• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MUTU MIE SAGU DENGAN PASTA BAYAM(Amaranthus sp) YANG DIFORTIFIKASI DENGAN IKAN GABUS(Channa striata) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MUTU MIE SAGU DENGAN PASTA BAYAM(Amaranthus sp) YANG DIFORTIFIKASI DENGAN IKAN GABUS(Channa striata) SKRIPSI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MUTU MIE SAGU DENGAN PASTA

BAYAM(Amaranthus sp) YANG DIFORTIFIKASI DENGAN

IKAN GABUS(Channa striata)

SKRIPSI

Oleh:

RISMA SARI

14 22 060 428

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mutu Mie Sagu dengan Pasta Bayam (Amaranthus sp) yang Difortifikasi dengan Ikan Gabus (Channa striata)”ini adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Agustus 2018 Yang menyatakan,

(5)

v

ABSTRAK

Risma Sari. 1422060428. Karakterisasi Mutu Mie Sagu dengan Pasta Bayam

(Amaranthus sp) yang Difortifikasi dengan Ikan Gabus (Channa striata). Dibimbing oleh Arnida Mustafa dan Syamsuar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi pembuatan mie sagu dengan pasta bayam yang difortifikasi dengan ikan gabus, analisis mutu dan tingkat kesukaan pada mie sagu dengan penambahan pasta bayam dan ikan gabus dan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-3 Juni 2018 di Laboratorium Pengujian Mutu dan Laboratorium Biokimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tingkat perbandingan pasta bayam dan ikan gabus dengan 2 kali ulangan.Pembuatan mie sagu dengan pasta bayam yang difortifikasi dengan ikan gabus dibedakan menjadi 4 perlakuan, yaitu A1B1= 10%:5%, A1B2= 10%:10%, A2B1= 15%:5% danA2B2= 15%:10%.Pengolahan data ini dianalisismenggunakan program SPSS (Statistical Product And Service Solution)versi 16,0 dengan metode one-Way ANOVA dan untuk uji lanjut dengan metode Duncan.

Berdasarkan analisis kimia pada kadar air nilai terendah terdapat pada perlakuan A1B2 dan nilai tertinggi pada perlakuan A2B1. Analisis kimia pada kadar protein nilai terendah terdapat pada perlakuan A2B1 dan nilai tertinggi A1B2. Sedangkan analisis kimia pada serat kasar nilai terendah A2B1 dan nilai tertinggi A2B1.Berdasarkan uji organoleptik mie sagu, tingkat kesukaan panelis tertinggi yaitu pada sampel A2B2, dimana masing-masing nilainya yaitu aroma 3,44%, warna 3,48%, rasa 3,4% dan tekstur 3,76%. Adapun tingkat kesukaan panelis terendah yaitu pada sampel A2B1, dimana masing-masing nilainya yaitu aroma 3,16%, warna 3,24%, rasa 3,16% dan tekstur 3,04%.

(6)

vi

ABSTRACT

Risma Sari. 1422060428.Quality Characterization Pasta Noodles Sago with

Spinach (Amaranthus sp) Fortified with Cork fish (Channa striata).Guided by

Arnida Mustafa and Syamsuar.

The purpose of this study was to determine the characterization of making sago noodles with spinach paste fortified with cork fish, quality analysis and level of preference in sago noodles with the addition of spinach paste and cork fish and. This research was carried out on June 2-3, 2018 at the Quality Testing Laboratory and Biochemistry Laboratory of the Pangkep State Agricultural Polytechnic. The research design used was a Completely Randomized Design (CRD) with a comparison level of spinach paste and cork fish with 2 replications. Making sago noodles with spinach paste fortified with cork fish is divided into 4 treatments, namely A1B1 = 10%: 5%, A1B2 = 10%: 10%, A2B1 = 15%: 5% and A2B2 = 15%: 10%. Processing of this data was analyzed using the SPSS program (Statistical Product and Service Solution) version 16.0 with the one-way ANOVA method and for further testing with the Duncan method.

Based on chemical analysis on water content the lowest value was found in A1B2 treatment and the highest value in A2B1 treatment. Chemical analysis at the lowest protein content was found in A2B1 treatment and the highest value was A1B2. While the chemical analysis on crude fiber the lowest value A2B1 and the highest value A2B1. Based on the organoleptic test of sago noodles, the highest level of panelist preference is on the A2B2 sample, where each value is 3.44% aroma, 3.48% color, flavor 3, 4% and texture 3.76%. The lowest level of panelist preference is in the A2B1 sample, where each value is 3.16% aroma, 3.24% color, 3.16% flavor and 3.04% texture.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Takkan terhenti tahmid terucap atas setiap berkah Allah SWT, karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeselesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mutu Mie Sagu Dengan Pasta Bayam (Amaranthus sp) Yang Difortifikasi Dengan Ikan Gabus (Channa Striata)”. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan kaum muslimin seluruhnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya yakni bapak Hamruddin dan ibu Rosmiati beserta segenap keluarga besar atas segala dukungannya baik secara materil maupun doanya, sehingga memberi motivasi kepada penulis untuk terus belajar dan berfikir tentang masa depan. Serta ucapan terima kasih kepada Arnida Mustafa, S.TP, M.Si dan Syamsuar, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Darmawan, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep 2. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil

Perikanan

3. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP.,MP selaku Ketua Program Studi Agroindustri

4. Bapak Ilham Ahmad, ST., MT selaku Penasehat Akademik

5. Dosen beserta Staf Akademik dan Pegawai Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

6. Teknisi Laboratorium Pengujian Mutu, Laboratorium Kimia Dan Workshop Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa program Studi Agroindustri yang telah banyak memberikan masukan, bantuan dan motivasi, sungguh tiada yang dapat mengahapus kenangan yang tercipta saat kuliah serta seluruh rekan-rekan mahasiswa seangkatan sealmamater.

(8)

viii

Dalam penyusunan dan penyajian Skripsiini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapakan, sehingga saya sangat mengharapakan masukan berupa kritikan dan saran dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat kepada masyarakat secara umum dan kepada penulis secara khusus.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih bagi pembaca sekaligus permohonan maaf bila dalam penulisan laporan ini terdapat kekeliruan di dalam sebab itu semua datangnya dari saya dan bila terdapat kelebihan semata-mata datangnya dari sang khalik.

Wabillahi taufik walhidayah

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pangkep , Agustus 2018

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

RINGKASAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 2

1.4. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sagu (Metroxylon sagu rottb) ... 3

2.2. Bayam (Amaranthus sp) ... 7

2.3. Ikan Gabus (Channa striata) ... 10

2.4. Mie dan Produk Olahannya ... 11

2.5. Uji Organoleptik ... 14

2.6. Analisis Proksimat ... 15

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Prosedur Penelitian ... 17

3.4. Rancangan Penelitian ... 19

3.5. Parameter Pengamatan ... 20

3.6. Pengolahan Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Mie Sagu ... 23

4.2. Hasil Analisis Proksimat ... 23

(10)

x V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 30 5.2. Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN ... 34

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Kandungan Gizi Pati Sagu ... 5

Tabel 2.2. Syarat Mutu Tepung Sagu... 6

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Tepung Sagu ... 7

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Bayam ... 8

Tabel 2.5 Kadar Nutrisi Ikan Gabus ... 11

Tabel 2.6 Komposisi Gizi Mie Basah ... 13

Tabel 2.7 Standar Mutu Mie Basah ... 14

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Sagu ... 3

Gambar 2. Tepung Sagu ... 6

Gambar 3. Bayam Hijau ... 7

Gambar 4. Ikan Gabus... 10

Gambar 5. Diagram Alir Pasta Bayam ... 18

Gambar 6. Diagram Alir Lumatan Ikan Gabus ... 18

Gambar 7. Diagram Alir Mie Sagu ... 19

Gambar 8. Analisis Proksimat Kadar Air ... 23

Gambar 9. Analisis Proksimat Kadar Protein ... 24

Gambar 10. Analisis Proksimat Kadar Serat Kasar ... 25

Gambar 11. Mie Sagu Dengan Berbagai Perlakuan... 26

Gambar 12. Uji Organoleptik Warna ... 27

Gambar 13. Uji Organoleptik Aroma... 28

Gambar 14. Uji Organoleptik Tekstur ... 28

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Mie Sagu ... 36

Lampiran 2. Hasil Uji Kadar Air, Kadar Protein Dan Kadar Serat Kasar .. 39

Lampiran 3. Hasil Uji Sidik Ragam One_Way Anova Kadar Air ... 40

Lampiran 4. Hasil Uji Duncan Kadar air ... 40

Lampiran 5. Hasil Uji Sidik Ragam One_Way Anova Kadar Protein... 41

Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Kadar Protein ... 41

Lampiran 7. Hasil Uji Sidik Ragam One_Way Anova Kadar Serat Kasar .. 42

Lampiran 8. Hasil Uji Duncan Kadar Serat Kasar ... 42

Lampiran 9. Uji Organoleptik Warna ... 43

Lampiran 10. Uji Organoleptik Aroma ... 44

Lampiran 11. Uji Organoleptik Tekstur ... 45

Lampiran 12. Uji Organoleptik Rasa ... 46

(14)

1

I. PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Keanekaragaman Indonesia hayati sangat kaya, terdiri atas keanekaragaman tingkat ekosistem, tingkat jenis, dan tingkat genetik, yang mencakup makhluk hidup beserta interaksi antar makhluk hidup serta interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Keanekaragaman hayati pada sistem pertanian telah mengalami kemerosotan yang nyata. Hal ini ditandai dengan semakin sedikitnya jenis tanaman penyedia kebutuhan pangan pokok yang mengancam terwujudnya ketahanan pangan. Apabila kondisi ini dibiarkan terus berlangsung, maka kemampuan nasional untuk meningkatkan produksi pangan akan menurun. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya krisis pangan di masa datang (Fadholi, 2009).

Di Indonesia, sumber pangan pokok terbatas pada padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan sagu. Sementara itu sebagian besar keanekaragaman hayati sumber pangan yang ada di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting (Fadholi, 2009). Salah satu tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan yaitu tanaman sagu. Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang pasti belum diketahui (Hasan, 2011).

Berdasarkan data penelitian dan pengembangan pertanian dapat diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani. Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan (Hasan, 2011).

Menurut Badan Standar Nasional (2000) mie basah adalah produk makanan basah yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan bentuk khas mie

(15)

2

yang tidak dikeringkan. Produk mie basah yang beredar di pasaran saat ini, nutrisinya kurang baik. Hal ini disebabkan karena pada mie basah kandungan karbohidratnya lebih besar, sedangkan kandungan proteinnya rendah. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam pembuatan mie basah yaitu melakukan penambahan bahan yang mengandung vitamin dan protein yang tinggi pada mie basah seperti pembuatan mie sagu dengan penambahan bayam dan ikan gabus. Oleh karena itu, pembuatan mie sagu dengan penambahan bayam dan ikan gabus sangat penting dalam meningkatkan produk mie basah.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana Proses Pembuatan Mie Sagu dengan Pasta Bayam yang Difortifikasi dengan Ikan Gabus ?

2. Bagaimana Analisis Mutu Mie Sagu dengan Penambahan Pasta Bayam dan Ikan Gabus?

3. Bagaimana Tingkat Kesukaan pada Mie Sagu dengan Penambahan Pasta Bayam dan Ikan Gabus?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui Proses Pembuatan Mie Sagu dengan Pasta Bayam yang Difortifikasi dengan Ikan Gabus.

2. Mengetahui Analisis Mutu Mie Sagu dengan Penambahan Pasta Bayam dan Ikan Gabus.

3. Mengetahui Tingkat Kesukaan pada Mie Sagu dengan Penambahan Pasta Bayam dan Ikan Gabus.

1.4. Manfaat

Manfaat diadakannya penelitian ini adalah untuk memberikan informasi pada masyarakat yang luas tentang pembuatan mie sagu dengan pasta bayam yang difortifikasi ikan gabus.

(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sagu (Metroxylon sagu rottb)

Sagu memilki potensi yang paling besar untuk digunakan sebagai pengganti beras. Keuntungan sagu dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya adalah tanaman sagu atau hutan sagu sudah siap dipanen bila diinginkan. Pohon sagu dapat tumbuh dengan baik dengan rawa-rawa dan pasang surut, dimana tanaman penghasil karbohidrat lainnya sukar tumbuh. Syarat-syarat agronominya juga lebih sederhana dibandingkan tanaman lainnya dan pemanenannya tidak tergantung musim (Ebook, 2006)

Tanaman sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia termasuk Riau. Tanaman sagu di Provinsi Riau tersebar di daerah pesisir, pulau besar dan pulau kecil,yaitu di Kabupaten Kepulauan Meranti, Bengkalis, Inderagiri Hilir, Kampar, Pelalawan dan Siak. Areal tanaman sagu di Provinsi Riau mencapai seluas 67.759 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 52.344ha (84,75 %) dan perkebunan besar swasta seluas 15. 415 ha (15,25 %) (Anomin, 2009).

Gambar.1 Tanaman Sagu (Sumber: Risma Sari, 2018)

Sagu adalah tanaman tahunan yang dapat berkembang biak atau dibiakkan dengan anakan atau dengan biji. Anakan sagu mulai membentuk batang pada umur sekitar 3 tahun. Kemudian pada sekitar pangkal batang tumbuh tunas yang berkembang menjadi anakan sagu. Anakan sagu tersebut memperoleh unsur hara dari tanaman induknya sampai akar-akarnya mampu mengabsorbsi unsur hara sendiri dan daunnya mampu melakukan fotosintesis. Pola pertumbuhan sagu

(17)

4

terus berlangsung demikian sehinnga tumbuhan sagu membentuk rumpun (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Dalam sistematika tumbuhan, tanaman sagu (Metroxylon sago) dapat dklasifikasikan sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classiic : Docotyledoneae

Ordo : Arecales

Familia : Arecaceae

Genus : Metroxylon

Species : Metroxylon sago

2.1.1 Pati Sagu

Pati merupakan penyusun makananan yang memiliki peran penting terhadap sifat makanan seperti yang diharapkan, misalnya untuk mengawetkan puding, saos dan pasta. Komponen yang paling banyak terdapat pada tepung sagu adalah pati. Pati sagu basah merupakan hasil ekstraksi dari empulur sagu yang dapat diolah menjadi pati kering melalui proses pengeringan. Potensi produk agroindustri hilir dari pati sagu kering sangat menjanjikan, namun karena berbagai keterbatasan sehingga tidak menarik dilakukan sesuai kajian yang telah dilakukan oleh Yasin dkk. (2003), Lakuy dan Limbongan (2003), serta Haryanto dan Pangloli (2002)

Kualitas pati juga ditentukan oleh warna pati. Warna pati juga dipengaruhi oleh peralatan saat ekstraksi dan faktor genetik yang mempengaruhi warna empulur sagu. Kandungan pati yang ada dalam empulur dipengaruhi oleh umur batang. Sagu yang sudah melewati masak tebang, kandungan patinya akan berkurang karena digunakan untuk pembentukan bungah dan buah. Kandungan pati dalam pati sudah sangat berkurang (gabug) sehingga sagu sudah tidak layak dipanen lagi (Haryanto dan Pangloli 2002).

Pati sagu diperoleh dari isi batang (empulur) melalui pengolahan yang sederhana. Setelah pohon ditebang, batang dipotong menjadi potongan-potongan sekitar 2-3 m tergantung besar kecilnya garis tengah batang tersebut. Kemudian

(18)

5

batang dibelah dua, empulur dihancurkan. Penghancuran empulur dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan cara memukul dan dengan cara memarut. Dari hasil parutan atau tokokan diperoleh tepung sagu yang masih bercampur dengan serat. Dari tepung tersebut dilakukan ekstraksi, maka akan diperoleh pati sagu. Waktu yang diperlukan untuk dapat memproses satu batang pohon sagu tergantung pada ukuran pohon, kandungan pati, intensitas pengolahan dengan cara kerja yang dipilih. Informasi rinci komposisi kandungan nutrisi/gizi pada pati sagu:

Tabel 2.1. Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Pati Sagu:

Jumlah Kandungan Gram

Protein Pati Sagu 0,3

Lemak Pati Sagu 0,2

Karbohidrat Pati Sagu 51,6

Kalsium Pati Sagu 0,027

Fosfor Pati Sagu 0,013

Zat Besi Pati Sagu 6.10-4

Vitamin B1 Pati Sagu 1.10-5

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013

Pati sagu mempunyai daya mengembang sebesar 97%, pengembangan granula pati bersifat reversible (bolak balik) bila tidak melewati suhu gelatinisasi dan bersifat irreversible bila telah mencapai gelatinisasi. Suhu gelatinisasi merupakan sifat khas untuk masing-masing pati, suhu ini diawali dengan pengembangan yang irreversible granula pati yang diakhiri pada waktu kehilangan sifat kristalnya.

2.1.2Tepung Sagu

Salah satu tepung yang juga sering digunakan dalam pembuatan berbagai makanan dan masakan adalah tepung sagu. Dimana tepung yang berasal dari pohon rumbia atau pohon aren ini merupakan tepung yang mudah ditemukan di daerah Indonesia bagian Timur. Tepung sagu memiliki karakteristik yang sama dengan tepung tapioka. Bedanya, tepung tapioka terbuat dari batang pohon singkong. Tepung sagu memiliki tekstur yang cukup lembut untuk tepung yang sudah digiling, berwarna putih agak pucat dan jika dipegang agak terasa

(19)

6

teksturnya yang kesat dan agak berpasir. Jika dimasak, maka teksturnya akan mengental seperti lem.

Gambar. 2 Tepung Sagu (Sumber: Risma Sari, 2018)

Sumber tepung sagu yang utama adalah Metroxylon Sagu, yang ditemukan di Asia bagian Tenggara dan Guinea Baru termasuk M. salomonense dan M. amicarum di temukan di Melanesia dan Micronesia dimana itu lebih sedikit penting secara ekonomi sebagai sumber sagu untuk dikonsumsi. Tepung sagu kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya. Tepung sagu atau Metroxylon memilki karbohidrat yang hampir murni dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin atau mineral. Seratus gram dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dengan aturan makan, 10 mg zat kapur, 1.2 mg besi/setrika dan sedikit karotein, thiamine dan cuka asorbik. Tepung sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses (Anonim, 2008).

Tabel 2.2. Syarat Mutu Tepung Sagu SNI 3729:2008

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Bentuk - Serbuk Halus

Warna sagu - Putih khas

Benda asing - Tidak ada

Jenis pati lain selain pati sagu

- Tidak ada

Kadar air (b/b) Maks. 13

Kadar pati % Min. 65

Derajat asam N/kg ml NaOH 1 Maks 4,0

Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,00

Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05

Angka Lempeng Total koloni/g Maks 106

Kapang koloni/g Maks 104

(20)

7

Tepung sagu dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai menu masakan. Misalnya, untuk membuat pempek, kue bika Ambon, kue sagu keju. Nasi sagu bubur sagu dan lain sebagainya. Tepung sagu sangat kaya akan zat pati atau karbohidrat, sehingga cocok sebagai makanan pokok selain nasi. Tepung ini lebih banyak tersedia di bagian timur Indonesia. Adapun kandungan kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Jumlah Kalori dan Kandungan Kimia Tepung Sagu dalam setiap 100 Gram Bahan.

Komponen Tepung sagu

Kalori (kkal) 355 Karbohidrat (gram) 94 Protein (gram) 0,2 Lemak (gram) 0,2 Air (gram) 14 Fosfor (mg) 130 Kalsium (mg) 10 Vitamin B1 (mg) 0,01 Sumber: BSN, 2008 2.2 Bayam (Amaranthus sp)

Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari daerah Amerika Tropik. Bayam semula dikenal sebagai tanaman hias, namun dalam perkembangan selanjutnya bayam dpromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, vitamin A dan C serta sedikit vitamin B dan mengandung garam-garam mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi. Bayam memiliki masa budidaya yang pendek (23 hari) dan umur simpan bayam yang relatif singkat (Miftakhurrohmat, 2009).

(21)

8

Tanaman bayam (Amaranthus sp) dapat dklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub-kingdom : Tracheobionta Infra kingdom : Streptophyta Super divisi : Embryophyta Sub-divisi : Spermatophyta Division : Tracheophyta Class : Magnoliophyta Sub-classes : Caryophyliade Famili : Amaranthaceae Genus : Spinacia L

Spesies : Spinacia oleracea L

Bayam adalah salah satu sayuran yang paling bergizi. Bayam juga mencegah berbagai macam penyakit karena melindungi dan memperkuat tubuh melalui berbagai cara. Bayam sendiri memilki beberapa macam jenis namun yang paling sering ditemukan dikalangan masyarakat adalah jenis bayam Amaranthus Tricolor L. Ada 3 jenis bayam macam ini yaitu bayam hijau biasa, bayam merah dan bayam putih yang warnanya hijau keputih-putihan. Dari masing-masing bayam tersebut memiliki kandungan zat besi dan mineral yang tinggi yang tentunya baik untuk kesehatan.

Adapun tabel kandungan gizi pada bayam dapat dilihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4. Kandungan Gizi pada Bayam 100 per g

Kandungan gizi Jumlah

Kalori 36 kal

Protein 3,5 gram

Lemak 0,5 gram

Hidrat arang 6,5 gram

Vitamin B1 908 mg Vitamin A 6.090 mg Kalsium (Ca) 267 mg Vitamin C 80 mg Fosfor (P) 67 mg Besi (Fe) 3,9 mg Air 86,9 gram Sumber: Miftakhurrohmat (2009)

(22)

9

Adapun morfologi pada bayam antara lain sebagai berikut: a. Akar bayam

Akar tanaman bayam untuk berbagai jenis bayam pada umumnya sama, yaitu memiliki sitem perakaran tunggang dengan akar serabut di bagian atasnya. Akar tanaman ini akan menembus tanah hingga kedalaman 20 sampai 40 cm bahkan bisa lebih.

b. Batang bayam

Tanaman bayam sangat mudah dikenali, yaitu berupa tanaman perdu yang tumbuh tegak dan batangnya tebal berserat, pada beberapa jenis tertentu tanaman ini memiliki duri. Batang bayam banyak mengandung air dan tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Percabangan bayam akan melebar dan tumbuh tunas baru dilakukan pemangkasan.

c. Daun bayam

Daun bayam biasanya berbentuk bulat telur dengan bagian ujung daun agak meruncing, dan urat-urat daunnya terlihat jelas. Warna daun bervariasi mulai dari hijau mudah, hijau tua, hijau keputih-putihan sampai merah. Panjang daun sekitar 1,5 cm sampai 6 cm dengan lebar daun 0,5 cm hingga 3,2 cm. Tangkai daun berbentuk bulat dengan panjang 0,5 sampai 9 cm.

d. Bunga bayam

Bunga bayam merupakan bunga berkelamin tunggal yang tersusun secara majemuk dan berwarna hijau. Bunganya memiliki 5 mahkota dengan panjang 1,5 sampai 2,5 mm. Bunga jantang mempunyai bentuk bulir, sedangkan betina berbentuk bulat dan terdapat pada ketiak batang. Mahkota terdiri dari daun bunga 3-5 buah, benang sari 1-5 buah, dan bakal buah berjumlah 2-3 buah. Penyerbukan bunga ini biasanya dibantu juga oleh angin dan binatang sekitar.

e. Buah & biji bayam

Buah bayam berbentuk lonjong dan berwarna hijau dengan panjang sekitar 1,5 mm. Tanaman bayam memiliki biji berukuran kecil dan halus, memiliki bentuk bulat serta memilki warna kecoklatan hingga kehitaman. Biji bayam berwarna hitam mengkilat dengan panjang antara 0,8 sampai

(23)

10

1 mm. Namun, ada beberapa jenis bayam yang terdapat biji berwarna putih dan merah, contohnya bayam maksi.

2.3 Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus adalah ikan air tawar yang memiliki bentuk badan memanjang dan kepala pipih. Bagian permukaan dan samping punggung berwarna gelap dan bercorak kombinasi waena hitam dan kuning tua, seperti putih pada bagian perut. Ikan banyak ditemukan di sungai-sungai, danau dan rawa. Kadang-kadang terdapat di air payau berkadar garam rendah, dan dapat pula hidup di air kotor dengan kadar oksigen rendah bahkan tahan terhadap kekeringan (Ghufran, 2010).

Gambar 4. Ikan Gabus (Sumber: Azzamy, 2018)

Potensi ikan gabus(Channa striata) di Indonesia pada umumnya dan di Sulawesi Selatan khususnya cukup melimpah, kurang digemari oleh masyarakat untuk dikonsumsi dalam bentuk segar. Pengolahan yang dilakukan oleh masyarakat saat ini belum optimal sehingga perlu adanya penganekaragaman pengolahan ikan gabus menjadi suatu produk yang memilki nilai yang lebih tinggi, baik dari segi nilai gizi maupun ekonomi agar potensi ikan gabus dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu jenis protein yang terpenting yang terkandung yaitu albumin. Komposisi ikan gabussalah satu diantaranya terdapat serum albumin yang sangat berguna bagi kesehatan dan ini tidak terdapatpada jenis ikan konsumsi lainnya seperti ikan lele, ikan nila, ikan mas, ikan gurami dan sebagainya. Hal tersebut kurang diperhatikan karena masih sedikit masyarakat yang memahami atau memanfaatkan ikan gabus. Kandungan albumin yang terdapat pada daging ikan gabus digunakan sebagai pengganti serum albumin yang biasanya digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi. (Shafri et al., 2012).

(24)

11

Protein daging ikan gabus dibedakan menjadi 3 jenis yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma. Sarkoplasma mengandung berbagai macam protein larut air yang disebut miogen. Protein miofibrilar merupakan protein yang membentuk miofibril (serabut otot) yang tersusun dari aktin, miosin dan protein pengatur. (Muchtadi, Dkk. 2007).

Tabel 2.5. Kadar Nutrisi Ikan Gabus

Unsur Gizi Jumlah Satuan

Energi 116 Kal Air 69,6 G Protein 25,2 G Lemak 1,7 G Karbohidrat 0 G Kalsium 62 Mg Fosfor 176 Mg Besi 0,9 Mg Vitamin A 45 Mg Vitamin B 0,04 Mg Vitamin C 0 Mg Sumber: Suprapti (2008)

Ikan gabus (Channa striata) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kindom : Animalia Filum : Chordata Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Channidae Genus : Channa Spesies : C. striata

2.4 Mie dan Produk Olahannya

Mie merupakan produk makanan yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi mie di Indonesia tercatat sebagai yang terbesar kedua setelah RRC. Meskipun demikian, mie bukanlah

(25)

12

merupakan makanan yang yang dianggap istimewa, hal ini terjadi karena umumnya kandungan gizi produk mie masih sangat rendah terutama kandungan proteinnya. (Anonim, 2008). Walaupun ada prinsipnya ini dibuat dengan cara yang sama, tetapi dipasaran dikenal beberapa jenis mie seperti mie segar/mentah (Raw Chinese Noodle), mie basah (Boiled Noodle), mie kering (Steam and Fried Noodle) dan mie instan (Instant Noodle) (Astawan 2006).

a. Mie segar

Mie segar atau mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie ini cepat mengalami kebusukan. Penyimpanan dalam refrigeratordapat mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.

b. Mie basah

Mie basah adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum di pasarkan. Kadar air mencapai 52% sehingga daya simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar.

c. Mie kering

Mie kering adalah mi segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umunya dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mi ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan muda penyimpanannya.

d. Mie instan

BSN (1994) menyatakan bahwa mi instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih.

(26)

13

Adapun komposisi gizi mie basah dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g

Zat Gizi Mie Basah

Energy (kal) 86 Protein (g) 0.6 Lemak (g) 3.3 Karbohidrat (g) 14 Kalsium (g) 13 Besi 0.8 Vitamin A - Vitamin B1(mg) - Vitamin C(mg) - Air (mg) 80 Sumber: Astawan (2006)

Mie basah merupakan komoditas bahan pangan yang sangat popular saat ini di Indonesia, untuk itu diperlukan sebuah standar kualitas untuk mie basah. Standar kualitas dari mie basah itu sendiri diatur dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) bernomor 2987-2015 yang dapat dilihat pada tabel berikut ini

(27)

14

Tabel 2.7. Standar Mutu Mie Basah (SNI 2987-2015)

N0. Kriteria Uji Satuan

Persyaratan Mie Basah Mentah Mie Basah Matang 1. Keadaan

1.1 Bau

-

Normal Normal

1.2 Rasa

-

Normal Normal

1.3 Warna

-

Normal Normal

1.4 Tekstur

-

Normal Normal

2. Kadar Air Fraksi massa, % Maks. 35 Maks. 65 3. Kadar Protein (Nx6.25) Fraksi massa, % Min. 9.0 Min.6.0 4. Kadar abu tidak larut

dalam asam Fraksi massa, %

Maks.

0,05 Maks. 0,05 5. Bahan bahaya

5.1

Formalin (IICIIO) - Tidak

Boleh Ada

Tidak Boleh Ada 5.2

Asam burat (II3BO3) - Tidak

Boleh Ada

Tidak Boleh Ada 6. Cemaran Logam

6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0 Maks. 1,0

6.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 Maks. 0,2

6.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 Maks. 40,0

6.4 Merkuri (IIg) mg/kg maks. 0,05 Maks. 0,05 7. Cemaran Argen (Ag) mg/kg maks. 0,5 Maks. 0,5 8. Cemaran Mikroba

8.1

Angka Lempeng Total koloni/g Maks

1x106 Maks 1x10 6 8.2 Escherichiu coli APM/g maks. 10 maks. 10 8.3

Salmonella sp. negatif/25

g negatif/25 g 8.4

Siuohvllococcus aureus koloni/g Maks

1x103 Maks 1x10 3 8.5

Bacillus cereus koloni/g Maks

1x103 Maks 1x10 3 8.6

Kapang koloni/g Maks

1x104 Maks 1x104 9. Deoksinivalenol mg/kg maks. 750 maks. 750 Sumber: BSN, 2015

2.5 Uji Organoleptik

Sensoris berasal dari kata “sense” yang berarti timbulnya rasa, dan timbulnya rasa selalu dihubungkan dengan panca indera. Leptis berarti menangkap atau menerima. Jadi pengujian organoleptik mempunyai pengertian dasar melakukan suatu kejadian yang melibatkan pengumpulan data-data,

(28)

15

keterangan-keterangan atau catatan mekanis dengan tubuh jasmani sebagai penerima/panelis (Madbardo,2010).

Penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data menjadi lebih sistematis, demikian pula metode statistik digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan (Susiwi, 2009).

Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangandan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat sensitive (Susiwi, 2009).

Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/aroma, penglihatan, sentuhan/rabaan dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Menurut Madbardo (2010) keterlibatan panca indera dalam uji organoleptik, yaitu:

1. Rasa “taste” merupakan hasil pengamatan dengan indera pengecap dengan 4 sifat rasa, yaitu manis,asam,asin dan pahit.

2. Tekstur “konsistensi”adalah hasil pengamatan yang berupa sifat lunak, liat, keras, halus, kasar dan sebagainya.

3. Bau “odour” dengan berbagai sifat seperti harum, amis,apek, busuk dan sebagainya.

4. Warna merupakan hasil pengamatan dengan penglihatan yang dapat membedakan antara satu warna dengan warna lainnya, cerah, buram, bening, dan sebagainya.

5. Suara merupakan hasil pengamatan dengan indera pendengaran yang akan membedakan antara kerenyahan (dengan cara mematahkan sampel) dan sebagainya.

2.6 Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Analisis ini perlu untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan.

(29)

16

Faktor lain adalah karena analisi proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut. Selain itu, analisi proksimat umumnya tidak mahal dan relatif mudah untuk dilakukan (Mirsya, 2011).

2.6.1 Air

Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersesbut tidak memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan fisik dan kimniawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air dari suatu bahanpangan sangat penting agar dalam proses pengolahan dan pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Dengan memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan pangan akan konstan. Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berarti banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Saputra, 2015).

2.6.2 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar di dalam tubuh juga berfungsi sebagai pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, N yang tidak memiliki lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004).

2.6.3 Serat Kasar

Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi utamanya untuk mengatur kerja usus (Sitompul dan Martini, 2005). Serat ataupun senyawa-senyawa yang termasuk dalam serat mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air, asam atau basa meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis (Sitompul dan Martini, 2005). Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefenisikan sebagaifraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol (Suparjo, 2010).

(30)

17

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni di Laboratorium Pengujian Mutu dan Biokimia, Program Studi Agroindustri, Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kompor, panci, pisau, gelas ukur, baskom, tirisan, cutter, timbangan, blender, gilingan pencetak mie dan plastik tempat mie. Bahan-bahan yang digunakan tepung sagu, ikan gabus, bayam, air dan minyak goreng.

3.3. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan, pembuatan sampel dan pengujian sampel. Tahap persiapan dan pembuatan sampel meliputi penyediaan alat dan bahan untuk membuat sampel dan untuk uji analisis sampel meliputi uji kada air, kadar protein dan kadar serat.

3.3.1 Prosedur Kerja

Cara pembuatan mie sagu adalah sebagai berikut: 1. Tepung sagu ditimbang sebanyak 100 gram

2. Ambil 50% kemudian campur dengan air 100ml lalu masak hingga membentuk lem

3. Masukkan tepung sagu yang sudah dimasak kesisa sagu kedalam wadah 4. Tambahkan pasta bayam dengan perbandingan A0 0%, A1 10% dan A2

15% dan lumatan ikan gabus dengan perbandingan B0 0%, B1 5% dan B2 10%.

5. Setelah tercampur rata, aduk adonan hingga homongen atau kalis

6. Adonan yang sudah kalis digiling lalu dibuat lembaran-lembaran tipis kemudian dicetak menggunakan cetakan mie

7. Setelah terbentuk mie kemudian direbus dalam air mendidih selama 2 menit dengan ditambahkan sedikit minyak goreng agar tidak melengket satu sama lain

8. Setelah matang direndam sebentar dengan air dingin, kemudian angkat lalu tiriskan

(31)

18

a. Pasta Bayam

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan pasta bayam (Risma Sari, 2018)

b. Lumatan Ikan Gabus

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan lumatan ikan gabus (Risma Sari, 2018) Pencucian Blanching Penghalusan Pasta Bayam Penyiangan Pencucian Pemotongan Penggilingan

Lumatan Ikan Gabus Bayam

(32)

19

c. Mie Sagu dengan Pasta Bayam dan Ikan Gabus

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan mie sagu (Risma Sari, 2018)

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan tingkat perbandingan pasta bayam dan ikan gabus yang dilakukan 2 kali ulangan. A merupakan konsentrasi pasta bayam pada pembuatan mie sagu, sedangkan B merupakan konsentrasi ikan gabus yang digunakan pada pembuatan mie sagu. Konsentrasi penggunaan pasta bayam masing-masing sebesar A0 = pasta bayam 0%, A1 = pasta bayam 10% dan A2 = pasta bayam 15%. Sedangkan konsentrasi penggunaan ikan gabus pada pembuatan mie sagu masing-masing adalah B0 = ikan gabus 0%, B1 = ikan gabus 5%, dan B2 = 10% dengan faktorial sebagai berikut:

A0 = pasta bayam 0% A1 = pasta bayam 10% Mie Sagu Pemasakan Penggilingan Pencetakan Pencampuran Perebusan Perendaman Minyak Goreng

Tepung sagu, pasta bayam dan ikan gabus

(33)

20

A2 = pasta bayam 15% B0 = ikan gabus 0% B1 = ikan gabus 5% B2 = ikan gabus 10%

Perlakuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: A0B0 = mie sagu tanpa pasta bayam 0% dan ikan gabus 0% A1B1 = mie sagu dengan pasta bayam 10% dan ikan gabus 5% A1B2 = mie sagu dengan pasta bayam 10% dan ikan gabus 10% A2B1 = mie sagu dengan pasta bayam 15% dan ikan gabus5% A2B2 = mie sagu dengan pasta bayam 15% dan ikan gabus 10%

3.5. Parameter pengamatan

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah analisis kimia (kadar air, kadar protein, dan serat kasar) dan uji organoleptik terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa.

3.5.1 Metode Analisa Pengamatan

3.5.1.1 Kadar Air

Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan proses pengeringan . prosedur kerja pengukuran kadar air yaitu pertama-tama cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. Kemudian sampel dimasukkan dalam oven selama 3 jam. Setelah itu, cawan didinginkan 3-5 m3nit. Setelah dingin bahan ditimbang. Kemudian bahan dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit sampai diperoleh berat konstan. Selanjutnya kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut (AOAC 1970, Sudarmadji et al. 2007)

Kadar air(%) : x 100%

3.5.1.2 Kadar Protein

Proses pengujian kadar protein pada produk flavor dengan metode (Kjehdal) yaitu, sampel yang telah dirajang-rajang kecil dimasukkan labu Kjehdal, lalu dtambahkan 2 tablet katalis 3,5 gr katalis mixture, tambahkan 15 ml H2O2 lalu didiamkan selama 10 menit, kemudian didestruksi pada suhu 4150C lalu didinginkan. Kedua adalah tahap destilasi. Hasil destruksi ditambahkan 50-57 ml aquadest. Setelah itu ditambahkan 50-57 ml NaOH, kemudian dilakukan destilasi.

(34)

21

Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang berisi 25 ml H3BO34% yang telah ditambahkanindicator metil merah dfan bromcresol green. Didestilasi sampai volume mencapai 150 ml. Tahap ketiga yaitu tahap titrasi. Sampel dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai berubah warna dari hijau menjadi abu-abu netral. Dilakukan pengerjaan blanko. (Sudarmadji et al. 1997)

Rumus:

= VA" − VB" HCl x N HCl x 14,007 x 6,25 x 100% 3 4 1000

3.5.1.3 Serat Kasar

Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak dua gram. Lemak sampel diekstraksi dengan soxhlet. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 200 ml dan ditutup dengan pendingin balik. Larutan dipanaskan selama 30 menit sambil digoyang-goyangkan.

Suspensi disaring menggunakan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dalam kertas saringdicuci hingga tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dalam kertas saring dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan spatula, dan sisanya dicuci dengan NaOH 0,3 N mendidih sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Setelah itu larutan didihkan dengan pendingin balik selama 30 menit sambil kocok.

Larutan disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu dicuci lagi dengan aquades mendidih kemudian dengan alkohol 95% kurang lebih sebanyak 15 ml. Kertas saring beserta isinya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu1100C sampai berat konstan (1-2 jam) kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar serat kasar dapat diketahui dengan cara:

Berat residu = Berat serat kasar

3.5.2 Uji Organoleptik

Parameter uji organoleptik yang digunakan rasa, aroma, warna, tekstur dan kekenyalan. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh penelis (konsumen). Adapun

(35)

22

panelis yang akan digunakan yaitu 25 orang. Metode pengujian yang digunakan adalah:

a. Sangat tidak suka (1) b. Tidak suka (2) c. Cukup suka (3) d. Suka (4) e. Sangat suka (5)

3.6 Pengolahan Data

Metode pengambilan data primer dilakukan secara langsung di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Data diperoleh dari hasil pengukuran kadar air, kadar protein dan kadar serat kasar. Data kemudian dianalisis menggunakan program SPSS versi 16.0 dengan metode One_Way ANOVA dan untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan.

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Pati Sagu:
Tabel 2.2. Syarat Mutu Tepung Sagu SNI 3729:2008
Tabel  2.3.  Jumlah  Kalori  dan  Kandungan  Kimia  Tepung  Sagu  dalam  setiap  100  Gram Bahan
Gambar 4. Ikan Gabus (Sumber: Azzamy, 2018)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit pada auditor KAP di Makassar adalah: melaporkan semua kesalahan klien, pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi

masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang yang lebih baik (Notoadmodjo, 2007). Sikap yang baik dari petugas kesehatan akan

Hasil penelitian ini juga menunjukan presentase tersedak pada bayi dengan posisi berdiri memiliki presentase terkecil atau tidak ditemukan sama sekali ibu dengan posisi

Manakah diantara metode estimasi biaya di bawah ini yang menganalisis akun-akun dalam buku besar pembantu sebagai variabel, fixed, ataupun mixed cost dengan menggunakan metode

Pada satu sisi, pers adalah lembaga yang diberikan kebebasan menyuarakan informasi (fakta) tentang kejadian-kejadian, termasuk korupsi, ataupun memberikan tanggapan-tanggapan

Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done et al. 1974; Snyder dan Kirkland 1979; Hamilton dan Suwell 1982; Johnson dan Stevenson 1978 diacu dalam

Kandungan gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut yaitu energi 1549,99 kkal atau setara dengan energi yang dianjurkan, protein 60,85 g atau lebih besar 4,85 g dari protein

Sejarah menyaksikan sebuah perkembangan dari teknologi media penyimpanan data yaitu perubahan dari floopy disk disk (1.44 Mb) to blue ray disc (25,000 Mb).