak atsiri pala diharapkan berkhasiat sebagai pelangsing aromaterapi. 

 

METODE

 

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain peralatan kaca, neraca analitik, kromatograf gas-spektrometer massa (GC-MS) (Agilent Technologies 5973 Mass Selective Detector), dan kandang hewan uji berukuran 20 × 20 × 30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator

berisi minyak atsiri dan akuades.

Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak atsiri pala dari Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik dan tikus putih jantan galur Sprague Dawley sebagai hewan uji dari Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB. Selain itu, digunakan pula pakan standar tikus, pakan tinggi lemak dan kolesterol, standar miristisin (Sigma Aldrich), dan standar α-pinena (TCI), akuades, n-heksana, dietil eter, asetonitril, kloroform, etil asetat, diklorometana, metanol, silika gel, pelat aluminium silika gel G60F254

(Merck), dan propiltio urasil (PTU, Phapros). Lingkup Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan (Lampiran 1) meliputi penentuan eluen terbaik dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan fraksionasi minyak atsiri pala dengan eluen terbaik menggunakan kromatografi kolom. Fraksi-fraksi dipantau menggunakan KLT hingga diperoleh fraksi dengan pola noda dan nilai Rf yang mirip dengan standar miristisin.

Selanjutnya, kandungan senyawa dalam minyak atsiri kasar dan fraksi miristisin dianalisis dengan GC‐MS.

Hewan uji yang telah mengalami adaptasi selama 1 minggu diinhalasi dengan minyak atsiri pala, senyawa lain dengan kadar tinggi pada minyak atsiri pala (α-pinena), dan fraksi miristisin masing-masing selama 30 hari. Setiap kelompok hewan uji ditimbang bobot sisa pakan setiap hari serta bobot feses dan urin setiap 3 hari, sedangkan bobot badan

hewan uji ditimbang setiap 6 hari. Lemak hewan uji dikeluarkan pada hari ke-30setelah masa perlakuan untuk ditentukan bobot deposit lemak dan persentase lemaknya. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2012 di Laboratorium Analitik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB dan di PSB LPPM IPB.

Pemilihan Eluen Terbaik

Pelat silika gel dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 10 cm ditotolkan dengan minyak atsiri pala hasil distilasi sebanyak 15 kali totolan. Setelah kering, pelat dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Sebagai fase gerak awal digunakan 7 pelarut tunggal, yaitu n-heksana, asetonitril, dietil eter, kloroform, etil asetat, diklorometana, dan metanol. Sebanyak 10 mL pelarut dimasukkan masing-masing ke dalam bejana dan dijenuhkan selama 20 menit. Pelat KLT yang telah berisi sampel dielusi hingga fase gerak berjarak kurang lebih 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan dideteksi dengan lampu ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah baik dipilih sebagai eluen terbaik. Jika terdapat lebih dari 1 eluen tersebut, maka dibuat campuran dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1, 2:1, dan 1:1 hingga diperoleh campuran eluen terbaik yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah pada pelat KLT (Houghton & Raman 1998).

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 2007)

Kolom dengan diameter 2 cm dan tinggi 50 cm dikemas dengan silika gel sebanyak 50 g untuk pemisahan 2.5 g minyak pala. Digunakan jumlah silika gel 15−20 kali jumlah ekstrak serta nisbah tinggi adsorben dan diameter kolom 8:1. Minyak atsiri kasar pala dipisahkan komponennya dengan sistem elusi gradien (peningkatan kepolaran) menggunakan eluen campuran n-heksana:kloroform. Eluat ditampung setiap 3 mL dalam vial yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Noda pemisahan dideteksi di bawah lampu UV 254 dan 366 nm. Eluat dengan pola KLT dan nilai Rf yang

sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Fraksi yang memiliki nilai Rf mirip dengan standar

miristisin, serta senyawa α-pinena dan minyak kasar pala digunakan sebagai sampel untuk analisis selanjutnya.

(13)

Penentuan Senyawa dengan GC-MS   Sampel diinjeksikan ke dalam injektor GC-MS (Agilent Technologies 5973 Mass Selective Detector) dengan menggunakan kolom kapiler HP-5 (dimensi 0.25 mm × 30 m × 0.20 μm) dan gas pembawa helium dengan laju alir 101.8 mL/menit. Suhu injektor dan detektor sama, yaitu 250 °C, sedangkan suhu kolom terprogram, diawali dengan 100 °C kemudian dinaikkan perlahan-lahan dengan laju 3 °C/menit hingga mencapai 220 °C dan ditahan selama 10 menit. Kondisi spektrometer massanya adalah energi ionisasi 70 eV, mode ionisasi tumbukan elektron, split ratio: 25.0, dan area deteksi 40–500 m/z. Setiap puncak dalam kromatogram diidentifikasi dengan menganalisis spektum massa berdasarkan library index MS.

Tahap Adaptasi Hewan Uji

Tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang sehat, berumur ±2.5 bulan dengan bobot badan 150−260 g digunakan sebanyak 20 ekor sebagai hewan uji. Setiap 2 ekor tikus ditempatkan dalam 1 kandang yang berukuran 20 × 20 × 30 cm3. Tahap adaptasi dilakukan

selama 1 minggu, meliputi adaptasi kondisi fisiologis dan lingkungan. Semua kelompok tikus diberi pakan standar dengan dosis 20 g/per ekor tikus/hari dan diberi minum akuades secara ad libitum.

Inhalasi Sampel ke Hewan Uji (modifikasi Anggraeni 2010)

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu 1) kelompok kontrol negatif, diberi pakan standar; 2) kontrol positif, diberi pakan tinggi lemak + kolesterol (TL = tinggi lemak); 3) inhalasi minyak atsiri kasar pala dan pakan TL; 4) inhalasi miristisin dan pakan TL; serta 5) inhalasi fraksi senyawa α-pinena dan pakan TL (Lampiran 2 dan 3). Seluruh hewan diberi pakan 20 g/ekor/hari dan minum ad libitum, serta khusus pada kelompok 2–5, air minumnya ditambahkan PTU 0.01% (Hardiningsih & Nurhidayat 2006). Proses inhalasi dilakukan dengan bantuan aerator (Lampiran 4). Selama perlakuan, bobot badan tikus dari semua kelompok ditimbang setiap 6 hari, sedangkan bobot sisa pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Bobot feses dan urin ditimbang setiap 3 hari. Persentase perubahan bobot badan sejak awal perlakuan merupakan nisbah selisih bobot badan akhir dan awal dengan bobot awal dikalikan 100 persen.

Penentuan Bobot Deposit Lemak Hewan Uji

Pada hari ke-30 masa perlakuan, tikus dari setiap kelompok dipuasakan selama 12 jam. Tikus disedasi dengan cara menyuntikkan ketamin (100 mg/kg bobot badan) dan xilaksin (10 mg/kg bobot badan). Lemak pada bagian perut kanan dan kiri serta bagian testis kanan dan kiri dikeluarkan. Lemak tersebut ditimbang bobotnya dan ditentukan persentasenya terhadap bobot badan setiap tikus.

Uji Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan analisis varians (Anova) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0.05) dilanjutkan dengan uji rentang berganda Duncan menggunakan SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Eluen Terbaik

Minyak atsiri pala komersial yang digunakan merupakan hasil penyulingan dengan air, suatu metode penyulingan sederhana yang pemisahannya dilakukan berdasarkan bobot jenis minyak dan air. Minyak atsiri pala (Gambar 3) berwarna kuning pucat serta memiliki bau dan rasa khas minyak pala (Ketaren 1985).

 

Gambar 3 Minyak atsiri pala. Eluen terbaik untuk memisahkan minyak pala ditentukan dengan KLT. Silika gel G60F254 digunakan sebagai fase diam dan 7

jenis pelarut sebagai fase gerak. Eluen tunggal yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah baik di bawah lampu UV 254 nm ialah diklorometana (5 noda) dan n-heksana (6 noda, tetapi noda 1 dan 2 belum terpisah baik) (Gambar 4).

(14)

Gambar 4 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri pala pada silika gel dengan 7 jenis eluen tunggal (kiri ke kanan: metanol, diklorometana, etil asetat, kloroform, dietil eter, asetonitril, dan n-heksana), diamati di bawah lampu UV 254 nm.

Kedua eluen tersebut lalu dicampurkan dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1, 2:1, dan 1:1. Semua nisbah diklorometana-n-heksana menghasilkan noda yang cukup terpisah, tetapi jumlah nodanya berbeda. Noda terbanyak, yaitu 5 noda dihasilkan oleh campuran 1:1. Eluen ini selanjutnya digunakan untuk penentuan fraksi-fraksi hasil fraksionasi minyak atsiri pala menggunakan teknik kromatografi kolom.

1:1 2:1 3:1 6:1 9:1 Gambar 5 Kromatogram lapis tipis minyak

atsiri pala pada silika gel dengan eluen diklorometana: n-heksana, diamati di bawah lampu UV 254 nm.

Fraksi-fraksi Minyak Atsiri Pala Komponen-komponen pada minyak atsiri pala dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan sistem elusi gradien (peningkatan kepolaran). Eluen yang digunakan ialah heksana, campuran

n-heksana dengan kloroform 9:1–1:9, kloroform, campuran kloroform diklorometana 9:1–1:9, diklorometana, dan campuran diklorometana dengan metanol 9:1– 2:8. Secara keseluruhan diperoleh 12 fraksi seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Fraksi-fraksi minyak atsiri pala Fraksi ke- Jumlah noda Bobot (g) Rendemen (%)* 1 1 0.1272 5.08 2 1 0.1197 4.78 3 3 0.0172 0.69 4 1 0.0264 1.05 5 2 0.2182 8.71 6 2 0.1293 5.16 7 3 0.2079 8.3 8 4 0.2018 8.06 9 4 0.0765 3.05 10 5 0.1408 5.62 11 4 0.1551 6.19 12 1 0.5693 22.73

*Bobot minyak atsiri kasar pala yang dielusi 2.5 g Berdasarkan Tabel 1, jumlah noda terbanyak, yaitu 5 noda dihasilkan oleh fraksi 10, sedangkan jumlah noda yang paling sedikit (1 noda) dihasilkan oleh fraksi 1, 2, 4, dan 12. Akan tetapi, fraksi yang akan dianalisis lebih lanjut bukan fraksi-fraksi tersebut, melainkan fraksi 5 (F5) yang menghasilkan 2 noda, dengan pola KLT dan nilai Rf mirip standar miristisin (Gambar 6).

K F5 Std K

Gambar 6 Kromatogram minyak atsiri kasar pala (K), fraksi-fraksinya (antara lain F5), dan standar miristisin.

F5 memiliki rendemen terbesar kedua, yaitu 8.71%, yang menyatakan bahwa miristisin merupakan salah satu senyawa dominan pada minyak atsiri kasar pala. Fraksi tersebut bersama minyak atsiri kasar pala kemudian dianalisis lebih lanjut dengan

(15)

GC-MS untuk diidentifikasi komponen kimianya dan diuji aktivitasnya secara in vivo.

Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kasar Pala dan Fraksi 5

Hasil analisis GC-MS ditunjukkan dalam bentuk kromatogram ion total yang merupakan hubungan waktu retensi dengan intensitas (Lampiran 5). Puncak-puncak yang dihasilkan diidentifikasi berdasarkan pembandingan dengan massa yang terdapat dalam library (Tabel 2). Komposisi senyawa selengkapnya diberikan pada Lampiran 6. Tabel 2 Konsentrasi senyawa dominan dalam

minyak atsiri kasar dan F5 Senyawa Minyak atsiri kasar (%) (%) F5

α-Pinena 9.86 - β-Pinena 9.49 - Terpinen-4-ol 9.74 1.73 α-Terpinena 4.44 2.49 γ-Terpinena 6.31 3.63 Sabinena 13.48 - Safrol 2.31 4.69 Miristisin 9.01 79.47

Terpenoid merupakan senyawa dominan dalam minyak atsiri. Senyawa α-pinena, β-pinena, α-terβ-pinena, γ-terβ-pinena, dan sabinena merupakan monoterpena, terpinen-4-ol adalah monoterpena alkohol, sedangkan miristisin, dan safrol termasuk golongan fenil propanoid (Gambar 7). Lima senyawa dengan konsentrasi terbesar ialah sabinena, α-pinena, terpinen-4-ol, β-pinena, dan miristisin. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Muchtaridi et al. (2010) yang menyatakan bahwa minyak atsiri pala mengandung sabinena (21.38%), α-pinena (10.23%), terpinen-4-ol (13.92%), dan miristisin (13.57%).

       

α-Pinena β-Pinena α-Terpinena

               

γ-Terpinena   Terpinen-4-ol       Safrol

Gambar 7 Senyawa dominan selain miristisin yang terkandung dalam minyak atsiri pala.

Prinsip pemisahan dengan GC ialah komponen dalam campuran akan dipisahkan berdasarkan titik didihnya. α-Pinena muncul lebih awal pada kromatogram minyak atsiri kasar pala karena titik didihnya 156 ºC, diikuti berturut-turut senyawa β-pinena, α-terpinena, γ-terpinena, terpinen-4-ol, safrol, dan miristisin dengan titik didih 165, 175, 182, 232, dan 329 ºC.

Perbedaan waktu retensi selain disebabkan oleh perbedaan titik didih, juga diakibatkan perbedaan interaksi senyawa dengan fase diam dalam kolom pada sistem kromatografi gas. Kolom yang digunakan bersifat nonpolar, maka senyawa polar akan keluar terlebih dahulu dan senyawa nonpolar akan tertahan lebih lama di kolom. Miristisin selain memiliki titik didih yang tinggi, juga lebih bersifat nonpolar dibandingkan dengan senyawa yang lain, maka tertahan lebih lama di kolom.

Kromatogram F5 tidak menunjukkan lagi senyawa α-pinena dan β-pinena yang awalnya teridentifikasi pada minyak atsiri kasar pala. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut telah terpisahkan pada proses fraksionasi. α-Terpinena, γ-terpinena, terpinen-4-ol, safrol, dan miristisin masih ditemukan dan meningkat konsentrasinya. Miristisin menjadi senyawa dengan konsentrasi terbesar, yaitu 79.47%. Peningkatan ini disebabkan jumlah komponen kimia dalam F5 lebih sedikit dibandingkan dengan minyak atsiri kasar pala. Konsentrasi miristisin yang lebih besar pada F5 menunjukkan bahwa miristisin dapat dipisahkan dari minyak pala meskipun belum murni.

Hasil Uji Aromaterapi secara In Vivo Minyak atsiri kasar pala, α-pinena, dan F5 dengan konsentrasi masing-masing 0.1% diuji in vivo terhadap tikus putih jantan galur Sprague Dawley selama 5 minggu masa perlakuan. Bobot badan tikus diukur seminggu sekali dan dipantau perubahannya akibat perlakuan. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3.

(16)

Tabel 3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan, dan persentase peningkatannya Kelompok (g) Bobot awal Bobot akhir (g) Persentase peningkatan bobot (%)

(I) Pakan Standar 189±42a 250±88a 32.28

(II) Pakan TL 185±27a 218±53a 17.84

(III)TL + Pala 207±42a 226±56a 9.18

(IV)TL + Miristisin 201±24a 220±38a 9.45

(V) TL + α-pinena 211±37a 241±37a 14.22

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (uji rentang berganda Duncan); TL = Tinggi lemak dan kolesterol

Bobot badan tikus sebelum diberi perlakuan berbeda antarkelompok, tetapi tidak signifikan. Setelah perlakuan aromaterapi selama 5 minggu, kelompok I yang diberi pakan standar tanpa perlakuan memiliki rerata peningkatan bobot badan tertinggi (32.28%). Ketiga kelompok tikus yang diberi inhalasi minyak atsiri pala, miristisin, dan α-pinena menunjukkan persentase peningkatan bobot yang lebih rendah (9.18%, 9.45%, dan 14.22%) dibandingkan dengan kelompok pakan TL tanpa perlakuan aromaterapi (17.84%). Hal ini menunjukkan bahwa inhalasi miristisin, minyak pala, dan α-pinena berpengaruh terhadap pertumbuhan tikus, tetapi tidak signifikan. Oleh sebab itu, ketiganya belum dapat dikatakan berpotensi menurunkan bobot badan hewan uji.

Peningkatan bobot badan per minggu selama masa perlakuan ditunjukkan pada Gambar 8. Kelompok III, IV, dan V mengalami peningkatan bobot badan pada minggu awal sampai minggu kedua masa perlakuan. Setelah itu, bobot badan cenderung menurun walaupun tidak berbeda nyata. Kelompok I dan II terus meningkat bobot badannya selama masa perlakuan.

Gambar 8 Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan.

Besarnya persentase peningkatan bobot badan dipengaruhi oleh bobot pakan yang

dikonsumsi serta jumlah feses dan urin yang dihasilkan. Tingkat konsumsi pakan oleh hewan berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor intrinsik hewan itu sendiri, makanan yang diberikan, dan lingkungan di sekitarnya (Parakkasi 1999).

Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah konsumsi pakan selama masa adaptasi untuk setiap kelompok tikus cenderung sama. Hal ini menunjukkan bahwa selama adaptasi, hewan uji memiliki respons yang baik terhadap pakan yang diberikan. Setelah masa perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada kelompok TL dan perlakuan inhalasi semakin berkurang.

Tabel 4 Rerata bobot pakan tikus setiap 3 hari (g/ekor) selama masa perlakuan Kelompok awal (g) Jumlah akhir (g) Jumlah (I) Pakan

standar 57±4 54±5b

(II) Pakan tinggi lemak+koles terol (TL) 59±1 33±16a (III)TL + pala 59±1 37±11a (IV)TL + miristisin 57±1 35±12a (V) TL+ α-pinena 59±2 37±16a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (uji rentang berganda Duncan)

Semua kelompok yang diberi pakan TL mengalami penurunan jumlah konsumsi pakan walaupun tidak berbeda signifikan. Perbedaan komposisi dapat memengaruhi tingkat palatabilitas pakan standar dan pakan TL (pakan standar yang telah ditambahkan dengan kuning telur dan minyak kelapa). Hal ini diduga dapat memengaruhi pola makan hewan uji.

Penurunan konsumsi pakan juga dapat disebabkan oleh pengaruh inhalasi yang

(17)

mengurangi nafsu makan atau pengaruh pemberian PTU pada air minum tikus. Pemberian PTU berfungsi meningkatkan kadar kolesterol darah dengan cara menghambat sintesis hormon tiroid. Peningkatan hormon tiroid dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan sekresi kolesterol menuju empedu dan selanjutnya dibuang bersama feses (Hartoyo et al. 2008). Pemberian PTU dengan dosis 0.01% menyebabkan minuman terasa pahit sehingga dapat memengaruhi konsumsi minum tikus, dan pada akhirnya mengurangi tingkat konsumsi pakan. Berdasarkan pengamatan selama masa perlakuan, tikus yang diberi PTU ke dalam air minumnya cenderung minum lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok normal. Tikus yang minum dalam jumlah sedikit cenderung makan lebih sedikit pula.

Jumlah feses dan urin yang dikeluarkan bergantung pada jumlah pakan yang dikonsumsi. Selama masa adaptasi, jumlah feses dan urin yang dihasilkan oleh tiap kelompok sebanding dengan rerata bobot badannya (Tabel 5). Selama masa perlakuan, feses dan urin yang dihasilkan oleh setiap kelompok berbeda-beda, terbanyak pada kelompok I (57 g/3 hari/ekor), dan tersedikit pada kelompok II (26 g/3 hari/ekor). Jumlah feses dan urin pada kelompok II, III, IV, dan V lebih rendah karena pengaruh PTU yang menurunkan jumlah konsumsi.

Tabel 5 Rerata bobot feses dan urin tikus setiap tiga hari (g/ekor) selama masa perlakuan

Kelompok awal (g) Bobot akhir (g) Bobot (I) Pakan

Standar 48±2 57±14b

(II) Pakan tinggi lemak+koles terol (TL) 49±1 26±9a (III)TL + Pala 47±5 27±10a (IV)TL + miristisin 46±3 27±8a (V) TL + α-pinena 46±1 32±11a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (uji rentang berganda Duncan)

Bobot deposit lemak tikus ditimbang pada minggu ke-5 masa perlakuan, dan nilai reratanya diperoleh tidak berbeda signifikan antarkelompok (Tabel 6). Kelompok I yang bobot badan akhirnya paling besar ternyata

memiliki bobot deposit lemak paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun energi yang masuk ke dalam tubuh tikus kelompok I besar, energi ini langsung dikeluarkan tubuh melalui pergerakan yang seimbang.

Tabel 6 Rerata bobot deposit lemak dan persentase lemak tikus

Kelompok Deposit lemak (g) Persentase (I) Pakan

Standar 3.92±2.23a 1.49±0.38a

(II) Pakan tinggi lemak+koles terol (TL) 4.95±2.08a 2.40±1.47a (III)TL + Pala 4.91±1.85a 2.36±1.30a (IV)TL + miristisin 6.06±1.14a 2.88±1.02a (V) TL + α-pinena 4.72±1.65a 2.04±0.92a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (Duncan multiple range test)

Bobot deposit lemak terbesar terdapat pada kelompok IV, yaitu 6.06 g, walaupun bobot badan kelompok ini bukan yang paling besar pada akhir perlakuan. Menurut Muchtaridi et al. (2010), miristisin yang terdapat dalam minyak pala dapat menghambat aktivitas lokomotor mencit karena potensinya sebagai sedatif. Oleh karena itu, kelompok tikus yang diberi inhalasi miristisin akan memiliki aktivitas lokomotor yang lebih rendah sehingga energi yang masuk tidak seimbang dengan energi yang keluar walaupun belum sampai terjadi obesitas. Deposit lemak yang besar terbentuk karena pengaruh sedatif miristisin yang menurunkan aktivitas atau lokomotor menyebabkan pembakaran lemak lebih kecil dibandingkan dengan kelompok lainnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, inhalasi miristisin, minyak pala, dan α-pinena tidak berpotensi menurunkan bobot badan hewan uji.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fraksionasi miristisin dari minyak atsiri pala dengan fase gerak eluen terbaik diklorometana:heksana (1:1) menghasilkan rendemen fraksi dominan miristisin sebesar 8.71%. Minyak atsiri pala, fraksi miristisin dengan kadar 0.1%, dan α-pinena yang diuji aktivitasnya terhadap tikus Sprague Dawley

(18)

tidak menunjukkan potensi sebagai pelangsing aromaterapi.

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan senyawa miristisin dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selain itu, perlu peningkatan dosis aromaterapi yang diinhalasikan pada hewan uji. Bobot awal hewan uji yang digunakan untuk uji in vivo sebaiknya seragam.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni A. 2010. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri temu lawak sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Astuti EP. 2012. Pemisahan sitral dari minyak atsiri serai dapur (Cymbopogon citrates) sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Barceloux DG. 2008. Medical Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi, Medicinal Herbs, Toxic Plants, and Venomous Animals. New York: J Wiley. Bustanji Y et al. 2010. Inhibition of hormone

sensitive lipase and pancreatic lipase by Rosmarinus officinalis extract and selected phenolic constituents. J Med Plant 4(21):2235-2242.

Chandrawinata J. 2010. Kapan perlu obat pelangsing? Kompas 2 Desember. [6 Mar 2012].

Dhingra D, Sharma A. 2006. Antidepressant-like activity of n-hexane extract of nutmeg (Myristica fragrans) seeds in mice. J Med Food 9:84-90.

Firouzi R, Shekarforoush SS, Nazer AH, Borumand Z, Jooyandeh AR. 2007. Effects of essential oils of oregano and nutmeg on growth and survival of Yersinia enterocolitica and Listeria monocytogenes in barbecued chicken. J Food Prot 70:2626-30.

Giannessi J, Alviar B, Agusta A. 2008. Variously substituted derivatives of guanidine, and their use as medicines with anti-diabetes and/or anti-obesity activity. US patent 7368605.

Grover JK, Khandkar S, Vats V, Dhunnoo Y, Das D. 2002. Pharmacological studies on Myristica fragrans antidiarrheal, hypnotic, analgesic and hemodynamic (blood

pressure) parameters. Exp Clin Pharmacol 24(10):675-80.

Hallstrom H, Thuvander A. 1997. Toxicological evaluation of myristicin. Nat Toxins 5:186-192.

Hang X, Yang XW. 2007. GC-MS analysis of essential oil from nutmeg processed by different traditional methods. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi 32:1669-1675.

Hardiningsih R, Nurhidayat N. 2006. Pengaruh pemberian pakan hiperkolesteromia terhadap bobot badan tikus putih Wistar yang diberi asam laktat. Biodiversitas 7:127-130.

Hartoyo A, Dahrulsyah, Nurheni S, Purwono N. 2008. Pengaruh fraksi karbohidrat kacang komak (Lablab purpureus (L) sweet) terhadap kolesterol dan malonaldehid serum tikus percobaan yang diberi ransum tinggi kolesterol. Jurnal Teknol Ind Pangan 19:25-31.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for The Fractionation of Natural Extract. London: Chapman & Hall.

Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.

Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A, Mustrarichie R. 2010. Identification of compounds in the essential oil of nutmeg seeds (Myristica fragrans Houtt.) that inhibit locomotor activity in mice. Int J Mol Sci 11:4771-4781.

Nguyen PH et al. 2010. AMP-activated protein kinase (AMPK) activators from Myristica fragrans (nutmeg) and their anti-obesity effect. Bioorg Med Chem Lett 20:4128-4131.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Pr.

Rahardjo S, Pramono S, Ngatijan. 2005. Influence of etanol extract of jati belanda leaves (Guazuma ulmifolia Lamk.) on lipase enzym activity of Rattus norvegicus serum [terhubung berkala]. http://io.ppi-jepang.org [6 Mar 2012].

Rouessac F, Rouessac A. 2007. Chemical Analysis. Modern Analytical Instrumentation Methods and Techniques. New York: J Wiley.

Sihite DT. 2009. Karakteristik minyak atsiri jeragau [skripsi]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke-5. Philadelphia: Hartcaurt Brace.

(19)

Utami MR. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri sirih merah (Piper cf. Fragile) sebagai pelangsing aromaterapi [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Wulandari R. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri bangle (Zingiber purpureum)

sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Insititut Pertanian Bogor.

Yun CH, et al. 2003. Roles of human liver cytochrome P450 3A4 and 1A2 enzymes in the oxidation of myristicin. Toxicol Lett 137:143-150.                                                                        

(20)

                                     

LAMPIRAN

(21)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

 

Minyak atsiri kasar pala

Penentuan eluen terbaik

Identifikasi

senyawa

(GC-MS)

Fraksionasi kolom dengan eluen terbaik

Uji in vivo

F1 F2 F… F12 (Lampiran 2)

Pemantauan

dengan

KLT

menggunakan

eluen

campuran

diklorometana: n-heksana (1:1)

Fraksi 5 dan α-Pinena

(22)

Lampiran 2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo hewan uji (tikus putih

galur Sprague-dawley)

Hewan Uji (20 ekor)

Pembagian kelompok

I (n=6) II (n=6) III (n=6) IV (n=6)

V

(n=6)

Tahap Analisis

Tahap Analisis

Bobot pakan Bobot feses dan Bobot badan Bobot deposit

ditimbang urin ditimbang ditimbang setiap lemak ditentukan

setiap hari setiap 3 hari minggu setelah minggu

ke-7

Keterangan:

- Pakan Standar atau tinggi lemak diberikan sebanyak 20 g/hari/ekor.

- Semua kelompok diberi minum akuades secara ad libitum

Masa adaptasi 2 minggu

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Pakan Pakan Pakan Pakan Pakan Standar Standar Standar Standar Standar

Masa Perlakuan selama 5 minggu

Kelompok I Pakan standar tanpa perlakuan inhalasi Kelompok II Pakan tinggi lemak tanpa perlakuan inhalasi Kelompok III Pakan tinggi lemak + inhalasi minyak pala Kelompok IV Pakan tinggi lemak + inhalasi miristisin Kelompok V Pakan tinggi lemak + inhalasi α-pinena

(23)

Lampiran 3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji

Pakan standar di Pusat Studi Biofarmaka (dari PT Indofeed)

Komposisi Kadar

(%)

Protein 18

Lemak 4

Serat 4

Abu 11

Metabolisme Energi

2000 kkal

Pakan tinggi lemak dan kolesterol

Komposisi Kadar

(%)

Kolesterol kuning telur

12.5

Minyak kelapa Barco

5

Pakan standar

82.5

(24)

Lampiran 5 Kromatogram ion total GC-MS minyak atsiri pala kasar (a) dan fraksi 5 (b)

 

(a)

(25)

Lampiran 6 Konsentrasi senyawa dalam minyak atsiri kasar pala dan fraksi 5

Area (%)

Minyak Pala Fraksi 5

Monoterpena α-Tujena 3.69 - α-Pinena 9.86 - Kamfena 0.41 0.79 Sabinena 13.48 - β-Pinena 9.49 - α-Felandrena 1.83 0.54 3-Karena 2.98 - α-Terpinena 4.44 2.49 o-Simena 1.57 - p-Simena - 0.38 R (+)-Limonena 5.25 - β-Felandrena 3.22 0.97 γ-Terpinena 6.31 3.63 α-Terpinolena 3.64 1.23 Monoterpena alkohol trans-1-Terpineol 0.3 0.39 1-Terpineol 0.19 0.25 Terpinen-4-ol 9.74 1.73 p-Simen-8-ol 0.09 - α-Terpineol 1 - Piperitol 0.11 - cis-Piperitol 0.1 - Fenil propanoid Safrol 2.31 4.69 Eugenol 0.22 1 Metil eugenol 6.13 - Isoeugenol 0.15 -

Isoeugenol metil eter 0.57 -

Miristisin 9.01 79.47 Elemisin 1.16 - L-Bornil asetat 0.13 - cis-Sabinena hidrat 1.15 - Seskuiterpena Azulena 0.09 - Alkohol patchouli 0.12 - trans-Kariofilena 0.22 - β-Kubebena 0.33 - Hidrokarbon Kopaena 0.45 - Tetrakosana 0.33 - Total 100 100

 

Gambar

Gambar 1  Biji pala (koleksi pribadi).
Gambar 4  Kromatogram lapis tipis minyak   atsiri pala pada silika gel dengan  7 jenis eluen tunggal (kiri ke  kanan: metanol, diklorometana,  etil asetat, kloroform, dietil eter,  asetonitril, dan n-heksana),  diamati di bawah lampu UV 254  nm.
Gambar 8  Perubahan rerata bobot badan tikus  tiap kelompok selama masa  perlakuan.
Tabel 5 Rerata bobot feses dan urin tikus  setiap tiga hari (g/ekor) selama masa  perlakuan  Kelompok  Bobot  awal (g)  Bobot  akhir (g)  (I) Pakan  Standar  48±2    57±14 b (II) Pakan tinggi

Referensi

Dokumen terkait

ANUGERAH NAIBORHU, Analisis Kelayakan Finansial dan Pemasaran Minyak Pala (Myristicajragralls IlOlItt) (Studi Kasus Pada PT. Pavettia Atsiri Indonesia) (di bawah

Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diinhalasi minyak atsiri daun cengkih memiliki rerata bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan

Minyak atsiri pala (Myristica fragrans Houtt.) dengan kandungan miristisin memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus sehingga cocok

dan dapat dikatakan minyak atsiri daun pala bersifat toksik dengan ditunjukkan hasil fitokimia yaitu minyak atsiri daun pala mengandung senyawa terpenoid, flavonoid

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol.Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam

Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dari minyak atsiri biji pala dalam sediaan emulgel terhadap sifat fisik dan efek

Penentuan komposisi senyawa dalam minyak atsiri dari daging buah pala menggunakan GCMS–QP 2010S Shimadzu.Penentuan daya terima konsumen menggunakan uji organoleptik dengan 30

Hasil inhalasi minyak atsiri serai dapur, sitral, dan F2 menunjukkan bahwa ketiga kelompok tikus tersebut memiliki rerata bobot badan yang lebih rendah