KUALITAS SPERMATOZOA SAPI PO HASIL SEXING
DENGAN TEKNIK SENTRIFUGASI MENGGUNAKAN
GRADIEN PUTIH TELUR DALAM BEBERAPA
IMBANGAN Tris-buffer: SEMEN
(The Sexed Sperm Quality of PO Cattle Using Centrifugation Methods with
Albumin Column in the Different Ratio of Tris-buffer: Semen)
DICKY PAMUNGKAS1,L.AFFANDHY1,D.B.WIJONO1,A.RASYID1danT.SUSILAWATI2
1Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan 67184 2Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang
ABSTRACT
Recently, the separation of sperm X and Y is well developed which has aim to reach the expected sexed of the offspring such male or female. However, the result of sexing spermatozoa and pregnancy succeeded in the field was in wide range; so, optimalization of separation by using the efficient materials are still needed. An experiment of sperm sexing was done in Loka Penelitian Sapi Potong laboratory in order to attain the efficient ratios of semen and the diluter for high sexed sperm quality. The PO bulls (I1) were used for semen
provision. The procedure allows semen collecting and evaluating, centrifugation, thawing and freezing. The methods of sperm sexing refers to Susilawati, (2002). The experimental which of Completely Randomized Design was used.The treatments A (1 : 0.5) ml, B (1 : 1) ml and C (1 : 1.5) ml of tris buffer and semen. Each treatment included 10 replications. The quality of semen observed were: volume, consistency, color, pH, concentration, viability and motility; meanwhile the sexed sperm observed were motility, pH, and head size of sperm. Thru four collections, the mean of volume as much 3.83 ± 0.29 ml, the consistency moderately, pH 7.0, concentration 2126.67 ± 513.16 million/ml, viability 81.33 ± 3.52%, motility 83.33 ± 2.89% and progresif mass (+++). Result of sexed sperm after thawing 5oC at 6 days, showed motility on A (53.75%) of
upper fraction higher (P<0.05) than those on B (46.25%) and C (45.0%); while pH did not show significantly difference (range 7.30 to 7.45); similarly to head size of sperm (ranged 34.05−34.92 µm). As of post thawing, the motility of sexed sperm on all treatments showed very low, ranged 1.67–6.25% (upper fraction) and 0.00– 6.25% (lower fraction).
Key words: Sperm quality, sexing, centrifugation, albumen column ABSTRAK
Kurun waktu sepuluh tahun terakhir, telah berkembang berbagai teknik pemisahan spermatozoa X dan Y yang bertujuan mendapatkan jenis kelamin anak/turunan sesuai harapan, yakni jantan ataupun betina. Namun demikian, informasi/data kualitas hasil sexing spermatozoa dan keberhasilan kebuntingan di lapang menunjukkan kisaran yang luas; sehingga masih diperlukan upaya optimalisasi teknik pemisahannya dengan bahan yang efisien. Suatu percobaan pemisahan spermatozoa telah dilakukan di laboratorium Loka Penelitian Sapi Potong dengan tujuan untuk memperoleh imbangan pengencer tris buffer dengan semen yang efisien guna mendapat kualitas sexed spermatozoa yang optimal. Digunakan pejantan sapi PO (I1) sebagai penyedia
semen. Prosedur pelaksanaan meliputi proses kolekting dan evaluasi semen, sentrifugasi, pendinginan, dan
freezing. Pola percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan tingkat
pengenceran antara tris aminomethane kuning telur dengan semen, yakni perlakuan A (1 : 0,5) ml, perlakuan B (1 : 1) ml dan perlakuan C (1 : 1,5) ml. Setiap perlakuan terdapat 10 replikasi. Kualitas semen segar yang diamati adalah: volume, konsistensi, warna, pH, konsentrasi, viabilitas, dan motilitas; sedangkan kualitas spermatozoa hasil sexing yang diamati adalah motilitas, pH, dan ukuran besar kepala spermatozoa. Melalui empat kali kolekting, didapatkan rataan volume semen segar sebanyak 3,83 ± 0,29 ml, konsistensi encer-sedang, pH 7,0, konsentrasi 2126,67 ± 513,16 juta/ml, viabilitas 81,33 ± 3,52%, motilitas 83,33 ± 2,89% dan gerak massa progresif (+++). Hasil sexing spermatozoa setelah disimpan pada suhu 5oC selama 6 hari,
(46,25%) dan C (45,0%); sedangkan pH tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (berkisar 7,30 hingga 7,45); demikian halnya ukuran besar kepala tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan (berkisar 34,05−34,92 µm). Kondisi post thawing, motilitas sexed sperm pada semua perlakuan tampak sangat rendah, yakni berkisar 1,67–6,25% (fraksi atas) dan 0,00–6,25% (fraksi bawah).
Kata kunci: Kualitas spermatozoa, sexing, sentrifugasi, gradien putih telur
PENDAHULUAN
Inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi alternatif yang cukup berhasil dan sudah diterima oleh peternak secara luas, karena aplikasinya murah dan cukup efektif dalam menunjang siklus reproduksi betina. Penggunaan IB dinilai bermanfaat untuk meningkatkan kinerja dan potensi ternak, mempermudah tes progeni dan meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan yang telah terbukti mempunyai sifat-sifat unggul untuk tujuan produksi tertentu (HUNTER, 1982)
Nilai tambah IB dapat ditingkatkan apabila ditunjang oleh pengembangan bioteknologi di bidang reproduksi. Hal ini dapat berguna untuk mendapatkan pedet betina ataupun jantan sesuai dengan yang diharapkan. Jenis kelamin ditentukan oleh adanya kromosom X dan Y pada spermatozoa pejantan (GARNER dan HAFEZ, 1993). Spermatozoa berkromosom X, jika membuahi sel telur akan menghasilkan embrio betina; sedangkan spermatozoa berkromosom Y, akan menghasilkan embrio jantan (SUSILAWATI et al., 1994).
Keberhasilan menggunakan pemisahan X dan Y ini sekitar 85−95% (GARNER dan SEIDEL 2000), sedangkan rasio antara jumlah spermatzoa X dan Y sebelum pemisahan adalah 50% : 50% (HUNTER, 1982). Teknologi pemisahan spermatzoa X dan Y dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu pengaturan pH semen, sedimentasi, albumin column, elektroforesis, X-Y antigen filtrasi sephadex (RACHMAWATI, 1999). Pemisahan spermatozoa X dan Y menggunakan gradient konsentrasi ficoll pada sapi perah diperoleh lapisan bawah terdapat spermatozoa X sebesar 75,53% (ISNAINI, 1994; SUSILOWATI et al, 1994). Di Amerika untuk menentukan spermatzoa X dan Y menggunakan flow
cytometric guna memperoleh kromosom DNA
X maupun kromosom DNA Y (ANONIMUS, 2001).
Angka kebuntingan yang tinggi dapat
pakan, kondisi organ reproduksi betina, ketepatan waktu inseminasi dan disposisi semen saat inseminasi. Salah satu teknologi alternatif yang kemungkinan lebih mudah dan murah dilakukan untuk memisahkan spermatozoa X dan Y adalah dengan albumin
colum atau konsentrasi putih telur. Penggunaan
putih telur cukup efektif untuk memisahkan spermatozoa X dan Y pada sapi, dengan proporsi spermatozoa Y pada lapisan bawah sebesar 75,8 ± 13% dan bila menggunakan pengencer tris aminomethan kuning telur lebih mampu mempertahankan kualitas spermatozoa dibandingkankan tris aminomethan tanpa kuning telur (SUSILOWATI, 2002a). Semen beku
hasil pemisahan dengan menggunakan gradien putih telur menghasilkan kebuntingan 40% (SUSILOWATI, 2002b). GARNER dan SEIDEL JR
(2000) menambahkan bahwa semen dapat dipisahkan karena spermatozoa X mengandung DNA 3,8% lebih banyak dibanding spermatozoa Y.
MATERI DAN METODE
Kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium Loka Penelitian Sapi Potong, yaitu dengan mengidentifikasi spermatozoa (kromosom X dan Y) pejantan sapi PO yang telah dilarutkan kedalam pengencer Tris-buffer dan semen segar yang diencerkan dengan berbagai tingkatan pengenceran. Teknologi pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menggunakan albumin colum dengan konsentrasi spermatozoa adalah 100 juta/ml (SUSILOWATI et al., 2002a).
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan tingkat pengenceran antara tris-buffer dibandingkan semen adalah: Perlakuan A (1 : 0,5), Perlakuan B (1 : 1) dan perlakuan C (1 : 1,5). Masing-masing perlakuan menggunakan 5−10 kali ulangan. Skema dan tahapan percobaan disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Skema dan tahapan pemisahan spermatozoa X dan Y
Prosedur pelaksanaan penelitian a. Kolekting dan evaluasi semen:
1. Penampungan semen segar di kandang percobaan.
2. Pemeriksaan semen segar (volume, konsentrasi sperma, warna, konsistensi, pH, motilitas massa, motilitas individu dan persentase hidup).
3. Evaluasi kualitas semen sesuai standar pembuatan straw (motilitas >70%, gerakan massa >++, sperma hidup >70%, konsentrasi sperma >500 (juta/ml).
b. Prosedur pemisahan spermatozoa X dan Y:
1. Larutan putih telur dibuat dengan konsentrasi 30% dan 10%.
2. Dimasukkan konsentrasi putih telur masing-masing sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi (dimulai dari konsentrasi 30% kemudian 10%, secara perlahan melalui dinding tabung.
3. Dibuat larutan pengencer tris amino methan 10% KT, kemudian dibagi menjadi larutan A yang mengandung 2,4% glycerol dan larutan B mengandung 5,6% glycerol.
Kolekting dan evaluasi semen
Pengenceran semen segar dengan Tris-Buffer (1 : 0,5; 1 : 1; 1 : 1,5)
Metode pemisahan spermatozoa X dan Y menggunakan Albumin Colum & Gradien Densitas Percoll
(SUSILOWATI, 2002)a
Sentrifugasi Sentrifugasi
Fraksi atas Fraksi bawah
Diencerkan 100 juta/Ml Diencerkan 100 juta/Ml
Beku 6 Hari Beku 6 Hari 5OC 5OC Thawing Thawing
4. Pengenceran semen segar dan Tris Aminomethane kuning telur (10%)
5. Semen yang telah diencerkan dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung yang berisi 2 lapisan putih telur melalui dinding tabung; lalu diinkubasikan selama 20 menit pada suhu 5oC.
6. Lapisan bagian atas diambil 2 ml, lapisan tengah dibuang 1 ml dan lapisan bawah diambil 2 ml dan dimasukkan dalam tabung yang berisi 3 ml pengencer.
7. Sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
8. Supernatannya dibuang, sebanyak 4 ml dan disisakan 1 ml kemudian diuji kualitasnya dan didentifikasi spermatozoa X dan Y (berdasarkan ukuran besar kepala spermatozoa). 9. Pengenceran hasil sexing dilakukan
secara bertahap dengan mengatur suhu pada suhu 33oC ditambahkan larutan B,
kemudian suhu diturunkan sampai 20oC
dan akhirnya sampai mencapai suhu 5oC,
setelah itu ditambahkan larutan B. 10. Straw dingin diekuilibrasi selama 3 jam,
setelah itu diuapkan di dalam Box Ice yang berisi nitrogen cair (10 menit) dan selanjutnya straw diturunkan perlahan ke larutan N2 cair yang kemudian dipindah kan ke container pada suhu –96oC.
Parameter
Kuantitas dan kualitas semen segar, yakni: volume (ml), konsistensi, warna, pH, konsentrasi (x 106/ml), viabilitas (%), motilitas
(%), gerak massa progresif. Setelah dilakukan
sexing data yang diamati berupa motilitas,
level pH dan ukuran besar kepala spermatozoa.
Analisis data
Analisis data penelitian menggunakan analisis varian dari RAL pola searah dengan tiga perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Performans semen segar
Data dalam Tabel 1 menunjukkan hasil pengamatan terhadap performans semen segar sebelum dilakukan sexing; sedangkan data kualitas spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan gradien putih telur pada perlakuan A, B dan C (sebelum pendinginan), tercantum dalam Tabel 2.
Performans semen segar pejantan sapi PO dalam sepuluh kolekting menunjukkan hasil yang cukup baik (Tabel 1); volume semen pejantan berkisar antara 3−4 ml dalam satu ejakulasi. Warna semen adalah putih susu sampai krem. Level pH semen berkisar 6,5 sampai 7 (rataan 6,88 ± 0,25). Konsentrasi spermatozoa per ml berkisar 2860−3680 juta/ml (rataan 3245 ± 435,85 juta/ml); sedangkan viabilitas dan motilitas masing-masing adalah 84−100% (rataan 92,25 ± 8,96%) dan 80−90 % (rataan 87,50 ± 5,00%). Gerak massa progresif spermatozoa semuanya dalam kategori +++, yakni baik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas semen segar pejantan sapi PO yang digunakan sebagai materi percobaan adalah dalam kategori baik, karena berada di atas persyaratan minimal sebagai semen yang layak digunakan untuk persyaratan sexing.
Performans semen setelah sentrifugasi
Hasil sexing (setelah mengalami proses sentrifugasi) yang diamati hingga sebelum dilakukan pendinginan terhadap performans semen yang berupa motilitas, level pH dan viabilitas spermatozoa tampak dalam Tabel 2.
Rataan motilitas spermatozoa sebelum
pendinginan perlakuan A pada fraksi atas
(55%) tampak lebih tinggi bila di bandingkan dengan perlakuan B (47,5%) dan perlakuan C (52, 5%). Hal ini diduga berkaitan dengan level pH dan viabilitas pada perlakuan A yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan B dan perlakuan C. Keadaan ini mencerminkan bahwa perbandingan antara volume pengencer dengan semen (1 : 0,5) menunjukkan tingkat motilitas paling baik yang terdapat pada fraksi atas setelah sentrifugasi, saat sebelum dilakukannya
Tabel 1. Performans semen segar pejantan sapi PO sebelum sexing
Kualitas semen Rataan Standar deviasi
Volume (ml) 3,75 0,5
Konsistensi Sedang−kental --
Warna Putih susu−krem --
pH 6,88 0,25
Konsentrasi (x 106/ml) 3245 435,85
Viabilitas (%) 92,25 8,96
Motilitas (%) 87,50 5,00
Gerak massa progresif +++ --
Tabel 2. Kualitas spermatozoa hasil sexing setiap perlakuan sebelum pendinginan Perlakuan
A B C
Kualitas spermatozoa
F. atas F. bawah F. atas F. bawah F. atas F. bawah
Motilitas (%) 55 47,5 47,5 58,75 52,5 56,25
PH 7,05 6,93 6,88 6,88 6,88 6,63
Viabilitas (%) 73,56 57,43 43,70 72,24 58,55 66,97
F: Fraksi
viabilitas spermatozoa pada fraksi bawah perlakuan B menunjukkan hasil tertinggi, yakni 72,24%.
Rataan motilitas spermatozoa sebelum pendinginan perlakuan B pada fraksi bawah (58,75%) tampak lebih tinggi dibandingkan perlakuan A (47,5%) dan perlakuan C (56,25%). Keadaan ini mencerminkan bahwa pada fraksi bawah, perbandingan pengencer dengan volume dua kali lebih banyak dari volume semen, menghasilkan tingkat motilitas yang lebih baik. Hal tersebut ditunjang oleh viabilitas pada perlakuan B tampak lebih tinggi (72,24%) apabila dibandingkan dengan perlakuan A (57,43%) dan perlakuan C (66,97%).
Data kualitas spermatozoa yang berupa motilitas dan pH hasil sexing pada setiap perlakuan setelah pendinginan 5oC selama 6
hari, ditunjukkan dalam Tabel 3. Kondisi motilitas pada perlakuan B dan C tidak menunjukkan perbedaan walaupun pada fraksi atas tampak lebih rendah dibandingkan fraksi bawah, masing-masing 46,25% vs 52,5% dan 45,0% vs 51,25%. Keadaan yang demikian
mencerminkan bahwa pada fraksi bawah dimana kandungan spermatozoa Y lebih banyak, menunjukkan motil individu yang lebih tinggi; demikian halnya level pH pada fraksi bawah tampak sedikit lebih tinggi dibandingkan fraksi atas. Kondisi pH yang lebih tinggi (basa) merupakan indikator meningkatnya motil individu spermatozoa. Namun demikian, bila dilihat angka rataannya, motilitas fraksi atas pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan perlakuan B dan C. Metode sexing dengan menggunakan putih telur merupakan metoda yang didasarkan atas perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y yang disebabkan oleh perbedaan massa dan ukurannya. Ukuran spermatozoa Y lebih kecil sehingga bergerak lebih cepat atau mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk memasuki suatu larutan (JASWANDI, 1996). Spermatozoa akan bergerak ke bawah sedangkan spermatozoa X tetap di lapisan atas (BEERNINK dan ERICSSON (1982) yang disitasi HAFEZ (1993).
Rataan kualitas spermatozoa hasil sentrifugasi dengan menggunakan gradien
Tabel 3. Kualitas spermatozoa hasil sexing setiap perlakuan setelah pendinginan 5oC selama 6 hari
Perlakuan
A B C Kualitas spermatozoa
F. atas F. bawah F. atas F. bawah F. atas F. bawah
Motilitas (%) 53,75 50,0 46,25 52,5 45,0 51,25
PH 7,3 7,45 7,45 7,48 7,38 7,4
F: Fraksi
Tabel 4. Rataan kualitas spermatozoa hasil sexing setelah pembekuan setiap perlakuan Perlakuan
A B C Kualitas spermatozoa
F. atas F. bawah F. atas F. bawah F. atas F. bawah
Motilitas (%) 6,25 6,25 1,75 0,00 1,67 0,00
PH 7,62 7,62 7,87 7,50 7,50 7,83
F: Fraksi
Albumin Column setelah freezing pada setiap perlakuan tampak dalam Tabel 4.
Motilitas speramatozoa hasil sexing setelah proses pembekuan sangat rendah (Tabel 4), yakni pada kisaran 1,67%−6,25%. Hal ini diduga disebabkan spermatozoa mengalami
cold shock, sehingga menyebabkan sel
spermatozoa mati. Keadaan yang demikian mencerminkan tidak efektifnya glicerol sebagai
cryoprotectan dan kurang optimalnya larutan
buffer dalam mempertahankan pH; sehingga tampak dalam Tabel 4 bahwa pH semen post
thawing menuju ke basa (rataan pH diatas 7).
Beberapa asumsi yang terkait dengan rendahnya motilitas adalah (1) pengaruh cold
shock pada saat proses pembekuan yang
dilakukan secara cepat (mendadak), (2) kurang optimalnya waktu ekuilibrasi antara sel spermatozoa dengan gilserol. EINARSSON (1992) menyatakan bahwa proses freezing dan
thawing sangat mempengaruhi stabilitas dan
fungsi-fungsi hidup membran sel.
Identifikasi kromosom X dan Y
Penentuan spermatozoa X dan Y didasarkan pada ukuran kepala spermatozoa, dimana spermatozoa yang memiliki ukuran lebih kecil dari rataan ukuran kepala, adalah
spermatozoa Y. Data ukuran besar kepala spermatozoa pada masing-masing perlakuan dengan menggunakan gradien densitas Albumin Column tercantum dalam Gambar 1. Ukuran besar kepala (hasil perkalian panjang dan lebar kepala) spermatozoa pada fraksi atas berkisar 34,05–34,92 µm; (rataan sedangkan pada fraksi bawah berkisar 31,29–31,38 µm.
Rataan ukuran besar kepala spermatozoa pada fraksi atas lebih besar dibandingkan dengan fraksi bawah. Keadaan yang demikian mengindikasikan bahwa spermatozoa Y lebih banyak terdapat pada fraksi bawah. Berdasarkan perbandingan rataan ukuran besar kepala spermatozoa pada perlakuan A, B dan C masing-masing menunjukkan proporsi sama, yakni spermatozoa X dan Y sebanyak 21% dan 79%.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Sexing spermatozoa sebelum dan setelah pendinginan menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap motilitas dan level pH antar perlakuan. Hasil sexing setelah pendinginan sampai 6 hari menunjukkan motilitas spermatozoa yang cukup baik,
pembekuan, motilitas spermatozoa masing-masing perlakuan tampak rendah, yakni di bawah 7%.
2. Hasil sexing dengan menggunakan Albumin, setelah pendinginan selama 6 hari, perlakuan A (imbangan 1 : 0,5) menunjukkan motilitas spermatozoa tertinggi dibanding perlakuan B dan C (fraksi atas).
3. Ukuran besar kepala spermatozoa tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan setelah dilakukan sentrifugasi.
Saran
Diperlukan pengkajian lebih lanjut penyebab rendahnya angka motilitas hasil
sexing setelah proses.
Gambar 1. Ukuran besar kepala spermatozoa (µm) pada fraksi atas dan bawah masing-masing perlakuan Fraksi atas 34,49 34,92 34,05 Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Fraksi bawah 31,35 31,29 31,38 Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMUS. 2001. New method offers improved sex sorting for livestock. Departement of Agriculture Germplasm and Gamete Physiology laboratory in Beltsville, Maryland. USA.
EINARSSON S. 1992. Concluding Remarks. In:
Influence of Thawing Method on Motility, Plamsa Membrane Integrity and Morphology of Frozen Stallion Spermatozoa. BOR K, B.
COLENBRANDER, A. FAZELLI, J. PALLEVLIET
andL.MALMGREN (Eds.) Theriogenology Vl.
48th. 1997. Pp. 531−536.
GARNER,D.L. andE.S.E.HAFEZ. 1993. Spermatozoa and Seminal Plasma. In: Reproduction in
Farm Animal. HAFEZ, E.S.E. (Ed.). Six
Edition. Lea and Febiger, Philadelphia. GARNER,D.L. and G.E.SEIDEL JR. 2000. Sexing Bull
Sperm. In: Topics in Bull Fertility. CHENOWETH P.J. (Ed). International Veterinary Information Services (www.ivis.org). IVISO. Colorado State University, Fort Collins, Colorado. USA.
HAFEZ E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Edition. Lea Febiger. Philadelphia:
440-443.
HEDAH,D.,E.HERMIWIYANTI dan SARASTINA. 1993.
Perkembangan teknologi proses pembuatan semen beku. Pros. Pertemuan Pembahasan Hasil Penelitian Seleksi Bibit Sapi Madura. Sub Baltinak Grati: 59-69.
HUNTER,R.H.F. 1982. Reproduction of farm animal. School of Agriculture University. of Edinburgh. Longman, London and New York.
ISNAINI,N. 1994. Pemisahan spermatozoa X dan Y
pada sapi Fries Holland dengan sentrifugasi gradien densitas percoll. J. Univ. Brawijaya, 6 (7): 68−74.
JASWANDI. 1992. Pengaruh Lapisan Suspensi
Bovine Serum Albumin 6 dan 10 dalam Kolum untuk Memisahkan Sperma Sapi Pembawa Kromosom X dan Y Sapi guna Mengubah Rasio Seks pada Pedet. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
RACHMAWATI, A. 1999. Kapasitas dan Reaksi Akrosom Spermatozoa Sapi Bali Hasil Filtrasi Dengan Sephadex G-200 Menggunakan Pengencer yang Berbeda Sebelum dan Sesudah Proses Pembekuan. Skripsi. Fakultas Peternakan.Univ. Brawijaya.
SUSILOWATI,T.,I.NURUL,B.S.SUTIMAN dan A.H. AGUS. 1994. Teknologi pemisahan
spermatozoa X dan Y pada sapi Friesian Holstein dengan sentrifugasi gradient ficoll. Pros. Pertemuan Ilmiah pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Sub Balitnak Grati :96-101.
SUSILOWATI,T. 2002a. Pembekuan spermatozoa sapi
Limousin hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Laporan Fak. Peternakan. Universitas Brawijaya.
SUSILOWATI, T. 2002b. Tingkat keberhasilan
inseminasi buatan pada sapi Peranakan Ongole menggunakan hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Laporan. Fak. Peternakan. Universitas Brawijaya.