• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN UMTS (UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM) BERDASARKAN PERHITUNGAN TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN SISTEM JARINGAN UMTS (UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM) BERDASARKAN PERHITUNGAN TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN Laporan Tugas Akhir

diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Teknik Elektro/Telekomunikasi

Oleh

HINDIARTO PRASETYO NIM. 0140312-130

PEMINATAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

(2)

TELECOMMUNICATION SYSTEM) BERDASARKAN PERHITUNGAN TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN

TUGAS AKHIR

Oleh :

Nama : HINDIARTO PRASETYO

NIM : 0140312-130

Peminatan : Teknik Telekomunikasi

Mengetahui/menyetujui: Pembimbing

(Ir. Said Attamimi)

Kordinator Tugas Akhir

(Ir. Yudhi Gunardi, MT.)

Ketua Jurusan Teknik Elektro

(3)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi selular akhir-akhir ini dipicu oleh tuntutan akan efisiensi spectrum yang semakin tinggi, kapasitas yang semakin besar, serta kemampuan untuk memberikan layanan suara dan data dengan data rate yang lebih tinggi dan yang paling diinginkan oleh pelanggan akhir-akhir ini adalah pelayanan dibidang multi media. UMTS merupakan jawaban atas semua tuntutan dari pelanggan, Karena UMTS merupakan sistem komunikasi generasi ke-3, yang mampu menyediakan layanan tambahan dari sistem yang telah ada sebelumnya dalam bentuk transmisi data kecepatan tinggi (2 Mbps) dan multimedia. Selain itu, juga untuk menciptakan akses tanpa batas ke layanan komunikasi bergerak pita lebar yang berlaku diseluruh dunia dengan standar yang sama.

Pada Tugas akhir ini akan dibahas mengenai proses perencanaan jaringan UMTS diwilayah Bandung dengan melakukan pengembangan jaringan generasi ke-2 (GSM). Hal ini dapat dilakukan karena UMTS merupakan sistem komunikasi bergerak yang kompatibel dengan jaringan GSM yang berarti bahwa UMTS merupakan Value added service dari GSM yaitu dengan menggunakan GSM fasa 2+ sebagai jaringan utama. Pada perencanaan jaringan UMTS yang merupakan jaringan GSM phasa 2+ sebagai jaringan intinya ada dua buah elemen jaringan yang ditambahkan pada UTRAN yakni RNC dan Node B. Perencanaan jaringan UMTS ini terutama akan difokuskan pada perencanaan radio core network-nya, yaitu salah satu bagian yang bertanggung jawab atas hubungan mobile station dengan base

transceiver station.

Pada perencanaan jaringan UMTS ini, langkah-langkah yang dipakai dalam proses perencanaan meliputi perencanaan jumlah site, radius site, serta lokasi site yang optimal berdasarkan kemampuan BTS, coverage area, topologi daerah dan pola penyebaran penduduk. Selanjutnya akan dilakukan analisa kinerja hasil perencanaan yang meliputi jumlah site, link budget serta alokasi letak site. Sehingga diperoleh suatu jaringan selular UMTS yang handal dengan kapasitas optimal dan mampu memberikan berbagai jenis layanan, baik suara, data maupun multimedia.

(4)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur dan terima kasih kepada Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga tugas akhir dengan judul

“PERENCANAAN SISTEM JARINGAN UMTS (UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM) BERDASARKAN PERHITUNGAN TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN” telah selesai sebaik-baiknya dan

tepat pada waktunya.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan kurikulum untuk menyelesaikan jenjang program Strata Satu (S-1) pada jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Telekomunikasi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana.

Dalam penyusunan tugas akhir ini sampai selesai, penulis didukung banyak pihak yang telah membantu baik secara materi ataupun dukungan moril. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Budi Yanto Husodo, MSc sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan dan dukungan untuk mewujudkan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Said Attamimi, MT sebagai dosen pembimbing yang mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Yudhi Gunardi, ST, MT atas segala informasinya yang sangat bermafaat. 4. Bapak Ir. Bambang Hutomo sebagai dosen yang mengarahkan dan memberi

dukungan penulis dalam pengajuan proposal Tugas Akhir ini.

5. Segenap Dosen dan Karyawan Universitas Mercu Buana khususnya Teknik Elektro di PKSM universitas Mercu Buana - Menteng.

6. Teman-teman satu angkatan 2003-2005 di Jurusan Teknik Elektro, khususnya di Bidang Studi Telekomunikasi PKSM Mercu Buana atas segala kerjasama, pengertian, kebaikkan dan bantuannya selama menempuh masa studi.

(5)

7. Keluarga di Sidoarjo-Madiun-Caruban-Wates, keluarga di Jakarta-Billy&Moon, Mas, Mbak, Adik dan Keponakan atas doa dan dukungannya, semoga sukses dan sehat wal’afiat selalu.

8. Isteriku, Masayu Luryna yang telah membantu sepenuhnya siang dan malam dengan tulus baik berupa moral, tenaga maupun materi.

9. Teman-teman di eks PT. Lucent Technologies NSID yang menjadi penyemangat untuk meneruskan dan menyelesaikan kuliah, teman-teman di PT. Lintas Media Telekomunikasi yang ikut membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini dan teman-teman di KOMPLEK PATI-AD atas segala bantuannya.

10. Allah Swt, Amien Ya Allah, akhirnya tugas akhir ini selesai juga dengan segala prosesnya. Sujud syukur aku panjatkan kepada-Mu.

Meskipun telah berusaha dengan sebaik-baiknya, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhirnya, penulis sangat berharap agar tugas akhir ini dapat berguna serta memiliki arti bagi almamater pada umumnya dan jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana pada khususnya, serta bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, Nopember 2007

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I : PENDAHULUAN...1

I.1 Latar Belakang Masalah...1

I.2 Tujuan Penulisan...2

I.3 Pembatasan Masalah...2

I.4 Sistematika Penulisan...2

BAB II : LANDASAN TEORI UMTS...6

II.1 Sejarah Perkembangan Sistem Komunikasi Bergerak...6

II.2 Teknologi GSM...6

II.3 Teknologi GPRS...7

II.4 Evolosi GSM ke UMTS...8

II.4.1 Konsep Sistem UMTS...9

II.4.2 Arsitektur dan Interface Sistem UMTS...10

II.5 Teknik Multiple Akses UMTS...12

II.5.1 Pengertian Sisitem Spread Spectrum...13

II.6 Sistem Wideband CDMA (W-CDMA)...14

II.7 Metode Duplex Dualmode pada UMTS...15

II.8 Adaptive Multi Rate...16

II.9 Kelas Layanan UMTS...16

II.9.1 Layanan-layanan UMTS...17

BAB III : METODE DAN ASPEK PERENCANAAN JARINGAN UMTS...20

III.1 Desain Sistem Jaringan UMTS...20

III.2 Karakteristik Layanan UMTS...21

III.3 Tahapan Perencanaan...22

III.4 Pengumpulan Data Jaringan GSM...22

III.5 Aspek-aspek Pendukung Perencanaan Jaringan UMTS...23

(7)

III.6.1 Kapasitas Trafik UMTS...24

III.6.2 Kapasitas Informasi Tiap Sel...25

III.7 Pendimensian Node-B...26

III.8 Perhitungan Link Budget...28

III.9 Perencanaan Kapasitas Layanan...29

III.9.1 Faktor Pembebanan Arah Uplink dan DownLink...29

BAB IV : PERENCANAAN DAN ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN UMTS DI WILAYAH BANDUNG...36

IV.1 Perencanaan Sel Untuk Jaringan UMTS...36

IV.1.1 Asumsi Paramater yang Digunakan...36

IV.1.2 Daerah Perencanaan...36

IV.1.3 Kepadatan User Potensial...37

IV.1.4 Penetrasi Layanan...39

IV.1.5 Lama Panggilan Efektif...40

IV.1.6 BHCA Busy Hour Call Attemp)...40

IV.2 Hasil Perhitungan...41

IV.2.1 Offered Bit Quantity (OBQ) Daerah Sub-urban...41

IV.2.2 Offered Bit Quantity (OBQ) Daerah Urban...43

IV.2.3 Kapasitas Informasi FDD dan TDD...44

IV.2.4 Perencanaan Perangkat Layanan UMTS...45

IV.2.4.1 Jumlah Node-B Untuk Daerah Sub-urban...45

IV.2.4.2 Jumlah Node-B Untuk Daerah Urban...46

IV.3 Hasil Perencanaan Perangkat UMTS...46

IV.4 Penentuan Lokasi Node-B untuk Daerah Urban dan Sub-urban...47

IV.5 Perhitungan Kapasitas Maksimum Sel Berdasarkan Load Factor...47

IV.5.1 Perhitungan Load Factor Uplink...48

IV.5.2 Perhitungan Load Factor Downlink...49

IV.5.3 Perhitungan Performansi Blocking...49

IV.6 Perhitungan Link Budget...50

(8)

V.1 Kesimpulan...54 V.2 Saran...54

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Arsitektur Sistem GSM...7

Gambar 2.2. Arsitektur sistem GPRS...8

Gambar 2.3 Arsitektur Sistem UMTS...11

Gambar 2.4 Alokasi Spectrum UMTS...13

Gambar 2.5 Perbedaan Prinsip Operasi FDD dan TDD………....…15

Gambar 3.1 Diagram Perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ)……….…….25

Gambar 3.2 Diagram Alur Proses Pendimensian……….….27

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan teknologi pada GSM dan UMTS………...9

Tabel 2.2 Kelas QoS pada layanan UMTS………17

Tabel 3.1 Karakteristik layanan………..…...22

Tabel 3.2 Parameter link budget...28

Tabel 3.3 Parameter untuk perhitungan pembebanan arah uplink...32

Tabel 3.4 Parameter untuk perhitungan pembebanan arah downlink…………...….34

Tabel 4.1 Peramalan Jumlah Pelanggan GSM/UMTS Telkomsel Bandung…….…38

Tabel 4.2 Faktor Penetrasi Layanan UMTS………...………39

Tabel 4.3 Lama Panggilan Efektif ……….40

Tabel 4.4 BHCA (Busy Hour Call Attempt)……….……….41

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan OBQ suburban……….…….42

Tabel 4.6 perhitungan OBQ untuk daerah urban………..……….43

Tabel 4.7 Perhitungan link budget untuk AMR 12.2 kbps……….50

Tabel 4.8 Perhitungan link budget untuk data non real time 384 kbps (user dengan kecepatan 3 km /jam)…………...………..51

(11)

DAFTAR ISTILAH

ETSI Suatu organisasi telekomunikasi Eropa yang membahas

standartisasi UMTS dan teknologi generasi ketiga lainnya.

FDD Metode duplex berdasarkan pembagian area frekuensi

TDD Mode duplex yang didasarkan pada pembagian waktu

GGSN Tambahan Node di GPRS yang berfungsi sebagai logical

interface ke jaringan.

SGSN Tambahan Node di GPRS yang bertanggung jawab untuk

mengantarkan paket ke MS yang berada didaerah layanannya juga untuk menjaga agar MS tetap berada di daerahnya layanannya

UTRAN Radio Access Network pada UMTS

RNC Sebanding sepadan dengan BSC pada GSM berfungsi untuk

mengontrol Node B

Node B Perangkat UMTS yang sepadan dengan BTS

Handover Proses pemindahan dari satu sel ke sel yang lainnya

Eb/No Perbandingan antara daya terima per-bit dengan rapat daya

noise

Fading Margin Daya yang ditambahkan untuk mengantisipasi redaman yang diakibatkan oleh fading sehingga daya terima berada diatas sensitivitas perangkat terima

FER Rata-rata kesalahan frame yang diukur setiap periode waktu

tertentu dan diusahakan tidak lebih dari 1 %

BTS multimedia Penggunaan dua sistem seluler secara bersamaan dalam satu BTS

Walsh Code Kode penebar untuk digunakan untuk membedakan kanal-kanal UMTS

(12)

Spreading dengan cara membedakan panjang kode penebar

Receiver Interference Margin

Daya yang ditambahkan untuk mengantisipasi redaman yang diakibatkan dari user lain sehingga daya terima berada diatas sensitivitas perangkat terima

Sinyal Ortogonal Sinyal yang hasil cross correlation-nya dengan sinyal yang lain adalah nol.

Jamming Interferensi pita samping dengan daya sinyal penginterferensi jauh lebih besar daripada daya sinyal tersebar.

Interleaving Proses pengacakan bit-bit informasi yang telah melalui proses pengkodean agar tahan terhadap fading yang terjadi pada lingkungan propagansi.

Handoff Gain Gain yang disebabkan oleh adanya mekanisme handoff

Guard Band Band frekuensi yang ditambahkan untuk menghindari terjadinya interferensi antar kanal yang bersebelahan atau antar sistem yang menggunakan kanal yang bersebelahan.

Makro sel Sel dengan luas radius dapat mencapai beberapa Km

Mikro sel Sel dengan tipe radius hingga 1 Km, biasanya digunakan pada daerah urban.

OBQ Banyaknya bit yang ditawarkan dari satu jenis layanan

SS Suatu proses pengiriman informasi dimana bit informasi

ditimbulkan dengan sejumlah bit tertentu dan dikodekan yang disebut dengan chip.

(13)

DAFTAR SINGKATAN

A A interface, antar muka antara BSC dan MSC

Abis A+bis interface, antar muka antara BTS dan BSC

BER Bit Error Rate

BHCA Busy Hour Call Attemp

BS Base Station

BSC Base Station Controller

BSS Base Station Subsystem yang terdiri dari BTS dan BSC

BTS Base Transceiver Station

CDMA Code Division Multiple Access

CN Core Network

EDGE Enhanced Data Rate for Global Evolution

ETSI European Telecommunication Standarisation Institue

FDD Frequency Division Duplex

FDMA Frequency Division Multiple Access

Gb Interface antara PCU dan SGSN yang terdapat di BSC

Gc Interface optional yang menghubungkan GGSN dan HLR

GGSN Gateway GPRS Support Node

Gi Interface yang menghubungkan GGSN dan PDN

Gn Interface virtual cobbection antara SGSN dan GGSN

GPRS General Packet Radio Service

Gr GPRS register

Gs Interface kordinasi antar jaringan GSM dan GPRS

GSM Global System for Mobile communication

HLR Home Location Register

IC Information Capacity

ISDN Integrated Switch Data Network

(14)

IP Internet Protocol

Kbps Kilo Bit per Second

MS Mobile Station

MSC Mobile Switching Center

OMC Operation and Maintenance Center

PSTN Public Switch Telephone Network

QoS Quality of Service

RNC Radio Network Contrller

SGSN Serving GPRS Support Node

TCH Trafic Channel

TDD Time Division Duplex

TDMA Time Division Multiple Access

TS Time Slot

UE User Equipment

UMTS Universal Mobile Telecommunication System

Um Interface antara MS dan BTS

UTRAN Universal Transmission Radio Access Network

USIM UMTS Subscriber Identity Modul

VLR Visitor Location Register

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang masalah

Meningkatnya mobilitas dan dinamika masyarakat menyebabkan makin dirasakannya kebutuhan komunkasi yang tidak lagi tergantung pada tempat, waktu dan keadaan. Salah satu solusi yang dipakai adalah digunakannya sistem telekomunikasi bergerak yang disebut juga teknologi seluler.

Teknologi seluler ini terus berkembang. Teknologi generasi pertamanya (1G) berupa teknologi analog yang memungkinkan dikirimnya suara melalui gelombang radio yang diterima secara nirkabel. Contohnya antara lain AMPS, TACS dan NMT. Selanjutnya, teknologi generasi kedua (2G) menggunakan teknologi digital yang tidak hanya memanfaatkan gelombang radio untuk mengirim suara, tetapi juga dapat mengirim pesan singkat secara tertulis yang disebut dengan SMS. Contohnya adalah GSM dan IS-95.

Setelah itu, teknologi generasi dua setengah (2.5G) yang merupakan pengembangan dari teknologi 2G sebagai peralihan memasuki teknologi generasi selanjutnya. Teknologi generasi ini berbasiskan GPRS dan HSCSD. Lalu teknologi generasi ketiga (3G) yang memadukan antara komunikasi suara, data dan video dalam sebuah telepon seluler.

Perkembangan teknologi seluler akhir-akhir ini dipicu oleh tuntutan akan efisiensi spektrum yang semakin tinggi, kapasitas yang semakin besar, serta kemampuan untuk memberikan layanan suara dan data dengan data rate yang lebih tinggi dan yang paling diinginkan oleh pelanggan akhir-akhir ini adalah layanan di bidang multimedia.

UMTS merupakan jawaban atas semua tuntutan dari pelanggan karena UMTS merupakan sistem komunikasi generasi ke-3, yang mampu menyediakan layanan tambahan dari sistem yang telah ada sebelumnya dalam bentuk transmisi data kecepatan tinggi dan multimedia. Selain itu juga untuk menciptakan akses tanpa

(16)

batas ke layanan komunikasi bergerak pita lebar yang berlaku di seluruh dunia dengan standar yang sama.

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang diharapkan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui perencanaan jumlah site, radius site, lokasi site yang optimal berdasar kemampuan Node-B, coverage area dan menganalisa kinerja dari hasil perencanaan yang meliputi jumlah site, link budget serta alokasi letak site. Sehingga diperoleh suatu jaringan selular UMTS yang handal dengan kapasitas optimal.

I.3 Pembatasan Masalah

Pada Tugas akhir ini akan dibahas mengenai proses perencanaan jaringan UMTS diwilayah Bandung dengan melakukan pengembangan jaringan generasi ke-2 (GSM). Hal ini dapat dilakukan karena UMTS merupakan sistem komunikasi

bergerak yang kompatibel dengan jaringan GSM yang berarti bahwa UMTS

merupakan Value added service dari GSM yaitu dengan menggunakan GSM fasa 2+ sebagai jaringan utama. Pada perencanaan jaringan UMTS yang merupakan jaringan GSM phasa 2+ sebagai jaringan intinya ada dua buah elemen jaringan yang

ditambahkan pada UTRAN yakni RNC dan Node B. Perencanaan jaringan UMTS ini terutama akan difokuskan pada perencanaan radio network-nya, yaitu salah satu bagian yang bertanggung jawab atas hubungan mobile station dengan base

transceiver station.

I.4 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Tugas Akhir, materi teori, pembahasan masalah, perencanaan dan analisa akan dibahas dalam bab demi bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan yang timbul, maksud dan tujuan, batasan masalah yang dibahas, metode penelitian untuk memperoleh data-data dalam laporan serta sistematika penulisan laporan.

(17)

Terdiri dari 4 Sub-BAB, yaitu: I.1 Latar Belakang Masalah I.2 Tujuan Penulisan I.3 Pembatasan Masalah I.4 Sistematika Penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI UMTS

Bab ini menjelaskan mengenai konsep dasar dari Teknologi UMTS. Yang terdiri dari teknologi seluler yang sedang digunakan sekarang yaitu GSM dan GPRS, dan perjalanan migrasi dari generasi pertama (1G) sampai dengan generasi ketiga (3G). dan juga arsitektur jaringan teknologi UMTS secara umum sebagai teori penunjang dalam tugas akhir ini.

Terdiri dari 9 Sub-BAB, yaitu:

II.1 Sejarah Perkembangan Sistem Komunikasi Bergerak II.2 Teknologi GSM

II.3 Teknologi GPRS

II.4 Evolosi GSM ke UMTS

II.4.1 Konsep Sistem UMTS

II.4.2 Arsitektur dan Interface Sistem UMTS II.5 Teknik Multiple Akses UMTS

II.5.1 Pengertian Sisitem Spread Spectrum II.6 Sistem Wideband CDMA (W-CDMA)

II.7 Metode Duplex Dualmode pada UMTS II.8 Adaptive Multi Rate

II.9 Kelas Layanan UMTS

II.9.1 Layanan-layanan UMTS

BAB III : METODE DAN ASPEK PERENCANAAN JARINGAN UMTS

Bab ini menjelaskan tentang Perhitungan Link Budget, metode dan model yang akan digunakan dalam perencanaan, dan tahapan perencanaan dalam perencanaan jaringan UMTS.

(18)

III.1 Desain Sistem Jaringan UMTS III.2 Karakteristik Layanan UMTS III.3 Tahapan Perencanaan

III.4 Pengumpulan Data Jaringan GSM

III.5 Aspek-aspek Pendukung Perencanaan Jaringan UMTS III.6 Metode Perhitungan Trafik

III.6.1 Kapasitas Trafik UMTS III.6.2 Kapasitas Informasi Tiap Sel III.7 Pendimensian Node-B

III.8 Perhitungan Link Budget III.9 Perencanaan Kapasitas Layanan

III.9.1 Faktor Pembebanan Arah Uplink dan DownLink

BAB IV : PERENCANAAN DAN ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN UMTS DI WILAYAH BANDUNG

Bab ini menjelaskan secara lengkap dan terperinci tentang bagaimana simulasi dari suatu perencanaan teknologi UMTS yang akan diterapkan di wilayah Bandung. Yang meliputi perhitungan Link Budget dan jumlah site.

Terdiri dari 6 Sub-BAB, yaitu:

IV.1 Perencanaan Sel Untuk Jaringan UMTS IV.1.1 Asumsi Paramater yang Digunakan IV.1.2 Daerah Perencanaan

IV.1.3 Kepadatan User Potensial

IV.1.4 Penetrasi Layanan

IV.1.5 Lama Panggilan Efektif

IV.1.6 BHCA9Busy Hour Call Attemp) IV.2 Hasil Perhitungan

IV.2.1 Offered Bit Quantity (OBQ) Daerah Sub-urban IV.2.2 Offered Bit Quantity (OBQ) Daerah Urban IV.2.3 Kapasitas Informasi FDD dan TDD

IV.2.4 Perencanaan Perangkat Layanan UMTS

(19)

IV.2.4.2 Jumlah Node-B Untuk Daerah Urban IV.3 Hasil Perencanaan Perangkat UMTS

IV.4 Penentuan Lokasi Node-B untuk Daerah Urban dan Sub-urban IV.5 Perhitungan Kapasitas Maksimum Sel Berdasarkan Load Factor

IV.5.1 Perhitungan Load Factor Uplink IV.5.2 Perhitungan Load Factor Downlink IV.5.3 Perhitungan Performansi Blocking IV.6 Perhitungan Link Budget

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis yang berdasarkan dari analisa dan pembahasan masalah yang terdapat pada uraian bab-bab sebelumnya. Terdiri dari 2 Sub-BAB, yaitu:

V.1 Kesimpulan

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI UNIVERSAL MOBILE TELECOMUNICATION SYSTEM (UMTS)

II.1 Sejarah Perkembangan Sistem Komunikasi Bergerak

Perkembangan sistem seluler dimulai dengan sistem yang menggunakan frekuensi yang beroperasi pada 450 MHz atau 900 MHz dan masih dalam bentuk teknologi analog seperti Nordic Mobile Telephone (NMT 450), Total Access Cellular

System (TACS), NMT 900 dan lain-lainnya. Tetapi dengan teknologi analog Frequency Division Multiple Access (FDMA) kapasitas sistem sangat terbatas

sehingga muncul standard sistem seluler digital yang disebut Global System for

Mobile Communication (GSM) dengan teknologi Time Division Multiple Access

(TDMA). Kemudian pada tahun 1990 European Telecommunication standard

Institute (ETSI) membuat spesifikasi GSM yang disebut dengan Digital Cellular System 1800 (DCS 1800). Dan untuk generasi ke-3 digunakan teknologi yang

berbasis CDMA.

Pada awalnya layanan yang diberikan hanyalah suara, pada phasa kedua mulai diaplikasikan data berupa sms dan wap, untuk generasi ketiga diharapkan

Video Phone Portable dapat diaplikasikan.

II.2 Teknologi GSM (Global System for mobile communication)

GSM ( Global System for mobile communication) adalah suatu sistem komunikasi seluler generasi kedua (2G) berbasis circuit switching yang memberikan layanan suara dan data dengan kecepatan 9,6 Kbps. Arsitektur jaringan GSM terdiri dari bagian-bagian fungsional yang dipusatkan pada bagian Mobile Station (MS), Base Station Subsystem (BSS) dan Mobile Switching Center (MSC). Seperti terlihat pada gambar 2.1 BSS terdiri dari dua bagian utama yaitu: Base Station Transceiver (BTS) yang berfungsi menangani antarmuka radio menuju MS, dan Base Station Controller (BSC) yang berfungsi untuk pengaturan frekuensi radio, mekanisme handover serta control daya. MSC berfungsi mengkoordinasi sistem penyambungan

(21)

sehingga sistem GSM dapat berkomunikasi dengan jaringan telekomunikasi lainnya seperti PSTN, ISDN dan PDN. Berikut adalah gambar infastruktur jaringan GSM:

OMC

Home Location Register

AuC Equipment ID Network Management Center B T S B T S B T S MS MS MS Subscriber Identity Module Subscriber Identity Module Subscriber Identity Module Base station controller PSTN Mobile switching center Data communication network BTS = Base Transceiver Station

AuC = Authentication Center

OMC = Operation and Maintenance Center PSTN = Public Switched Telephone Network

MS = Mobile Equipment Visitor Location

Register

GSM Architecture

GSM Architecture

Gambar 2.1. Arsitektur Sistem GSM

II.3 Teknologi General Packet Radio Service (GPRS)

Untuk sampai pada teknologi UMTS ada teknologi transisi yaitu GPRS dimana pada GPRS, data ditransmisikan dalam bentuk paket. GPRS tidak membuat banyak perubahan pada base station karena GPRS menggunakan pita frekuensi, teknik multiple akses, frame TDMA, radio modulasi dan struktur burst yang sama dengan GSM. Sehingga pada GPRS dapat digunakan kembali peralatan yang lama tana modifikasi yang banyak.

Jaringan GPRS menggunakan jaringan GSM tetapi terdapat dua buah node tambahan yaitu SGSN dan GGSN.

Dua buah Node tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:

1). SGSN : sepandan dengan MSC pada sistem GSM yaitu memantau lokasi MS/mobility management, mendeteksi dan meregister setiap MS dan bertanggung

(22)

jawab terhadap proses lalu lintas paket data menuju MS yang berada dalam area pelayanannya. SGSN akan memancarkan /menerima paket data dari dan menuju MS. 2). GGSN adalah antarmuka dari jaringan GPRS ke jaringan paket data eksternal (PDN).

Arsitektur sistem GPRS terlihat pada gambar dibawah ini:

OMC Home Location Register

AuC Equipment ID Network Management Center B T S B T S B T S MS MS MS Subscriber Identity Module Subscriber Identity Module Subscriber Identity Module Base station controller PCU PDN SGSN BTS = Base Transceiver Station

AuC = Authentication Center SGSN = Serving GPRS Support Node GGSN = Gateway GPRS Support Node PDN = Packet Data Network

MS = Mobile Equipment

Home Location Register

GGSN

GPRS Architecture

GPRS Architecture

Gambar 2.2. Arsitektur sistem GPRS

Layanan yang dapat dilakukan pada sistem GPRS:

- Layanan dengan kecepatan data sebesar 115 Kbps - Teknologi MMS

- WAP

II.4 Evolusi GSM ke UMTS

Seperti diketahui bahwa sistem seluler yang perkembangannya paling pesat adalah GSM. Sejak perkembangan awalnya, GSM telah didesain untuk dapat berevolusi menuju sistem seluler generasi ke-3 dengan menggunakan standartisasi ETSI. Elemen kunci dalam mendefinisian sistem generasi ketiga ini adalah sistem

(23)

akses dan penyediaan teknologi transmisi yang tepat. Pada sistem ini mampu mengintegrasikan berbagai sistem mobile yang ada.

UMTS (Universal Mobile Telecommunication System) adalah sistem yang sedang dikembangkan oleh ETSI ( European Telecommunication Standard Institute) dalam rangka IMT 2000 untuk layanan komunikasi bergerak generasi ketiga.

Dimana tujuan dari pengembangan UMTS adalah untuk mengatasi keterbatasan dari sistem seluler generasi-generasi sebelumnya dan untuk meningkatkan performasi dari layanan sistem seluler yaitu transmisi data kecepatan tinggi dan multimedia serta untuk menciptakan suatu standard seluler global yang mampu melakukan akses tanpa batas (kapan saja, dimana saja, dan layanan apa saja).

Salah satu perwujudan dari sistem seluler generasi ketiga ini yaitu dengan menerapkan prinsip dual mode GSM dan UMTS. Dengan dual mode ini, operator seluler tidak akan kehilangan pelanggan GSM tetapi dapat menambah jumlah pelanggan yang menggunakan layanan UMTS.

II.4.1 Konsep Sistem UMTS

sistem UMTS akan menyediakan layanan dengan kecepatan transmisi yang bervariasi mulai layanan dengan bit rate rendah sampai dengan bit rate maksimum 2 Mbps. Layanan-layanan tersebut terdiri dari packet switched dan circuit switched. Tabel 2.1 memperlihatkan perbandingan antara GSM fasa 2, GSM fasa 2+ (GPRS/EDGE) dan UMTS. Dari tabel tersebut dapat dilihat adanya peningkatan performasi secara bertahap pada setiap fasanya. UMTS menggunakan teknik multiple akses yang berbeda dengan GSM yaitu menggunakan TDMA dan CDMA, sedangkan pada GSM digunakan FDMA dan TDMA. Selain itu, dapat dilihat perbedaan kecepatan transmisi data (bit rate), kualitas suara, frekuensi, roaming, bearer dan layanan pada masing-masing fasa. Standartisasi UMTS dibuat fleksibel baik pembagian layanan, jaringan dan manajemen spectrum agar mampu dikembangkan berdasarkan evolusi jaringan yang lama seperti GSM.

Tabel 2.1 Perbandingan teknologi pada GSM dan UMTS

(24)

Teknik Multiple Akses

FDMA/ TDMA FDMA/ TDMA TDMA/CDMA

Bitrate Maksimum 9,6 Kbps 64Kbps, 115 Kbps 348Kbps, 2Mbps

Roaming International Roaming

Global roaming Global roaming di seluruh lingkungan radio

Bearers Circuit Switched

bearers

Packet bearers, 64 Kbps circuit bearers

Circuits dan packet switched bearers.

Service Speech dan low

speed data short message service GPRS, Service portability, WAP internet Full internet capability, speech, data, multimedia, virtual home enviropment(VHE)

Kualitas suara Full rate Enchanced Full

Rate(EFR)

Advanced Multi Rate (AMR)

Berbagai macam layanan terbaru akan dapat diaplikasikan pada jaringan seluler dengan menggunakan teknologi UMTS. Aplikasi multimedia dengan menggunakan layanan-layanan seperti voice, audio/video, grafik, data, akses internet dan e-mail akan dapat dilakukan. Layanan internet berkecepatan tinggi (high speed internet) seperti on-line browsing, download file berukuran besar dan lain-lain dapat dilakukan dengan mudah menggunakan teknologi UMTS. Layanan multimedia real time seperti video telephony, video conferencing, video on demand, audio on demand dan lain-lainnya yang membutuhkan kecepatan dan kapasitas yang tinggi dapat dilakukan pelanggan UMTS, begitu juga dengan layanan multimedia non-real seperti SMS masih dapat diakses dengan baik oleh pelanggan UMTS.

(25)

Arsitektur umum UMTS teresterial terdiri dari Core Network (CN), UMTS Terrestrial Radio Access Network (UTRAN) dan User Equipment (UE). Core network atau jaringan inti adalah jaringan yang sudah terbangun sebelum adanya UMTS, seperti GSM, GPRS dan Edge, UTRAN adalah jaringan akses radio terrestrial pada UMTS dan User Equipment (EU) adalah perangkat dari sisi pelanggan berupa handset yang terdiri dari pengirim dan penerima. Pada sistem GSM, UE lebih dikenal dengan istilah mobile station (MS). Arsitektur umum UMTS terrestrial dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini. UTRAN akan berhubungan dengan core network melalui suatu titik interkoneksi yang disebut dengan Iu (Interface Unit). UTRAN terdiri dari beberapa radio network subsystem (RNS), yang merupakan kumpulan dari radio network controller (RNC) dan beberapa buah Node B yang ditanganinya. RNS ialah bagian atau sub-sistem dari UTRAN yang bertugas menangani manajemen radio resource untuk membangun hubungan antara UE dan UTRAN. Sebuah RNS terdiri dari sebuah RNC dan beberapa Node B yang ditanganinya.

Beberapa elemen dasar jaringan seluler sebelumnya dapat diadopsi pada UMTS seperti MSC, SGSN dan HLR tetapi RNC, Node B dan Handset harus menggunakan desain baru. RNC mengganti fungsi BSC pada GSM dan Node B menggantikan fungsi BTS pada GSM.

Jaringan UMTS standard dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini:

Node B UE UE UE RNC PSTN 3G MSC/VLR Node B Node B UTRAN 3G SGSN PDN GSM GPRS Iub Iub Iub Iu Iu Uu Uu Uu Iur Internet Internet

UMTS Architecture

UMTS Architecture

PSTN/ISDN PSTN/ISDN G-MSC GGSN

(26)

UMTS menggunakan empat buah interface baru:

- Uu : UE to Node B (UTRA, Interface UMTS di WCDMA) - Iu : Interface RNC ke GSM fasa 2+ (MSC, VLR atau SGSN) - Iub : Interface RNC ke Node B

- Iur : Interface antara RNC tetapi tidak untuk ke jaringan GSM

Iu, Iub dan Iur bekerja berdasarkan prinsip transmisi ATM. RNC memiliki level sama dengan BSC yaitu berfungsi untuk mengontrol sejumlah node B pada UMTS dan sebagai interface ke arah MSC dan OMC yang terdapat di jaringan inti. RNC menangani protocol untuk pertukaran antara Iu, Iur dan Iub interfaces dan bertanggungjawab sebagai pusat operasi dan pemeliharaan dari keseluruhan RNS serta bertanggung jawab terhadap proses handover.

Node B ini seperti halnya BTS pada GSM, bertanggung jawab dalam transmisi radio, mengubah dara yang berasal dan menuju interfaces udara Uu, termasuk Forward Error Correction, spreading.despreading dan modulasi QPSK pada interfaces udara. Disamping itu Node B juga berfungsi untuk mengukur kualitas dan kekuatan hubungan dan menentukan Frame Error Rate, mentransmisikan data ini ke RNC sebagai hasil pengukuran untuk handover. Node B dihubungkan ke RNC oleh antarmuka Iub. Satu Node B dapat menangani satu atau beberapa sel.

II.5 Teknik Multiple Akses UMTS

UMTS berbeda dengan GPRS terutama pada multiple akses dimana UMTS menggunakan teknik multiple akses W-CDMA. Untuk itu digunakan RAN yang berbeda yakni UTRAN. Pada dasarnya ide sistem ini adalah meletakkan CDMA dan TDMA. Spektrum frekuensi untuk UMTS dialokasikan pada pita frekuensi 1900 MHz sampai 2200 MHz. Spectrum frekuensi ini dibagi dua menjadi spectrum terrestrial dan spectrum satelit. Spectrum frekuensi UMTS terrestrial terdiri dari dua band frekuensi yaitu TDD band dan FDD band. TDD band akan mendapatkan alokasi sebesar 35 MHz yang terbagi dua menjadi 20MHz (main) dan 15 MHz (guard), yaitu pada frekuensi 1900-1920 MHz dan 2015-2025 MHz, sedangkan FDD band akan mendapatkan alokasi sebesar 2x60 MHz, yaitu pada 1920-1980 MHz dan 2110-2170 MHz dan 2170-2200 MHz. Sedangkan spectrum frekuensi UMTS Satelit di bagi menjadi dua band yaitu, 1980-2015 MHz dan 2170-2200 MHz.

(27)

1900 1980 2015 2025 2110 2170 2200

Terrestrial UMTS MSS Terrestrial UMTS MSS

80MHz(20+60) 15 MHz 60 MHz

Unpaired spectrum

Paired Spectrum

Gambar 2.4 Alokasi Spectrum UMTS

FDD (W-CDMA) in paired band TDD (TDD/CDMA) in unpaired band MSS: Mobile Satellite System

II.5.1 Pengertian Sistem Spread Spectrum

Dasar dari spread spectrum adalah teori Shannon yang dapat dituliskan dalam

persamaan sebagi berikut: C = W log2 (1 + S/N)

Dimana : C = Kapasitas kanal transmisi (bit/s) W = Lebar pita transmisi (Hz) S/N = Signal to noise ratio

Berdasarkan teori diatas, maka untuk meningkatkan kapasitas kanal ataupun kualitas sinyal dapat dilakukan dengan memperbesar lebar pita transmisi yaitu dengan cara memperlebar spektrum.

Dalam teori inilah kemudian muncul system spread spectrum, dimana sinyal yang dikirim menempati bandwidth yang jauh lebih besar dari bandwidth sinyal informasi.

Dalam spread spectrum dikenal istilah processing gain (PG) yaitu perbandingan antara lebar pita yang dikirimkan dengan lebar pita sinyal informasinya. PG digunakan untuk menunjukkan penyebaran daya sinyal.

Rdata

Rss

Bs

Bss

PG

=

=

(28)

Dimana: PG = Processing gain (dB) Bss = Bandwidth SS (Hz)

Bs = Bandwitdh Sinyal Informasi (Hz) Rdata = Laju bit informasi (bps) Rss = Laju bit SS (bps)

II.6 Sistem Wideband CDMA (W-CDMA)

Sistem W-CDMA adalah teknologi multiple akses dengan menggunakan modulasi Direct Sequence Spectrum (DS-SS) yang dapat menyediakan fasilitas pengaksesan user ke jaringan PTSN dan dapat mengirimkan layanan-layanan voice, data dan multimedia. Teknologi W-CDMA dalam mengakses data dilakukan secara terus menerus selebar bandwidth tertentu (5-15) MHz.

Kelebihan daru sistem UMTS dengan metode akses W-CDMA adalah: 1). Efesiensi spectrum

Penggunaan spectrum yang efisien merupakan hal yang penting dalam perencanaan UMTS, semakin baik efesiensi spectrum maka semakin besar trafik yang dapat dilayani. Evaluasi dari kapasitas trafik fan kapasitas informasi melibatkan perhitungan frequency reuse.

2). Kompleksitas Teknologi

Dilihat dari segi kompleksitas, teknologi yang digunakan harus dapat diaplikasikan secara tepat dalam hal ini UMTS dapat digunakan untuk melayani berbagai jenis operator dan pada UMTS digunakan teknik dual mode dengan GSM.

3). Kualitas

Hasil perencanaan harus memenuhi criteria minimum dari kualitas transmisi adanya processing gain yang tinggi akan menunjukkan kualitas sistem yang semakin baik.

4). Fleksibilitas dari teknologi transmisi radio

Kriteria ini sepenuhnya penting untuk operator. Sistem UMTS harus fleksibel dilihat dari aspek penyebaran, ketersediaan perlengkapan dan pengalokasian spectrum.

(29)

5). Kemampuan Performasi dari Handportable

Handportable UMTS akan digunakan secara luas untuk itu kemampuannya mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap teknologi ini.

II.7 Metode Duplex Dualmode pada UMTS

Istilah duplex dapat didefinisikan sebagai cara berkomunikasi antara pengirim dan penerima. Penggunaan lebar pita frequency kedua mode duplexing (TDD dan FDD) mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, dengan prinsip sebagai berikut :

Perbedaan Prinsip Operasi FDD dan TDD

Perbedaan Prinsip Operasi FDD dan TDD

Down-Links

Down Link/Up Link Down Links Guard Time BS MS BS MS Up Links Up-Links f f ∆f 2∆f ∆f ∆f

Mode Transmisi FDD Mode Transmisi TDD 2∆f

Gambar 2.5 Perbedaan Prinsip Operasi FDD dan TDD

FDD ( Frequency Division Duplex) merupakan sistem komunikasi sua arah dimana pada sistem ini station akan membagi-bagi sejumlah kode spreading yang berbeda kepada sejumlah user (mobile) terminal dalam waktu yang sama dengan bandwidth yang sama pula, tetapi frekuensi uplink dan downlink berbeda. Saat transmisi uplink dan downlink terjadi, koneksi mobile dan base station menggunakan dua pita frekuensi yang terpisah secara berpasangan (paired) untuk metode duplexing-nya.

(30)

TDD (Time Division Duplex) merupakan sistem komunikasi dua arah dimana pengirim dan penerima dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan pita frekuensi yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Transmisi uplink dan downlink dalam pita frekuensi yang sama (unpaired) dengan menggunakan sinkronisasi interval waktu.

II.8 Adaptive Multi Rate

Pengkodean untuk suara pada UMTS menggunakan teknik Adaptive Multi Rate. Pengkodean multi rate adalah satu pengkodean suar terintegrasi dengn delapan jenis rate: 12,2 (GSM-EFR); 10,2; 7,95; 7,40(IS-641); 6,70 (PDC-EFR), 5,90; 5,15 dan 4,75 kbps.

Berdasarkan percakapan normal, waktu aktif pembicaraan adalah 50 % dari keseluruhan waktu pembicaraan dari setiap arah. AMR memiliki fungsi untuk memanfaatkan kekosongan waktu pembicaraan:

- Voice Activity Detector (VAD) pada sisi transmit. - Evaluasi noise dari suara background pada sisi transmit.

Hal ini akan berakibat penghematan daya transmit yang berarti ukuran baterei dapat lebih kecil. Dilihat dari sudut networking rata-rata kebutuhan bit rate dapat dikurangi, mengurangi level interferensi dan menaikkan kapasitas pelanggan.

Besarnya bit rate pada AMR dapat dikontrol oleh radio access network berdasarkan kepada besarnya pembebanan seperti pada jam sibuk, bias digunakan AMR dengan bit rate rendah untuk menaikkan kapasitas tetapi akan menurunkan kualitas sinyal. Hal ini juga berlaku jika user berada diluar batas area maka akan digunakan AMR dengan bit rate rendah sehingga luas cakupan layanan dapat diperluas. Dengan AMR dapat diperoleh keseimbangan antara jaringan, cakupan dan kualitas suara berdasarkan kebutuhan operator.

II.9 Kelas Layanan UMTS

Sesuai standard 3GPP TS 123.107 ada 4 kelas layanan berdasarkan QoS-nya. Factor utama yang membedakan adalah sensitivitasnya terhadap delay, yang mana kelas conversational menempati prioritas paling tinggi, disusul dengan kelas streaming, interaktif dan yang terendah adalah kelas background. Jika dalam jaringan

(31)

resource yang ada mendekati kondisi overload, maka trafik dengan prioritas paling tinggi akan diutamakan, sedangkan yang terendah akan ditunda (buffering).

Tabel 2.2 Kelas QoS pada layanan UMTS

Traffic Class Conversational class onversational RT Streaming class Streaming RT Interactive class Interactive best effort Background class Background best effort Fundamental characteristic • Preserve time relation (variation) between information entities of the stream • Conversational pattern (stringent and low delay) • Preserve time relation (variation) between information entities of the stream • Request response pattern • Preserve payload content • Destination is not expecting the data withn a certain time • Preserve payload content Example of the application Voice Streaming video

Web browsing Background download of email

II.9.1 Layanan-layanan UMTS

Berbagai layanan yang selama ini diimpikan pelanggan seluler akan terwujud dengan teknologi UMTS. Layanan hiburan berkualitas tinggi, download file berukuran besar ataupun menjelajah Internet secara on-line dapat diwujudkan dengan menggunakan teknologi tersebut. Sebagai pelengkap kebutuhan pelanggan untuk layanan telekomunikasi voice dan simple data seperti yang terdapat saat ini juga tetap tersedia di UMTS, disamping layanan multimedia yang merupakan layanan

(32)

utamanya. Berikut ini merupakan beberapa contoh dari layanan baru dan aplikasinya yang akan didukung oleh jaringan UMTS.

a). Informasi

- Browsing ke WWW. - Interactive shopping b). Pendidikan

- Virtual school

- Laboratorium pengetahuan on-line - Perpustakaan on-line

c). Hiburan

- Audio on demand (as an alternative to CD, tape or radio) - Games on demand

d). Layanan Umum

- Gawat Darurat

- Government Procedure e). Informasi Bisnis

- Mobile office

- Narrowcast business TV - Virtual work groups f). Layanan Komunikasi

- Video telephoning - Video conferencing g). Layanan bisnis dan keuangan

- Virtual banking - Online biling h). layanan khusus transportasi

- Security monitoring service - Personal administration

Beberapa layanan yang disebutkan diatas secara umum telah tersedia pada jaringan fixed atau jaringan seluler existing yaitu GSM yang sedang dikembangkan menjadi GSM fasa 2,5 dengan menggunakan sistem General

(33)

Packet Radio Service (GPRS) dan High Speed Circuit Switched Data (HSCSD).

(34)

BAB III

METODE DAN ASPEK PERENCANAAN JARINGAN UMTS

Pada bab 3 ini akan diuraikan tentang metode dan model yang digunakan dalam perencanaan, factor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung perencanaan dan tahapan perencanaan yang terdiri dari perencanaan Node B, Radio Network Controller (RNC) dan beberapa interface pada UMTS dengan bantuan software sebagai perhitungan dari perencanaan dan visualisasi perbedaan letak serta jumlah Node B pada UMTS dan base station pada GSM.

III.1 Desain Sistem Jaringan UMTS

Perencanaan jaringan adalah proses medesain suatu struktur jaringan dan menentukan jumlah perangkat yang dibutuhkan pada masing-masing bagian jaringan sesuai dengan batasan, kebutuhan dan kualitas layanan yang sudah ditetapkan. Tujuan dari perencanaan jaringan ini adalah untuk memberikan kepastian bahwa perangkat, kapasitas kanal dan sistem penyambungan yang tersedia dapat melayani beban yang ditawarkan ke jaringan dengan kualitas dan tingkat layanan (GOS) yang diharapkan.

Dalam perencanaan jaringan UMTS ini metode yang digunakan bersifat explorative dan aplikatif serta analisa yang dilakukan tidak hanya berdasarkan pada perkembangan teknologi, namun juga berdasarkan pada sisi marketing dan sisi teknik. Pada sisi marketing bertugas memperkirakan pangsa pasar (market forecast), pembagian pangsa pasar (market share) dan segmentasi pasar (Market segmentation) yang menghasilkan keluaran berupa intensitas trafik. Sedangkan pada sisi teknis bertugas memperkirakan dan menentukan aplikasi technology, perangkat trafik berdasarkan asumsi tertentu untuk menghasilkan perencanaan jaringan yang optimal.

Jaringan UMTS dirancang sebagai pengembangan infastruktur dari jaringan GSM yang mampu menyediakan layanan tambahan dari sistem yang telah ada sebelumnya dalam bentuk transmisi data kecepatan tinggi (2Mbps) dan multimedia.

(35)

III.2 Karakteristik Layanan UMTS

Jenis-jenis layanan UMTS mempunyai aplikasi yang luas seperti yang telah dijelaskan pada Bab II. Untuk mempermudah dalam menganalisa, layanan-layanan tersebut dibagi menjadi 6 jenis layanan utama sebagai berikut:

1) Speech (S), (simetrik)

- Layanan simple seorang pelanggan ke pelanggan lain atau ke banyak pelanggan (teleconferencing)

- Kotak suara (voice mail)

2) Simple Messaging (SM) (Asimetrik) - SMS dan paging

- Pengiriman/penerimaan email

- Broadcast dan pesan informasi umum

- Pemesanan /pembayaran (untuk simple e-commerce) 3) Switched Data (SD) (simetrik)

- Akses dial up LAN kecepatan rendah - Akses internet/intranet

- Fax

4) Medium Multimedia (MMM) (asimetrik) - LAN dan akses internet/intranet - Interactive games

- Simple online shopping dan banking (layanan e-commerce) 5) High Multimedia (HMM) (asimetrik)

- Fast LAN dan akses internet /intranet - Video clips on demand

- Audio clips on demand - Online shopping

6) High interactive Multimedia (HIMM) (simetrik)

Merupakan layanan simetrik yang memerlukan hubungan terus menerus dan data kecepatan tinggi dengan delay minimum. Aplikasi ini termasuk: - Video telephony dan video conference

(36)

Ketiga jenis layanan pertama diatas terlihat sebagai layanan yang terdapat pada generasai kedua pada telekomunikasi mobile dan tiga jenis layanan terakhir digunakan untuk layanan baru mobile multimedia. Bit rate, factor

asimetrik dan mode switching (circuit/packet switching) dari keenam pengelompokan layanan tersebut diperoleh dari market forecast yang dilakukan oleh UMTS Forum yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Karakteristik layanan

III.3 Tahapan Perencanaan

Perencanaan ini beralokasi di wilayah Bandung dengan mengoptimalkan jaringan GSM yang telah ada. Untuk memperoleh hasil perencanaan yang optimal ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan.

III.4 Pengumpulan Data Jaringan GSM

Agar perencanaan jaringan UMTS ini efisien, harus terlebih dahulu diketahui infrastruktur dan karakteristik jaringan GSM yang telah ada yang meliputi:

Jenis Layanan Jenis Trafik Max. Bit rate (kbps) Bandwidth layanan UL/DL Mode Mwitc

HIMM High Interactive

Multimedia

Simetrik 128 256/256 Circuit

HMM High Multimedia Asimetrik 2000 20/40 Packet

MMM Medium Multimedia Asimetrik 384 20/768 Packet

SD Switched data Simetrik 14,4 43,2/43,2 Circuit

SM Simple Messaging Simetrik 14,4 28,8/28,8 Packet

S Speech simetrik 16 28,8/28,8 Circuit

1) Mengetahui lokasi dan potensi wilayah Bandung sebagai daerah perencanaan. 2) Mencari data infrastruktur jaringan GSM telkomsel yang terdiri dari:

a. Data lokasi, jenis, jumlah dan spesifikasi perangkat jaringan GSM - Lokasi dan jumlah sel/BTS per BSC

(37)

- Jumlah maksimal BSCs/MSC

b. Konfigurasi jaringan GSM dan interkoneksi dengan jaringan eksternal (PSTN dan PLMN lain).

3) Data pelanggan jaringan GSM telkomsel yang terdiri dari :

a. User potensial wilayah Bandung sebagai daerah perencanaan

b. Jumlah pelanggan telkomsel GSM wilayah Bandung pada tahun 2004 c. Penetrasi dan segmentasi pelanggan telkomsel

d. Peramalan peningkatan pelanggan s/d 2009

III.5 Aspek-aspek Pendukung Perencanaan Jaringan UMTS

Proses pendimensian bertujuan untuk menetapkan jumlah dan konfigurasi komponen-komponen jaringan yang dibutuhkan untuk mendukung proses tafsiran kebutuhan pelanggan. Tafsiran kebutuhan mencakup proyeksi jumlah pelanggan selama periode perencanaan dan besarnya troughput rata-rata pelanggan selama jam sibuk. Berikut ini tahapan yang harus dilakukan dalam pendimensian jaringan UMTS.

1) Mengetahui lokasi dan potensi wilayah serta demand pelanggan yang akan dicakup oleh layanan UMTS.

2) Menentukan jumlah pengguna layanan UMTS

3) Menentukan perkiraan kapasitas trafik total layanan UMTS berdasarkan Offered Bit Quantity (OBQ).

4) Menentukan perkiraan kapasitas informasi (information capacity) per sel 5) Menentukan jumlah perangkat Node B yang dibutuhkan untuk melayani

trafik berdasarkan jenis layanan di wilayah Bandung per km² 6) Menentukan power link budget

7) Menentukan perkiraan lokasi Node B berdasarkan data-data lokasi yang padat trafiknya pada GSM.

III.6 Metode Perhitungan Trafik

Salah satu hal yang paling penting dalam pendimensian jaringan adalah memprediksikan berapa besar kebutuhan trafik yang diperlukan. Dengan diketahui besarnya kebutuhan trafik, maka dapat direncanakan pula berapa kapasitas

(38)

maksimum jaringan yang akan digelar dan selanjutnya dapat menentukan berapa banyak perangkat yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kapasitas tersebut.

Pada skripsi ini, perhitungan yang akan digunakan untuk estimasi kebutuhan trafik total layanan UMTS menggunakan Offered Bit Quantity (OBQ).

III.6.1 Kapasitas Trafik UMTS

Pengguna potensial merupakan pengguna layanan UMTS di wilayah Bandung. Pengguna layanan UMTS di hitung berdasarkan dari estimasi pelanggan GSM 5 tahun ke depan dengan asumsi awal bahwa pelanggan UMTS adalah pelanggan GSM Telkomsel Bandung yang menginginkan adanya perbaikan layanan berupa layanan data dengan kecepatan tinggi dan layanan multimedia dan fasilitas lain yang tidak dimiliki pada GSM.

Pengguna potensial per km² diperkirakan untuk setiap daerah. Selanjutnya penetrasi user tiap layanan dikalikan jumlah pengguna potensial per km² didapat jumlah pengguna actual per layanan per km².

User tidak akan menggunakan layanan terus menerus, oleh sebab itu pada skripsi ini dibatasi waktunya dengan menggunakan banyak panggilan selama jam sibuk (busy hours Call Attempt).

Dengan demikian perkalian antara jumlah panggilan pada jam sibuk dan jumlah pengguna actual per layanan per km² akan menghasilkan nilai yang sebanding dengan jumlah user aktif selama jam busy untuk 1 km².

Bandwidth dibedakan tergantung jenis layanan yang digunakan. Untuk layanan High Multimedia dan Medium Multimedia factor asimetrik yang digunakan tidak sama, dikarenakan untuk jenis layanan tersebut lebih banyak menggunakan downlink daripada uplink. Oleh sebab itu bandwith yang digunakan pun berbeda. Pada perhitungan digunakan bandwith downlink dengan tujuan dapat diketahui trafik maksimum pada tiap layanan UMTS.

OBQ adalah total bit throughput per km² pada jam sibuk. Untuk mendapatkan OBQ tiap layanan selama jam sibuk dirumuskan dengan:

OBQ = α x p x d xBHCA x BW {kbps/ km²} (3.1)

(39)

α : Kepadatan pelanggan potensial dalam suatu daerah {user/km²} p : Penetrasi penggunaan tiap layanan

d : durasi/lama panggilan efektif (s) BW : bandwidth tiap layanan. (Kbps) BHCA: busy hour call attempt

Adapun alur perhitungan Offer Bit Quantity (OBQ) sebagai berikut:

Diagram Perhitungan

Diagram Perhitungan

Offered Bit Quantity (OBQ)

Offered Bit Quantity (OBQ)

User Potensial Per Km2 per daerah Jumlah Pelanggan Potensial

Suburban Urban

Penetrasi user per layananan

Panggilan selama jam sibuk per layanan UMTS

Bandwith layanan dan durasi panggilan

Offered Bit Quantity

Satuan Satuan saat perhitungan User User potensial/km2 Call/hour Kbit/Call User potensial/km2 User/km2 Call/hour/km Kbit/hour/km2

Gambar 3.1 Diagram Perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ)

III.6.2 Kapasitas Informasi tiap sel

Kapasitas informasi tiap sel digunakan untuk menghitung berapa besarnya kapasitas informasi yang terdapat dalam sel yang nantinya akan digunakan untuk menentukan berapa banyak Node B yang diperlukan untuk memberikan layanan

(40)

UMTS pada suatu daerah tertentu. Adapun besarnya kapasitas tiap sel ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain :

Jumlah carrier RF per sel secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut:

C G TOT W W W Ncarr= − (carrier) (3.2) Dimana :

Ncarr : jumlah carrier pada tiap sel Wтот : total bandwidth yang tersedia

WG : bagian spectrum yang tidak dapat digunakan dan digunakan untuk kebutuhan guard band

WC : jarak antara frekuensi carrier (carrier spacing)

Jumlah kanal trafik pelanggan per sel didefinisikan sebagai berikut:

F

N

N

N

UTS

=

CARR

×

TS (3.3)

Dimana:

Nuтs : jumlah kanal trafik (TCH) pelanggann tiap sel Nтs : jumlah total kanal trafik (TCH) per carrier F : ukuran cluster atau reuse factor.

Parameter Nтs dapat digunakan untuk berbagai perhitungan kapasitas. Kapasitas informasi didefinisikan sebagai berikut:

IC = Nuтs x Rь (kbps/sel) (3.4)

Dimana IC merupakan kapasitas informasi (information capacity) per sel dan Rь adalah bit rate informasi per kanal.

III.7 Pendimensian Node B

Proses pendimensian jaringan UMTS meliputi pendimensian beberapa perangkat atau interface antara lain adalah berapa besar jumlah Node B yang diperlukan. Adapun proses perencanaan Node B adalah sebagai berikut:

(41)

Diagram Alur Proses Pendimensian

Diagram Alur Proses Pendimensian

Offered Bit Quantity

OBQ Total

Luas Daerah Sel/Km2

Kapasitas Sistem

Jumlah Sel yang di butuhkan Kbits/s

Kbits/s/sel

Kbit/hour/Km2

Gambar 3.2 Diagram Alur Proses Pendimensian

Berdasarkan perhitungan offered bit quantity (OBQ) total dan kapasitas informasi per sel, banyaknya perangkat Node B yang dibutuhkan dapat ditentukan sebagai berikut:

- OBQ total daerah (urban, suburnban, rural) - Kapasitas bit informasi maksimal

- Luas area layanan Bandung Hasil pendimensian adalah:

- Luas cakupan sel

(3.5)

Dimana L adalah luas cakupan sel. Dengan demikian jumlah sel dapat diperikirakan sebagai berikut: - Jumlah Node

[

² ²/Sel ² Km Km Km nUMTS LuasCakupa layanan LuasAreaPe NodeB= ⎢⎣⎥⎦

]

(3.6) Luas cakupan sel yang berbentuk heksagonal dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

(

²/Sel

)

² / / ) ( Kbps Km Km Sel Kbps OBQ Quantity OfferedBit apSel nformasiTi KapasitasI L ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

(42)

Luas heksagonal = 2,6 x r² (3.7) Dimana r adalah radius sel. Jika luas cakupan sel diketahui maka dapat pula ditentukan radius sel yang digunakan.

III.8 Perhitungan Link Budget

Perhitungan link budget digunakan untuk mengetahui berapa besar loss maksimum yang masih diperbolehkan. Adapun perhitungan link budget membutuhkan beberapa data teknis perangkat. Untuk menentukan link budget tersebut dibutuhkan beberapa parameter antara lain:

Tabel 3.2 Parameter link budget

Transmitter (mobile)

Daya transmisi max. di mobile station

Sama seperti diatas dalam dBm a

Mobile antenna gain b

Body loss c

EIRP (dBm) d = a + b – c

Receiver (base station)

Thermal noise density (dBm/Hz) e

Base station noise figure (dB) f

Receiver noise density (dBm/Hz) Receiver noise power (dBm)

g = e + f

h = g +10* log (3840000)

Interferensi margin i

Receiver interferensi power (dBm) j=10*log(10^((h+i)/10-10^(h/10)) Total efektif noise+ interferensi (dBm) k=10*log(10^(h/10)+10^(j/10))

Processing Gain (dB) l =10*log (3840/12.2)

Rquired Eb/No (dB) m

Receiver sensitivity (dBm) n = m – l + k

Base station antenna gain (dBi) o

Kabel loss pada base station p

(43)

Path loss maksimum (dB) r = d – n + o – p – q

Log normal fading (dB) s

Soft hand over gain (dB), multi cell t

In-car loss (dB) u

Allowed propagation loss for cell range(dB) v = r – s + t – u

III.9 Perencanaan Kapasitas Layanan

Pada tahap perencanaan data propagansi dari area yang direncanakan dibutuhkan data kepadatan user dan trafik. Informasi tentang BTS yang telah digunakan juga diperlukan untuk kemungkinan pemanfaatan ulang. Output dari perencanaan kapasitas dan luas wilayah cakupan adalah lokasi Node B, konfigurasi Node B serta letak Node B pada UMTS.

Karena semua user pada WCDMA menggunakan pita frekuensi yang sama maka untuk menganalisanya tidak bias digunakan sendiri-sendiri. Tiap user mempengaruhi yang lainnya dan menyebabkan daya pancar berubah. Perubahan ini mengakibatkan perubahan yang lain dan begitu seterusnya. Pada sistem generasi ke-2 kecepatan user, profile kanal multipath, bit rate dan jenis layanan memegang peranan yang sangat penting dalam perencanaan. Perbedaan utama antara WCDMA dengan TDMA/FDMA factor interferensi akan berpengaruh pada prediksi cakupan wilayah.

Untuk GSM proses perencanaan wilayah cakupan menggunakan asumsi sensitivity yang konstan sehingga threshold pada setiap base station sama, sedangkan pada WCDMA sensitivitas base station tergantung pada jumlah user dan bit rate yang digunakan pada tiap sel. Hal yang perlu juga diperhatikan pada jaringan generasi ketiga adalah adanya factor pembebanan pada arah up link dan down link dimana pembebanan arah doen link dapat lebih besar dibandingkan dari arah uplink dan begitu juga sebaliknya.

III.9.1 Faktor Pembebanan arah Uplink dan Downlink

Target pembebanan pada arah uplink adalah untuk menghitung daya pancar mobile station sehingga terjadi keseimbangan antara level interferensi dan nilai sensitivitas base station. Harga sensitivitas base station terkoreksi oleh perhitungan

(44)

interferensi arah uplink. Akibat dari pembebanan arah uplink perhitungan sensitivitas menjadi -10 log (1-ηuL). (3.8)

1) Uplink Load Factor

Spektral efficiency pada WCDMA dapat diturunkan dari persamaan dibawah ini pertama sekali ditentukan Eb/No:

a angDiterim TotalDayay Userj Sinyaldari No Eb j User dari Gain Processing ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ (3.9)

Selanjutnya dapat ditulis: Pj Itotal Pj VjRj W No Eb − × = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ (3.10) Dimana: W = chip rate

Pј = daya yang diterima dari user j Vј = factor akvitas dari user j Rj = bit rate dari user j

Itotal = total lebar pita termasuk thermal noise di base station Rumusan untuk Pј adalah sebagai berikut:

(

Itotal Vj Rj j No Eb W Pj . . 1 1 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + =

)

(3.11)

Dimana: Pj = Lj x Itotal dan hasil dari Lj adalah satu hubungan.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + = Vj Rj j No Eb W Lj . . 1 1 (3.12)

Total interferensi yang diterima termasuk thermal noise PN dapat dituliskan sebagai penjumlahan dari daya dari N user yang berada di sel yang sama.

(45)

(3.13) = =

=

=

N N N j j

Itotal

Lj

Pj

P

Itotal

1 1

.

Noise raise didefinisikan sebagai rasio dari -CDMA total daya W dibandingkan dengan daya noise.

UL N N j Lj P Itotal NoiseRaise η − = − =

= 1 1 1 1 1 (3.14)

Dimana di definisikan factor pembebanan dari η adalah: UL

(3.15) = = N UL j Lj 1 η Dimana Lj mendekati 1

Sebagai tambahan factor interferensi pembebanan dari sel lain perlu dihitung : angSama siDariSelY Interferen ain siDariSelL Interferen i= (3.16)

Faktor pembebanan arah uplink dapat dituliskan sebagai berikut:

( )

( )

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + + = + = = Vj Rj j No Eb W i Lj i N UL j . . 1 1 1 . 1 1 η (3.17) Dengan asumsi: 1 . 〉〉 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ v R No Eb W (3.18) Maka .N.vj.(1 i) R W No Eb UL + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = η (3.19)

(46)

Pada pembebanan arah uplink daya pancar dihitung berdasarkan level sensitivitas dari server yang terbaik, dilihat dari kecepatan, layanan dan loss yang terjadi. Daya pancar kemudian dibandingkan dengan nilai maksimum daya pancar yang diijinkan untuk mobile station jika melebihi tidak dipergunakan. Kemudian level interferensi, dihitung ulang dari harga pembebanan dan sensitivitas yang baru dapat ditentukan. Jika harga pembebanan lebih besar dari batas maka mobile station akan dipindahkan secara acak dari sel dengan pembebanan paling tinggi ke carrier yang lainnya.

Tabel 3.3 Parameter untuk perhitungan pembebanan arah uplink :

2) Down link Load Faktor

Tujuan pembebanan pada arah downlink untuk mengalokasikan daya transmisi base station ke setiap base station sampai pada sinyal diterima oleh mobile station memenuhi Eb/No yang diinginkan.

Downlink load factor ηDL dapat diturunkan dengan menggunakan prinsip yang sama dengan uplink dimana parameter sedikit berbeda:

Defenisi Nilai yang disarankan

N Jumlah user tiap sel

Vj Faktor aktivitas dari user j pada

layer fisik

O,67 untuk suara dengan asumsi 50% aktifitas suara dan DPCCH overhead selama DTX

Eb/No Energi sinyal per-bit dibagi dengan noise spectral density yang dibutuhkan untuk mencapai Q.O.S yang diinginkan

Tergantung pada layanan, bit rate, kanal multipath fading, antenna, diversity receiver, mobile speed

W WCDMA Chip rate 3,84 Mcps

Rj Bit rate yang digunakan user j Tergantung layanan

i Interferensi dari sel lain dilihat dari penerimaan di receiver

Makro sel dengan omnidirectional antenna.

(47)

j

[

(

j

)

ij

No

Eb

Vj

N DL J

+

⎥⎦

⎢⎣

=

=

α

η

.

.

1

1

]

(3.20) Dimana -10 log (1 – η ) sebanding dengan naiknya noise thermal karena multiple DL

akses interferensi. Dibandingkan dengan persamaan pembebanan arah uplink terdapat parameter baru jα yang mana menunjukkan factor otogonalis dari arah downlink. WCDMA menggunakan kode orthogonal untuk memisahkan antar user ortogonalitas bernilai 1 untuk sinyal yang ortogonalisnya sempurna. Tapi biasanya antar 0,4 – 0,9 pada kanal multipath.

Pada pemodelan interferensi arah down link efek dari soft handover transmisi dapat dimodelkan sebagi hubungan tambahan pada sel. Soft handover head didefinisikan sebagai jumlah total hubungan dibagi dengan jumlah total user dikurangi 1. Pada saat yang sama soft handover gain dihitung berdasarkan Eb/No. selanjutnya Makro diversity combining gain dapat dihitung dan diukur sebagai hasilnya digunakan sebagai pengurangan dari syarat Eb/No untuk setiap user.

Untuk pendimensian arah downlink hal ini penting untuk menghitung jumlah total daya yang dikirimkan base station. Dimana yang digunakan adalah daya rata-rata bukan maksimum. Alasan bahwa teknologi wideband memberikan trunking gain pada dimensi power amplifier. Dimana beberapa user pada ujung sel memerlukan daya yang besar sedangkan user yang dekat dengan base station memerlukan daya pancar yang lebih kecil. Perbedaan antara maksimum dan rata-rata path loss sekitara 6 dB pada makro sel. Efek ini disebut trunking gain pada teknologi wideband dimana menggunakan power amplifier base station yang lebih kecil dibandingkan teknologi narrowband.

Daya transmisi minimum untuk setiap user ditentukan oleh rata-rata pelemahan antara base station transmitter dan mobile receiver dalam hal ini dinotasikan dan sensitivitas penerimaan di mobile station. Secara matematis total transmisi daya pada base station dapat diekpresikan sebagai persamaan :

(48)

DL N j R W j No Eb Vj L W Nrf TxP Bs

η

− ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ =

= 1 . . _ 1 (3.21)

Dimana Nrf adalah noise spectral density dari mobile receiver.

Nrf = k. T + NF

= -174,0 dBm + NF (asumsi T = 310 K) (3.22)

Dimana k adalah konstanta bolztman yakni 1,381 x 10⎯²³, T adalah temperature dalam Kelvin dan NF adalah mobile station niose figure dengan harga 5-9 dB.

Tabel 3.4 Parameter untuk perhitungan pembebanan arah downlink

Defenisi Nilai yang disarankan

N Jumlah koneksi per sel = jumlah user persel *(1 + soft handover overhead) Vj Faktor aktivitas dari user j pada laer

fisik

0,67 untuk suara dengan asumsi 50% aktivitas suara dan DPCCH overhead selama DTX 1.0 untuk data

Eb/No Energi sinyal perbit dibagi dengan noise spectral density yang dibutuhkan untuk mencapai QOS yang diinginkan

Tergantung pada layanan, bitrate, kanal multipath fading, antenna diversity receiver, mobile speed.

W WCDMA chiprate 3,84 Mcps

Rj Bit rate yang digunakan user j Tergantung layanan

αj Orthogonalitas kanal dari user j Tergantung pada propagansi

multipath 1: orthogonal murni 1 saluran kanal. 0: tidak orthogonal samasekali.

(49)

Ij Perbandingan daya sel lain terhadap daya base sation sendiri yang diterima dari user j

Tiap user memiliki Ij yang berbeda-beda tergantung lokasi dari sel dan log normal shadowing

Ά Rata-rata ortogonalitas sel ITU vehicular kanal A:~60%

ITU pedestrian kanal A:~90% ī Rata-rata perbandingan daya dari sel

lain terhadap sel sendiri.

Makro sel antenna omnidirectional: 55%

Pada pendimensian dan perencanaan jaringan penting untuk menggunakan asumsi yang sederhana untuk model kanal propagansi multipath, transmitter dan receiver. Model tradisional digunakan untuk menentukan nilai Eb/NO untuk memastikan kualitas yang diinginkan dimana termasuk power delay profile. Pada sistem yang menggunakan Past power control rata-rata EB/No yang diterima tidak cukup melihat efek kanal radio pada performasi jaringan. Ditribusi daya pancar juga harus dihitung ketika pada perhitungan performasi link pada level jaringan.

Multiple link dihitung ketika menentukan soft handover gain pada penerimaan rata-rata dan daya transmisi, serta persyaratan control daya transmisi. Selama perhitungan daya transmisi terkoreksi oleh factor aktivitas suara, soft handover gain dan rata-rata daya naik untuk setiap mobile station.

(50)

BAB IV

PERENCANAAN DAN ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN UMTS DIWILAYAH BANDUNG

Pada bab ini akan dibahas bagaimana layanan pada UMTS (Universal Mobile Telecommunication System) dapat diaplikasikan ke dalam sistem seluler GSM dengan mengembangkan infastruktur jaringan Telkomsel yang telah ada. Dengan demikian sistem yang ada tidak akan dihilangkan namun dioptimalkan untuk dapat meningkatkan kualitas layanan khususnya untuk layanan komunikasi data dengan kecepatan tinggi (2 Mbps) dan layanan multimedia.

IV.1 Perencanaan Sel untuk Jaringan UMTS IV.1.1 Asumsi Parameter yang digunakan

Dalam perencanaan jaringan UMTS di wilayah Bandung ini, digunakan beberapa asumsi antara lain :

- Jumlah pelanggan UMTS untuk daerah urban merupakan 20% dari jumlah pelanggan GSM untuk 5 tahun ke depan.

- Jumlah pelanggan UMTS untuk daerah suburban merupakan 5% dari jumlah pelanggan GSM untuk 5 tahun ke depan.

IV.1.2 Daerah Perencanaan

Pada skripsi ini lokasi perencanaan jaringan UMTS diterapkan di wilayah Bandung dengan pertimbangan perkembangan pelanggan dan demand layanan seluler di Bandung sangat tinggi. Secara geografis Bandung terletak pad 107°BT dan 6°55’LS dengan jumlah penduduk sekitar 2,8 juta jiwa dan luas daerah 167,68 km² yang terbagi atas:

- Daerah urban dengan luas 116,57 km² yang meliputi daerah perkantoran , bisnis, pemerintahan dan perumahan dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi seperti daerah Bandung kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa, Astana Anyar, Rgol, Lengkong, Kiara

Gambar

Gambar 2.1. Arsitektur  Sistem GSM
Gambar 2.2. Arsitektur sistem GPRS
Gambar 2.3 Arsitektur Sistem UMTS
Gambar 2.4 Alokasi Spectrum UMTS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan harga menurut persepsi se- bagian besar konsumen dalam kategori baik. Sebagian besar konsumen merasa bahwa hotel Singgasana dan hotel Lesong Batu telah

Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh (Saragih, 2013) yaitu menerapkan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) pada sistem pendukung keputusan

peserta 110 peserta 40 120 1 (satu) system aplikasi 200 - - - - Bid.Pe ngemb angan Poten si daera h Bangk a Belitu ng Terwujudn ya daya tarik dan daya saing investasi di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh promosi terhadap keputusan pemakaian aplikasi Go-Jek pada layanan Go-Food, (2) pengaruh gaya hidup

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Aku mungkin takkan pernah bahagia lagi selama masih hidup bersama ibu dan adikku, oleh karena itu setidaknya orang yang membaca tulisanku bisa belajar banyak

 Selama penyampaian karya tiap kelompok tersebut, Guru meminta setiap peserta didik dalam kelompok mencatat hal-hal penting dari presentasi kelompok lain guna memecahkan

Persetujuan atas rencana Perseroan sehubungan dengan pemberian jaminan atas seluruh atau sebagian besar harta kekayaan Perseroan dan/atau pemberian jaminan