• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Data

Data merupakan bentuk jamak dari datum yang merupakan informasi yang diperoleh dari satu satuan amatan. Pada umumnya informasi ini diperoleh melalui observasi (pengamatan) yang dilakukan terhadap sekumpulan individu. Informasi yang diperoleh memberikan gambaran, keterangan, atau fakta mengenai suatu persoalan dalam bentuk kategorik, huruf atau bilangan (Sugiarto,dkk, 2001).

2.1.1 Jenis Data

Data dapat golongan menurut jenisnya berdasarkan krikteria, yaitu :  Data kualitatif dan kuantitatif

a. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data yang sifatnya hanya menggolongkan saja. Termasuk dalam klasifikasi data tipe ini adalah data yang berskala ukur nominal dan ordinal. Sebagai contoh adalah data kepuasan pelanggan (tinggi, sedang, rendah).

b. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka. Termasuk dalam klasifikasi data tipe ini adalah data yang berskala ukur interval dan rasio. Sebagai contoh data kuantitatif adalah data tinggi badan siswa, misalnya : 130 cm, 135 cm, 140 cm, dan sebagainya.

 Data internal dan eksternal

a. Data Internal merupakan data yang didapat Dari dalam perusahaan atau organisasi yang melakukan riset. Data ini menggambarkan keadaan dalam organisasi tersebut.

(2)

b. Data Eksternal merupakan data mengenai keadaan diluar organisasi, pada umumnya didapat dari pihak lain yang digunakan sebagai pembanding. Data eksternal itu sendiri terbagi atas dua bagian, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan atau yang memakai data tersebut. Data ini diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang diperoleh dari pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan. Sebagai contoh adalah data jumlah produksi suatu produk.

 Data time series dan cross section

a. Data Time Series merupakan data yang dikumpulkan dari beberapa tahapan waktu secara kronologis, misalnya mingguan, bulanan, atau tahunan.

b. Data Cross Section merupakan data yang dikumpulkan pada waktu dan tempat tertentu saja, misalnya data hasil pengisian kuesioner tentang perilaku pembelian suatu produk shampo oleh responden pada bulan Juni 2011.

2.1.2 Skala Pengukuran

Skala merupakan suatu prosedur pemberian angka atau simbol lain kepada sejumlah ciri tersebut. Diantara bermacam-macam pengukuran untuk respon-respon yang diamati terhadap obyek-obyek, yang sering dipergunakan ialah ukuran-ukuran cacah, peringkat, panjang, volume, waktu, bobot dan lainya, dalm statistik dibedakan empat macam skala pengukuran yang mungkin dihasilkan, yaitu :

a. Skala Nominal

Skala ini menggolongkan obyek-obyek atau kejadian-kejadian ke dalam berbagai kategori untuk menunjukan kesamaan atau perbedaan ciri-ciri

(3)

objek. Kategori-kategori tersebut dilambangkan dengan kata-kata, huruf simbol, atau angka.

Contoh : 1. Pria 2. Wanita b. Skala Ordinal

Seperti halnya dalam skala nominal, kelompok-kelompok yang sudah didefinisikan sebelumnya juga menggunakan lambang angka tau huruf. Ukuran pada skala ordinal tidak memberikan nilai absolut pada obyek, tetapi hanya urutan (ranking) relatif saja.

Contoh : ingin diketahui status sosial seseorang yaitu A rendah, B sedang dan C tinggi.

c. Skala Interval

Skala interval memberikan ciri angka kepada kelompok obyek yang mempunyai skala nominal dan ordinal, ditambah dengan jarak yang sama pada urutan obyeknya. Skala interval diberikan apabila kategori yang digunakan bisa dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandingkan.

d. Skala Rasio

Skala rasio menggunakan titik baku mutlak (titik nol mutlak). Angka pada skala rasio menunjukan nilai sebenarnya dari obyek yang diukur, sedangkan satuan ukurnya ditetapkan dengan perjanjian tertentu.

2.1.3 Skala Instrumen (Model Skala Sikap)

Bentuk-bentuk skala instrumen (model skala sikap) yang sering digunakan dalam penelitian ada 5 macam, yaitu :

a. Skala Likert

Skala likert digunakan untuk mengatur sikap, pendapatan, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Pada skala likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi subvariabel. Kemudian subvariabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang

(4)

terukur ini yang mana menjadi titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan yang perlu dijawab responden. Setiap jawaban diungkapkan dengan kata-kata, misalnya :

Sangat Setuju (SS) = 5 Setuju (S) = 4

Ragu-ragu (R) = 3 Tidak Setuju (TS) = 2

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 b. Skala Gutman

Skala Gutman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel multidimensi. Skala Gutman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten.

Misalnya : yakin - tidak yakin, benar - salah, setuju - tidak setuju, dan sebagainya.

c. Skala Diferensial Semantik

Skala diferensial semantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian bipolar (dua kutub). Responden diminta untuk menilai suatu obyek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai dua ajektif yang bertentangan.

Misalnya : panas-dingin, popular-tidak popular, bagus-buruk, dan sebagainya.

d. Rating Scale

Rating scale yaitu data mentah yang didapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Misalnya : ketat-longgar, lemah-kuat, positif-negatif. e. Skala Thurstone

Skala thurstone meminta responden untuk memilih jawaban pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan-pandangan yang berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai 10 tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.

(5)

2.1.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menunjukan cara-cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh data yang dibutuhkan (Sugiarto dkk,2001). Seperti yang telah dipelajari metode pengumpulan data terdiri dari metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data skunder.

a. Metode Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil dari pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan melakukan survei atau percobaan.

1. Survei

Survei dilakukan apabila data yang dicari sebenarnya sudah ada dilapangan. Teknik pengumpulan data dengan cara survei bisa dilakukan dengan :

 Wawancara dengan responden. Wawancara atau interview adalah suatu cara mengumpulkan data dengan menanyakan langsung kepada responden dalam suatu permasalahan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah disiapkan terlebih dahulu sebagai kuesioner.

 Angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah jawaban tertulis dari responden atas kuesioner yang diberikan. Dengan kuesioner, informasi yang dikumpulkan dapat lebih banyak dan tersebar merata dalam satu wilayah walaupun kenyataannya tidak semua kuesioner dikembalikan kepada peneliti.

Pooling (menggunakan telepon) atu melakukan observasi langsung.

2. Percobaan (experiment)

Cara percobaan dilakukan apabila data yang ingin diperolehbelum tersedia dan dengan demikian variabel yang akan diukur harus dibangkitkan melalui suatu percobaan.

(6)

b. Metode Pengumpulan Data Skunder

Metode ini sering disebut dengan metode dengan menggunakan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan dari pihak-pihak lain. Data skunder pada umumnya digunakan oleh peneliti untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran perlengkapan ataupun untuk diproses lebih lanjut.

2.1.5 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti sedangkan sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Sugiato dkk, 2001).

Suatu sampel yang baik atau benar akan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang populasi. Sehingga jika suatu penelitian sampelnya tidak diambil secara benar, maka hasilnya tidak akan dapat digeneralisasikan dan tidak dapat memberikan hasil yang tepat dalam menggambarkan keadaan sebenarnya dari populasi yang diteliti.

Pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi, sehingga dapat mewakili populasi tersebut.

2.1.6 Teknik Sampling

Secara garis besar, metode penarikan sampel dapat dibagi menjadi dua yaitu pemilihan sampel dari populasi secara acak ( random atau probability sampling) dan pemilihan sampel dari populasi secara tidak acak (nonrandom atau

(7)

nonprobability sampling). Pembagian dari kedua sampling tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 2.1 Bagan Pembagian Teknik Sampling

2.2 Analisis Data

2.2.1 Uji dalam Pengolahan Data

a. Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Seandainya peneliti ingin mengukur kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya.

Validitas terbagi atas empat macam, yaitu : 1. Validitas Isi (Content Validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Misalnya seorang peneliti ingin mengukur bagaimana persepsi konsumen terhadap suatu produk.

Teknik Sampling

Probability Non Probability

Acak sederhana Sistematik Berstrata (Statified) Berkelompok (Cluster)

Convenience Judgment Quota Snow ball

(8)

2. Validitas Konstruk (Construct Validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus.

3. Validitas “ada sekarang” (Concurrent Validity)

Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliiki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum.

4. Validitas Prediksi (Predictive Validity)

Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengenai hal yang akan datang, sehingga sekarang ini belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran diperoleh relatif koefisien, maka alat pengukur tersebut reliabel. Adapun teknik perhitungan reliabel ada beberapa cara, yaitu sebagai berikut : 1. Teknik Pengukuran Ulang (Testretest)

Teknik ini meminta kepada responden yang sama untuk menjawab pertanyaan dalam alat pengukuran sebanyak dua kali. Caranya perhitungannya adalah dengan mengkorelasikan jawaban pada wawancara pertama dengan jawaban pada wawancara kedua.

2. Teknik Belah Dua

Untuk menggunakan teknik belah dua sebagai cara menghitung reliabilitas alat pengukur, maka alat pengukur yang disususn harus

(9)

memiliki cukup banyak item pertanyaan yang mengukur aspek yang sama.

3. Teknik Bentuk Paralel.

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan membuat dua jenis alat pengukur yang mengukur aspek yang sama. Kedua alat ukur tersebut diberikan pada responden yang sama, kemudian dicari validitasnya untuk masing-masing jenis.

4. Internal Consistency Reliability

Internal consistency reliability berisi tentang sejauh mana item-item instrumen bersifat homogen dan mencerminkan konstruk yang sama sesuai dengan yang melandasinya. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Ghozali,2005) atau nilai cronbach alpha > 0,80 (Kuncoro, 2003).

2.3 Regresi

2.3.1 Pengertian Regresi

Suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel atau lebih, dengan tujuan untuk membuat prediksi nilai suatu variabel dependen melalui variabel independen.

Analisis regresi adalah teknik statstika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Analisis regresi dapat digunakan untuk dua hal pokok, yaitu :

a. Untuk memperoleh suatu persamaan dari garis yang menunjukkan persamaan hubungan antara dua variabel. Persamaan dan garis yang dihasilkan bisa berupa persamaan garis bentuk linier maupun nonlinier.

(10)

b. Untuk menaksir suatu variabel yang disebut variabel tak bebas (terikat) dengan variabel lain yang disebut variabel bebas berdasarkan hubungan yang ditunjukkan persamaan regresi tersebut.

Berdasarkan amatan dan analisis data, penyelesaian regresi ini dapat berupa persamaan linier maupun nonlinier. Oleh karena itu analisis regresi ini terbagi atas regresi linier dan regresi nonlinier. Yang termasuk ke dalam regresi linier adalah regresi linier sederhana, regresi linier berganda, dan sebagainya. Ssedangkan yang termasuk regresi nonlinier adalah regresi model parabola kuadratik, model parabola kubik, model eksponen, model geometrik, regresi logistik, dan sebagainya.

2.3.2 Regresi Logistik

Analisis regresi logistik merupakan salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau dua variabel independen dengan sebuah variabel dependen kategorik yang bersifat dikotom / binary. Variabel kategorik yang dikotom merupakan variabel yang mempunyai dua nilai variasi yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang diberi skor 0 atau 1 yaitu dalam hal ini mengenai kesadaran wajib pajak yaitu sadar atau tidak sadar.

Regresi logistik berbeda dengan regresi linear, karena pada regresi linear menggunakan variabel dependen numerik sedangkan pada regresi logistik menggunakan variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomus.

Regresi logistik membentuk persamaan atau fungsi dengan pendekatan maximum likelihood, yang memaksimalkan peluang pengklasifikasian objek yang diamati menjadi kategori yang sesuai kemudian mengubahnya menjadi koefisien regresi yang sederhana.Regresi logistik menghasilkan rasio peluang (odds ratios) antara keberhasilan atau kegagalan suatu dari analisis. Disini odds ratio yang dimaksud adalah seberapa besar peluang dari suatu variabel dengan

(11)

mempertimbangkan variabel prediktor yang ada.Regresi logistik akan membentuk variabel prediktor/respon (log (p/(1-p)) yang merupakan kombinasi linier dari variabel independen. Nilai variabel prediktor ini kemudian ditransformasikan menjadi probabilitas dengan fungsi logit. Tujuan dari analisis regresi logistik adalah untuk memperoleh model yang paling baik (fit) dan sederhana yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Regresi logistik dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Regresi logistik sederhana

Digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomus.

2. Regresi logistik ganda

Digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variavel dependen yang bersifat dikotomus.

2.3.3 Asumsi Regresi Logistik

 Regresi logistik tidak membutuhkan hubungan linear antara variabel independen dan variabel dependen.

 Regresi logistik dapat menyeleksi hubungan karena menggunakan pendekatan non linear log transformasi untuk memprediksi ods ratio. Ods dalam regresi logistik sering dinyatakan sebagai probability (peluang).

Variabel independen tidak memerlukan asumsi multivariate normality.

 Asumsi homokedaksitas tidak diperlukan.

Variabel independen tidak perlu dirubah kedalam bentuk metric (interval atau ratio).

(12)

Regresi logistik menghasilkan rasio peluang yang dinyatakan dengan transformasi fungsi logaritma (log), dengan demikian fungsi transformasi log ataupun ln diperlukan untuk p-value, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa logit(p) merupakan log dari peluang (odds ratio) atau likelihood ratio dengan nilai kemungkinan terbesar peluang adalah 1, dengan demikian persamaan regresi logistik menjadi:

logit(p) = log (p/1-p) = ln (p/1-p) (2.1)

dimana p bernilai antara 0-1.

Model yang digunakan pada regresi logistik adalah:

Log (P / 1 – p) = β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βiXi

Dimana :

P = kemungkinan bahwa 𝛽0 = 1 𝑋1, 𝑋2, … , 𝑋𝑖 = variabel independen 𝛽0, 𝛽1, … , 𝛽𝑖 = koefisien regresi.

Rumus untuk fungsi logistik yaitu :

𝑓 𝑔 𝑥 =1+𝑒˗(−𝑔(𝑥))1

Persamaan linear logistik berganda yang digunakan :

𝑔 𝑥 = 𝛽0+ 𝛽1𝑥1+ 𝛽2𝑥2+ ⋯ + 𝛽𝑖𝑥𝑖

(13)

𝑓 𝑔 𝑥 = 1+𝑒−(𝛽 0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+⋯+𝛽𝑖𝑥𝑖)1

Persamaan bentuk umum dari regresi logistik biner :

𝑝 𝑥 =

1+𝑒𝑒−𝑔 𝑥 −𝑔 𝑥

Keterangan :

𝑝 𝑥 = peluang tingkat kesadaran masyarakat 𝑔(𝑥) = nilai estimasi logit

𝛽 = berturut-turut adalah nilai koefisien

Statistik w untuk uji signifikansi parameter regresi logistik :

𝑤

𝑖

=

𝛽𝑖

𝑆𝐸𝑖

Dengan wilayah kritis :

𝑤𝑖 > 𝑋𝑘,𝛼2

Keterangan :

𝛽𝑖 = nilai koefisien regresi logistik untuk variabel ke-i 𝑆𝐸𝑖 = nilai standard error untuk variabel ke-i

𝑘 = variabel bebas yang digunakan 𝛼 = taraf nyata

Rumus untuk menyatakan odds ratio : 𝑃1 1−𝑃1 𝑃2 1−𝑃2

Keterangan :

(14)

𝑃2 adalah peluang kejadian kelompok kedua

2.3.5 Uji Model Persamaan Regresi Logistik

Uji ini sering disebut juga sebagai uji ketepatan model. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi logistk sudah sesuai dengan data observasi yang diperoleh. Untuk menilai ketepatan model regresi logistik dalam penelitian ini diukur dengan nilai chi square dengan Hosmer and Lemeshow Test. Pengujian ini akan melihat nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chi square pada tingkat signifikansi, dimana tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah 5%. Adapun model pengujiannya adalah sebagai berikut :

𝐻

0

∶ 𝑓 𝑔 𝑥 =

1

1+𝑒− 𝛽 0+𝛽 1𝑋1+𝛽 2𝑋2+⋯+𝛽 𝑖𝑋𝑖

(2.1)

𝐻

1

∶ 𝑓 𝑔 𝑥 ≠

1

1+𝑒− 𝛽 0+𝛽 1𝑋1+𝛽2𝑋2+⋯+𝛽 𝑖𝑋𝑖

(2.2)

Untuk menguji hipotesis digunakan model Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test statistik sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berari ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya atau goodness fit model tidak baik, karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksikan nilai obsevasinya atau dapat dikatakan model cocok dengan observasinya.

(15)

Nilai Negelkerke 𝑅2ini akan menunjukkan seberapa besar variabel-variabel bebas penelitian ini menjelaskan variabel terikatnya. Nilai Negelkerke 𝑅2 biasanya dibentuk dalam persen agar dapat mengetahui dengan pasti seberapa jauh penjelasan variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

2.3.7 Odds Rasio

Odds ratio didefinisikan sebagai perbandingan dari nilai variabel sukses terhadap variabel bernilai gagal. Dengan kata lain odds rasio menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel sukses dibanding variabel gagal terhadap suatu eksperimen atau observasi. Pada kasus penelitian dengan regresi logistik, nilai ini dapat dilihat dari nilai Exp(B) pada hasil analisis data. Hasil tersebut akan menunjukkan pengaruh setiap variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya

2.4 Pajak

2.4.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan iuran wajib rakyat untuk negaranya yang bersifat memaksa menurut undang-undang dan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung tetapi melainkan digunakan untuk pembayaran pengeluaran kepentingan umum. Pajak memiliki peranan yang sangat penting untuk kehidupan suatu negara guna untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pelaksanaan pembangunan.

2.4.2 Jenis Pajak

Penerimaan negara dalam bentuk pajak hampir dipastikan setiap tahunnya meningkat sesuai dengan perkembangan perekonomian yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Di Indonesia

(16)

terdapat beberapa jenis pajak, berdasarkan pengelolahannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pajak yang dikelolah oleh pemerintah pusat dan pajak yang dikelolah oleh pemerintah daerah.

1. Pajak yang dikelolah oleh pemerintah pusat yaitu berupa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan barang Mewah (PPn BM), Bea Materai (BM), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2. Pajak yang dikelolah oleh pemerintah daerah yaitu berupa Pajak Pembangunan 1 (PP1), Pajak Hotel, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Restoran dan pajak-pajak lainnya yang sesuai dengan kepentingan daerah masing-masing.

2.4.3 Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak, berdasarkan pasal 5 Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah tarif tunggal sebesar 0,5%. Masyarakat umum banyak yang salah menafsirkan besarnya kenaikan PBB itu dikarenakan kenaikan tarif padahal tarif tersebut sejak tahun 1986 sampai dengan saat ini tidak berubah dan tetap 0,5%. Kenaikan PBB tersebut yang terjadi setiap tahunnya itu dikarenakan kenaikan dasar pengenaan PBB (Nilai Jual Objek Pajak PBB) akibat naiknya harga tanah atau kenaikan material dan upah kerja untuk bangunan tersebut.

2.4.4 Wajib Pajak (WP)

Wajib pajak merupakan badan atau pribadi (sujek pajak) yang dikenakan kewajiban membayar pajak yang meliputi pembayaran pajak, pemungutan pajak dan pemotongan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan perundang-undangan perpajakan.

(17)

Adapun hak dan kewajiban wajib pajak yaitu :

 Hak Wajib Pajak

a. Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, paling lambat bulan Juni atau satu bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

b. Mendapatankan penjelasan segala sesuatunya yang berhubungan dengan ketetapan PBB.

c. Mengajukan keberatan dan pengurangan.

d. Mendapatkan Surat tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari Bank atau Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungutan PBB Kelurahan yang ditunjuk resmi.

 Kewajiban Wajib Pajak

a. Menanda tangani bukti terima SPPT dan mengirimnya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor Penyuluhan Pajak untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT.

b. Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan.

2.5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2.5.1 Pengertian PBB

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian atau definisi mengenai PBB yang berbeda-beda, namun berbagai perbedaan definisi tersebut mempunyai tujuan dan maksud yang sama hanya saja sudut pandang dari para ahli perpajakan tersebut yang berbeda. Berikut merupakan definisi PBB menurut beberapa ahli perpajakan :

(18)

Menurut Widodo, Atim Widodo dan Hendro Puspita (2010:2) :

“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun1994 yaitu merupakan pajak yang bersifat kebendaan atau pajak yang bersifat objektif dalam arti besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi / tanah dan atau bangunan.”

Menurut Liliawati Muljono (1999:5) :

“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.”

Menurut Darwin (2009:6) :

“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak yang berupa bumi dan/atau bangunan.”

Menurut Soemitro dan Muttaqin (2001:5) :

“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak yang bermaksud mengenakan pajak atas bumi dan bangunan.”

Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan secara umum yaitu mengenai PBB. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang bersifat kebendaan yang dikenakan atas harta tidak bergerak yaitu bumi dan/atau bangunan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UU Pajak Bumi dan Bangunan, yang dimaksud dengan bumi disini adalah pemukaan bumi (perairan) dan tubuh bumi yang berada dibawahnya sedangkan bangunan disini adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau diletakan secara tetap pada tanah dan/atau perairan ang diperuntukkan sebagai tempat tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapat diusahakan.

(19)

2.5.2 Subjek PBB

Yang menjadi subjek PBB adalah badan atau pribadi yang secara nyata :

 Mempunyai hak atas bumi/tanah, dan atau;

 Memperoleh manfaat atas bumi/tanah, dan atau;

 Memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;

 Memperoleh manfaat atas bangunan.

Pengertian secara nyata disini mempunyai suatu hak atas bumi yang dibuktikan dengan sertifikat, sedangkan memperoleh manfaat atas bumi dibuktikan dengan adanya pengelolahan atas bumi tersebut oleh pribadi atau badan yang bersangkutan sehingga mereka memperoleh hasil dari bumi yang dikelolahnya. Sedangkan memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan mencakup siapa saja yang memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan tersebut.

Dari pengertian di atas tersebut seseorang yang memiliki tanah dan/atau bangunan merupakan subjek pajak, penyewa atas tanah dan bangunan tersebut juga merupakan subjek pajak karena keduanya sama-sama memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau disewanya.

2.5.3 Objek PBB

Objek dalam PBB adalah berupa bumi dan/atau bangunan. Pengertian bumi dan/atau bangunan yang telah tertuang dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) yaitu : (1). Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya

(2). Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan

Objek didalam PBB dibagi menjadi dua yaitu : 1. Objek yang dikenakan PBB

(20)

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta perairan laut Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Sawah b. Ladang c. Kebun

d. Tanah pekarangan e. Pertambangan

f. Perairan untuk pelabuhan

Objek yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah sebagai berikut : a. Jalan lingkungan yang terletak disebuah komplek bangunan seperti

hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;

b. Jalan tol; c. Pagar mewah; d. Tempat olah raga;

e. Galangan kapal, dermaga; f. Taman mewah;

g. Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas; h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

2. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang sosial, kesehatan, agama, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Contohnya yaitu : Pesantren atau sejenisnya, Madrasah, Tanah wakaf dan Rumah sakit. b. Digunakan oleh badan atau pewakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

c. Dilakukan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

(21)

d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

e. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenisnya.

2.5.4 Dasar Pengenaan PBB

2.5.4.1 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerah tersebut. NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :

1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

2. Perbandinagn harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

3. Niali Perolehan Baru;

4. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

2.5.4.2 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batar NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota adalah Rp. 8.000.000,- dan setinggi-tinnginya adalah Rp. 12.000.000,- dengan ketentuan yaitu :

1. Setiap Wajib Pajak (WP) memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.

(22)

2. Apabila pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapat pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

Keputusan tentang penyesuaian besarnya NJOPTKP sebagai dasar perhitungan PBB diatur dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor. 201/KMK.04/2000.

2.6 Pengertian Wajib Pajak (WP)

Wajib Pajak (WP) adalah pribadi dan badan atau sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundanga-undangan perpajakan.

2.7 Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga

Pendapatan adalah penghasilan / perolehan seseorang baik berupa uang maupun barang sebagai balas jasa atau kontraprestasi yang di terima untuk suatu jangka waktu tertentu.

Pendapatan berupa uang tersebut yaitu hasil dari upah dan gaji seperti : kerja pokok, kerja sampingan, kerja lembur dan kerja kadang-kadang. Untuk gaji dan upah dari hasil sendiri seperti : komisi dan hasil bersih dari usaha yang dijalankannya sendiri. Untuk pendapatan berupa barang yaitu dimana pembayaran gajinya dapat dalam bentuk : beras, pengobatan, transportasi, rekreasi dan lain sebagainya sesuai dengan perjanjian yag telag disepakati.

(23)

Masyarakat tidak akan merasa kesulitan dalam membayar pajak mereka apabila nilai pajak yang harus mereka bayar masih dibawah dari jumlah penghasilan yang diperoleh tian bulannya.

Tingkat pendapatan tiap orang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, hal itu bergantung pada pekerjaan yang dilakukannya, lamanya seseorang bekerja, jabatan yang di dudukinya dan lain sebagainya sesuai dengan tempat kerja masing-masing.

2.8 Sanksi

Sanksi adalah ganjaran yang diberikan oleh seseorang atau badan tertentu kepada seseorang atau badan karena melanggar atau tidak mematuhi ketentuan / peraturan yang berlaku. Dalam PBB sanksi dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Sanksi Administrasi

Denda ini diberikan oleh pihak administrasi kepada wajib pajak karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan UU perpajakan seperti :

a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP walaupun telah ditegur secara tertulis akan dikenakan denda administrasi 25% dari pokok pajak.

b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, akan dikenakan denda administrasi 25% dari selisih pajak yang terutang.

c. Tidak / belum melunasi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) setelah lewat jatuh tempo pembayaran, akan dikenakan denda administrasi 2% sebulan yang dihitung sejak saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

2. Sanksi Pidana

(24)

a. Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian Negara dalam hal :

 Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada instansi terkait .

 Menyampaiakan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan tidak benar.

Akan dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali pajak terutang. Kealpaan yang dimaksud adalah karena wajib pajak tidak sengaja, lalai dan kurang hati-hati sehingga perbuatanya tersebut merugikan negara.

b. Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian Negara, dalam hal :

 Tidak mengembalikan SPOP;

 Menyampaikan SPOP yang isinya tidak benar, tidak lengkap, palsu atau dipalsukan;

 Memperlihatkan dokumen atau surat-surat yang palsu atau dipalsukan;

 Tidak memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen yahg diperlukan;

 Tidak menunjukkan dokumen atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Akan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut akan dilipat duakan apabila seseorang itu melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1(satu) tahun, terhitung sejak selesai menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

(25)

2.9 Pendidikan Wajib Pajak

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap warga negara wajib memperoleh pendidikan formal untuk bekal dimasa depan, tetapi ada juga masyarakat yang tidak menamatkan pendidikan wajib mereka bahkan ada juga dari mereka yang tidak bersekolah hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : biaya yang pas-pasan, tidak adanya kemauan dari orang tersebut, tidak adanya dukungan dari orang terdekat dan lain sebagainya. Maka dari itu terdapat di masyarakat tingkat pendidikan seseorang itu menjadi berbeda-beda.

Berikut ini adalah tingkatan pendidikan yang ada :

a. Pendidikan dasar : TK (Taman Kanak-kanak) dan SD (Sekolah Dasar). b. Pendidikan Lanjutan : SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah

Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). c. Pendidikan Tinggi : Diploma, Sarjana, Pasca Sarjana dan Doktor.

2.10 Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan masyarakat akan perpajakan masih minim, mereka kurang paham apa yang dimaksud dengan pajak, kontribusi pajak dan hal-hal tentang perpajakan. Kebanyakan dari mereka hanya ikut membayar wajib pajak mereka tanpa mengetahui lebih lanjut mengenai perpajakan sehingga mengurangi tingkat kesadaran wajib pajak.

Maka dari itu diharapkan melalui pendidikan perpajakan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Menurut saya ada baiknya apabila materi mengenai perpajakan dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan

(26)

nasional mulai dari tinggat SD sampai pada Perguruan Tinggi, agar masyarakat memahami mengenai pepajakan sehingga menimbulkan kesadaran wajib pajak tanpa adanya unsur paksaan atau mendirikan sekolah khusus di bidang perpajakan untuk menciptakan tenaga ahli dan terampil di bidang perpajakan.

2.11 Penyuluhan

penyuluhan adalah suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh untuk memberikan penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu.

Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga, tetangga, dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi (penyuluhan).

Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka diharapkan akan dapat secara perlahan merubah pemikiran masyarakat tentang pajak ke arah yang positif. Berikut adalah beragam bentuk sosialisasi yang dapat dikelompokkan berdasarkan:

a. Berdasarkan Metode

Penyampaiannya dapat dilakukan secara formal atau informal. Acara formal biasanya menggunakan format acara yang disusun sedemikian rupa secara resmi. Contohnya: Sosialisasi perpajakan dikantor lurah, seminar dan sebagainya. Acara informal biasanya menggunakan format acara yang lebih santai dan tidak resmi. Contohnya: pengajian rutin, kerja bakti, pertemuan karang taruna, kegiatan masyarakat lainnya, ngobrol dengan tokoh masyarakat dan sebagainya.

b. Berdasarkan segmentasi:

Dapat dibagi dalam kelompok umur tertentu, kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pengusaha tertentu, kelompok profesi tertentu, kelompok/ormas tertentu. Menanamkan kesadaran tentang pajak sejak dini, akan sangat

(27)

berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak.

c. Berdasarkan media yang dipakai:

Dapat dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Misalnya: dilakukan dengan talkshow di radio atau televisi, membuat opini, ulasan dan rubrik tanya jawab di koran, tabloid atau majalah. Iklan pajak pun mempunyai pengaruh dan dampak positif terhadap meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Bentuk penyuluhan lainnya seperti: spanduk, banner, papan iklan/billboard, dan sebagainya

Mengenai pedoman tentang penyuluhan perpajakan dalam peraturan Direktoral Jendral Pajak Pasal 1 mengenai pengertian penyuluhan perpajakan :

1. Penyuluhan Perpajakan adalah suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan kepada masyarakat, dunia usaha, dan lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.

2. Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak adalah Penyuluhan Perpajakan bagi Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dan/ atau Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undang perpajakan dan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

3. Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru adalah Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Badan yang telah terdaftar namun belum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan belum melakukan pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali dengan Surat Setoran Pajak (SSP) sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai Wajib Pajak.

4. Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Terdaftar adalah Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar selain Penyuluhan Perpajakan bagi Calon Wajib Pajak dan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak Baru.

(28)

Kalau kita berpandangan realistis, kondisi yang ada sekarang belum mencerminkan hasil dari upaya-upaya optimalisasi peranan penyuluhan perpajakan. Indikasi dari situasi tersebut adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat wajib pajak dan bercermin dalam hal :

1. Jumlah wajib pajak terdaftar dibanding jumlah penduduk Republik Indonesia masih sangat sedikit.

2. Kepatuhan wajib pajak terdaftar untuk melaksanakan kewajiban perpajakan masih sangat rendah.

3. Tingginya upaya-upaya penghindaran pajak oleh oleh masyarakat di hampir semua lapisan tanpa ada perbedaan pelaku baik yang menyangkut kapasitas intelektual, status sosial, maupun kemampuan ekonomi.

Perlu disadari bahwa peranan penyuluhan sesungguhnya sangat fundamental. Optimalisasi peranan penyuluhan perpajakan adalah bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagainmana diamanatkan dalam pembukaan UUD ’45 yaitu membangun suatu masyarakat khususnya masyarakat wajib pajak yang cerdas, jujur, patriotik dan benar-benar menyadari peranannya di dalam pembangunan bangsa dan negara.

2.12 Kepercayaan Masyarakat Terhadap Petugas Pajak

Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak tidaklah semudah yang dibayangakan. Masyarakat sudah terlanjur kecewa dengan adanya pemberitaan baik elektronuk maupun media yang tidak baik mengenai pajak oleh petugas pajak. Sebagai contoh kasus yang paling menyita perhatian masyarakat mengenai pajak adalah kasus Gayus. Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, jangan hanya memandang informasi ini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera

(29)

dijelaskan maka masyarakat kemudian bersikap resistance dan enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak yang mereka bayar hanya akan dikorupsi. Masyarakat berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. Jadi lebih baik tidak perlu membayar pajak saja.

Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak cooperatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.

Usaha yang selama ini dilakukan untuk memberantas korupsi harus mendapat dukungan oleh seluruh lapisan masyarakat. Yaitu dengan tetap membayar pajak dan ikut mengawasi pengelolaannya. Sesuai dengan iklan pajak “LUNASI PAJAKNYA AWASI PENGGUNAANNYA’. Hal ini tentunya memerlukan adanya transparansi dan akuntabilitas dari petugas pajak. Petugas pajak harus senantiasa berusaha membangun kepercayaan para wajib pajak menjamin dan menjawab kepercayaan tersebut dengan melakukan pembenahan internal. Sehingga akan terwujud kondisi dimana masyarakat benar-benar merasa percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan tidak akan dikorupsi dan akan disalurkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

2.13 Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran wajib pajak adalah kerelaan WP dalam memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepa jumlahnya.

Kesadaran membayar pajak sangat perlu ditingkatkan sejalan dengan besarnya pendapatan mereka. Kesadaran dalam membayar pajak tercermin dari

(30)

kebijaksanaan yang diambil oleh seorang WP seperti pembayaran pajak tepat waktu, menghindari denda karena keteledoran/keterlambatan, memahami pentingnya pajak tersebut untuk pembangunan negara.

2.14 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.14.1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian diats, gambaran menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2

Skema Krangka Pemikiran SANKSI DENDA 𝑋1 PENGETAHUAN PERPAJAKAN 𝑋2 KEPERCAYAAN TERHADAP PETUGAS PAJAK 𝑋3 PENYULUHAN 𝑋4 PENDIDIKAN 𝑋5 PENDAPATAN 𝑋6 KESADARAN WAJIB PAJAK PBB 𝑌

(31)

2.14.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan pengujian statistik yang didasari oleh suatu asumsi alternatif lain (Siagi dan Sugiato,2000). Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka dapat dibuat hipotesis dari penelitian sebagai berikut :

1. Sanksi Denda PBB

𝐻01 = Sanksi denda tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib

pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻11 = Sanksi denda berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak

dalam pembayaran PBB.

2. Pengetahuan Perpajakan

𝐻02 = Pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻12 = Pengetahuan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

3. Kepercayaan Terhadap Petugas Pajak

𝐻03 = Kepercayaan terhadap petugas pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻13 = Kepercayaan terhadap petugas pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

(32)

4. Penyuluhan Perpajakan

𝐻04 = Penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran

wajib pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻14 = Penyuluhan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kesadaran

wajib pajak dalam pembayaran PBB.

5. Pendidikan Wajib Pajak

𝐻05 = Pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran

wajib pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻15 = Pendidikan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran

wajib pajak dalam pembayaran PBB.

6. Pendapatan Wajib Pajak

𝐻06 = Pendapatan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

𝐻16 = Pendapatan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Pembagian Teknik Sampling

Referensi

Dokumen terkait

Pekerjaan Rencana Aksi Pembangunan Kota Inklusif dimaksudkan untuk memberikan arahan pelaksanaan program pembangunan di Kota Yogyakarta sebagai Kota Inklusif

Mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dilakukan petugas pajak bumi dan bangunan adalah di awali penyampaian surat pemberitahuan pajak terutang

Pemeliharaan juvenil teripang pasir dengan metode keramba apung tanpa rumput laut direkomendasikan karena menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang tinggi,

Adapun kecenderungan-kecenderungan yang bisa menjadi tantangan dalam implementasi perluasan akses pendidikan dilansir dari dokumentasi RENSTRA Dinas Pendidikan Pemuda

Adapun dokumen-dokumen acuan yang digunakan untuk pengendalian mutu pekerjaan agar sesuai dengan yang diinginkan adalah antara lain: Dokumen Pengadaan, Dokumen Kontrak, Berita

 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disingkat dengan PBB-P2, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,

Pajak Bumi dan Bangunan adalah jenis pajak yang sifatnya kebendaan, artinya besar kecilnya pajak yang terutang ditentukan oleh kondisi objek pajaknya yaitu bumi

Ferrari (1995) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi, yaitu faktor internal dan eksternal.Pertama karena adanya faktor