• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017

1

No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017

P

ROFIL

K

EMISKINAN DI

J

AWA

T

ENGAH

M

ARET

2017

P

ERSENTASE

P

ENDUDUK

M

ISKIN

M

ARET

2017

M

ENCAPAI

13,01

PERSEN

1.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2016-Maret 2017

Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada Maret 2017 sebesar 4,45 juta orang (13,01 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2016, maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 43,03 ribu orang. Sementara apabila dibandingkan dengan Maret tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 56,17 ribu orang.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2016-Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan yaitu sebesar 9,54 ribu orang sedangkan daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 52,57 ribu orang.

 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah mencapai 4,45 juta orang (13,01 persen), berkurang sebesar 43,03 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 4,49 juta orang (13,19 persen).

 Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 11,38 persen, turun menjadi 11,21 persen pada Maret 2017. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan juga turun dari 14,88 persen pada September 2016 menjadi 14,77 persen pada Maret 2017.

 Meski selama periode September 2016-Maret 2017 persentase kemiskinan menurun, namun jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 9,54 ribu orang (dari 1,88 juta orang pada September 2016 menjadi 1,89 juta orang pada Maret 2017), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 52,57 ribu orang (dari 2,61 juta orang pada September 2016 menjadi 2,56 juta orang pada Maret 2017)

 Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,41 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016 yaitu sebesar 73,25 persen.

 Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, tempe, mie instan, tahu, dan bawang merah. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, dan kesehatan.  Pada periode September 2016-Maret 2017, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks

(2)

2

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah Maret 2016-Maret 2017

Daerah/Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Persentase Penduduk Miskin (persen)

(1) (2) (3) Perkotaan Maret 2016 1 824,08 11,44 September 2016 1 879,55 11,38 Maret 2017 1 889,09 11,21 Perdesaan Maret 2016 2 682,81 14,89 September 2016 2 614,20 14,88 Maret 2017 2 561,63 14,77 Perkotaan+Perdesaan Maret 2016 4 506,89 13,27 September 2016 4 493,75 13,19 Maret 2017 4 450,72 13,01

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

2.

Perkembangan Kemiskinan Tahun 2011 – 2017

Secara umum, periode 2011 – 2017 tingkat kemiskinan di Jawa Tengah mengalami penurunan kecuali pada September 2011 dan Maret 2014. Pada periode tahun 2011 – 2017 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 5,14 juta orang pada Maret 2011 menjadi 4,45 juta orang pada Maret 2017. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 15,72 persen pada Maret 2011 menjadi 13,01 persen pada Maret 2017. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 2011 sampai dengan Maret 2017 ditunjukkan oleh grafik berikut:

Gambar 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Maret 2011 – Maret 2017

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Keterangan: Maret 2011 – September 2013 merupakan backcasting dari penimbang proyeksi penduduk hasil Sensus Penduduk 2010 0.16 0.16 15,340.00 0.15 0.15 0.14 0.14 0.14 0.14 0.13 13,27 0.13 0.13 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.004 0.004 0 5 10 15 20 Maret 2011 Sept 2011 Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017

(3)

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017

3

3.

Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2016-Maret 2017

Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada Maret 2016 sampai dengan Maret 2017.

Tabel 2

Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, Maret 2016-Maret 2017

Daerah/Tahun Makanan Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan

Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perkotaan Maret 2016 224 987 90 282 315 269 September 2016 231 212 91 586 322 799 Maret 2017 240 656 93 866 334 522

Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) 6,96 3,97 6,11

Perubahan September 2016-Maret 2017 (%) 4,08 2,49 3,63

Perdesaan

Maret 2016 237 901 81 287 319 188

September 2016 241 079 81 410 322 489

Maret 2017 248 155 83 518 331 673

Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) 4,31 2,74 3,91

Perubahan September 2016-Maret 2017 (%) 2,94 2,59 2,85

Perkotaan+Perdesaan

Maret 2016 231 673 85 675 317 348

September 2016 236 403 86 345 322 748

Maret 2017 244 606 88 618 333 224

Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) 5,58 3,44 5,00

Perubahan September 2016-Maret 2017 (%) 3,47 2,63 3,25

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Selama periode September 2016-Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,25 persen, yaitu dari Rp. 322.748,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp. 333.224,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Sementara pada periode Maret 2016-Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,00 persen, yaitu dari Rp. 317.348,- per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp. 333.224- per kapita per bulan pada Maret 2017.

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2017 sebesar 73,41 persen.

Pada Maret 2017, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 20,65 persen di perkotaan dan 23,23 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan

(4)

4

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017 terbesar kedua terhadap GK (10,17 persen di perkotaan dan 9,47 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (4,04 persen di perkotaan dan 3,27 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,94 persen di perkotaan dan 3,95 persen di perdesaan), dan seterusnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan beserta Kontribusinya (%), Maret 2017

Komoditi Perkotaan (%) Komoditi Perdesaan (%)

(1) (2) (3) (4)

Makanan 71,94 Makanan 74,82

Beras 20,65 Beras 23,23

Rokok kretek filter 10,17 Rokok kretek filter 9,47

Daging ayam ras 4,04 Telur ayam ras 3,95

Telur ayam ras 3,94 Daging ayam ras 3,27

Gula pasir 3,23 Gula pasir 3,18

Tempe 2,54 Tempe 2,92

Mie instan 2,49 Mie instan 2,54

Tahu 1,99 Cabe rawit 2,49

Bawang merah 1,94 Bawang merah 2,38

Kue basah 1,59 Tahu 2,23

Komoditi makanan lainnya 19,35 Komoditi makanan lainnya 19,15

Bukan Makanan 28,06 Bukan Makanan 25,18

Perumahan 6,49 Perumahan 6,28

Bensin 4,45 Bensin 3,84

Listrik 3,39 Listrik 1,95

Pendidikan 2,64 Pendidikan 1,67

Perlengkapan mandi 1,21 Kesehatan 1,27

Komoditi bukan makanan lainnya 9,89 Komoditi bukan makanan lainnya 10,17

Total 100,00 Total 100,00

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar terhadap GK adalah perumahan, bensin, listrik, perlengkapan mandi, dan pendidikan.

4.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Kebijakan kemiskinan, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin juga harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode September 2016-Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2016 adalah 2,124 dan pada Maret 2017 mengalami kenaikan menjadi 2,214, demikian juga dengan Indeks

(5)

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017

5

Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan dari 0,539 menjadi 0,573 pada periode yang sama (Tabel 4). Sementara apabila dilihat pada periode sebelumnya yaitu Maret 2016-Maret 2017 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan.

Tabel 4

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2016-Maret 2017

Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2016 1,777 2,900 2,372

September 2016 1,939 2,297 2,124

Maret 2017 1,829 2,588 2,214

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2016 0,401 0,827 0,627

September 2016 0,489 0,586 0,539

Maret 2017 0,452 0,690 0,573

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Pada Maret 2017, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan sebesar 1,829 sementara di daerah perdesaan jauh lebih tinggi yaitu mencapai 2,588. Sementara itu nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan adalah 0,452 dan di daerah perdesaan sebesar 0,690.

5.

Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)

d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

(6)

6

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XI, 17 Juli 2017 e. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

f. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

g. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2016 adalah data Susenas September 2016. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Referensi

Dokumen terkait

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI RIAU, MARET 2012 – MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di Riau pada periode Maret 2012- Maret 2017 menunjukkan kecenderungan meningkat,

Kusuma Arta Pemula 5 Segara Gede 06/12/03 Sambirenteng Tejakula Made Astaya Wayan Kari Ketut Nama Pemula 6 Jaladi Karya 09/01/92 Sambirenteng Tejakula Nyoman Sudana Ketut

Skripsi yang berjudul: Analisis Kesulitan Siswa Meenyeelesaikan Sooal Turuan Fungsi Aljabar Pada Kelas XI IPS Madrassah Aliyah Negeri 1 Banjarmasin Tahun Ajaran

Secara keseluruhan untuk jumlah siswa dalam kategori baik telah mencapai indikator keberhasilan yaitu  15 siswa, dengan demikian kemampuan berpikir kritis matematis

Java adalah turunan dari C, sehingga Java memiliki sifat C yaitu Case sensitive, yaitu membedakan antara huruf besar dan kecil Dalam sebuah file program di

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

Yang bukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki supervisor dalam menjalankan tugasnya adalah.... Gabungan beberapa orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan

Sedangkan pada Maret 2021 jumlah orang miskin di Maluku Utara tercatat sebanyak 87,16 ribu orang yang terdiri dari 18,54 ribu orang di daerah perkotaan dan 68,62 ribu orang di