1
Perjalanan Old Public Administration (OPA), New Public
Management (NPM) hingga New Public Service (NPS)
Oleh : Septinia Eka SilvianaAbstrak
Artikel ini membahas tentang bagaimana perjalanan Old Public Administration, New Public Management, dan New Public Administration. Dimana pemikiran dari konsep OPA ini kemudian di kritik oleh NPM dan selanjutnya NPM juga dikritik oleh NPS. Selain itu, didalam artikel ini akan membahas tentang beberapa penjelasan mengenai perbandingan antara OPA, NPM dan NPS.
Kata Kunci : Old Public Administration, New Public Management dan New Public Service
1. PENDAHULUAN
Dalam paradigma OPA, gerakan untuk melakukan perubahan yang lebih baik telah diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Ia menyarankan agar administrasi publik harus dipisahkan dari dunia politik (dikotomi politik-administrasi). Berdasarkan pengalaman Wilson, negara terlalu memberi peluang bagi para administrator untuk mempratekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif (politik) dengan dunia eksekutif, dimana para
legislator hanya merumuskan kebijakan dan para administrator hanya mengeksekusi atau mengimplementasikan kebijakan. Sosok birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan jiwa atau semangat bisnis. Wilson menuntut agar para administrator publik selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam suatu partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia bisnis ini membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan yaitu bahwa prinsip-prinsip dalam dunia bisnis
2 yang diparkasai oleh Taylor pantas
untuk diperhatikan. Metode keilmuan, menurut Taylor, harus menggeser metode rule of thumb. Tenaga kerja harus diseleksi, dilatih dan dikembangkan secara ilmiah, dan didorong untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan sesuai prinsip-prinsip keilmuan. Dunia telah mengakui kebesaran Taylor dalam membangun prinsip manajemen yang profesional.
Konsep New Public Management (NPM) merupakan isu penting dalam reformasi sektor publik. Konsep NPM juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan manajemen kinerja sektor publik karena pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip NPM yang utama. Gerakan NPM pada awalnya terjadi di negara-negara maju di Eropa, akan tetapi pada perkembangannya konsep NPM telah menjadi suatu gerakan global, sehingga negara-negara berkembangpun juga terkena pengaruh penyebaran global dari konsep ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah konsep NPM cocok untuk negara berkembang? Lebih spesifik lagi apakah NPM perlu diterapkan dan
cocok untuk organisasi pemerintahan di Indonesia?
Konsep New Public Service mulai dikenal melalui tulisan Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart yang berjudul “The New Public
Service, Serving not Steering” yang
diterbitkan penerbit ME Sharpe,Inc. New York pada tahun 2003. Buku ini diawali dengan kalimat “
Government shouldn’t be run like a business ;it should be run like a
democracy”. Pemerintahan
(administrasi negara) tidak seharusnya digerakkan seperti bisnis. Menjalankan pemerintahan sama dengan menggerakkan tatanan demokrasi. Perdebatan tentang acuan nilai administrasi Negara atau adminisrasi publik – apakah berorientasi pada nilai-nilai ekonomi (efisiensi dan efektivitas) ataukah nilai-nilai politik (keadilan, demokrasi, penghargaan HAM dan sebagainya) – telah menjadi isu klasik dalam studi administrasi publik. Perdebatan ini telah dimulai sejak awal lahirnya ilmu administrasi publik yang dibidani oleh lahirnya tulisan Woodrow Wilson pada tahun 1887 dengan judul “The Study of
3 2. KRITIKAN TERHADAP
OPA DAN NPM
Paradigma OPA dikritik oleh paradigma NPM. Secara konseptual OPA berbeda dengan NPM. NPM mengacu kepada sekelompok ide dan praktik kontemporer untuk menggunakan pendekatan-pendekatan dalam sektor privat (bisnis) pada organisasi sektor publik. NPM adalah suatu gerakan yang mencoba menginjeksikan prinsip-prinsip organisasi sektor privat ke dalam organisasi pemerintah. Pemerintahan yang kaku dan sentralistik sebagaimana yang dianut oleh OPA harus diganti dengan pemerintahan yang berjiwa wirausaha dan profitable. NPM sering diasosiasikan juga dengan
managerialism (Pollitt),
market-based public administration (Land
dan Rosenbloom), post-bureaucratic
paradigm (Barzelay) dan
entrepreneurial government
(Osborne dan Gaebler).
Dalam perkembangannya, NPM menuai banyak kritikan karena para elit birokrasi cenderung berkompetisi untuk memperjuangkan
kepentingan dirinya daripada kepentingan umum, dan berkolaborasi untuk mencapainya. Apalagi dasar NPM adalah teori Public Choice yang sangat didominasi oleh kepentingan pribadi (self-interest) sehingga konsep seperti public spirit, public service dan sebagainya terabaikan (Kamensky, 1996 : 251). Hal yang demikian tidak akan mendorong proses demokrasi. Disamping itu, NPM tidak pernah ditujukan untuk menangani pemerataan dan masalah keadilan sosial (Harrow, 2000). Munculnya NPM telah mengancam nilai inti sektor publik yaitu citizen selfgovernance dan fungsi administrator sebagai servant of public interest (Box, 1999), bahkan kalau tidak hati-hati, justru akan meningkatkan korupsi dan menciptakan orang miskin baru (Haque, 2007).
Pelajaran penting yang dapat diambil dari NPM adalah bahwa pembangunan birokrasi harus memperhatikan mekanisme pasar, mendorong kompetisi dan kontrak untuk mencapai hasil, harus lebih responsif terhadap kebutuhan pelanggan, harus lebih bersifat
4 mengarahkan (steering) daripada
menjalankan sendiri (rowing), harus melakukan deregulasi, memberdayakan para pelaksana agar lebih kreatif, dan menekankan budaya organisasi yang lebih fleksibel, inovatif, berjiwa wirausaha dan pencapaian hasil ketimbang budaya taat azas, orientasi pada proses dan input (Rosenblomm & Kravchuck, 2005).
King dan Stivers (1998) dalam buku Government is Us, mendesak agar para administrator melibatkan warga masyarakat. Mereka harus melihat rakyat sebagai warga masyarakat (bukan sebagai pelanggan) sehingga dapat saling membagi otoritas dan melonggarkan kendali, serta percaya terhadap keefektifan kolaborasi. Mereka harus membangun trust dan bersikap responsif terhadap kepentingan atau kebutuhan masyarakat, dan bukan semata mencari efisiensi yang lebih tinggi sebagaimana dituntut dalam NPM. Keterlibatan warga masyarakat harus dilihat sebagai “investasi” yang signifikan.
Dalam pandangan NPM, organisasi pemerintah diibaratkan
sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut. Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah. Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan luar negeri.
Paradigma steering rather than
rowing ala NPM dikritik oleh
Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who
owned the boat). Seharusnya
pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik “kapal”. Selengkapnya, Denhardt dan Denhardt menulis sebagai berikut,
5
In our rush to steer,
perhaps we are
forgetting who owns the boat…Accordingly,
public administrators
should focus on their responsibility to serve and empower citizens as
they manage public
organizations and
implement public policy. In other words, with citizens at the forefront, the emphasis should not be placed on either steering or rowing tha governmental boat, but
rather on building
public institutions
marked by integrity and responsiveness.
Akar dari NPS dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi
untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2. Model komunitas dan masyarakat
sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis. 3. Teori organisasi humanis dan
administrasi negara baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective.
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya NPS, nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki perbedaan karakteristik dengan OPA dan NPM.
6 Perbedaan tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Di Inggris, muncul apa yang disebut joined up thinking and joined up action (Stewart, et.al., 1999), yang kemudian dikenal dengan paradigma New Public Service (NPS). Di dalam paradigma ini tidak ada lagi yang menjadi penonton. Semua jadi pemain atau ikut bermain. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. “Citizens First” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah (Denhardt & Gray, 1998). Isu tentang justice, equity, participation dan
juga leadership yang tidak diperhatikan dalam buku Reinventing
Government (Osborne & Gaebler, 1992), justru harus mendapatkan perhatian utama (Denhardt & Denhardt, 2003). Paradigma ini sejalan dengan prinsip co-creating yang digagas oleh Prahalad dan Ramaswamy (2004) sebagai sumber
energy organisasi di era demokrasi, karena dapat menjamin hak, kebutuhan dan nilai-nilai warga masyarakat dan bukan kebutuhan institusi.
Ada 7 (tujuh) prinsip NPS (Denhardt & Denhardt, 2003) yang berbeda dari OPA dan NPM. Pertama, peran utama dari pelayan publik adalah membantu warga masyarakat mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang telah disepakati bersama, daripada mencoba mengontrol atau mengendalikan masyarakat ke arah yang baru; Kedua, administrator publik harus menciptakan gagasan kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut sebagai kepentingan publik; Ketiga, kebijakan dan program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan responsif melalui upaya-upaya kolektif dan proses kolaboratif; Keempat, kepentingan publik lebih merupakan agregasi kepentingan pribadi para individu; Kelima, para pelayan publik harus memberikan perhatian, tidak semata kepada pasar, tetapi juga pada aspek hukum dan peraturan perundangan,
7 nilai-nilai masyarakat, norma-norma
politik, standard profesional dan kepentingan warga masyarakat; Keenam, organisasi publik dan jaringan-jaringan yang terlibatakan lebih sukses dalam jangka panjang kalau mereka beroperasi melalui proses kolaborasi dan melalui kepemimpinan yang menghargai semua orang; dan Ketujuh, kepentingan publik lebih baik dikembangkan oleh pelayan-pelayan publik dan warga masyarakat yang berkomitmen memberikan kontribusi terhadap masyarakat, daripada oleh manajer wirausaha yang bertindak seakan-akan uang adalah milik mereka.
Pelajaran penting yang dapat ditimba dari paradigma NPS ini adalah bahwa birokrasi harus dibangun agar dapat memberi perhatian kepada pelayanan masyarakat sebagai warga negara (bukan sebagai pelanggan), mengutamakan kepentingan umum, mengikutsertakan warga masyarakat, berpikir strategis dan bertindak demokratis, memperhatikan norma, nilai, dan standard yang ada, dan menghargai masyarakat. Birokrasi harus berubah orientasinya yaitu dari
paradigma constitutionalism ke paradigma communitarianism (Fox & Miller, 1995), atau dari model institution-centric service ke citizen-centric governance (Prahalad, 2005). Selanjutnya dalam rangka mengimplementasikan paradigma tersebut, perlu diterapkan pola citizen-centered collaborative public management (Cooper, at.al., 2006), asalkan tidak ada tindakan birokrasi yang memanipulasikan partisipasi masyarakat (Yang & Callahan, 2007).
3. PERBANDINGAN ANTARA OPA, NPM DAN NPS
Secara ringkas, Denhardt dan Denhardt menguraikan karakteristik OPA sebagai berikut :
• Fokus utama adalah penyediaan pelayanan publik melalui organisasi atau badan resmi pemerintah.
• Kebijakan publik dan administrasi negara dipahami sebagai penataan dan implementasi kebijakan yang berfokus pada satu cara terbaik (on a single),
8 administrasi negara sebagai
tujuan yang bersifat politik. • Administrator publik
memainkan peranan yang terbatas dalam perumusan kebijakan publik dan pemerintahan; mereka hanya bertanggung-jawab
mengimplementasikan kebijakan publik.
• Pelayanan publik harus diselenggarakan oleh administrator yang bertanggung-jawab kepada pejabat politik (elected
officials) dan dengan diskresi
terbatas.
• Administrator bertanggung-jawab kepada pimpinan pejabat politik (elected
political leaders) yang teleh
terpilih secara demokratis. • Program-program publik
dilaksanakan melalui organisasi yang hierarkis dengan kontrol yang ketat oleh pimpinan organisasi. • Nilai pokok yang dikejar oleh
organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas. • Oranisasi publik
melaksanakan sistem tertutup
sehingga keterlibatan warga negara dibatasai.
• Peranan administrator publik adalah melaksanakan prinsip-prinsip Planning, Organizing,
Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting dan Budgetting
Penerapan paradigma NPM sangat sukses di Amerika Serikat, Inggris dan Selandia Baru sehingga “virusnya” mulai menyebar ke negara-negara lain. Praktik NPM di Amerika Serikat populer dengan pemerintahan wirausaha (entrepreneurial government) yang dirancang oleh David Osborne dan Ted Gaebler. Osborne dan Gaebler menawarkan 10 prinsip pemerintahan yang berjiwa wirausaha.
1. Pemerintahan katalis; pemerintahan yang mengarahkan bukan mengayuh. 2. Pemerintahan milik masyarakat; pemerintahan yang memberdayakan bukan melayani.
3. Pemerintahan kompetetif;
pemerintahan yang menginjeksikan semangat kompetisi dalam pelayanan publik.
9 4. Pemerintahan yang digerakkan oleh
misi; pemerintahan yang mampu merubah orientasi dari pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.
5. Pemerintahan yang berorientasi hasil; pemerintahan yang membiayai hasil bukan input.
6. Pemerintahan yang berorientasi pelanggan; pemerintahan yang memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha;
pemerintahan yang menghasilkan profit bukan menghabiskan.
8. Pemerintahan antisipatif; pemerintahan yang berorientasi pencegahan bukan penyembuhan. 9. Pemerintahan desentralisasi;
merubah pemerintahan yang digerakkan oleh hierarki menjadi pemerintahan partisipatif dan kerjasama tim.
10.Pemerintahan yang berorientasi pasar; pemerintahan yang mendorong perubahan melalui pasar.
Tabel 1. Diferensiasi OPA, NPM dan NPS
Aspek Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
Teori politik Teori ekonomi Teori demokrasi
Rasionalitas dan model perilaku Manusia Rasionalitas Synoptic (administrative man) Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man) Rasionalitas strategis atau rasionaitas formal (politik, ekonomi dan organisasi) Konsep kepentingan publik Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan diekspresikan dalam aturan hukum Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu Kepentingan publik adalah hasil dialog
10 Responsivitas birokrasi publik Clients dan constituent Customer Citizen’s
Peran pemerintah Rowing Steering Serving
Pencapaian tujuan Badan pemerintah Organisasi privat dan nonprofit
Koalisi antarorganisasi publik, nonprofit dan
privat Akuntabilitas Hierarki
administratif dengan jenjang yang
tegas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan) Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, standar profesional Diskresi administrasi
Diskresi terbatas Diskresi diberikan secara luas
Diskresi dibutuhkan tetapi dibatasi dan bertanggung-jawab Struktur
organisasi
Birokratik yang ditandai dengan otoritas
top-down
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada
pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator Gaji dan keuntungan, proteksi Semangat entrepreneur Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat Sumber : Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29)
Masing-masing paradigma telah memberikan doktrin atau nasihat yang berbeda-beda dalam rangka membangun birokrasi. Perbedaan doktrin ini sebenarnya dipengaruhi oleh perbedaan konteks dan tipe sektor atau bidang yang ditangani. Karena itu, pemaksaan
penerapan satu paradigma yang sama untuk semua jenis bidang kehidupan publik, jelas akan sangat kontraproduktif. Di bidang politik dan hukum, pemerintah harus bertindak tidak pandang bulu, aturan dan prosedur tidak boleh
11 dilanggar, dan harus bertindak tegas,
karenanya, doktrin paradigma OPA lebih sesuai. Dalam bidang ekonomi, pemerintah harus berjiwa enterpreneurial, inovatif, dan kreatif agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan masyarakat. Karena itu, penerapan NPM nampak lebih tepat, dan pemaksaan penerapan OPA akan menimbulkan masalah. Selanjutnya dalam mempromosikan demokrasi dan pemerataan, pemerintah harus mengikutsertakan masyarakat sebagai warga negara yang berkepentingan, dan memperhatikan nilai-nilai mereka. Dalam
konteks ini, penerapan NPS akan lebih efektif.
Tuntutan akademis ini kiranya memberikan gambaran tentang postur birokrasi yang dibutuhhkan dalam masing-masing sektor atau bidang kehidupan. Postur birokrasi menyangkut sistem birokrasi maupun birokratnya harus benar-benar sesuai dengan karakteristik bidang atau sektor yang ada. Mungkin terabaikannya pembangunan birokrasi selama ini disebabkan oleh adanya kesalahan atau kelalaian dalam memilih dan menerapkan doktrin-doktrin tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Denhardt, V Janet dan Robert B. Denhardt. 2003. The New Public Service:
Serving, not Steering. New York :
M.E Sharpe, Armonk.
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2000. “The New Public Service: Service Rather than Steering”. Public Administration
Review Owen E. Hughes, Public Management and Administration: An Introduction (Second Edition). New
York : St. Martin Press
Thoha, Miftah. 2009. Ilmu Administrasi
Publik Kontemporer. Jakarta:
Kencana.
Osborne, David dan Ted Gaebler. 2003.
Reinventing Government
(Mewirausahakan Birokrasi):
Sepuluh Prinsip untuk Mewujudkan
Pemerintahan Wirausaha. Jakarta:
PPM.
Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition). Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall.
Wahyu. 2011. Pergeseran OPA, NPM,
NPS.
(http://wahyubraveadministrator.blo gspot.com/2011/05/pergeseran-opa-npm-nps.html), diakses tanggal 24 April 2012
Wahyu. 2011. New Public Servvice. (http://wahyubraveadministrator.blo gspot.com/search/label/NPS), diakses tanggal 24 April 2012
Jabrical. 2011. Perbandingan OPA, NPM
dan NPS.
http://jabirical.blogspot.com/2011/04
/perbandingan-opa-npm-dan-12 nps.html), diakses tanggal 7 Juni