• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT TUGAS. 5207/D.01/LPPM-UBSI/XII/2020 Tentang. Webinar 11 Desember 2020 UNIKA Atma Jaya TEMA :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURAT TUGAS. 5207/D.01/LPPM-UBSI/XII/2020 Tentang. Webinar 11 Desember 2020 UNIKA Atma Jaya TEMA :"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SURAT TUGAS

5207/D.01/LPPM-UBSI/XII/2020

Tentang Webinar 11 Desember 2020 UNIKA Atma Jaya

TEMA :

Kekerasan Terhadap Perempuan : Beban Yang Tak Berkesudahan

Menimbang : 1. Bahwa perlu di adakan pelaksanaan Seminar dalam rangka Seminar.

2. Untuk keperluan tersebut, pada butir 1 (satu) di atas, maka perlu dibentuk Peserta Seminar.

MEMUTUSKAN

Pertama : Menugaskan kepada saudara yang tercantum sebagai Peserta Devy Sofyanty S.Psi, MM

Kedua : Mempunyai tugas sbb:

Melaksanakan Tugas yang diberikan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapata kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Jakarta,4 Desember 2020

LPPM Universitas Bina Sarana Informatika Ketua

Taufik Baidawi, M.Kom Tembusan

- Rektor Universitas Bina Sarana Informatika - Arsip

(2)

Erasmus Abraham Napitupulu, S.H.

PUSAT PENELITIAN HIV AIDS UNIKA ATMA JAYA

Pusat Unggulan Kebijakan Kesehatan dan Inovasi Sosial

Bekerja sama dengan

Institute for Criminal Justice Reform

memberikan apresiasi kepada:

Devy Sofyanty, S.Psi, M.M

atas partisipasi sebagai PESERTA

Webinar:

“Kekerasan Terhadap Perempuan: Beban Yang Tak Berkesudahan”

yang dilaksanakan secara virtual pada tanggal 11 Desember 2020

Jakarta, 11 Desember 2020

Evi Sukmaningrum, Ph.D.

(3)

WEBINAR KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN TERHADAP

PEREMPUAN

DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN: BEBAN YANG TAK

BERKESUDAHAN

Disusun Oleh :

DEVY SOFYANTY

0417128402

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA

(4)

==========================================================

LAPORAN HASIL KEGIATAN

WEBINAR KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN TERHADAP

PEREMPUAN

DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN: BEBAN YANG TAK

BERKESUDAHAN

==========================================================

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan

Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) masih menjadi musuh besar dalam penegakan hak asasi manusia dan pencapaian kesetaraan gender. KtP memberi dampak di berbagai bidang kehidupan seperti kesehatan, sosial, ekonomi, hingga hukum. Belum lagi konsekuensi fisik dan psikis yang mesti ditanggung para penyintas dapat berlangsung untuk jangka panjang bahkan permanen. Catatan Akhir Tahun (CATAHU) 2020 Komnas Perempuan menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2019 terdapat 431.471 kasus KtP yang terjadi, jumlah ini meningkat 6% dari kasus di tahun sebelumnya yang menyentuh angka 348.446 kasus. Ditahun 2019 pula tercatat sebanyak 11 kasus kekerasan terhadap komunitas minoritas seksual yang berhasil didokumentasikan. Sedangkan, sejak masa pandemi ini, angka kekerasan terhadap perempuan kenaikannya mencapai 75 persen, yaknu sebanyak 14.719 kasus. Rinciannya, 75,4 persen di ranah personal (11.105 kasus), 24,4 persen di ranah komunitas (3.602 kasus), dan 0,08 persen dalam ranah negara (12 kasus), kemudian 3.062 kasus terjadi di ranah publik sebanyak 58 persen. Jenis kekerasan yang mendominasi adalah perkosaan, pemaksaan oritentasi seksual, pelecehan seksual dan pemaksaan perkawinan

(5)

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Dalam rangka memperingati Kampanye Publik 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender, Pusat Penelitian HIV (PPH) UNIKA Atma Jaya bekerja sama dengan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengadakan kegiatan Forum Diskusi Ilmiah Nasional dengan tajuk “Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan: Beban Yang Tak Berkesudahan”. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai kekerasan terhadap perempuan dan dampak yang ditimbulkannya serta rekomendasi penguatan kebijakan aspek perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan baik secara kesehatan, sosial, ekonomi, hukum maupun psikologi.

(6)

BAB II

LAPORAN KEGIATAN

2.1. Bentuk Kegiatan

Kegiatan berupa seminar dilaksanakan secara daring pada Jumat Siang 11 Desember 2020, Diampu Lydia Verina Wongso (Peneliti PPH Unika Atma Jaya) sebagai moderator, pemaparan di sajikan oleh Ignatius Praptoraharjo (Peneliti Senior PPH Unika Atma Jaya), yang membahas tentang Analisis Biaya dan Dampak Kekerasan terhadap Perempuan di 6 Kabupaten/ Kota di Indonesia, Theresia Puspoarum Kusumoputri (Peneliti PPH Unika Atma Jaya) yang mempresentasikan tentang Kekerasan terhadap Perempuan Pekerja Seks di Indonesia, dan Maidina Rahmawati (Peneliti ICJR) yang memaparkan tentang Kerangka Hukum Indonesia berkaitan dengan Perlindungan Perempuan dari Kekerasan. Sedangkan Penanggap yakni: Liana Andriyani (Koordinator Nasional OPSI) dan Siti Mazuma (Direktur LBH Apik Jakarta)

2.2. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan seminar dilaksanakan pada :

Tanggal : 11 Desember 2020 Waktu : 14.00 WIB – 16.00 WIB Tempat : Meeting Zoom

:https://atmajaya-ac id.zoom.us/j/87496594866?pwd=WWVLb1F0QWg1VExDOGE1aHh6Y W9XUT09 Meeting ID : 874 9659 4866 Password : 366171

(7)

2.3. Hasil Kegiatan

Seminar dialog Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan: Beban Yang Tak Berkesudahan secara keseluruhan telah berjalan dengan baik dan lancar. Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang mewakili dari pembuat kebijakan, penyedia layanan kesehatan, organisasi profesi, akademisi, dan perwakilan komunitas

Perihal besaran biaya yang ditanggung akibat KtP juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang telah dilakukan PPH terkait analisis biaya dan dampak KtP di 6 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Dalam kajian tersebut diketahui bahwa perkiraan biaya ekonomi KtP dalam satu tahun dapat mencapai Rp 65-770 Miliar untuk tiap lokasi. Biaya ekonomi ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk penanganan kasus KtP baik yang ditanggung oleh korban maupun lembaga pemberi layanan.

“Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh korban KtP adalah biaya penelantaran dan biaya kekerasan fisik, sementara yang paling sedikit ialah biaya yang dikeluarkan oleh korban yang paling sedikit ialah biaya yang dikeluarkan korban yang mengalami kekerasan seksual. Saat ini belum ada alur layanan standar untuk penanganan korban KtP. Selain itu yang tidak bisa dihindarkan juga adalah biaya tidak langsung yang mesti ditanggung oleh korban. Maksudnya biaya tidak langsung adalah komponen biaya yang mestinya ditanggung sebagai dampak langsung KtP seperti pengurangan produktivitas kerja atau kehilangan pendapatan, perusakan dan penghilangan aset pribadi dan rumah tangga, dan lain sebagainya”. Ungkap Ignatius Praptoraharjo yang membawakan materi hasil penelitian Analisis Biaya dan Dampak Kekerasan terhadap Perempuan di 6 Kabupaten/ Kota di Indonesia

Kasus KtP bertambah rumit ketika korbannya adalah pekerja seks sebagaimana presentasi dari Theresia Puspoarum Kusumaputri. Ia memaparkan bahwa masih ada keengganan pekerja seks yang mengalami kekerasan untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami karena mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan menyangkut pelaporan kasus kekerasan. Misalnya saja mereka justru mendapatkan stigma karena profesinya sebagai pekerja seks. Selain itu layanan baik dari pemerintah ataupun organisasi non pemerintah terhadap pekerja seks masih lebih menyasar pada akses terhadap layanan kesehatan bukan kepada masalah atau isu kekerasan yang dialami oleh pekerja seks

(8)

Dari segi hukum, uraian menarik tentang apa yang sebenarnya bisa dilakukan untuk perbaikan dan pemulihan korban datang dari paparan Maidina Rahmawati. Dalam tuturannya, Maidina mengungkapkan tiga poin utama terkait hal ini, pertama adalah perencanaan dengan menyediakan indikator pemulihan, jaminan korban setelah kekerasan yang dialaminya memiliki paling tidak jaminan kesehatan dan jaminan sosial. Kedua,KPPPA dan dinas PPA serta pemerintah daerah bisa lebih terfokus pada evaluasi layanan, bersinergi dengan masyarakat sipil pengada layanan. Ketiga, reformasi hukum yang mencakup restorative justice (menyelaraskan pemulihan korban dengan pertanggung jawaban pelaku, mendukung pembaruan dengan RUU PKS dan kejelasan aturan tentang penguatan hak korban dalam sistem

.

(9)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Data Komnas Perempuan menunjukkan, dalam 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792 persen atau delapan kali lipat. Pada 2019 tercatat, 431.471 kasus. Sedangkan, sejak masa pandemi ini, angka kekerasan terhadap perempuan kenaikannya mencapai 75 persen, yaknu sebanyak 14.719 kasus. Rinciannya, 75,4 persen di ranah personal (11.105 kasus), 24,4 persen di ranah komunitas (3.602 kasus), dan 0,08 persen dalam ranah negara (12 kasus), kemudian 3.062 kasus terjadi di ranah publik sebanyak 58 persen.

2. Dampak kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu kesehatan, sosial, ekonomi, dan hukum yang tidak hanya dialami oleh penyintas, tetapi juga di lingkup yang lebih luas, yaitu kehidupan keluarga dan komunitas. Beban dampak KtP dan juga biaya yang dikeluarkan oleh korban tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup perempuan. Begitu besarnya beban yang ditanggung, menuntut perhatian dan penangan yang lebih serius terhadap masalah KtP.

3.2 Saran

Kerangka hukum saat ini perlu direformasi untuk memberikan jaminan yang lebih baik terhadap perempuan korban kekerasan sedangkan dalam ranah penegakan masih terdapat perspektif yang bermasalah. Aparat penegak hukum tidak mempunyai perspektif yang memadai. Bahkan, cenderung mempunyai perspektif yang bermasalah mengenai kasus kekerasan perempuan maupun berbasis gender.

Referensi

Dokumen terkait