• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tahun 2009"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

Penyajian Data Informasi

Kementerian Pemuda dan Olahraga

Tahun 2009

(2)

Penyajian Data Informasi

Kementerian Pemuda dan Olahraga

Tahun 2009

(3)

PENYAJIAN DATA INFORMASI

KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

TAHUN 2009

ISBN: 978-979-1278-21-8 Ukuran Buku: 15,7 cm x 24 cm Jumlah Halaman: 135 + xiii

Penyusun: Tim Penyusun Editor: Tim Penyusun Gambar Kulit: Tim Penyusun Diterbitkan oleh: Biro Perencanaan

Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga

(4)

PENYAJIAN DATA INFORMASI

KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

TAHUN 2009

ISBN: 978-979-1278-21-8 Ukuran Buku: 15,7 cm x 24 cm Jumlah Halaman: 135 + xiii

Penanggung Jawab Deddy Kusdinar Ketua Thobias Tubulau Tim Penyusun Ahmad Musawir Nurhasanah Jeffery V. Palar Asmiaty Sy Yordania Kunto Widyatmoko Rio Wilarso Fanny R. Saputra Silmiyanti Zurlen Ali Rajabiy Achmad Syauqi Penyiapan Data BPS

Badan Pusat Statistik

Diterbitkan oleh: Biro Perencanaan

Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga

(5)

SAMBUTAN

SEKRETARIS KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

REPUBLIK INDONESIA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, karena hanya atas limpahan kasih dan sayang-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk berkarya, berbakti, mengabdi dan berbuat terbaik bagi nusa dan bangsa.

Dalam rangka mewujudkan kepemudaan dan keolahragaan yang berdaya saing sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Kementerian Pemuda dan Olahraga telah mencanangkan strategi pembangunan yang lebih mengarah kepada peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan dan peningkatan budaya dan prestasi olahraga di tingkat nasional dan internasional untuk meningkatkan daya saing pemuda dan olahraga.

Guna mendukung pengembangan bidang kepemudaan dan

keolahragaan tersebut maka seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program kepemudaan dan keolahragaan dilaksanakan berdasarkan data yang up-to-date, secara terintegrasi, transparan, akuntabel, dan tepat waktu.

Buku Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun 2009 dirancang agar dapat memberikan gambaran kondisi dan proyeksi bidang kepemudaan dan keolahragaan melalui beragam data dan informasi kepemudaan dan keolahragaan yang telah dihimpun oleh Biro Perencanaan Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Badan Pusat Statistik yang didukung oleh Unit-Unit Organisasi Teknis

(6)

lingkup Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Dinas Pemuda dan Olahraga/Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga se-Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya buku ini. Semoga apa yang tersaji dalam buku ini bermanfaat bagi para pengguna data, baik dari kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat luas dan dapat dijadikan referensi dalam mendukung kegiatan dan perencanaan kebijakan baik di pusat maupun daerah.

Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga

Drs. Wafid Muharam, MM NIP. 19600709 198803 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga 2009 merupakan publikasi yang menyajikan informasi mengenai kepemudaan dan keolahragaan di Indonesia. Data dan Informasi pemuda yang disajikan meliputi kependudukan, pendidikan, kesehatan, angkatan kerja, pemberdayaan pemuda, proyeksi pemuda, serta pemuda dan pengentasan kemiskinan. Informasi kependudukan mencakup jumlah dan persebaran pemuda, pemuda menurut jenis kelamin, status perkawinan dan partisipasi pemuda dalam keluarga berencana. Informasi aspek pendidikan antara lain mencakup partisipasi sekolah, dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Informasi aspek kesehatan meliputi angka kesakitan dan jenis keluhan kesehatan. Pembahasan angkatan kerja meliputi tingkat partispasi angkatan kerja pemuda dan angka pengangguran di kalangan pemuda. Informasi pada aspek pemberdayaan pemuda mencakup ketersediaan fasilitas olahraga, prestasi olahraga dan sains yang dicapai pemuda Indonesia dan Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3). Publikasi ini juga menyajikan proyeksi pemuda sampai tahun 2015. Pembahasan pemuda dan pengentasan kemiskinan, meliputi kemiskinan dan umur dan peranan pemuda dalam pengentasan kemiskinan.

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini berasal dari berbagai sumber antara lain: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2005 dan Susenas Panel Maret 2008, Susenas Kor Juli 2008, Sensus Potensi Desa (PODES) 2005 dan PODES 2008, dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2008. Ketiga sumber data tersebut berasal dari kegiatan survei/sensus yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS). Selain ketiga sumber data tersebut, dalam publikasi ini menggunakan pula data yang bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga khususnya mengenai pencapaian prestasi olahraga dan Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan.

(8)

Publikasi ini merupakan publikasi tahunan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini, disampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga publikasi ini bermanfaat. Kritik dan saran sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, Desember 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Sambutan... iii

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

Bab 1 Pendahuluan ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 4 1.3 Sumber Data ... 6 1.4 Sistematika Penyajian ... 7 Bab 2 Kependudukan ... 9

2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda ... 10

2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Provinsi ... 13

2.3 Status Perkawinan Pemuda ... 14

2.4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana ... 15

Bab 3 Pendidikan ... 19

3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah ... 19

3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ... 22

3.3 Buta Aksara ... 23

Bab 4 Kesehatan ... 25

4.1 Angka Kesakitan Pemuda ... 27

4.2 Jenis Keluhan Kesehatan ... 29

Bab 5 Pemuda dan Angkatan Kerja ... 31

5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda ... 33

5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 34

Bab 6 Pemberdayaan Pemuda... 37

6.1 Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan (SP-3) ... 41

6.2 Pelatihan Tenaga Keolahragaan ... 42

6.3 Pengembangan Kader Kewirausahaan Pemuda dan Peningkatan Kelembagaan Kewirausahaan Pemuda ... 45

Bab 7 Prestasi Pemuda ... 49

7.1 Prestasi Pemuda di Asian Youth Games 2009 ... 49

7.2 Prestasi Pemuda di ASEAN Primary School Sport Olympiad (APSSO) III/2009 ... 51

7.3 Prestasi Pemuda dalam Pekan Olahraga Pelajar Nasional ... 52

7.4 Prestasi Pemuda di Bidang Sains ... 55

(10)

Bab 8 Permasalahan dan Kriminalitas Pemuda ... 64

8.1 Pemuda sebagai Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas ... 67

8.2 Pemuda sebagai Pelanggar Lalu Lintas ... 69

8.3 Kenakalan Remaja ... 72

8.4 Pelaku Kriminalitas Anak dan Remaja ... 73

Bab 9 Pemuda dan Pengentasan Kemiskinan ... 76

9.1 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin ... 77

9.1.1 Rata-rata Jumlah Anggota Rumah Tangga ... 77

9.1.2 Wanita/Pemudi Sebagai Kepala Rumah Tangga ... 79

9.1.3 Rata-rata Umur Kepala Rumah Tangga Miskin ... 80

9.1.4 Rata-rata Lama Bersekolah Kepala Rumah Tangga ... 80

9.1.5 Distribusi Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin, Head Count Index Menurut Jenis Kelamin KepalaRumah Tangga ... 81

9.2 Distribusi Rumah Tangga Miskin menurut Jenis Kelamin Pemuda dan Provinsi ... 82

9.3 Distribusi Rumah Tangga Miskin menurut Tingkat Pendidikan Pemuda dan Provinsi ... 84

9.4 Distribusi Rumah Tangga Miskin menurut Lapangan Pekerjaan, Status/Kedudukan Dalam Pekerjaan Utama Pemuda dan Provinsi ... 86

9.5 Peran Pemuda dalam Program Penanggulangan Kemiskinan ... 88

9.5.1 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ... 90

9.5.2 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 92

Bab 10 Proyeksi Pemuda ... 94

10.1 Metode Proyeksi ... 94

10.2 Hasil Proyeksi ... 95

Daftar Pustaka ... 98

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah

Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 15 Tabel 2.2 Persentase Pemuda Perempuan Pernah Kawin menurut

Partisipasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah

Tempat Tinggal, Tahun 2008 ... 17 Tabel 3.1 Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah

dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 20 Tabel 3.2 Angka Buta Aksara Pemuda menurut Daerah

Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin,Tahun 2008 ... 24 Tabel 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin

dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2008 ... 28 Tabel 4.2 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan

Kesehatan dan Jenis Kelamin,Tahun 2008 ... 29 Tabel 6.1 Jumlah Tenaga Olahraga yang Dilatih menurut

Jenisnya Tahun 2006-2009 ... 44 Tabel 6.2 Rekapitulasi Pengembangan Kader Kewirausahaan

Pemuda, Tahun 2005-2009 ... 47 Tabel 7.1 Perolehan Medali Kejuaraan Asian Youth Games 2009 ... 50 Tabel 7.2 Perolehan Medali APSSO III 2009 ... 52 Tabel 7.3 Perolehan Medali dalam Pekan Olahraga Pelajar

Nasional menurut Provinsi, Tahun 2009 ... 53 Tabel 7.4 Perolehan Medali Cabang Eksibisi dalam Pekan

Olahraga Pelajar Nasional menurut Provinsi,

Tahun 2009 ... .. 54 Tabel 7.5 Siswa Terbaik OSN 2009 Tingkat SMA ... 61 Tabel 7.6 Jumlah Rumah Yang Diberikan Sebagai Hadiah Kepada

Olahragawan Berprestasi, Tahun 2007-2008 ... 62 Tabel 8.1 Profesi Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas menurut

Provinsi, Tahun 2008 ... 68 Tabel 8.2 Profesi Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas menurut

Provinsi, Tahun 2008 ... 71 Tabel 8.3 Persentase Peristiwa Penting Gangguan Kamtibmas

(PPGK) Khusus, Tahun 2008 ... 72 Tabel 8.4 Komposisi Orang Yang Terlibat Perkara Pidana,

(12)

Tabel 9.1 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin menurut Daerah,

Tahun 2008 ... 78 Tabel 9.2 Persentase Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin,

Head Count Index, menurut Jenis Kelamin

Kepala Rumah Tangga, Tahun 2008 ... 82 Tabel 9.3 Persentase Pemuda Rumah Tangga Miskin

menurut Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga dan

Provinsi, Tahun 2008 ... 83 Tabel 9.4 Distribusi Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah

Tangga Miskin menurut Provinsi dan Pendidikan,

Tahun 2008 ... 85 Tabel 9.5 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga

Miskin menurut Provinsi dan Lapangan Pekerjaan,

Tahun 2008 ... 87 Tabel 9.6 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga

Miskin menurut Provinsi dan Status Pekerjaan,

Tahun 2008 ... 89 Tabel 10.1 Perbandingan Jumlah Pemuda Tahun 2005 dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Persentase Pemuda menurut Pulau,Tahun 2008 ... 11 Gambar 3.1 Partisipasi Sekolah Pemuda menurut Daerah

Tempat Tinggal, Tahun 2008 ... 21 Gambar 3.2 Persentase Pemuda menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan, Tahun 2008 ... 22 Gambar 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Daerah

dan Jenis Kelamin, Tahun 2008... 28 Gambar 5.1 Diagram Ketenagakerjaan,Tahun 2008 ... 32 Gambar 5.2 Komposisi Ketenagakerjaan Pemuda, Agustus 2008 ... 32 Gambar 5.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut

Jenis Kelamin, Tahun 2007-2008 ... 33 Gambar 5.4 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut

Jenis Kelamin,Tahun 2007-2008 ... 35 Gambar 6.1 Jumlah SP-3 menurut Angkatan ... 42 Gambar 8.1 Persentase Profesi Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas,

Tahun 2008 ... 67 Gambar 8.2 Persentase Profesi Pelanggar Lalu Lintas,

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Jumlah dan Rasio Pemuda menurut Provinsi dan

Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 101 Lampiran 2 Jumlah Pemuda dan Kepadatan Pemuda menurut

Provinsi, Tahun 2008 ... 102 Lampiran 3 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana

menurut Provinsi dan Daerah, Tahun 2008 ... 103 Lampiran 4 Persentase Pemuda menurut Provinsi dan

Partisipasi Sekolah, Tahun 2008 ... 105 Lampiran 5 Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tingkat

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, dan

Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 106 Lampiran 6 Persentase Pemuda menurut Ketidakmampuan

Baca-Tulis dan Provinsi, Tahun 2008 ... 108 Lampiran 7 Angka Kesakitan Pemuda menurut Provinsi,

Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 109 Lampiran 8 Angka Kesakitan Pemuda menurut Provinsi dan

Daerah, Tahun 2008 ... 110 Lampiran 9 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis

Keluhan Kesehatan dan Provinsi, Tahun 2008 ... 111 Lampiran 10 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Tahun 2007-2008...113 Lampiran 11 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurut Provinsi Daerah, dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 114 Lampiran 12 Tingkat Pengangguran Terbuka, Tahun 2007-2008 ... 115 Lampiran 13 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi

Daerah, dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 ... 116 Lampiran 14 Proyeksi Pemuda Berumur 16-30 Tahun menurut

Provinsi, Tahun 2005-2015 (dalam ribuan) ... 117 Lampiran 15 Proyeksi Pemuda Laki-Laki Berumur 16-30 Tahun

menurut Provinsi, Tahun 2005-2015

(dalam Ribuan) ... 119 Lampiran 16 Proyeksi Pemuda Perempuan Berumur 16-30 Tahun

menurut Provinsi, Tahun 2005-2015

(15)

Lampiran 18 Jumlah Pelatih PPLP Menurut Cabang Olahraga

per Provinsi Tahun 2008 ... 125

Lampiran 19 Jumlah Atlet PPLP Menurut Cabang Olahraga

per Provinsi Tahun 2008 ... 129

Lampiran 20 Data Sarana dan Prasarana Olahraga

(16)
(17)

Pendahuluan

1

1

1.1 Latar Belakang

Sejarah perjalanan suatu bangsa sejatinya tidak lepas dari keberadaan

dan peran pemuda. Sejarah telah mencatat bahwa dalam

perkembangan peradaban dunia, pemuda senantiasa membuktikan perannya sebagai pelaku lahirnya sebuah peradaban baru. Demikian juga dengan sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Di republik ini, peran pemuda sangat jelas terlihat pada awal perjuangan kemerdekaan, masa kemerdekaan itu sendiri, dan pasca kemerdekaan bangsa.

Kiprah pemuda di Indonesia diawali pada permulaan tahun 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Semangat kebangkitan ini kemudian mengkristal dengan dideklarasikannya momentum besar, yakni Sumpah Pemuda, pada tanggal 28 Oktober tahun 1928. Selain sebagai catatan penting dalam mempersatukan perjuangan pemuda, semangat Sumpah Pemuda juga terbukti menjadi penopang utama pencapaian kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Titik-titik sejarah gerakan pemuda juga terlihat pada awal lahirnya Orde Baru tahun 1966 dengan tuntutan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Peristiwa Malari tahun 1974, dan perjuangan memasuki Orde Reformasi pada tahun 1998. Peristiwa-peristiwa tersebut menjadi bukti nyata bahwa pemuda selalu menjadi garda terdepan dalam usaha-usaha perbaikan bangsa.

Dalam perspektif demografis, yang dimaksud pemuda adalah orang yang berfikir dewasa yang berusia antara 16-30 tahun (UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan). Pemuda dalam perspektif sosiologis merupakan anggota masyarakat berusia produktif yang secara sadar mengambil perannya dalam konteks memajukan kehidupan dirinya dan

(18)

masyarakat. Sedangkan dalam perspektif politik, pemuda merupakan individu atau komunitas warga negara yang terus-menerus menempa diri tanpa mengenal batas waktu dan mengaktualisasikan segenap potensinya untuk menjadi pemimpin di masa depan.

Peran strategis pemuda dan torehan sejarah yang bermakna dalam kehidupan berbangsa seolah menjadi euforia apabila melihat kondisi pemuda hari ini. Menjadi sebuah fakta tak terbantahkan bahwa pemuda hari ini juga turut menjadi bagian dari permasalahan bangsa. Tidak sedikit pemuda yang terjerumus pada masalah-masalah sosial seperti kriminalitas, tawuran, premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan HIV/AIDS. Rendahnya kepedulian pemuda terhadap berbagai permasalahan masyarakat (bangsa) juga telah menjadikan sebagian pemuda menjadi kalangan yang apatis, acuh, dan egois. Selain itu, menjamurnya budaya permisif, budaya hedonis, dan budaya kebarat-baratan telah melunturkan semangat kepribadian nasional dan nilai-nilai luhur bangsa.

Permasalahan pemuda lainnya adalah rendahnya kualitas pemuda yang tercermin dari banyaknya pemuda yang menganggur (sekitar 17,36 persen, diolah dari sakernas 2008), berpendidikan rendah (63,11 persen berpendidikan SMP atau ke bawah), dan mempunyai minat baca yang rendah. Sedangkan rendahnya budaya dan prestasi olahraga tercermin dari tingkat kemajuan pembangunan olahraga Indonesia yang hanya mencapai 0,280 (Sports Development Index/SDI) nasional pada tahun 2006 serta menurunnya prestasi olahraga pada ajang internasional. Pemuda akan senantiasa menempati posisi penting dan strategis, sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai generasi penerus untuk berkiprah di masa depan. Oleh karena itu, pemuda harus disiapkan dan diberdayakan agar memiliki kualitas dan keunggulan daya saing, guna menghadapi tuntutan, kebutuhan, serta tantangan dan persaingan di era global. Pembangunan bidang kepemudaan merupakan mata rantai tak

(19)

terpisahkan dari sasaran pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing, merupakan salah satu kunci untuk membuka peluang bagi keberhasilan di berbagai sektor pembangunan lainnya. Oleh karena itu, pembangunan kepemudaan dianggap sebagai salah satu program yang tidak dapat diabaikan dalam menyiapkan kehidupan bangsa di masa depan.

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan serta besarnya potensi dan peran penting yang dimiliki oleh pemuda, maka sudah sewajarnya apabila pemerintah memberi perhatian yang besar pada kelompok ini. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dijelaskan bahwa pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter kebangsaan (nation building) dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kepemudaan ini kemudian diwujudkan dalam 2 prioritas pembangunan nasional pemuda yaitu: penguatan pembentukan karakter bangsa (nation and character building) dan peningkatan kapasitas dan daya saing pemuda. Sementara itu, pembangunan olahraga diarahkan pada peningkatan budaya olahraga dan prestasi olahraga di kalangan masyarakat.

Prioritas pembangunan pemuda dalam RPJPN ini kemudian dituangkan dalam kerangka umum (grand design) pembangunan nasional kepemudaan (Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, 2009). Dalam grand design tersebut dijelaskan bahwa pembangunan kepemudaan difokuskan pada semua pemuda, baik yang berpotensi maupun yang bermasalah. Selain itu, hal penting lainnya adalah bahwa pembangunan kepemudaan pada masa yang akan datang, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat) saja, tetapi juga pemerintah daerah dan seluruh lapisan masyarakat.

(20)

Pembangunan di bidang kepemudaan secara khusus ditangani oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga mempunyai tugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pemuda dan olahraga. Dua produk undang-undang yang yang telah ditelurkan dalam kurun waktu 2004-2009 adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.

Untuk mendukung pembangunan di bidang kepemudaan dan olahraga yang terarah dan tepat sasaran, maka diperlukan perencanaan berbasis data pemuda dan olahraga yang akurat. Data pemuda dan olahraga ini dapat menjadi acuan dalam upaya perencanaan, pembangunan, dan pemberdayaan pemuda sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2005-2025. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu dilakukan kegiatan penyediaan data pemuda dan olahraga yang berkelanjutan dan mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan data ini diharapkan dapat membantu perencanaan berbagai program pembangunan pemuda dan olahraga di masa mendatang yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Tujuan

Penyajian Data dan Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Tahun 2008 ini bertujuan untuk:

1. Menyajikan gambaran kondisi (profil) pemuda Indonesia dilihat dari aspek jenis kelamin, umur, pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Profil ini akan memberikan gambaran mengenai sumber daya pemuda Indonesia sehingga diharapkan dapat diketahui kualitas pemuda dari aspek pendidikan dan kesehatan. Selain itu diharapkan pula dapat diketahui angka penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di kalangan pemuda.

(21)

olahraga di masyarakat. Adalah suatu kemustahilan apabila mengharapkan prestasi olahraga yang tinggi tanpa memperhatikan ketersediaan fasilitas, karena itu perlu diketahui ketersediaan fasilitas olahraga di setiap provinsi.

3. Menyajikan data tingkat pencapaian prestasi keolahragaan pemuda Indonesia. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang olahraga adalah tingkat pencapaian prestasi. Pada dasarnya semua kegiatan pembangunan bidang olahraga, baik yang berupa sarana dan prasarana, regulasi dan kebijakan bermuara pada tujuan meningkatnya prestasi di bidang keolahragaan.

4. Menyajikan data pemuda sebagai salah satu kelompok penduduk yang mempunyai potensi besar untuk melakukan pelanggaran berlalulintas maupun pelaku kecelakaan lalulintas, kenakalan remaja dan anak sebagai pelaku tindak kejahatan tindak pidana. Permasalahan dan kriminalitas pemuda dipandang perlu disajikan dalam laporan ini karena diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dan masukan untuk membuat perencanaan

pembangunan kepemudaan.

5. Menyajikan karakteristik rumah tangga miskin, termasuk di dalamnya adalah rumah tangga miskin yang kepala rumah tangganya adalah pemuda.

6. Menyajikan data proyeksi pemuda Indonesia sampai tahun 2015 terutama setelah disetujuinya UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (batasan umur 16-30 tahun). Proyeksi penduduk diperlukan terutama terkait dengan perencanaan program pembangunan di masa mendatang. Dengan harapan, dapat disusun suatu program yang tepat guna dan tepat waktu.

(22)

1.3 Sumber Data

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini sebagian besar bersumber dari survei atau sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi:

1. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2006 dan Susenas Panel Maret 2007 dan Kor Juli 2008. Susenas adalah survei tahunan yang diselengarakan BPS melalui pendekatan rumah tangga. Sampel Susenas meliputi seluruh wilayah Indonesia. Data yang dicakup meliputi variabel sosial dan ekonomi masyarakat. 2. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2008. Sakernas

merupakan kegiatan survei tahunan khusus mengenai angkatan kerja. Sampel Sakernas mencakup seluruh wilayah Indonesia. 3. Data tingkat pencapaian prestasi pemuda Indonesia dalam arena

olahraga bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Kementerian Pemuda dan Olahraga serta website-website yang berhubungan.

4. Data Sarjana Pendamping Penggerak Pembangunan di Perdesaan tahun 2008 dari Kemenegpora.

5. Data pemuda sebagai salah satu kelompok penduduk yang

mempunyai potensi besar untuk melakukan pelanggaran

berlalulintas maupun pelaku kecelakaan lalulintas, kenakalan remaja dan anak sebagai pelaku tindak kejahatan tindak pidana bersumber dari Laporan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) tahun 2007 dan 2008.

6. Data proyeksi pemuda yang diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia per Provinsi tahun 2005-2015.

(23)

1.4 Sistematika Penyajian

Publikasi Penyajian Data dan Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Tahun 2008 ini dibagi menjadi 10 bab. Bab pertama adalah pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang, tujuan, sumber data dan sistematika penulisan. Bab ke-dua menyajikan masalah kependudukan yang meliputi jumlah dan persebaran pemuda, pemuda menurut jenis kelamin, status perkawinan, dan partisipasi pemuda dalam keluarga berencana. Bab ke-tiga mengenai pendidikan yang mengulas tentang partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan buta aksara.

Bab ke-empat membahas tentang kesehatan yang mencakup angka morbiditas dan pemuda yang mempunyai keluhan kesehatan. Bab ke- lima membahas pemuda dan angkatan kerja yang meliputi partisipasi pemuda dalam angkatan kerja, dan angka pengangguran. Bab ke-enam tentang pemberdayaan pemuda yang meliputi peran serta pemuda dalam keolahragaan, di bidang sains, serta prestasi sarjana penggerak pembangunan di perdesaan. Bab ke-tujuh membahas pemuda sebagai salah satu kelompok penduduk yang mempunyai potensi besar untuk melakukan pelanggaran berlalulintas maupun pelaku kecelakaan lalu lintas, kenakalan remaja dan anak sebagai pelaku tindak kejahatan tindak pidana. Bab ke-delapan, membahas mengenai pemuda dan pengentasan kemiskinan. Bab ke-sembilan yang merupakan bab terakhir, mengenai proyeksi jumlah pemuda sampai tahun 2015.

(24)
(25)

Kependudukan

2

2

Tingkat kemajuan suatu bangsa dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator sosial, tingkat kemajuan suatu negara bisa diukur dari kualitas sumber daya manusianya. Selain itu, kemajuan suatu bangsa juga bisa diukur berdasarkan indikator kependudukan. Ada kaitan yang erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat kesehatan. Bangsa yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih kecil; angka harapan hidup yang lebih tinggi; dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan sasaran utama

dari pembangunan sebagaimana tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Sasaran ini tidak mungkin tercapai apabila pemerintah tidak dapat memecahkan masalah-masalah kependudukan, seperti besarnya jumlah penduduk dan tidak meratanya tingkat persebarannya. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peranan penting. Data kependudukan yang lengkap dan akurat akan mempermudah perencanaan pembangunan secara lebih tepat.

Pada publikasi ini, akan disajikan data kependudukan, khususnya kelompok usia 16-30 tahun yang terkategori sebagai pemuda. Penyajian ini menjadi penting karena berkaitan dengan peran strategis pemuda di dalam pembangunan bangsa. Data dan informasi yang akan disajikan ini meliputi jumlah dan persebaran pemuda di Indonesia, rasio jenis kelamin pemuda menurut kelompok umur, status perkawinan pemuda, dan partisipasi pemuda dalam Keluarga Berencana (KB).

(26)

2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda

Jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah setiap tahun menjadi tantangan yang serius bagi pemerintah. Selain jumlahnya yang besar, persebaran penduduk yang tidak merata juga menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Dengan demikian, informasi mengenai persebaran penduduk, khususnya pemuda, dapat menjadi acuan pemerintah dalam menentukan tingkat konsentrasi pembangunan. Daerah dengan konsentrasi pemuda yang tinggi misalnya, seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar potensi yang dimiliki pemuda dapat diberdayakan. Usaha ini misalnya dilakukan dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat meminimalisasi arus urbanisasi maupun perpindahan pemuda dari suatu wilayah ke satu wilayah saja.

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 sebesar 228,5 juta jiwa (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2015, BPS). Dari jumlah ini, sekitar 62,6 juta (27,4 persen) penduduk adalah kelompok pemuda yang terdiri dari sekitar 50,1 persen laki-laki dan 49,9 persen perempuan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa proporsi pemuda laki-laki dan perempuan hampir sama.

Hasil susenas 2008 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di daerah perdesaan (51,7 persen). Namun demikian, kondisi sebaliknya justru terjadi pada penduduk yang terkategori sebagai pemuda. Lebih dari separuh pemuda (51,90 persen) justru lebih memilih tinggal di daerah perkotaan. Kondisi ini menjadi salah satu fakta baru bahwa pemuda sekarang cenderung ’nyaman’ untuk tinggal di daerah perkotaan. Kecenderungan ini bisa dipahami mengingat selama ini kawasan perdesaan sering diidentikkan dengan daerah yang terbelakang, jauh dari berbagai fasilitas umum, dan kurang menjanjikan secara ekonomi. Dengan kondisi yang demikian, maka banyak pemuda (penduduk) yang

(27)

kemudian lebih memilih untuk beraktivitas (bekerja) dan tinggal di daerah perkotaan.

Persebaran pemuda menurut wilayah hasil proyeksi penduduk dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa secara umum, persebaran pemuda masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Di kedua pulau ini, persentase jumlah pemuda mencapai 79 persen dari total jumlah pemuda di Indonesia. Padahal luas wilayah kedua pulau ini hanya sekitar 31 persen dari total luas wilayah Indonesia. Sedangkan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang luas wilayahnya sekitar 2/3 dari wilayah Indonesia, persentase pemudanya tidak lebih dari sepertiga.

Gambar 2.1. Persentase Pemuda menurut Pulau, Tahun 2008

22.50% 56.80% 5.30% 5.80% 1.10% 7.30% 1.20%

Sumatera Jawa Nusa Tenggara Kalimantan

Sulawesi Maluku Papua

Sumber: Diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2015, BPS

Gambaran ketimpangan persebaran pemuda ini telah menimbulkan kesenjangan perkembangan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini terutama terjadi antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antar berbagai kota di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa menurut garis Wallace, KBI meliputi seluruh provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, sedangkan KTI meliputi seluruh provinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, NTB, dan NTT.

(28)

Persebaran pemuda menurut provinsi (hasil proyeksi) dapat dilihat pada Lampiran 1. Provinsi Jawa Barat (11,1 juta), Jawa Timur (9,5 juta), dan Jawa Tengah (8,6 juta) adalah tiga provinsi terbanyak pemudanya. Sedangkan Provinsi Sulawesi Barat, Maluku Utara, Gorontalo, dan Papua Barat adalah beberapa provinsi yang jumlah pemudanya kurang dari 300 ribu.

Banyaknya pemuda yang tinggal di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan pemuda pada pulau ini menjadi sangat tinggi. Di Pulau Jawa secara umum, kepadatan pemuda mencapai 274 jiwa setiap km2. Bahkan di Provinsi DKI Jakarta yang luas wilayahnya hanya sekitar 664 km2 (0,5 persen dari luas Pulau Jawa), kepadatan pemuda mencapai 4.060 jiwa per km2. Kondisi sebaliknya justru banyak dijumpai pada wilayah Indonesia bagian timur. Provinsi Papua misalnya, di pulau yang luasnya mencapai 16,70 persen dari total luas wilayah Indonesia ini, setiap kilometer perseginya hanya didiami sekitar 2 orang pemuda saja. Melihat jumlah dan persebaran pemuda yang sangat timpang antara Pulau Jawa dan luar Jawa, antara kota-kota di Pulau Jawa dan kota-kota di daerah Indonesia Timur, maka menjadi wajar apabila proses pembangunan akhirnya mengalami hambatan. Akibat dari terhambatnya proses pembangunan ini, banyak wilayah di Indonesia yang masih terisolir dari akses fasilitas umum. Selain itu, banyak daerah yang sulit berkembang menjadi wilayah yang strategis karena daya dukung wilayah dan keuangan yang tidak memadai. Pada akhirnya, efek kumulatif dari ketimpangan pembangunan ini adalah timbulnya urbanisasi yang tidak terkendali, khususnya pada kota-kota besar di Pulau Jawa.

Pada beberapa wilayah, ketimpangan pembangunan juga telah berakibat langsung pada munculnya semangat kedaerahan pada titik yang paling ekstrim, yang diwujudkan dalam bentuk gerakan separatisme. Sementara itu, upaya-upaya percepatan pembangunan

(29)

dimulai sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu, hasilnya masih belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut (Propenas 2004-2009).

Hasil proyeksi pemuda memperlihatkan bahwa kepadatan pemuda tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 4.060 pemuda per kilometer persegi, diikuti DI Yogyakarta yang mencapai 313 pemuda/km2. Sedangkan untuk daerah di luar Jawa, kepadatan tertinggi masing-masing terdapat di Provinsi Lampung (61 pemuda/km2) untuk Pulau Sumatera, Bali (149 pemuda/km2) untuk Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan (25 pemuda/km2) untuk Pulau Kalimantan, Sulawesi Selatan (46 pemuda/km2) untuk Pulau Sulawesi, dan Papua Barat (21 pemuda/km2) untuk Pulau Papua dan Maluku.

Melihat realitas dan tantangan pembangunan yang belum merata, maka sesuai dengan prioritas pembangunan pemuda sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2007, pemuda harus menjadi garda terdepan dalam setiap proses pembangunan. Partisipasi aktif ini harus diwujudkan dalam peningkatan kualitas SDM pemuda baik dari sisi keilmuan maupun keterampilan dan keterlibatan langsung dalam setiap proses pembangunan.

2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Provinsi

Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah perbandingan antara penduduk laki-laki dengan 100 penduduk perempuan. Data RJK berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan jender, terutama berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara lebih merata.

Berdasarkan hasil Proyeksi 2008, RJK di Indonesia mencapai angka 100. Sedangkan pada kategori pemuda, RJK mencapai angka 100,5. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah pemuda laki-laki di Indonesia ternyata relatif sama dengan pemuda perempuan. Sementara itu jika dirinci menurut provinsi terlihat bahwa lebih dari separuh provinsi di

(30)

Indonesia, mempunyai RJK di atas RJK nasional. Meskipun demikian, ada juga dua provinsi yang mempunyai RJK kurang dari 90. Kedua provinsi tersebut adalah DKI Jakarta (88,2), dan Kepulauan Riau (82,2).

2.3 Status Perkawinan Pemuda

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perkawinan menegaskan bahwa umur terendah perempuan untuk dapat melakukan perkawinan adalah 16 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah 21 tahun. BPS sendiri mendefinisikan seseorang berstatus kawin apabila pada saat pencacahan mereka terikat dalam perkawinan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri.

Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa sekitar 42,21 persen pemuda di Indonesia telah berstatus kawin. Apabila dirinci menurut jenis kelamin terlihat perbedaan persentase yang sangat besar antara pemuda laki-laki dan perempuan. Persentase laki-laki yang berstatus kawin hanya sekitar 31 persen saja, sementara persentase perempuan yang berstatus kawin mencapai 53 persen. Sedangkan apabila dilihat menurut daerah tempat tinggal terlihat bahwa persentase pemuda di perkotaan yang berstatus kawin lebih kecil dibandingkan dengan pemuda di perdesaan, khususnya pada pemuda laki-laki (27,64 persen).

(31)

Tabel 2.1: Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2008

Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin

Belum kawin Kawin Cerai hidup Cerai mati (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan 62,12 36,68 0,99 0,21 Laki-laki 71,75 27,64 0,50 0,10 Perempuan 52,85 45,38 1,45 0,32 Perdesaan 50,16 48,20 1,36 0,28 Laki-laki 64,42 34,69 0,74 0,15 Perempuan 36,04 61,58 1,98 0,40 Perkotaan + Perdesaan 56,38 42,21 1,17 0,24 Laki-laki 68,21 31,05 0,62 0,13 Perempuan 44,85 53,09 1,70 0,36

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS

Persentase pemuda Indonesia yang berstatus cerai hidup dan cerai mati masing-masing sebesar 1,17 persen dan 0,24 persen. Dari jumlah ini, persentase perceraian pemuda perempuan (baik cerai hidup maupun cerai mati) hampir tiga kali persentase perceraian pada laki-laki. Besarnya persentase perceraian pemuda perempuan ini kemungkinan sangat erat kaitannya dengan usia pertama sewaktu menikah (sebagaimana batasan usia perempuan pada UU Perkawinan) yang relatif masih sangat muda. Selain itu besarnya persentase perceraian pada pemuda perempuan kemungkinan disebabkan oleh adanya emosi dan pola pikir (pemuda perempuan) yang cenderung tidak stabil dan cepat berubah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

2.4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana (KB)

Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2008 sebesar 228,5 juta orang diperkirakan meningkat menjadi sekitar 247,6 juta orang pada tahun 2015. Sejalan dengan itu berbagai parameter kependudukan diperkirakan akan mengalami perbaikan yang ditunjukkan

(32)

dengan menurunnya angka kelahiran, meningkatnya usia harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi.

Meskipun demikian, pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk penting diperhatikan untuk menciptakan penduduk tumbuh seimbang dalam rangka mendukung terjadinya bonus demografi atau lebih tepat dengan istilah jendela kesempatan yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM, daya saing, dan kesejahteraan rakyat.

Program keluarga berencana (KB) merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam rangka menekan jumlah penduduk. Program yang mulai diluncurkan pada 29 Juni 1970 ini telah menunjukkan keberhasilan yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas, yaitu mulai dari 5,61 anak per wanita pada tahun 1968 menjadi 4,68 pada tahun 1977, dan mencapai 2,27 anak per wanita pada tahun 2000 (www.datastatistik-indonesia.com).

Salah satu isu penting bagi kelangsungan pembangunan KB adalah desentralisasi. Sesuai dengan Kepres Nomor. 103/2001, yang kemudian diubah menjadi Kepres Nomor. 9/2004, bahwa sebagian kewenangan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten/ kota. Dengan adanya peraturan tersebut, masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan KB sampai saat ini adalah belum seluruh pemerintah kabupaten/kota menetapkan KB sebagai isu strategis dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan pemenuhan hak-hak reproduksi penduduk.

Pelaku KB adalah pasangan usia subur yaitu pasangan suami istri yang istrinya berusia 15-49 tahun. Dengan melihat batasan umur ini, maka sebagian pemuda masuk sebagai salah satu kategori pelaku KB dan

(33)

pemuda dalam upaya pengendalian jumlah dan kualitas penduduk menjadi bagian yang penting.

Hasil Susenas 2008 menunjukkan bahwa persentase pemuda perempuan berstatus kawin atau cerai di Indonesia yang sedang menggunakan alat KB atau berpartispasi dalam KB telah mencapai 57,46 persen (Tabel 2.2). Di sisi lain yang tidak pernah menggunakan alat KB sebesar 25,86 persen dan tidak menggunakan lagi sebesar 16,69 persen. Jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, ternyata persentase pemuda perempuan di perdesaan yang menggunakan alat KB lebih besar daripada pemuda perkotaan. Hal ini merupakan indikasi bahwa sosialisasi kesadaran untuk melakukan program KB dengan ditandai kesadaran pemuda perempuan perdesaan untuk mengikuti program KB lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda perempuan perkotaan.

Tabel 2.2: Persentase Pemuda Perempuan Pernah Kawin menurut Partisipasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2008

Daerah Tempat Tinggal

Partisipasi dalam Keluarga Berencana Sedang menggunakan Tidak menggunakan lagi Tidak pernah menggunakan (1) (2) (3) (4) Perkotaan 56,65 16,95 26,41 Perdesaan 58,11 16,47 25,41 Total 57,46 16,69 25,86

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS

Partisipasi pemuda perempuan terhadap program KB menurut provinsi sangat beragam (lihat Lampiran 3). Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan tingkat persentase pengguna alat KB paling tinggi (70,1 persen). Sedangkan Papua dan Papua Barat terkategori sebagai provinsi dengan persentase pengguna alat KB terendah (26,34 persen dan 29,47 persen). Rendahnya pencapaian program KB di kalangan pemuda ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan pemuda

(34)

terhadap fungsi dan peranan program KB dalam usaha pengendalian pertumbuhan penduduk. Selain itu, pembangunan KB selama ini belum dipandang sebagai suatu investasi yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi di masa yang akan datang.

(35)

Pendidikan

3

3

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan didefinisikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dan lain-lain, usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Sementara itu menurut wikipedia, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya bagi pemuda.

Melalui pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, akan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Pendidikan merupakan fondasi dasar untuk menyiapkan SDM bangsa yang berkualitas, khususnya bagi pemuda yang notabene merupakan SDM potensial yang akan menjadi penggerak aktif pembangunan bangsa.

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan angka buta aksara. Ketiga indikator yang disebutkan di atas akan dibahas pada bab ini, baik menurut jenis kelamin maupun daerah tempat tinggal.

3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah

Tingkat partisipasi sekolah terdiri dari tiga kriteria, yaitu belum atau tidak pernah bersekolah, masih atau sedang bersekolah, dan tidak bersekolah lagi. Partisipasi sekolah ini merujuk kepada jenjang pendidikan formal.

(36)

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

Pemuda masih termasuk penduduk aktif di pendidikan formal, yaitu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi berdasarkan usia yang dijadikan standar menurut jenjang pendidikan di Indonesia atau rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum. Usia 16 tahun merupakan bagian dari kelompok usia standar untuk jenjang pendidikan SMA. Tingkat partisipasi sekolah menggambarkan bagaimana status pemuda dalam jenjang pendidikan formal. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa lebih dari 80 persen pemuda baik laki-laki maupun perempuan, sudah tidak duduk di bangku sekolah formal lagi atau tidak bersekolah lagi.

Selain itu, ternyata masih ada pemuda yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal, yaitu sebesar 1,02 persen pemuda laki-laki dan 1,50 persen pemuda perempuan.

Tabel 3.1: Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2008

Jenis Kelamin Belum/Tidak Pernah Sekolah Masih/Sedang Sekolah Tidak Bersekolah Lagi (1) (2) (3) (4) Laki-laki 1.02 18.07 80.91 Perempuan 1.50 16.62 81.88 Total 1.27 17.34 81.40

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS.

Sementara itu, sebanyak 18,07 persen pemuda laki-laki dan 16,62 persen pemuda perempuan masih berstatus sekolah. Berdasarkan komposisi pendidikan tersebut, menunjukkan bahwa masih adanya bias

(37)

Selama ini ada pendapat bahwa adanya ketimpangan pendidikan antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Data Susenas 2008 mendukung pendapat tersebut. Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa persentase pemuda yang belum/tidak pernah mengenyam pendidikan formal di perdesaan lebih tinggi dibanding yang tinggal di perkotaan, yaitu 2,10 persen berbanding 0,50 persen. Ketimpangan yang serupa juga terjadi pada kategori masih sekolah, yaitu pemuda yang masih/sedang bersekolah di perdesaan hanya sebesar (13,52 persen) sedangkan di perkotaan mencapai (20,86 persen). Sementara itu, jumlah pemuda yang tidak bersekolah lagi di perkotaan sebanyak 78,65 persen dan di perdesaan 84,38 persen.

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS.

Mengamati partisipasi sekolah pemuda per provinsi yang disajikan pada Lampiran 4, pemuda yang tidak/belum pernah sekolah secara umum tidak terlalu bervariasi, angkanya berkisar antara 0,30 s.d. 5,10 persen, kecuali Papua. Persentase pemuda yang tidak pernah sekolah di Provinsi Papua mencapai 23,86 persen, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya. Sementara itu di provinsi tetangganya, yaitu Papua Barat, pemuda yang tidak pernah sekolah hanya sebesar 5,10 persen. Kedua angka tersebut menunjukkan

Gambar 3.1: Partisipasi Sekolah Pemuda menurut Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2008

0.50 2.10

20.86

13.52

78.65 84.38

Perkotaan Perdesaan

(38)

perbedaan yang sangat signifikan, walaupun Papua Barat dulunya pecahan dari Papua.

3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Angka pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pemuda dapat menjadi acuan dalam membuat perencanaan tenaga kerja dan memberi gambaran tentang kualitas sumber daya tenaga kerja yang tersedia di suatu wilayah, serta dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan pendidikan di wilayah tersebut.

Data pendidikan tertinggi yang ditamatkan pemuda merupakan persentase pemuda yang menamatkan jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah pemuda.

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa sumber daya pemuda Indonesia sebesar 30,83 persen berpendidikan SMA, 30,81 persen berpendidikan SMP, 23,33 persen berpendidikan SD, dan 6,06 persen yang berpendidikan perguruan tinggi. Sementara itu, masih terdapat 8,97 persen pemuda yang tidak punya ijazah pendidikan formal.

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS.

Gambar 3.2: Persentase Pemuda menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tahun 2008

8.97%

23.33%

30.81% 30.83%

6.06%

(39)

Pola serupa terjadi di hampir semua provinsi (lihat Lampiran 5), kecuali Lampung, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Papua. Persentase pemuda yang tidak punya ijazah di 7 provinsi tersebut berkisar antara 16,16 persen sampai 32,49 persen, angka yang paling tidak sama dengan yang lulus SD. Jika dilihat menurut jenis kelamin, komposisi pendidikan tertinggi yang ditamatkan per propinsi juga sama dengan nasional, hanya saja persentase yang tidak punya ijazah pada pemuda laki-laki pada umumnya lebih besar dari pemuda perempuan.

3.3 Buta Aksara

Angka buta aksara merupakan indikator yang mengukur persentase penduduk (pemuda) yang tidak bisa membaca dan menulis huruf latin. Tinggi rendahnya angka buta aksara di suatu wilayah dapat menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan.

Kualitas pemuda pun dapat dicerminkan oleh data buta aksara ini. Persentase pemuda dengan angka buta aksara yang tinggi perlu mendapat perhatian. Kemampuan baca tulis adalah modal dasar pemuda untuk mengembangkan diri dan membangun bangsanya. Berdasarkan data Susenas 2008 yang disajikan pada Tabel 3.2, secara nasional persentase pemuda yang tidak bisa membaca dan menulis huruf latin mencapai 0,90 persen, di perkotaan 0,23 persen dan perdesaan 1,63 persen.

Angka buta aksara menurut jenis kelamin di perdesaan masih memperlihatkan adanya sedikit ketertinggalan dan keterbatasan kesempatan bagi perempuan dalam mengenyam pendidikan. Di perdesaan, persentase perempuan yang buta aksara mencapai 2,08 persen sementara laki-laki 1,17 persen. Perbedaan tersebut juga terjadi di perkotaan namun tidak nyata, yaitu perempuan 0,27 persen dan laki-laki 0,18 persen.

(40)

Tabel 3.2: Angka Buta Aksara menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2008

Kategori Perkotaan Perdesaan Total

(1) (2) (3) (4)

Laki-laki 0.18 1.17 0.66

Perempuan 0.27 2.08 1.13

Total 0.23 1.63 0.90

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS

Mengamati keragaman angka buta aksara per provinsi di Lampiran 6, tampak bahwa di perkotaan jauh lebih homogen dibandingkan di perdesaan. Angka buta aksara di perkotaan berkisar antara 0,00 persen (DI Yogyakarta dan Lampung) dan 1,79 persen (Nusa Tenggara Barat). Dari rentang nilai tersebut, ada 2 provinsi yang mencapai sedikitnya 1 persen dan 26 provinsi yang kurang dari 0,5 persen. Sebaliknya di perdesaan, angka buta aksara sangat beragam yaitu dari 0,22 persen (DI Yogyakarta) sampai 26.71 persen (Papua). Dari rentang nilai tersebut ada 13 provinsi yang mencapai sedikitnya 1 persen dan 6 propinsi yang kurang dari 0,5 persen. Jika dilihat secara keseluruhan maka angka buta aksara tertinggi terdapat di Papua (20,01 persen) dan terendah di DKI Jakarta (0,01 persen).

(41)

Kesehatan

4

4

Mempertahankan sebuah negara membutuhkan sebuah regenerasi. Regenerasi bukan hanya untuk mempertahankan sebuah eksistensi, lebih dari itu regenerasi juga berarti kesempatan untuk mewujudkan ambisi sebuah negara. Oleh karena itu generasi muda memiliki posisi yang penting dan menjadi poros bagi punah tidaknya sebuah negara. Selain itu generasi muda menjadi harapan terwujudnya cita-cita sebuah negara.

Dewasa ini bahaya yang mengancam generasi muda indonesia adalah penggunaan Narkoba yang semakin meningkat setiap tahunnya. Maraknya perilaku menyimpang dari generasi muda tersebut dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Pemuda yang mempunyai perilaku menyimpang, semakin hari semakin rapuh digerogoti oleh zat-zat adiktif penghancur syaraf serta merusak kesehatan, dan yang sangat berbahaya adalah penularan virus mematikan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik pengguna Narkoba yang digunakan secara bergantian, akibatnya generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan.

Oleh karena itu sebagai pencegahan dan memerangi penggunaan dan penyalahgunaan Narkoba diadakanlah “Kongres Pemuda/Pelajar Anti Narkoba 2008” yang diselenggarakan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dari tanggal 9-11 Desember 2008 yang lalu di Taman Mini, Cibubur Jakarta.

Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam rangka menumbuhkan kepedulian komunitas pemuda, pelajar dan mahasiswa dari 29 provinsi yang telah dipilih terhadap bahaya akibat penyalahgunaan Narkoba di lingkungan mereka. Tidak hanya itu, kongres juga sekaligus dirancang

(42)

sebagai suatu proses pembelajaran di antara peserta melalui diskusi, presentasi, dan motivasi diri dan kepemimpinan.

Banyak hal yang disampaikan dalam kongres, mulai dari yang bersifat pembekalan tentang Narkoba oleh Kepala Pusat Pencegahan Lakhar BNN, Brigjen Pol. Drs. Anang Iskandar, SH, MH, Peran Pemuda dalam Mengantisipasi Perubahan oleh salah seorang Pejabat Menpora, dan Cerdas Tanpa Narkoba oleh Diknas.

Tekad dan komitmen seluruh peserta yang digaungkan ke seluruh komunitas pemuda, pelajar dan mahasiswa di seluruh tanah air adalah: Mewujudkan Kepemimpinan Masa Depan Anti Narkoba.

Rumusan hasil kongres nasional pemuda Indonesia Anti Narkoba 2008 : 1. Berkomitmen untuk tetap menjaga hidup sehat dan tetap jauh dari

penyalahgunaan Narkoba.

2. Mendesak pemerintah untuk merubah paradigma dan UU yang mengatur tentang kedudukan pemakai sebagai tersangka menjadi korban yang harus mendapat pengobatan.

3. Meminta agar pemerintah menyediakan tempat-tempat

terpai/rehabilitasi di daerah-daerah.

4. Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan atau menyediakan anggaran untuk program P4GN.

5. Meminta kepada BNN agar mengusulkan test urine bagi seluruh pejabat/calon pejabat pemerintah pusat maupun daerah.

6. Meminta kepada presiden untuk menindak apabila terdapat bukti keterlibatan pejabat dalam kasus Narkoba.

7. Agar BNN memberikan penghargaan kepada ormas pemuda, pelajar dan mahasiswa yang berhasil melaksanakan sosialisasi bahaya Narkoba.

8. Mengusulkan untuk membangun pusat informasi bahaya Narkoba di setiap daerah yang mudah diakses.

(43)

9. Membentuk wadah bersama bagi alumnus peserta kongres sebagai follow up serta ajang peningkatan kualitas SDM Satgas Luhpen di daerah.

http://www.bnn.go.id/konten.php?nama=KegiatanCegah&op=detail_ kegiatan_cegah&id=88&mn=2&smn=f

4.1 Angka Kesakitan Pemuda

Angka kesakitan pemuda adalah gambaran mengenai kondisi kesehatan pemuda yang dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan. Angka ini menggambarkan persentase pemuda yang mengalami gangguan kesehatan sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari.

Secara nasional, pada tahun 2008 pemuda yang mengalami gangguan keluhan kesehatan sebesar 11,90 persen dan angka kesakitan laki-laki (11,53 persen) lebih rendah dibanding perempuan (12,53 persen). Pola seura juga terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan hanya saja angka di perkotaan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan angka di perdesaan (Gambar 4.1). Ini terjadi karena kesadaran, pengetahuan dan pola hidup sehat di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Selain itu, fasilitas kesehatan di perkotaan lebih banyak daripada di perdesaan.

Jika dilihat menurut pulau, angka kesakitan pemuda tertinggi berada di Nusa Tenggara sebesar 18,43 persen, Maluku di urutan kedua sebesar 17,81 persen dan Pulau Jawa pada urutan terendah sebesar 10,55 persen. Data angka kesakitan pemuda menurut pulau dan jenis kelamin, secara rinci disajikan pada Tabel 4.1, sedang menurut provinsi dan jenis kelamin disajikan pada Lampiran 7.

(44)

Gambar 4.1: Angka Kesakitan Pemuda menurut Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 10.34 10.84 10.60 12.81 13.80 13.31 11.53 12.25 11.90 0 2 4 6 8 10 12 14 P e r s e n t a s e

Perkotaan Perdesaan Total

Daerah

Laki-laki Perempuan Total

Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS

Tabel 4.1: Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2008

Pulau/Kepulauan

Angka Kesakitan

Laki-laki Perempuan Total

(1) (2) (3) (4) Sumatera 11,59 12,37 11,98 Jawa 10,14 10,94 10,55 Nusa Tenggara 18,50 18,36 18,43 Kalimantan 11,49 12,23 11,86 Sulawesi 15,74 15,53 15,63 Maluku 16,82 18,80 17,81 Papua 16,28 16,72 16,50 Indonesia 11,53 12,25 11,90

(45)

Angka kesakitan di perkotaan yang lebih rendah dari angka di perdesaan tidak terjadi di semua provinsi. Lampiran 8 menunjukkan ada 4 provinsi yang angka kesakitan pemuda di perkotaannya justru lebih tinggi dibanding perdesaan. Keempat provinsi tersebut berutur-turut dari yang angka kesakitan pemudanya paling tinggi adalah Papua Barat (kota = 19,38 persen - desa = 16,61 persen), Lampung (kota = 14,07 persen - desa = 12,95 ), D.I Yogyakarta (kota = 9,31 persen - desa = 8,25 persen), dan Kep.Bangka Belitung (kota = 13,00 persen - desa = 12,77). Secara total, 5 provinsi dengan angka kesakitan tertinggi berturut-turut adalah Nusa Tenggara Timur (24,12 persen), Gorontalo (23,58 persen), Sulawesi Tengah (20,97 persen), Maluku Utara (19,53 persen), dan Sulawesi Barat (19,48 persen). Tahun 2008, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencetak angka kesakitan terendah sebesar (9,02 persen).

4.2 Jenis Keluhan Kesehatan

Hasil Susenas 2008 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan pilek dan batuk paling banyak diderita pemuda dibandingkan penyakit yang lain. Persentase pemuda yang sakit, menurut jenis keluhan kesehatan tidak ada perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan. Persentase pemuda yang sakit menurut jenis keluhan dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.2, sedang menurut provinsi disajikan pada Lampiran 9.

Tabel 4.2: Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2008

Jenis Kelamin

Jenis Keluhan Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit

Kepala Sakit Gigi Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Laki-laki 34,34 46,03 46,77 3,72 4,68 19,19 7,37 30,22 Perempuan 30,14 41,05 44,77 3,92 4,94 24,00 8,08 32,57 Total 32,08 43,36 45,70 3,83 4,82 21,77 7,75 31,49

(46)
(47)

Pemuda dan Angkatan Kerja

5

5

Salah satu modal dasar bagi gerak roda pembangunan adalah tenaga kerja yang berkualitas. Pemberdayaan angkatan kerja untuk bekerja akan sangat membantu program pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan produktifitas. Apalagi jika angkatan kerja mampu membuka lapangan kerja, tentu hal ini sangat diharapkan. Pemerintah, dalam rangka menentukan kebijakan yang tepat untuk menangani masalah terkait ketenagakerjaan, membutuhkan data yang tepat dan akurat agar segala kebijakan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Keadaan angkatan kerja dan struktur ketenagakerjaan,

merupakan data pokok yang dapat menggambarkan kondisi

perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di satu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan usia, komposisi penduduk dibedakan menjadi Penduduk Usia Kerja (PUK) dan Penduduk Bukan Usia Kerja. Di Indonesia, PUK adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Dari seluruh PUK pada bulan Agustus 2008, sekitar 37,78 persennya adalah pemuda. Skema struktur ketenagakerjaan disajikan pada Gambar 5.1.

(48)

Gambar 5.1 Diagram Ketenagakerjaan

Sumber: Sakernas, Agustus 2008, BPS

Pemuda adalah penduduk yang berusia 16-30 tahun. Dari diagram ketenagakerjaan, pemuda termasuk PUK. Komposisi ketenagakerjaan pemuda kondisi Agustus 2008 disajikan pada Gambar 5.2

Gambar 5.2 Komposisi Ketenagakerjaan Pemuda, Agustus 2008

Sumber: Sakernas, Agustus 2008, BPS

Dari skema tersebut terlihat bahwa dari seluruh pemuda, 63,11 persennya merupakan angkatan kerja yang 82,64 persennya bekerja.

Sekolah 41.37%

Mengurus Rumah Tangga 48.20% Lainnya 10.43% Pemuda Angkatan Kerja 63.11%

Bukan Angkatan Kerja 36.89% Bekaerja 82.64% Menganggur 17.36% Sekolah Mengurus

Rumah Tangga Lainnya

Penduduk

Bukan Usia Kerja Usia Kerja

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Bekerja Menganggur Sedang Bekerja Sementara Tidak Bekerja Mencari Pekerjaan Mempersiapkan Usaha Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan

Sudah Punya Pekerjaan Tetapi Belum Mulai Kerja

(49)

5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda

Tingkat Partisispasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja yang mampu memproduksi barang atau jasa dalam suatu kegiatan perekonomian. TPAK merupakan persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Berikut ini disajikan TPAK pemuda pada bulan Agustus Tahun 2007-2008.

Gambar 5.3: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007-2008

77.8 47.3 62.36 77.5 48.8 63.11 40 45 50 55 60 65 70 75 80

Laki-laki Perempuan Total

2007 2008

Sumber: Sakernas, Agustus 2007 dan Agustus 2008, BPS

Dari Agustus 2007 hingga Agustus 2008, TPAK pemuda laki-laki mengalami sedikit penurunan sebesar 0,3 persen dari 77,8 persen menjadi 77,5 persen, sedangkan TPAK pemuda perempuan mengalami peningkatan sebesar 1,5 persen dari 47,3 persen menjadi 48,8 persen. Secara umum, TPAK pemuda mengalami peningkatan sekitar 0,75 persen, yaitu dari 62,36 persen menjadi 63,11 persen. Peningkatan TPAK ini antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi nasional yang relatif semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh terhadap faktor-faktor produksi di Indonesia. Data TPAK pemuda menurut provinsi, wilayah, dan jenis kelamin disajikan pada Lampiran 10.

Jika dilihat menurut provinsi (Lampiran 11), Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan TPAK pemuda terbesar senilai 7,23 persen, dari

(50)

64,50 persen pada tahun 2007 menjadi 71,73 persen pada tahun 2008, diikuti DKI Jakarta (5,39 persen) dan Banten (4,38 persen). Walaupun secara nasional, TPAK pemuda mengalami peningkatan, namun ada 16 provinsi mengalami penurunan TPAK pemuda. Penurunan TPAK terbesar terjadi di Provinsi NTT sebesar 4,44 persen, yaitu dari 70,17 persen menjadi 65,73 persen.

Walaupun cukup penting, indikator TPAK tidak menggambarkan komposisi ketenagakerjaan penduduk pada kelompok angkatan kerja. Indikator yang menggambarkan komposisi penduduk pada kelompok angkatan kerja adalah tingkat pengangguran terbuka.

5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka

Pengangguran merupakan salah satu masalah yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Pengangguran merupakan konsekuensi ketidakmampuan lapangan kerja menyerap angkatan kerja yang tersedia. Hal tersebut dikarenakan lapangan kerja yang tersedia relatif terbatas dan tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingkat pengangguranan yang tinggi akan menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial dan ekonomi.

Konsep pengangguran yang digunakan adalah mereka yang belum bekerja dan sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha, atau tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran dengan konsep-definisi tersebut biasa disebut sebagai pengangguran terbuka.

Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran diukur dengan indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Berikut ini disajikan TPT pemuda pada bulan

(51)

Gambar 5.4: Tingkat Pengangguranan Terbuka Pemuda menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007-2008

17.4 21.6 19.04 15.9 19.7 17.36 15 16 17 18 19 20 21 22

Laki-laki Perempuan Total

2007 2008

Sumber: Sakernas, Agustus 2007 dan Agustus 2008, BPS

Kondisi TPT pemuda pada Agustus 2008 mengalami penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2007. Persentase pengangguran pemuda pada Agustus 2008 sebesar 17,36 persen atau turun 1,68 persen dibandingkan keadaan Agustus 2007 yang sebesar 19,04 persen.

Jika dilihat menurut provinsi (Lampiran 12), Provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan TPT pemuda terbesar senilai 10 persen, dari 20,20 persen menjadi 10,20 persen, diikuti Sumatera Barat (4,36 persen) dan Sulawesi Selatan (3,17 persen). Walaupun secara nasional, TPT pemuda mengalami penurunan, namun ada 5 provinsi mengalami peningkatan TPT pemuda yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (0,19 persen), Bengkulu (1,02 persen), Lampung (0,80 persen), NTT (0,48 persen) dan Maluku Utara (1,61 persen). Peningkatan TPT terbesar terjadi di Provinsi Maluku Utara, yaitu dari 11,58 persen menjadi 13,19 persen. Data TPT rinci menurut provinsi, wilayah, dan jenis kelamin tahun 2008 disajikan pada Lampiran 13.

(52)
(53)

Pemberdayaan Pemuda

6

6

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas, akan sangat mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Selanjutnya, pemuda sebagai generasi penerus, penanggung jawab, dan pelaku pembangunan di masa depan, memiliki proporsi yang relatif besar dari penduduk Indonesia, yaitu 27,38 persen untuk tahun 2008 (diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2015, BPS, 2008). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN 2009-2014) adalah menciptakan Indonesia yang aman dan damai; menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007). Pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter kebangsaan (nation building) dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan, terutama di bidang ekonomi, sosial budaya, iptek dan politik, serta memiliki wawasan kebangsaan dan beretika bangsa Indonesia.

Pemuda memiliki posisi penting dalam pembangunan bangsa. Mereka menjadi major human resources, kelompok strategis dengan vitalitas “agent of change” (unsur perubahan) dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Ia juga menjadi pewaris regenerasi masa depan peradaban bangsa. Karena itu, pemuda harus ditempatkan sebagai kelompok strategis dan potensial untuk kepemimpinan nasional, yang menjadi sumber daya produktif pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Gambar

Gambar 2.1. Persentase Pemuda menurut Pulau, Tahun 2008
Tabel 2.1:  Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah  Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2008
Tabel 2.2:  Persentase  Pemuda  Perempuan Pernah  Kawin  menurut  Partisipasi   dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2008
Gambar  3.2  menunjukkan  bahwa  sumber  daya  pemuda  Indonesia  sebesar  30,83  persen  berpendidikan  SMA,  30,81  persen  berpendidikan  SMP,  23,33  persen  berpendidikan  SD,  dan  6,06  persen  yang  berpendidikan  perguruan  tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa termal dilakukan karena pada saat proses pengelasan, pipa dan pelat mendapat beban thermal (panas) sampai suhu lebur pada daerah pengelasan dan daerah lain tidak mendapat

Rata-rata tingkat pengetahuan responden tentang penatalaksanaan kanker servik menurut tingkat pengetahuan dari 25 responden di ruang RPKK Lt 7 blok B RSUD Koja Jakarta

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : 12/DISPORA/PIL.BAHP/I.1 tanggal 3 MARET 2012 dan lampiran-lampirannya dan PENETAPAN PEMENANG Nomor:

Kumpulan data statistik yang telah dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi atau tabel distribusi frekuensi kumulatif dapat pula kita sajikan dalam

(1) Bupati melalui Tim Pembina Jasa Konstruksi Daerah atau pejabat yang ditunjuk melakukan inspeksi ke seluruh pembangunan pekerjaan konstruksi yang sedang dilaksanakan

Hasil penelitian yang mendapatkan untuk karakteristik usia pasien yaitu >45 tahun responden dengan prosentase 56 (57.1%) merupakan usia produktif dan aktif

Menyatakan bahwa ”Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana

Teknik data mining yang digunakan adalah Association Rule dengan menggunakan algoritma apriori untuk mencari frequent itemset sehingga diharapkan prediksi terhadap