• Tidak ada hasil yang ditemukan

butena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "butena"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fw: ButenaIV. Latar Belakang Butena merupakan senyawa alkena yang tergolong hidrokarbon tidak jenug dan mengandung satu ikatan rangkap dua antara dua atom C yang berurutan. Kedua atom H di bawah harus dibebaskan supaya elektron-elektron atom C yang tadinya dipakai untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom H dapat dialihkan untuk membentuk ikatan kovalen dengan sesama karbon. Butena juga dikenal sebagai butilena, butilena adalah gas tidak berwarna yang terkandung dalam minyak mentah sebagai konstituen kecil dalam jumlah yang terlalu kecil untuk ekstraksi layak. Oleh karena itu butena diperoleh dengan catalytic cracking dari hidrokarbon rantai panjang kiri selama penyulingan minyak mentah. Cracking menghasilkan campuran produk dan butena yang diekstrak dari distilasi fraksional. Butena dapat digunakan sebagai monomer untuk

polybutene, tetapi polimer ini lebih mahal daripada alternatif dengan rantai karbon lebih pendek seperti polypropylene. Oleh karena itu polybutene biasanya digunakan sebagai co-polimer (dicampur dengan polimer lain, baik selama atau setelah reaksi), contohnya pada proses pelelehan akibat panas. Senyawa organik lain memiliki formula C4H8, yaitu cyclobutane dan methylcyclopropane, tetapi senyawa ini tidak tergolong sebagai alkena. Ada juga alkena siklik dengan empat atom karbon secara keseluruhan seperti cyclobutene dan dua isomer methylcyclopropene, tetapi mereka tidak memiliki formula C4H8. keempat isomer ini adalah gas-gas pada suhu dan tekanan kamar, tetapi dapat dicairkan dengan menurunkan suhu atau meningkatkan tekanan pada isomer tersebut, dengan cara yang mirip pada penekanan butana. Butena merupan gas yang tidak berwarna, tetapi memiliki bau yang berbeda, dan sangat mudah terbakar. Meskipun tidak terbentuk secara alami dalam minyak bumi dengan persentase yang tinggi, butena dapat diproduksi dari petrokimia atau catalytic cracking minyak bumi. Walaupun butena adalah senyawa stabil, karbon-karbon ikatan ganda menjadikan butena lebih reaktif daripada alkana yang sama, yang

merupakan senyawa yang lebih inert dalam berbagai cara. Dikarena merupakan senyawa ikatan rangkap, keempat karbon alkena dapat bertindak sebagai monomer dalam pembentukan polimer, serta memiliki kegunaan lain sebagai perantara petrokimia. Butena digunakan dalam produksi karet sintetis. But-1-ena adalah linear atau normal alfa-olefin dan isobutylene adalah alfa olefin-bercabang. Dalam persentase yang agak rendah, but-1-ena digunakan sebagai salah satu komonomer, bersama dengan alfa-olefin lainnya, dalam produksi high density polyethylene dan linear low density polyethylene. Karet butil dibuat dengan polimerisasi kationik dari isobutylene sekitar 2 - isoprena 7%. Isobutylene juga

digunakan untuk produksi metil ters-butil eter (MTBE) dan isooctane, baik yang meningkatkan pembakaran bensin. Dalam industri pertambangan minyak, proses penyulingan atau pemisahan sangat banyak dilakukan. Proses pemisahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi bensin, solar, minyak tanah, elpiji dan lainnya memerlukan tindakan proses dari aplikasi percobaan ini. Selain dalam industri tersebut juga terdapat dalam industri air minum, industri minyak wangi dan industri yang memproduksi zat

(2)

warna. Contoh aplikasi dalam percobaan ini adalah dehidrogenasi butena. Dehidrasi katalitik butena bertemperatur tinggi digunakan untuk

memproduksi butadiena yang dibuat saat ini. Butena diperoleh dalam bentuk cair dari suatu fraksi C4 dengan operasi absorbsi dan destilasi dari sumber minyak bumi. Untuk operasi yang ekonomis, butena umpan harus 70 % dan lebih disukai bila 80 –95 %. Hal ini dikarenakan hanya sebagian butena yang dikonversikan di recycle. Karena dehidrogenasi butena tidak mengkonversi isobutilena secara menyeluruh, berarti mereka harus dipindahkan dari umpan untuk mencegah purging berlebih. Karena volatilitas hidrokarbon C4 sangat berdekatan satu sama lain, destilasi langsung tidaklah ekonomis untuk pemurnian umpan. Prosedur yang lazim, seperti flowsheet adalah dengan memindahkan isobutilena terlebih dulu dengan ekstraksi H2SO4 60 –65 % berat dalam dua tahap pencampur – pengendap berlawanan arah. (CH3)2C = (CH3)2COSO3H. Dalam praktek sebenarnya, pelarut dimasukkanÛCH2 + H2SO4 ke dalam kolom destilasi beberapa plat di bawah bagian atas; umpan hidrokarbon masuk dekat pertengahan. Beberapa plat di atas memungkinkan pemisahan hidrokarbon overhead dan solvent, kecuali dengan furfural. Pemisahan ini tidak lengkap dengan aseton membentuk azeotrop, dengan asetonitril karena volatilitas yang dekat. Air cucian digunakan untuk membersihkan produk butena dan butilena. Pemurnian butilena sebagai konsentrat 90 –95 % biasanya

mencapai 80 – 90 %. Kolom ekstraksi butilena biasanya 2 x 50 kolom plat teroperasi secara berurutan. Aseton dan furfural adalah pelarut selektif utama untuk pemisahan butena/butana, tapi asetonitril lebih baik digunakan bila dibanding dengan aseton karena volatilitasnya yang lebih besar. Asam lemah diregenerasi baik dengan stripping isobutilena terlarut pada suhu tinggi dan tekanan rendah yang akan membalik persamaan, diikuti

pendinginan pengendapan dimer tak larut dalam asam. Destilasi ekstraktif memisahkan butena dari butana dengan modifikasi efek pelarut dalam volatilitas relatif komponen. Pelarut polar cenderung membentuk suatu larutan yang lebih ideal dengan konstituen olefinik campuran, sementara komponen parafinik memperoleh suatu koefisien aktivitas yang lebih tinggi. Akibatnya dengan adanya pelarut dalam jumlah besar (konsentrasi pelarut dalam fasa cair dalam zona fraksinasi sebaiknya 80 % mol dengan aseton, 85 – 95% mole dengan asetonitril dan 90 % mol dengan furfural) butana akan naik ke atas dan butena akan tetap tinggal di dasar solvent. Solvent

dipisahkan dari butena, biasanya dengan berikut destilasi dan direcycle ke kolom destilasi ekstraktif. Dalam operasi dehidrogenasi, butena dimurnikan dengan kombinasi proses yang sesuai, bersama dengan arus di luar, dibawa terkontak dengan katalis padat yang dapat memberikan efek dehidrogenasi butadiena. CH2 = CHCH2CH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (1-butena butadiena), dan CH2CH = CHCH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (2-butena butadiena). V. Proses Pembuatan 1. Ekstraksi dari karbon C4 2. Dehidrogenasi n-butana 3. Etanol Dua proses yang digunakan, yaitu: a. Etanol dikonversi menjadi butadiena, hidrogen dan air pada 400oC-450oC 2CH3CH2OH => CH2=CH-CH=CH2 + 2H2O + H2 b. Etanol dioksidasi

(3)

menjadi asetaldehida, yang bereaksi dengan etanol tambahan melalui katalis tantalum-dipromosikan silika berpori pada 325oC-350oC CH3CH2OH + CH2 = CH3CHO => CH-CH=CH2 + 2H2O 4. Dehidrogenasi katalik butena normal VI. Industri Pembuatan 1. PT Petrokimia Butadiena Indonesia (PBI), Cilegon, Banten. 2. PT Chandra Asri, Cilegon, Banten. 3. PT Karet Santo Rubber. 4. PT Krakatau Steel (KS). 5. PT Multi Citra Chemindo, Jakarta Pusat. 6. Korea Kumho Petrochemical CO. Ltd, Jakarta Selatan. 7. Asahi Kasei Corporation, Singapura. 8. PT Pilar Bersama Maju, Jakarta Barat. VII. Daftra Pustaka www.chem-is-try.com

www.en.wikipedia.org/wiki/Butene www.industrikimia.com

www.glossary.kimiawan.org/wiki/butena http://en.wikipedia.org/wiki/1,3-Butadiene#From_Butenes

Subject: ButenaIV. Latar Belakang Butena merupakan senyawa alkena yang tergolong hidrokarbon tidak jenug dan mengandung satu ikatan rangkap dua antara dua atom C yang berurutan. Kedua atom H di bawah harus dibebaskan supaya elektron-elektron atom C yang tadinya dipakai untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom H dapat dialihkan untuk membentuk ikatan kovalen dengan sesama karbon. Butena juga dikenal sebagai butilena, butilena adalah gas tidak berwarna yang terkandung dalam minyak mentah sebagai konstituen kecil dalam jumlah yang terlalu kecil untuk ekstraksi layak. Oleh karena itu butena diperoleh dengan catalytic cracking dari hidrokarbon rantai panjang kiri selama penyulingan minyak mentah. Cracking menghasilkan campuran produk dan butena yang diekstrak dari distilasi fraksional. Butena dapat digunakan sebagai monomer untuk polybutene, tetapi polimer ini lebih mahal daripada alternatif dengan rantai karbon lebih pendek seperti polypropylene. Oleh karena itu polybutene biasanya digunakan sebagai co-polimer (dicampur dengan polimer lain, baik selama atau setelah reaksi), contohnya pada proses pelelehan akibat panas. Senyawa organik lain memiliki formula C4H8, yaitu cyclobutane dan methylcyclopropane, tetapi senyawa ini tidak tergolong sebagai alkena. Ada juga alkena siklik dengan empat atom karbon secara keseluruhan seperti cyclobutene dan dua isomer methylcyclopropene, tetapi mereka tidak memiliki formula C4H8. keempat isomer ini adalah gas-gas pada suhu dan tekanan kamar, tetapi dapat dicairkan dengan menurunkan suhu atau meningkatkan tekanan pada isomer tersebut, dengan cara yang mirip pada penekanan butana. Butena merupan gas yang tidak berwarna, tetapi memiliki bau yang berbeda, dan sangat mudah terbakar. Meskipun tidak terbentuk secara alami dalam minyak bumi dengan persentase yang tinggi, butena dapat diproduksi dari petrokimia atau catalytic cracking minyak bumi. Walaupun butena adalah senyawa stabil, karbon-karbon ikatan ganda menjadikan butena lebih reaktif daripada alkana yang sama, yang merupakan senyawa yang lebih inert dalam berbagai cara. Dikarena merupakan senyawa ikatan rangkap, keempat karbon alkena dapat bertindak sebagai monomer dalam pembentukan polimer, serta memiliki kegunaan lain sebagai perantara petrokimia. Butena digunakan dalam produksi karet sintetis. But-1-ena adalah linear atau normal alfa-olefin dan isobutylene adalah alfa olefin-bercabang. Dalam persentase yang agak rendah, but-1-ena digunakan sebagai salah satu komonomer, bersama dengan alfa-olefin lainnya, dalam produksi high density polyethylene dan linear low density polyethylene. Karet butil dibuat dengan polimerisasi kationik dari

(4)

ters-butil eter (MTBE) dan isooctane, baik yang meningkatkan pembakaran bensin. Dalam industri pertambangan minyak, proses penyulingan atau pemisahan sangat banyak dilakukan. Proses pemisahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi bensin, solar, minyak tanah, elpiji dan lainnya memerlukan tindakan proses dari aplikasi percobaan ini. Selain dalam industri tersebut juga terdapat dalam industri air minum, industri minyak wangi dan industri yang memproduksi zat warna. Contoh aplikasi dalam percobaan ini adalah dehidrogenasi butena. Dehidrasi katalitik butena bertemperatur tinggi digunakan untuk memproduksi butadiena yang dibuat saat ini. Butena diperoleh dalam bentuk cair dari suatu fraksi C4 dengan operasi absorbsi dan destilasi dari sumber minyak bumi. Untuk operasi yang ekonomis, butena umpan harus 70 % dan lebih disukai bila 80 –95 %. Hal ini dikarenakan hanya sebagian butena yang dikonversikan di recycle. Karena

dehidrogenasi butena tidak mengkonversi isobutilena secara menyeluruh, berarti mereka harus dipindahkan dari umpan untuk mencegah purging berlebih. Karena volatilitas hidrokarbon C4 sangat berdekatan satu sama lain, destilasi langsung tidaklah ekonomis untuk pemurnian umpan. Prosedur yang lazim, seperti flowsheet adalah dengan

memindahkan isobutilena terlebih dulu dengan ekstraksi H2SO4 60 –65 % berat dalam dua tahap pencampur – pengendap berlawanan arah. (CH3)2C = (CH3)2COSO3H. Dalam praktek sebenarnya, pelarut dimasukkan CH2 + H2SO4 ke dalam kolom destilasi beberapa plat di bawah bagian atas; umpan hidrokarbon masuk dekat

pertengahan. Beberapa plat di atas memungkinkan pemisahan hidrokarbon overhead dan solvent, kecuali dengan furfural. Pemisahan ini tidak lengkap dengan aseton membentuk azeotrop, dengan asetonitril karena volatilitas yang dekat. Air cucian digunakan untuk membersihkan produk butena dan butilena. Pemurnian butilena sebagai konsentrat 90 – 95 % biasanya mencapai 80 – 90 %. Kolom ekstraksi butilena biasanya 2 x 50 kolom plat teroperasi secara berurutan. Aseton dan furfural adalah pelarut selektif utama untuk pemisahan butena/butana, tapi asetonitril lebih baik digunakan bila dibanding dengan aseton karena volatilitasnya yang lebih besar. Asam lemah diregenerasi baik dengan stripping isobutilena terlarut pada suhu tinggi dan tekanan rendah yang akan membalik persamaan, diikuti pendinginan pengendapan dimer tak larut dalam asam. Destilasi ekstraktif memisahkan butena dari butana dengan modifikasi efek pelarut dalam

volatilitas relatif komponen. Pelarut polar cenderung membentuk suatu larutan yang lebih ideal dengan konstituen olefinik campuran, sementara komponen parafinik memperoleh suatu koefisien aktivitas yang lebih tinggi. Akibatnya dengan adanya pelarut dalam jumlah besar (konsentrasi pelarut dalam fasa cair dalam zona fraksinasi sebaiknya 80 % mol dengan aseton, 85 – 95% mole dengan asetonitril dan 90 % mol dengan furfural) butana akan naik ke atas dan butena akan tetap tinggal di dasar solvent. Solvent

dipisahkan dari butena, biasanya dengan berikut destilasi dan direcycle ke kolom destilasi ekstraktif. Dalam operasi dehidrogenasi, butena dimurnikan dengan kombinasi proses yang sesuai, bersama dengan arus di luar, dibawa terkontak dengan katalis padat yang dapat memberikan efek dehidrogenasi butadiena. CH2 = CHCH2CH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (1-butena butadiena), dan CH2CH = CHCH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (2-butena butadiena). V. Proses Pembuatan 1. Ekstraksi dari karbon C4 2. Dehidrogenasi n-butana 3. Etanol Dua proses yang digunakan, yaitu: a. Etanol dikonversi menjadi butadiena, hidrogen dan air pada 400oC-450oC 2CH3CH2OH => CH2=CH-CH=CH2 + 2H2O + H2 b. Etanol dioksidasi menjadi asetaldehida, yang bereaksi dengan etanol tambahan melalui katalis tantalum-dipromosikan silika berpori pada 325oC-350oC

(5)

CH3CH2OH + CH2 = CH3CHO => CH-CH=CH2 + 2H2O 4. Dehidrogenasi katalik butena normal VI. Industri Pembuatan 1. PT Petrokimia Butadiena Indonesia (PBI), Cilegon, Banten. 2. PT Chandra Asri, Cilegon, Banten. 3. PT Karet Santo Rubber. 4. PT Krakatau Steel (KS). 5. PT Multi Citra Chemindo, Jakarta Pusat. 6. Korea Kumho Petrochemical CO. Ltd, Jakarta Selatan. 7. Asahi Kasei Corporation, Singapura. 8. PT Pilar Bersama Maju, Jakarta Barat. VII. Daftra Pustaka www.chem-is-try.com

www.en.wikipedia.org/wiki/Butene www.industrikimia.com

www.glossary.kimiawan.org/wiki/butena http://en.wikipedia.org/wiki/1,3-Butadiene#From_Butenes

IV. Latar Belakang

Butena merupakan senyawa alkena yang tergolong hidrokarbon tidak jenug dan mengandung satu ikatan rangkap dua antara dua atom C yang berurutan. Kedua atom H di bawah harus dibebaskan supaya elektron-elektron atom C yang tadinya dipakai untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom H dapat dialihkan untuk membentuk ikatan kovalen dengan sesama karbon. Butena juga dikenal sebagai butilena, butilena adalah gas tidak berwarna yang terkandung dalam minyak mentah sebagai konstituen kecil dalam jumlah yang terlalu kecil untuk ekstraksi layak. Oleh karena itu butena diperoleh dengan catalytic cracking dari hidrokarbon rantai panjang kiri selama penyulingan minyak mentah. Cracking menghasilkan campuran produk dan butena yang diekstrak dari distilasi fraksional. Butena dapat digunakan sebagai monomer untuk polybutene, tetapi polimer ini lebih mahal daripada alternatif dengan rantai karbon lebih pendek seperti polypropylene. Oleh karena itu polybutene biasanya digunakan sebagai co-polimer (dicampur dengan polimer lain, baik selama atau setelah reaksi), contohnya pada proses pelelehan akibat panas. Senyawa organik lain memiliki formula C4H8, yaitu cyclobutane dan methylcyclopropane, tetapi senyawa ini tidak tergolong sebagai alkena. Ada juga alkena siklik dengan empat atom karbon secara keseluruhan seperti cyclobutene dan dua isomer methylcyclopropene, tetapi mereka tidak memiliki formula C4H8. keempat isomer ini adalah gas-gas pada suhu dan tekanan kamar, tetapi dapat dicairkan dengan menurunkan suhu atau meningkatkan tekanan pada isomer tersebut, dengan cara yang mirip pada penekanan butana. Butena merupan gas yang tidak berwarna, tetapi memiliki bau yang berbeda, dan sangat mudah terbakar. Meskipun tidak terbentuk secara alami dalam minyak bumi dengan persentase yang tinggi, butena dapat diproduksi dari petrokimia atau catalytic cracking minyak bumi. Walaupun butena adalah senyawa stabil, karbon-karbon ikatan ganda menjadikan butena lebih reaktif daripada alkana yang sama, yang merupakan senyawa yang lebih inert dalam berbagai cara. Dikarena merupakan senyawa ikatan rangkap, keempat karbon alkena dapat bertindak sebagai monomer dalam pembentukan polimer, serta memiliki kegunaan lain sebagai perantara petrokimia. Butena digunakan dalam produksi karet sintetis. But-1-ena adalah linear atau normal alfa-olefin dan isobutylene adalah alfa olefin-bercabang. Dalam persentase yang agak rendah, but-1-ena digunakan sebagai salah satu komonomer, bersama dengan alfa-olefin lainnya, dalam produksi high density polyethylene dan linear low density polyethylene. Karet butil dibuat dengan polimerisasi kationik dari isobutylene sekitar 2 - isoprena 7%. Isobutylene juga digunakan untuk produksi metil ters-butil eter (MTBE) dan isooctane, baik yang

meningkatkan pembakaran bensin.

Dalam industri pertambangan minyak, proses penyulingan atau pemisahan sangat banyak dilakukan. Proses pemisahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi bensin, solar,

(6)

minyak tanah, elpiji dan lainnya memerlukan tindakan proses dari aplikasi percobaan ini. Selain dalam industri tersebut juga terdapat dalam industri air minum, industri minyak wangi dan industri yang memproduksi zat warna. Contoh aplikasi dalam percobaan ini adalah dehidrogenasi butena. Dehidrasi katalitik butena bertemperatur tinggi digunakan untuk memproduksi butadiena yang dibuat saat ini. Butena diperoleh dalam bentuk cair dari suatu fraksi C4 dengan operasi absorbsi dan destilasi dari sumber minyak bumi. Untuk operasi yang ekonomis, butena umpan harus 70 % dan lebih disukai bila 80 –95 %. Hal ini dikarenakan hanya sebagian butena yang dikonversikan di recycle. Karena dehidrogenasi butena tidak mengkonversi isobutilena secara menyeluruh, berarti mereka harus dipindahkan dari umpan untuk mencegah purging berlebih. Karena volatilitas hidrokarbon C4 sangat berdekatan satu sama lain, destilasi langsung tidaklah ekonomis untuk pemurnian umpan. Prosedur yang lazim, seperti flowsheet adalah dengan memindahkan isobutilena terlebih dulu dengan ekstraksi H2SO4 60 –65 % berat dalam dua tahap pencampur – pengendap berlawanan arah. (CH3)2C = CH2 + H2SO4  (CH3)2COSO3H. Dalam praktek sebenarnya, pelarut dimasukkan ke dalam kolom destilasi beberapa plat di bawah bagian atas; umpan hidrokarbon masuk dekat pertengahan. Beberapa plat di atas memungkinkan pemisahan hidrokarbon overhead dan solvent, kecuali dengan furfural. Pemisahan ini tidak lengkap dengan aseton membentuk azeotrop, dengan asetonitril karena volatilitas yang dekat. Air cucian digunakan untuk membersihkan produk butena dan butilena. Pemurnian butilena sebagai konsentrat 90 – 95 % biasanya mencapai 80 – 90 %. Kolom ekstraksi butilena biasanya 2 x 50 kolom plat teroperasi secara berurutan. Aseton dan furfural adalah pelarut selektif utama untuk pemisahan butena/butana, tapi asetonitril lebih baik digunakan bila dibanding dengan aseton karena volatilitasnya yang lebih besar. Asam lemah diregenerasi baik dengan stripping isobutilena terlarut pada suhu tinggi dan tekanan rendah yang akan membalik persamaan, diikuti pendinginan pengendapan dimer tak larut dalam asam. Destilasi ekstraktif memisahkan butena dari butana dengan modifikasi efek pelarut dalam volatilitas relatif komponen. Pelarut polar cenderung membentuk suatu larutan yang lebih ideal dengan konstituen olefinik campuran, sementara komponen parafinik memperoleh suatu koefisien aktivitas yang lebih tinggi. Akibatnya dengan adanya pelarut dalam jumlah besar (konsentrasi pelarut dalam fasa cair dalam zona fraksinasi sebaiknya 80 % mol dengan aseton, 85 – 95% mole dengan asetonitril dan 90 % mol dengan furfural) butana akan naik ke atas dan butena akan tetap tinggal di dasar solvent. Solvent dipisahkan dari butena, biasanya dengan berikut destilasi dan direcycle ke kolom destilasi ekstraktif. Dalam operasi dehidrogenasi, butena dimurnikan dengan kombinasi proses yang sesuai, bersama dengan arus di luar, dibawa terkontak dengan katalis padat yang dapat memberikan efek dehidrogenasi butadiena. CH2 = CHCH2CH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (1-butena butadiena), dan CH2CH = CHCH3 ——> CH2 = CHCH = CH2 + H2 (2-butena butadiena).

V. Proses Pembuatan

1. Ekstraksi dari karbon C4

2. Dehidrogenasi n-butana 3. Etanol

Dua proses yang digunakan, yaitu:

(7)

2CH3CH2OH => CH2=CH-CH=CH2 + 2H2O + H2

b. Etanol dioksidasi menjadi asetaldehida, yang bereaksi dengan etanol tambahan melalui katalis tantalum-dipromosikan silika berpori pada 325oC-350oC

CH3CH2OH + CH2 = CH3CHO => CH-CH=CH2 + 2H2O

4. Dehidrogenasi katalik butena normal VI. Industri Pembuatan

1. PT Petrokimia Butadiena Indonesia (PBI), Cilegon, Banten. 2. PT Chandra Asri, Cilegon, Banten.

3. PT Karet Santo Rubber. 4. PT Krakatau Steel (KS).

5. PT Multi Citra Chemindo, Jakarta Pusat.

6. Korea Kumho Petrochemical CO. Ltd, Jakarta Selatan. 7. Asahi Kasei Corporation, Singapura.

8. PT Pilar Bersama Maju, Jakarta Barat. VII. Daftra Pustaka

www.chem-is-try.com

www.en.wikipedia.org/wiki/Butene www.industrikimia.com

www.glossary.kimiawan.org/wiki/butena

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Faktor kesehatan juga penting dalam tingkat stres seseorang karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut mengerahkan tenaga yang cukup besar, ketika

ChiVMV dan CMV dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Cairan perasan tanaman yang mengandung ChiVMV terlebih dahulu diinokulasikan pada daun tanaman cabai yang diuji, tiga

 Operasi ini terdiri dari pengaksesan pixel pada lokasi yang diberikan, memodifikasinya dengan operasi lanjar (linear) atau nirlanjar (nonlinear), dan menempatkan nilai pixel

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pedagang minuman dalam memilih jenis es batu di pasar tradisional sentral kota medan

Hal ini juga terlihat dalam Nawa Cita Pemerintahan Joko Widodo yang ketiga “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam

Pemanfaatan ilmu iklim secara lebih kuantitatif walaupun masih dipertimbangkan ketepatannya, telah banyak digunakan untuk menghitung defisit air pada pertanaman