• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus. (Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus. (Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus

(Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study)

Pramita Ariyanti, Sunarso Suyoso

Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK

Latar belakang: Liken Simplek Kronikus (LSK/neurodermatitis sirkumskripta) adalah suatu kelainan kulit yang sangat gatal dan bersifat kronis dengan ditandai satu atau lebih plak yang mengalami likenifikasi yaitu penebalan pada kulit dan permukaan kulitnya seperti kulit pohon. Tujuan: Mengevaluasi gambaran serta penegakkan diagnosis LSK. Metode: Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat laporan tahunan/catatan medik pasien LSK di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo periode 2009-2011 (3 tahun). Hasil: Insidensi pasien baru LSK periode 2009-2011 sebesar 0,14%. Kelompok usia terbanyak 25-44 tahun (38,7%) dan pasien perempuan lebih banyak (64,5%) dibandingkan pasien laki-laki (35,5%). Keluhan utama terbanyak yaitu gatal (90,3%) dan terdapat 19,4% pasien yang terjadi kekambuhan. Distribusi lama keluhan terbanyak yaitu selama 1 bulan (61,2%). Lokasi lesi yang sering terjadi pada kaki (45,2%) dan jarang pada genitalia. Gejala klinis terbanyak adalah likenifikasi (6,5%). Penggunaan terapi paling banyak menggunakan kortikosteroid topikal desoksimethasone 0,25% (35,5%). Simpulan: Kasus LSK sebenarnya adalah yang sangat mudah untuk didiagnosis, namun kurangnya pemahaman dalam mendiagnosis menyebabkan kasus ini tampak jarang ditemukan.

Kata kunci: liken simplek kronikus, studi retrospektif ABSTRACT

Background: Lichen Simplex Chronicus (LSC/circumscribed neurodermatitis) is a skin abnormality disease with complaint of very itchy and chronic condition, marked with one or many lichenified plaques of thickening skin surface similar to tree's skin appearence. Purpose: To evaluate the description of LSC patient and establishment diagnosis of LSC. Methods: Retrospective research by reviewed annual medical record in outpatient clinic, Dermato-Venereology Department Dr. Soetomo General Hospital, for 3 years period, from 2009 to 2011. Results: The distribution of new LSC patient in 2009-2011 was 0.4℅. The age distribution was mostly aged 25-44 years old and the visits of women patients (64.5℅) were more than male patients (35.5℅). The most complained symptom was itchy (90.3%). There was tendency of recurence among 19.4% of the patien. The symptoms duration suffered mostly in 1 month (61.2%). The most affected site was on foot (45.2%) and rarely affecting genital. The most clinical feature was lichenification (6.5%). The most used therapy was topical corticosteroid, which is desoximethasone 0.25% (35.5%). Conclusion: LSC case is very easy to diagnose, but lack of understanding of diagnosis causing this case seems to be rare and few.

Keywords: lichen simplex chronicus, retrospective study

Alamat korespondensi: Pramita Ariyanti, Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8 Surabaya 60131, Indonesia. Telepon: +62315501609. Email: pramita.ariyanti@yahoo.com

PENDAHULUAN

Liken Simplek Kronikus (LSK/neurodermatitis sirkumskripta) adalah suatu kelainan yang sangat gatal dan bersifat kronis dengan ditandai satu atau lebih plak yang mengalami likenifikasi yaitu penebalan pada kulit dan permukaan kulitnya seperti kulit pohon, yang disebabkan oleh respon menggosok atau menggaruk

1,2,3

berulang. Keluhan berupa sangat gatal dan gejala

klinis tampak penebalan serta area hiperpigmentasi berbatas tegas dan menonjol. Lesi awal memberikan gambaran seperti kulit normal, pada umumnya berwarna coklat. Lesi lama menjadi lebih tebal dan hiperpigmentasi. Lesi berbatas tegas dan sering timbul pada belakang leher tetapi juga dapat terlihat diseluruh

4,5,6

bagian tubuh. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang bisa dilakukan. LSK relatif mudah untuk

dikenali secara visual. Diagnosis klinis dapat langsung ditegakkan dari riwayat adanya keluhan siklus

gatal-7

garuk, lesi likenifikasi, dan ekskoriasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran LSK di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2009-2011 (3 tahun).

METODE

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat laporan tahunan dan catatan medik pasien LSK di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011 (3 tahun), didata tentang jumlah pasien, umur, jenis kelamin, domisili, diagnosis, gejala klinis, dan terapi.

HASIL

Distribusi kunjungan pasien baru LSK di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2009 sebanyak 5 pasien, tahun 2010 sebanyak 10 pasien, dan tahun 2011 sebanyak 16 pasien. Total keseluruhan

pasien LSK periode 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2011 sebanyak 31 pasien (Tabel 1).

Tabel 2 menggambarkan distribusi kelompok umur dan jenis kelamin kasus LSK tahun 2009-2011. Kelompok umur terbanyak kasus LSK adalah kelompok usia 25-44 yaitu sebanyak 38,7%. Tidak didapatkan kasus LSK pada anak umur < 15 tahun. Secara umum distribusi jenis kelamin pasien LSK lebih banyak pada perempuan yaitu sebesar 64,5%.

Tabel 3 menggambarkan keluhan utama kasus LSK tahun 2009-2011. Tampak keluhan utama terbanyak kasus LSK adalah keluhan gatal adalah 90,3%.

Berdasarkan distribusi kekambuhan LSK, didapatkan keluhan kumat-kumatan terbanyak kasus LSK pada tahun 2011 sekitar 25%, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 10% dan tahun 2009 sebesar 20%. Distribusi lama keluhan, didapatkan lama keluhan berlangsung terbanyak 1 bulan (61,2%) seperti tampak pada Tabel 4.

Lokasi lesi terbanyak didapatkan pada kaki yaitu sekitar 45,2%, dan lokasi lainnya yaitu leher (16,1%) dan tangan (9,8%) seperti tampak pada Tabel 5.

Tabel 1: Distribusi pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD

 Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Pasien Baru Tahun Jumlah (%)

2009(%) 2010(%) 2011(%)

LSK Divisi Umum

URJ Kulit dan Kelamin

5 3369 (0,14) 7,019 (0,07) 10 3,263 (0,30) 6,732 (0,14) 16 3750 (0,42) 7,654 (0,20) 31 10382 (0,29) 21,405 (0,07)

Tabel 2:Distribusi kelompok umur berdasarkan jenis kelamin pasien baru LSK Divisi Umum URJ

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Jenis Kelamin Kelompok Umur (Th) 15 - 24 25 - 44 45 - 64 > 65 Jumlah 2 3 3 7 6 10 11 (35,5) 20 (64,5) 31 (100) Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr 2009 2010 Periode Jumlah (%) Total (%) 2011 0 2 0 0 0 2 0 1 0 1 1 1 2 0 4 1 1 4 1 0 3 3 1 3 1 (3,2) 7 (22,6) 2 (6,5) 1 (3,2) 5 (16,1) 5 (16,1) 5 (16,1) 5 (16,1) 6 (19,4) 12 (38,7) 7 (22,6) 6 (19,4)

Keterangan : Lk= Laki-laki Pr = Perempuan

(2)

Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus

(Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study)

Pramita Ariyanti, Sunarso Suyoso

Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK

Latar belakang: Liken Simplek Kronikus (LSK/neurodermatitis sirkumskripta) adalah suatu kelainan kulit yang sangat gatal dan bersifat kronis dengan ditandai satu atau lebih plak yang mengalami likenifikasi yaitu penebalan pada kulit dan permukaan kulitnya seperti kulit pohon. Tujuan: Mengevaluasi gambaran serta penegakkan diagnosis LSK. Metode: Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat laporan tahunan/catatan medik pasien LSK di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo periode 2009-2011 (3 tahun). Hasil: Insidensi pasien baru LSK periode 2009-2011 sebesar 0,14%. Kelompok usia terbanyak 25-44 tahun (38,7%) dan pasien perempuan lebih banyak (64,5%) dibandingkan pasien laki-laki (35,5%). Keluhan utama terbanyak yaitu gatal (90,3%) dan terdapat 19,4% pasien yang terjadi kekambuhan. Distribusi lama keluhan terbanyak yaitu selama 1 bulan (61,2%). Lokasi lesi yang sering terjadi pada kaki (45,2%) dan jarang pada genitalia. Gejala klinis terbanyak adalah likenifikasi (6,5%). Penggunaan terapi paling banyak menggunakan kortikosteroid topikal desoksimethasone 0,25% (35,5%). Simpulan: Kasus LSK sebenarnya adalah yang sangat mudah untuk didiagnosis, namun kurangnya pemahaman dalam mendiagnosis menyebabkan kasus ini tampak jarang ditemukan.

Kata kunci: liken simplek kronikus, studi retrospektif ABSTRACT

Background: Lichen Simplex Chronicus (LSC/circumscribed neurodermatitis) is a skin abnormality disease with complaint of very itchy and chronic condition, marked with one or many lichenified plaques of thickening skin surface similar to tree's skin appearence. Purpose: To evaluate the description of LSC patient and establishment diagnosis of LSC. Methods: Retrospective research by reviewed annual medical record in outpatient clinic, Dermato-Venereology Department Dr. Soetomo General Hospital, for 3 years period, from 2009 to 2011. Results: The distribution of new LSC patient in 2009-2011 was 0.4℅. The age distribution was mostly aged 25-44 years old and the visits of women patients (64.5℅) were more than male patients (35.5℅). The most complained symptom was itchy (90.3%). There was tendency of recurence among 19.4% of the patien. The symptoms duration suffered mostly in 1 month (61.2%). The most affected site was on foot (45.2%) and rarely affecting genital. The most clinical feature was lichenification (6.5%). The most used therapy was topical corticosteroid, which is desoximethasone 0.25% (35.5%). Conclusion: LSC case is very easy to diagnose, but lack of understanding of diagnosis causing this case seems to be rare and few.

Keywords: lichen simplex chronicus, retrospective study

Alamat korespondensi: Pramita Ariyanti, Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8 Surabaya 60131, Indonesia. Telepon: +62315501609. Email: pramita.ariyanti@yahoo.com

PENDAHULUAN

Liken Simplek Kronikus (LSK/neurodermatitis sirkumskripta) adalah suatu kelainan yang sangat gatal dan bersifat kronis dengan ditandai satu atau lebih plak yang mengalami likenifikasi yaitu penebalan pada kulit dan permukaan kulitnya seperti kulit pohon, yang disebabkan oleh respon menggosok atau menggaruk

1,2,3

berulang. Keluhan berupa sangat gatal dan gejala

klinis tampak penebalan serta area hiperpigmentasi berbatas tegas dan menonjol. Lesi awal memberikan gambaran seperti kulit normal, pada umumnya berwarna coklat. Lesi lama menjadi lebih tebal dan hiperpigmentasi. Lesi berbatas tegas dan sering timbul pada belakang leher tetapi juga dapat terlihat diseluruh

4,5,6

bagian tubuh. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang bisa dilakukan. LSK relatif mudah untuk

dikenali secara visual. Diagnosis klinis dapat langsung ditegakkan dari riwayat adanya keluhan siklus

gatal-7

garuk, lesi likenifikasi, dan ekskoriasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran LSK di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2009-2011 (3 tahun).

METODE

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat laporan tahunan dan catatan medik pasien LSK di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011 (3 tahun), didata tentang jumlah pasien, umur, jenis kelamin, domisili, diagnosis, gejala klinis, dan terapi.

HASIL

Distribusi kunjungan pasien baru LSK di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2009 sebanyak 5 pasien, tahun 2010 sebanyak 10 pasien, dan tahun 2011 sebanyak 16 pasien. Total keseluruhan

pasien LSK periode 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2011 sebanyak 31 pasien (Tabel 1).

Tabel 2 menggambarkan distribusi kelompok umur dan jenis kelamin kasus LSK tahun 2009-2011. Kelompok umur terbanyak kasus LSK adalah kelompok usia 25-44 yaitu sebanyak 38,7%. Tidak didapatkan kasus LSK pada anak umur < 15 tahun. Secara umum distribusi jenis kelamin pasien LSK lebih banyak pada perempuan yaitu sebesar 64,5%.

Tabel 3 menggambarkan keluhan utama kasus LSK tahun 2009-2011. Tampak keluhan utama terbanyak kasus LSK adalah keluhan gatal adalah 90,3%.

Berdasarkan distribusi kekambuhan LSK, didapatkan keluhan kumat-kumatan terbanyak kasus LSK pada tahun 2011 sekitar 25%, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 10% dan tahun 2009 sebesar 20%. Distribusi lama keluhan, didapatkan lama keluhan berlangsung terbanyak 1 bulan (61,2%) seperti tampak pada Tabel 4.

Lokasi lesi terbanyak didapatkan pada kaki yaitu sekitar 45,2%, dan lokasi lainnya yaitu leher (16,1%) dan tangan (9,8%) seperti tampak pada Tabel 5.

Tabel 1: Distribusi pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD

 Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Pasien Baru Tahun Jumlah (%)

2009(%) 2010(%) 2011(%)

LSK Divisi Umum

URJ Kulit dan Kelamin

5 3369 (0,14) 7,019 (0,07) 10 3,263 (0,30) 6,732 (0,14) 16 3750 (0,42) 7,654 (0,20) 31 10382 (0,29) 21,405 (0,07)

Tabel 2:Distribusi kelompok umur berdasarkan jenis kelamin pasien baru LSK Divisi Umum URJ

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Jenis Kelamin Kelompok Umur (Th) 15 - 24 25 - 44 45 - 64 > 65 Jumlah 2 3 3 7 6 10 11 (35,5) 20 (64,5) 31 (100) Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr 2009 2010 Periode Jumlah (%) Total (%) 2011 0 2 0 0 0 2 0 1 0 1 1 1 2 0 4 1 1 4 1 0 3 3 1 3 1 (3,2) 7 (22,6) 2 (6,5) 1 (3,2) 5 (16,1) 5 (16,1) 5 (16,1) 5 (16,1) 6 (19,4) 12 (38,7) 7 (22,6) 6 (19,4)

Keterangan : Lk= Laki-laki Pr = Perempuan

(3)

Tabel 3 : Distribusi keluhan utama tunggal pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Keluhan Utama Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Gatal Bercak hitam Bercak merah 4 (80,0) 1 (20,0) 1 (20,0) 10 (100) 0 2 (20,0) 14 (87,5) 1 (6,3) 0 28 (90,3) 2 (6,4) 3 (9,7) Keterangan : Pada satu orang pasien, keluhan dapat lebih dari satu.

Tabel 4 : Distribusi lama keluhan pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Jumlah

Lama Keluhan Tahun Jumlah (%)

2009 (%) 2010 (%) 2011 (%) 1 bulan > 1 - 6 bulan > 6 - 12 bulan > 12 bulan 5 (100) 0 0 0 6 (60,0) 2 (20,0) 1 (10,0) 1 (10,0) 8 (50,0) 8 (50,0) 0 0 19 (61,2) 10 (32,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 5 (100) 10 (100) 16 (100) 31 (100)

Tabel 5: Distribusi lokasi lesi pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Lokasi Lesi Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Kaki Leher Tangan Lutut Tungkai Betis Punggung Scrotum Selangkangan Tanpa data 3 (60,0) 1 (20,0) 0 0 0 0 0 0 1 (20,0) 0 3 (30,0) 2 (20,0) 3 (30,0) 0 0 0 1 (10,0) 1 (10,0) 0 2 (20,0) 10 (62,5) 2 (12,5) 0 2 (12,5) 2 (12,5) 1 (6,3) 0 0 0 2 (12,5) 14 (45,2) 5 (16,1) 3 (9,8) 2 (6,4) 2 (6,4) 1 (3,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 4 (12,9) Keterangan : Pada satu orang pasien, lokasi lesi dapat lebih dari satu

Gejala klinis terbanyak menurut yang tercatat pada rekam medis adalah makula (16,1%) dan likenifikasi (6,5%).

 Berdasarkan terapi LSK, CTM dan mebhidrolin napadisilat merupakan antihistamin terbanyak yang diberikan yaitu masing-masing 6,4%. Pemakaian steroid oral menggunakan deksamethason 0,5 mg (3,2%). Pemakaian antibiotik doksisiklin pada 1 pasien sebesar 3,2%. Steroid topikal terbanyak adalah desoksimethason 0,25% yaitu sebesar 35,5% (Tabel 6).

PEMBAHASAN

Perbandingan jumlah kasus baru LSK dengan jumlah kasus baru URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2009 (0,07%), 2010 (0,14%), dan 2011 (0,20%) (Tabel 1), terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. Jumlah pasien LSK di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2006 sebesar 1,26% dan tahun

7

2007 sekitar 1,35%. Penurunan jumlah pasien LSK bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman dan

Vol. 26 / No. 2 / Agustus 2014

BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology

kemampuan untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Distribusi kelompok umur kasus LSK tahun 2009-2011 terbanyak adalah kelompok usia 25-44 tahun sebesar 38,7%, sedangkan kelompok usia anak-anak   tahun tidak didapatkan kasus LSK. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, LSK lebih banyak pada didapatkan pada perempuan yaitu 64,5% (Tabel 2). Data pada penelitian sebelumnya didapatkan kasus LSK di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2006 sebesar 1,26%, terbanyak pada usia 25-44 tahun, laki-laki 43,04% dan wanita 56,96%, serta tidak ditemukan pada anak-anak. Tahun 2007 insidensi LSK sebesar 1,35%, terbanyak pada usia 25-44 tahun, 53,16% pada laki-laki, wanita 39,25%, dan anak-anak

7

7,59%.

LSK adalah kasus yang perjalanan penyakitnya

1,8,9

kronis serta sering mengalami kekambuhan. Penelitian ini didapatkan keluhan kumat-kumatan keseluruhan hanya 19,4%, lainnya tanpa data, sehingga diperlukan anamnesis yang lebih lengkap. Lama keluhan berlangsung terbanyak 1 bulan yaitu 61,2% (Tabel 4).

Tempat predileksi LSK adalah kulit kepala, bagian pangkal leher (khususnya pada perempuan), pergelangan kaki, bagian ekstensor dari ekstremitas,

8,10,11

dan area anogenital. Lokasi terbanyak (Tabel 5)

didapatkan pada kaki yaitu sebesar 45,2%, berikutnya adalah leher sebesar 16,1%, dan tangan 9,8% serta jarang di area anogenital (3,2%). Lokasi lesi tersebut adalah tempat yang mudah dijangkau untuk digaruk.

LSK ditandai oleh adanya satu atau lebih gambaran eritematus, skuama, dan plak likenifikasi dengan ekskoriasi di atasnya. Kasus yang lama atau kronis, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi kerap

8,10,11

ada. Gejala klinis terbanyak berupa makula 16,1% dan likenifikasi 6,5%.

Empat langkah yang dapat dilakukan untuk pengobatan LSK yaitu: mengidentifikasi penyakit yang mendasari, memperbaiki fungsi lapisan barier kulit, mengurangi inflamasi, dan memutuskan siklus

gatal-8

garuk. Penatalaksaan terbanyak yang digunakan di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin (Tabel 6) adalah steroid topikal yaitu sekitar 64,5% dan yang digunakan terbanyak adalah desoksimethason 0,025% krim sebesar 31,5%. Penggunaan topikal steroid potensi tinggi lebih efektif dan aman untuk digunakan dalam jangka waktu pendek daripada penggunaan topikal steroid dosis rendah dalam

7,11

jangka lama. Memutuskan siklus gatal garuk dengan

9,12,13

pemberian antihistamin sangatlah efektif. Pemakaian antihistamin oral di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin sebesar

Tabel 6: Distribusi terapi dengan antihistamin oral, steroid oral, antibiotik oral dan streroid topikal pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya

periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Antihistamin oral - Cetirizin 10mg - CTM - Mebhidrolin napadisilat Jumlah Total Steroid oral - Dexametason 0,5 mg Antibiotik oral - Doksisiklin Steroid topikal - Desoksimetason 0,25% krim - Hidrocortison asetat 2.5% krim - Hidrokortison 1% globenikol krim Jumlah total 11 (35,5) 2 (6,4) 7 (22,6) 20 (64,5) 0 4 (40,0) 2 (12,5) 6 (19,4)

Jenis Obat Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Tanpa data 4 (80,0) 0 1 (20,0) 3 (30,0) 0 1 (10,0) 4 (25,0) 2 (12,5) 5 (31,2) 0 1 (10,0) 0 1 (3,2) 0 0 1 (6,3) 1 (3,2) 5(16,1%) 0 0 2 (40,0) 0 1 (10,0) 0 1 (6,3) 1 (6,3) 0 1 (3,2) 2 (6,4) 2 (6,4)

(4)

Tabel 3 : Distribusi keluhan utama tunggal pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Keluhan Utama Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Gatal Bercak hitam Bercak merah 4 (80,0) 1 (20,0) 1 (20,0) 10 (100) 0 2 (20,0) 14 (87,5) 1 (6,3) 0 28 (90,3) 2 (6,4) 3 (9,7) Keterangan : Pada satu orang pasien, keluhan dapat lebih dari satu.

Tabel 4 : Distribusi lama keluhan pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Jumlah

Lama Keluhan Tahun Jumlah (%)

2009 (%) 2010 (%) 2011 (%) 1 bulan > 1 - 6 bulan > 6 - 12 bulan > 12 bulan 5 (100) 0 0 0 6 (60,0) 2 (20,0) 1 (10,0) 1 (10,0) 8 (50,0) 8 (50,0) 0 0 19 (61,2) 10 (32,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 5 (100) 10 (100) 16 (100) 31 (100)

Tabel 5: Distribusi lokasi lesi pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Lokasi Lesi Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Kaki Leher Tangan Lutut Tungkai Betis Punggung Scrotum Selangkangan Tanpa data 3 (60,0) 1 (20,0) 0 0 0 0 0 0 1 (20,0) 0 3 (30,0) 2 (20,0) 3 (30,0) 0 0 0 1 (10,0) 1 (10,0) 0 2 (20,0) 10 (62,5) 2 (12,5) 0 2 (12,5) 2 (12,5) 1 (6,3) 0 0 0 2 (12,5) 14 (45,2) 5 (16,1) 3 (9,8) 2 (6,4) 2 (6,4) 1 (3,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 1 (3,2) 4 (12,9) Keterangan : Pada satu orang pasien, lokasi lesi dapat lebih dari satu

Gejala klinis terbanyak menurut yang tercatat pada rekam medis adalah makula (16,1%) dan likenifikasi (6,5%).

 Berdasarkan terapi LSK, CTM dan mebhidrolin napadisilat merupakan antihistamin terbanyak yang diberikan yaitu masing-masing 6,4%. Pemakaian steroid oral menggunakan deksamethason 0,5 mg (3,2%). Pemakaian antibiotik doksisiklin pada 1 pasien sebesar 3,2%. Steroid topikal terbanyak adalah desoksimethason 0,25% yaitu sebesar 35,5% (Tabel 6).

PEMBAHASAN

Perbandingan jumlah kasus baru LSK dengan jumlah kasus baru URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2009 (0,07%), 2010 (0,14%), dan 2011 (0,20%) (Tabel 1), terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. Jumlah pasien LSK di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2006 sebesar 1,26% dan tahun

7

2007 sekitar 1,35%. Penurunan jumlah pasien LSK bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman dan

Vol. 26 / No. 2 / Agustus 2014

BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology

kemampuan untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Distribusi kelompok umur kasus LSK tahun 2009-2011 terbanyak adalah kelompok usia 25-44 tahun sebesar 38,7%, sedangkan kelompok usia anak-anak   tahun tidak didapatkan kasus LSK. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, LSK lebih banyak pada didapatkan pada perempuan yaitu 64,5% (Tabel 2). Data pada penelitian sebelumnya didapatkan kasus LSK di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2006 sebesar 1,26%, terbanyak pada usia 25-44 tahun, laki-laki 43,04% dan wanita 56,96%, serta tidak ditemukan pada anak-anak. Tahun 2007 insidensi LSK sebesar 1,35%, terbanyak pada usia 25-44 tahun, 53,16% pada laki-laki, wanita 39,25%, dan anak-anak

7

7,59%.

LSK adalah kasus yang perjalanan penyakitnya

1,8,9

kronis serta sering mengalami kekambuhan. Penelitian ini didapatkan keluhan kumat-kumatan keseluruhan hanya 19,4%, lainnya tanpa data, sehingga diperlukan anamnesis yang lebih lengkap. Lama keluhan berlangsung terbanyak 1 bulan yaitu 61,2% (Tabel 4).

Tempat predileksi LSK adalah kulit kepala, bagian pangkal leher (khususnya pada perempuan), pergelangan kaki, bagian ekstensor dari ekstremitas,

8,10,11

dan area anogenital. Lokasi terbanyak (Tabel 5)

didapatkan pada kaki yaitu sebesar 45,2%, berikutnya adalah leher sebesar 16,1%, dan tangan 9,8% serta jarang di area anogenital (3,2%). Lokasi lesi tersebut adalah tempat yang mudah dijangkau untuk digaruk.

LSK ditandai oleh adanya satu atau lebih gambaran eritematus, skuama, dan plak likenifikasi dengan ekskoriasi di atasnya. Kasus yang lama atau kronis, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi kerap

8,10,11

ada. Gejala klinis terbanyak berupa makula 16,1% dan likenifikasi 6,5%.

Empat langkah yang dapat dilakukan untuk pengobatan LSK yaitu: mengidentifikasi penyakit yang mendasari, memperbaiki fungsi lapisan barier kulit, mengurangi inflamasi, dan memutuskan siklus

gatal-8

garuk. Penatalaksaan terbanyak yang digunakan di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin (Tabel 6) adalah steroid topikal yaitu sekitar 64,5% dan yang digunakan terbanyak adalah desoksimethason 0,025% krim sebesar 31,5%. Penggunaan topikal steroid potensi tinggi lebih efektif dan aman untuk digunakan dalam jangka waktu pendek daripada penggunaan topikal steroid dosis rendah dalam

7,11

jangka lama. Memutuskan siklus gatal garuk dengan

9,12,13

pemberian antihistamin sangatlah efektif. Pemakaian antihistamin oral di Divisi Dermatologi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin sebesar

Tabel 6: Distribusi terapi dengan antihistamin oral, steroid oral, antibiotik oral dan streroid topikal pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya

periode 1 Januari 2009-31 Desember 2011

Antihistamin oral - Cetirizin 10mg - CTM - Mebhidrolin napadisilat Jumlah Total Steroid oral - Dexametason 0,5 mg Antibiotik oral - Doksisiklin Steroid topikal - Desoksimetason 0,25% krim - Hidrocortison asetat 2.5% krim - Hidrokortison 1% globenikol krim Jumlah total 11 (35,5) 2 (6,4) 7 (22,6) 20 (64,5) 0 4 (40,0) 2 (12,5) 6 (19,4)

Jenis Obat Tahun Jumlah (%)n=31

2009 (%) n=5 2010 (%) n=10 2011 (%) n=16 Tanpa data 4 (80,0) 0 1 (20,0) 3 (30,0) 0 1 (10,0) 4 (25,0) 2 (12,5) 5 (31,2) 0 1 (10,0) 0 1 (3,2) 0 0 1 (6,3) 1 (3,2) 5(16,1%) 0 0 2 (40,0) 0 1 (10,0) 0 1 (6,3) 1 (6,3) 0 1 (3,2) 2 (6,4) 2 (6,4)

(5)

16,1% (Tabel 6). Pemakaian antihistamin yang cukup efektif adalah yang memberikan efek sedatif agar pasien

9,12,13

dapat istirahat dengan baik. Didapatkan penggunaan CTM dan mebhidrolin napadisilat yang mempunyai efek sedatif masing-masing 6,4%. Steroid sistemik dapat diberikan jika pemakain steroid topikal selama 2

8,9

minggu tidak memberikan hasil yang efektif. Pemakaian steroid oral pada pasien LSK tahun 2009-2011 didapatkan 3,2%. Antibiotik oral diperlukan jika

8,12,13

didapatkan adanya infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik oral pada pasien LSK didapatkan 3,2% yaitu doksisiklin.

Kasus LSK sebenarnya adalah kasus yang sangat mudah untuk didignosis, namun kurangnya pemahaman dalam mendiagnosis menyebabkan kasus ini tampak jarang ditemukan.

KEPUSTAKAAN

1. Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's textbook of

th

dermatology. 8 ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2010. p. 39-41.

2. Odom RB, James WD, Berger JG. In: Andrew's

th

disease of the skin clinical dermatology. 10 ed. Philadelphia: Saunders; 2011.

3. Falco OB, Plewing G, Wolff HH, Burgdort WHC. E r y t h e m a t o p a p u l o - s q u a m o u s d i s e a s e .

nd

Dermatology. 2 ed. Berlin: Springer; 2000. 4. Solak O, Kulak M, Yaman M, Karaca S, Toktas H,

Kirpiko O, et al. Lichen simplex chronicus as a symptom of neuropathy. Clin Exp Dermatol. Turkey: Blackwell publishing Ltd; 2009: 476-80

5. Gupta R. Lichen simplex chronicus. In: Text Book

st

of Dermatology. 1 ed. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher Ltd; 2002.

6. Suyoso S. Highlight of treatment numular dermatitis and neurodermatitis. Dalam: Pohan SS, Lumintang H, Rosita SP,Ardiana D, Widiatmoko A, Putra IGND, et al. Pendidikan kedokteran berkelanjutan: new perspective of dermatitis. Surabaya: Airlangga University Press; 15-16 Nov 2008. h. 115-22.

7. Burgin S. Numular eczema and lichen simplex chronicus/prurigo nodularis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilshrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology In

th

general medicine. 7 ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 158–62.

8. Lichen simplex chronicus (neurodermatitis) (cited 2 0 1 3 S e p t e m b e r 3 ) . Av a i l a b l e f r o m : URL:http://www.redwingbooks.com/assets/skins/ redwing skin/DerTraChiMed_Exc.pdf

9. Crone AM, Stewart EJ, Wojnarowska F, Powell SM. Aethiologial factors in vulvar dermatitis. Eur Acad of Dermatol and Venereol 2000; 14: 181-266. 10. L i n c h P J . L i c h e n s i m p l e x c h r o n i c u s

(atopic/neurodermatitis) of the anogenital region. Dermatol Ther 2004; 17: 8-19.

11. Sweetman SC. Martindale the extra pharmacopy.

th

34 ed. London: The Pharmaceutical Press; 2005. 12. Hogan D, Mason SH, Bower S. Lichen simplex

chronicus (cited 2013 September 3). Available from: URL: http://emedicine.medscape.com /article / 1123423-overview

Vol. 26 / No. 2 / Agustus 2014

BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology

Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial

(A Retrosprective Study: Bacterial Vaginosis)

Agustina Tri Pujiastuti, Dwi Murtiastutik

Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK

Latar belakang: Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. penghasil hidrogen peroksidase (H O ) dalam vagina normal dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi, Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma 2 2

hominis. VB merupakan penyebab keluhan duh tubuh vagina dan keputihan berbau, namun 50% pasien VB tidak memberikan

gejala apapun. Tujuan: Mengevaluasi gambaran umum kasus baru VB di Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2007-2011. Metode: Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat catatan medik kasus baru VB yang meliputi data dasar, anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Hasil: Jumlah kasus baru VB adalah 35 pasien dari 33.201 (0,1%) kunjungan baru URJ Kesehatan Kulit dan kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dengan kelompok usia terbanyak 25-44 tahun sebesar 26 (74,3%) pasien dan 31 pasien (88,6%) sudah menikah. Keluhan utama terbanyak berupa duh tubuh vagina tanpa keluhan subjektif yaitu sebanyak 16 (45,7%) pasien. Duh tubuh vagina terbanyak berbentuk serosa pada 25 (71,4%) pasien. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan clue cell pada 100% kasus. Obat yang paling banyak diberikan berupa metronidazol. Simpulan: Gambaran umum kasus baru VB di RSUD Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan insidensi kecil, sebagian besar pada kelompok usia seksual aktif dan keluhan utama terbanyak yaitu duh tubuh vagina tanpa disertai keluhan subjektif lainnya.

Kata kunci: vaginosis bakterial, keputihan, bau, clue cell ABSTRACT

Background: Bacterial Vaginosis (BV) is a clinical syndrome caused by the changing of Lactobacillus spp. as producer of hydrogen perokside (H 0 ) in the normal vagina with high concentration of anaerob bacteria, Gardnerella vaginalis, and 2 2

Mycoplasma hominis. BV is the most common cause of bad odor of vaginal discharge and fluor albus, but only 50% of BV

patients give no symptoms. Purpose: To evaluate the general overview of new BV patients at the STI Division Dermato-Venereology Outpatient Clinic Dr. Soetomo General Hospital Surabaya from the period of 2007-2011. Methods: This is a retrospective study, method was performed by evaluating medical records of new BV patients including basic information, history taking, physical and laboratory examination. Results: There were 35 new BV patients from the total of 33.201 new patients (0.1%) Dermato-Venereology outpatient clinis Dr. Soetomo General Hospital Surabaya, Age range mostly 25-44 years old with 26 (74.3%) patients, and 31 (88.6%) patients are married. The most main complaint is vaginal discharge without subjective complaint with 16 patients (45.7%), the most vaginal discharge appearance is serous in 25 patients (71.4%). From the laboratory examination 100% patients showed clue cell. Therapy with metronidazole is in 26 patients (74.3%). Conclusion: The general overview of VB cases in Dr. Soetomo General Hospital of Surabaya showed a small incidence with sexually active age group being the majority of cases and with the main complaint is vaginal discharge without other subjective complaint.

Key words: bacterial vaginosis, vaginal discharge, bad odor, clue cell

Alamat korespondensi : Agustina Tri Pujiastuti, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8 Surabaya 60131, Indonesia. Telepon : (031) 5501609, e-mail: agustina.trip.md@gmail.com

PENDAHULUAN

Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. penghasil hidrogen peroksidase (H O ) dalam vagina normal dengan bakteri 2 2

anaerob konsentrasi tinggi, seperti Bacteroides spp.,

Mobiluncus spp., Gardnerella vaginalis (G.Vaginalis), 1

dan Mycoplasma hominis (M. hominis). Pergantian Lactobacillus spp. ini menyebabkan penurunan konsentrasi H O yang umumnya ditandai dengan 2 2

Gambar

Tabel  3  menggambarkan    keluhan  utama  kasus  LSK  tahun  2009-2011.  Tampak  keluhan  utama  terbanyak  kasus  LSK  adalah  keluhan  gatal  adalah  90,3%.
Tabel 5:   Distribusi lokasi lesi pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin                  RSUD Dr
Tabel 3 :   Distribusi keluhan utama tunggal pasien baru LSK Divisi Umum URJ Kesehatan Kulit dan                   Kelamin RSUD Dr

Referensi

Dokumen terkait

a. Tanggung jawab merupakan suatu suatu kewajiban menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama sesuai dengan tugas yang dimiliki. Dengan pemberian tanggung jawab dapat

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengembangan modul biologi fitoplankton air tawar berbasis hasil identifikasi di waduk Mulur Sukoharjo telah dinilai kelayakannya

Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu bahwa penelitian yang dilakukan olehnya adalah untuk mengetahui pengaruh Corporate Social

Hasil pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan pada tahun 2005, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Toba Samosir menetapkan Drs. Monang Sitorus, SH., MBA sebagai

Dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf nyata 5% diketahui bahwa curah hujan maksimum dari tahun 2006 sampai dengan 2012 di Kabupaten Grobogan mengikuti

Metode Xerovac ini dapat dijadikan alternatif utama selain proses kering beku (freeze drying) yang telah lama dikenal dan diterapkan di Indonesia, karena pengeringan memakai

Hati-hati bila terdapat keadaan yang tidak wajar pada organ dalam. Apabila panitia menemukan

Setelah pada langkah-langkah sebelumnya kita membuat database dan tabel di dalamnya, sekarang kita akan membuat program Java yang akan melakukan koneksi terhadap