• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPARASI BIAYA PELAKSANAAN PENGGUNAAN BEKISTING KONVENSIONAL DAN BEKISTING SISTEM PERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPARASI BIAYA PELAKSANAAN PENGGUNAAN BEKISTING KONVENSIONAL DAN BEKISTING SISTEM PERI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KONVENSIONAL DAN BEKISTING SISTEM PERI

A COMPARISON ON THE IMPLEMENTATION COST

COVENTIONAL FORMWORK

AND FORMWORK WITH PERI SYSTEM

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

ESTI LEGSTYANA

I 1109010

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

viii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, hidayah , serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komparasi Biaya Pelaksanaan Penggunaan Bekisting Konvensional dan Bekisting PERI ”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan wacana dan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi orang lain pada umumnya.

Atas bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak hingga selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Univeritas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

3. Ir. Suyatno K, MT selaku pembimbing Akademik.

4. Ir. Sugiyarto, MT dan Ir. Delan Soeharto, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dalam menyusun laporan ini.

5. Ir. Suyatno K, MT dan Widi Hartono, ST, MT selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyusun laporan ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa program transfer teknik sipil atas kerjasama dan bantuannya.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca, karena banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Kritik dan saran akan penulis terima untuk kesempurnaan tulisan ini.

Surakarta, Juli 2012

(3)

commit to user

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Batasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 5 1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Dasar Teori ... 8

2.2.1. Syarat dan Ketentuan Dalam Pekerjaan Bekisting ... 8

2.2.2. Jenis dan Tipe Bekisting ... 9

2.2.3. Pembiayaan Bekisting ... 10

2.2.3.1. Biaya Material untuk Bekisting Konvensional ... 12

2.2.3.2. Biaya Material untuk Bekisting Setengah Sistem ... 12

(4)

commit to user

x

2.3.1. Kayu ... 15

2.3.2. Multiplek ... 16

2.3.3. Material Penopang (Perancah) dan Pemikul ... 16

2.4. Perhitungan Jarak-jarak antar Pemikul Bekisting dan Perancah ... 20

2.4.1. Rumus Kekuatan ... 21

2.4.2. Rumus Kekakuan (lendutan) ... 22

2.4.3. Kontrol Reaksi Perletakan ... 23

2.4.4. Kontrol Gaya Lintang ... 23

2.4.5. Kontrol Perancah ... 24

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum ... 25

3.2. Pengumpulan Data ... 25

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian ... 26

3.5. Diagram Alir ... 29

BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Penelitian ... 30

4.2. Perhitungan Jarak-jarak antar Pemikul Bekisting dan Perancah ... 32

4.2.1. Perhitungan Jarak Balok Anak ... 32

4.2.2. Perhitungan Jarak Balok Melintang ... 36

4.2.3. Perhitungan Jarak Perancah ... 39

4.3. Perhitungan Kebutuhan Bekisting ... 43

4.3.1. Perhitungan Kebutuhan Bekistng Konvensional ... 43

4.3.2. Perhitungan Kebutunhan Bekisting PERI ... 44

4.4. Perhitungan Biaya Bekisting ... 51

4.4.1. Metode Pelaksanaan dan Perhitungan Biaya Penggunaan Bekisting Konvensional ... 51

4.4.2. Metode Pelaksanaan dan Perhitungan Biaya Penggunaan Bekisting Sistem PERI ... 53

(5)

commit to user

xi BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(6)

commit to user

vi

Esti Legstyana, 2012. Komparasi Biaya Pelaksanaan Bekisting Konvensional dan Bekisting Sistem PERI, Skripsi, Jurusan Teknik sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pembangunan RED DOT hotel Yogyakarta salah satu aplikasi teknologi yang digunakan adalah pada pelaksanaan cetakan beton atau bekisting. Perencanaan sebuah metode bekisting menjadi sepenuhnya tanggung jawab dari pihak kontraktor sehingga resiko dalam pekerjaan tersebut sudah pasti harus ditekan serendah mungkin. Pada awalnya, proses pengecoran beton dilakukan secara konvensional dengan memanfaatkan peralatan dan bahan yang sederhana dan mudah didapat. Bekisting konvensional adalah suatu sistem bekisting yang bagian-bagian bekistingnya dibuat dan dipasang in-situ (pada lokasi proyek). Sejalan dengan semakin berkembangnya dunia konstruksi di indonesia, para pelaku konstruksi dituntut untuk mencari metode yang lebih baik. Saat ini, proyek-proyek gedung yang berskala besar semakin populer dengan penggunaan bekisting prafabrikasi yang diproduksi oleh beberapa produsen tertentu dengan merek yang berbeda. Yang dimaksud dengan bekisting prafabrikasi adalah suatu sistem bekisting yang bagian-bagian bekistingnya telah dibuat di tempat fabrikasi dalam jumlah yang banyak sehingga di lapangan hanya tinggal menggabungkan bagian-bagian tersebut. Salah satu produk bekisting prafabrikasi yang akan ditinjau adalah metode bekisting sistem PERI

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas dari segi biaya dari dua jenis bekisting yaitu bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI, dan untuk mengetahui alasan memilih bekisting konvensional atau bekisting sistem PERI untuk konstruksi gedung . Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan analisa estimasi biaya pelaksanaan bekisting konvensional pada proyek pembangunan RED DOT hotel, kemudian hasil perhitugan dibandingkan dengan estimasi biaya pelaksanaan bekisting sistem PERI yang digunakan pada pelaksanaan pembangunan proyek RED DOT hotel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proyek RED DOT hotel dikerjakan menggunakan bekisting sistem PERI biaya pelat permeter persegi sebesar Rp 90.000,00 dengan selisih biaya Rp 20.471,66 atau sekitar 18,5% lebih murah dari perhitungan menggunakan perancah kayu yaitu sebesar Rp 110.471,66. Selain dari segi biaya adapun alasan lain, yaitu hasil pekerjaan lebih rapi, mengurangi limbah konstruksi, dan lebih kuat dan aman. Adapun pilihan menggunakan bekisting konvensional antara lain : Pelaksanana atau kontraktor mempunyai ide memanfaatkan limbah bekisting, proyek berada di lokasi yang memiliki banyak kayu / kayu mudah didapat dan murah.

(7)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi dalam dunia konstruksi di Indonesia berkembang semakin pesat ditandai dengan semakin banyaknya inovasi yang digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas kerja. Pada pembangunan RED DOT hotel Yogyakarta salah satu aplikasi teknologi yang digunakan adalah pada pelaksanaan cetakan beton atau bekistingnya. Perencanaan sebuah metode bekisting menjadi sepenuhnya tanggung jawab dari pihak kontraktor sehingga resiko dalam pekerjaan tersebut sudah pasti harus ditekan serendah mungkin.

Fungsi bekisting adalah menentukan bentuk konstruksi beton, menyerap dengan aman beban yang ditimbulkan oleh spesi beton dan bekisting harus dapat dibongkar pasang dengan cara yang sederhana. Dengan melihat ketiga fungsi bekisting tersebut terlihat bahwa pekerjaan beton sangat dipengaruhi oleh bekisting, walaupun hanya merupakan alat bantu sementara. Proporsi biaya pekerjaan bekisting beton cukup besar dibandingkan dengan biaya seluruh pekerjaan beton bertulang, sehingga pekerjaan bekisting sangat berpengaruh dalam efisiensi biaya dan waktu pekerjaan beton yang merupakan salah satu item pekerjaan dalam sebuah proyek.

Pada awalnya, teknik pelaksanaan cetakan beton dilakukan secara konvensional dengan memanfaatkan peralatan dan bahan yang sederhana dan mudah didapat. Yang dimaksud dengan bekisting konvensional adalah suatu sistem bekisting yang bagian-bagian bekistingnya dibuat dan dipasang in-situ (pada lokasi proyek). Sejalan dengan semakin berkembangnya dunia konstruksi di indonesia, para

(8)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 pelaku konstruksi dituntut untuk mencari metode yang lebih baik termasuk dalam memilih jenis cetakan beton. Saat ini, proyek-proyek gedung yang berskala besar semakin populer dengan penggunaan bekisting prafabrikasi yang diproduksi oleh beberapa produsen tertentu dengan merek yang berbeda. Yang dimaksud dengan bekisting prafabrikasi adalah suatu sistem bekisting yang bagian-bagian bekistingnya telah dibuat di tempat fabrikasi dalam jumlah yang banyak sehingga di lapangan hanya tinggal menggabungkan bagian-bagian tersebut. Salah satu produk bekisting prafabrikasi yang akan ditinjau adalah metode bekisting sistem PERI

Dalam penelitian ini perbandingan penggunaan antara bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI dimana yang dimaksud penggunaan bekisting konvensional meliputi acuan / mal beton menggunakan kayu dan multiplex, pemikul menggunakan kayu sedangkan penopang / perancahnya menggunakan bambu ori. Penggunaan bekisting PERI meliputi acuan / mal beton menggunakan plywood dan Girder GT.24 , pemikul menggunakan hory sedangkan penopang / perancahnya menggunakan scaffolding.

Pada pelaksanaannya pemakaian bekisting konvensional kontraktor membeli atau mengadakan material dan tenaga kerja sendiri. Sedangakan pelaksanaan menggunakan PERI pelaksana membuat kesepakatan atau kontrak dengan sub kontraktor, dimana sub kontraktor melaksanakan fabrikasi beserta tenaga kerjanya.

(9)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Gambar 2.2 Bekisting Sistem PERI

Dalam hal penggunaan biaya, Bekisting merupakan komponen biaya yang paling besar dalam pekerjaan beton pada proyek gedung bertingkat dengan lantai tipikal. Biaya untuk bekisting berkisar antara 40%-60% dari biaya pekerjaan beton atau sekitar 10% dari biaya total konstruksi gedung (Sumber: Concrete Bekisting System, Award S. Hanna). Sebagai dasar pertimbangan pemilihan metode bekisting harus mengetahui dahulu keunggulan dari masing-masing metode yang ditawarkan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisa yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi kontraktor dalam menentukan keputusan untuk pemilihan metode bekisting yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan agar pihak kontraktor tidak salah mengambil keputusan, sehingga dapat diambil kepastian yang efisien dalam pelaksanaan pekerjaaan bangunan.

Pada pekerjaan proyek konstruksi terutama pekerjaan struktur beton bertulang, kayu diperlukan sebagai bahan utama pembuatan bekisting untuk membentuk dimensi beton. Bekisting ini akan membentuk dimensi elemen struktur kolom, balok, plat, dinding, listplank, dan lain-lain sesuai dengan dimensi rencana.

(10)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Sejauh ini di Indonesia, material yang digunakan sebagai bekisting terutama adalah kayu. Kayu pada bekisting digunakan sebagai konstruksi penahan beban sementara dan sebagai pembentuk dimensi atau permukaan elemen struktur beton bertulang.

Kayu bekisting semakin lama semakin sulit untuk didapat. Penyebab utamanya adalah bahwa sumber bahan baku kayu bekisting yakni hutan semakin terbatas dan berkurang disamping kebutuhan akan kayu itu sendiri semakin hari semakin meningkat. Maraknya penebangan liar dan perubahan fungsi lahan menyebabkan luas hutan berkurang dengan cepat. Dampak lebih serius akibat berkurang dengan cepatnya hutan adalah pada pemanasan global (Global Warming).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah ini adalah:

a. Manakah yang lebih hemat biaya, penggunaan bekisting konvensional atau bekisting sistem PERI?

b. Faktor – faktor apa sajakah yang bisa menjadi pertimbangan pelaksana didalam memilih bekisting konvensional atau bekisting sistem PERI untuk konstruksi gedung?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan laporan ini penulis mengidentifikasi masalah yang akan dibahas yaitu:

a. Gedung yang ditinjau Hotel Red Dot Jl. Laksamana Adi Sucipto, Yogyakarta. b. Perhitungan yang ditinjau hanya pada struktur plat.

c. Luasan bekisting yang ditinjau per-m2.

(11)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 e. Analisa pekerjaan untuk menentukan harga perencanaan anggaran biaya (RAB) bekisting konvensional akan menggunakan daftar Harga Satuan Pekerjaan (HSP) wilayah Yogyakarta dari cipta karya/Pekerjaan Umum. f. Data – data anggaran biaya bekisting PERI proyek Hotel Red Dot Yogyakarta

menggunakan laporan progres PT. Beton Konstruksi Wijaksana.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui biaya terhemat antara bekisting konvensional atau bekisting sistem PERI.

2. Mengetahui faktor apa saja dalam memilih bekisting konvensional atau bekisting sistem PERI untuk konstruksi gedung.

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. Penelitian ini memberi gambaran tentang perbandingan pemakaian metode bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI.

b. Memberikan pemahaman tentang biaya pemasangan bekisting.

c. Memberikan pertimbangan penggunaan metode bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI di pembangunan elemen struktur gedung, agar dapat mengambil keputusan yang tepat dan efisien.

(12)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Yang dimaksud dengan acuan dan perancah adalah konstruksi sementara yang berfungsi sebagai cetakan atau mal untuk beton cair hingga akhirnya mengeras menjadi struktur bangunan, sesuai dengan bentuk dan ukuran yang telah direncanakan. Kemudian acuan dan perancah ini akan dibongkar setelah beton mencapai cukup umur.

R. Sagel, P. Kole, dan Gideon Kusuma (1997 : 41) mengemukakan bahwa kualitas bekisting ikut menentukan bentuk dan rupa konstruksi beton, sehingga harus dibuat dari bahan yang bermutu dan perlu direncanakan sedemikian rupa supaya konstruksi tidak mengalami kerusakan akibat lendutan yang timbul ketika beton di tuang. Menurut Lucio Canonica (1991 : 139) bekisting dan perancah adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk memberikan bentuk pada sisi samping dan bawah dari konstruksi yang diinginkan, dimana sambungan-sambungan antara papan bekisting tidak boleh bocor, supaya campuran air semen yang akan melicinkan permukaan beton tidak keluar. Oleh karena itu, supaya tercapai bentuk yang direncanakan, acuan harus kaku (perubahan-perubahan bentuk sedikit sekali), dan juga harus stabil supaya tidak terjadi kecelakaan salama pengecoran beton.

F. Wigbout (1992 : 106) mengatakan bahwa dalam perencanaan beban suatu bekisting diperhatikan beberapa faktor, antara lain beban yang ditopang, penggunaan bekisting yang berulang kali, faktor cuaca, keausan perancah akibat hentakan, getaran dan pembebanan yang tidak merata. Ada dua jenis beban yang terjadi pada bekisting, yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vetikal

(13)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 merupakan beban bekisting yang ditahan oleh konstruksi penopang, sedang beban horisontal merupakan beban yang terjadi akibat beban angin dan pelaksanaan yang tidak sesuai rencana.

Edward G Nawy (1997 : 7) ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk mengambil suatu keputusan mengenai metode bekisting yang akan dipakai yaitu :

a) Kondisi struktur yang akan dikerjakan

Hal ini menjadi pertimbangan utama sebab sistem perkuatan bekisting menjadi komponen utama keberhasilan untuk menghasilkan kualitas dimensi struktur seperti yang direncanakan dalam bestek. Metode bekisting yang diterapkan pada bangunan dengan dimensi struktur besar tentu tidak akan efisien bila diterapkan pada dimensi struktur kecil.

b) Luasan bangunan yang akan dipakai

Pekerjaan bekisting merupakan pekerjaan yang materialnya bersifat pakai ulang (memiliki siklus perpindahan material). Oleh Karena itu, luasan banguan ini menjadi salah satu pertimbangan utama untuk penetuan siklus pemakaian material bekisting. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pengajuan harga satuan pekerjaan.

c) Ketersediaan material dan alat

Faktor lainya yang perlu dipertimbangkan adalah kemudahan atau kesulitan untuk memperoleh material atau alat bantu dari sistem bekisting yang akan diterapkan.

Selain faktor-faktor tersebut masih banyak perimbangan lain termasuk waktu pengerjaan proyek (work-time schedule), harga material, tingkat upah pekerja, sarana transportasi dan lain sebagainya. Setelah melakukan pertimbangan secara matang terhadap faktor-faktor tersebut maka diambilah keputusan mengenai metode bekisting yang akan diterapkan.

Usaha-usaha pengendalian biaya menurut Iman Soeharto (1995 : 287) memiliki potensi paling besar untuk menghemat total biaya proyek, yang meliputi :

(14)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Ø Mengingatkan kepada para perancang dan pihak lain yang erat hubungannya dengan kegiatan itu agar selalu terus-menerus memperhatikan aspek biaya bila hendak merancang suatu sistem;

Ø Menghindari adanya rancangan yang berlebihan (overdesign), baik dari segi kualitas maupun kuantitas;

Ø Memakai pendekatan berdasarkan prinsip optimasi desain.

F. Wigbout (1992 : 10) menyatakan bahwa untuk dapat menghemat biaya bekisting, dalam taraf perencanaan konstruksi beton sudah harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti:

a. Bentuk yang sederhana dan rata;

b. Ukuran yang sama berturut-turut untuk lantai-lantai, dinding-dinding, kolom-kolom dan balok-balok;

c. Celah (coran) dalam lantai-lantai, pada tempat-tempat yag secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara menurut Istimawan Dipohusodo (1992 : 2), di dalam merancang bekisting untuk pekerjaan beton harus selalu menggunakan pertimbangan-pertimbangan optimasi biaya yang mana akan melibatkan berbagai faktor biaya, antara lain:

a. Harga bahan,

b. Upah untuk membuat, memasang dan membongkar, c. Biaya alat-alat yang digunakan,

d. Kemungkinan pemakaian ulang.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Syarat dan Ketentuan Dalam Pekerjaan Bekisting

Untuk memenuhi fungsinya, menurut American Concrete Institute (ACI) dalam bukunya FORMWORK FOR CONCRETE menyebutkan bahwa bekisting harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(15)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 a. Kuat, dalam hal ini mampu menopang dan mendukung beban-beban yang

terjadi baik sebelum ataupun setelah masa pengecoran beton.

b. Stabil (kokoh), dalam hal ini maksudnya adalah tidak terjadi goyangan dan geseran yang mampu mengubah bentukan struktur ataupun membahayakan system bekisting itu sendiri (ambruk).

c. Kaku, terutama pada bekisting kontak sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan dimensi, bunting atau keropos pada struktur beton.

Perancangan suatu bekisting dimulai membuat konsep system yang akan digunakan untuk membuat cetakan dan ukuran dari beton segar hingga dapat menanggung berat sendiri dan beban-beban sementara yang terjadi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu :

1. Kekuatan

Bekisting harus dapat menahan tekanan beton dan berat dari pekerja dan peralatan kerja pada penempatan dan pemadatan.

2. Kekakuan

Lendutan yang terjadi tidak boleh melebihi 0,3% dari dimensi permukaan beton.perawatan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa lendutan komulatif dari bekisting lebih kecil dari toleransi struktur beton.

3. Ekonomis

Bekisting harus sederhana dan ukuran komponen serta pemilihan material harus ditinjau dari segi pembiayaan.

4. Mudah diperkuat dan dibongkar tanpa merusak beton atau bekisting

Metode dan cara bongkar serta pemindahan bekisting harus dicermati dan dipelajari sebagai bagian dari perencanaan bekisting, terutama metode pemasangan dan leveling elevasi.

2.2.2. Jenis dan Tipe Bekisting

Pada umumnya bekisting secara garis besar dibagi menjadi 3 tipe yaitu : 1. Bekisting tradisional

(16)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Yang dimaksud dengan bekisting tradisional adalah bekisting yang setiap kali setelah dilepas dan dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat disusun kembali menjadi sebuah bentuk lain. Penggunaannya masih banyak ditemukan di bangunan, dimana kayu papan dan kayu balok dikerjakan di tempat oleh orang-orang ahli. Digunakan hanya beberapa kali saja, untuk bentuk-bentuk yang rumit harus banyak diadakan penggergajian.

2. Bekisting setengah sistem

Yang dimaksud dengan bekisting setengah sistem adalah satuan-satuan bekistingyang lebih besar, yang direncanakan untuk sebuah obyek tertentu. Untuk ini mereka pada prinsipnya digunakan untuk berulang kali dalam bentuk tidak diubah. Penggunaanya dirancang untuk satu proyek, yang ukuran-ukurannya disesuaikan pada bentuk beton bersangkutan. Biasanya bekisting setengah sistem terdiri dari elemen-elemen yang lebih besar, yang dibuat oleh pihak pemborong atau dilever oleh pengusaha pabrik. Persyaratan untuk digunakannya bekisting setengah sistem adalah adanya kemungkinan yang cukup bagi pengulangan dalam pekerjaan.

3. Bekisting sistem

Yang dimaksud dengan bekisting sistem adalah elemen-elemen bekisting yang dibuat dipabrik, sebagian besar komponen-komponen yang terbuat dari baja. Bekisting sistem dimaksudkan untuk penggunaan berulang kali. Ini berarti bahwa tipe bekisting ini dapat digunakan untuk sejumlah pekerjaan. Bekisting sistem dapat pula disewa dari penyalur alat-alat bekisting. Contoh : bekisting untuk panel terowongan, bekisting untuk beton pre-cast.

2.2.3. Pembiayaan Bekisting

Edward G Nawy (1997 : 1) biaya bekisting biasanya berkisar antara 35 sampai 60% atau lebih daripada keseluruan biaya konstruksi struktur beton. Menyadari pengaruh harga pekerjaan bekisting terhadap biaya keseluruhan, adalah kritis bagi engineer struktur untuk memfasilitasi ekonomi bagi bekisting, tidak hanya ekonomis bagi material beton.

(17)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 ada beberapa pertimbangan yang dijadikan acuan dalam penentuan konstruksi bekisting yang ekonomis :

§ Biaya dan kemungkinan terhadap penyesuaian material yang telah ada dibandingkan dengan membeli atau menyewa material yang baru.

§ Biaya dari tingkat kualitas material yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat yang rendah plus keahlian pekerja yang lebih baik dalam peningkatan kualitas dan kegunaan.

§ Pemilihan terhadap materialyang lebih mahal sehingga dapat menghasilkan daya tahan dan kapasitas pengunaan dibandingkan dengan material yang lebih murah dengan tingkat penggunaan yang lebih pendek.

§ Penyetelan di lokasi dibandingkan dengan penyetelan di toko atau pabrik; hal ini tergantung dari kondisi serta lahan yang tersedia, ukuran besar kecilnya proyek, jarak tempat penyetelan, dan lain sebagainya.

James M Antil, Paul W.S Ryan (1982 : 213) penggunaan yang berulang dari bekisting ditujukan untuk mencapai nilai ekonomis maksimum dari material. Panel-panel bekisting sebaiknya dirancang agar mudah dipasang, dibongkar dan diperkuat sehingga keuntungan maksimum dapat diperoleh tanpa mengeluarkan banyak biaya perbaikan.

Pekerjaan yang paling sulit sehubungan dengan bekisting adalah mengestimasi biaya bekisting tersebut. Para estimator harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dan berkaitan dalam menghitung pembiayaan pekerjaan dan mencapai suatu efisiensi. Faktor-faktor tersebut yaitu :

Ø Jenis metode yang dipakai; hal ini berhubungan dengan pemilihan jenis material, alat bantu dan penyangga perkuatan yang akan dipakai serta jenis pengadaannya (beli atau sewa)

Ø Pemilihan tenaga kerja; keterampilan dan harga upah menjadi pertimbangan. Ø Metode pabrikasi, pemasangan, perkuatan, pembongkaran dan pemindahan.

(18)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Edward G Nawy (1997 : 3) Estimasi biaya konstruksi dari pekerjaan bekisting dapat diperoleh dengan menjumlahkan kuantitas material kayu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 m2 area kontak, disamping memperhitungkan pula sisa potongan material, kemudian dikalikan dengan harga satuan kayu tersebut.

Estimasi dalam pelaksanaan konstruksi bekisting harus memperhitungkan pula waktu kerja untuk mendirikan dan membongkar bekisting tiap siklus. Dalam perhitungan waktu tersebut, kontraktor harus memperhitungkan pula tundaan akibat cuaca, permasalahan alat disamping proses pembersihan bekisting dan pekerjaan pendukung lainnya.

2.2.3.1. Biaya Material untuk Bekisting Konvensional

F. Wigbout (1997 : 234) biaya material untuk bekisting konvensional dapat diketahui dengan bantuan nilai-nilai pengalaman terhadap penurunan nilai yang terjadi pada setiap pemakaian. Penurunan nilai ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Tergantung dari bentuk beton yang akan dibuat dan dari seringnya penggunaan ulang yang diharapkan, sering kali dilakukan perhitungan dengan : § Kayu balok dapat digunakan 6 hingga 12 kali

§ Kayu papan dapat digunakan 3 hingga 5 kali

Sebuah bekisting konvensional dengan balok-balok, yang disusun dari kayu balok dan kayu papan, ditopang oleh stempel-stempel baja, mempunyai sekitar 80 mm ketebalan kayu, berikut penjepit, pengokoh, dan sekur. Dalam hal ini semua bagian dihitung balik dalam ketebalan mm per m2. Sekitar 35 mm adalah kayu papan dan 45 mm kayu balok.

2.2.3.2. Biaya Material untuk Bekisting Setengah Sistem

Bekisting setengah sistem banyak digunakan untuk bekisting lantai yang dipakai berulang kali dalam bentuk sebuah bekisting meja dari misalnya 20 hingga 40 m2/meja dan untuk bekisting dinding yang dipakai berulang kali dari misalnya 15 hingga 35 m2/dinding. Dalam hal ini konstruksi penopang dari baja dapat disewa.

(19)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 2.2.4. Perbandingan Biaya Material dari ketiga Tipe Bekisting

Laju biaya untuk bekisting konvensional, bekisting setengah sistem dan bekisting sistem, dalam hubungan terhadap satuan-satuan yang akan dilaksanakan pada sebuah proyek, saling berbeda satu dari yang lain.

Untuk bekisting konvensional, biaya yang tercakup adalah :

§ Biaya angkutan untuk bagian-bagian yang tahan lama (stempel-stempel baja); § Penghapusan kayu;

§ Tepi-tepi lantai;

§ Penyewaan stempel-stempel baja.

Untuk bekisting setengah sistem, biaya yang tercakup adalah : § Biaya angkutan untuk bagian-bagian yang tahan lama; § Penghapusan kayu;

§ Tepi-tepi lantai;

§ Penyewaan kaki-kaki meja dan stempel-stempel. Untuk bekisting sistem, biaya yang tercakup adalah :

§ Biaya angkutan untuk bekisting sistem dan stempel-stempel tambahan; § Penyewaan bekisting;

§ Tepi-tepi lantai dan merapikan;

§ Penyewaan untuk kemungkinan pestempelan satu di atas yang lain. Grafik perbandingan tersebut adalah :

Gambar 2.1 Biaya materiil untuk bekisting lantai yang rata/m2 (F.Wigbout, 1997 hal 238)

(20)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Dari grafik perbandingan dapat dilihat perbandingan yang besar dalam biaya material untuk berbagai bekisting tergantung dari metode dan jumlah kali pemakaian yang harus diberlakukan pada suatu pekerjaan yang dilakukan berulang kali. Untuk pekerjaan struktur yang sederhana, dengan bentuk struktur relatif sama (tipikal), maka dapat diambil acuan sebagai berikut :

a. Jika banyaknya kurang dari 6000 m2, yang paling ekonomis adalah metode konvensional.

b. Jika banyaknya lebih besar dari 6000 m2, metode yang paling ekonomis adalah metode setengah sistem

c. Bekisting sistem akan selalu merupakan metode yang paling mahal.

2.2.5. Biaya Langsung untuk Bekisting Biaya langsung untuk bekisting terdiri dari : ü Biaya meterial;

ü Ongkos kerja; ü Biaya perencanaan.

Biaya langsung berada di bawah pengaruh dari jangka waktu pelaksanaan. Pada saat jangka waktu yang lebih panjang, nilai sewa dan meterial akan meningkat berbanding lurus dengan jangka waktu pembangunan. Terutama akan berpengaruh terhadap biaya untuk bekisting sistem dan setengah sistem. Karena metode tersebut memerlukan modal yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan perlunya persyaratan tinggi dari perencanaan dan pengendalian proses produksi.

2.3.

Material Penyusun Bekisting

Meterial yang umumnya digunakan dalam pekerjaan bekisting konvensional adalah sebagai berikut :

(21)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 2.3.1. Kayu

Penggunaan kayu sebagai material bekisting diatur ketentuan dan ketentuan dan persyaratanya dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI). Dalam peraturan PPKI ini jenis-jenis kayu diklasifikasikan berdasarkan berat jenis, kekuatan tekan mutlaknya menjadi 5 ( lima) kelas.

Tabel 2.1 Klasifikasi kayu di Indonesia No Kelas kuat Berat jenis

kering udara (gr/cm3) Kuat lentur mutlak (kg/cm2) Kuat tekan mutlak (kg/cm2) 1 I > 0,9 > 1100 > 650 2 II 0,90 – 0,60 1100 – 725 650 – 425 3 III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 – 300 4 IV 0,40 – 0,30 500 - 360 300 - 215 5 V < 0,30 < 360 < 215

Sumber : PPKI Tahun 1961

Material kayu memiliki sifat-sifat menguntungkan dalam fungsinya sebagai bagian dari konstruksi yaitu :

§ Kekuatan yang besar pada suatu massa volumik yang kecil § Harga yang relatif murah dan dapat diperolehdengan mudah § Mudah dikerjakan dan alat sambungnya sederhana

§ Isolasi termis yang sangat baik

§ Dapat dengan baik menerima tumbukan-tumbukan dan getaran-getaran serta penanganan yang kasar di tempat pendirian sebuah bangunan.

Sebagai dasar perhitungan kekuatan kayu dalam analisa perencanaan bekisting ini yang ditinjau adalah properti tegangan-teganagan ijin serta modulus elastisitas dari material kayu yang akan digunakan tersebut.

(22)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Tabel 2.2 Nilai-nilai teganagan ijin kayu dan modulus elastisitasnya

No Jenis tegangan (kg/cm2) Kelas kuat kayu

I II III IV V

1 Tegangan lentur sejajar serat (σ lt//) 150 100 75 50 - 2 Tegangan tekan = Tarik sejajar serat (σ tk // = σ lt//) 130 85 60 45 - 3 Tegangan tekan tegak lurus serat (σ tk// ┴) 40 25 15 10 - 4 Tegangan geser sejajar serat ( τ //) 20 12 8 5 - 5 Modulus Elastisitas (E) 125000 100000 80000 60000 -

Sumber : PPKI tahun 1961

2.3.2. Multiplek

Triplek terdiri sejumlah lapisan kayu finer yang direkatkan bersilang satu di atas yang lain. Pada umumnya lapisan-lapisan finer dikupas dari sebatang kayu bulat; finer yang ditusuk akan memperhatikan retakan-retakan kecil di permukaannya. Ketebalan satu lapisan finer berkisar antara 1,5 – 2,5 hingga 3 mm. setiap lapis finer dari satu plat tidak harus sama tebal dan dari jenis kayu yang sama.

Dalam penggunaannya sebagai material kontak, lapisan terluar daripada triplek ini harus terbuat dari kualitas kayu yang lebih baik daripada lapisan yang ada didalamnya dan yang paling utama adalah tahan lama serta tahan aus.

2.3.3. Material Penopang (Perancah) dan Pemikul

Tuntutan-tuntutan terpenting yang yang diharapkan dari suatu penompang dalam suatu konstruksi bekisting adalah :

1) Dengan bobot yang ringan harus dapat dan mampu untuk memindahkan beban-beban yang relatif berat.

2) Tahan terhadap penggunaan yang berlangsung kasar. 3) Pemasangan dan penyetelan dengan cara yang sederhana 4) Sesedikit mungkin komponen-komponen lepas

5) Mudah dikontrol

(23)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Penopang dapat dibagi dalam beberapa kelompok utama, antara lain yaitu :

1) Stempel kayu (penopang dari kayu)

Stempel dari kayu gergajian, kayu bulat dan kayu yang diberi kekuatan, sudah digunakan sejak dahulu sebagai alat penopang pada bekisting. Tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini penggunaannya semakin berkirang. Karena muncul bebagai macam material yang tidak memerlukan terlampau banyak penanganan namun dengan kemungkinan penyetelan yang sangat luas. 2) Stempel baja

Pada beban-beban yang lebih besar, stempel baja tetap menarik untuk dijadikan pilihan sebagai penompang. Sekalipun harganya relatif mahal. Sebaliknya material untuk stempel ini digunakan dalam bentuk profil. Dikombinasikan dengan penyangga dan balok-balok atas dari baja maka terbentuklah pemikul.

3) Steger pipa dari baja

Komponen-komponen untuk membuat sebuah steger pipa baja terdiri dari bagian yang ringan dengan bantuan perangkai-perangkai dapat dihubungkan satu sama lain dengan cara sederhana. Profil baja yang diperlukan adalah pipa yang dilas tumpul dengan garis tengah sebesar 48,3 mm, ketebalanya 3,6 kg/m. pipa steger dapat diperoleh dalam ukuran panjang 1-1.5,2,3,4, dan 6 m. dengan beban yang diijinkan untuk satu tiang bervariasi antara 5 sampai 40 kN. Meskipun pendirian sebuah penopang dari steger pipa mememrlukan banyak pengerjaan, namun material ini bisa sangat menarik untuk sebuah bekisting. Karena dengan steger pipa dapat disususn konstruksi-konstruksi yang paling rumit sekalipun.

4) Steger sistem dari baja

Dibandingkan dengan steger pipa dari baja, steger sistem ini mempunyai kelebihan sebagai berikut:

· Tidak begitu banyak memerlukan pengerjaaan. · Tidak memerlukan tenaga ahli.

· Komponennya lebih sedikit.

(24)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Steger-steger sistem dapat dirangtkai dalam arah ketinggianny, sedangkan pembangunannya dapat dilaksanakan dengan cepat. Steger-steger sistem dibangun melalui penumpukan sebuah kuda-kuda dengan menggunakan 2 tiang atau sebuah menara dengan menggunakan 3 atau 4 tiang.

Gambar 2.2 Contoh pembangunan sebuah steger sistem (F.Wigbout, 1997 hal 84)

Beban yang diijinkan untuk setiap kuda-kuda adalah 50-100 kN. Tergantung dari sistem yag digunakan dan pemendekan tekukan. Sedangkan beban yang diijinkan untuk menara adalah 160-200 kN. Menara-menara dirangkai membentuk penampang segitiga, segiempat, atau persegi panjang. Untuk sambungan kuda-kuda dan menara digunakan alat-alat sambung sistem khusus sehingga dapat menghemat waktu pemasangannya.

5) Stempel sekrup

Digunakan untuk beban-beban yang agak ringan, daya dukungnya adalah 5-20 kN. Sisi bawah dari stempel sekrup ini dilengkapi dengan sebuah pelat kaki beserta lubang-lubang untuk paku. Bagian atasnya dilengkapi oleh

(25)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 sebuah garpu yang dapat menyangga satu atau dua buah balok. Adapula stempel-stempel khusus yang dilengkapi dengan pelat-pelat kaki dan pelat puncak yang dapat berputar, dan dapat menahan gaya tarik maupun tekan.

Gambar 2.3 Stempel sekrup yang dapat disetel (F.Wigbout, 1997 hal 86)

6) Stempel konstruksi

Digunakan pada beban-beban yang sangat berat. Stempel konstruksi terdiri dari beberapa elemen standar yang panjangnya berbeda-beda, yang dirangkaikan satu sama lain dengan pasak atau baut. Pengaturan ketinggian dilakukan oleh kepala dan kaki yang dapat diatur. Daya dukung yang dimiliki oleh jenis stempel ini bervariasi, yaitu antara 140-350 kN.

Gambar 2.4 Berbagai tipe stempel konstruksi (F.Wigbout, 1997 hal 87)

(26)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Material pemikul digunakan untuk menahan beban horisontal seperti lantai dan balok, dan untuk bidang vertikal seperti dinding. Dimana pemikul-pemikul ini terbentuk dari komponen yang ringan dan dapat dirangkai, dipasang, dan dilepas dengan mudah. Berdasarkan konstruksinya, pemikul bekisting dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Pemikul yang dapat digeser terdiri dari satuan-satuan yang berukuran pendek dan ringan, terbuat dari bahan baja atau kayu, biasanya berbentuk kisi atau rangka. Pemikul kayu dengan bentuk 4,35 m, dengan bantuan pengikat-pengikat dari baja dan pasak-pasak kayu. Bobot dari satu pemikul adalah 7 (tujuh) sampai 9 (sembilan) kg/m.

b. Pemikul tersusun

Dengan menambahkan batang-batang tarik pada bentuk kuda-kuda yang dipilih, pemikul-pemikul ini dapat menyerap beban yang cukup besar, dengan momen yang diijinkan adalah antara 60-1500 kNm. Jenis pemikul ini terdiri dari beberapa elemen standar yang berbentuk rangka yang dapat disusun dengan berbagai kepanjangan dan daya pikul.

2.4.

Perhitungan Jarak-jarak antar Pemikul Bekisting dan

Perancah

Perhitungan beban yang diterima bekisting meliputi : 1) Beban beton bertulang

Didalam penggunaan yang umum di Indonesia. dalam hal ini sesuai dengan peraturan yang berlaku, berat beton bertulang 2,4 ton/m3. (PPIUG, 1983 : 11)

2) Beban oleh bekisting

Beban ini merupakan berat sendiri dari bekisting yang terdiri dari multiplex sebagai bekisting kontak sebesar berat jenis dikalikan dengan luas penampang, pehitungan sama untuk kayu-kayu sebagai balok anak dan balok melintang serta perancah. Dalam praktek dianngap (untuk

(27)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 perhitungan) bahwa pada awal beton dituang pembebanan sering hanya terjadi di satu lapangan. (R.Segel, dkk, 1994 : 54)

3) Beban kerja

Beban kerja meliputi beban pekerja dan beban peralatan serta alat angkut beton. Beban kerja, umumnya diberlakukan suatu muatan merata sebesar 150 kg/m2. (F.Wigbout Ing., 1992 : 108)

Untuk menghitung jarak antar balok anak, jarak antar balok melintang, dan jarak antar perancah menggunakan rumus :

2.4.1. Rumus Kekuatan

Rumus kekuatan ini menggunakan prinsip pertidaksamaan :

lt W

M

s

__

£ (2.1)

Dimana : M = momen akibat beban bekisting kontak (kgm) W = momen perlawanan (m3)

lt

s

__ = tegangan lentur ijin kayu (kg/m2

). (F.Wigbout Ing., 1992 : 142) Harga M diatas dua perletakan adalah :

2 8 1

qL

M = (2.2)

Dimana : M = momen akibat beban beban bekisting kontak (kgm) q = beban total dari bekisting kontak tiap meter (kg/m) L = jarak antar balok anak (m). (R.Segel, dkk, 1994 : 56) Untuk mendapatkan W digunakan persamaan :

2 6 1

bh

W = (2.3)

Dimana : W = momen perlawanan (m3)

b = panjang papan bekisting kontak per meter (m)

h = tebal papan bekisting kontak (m). (R.Segel, dkk, 1994 : 56) Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) 1961 menerangkan bahwa nilai

lt

s

__

(28)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 Diperoleh dari tabel PKKI 1961 halaman 6. Menurut PKKI 1961, harga tegangan ijin dalam daftar PKKI 1961 adalah untuk pembebanan pada konstruksi yang bersifat tetap dan permanen serta untuk konstruksi yang terlindung, sehingga harga tegangan ijin tersebut masih harus dikalikan dengan faktor reduksi :

- Untuk konstruksi tidak terlindung β = 5/6

- Untuk pembebanan yang bersifat sementara γ =5/4

Dari pertidaksamaan (2.1) dan persamaan (2.2), akan didapatkan jarak antar balok anak yaitu dengan pertidaksamaan :

lt W qL

s

__ 2 8 1 £ (2.4) ÷ ÷ ÷ ÷ ø ö ç ç ç ç è æ ´ ´ £ q W lt L

s

__ 8 (2.5)

Dimana : W = momen perlawanan (m3) L = jarak antar balok anak (m)

q = beban total dari bekisting kontak tiap meter (kg/m) lt

s

__ = tegangan lentur ijin kayu (kg/m2 )

2.4.2. Rumus Kekakuan (lendutan)

Setiap persyaratan teknis pekerjaan struktur beton selalu membatasi lendutan dari bagian-bagian struktur bekisting dengan maksud melindungi beton yang dicetak dari pengaruh pergerakan-pergerakan yang berlebihan. Untuk menghasilkan struktur yang lebih kaku, lendutan yang terjadi tidak boleh lebih dari L/400. (R.Segel, dkk, 1994 : 57)

Lendutan yang terjadi di atas tiga tumpuan atau lebih dapat dihitung dengan persamaan : EI qL f 4 384 5 . 2 = (2.7)

(29)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 q = beban total dari bekisting kontak tiap meter (kg/m)

L = jarak antar balok anak (m) E = modulus elastisitas kayu (kg/m2) I = momen inersia kayu (m4)

2.4.3. Kontrol Reaksi Perletakan

Setelah menghitung kekuatan serta kekakuanya jarak sumbu ke sumbu perletakan yang diijinkan dapat diketahui dan reaksi perletakan dapat dihitung. Reaksi ini akan dibandingkan dengan tekanan maksimal yang diijinkan di perletakan. Jika reaksi maksimal di perletakan Rmaks lebih kecil dari pada reaksi perletakan yang terjadi maka jarak sumbu ke sumbu perletakan harus disesuaikan. Dan dihitung dengan rumus : qL R 8 9 = (2.8)

Dimana : q = beban merata (kg/m) L = jarak antar tumpuan (m) (R.Segel, dkk, 1994 : 61) A tk Rmak s =

s

´ __ (2.9) dimana : Rmaks = reaksi perletakan pada tumpuan yang diijinkan

tk

s

__ = tegangan ijin tekan (kg/m2 ) A = luas bidang perletakan (m2)

2.4.4. Kontrol Gaya Lintang

Jika telah dihitung dan diketahui jarak perletakan maka gaya lintang V yang terjadi dapat dihitung. Gaya lintang ini akan di bandingkan dengan gaya lintang maksimal yang terjadi, dapat dihitung dengan rumus :

qL V

8 5

= (2.10)

Dimana : q = beban merata (kg/m) L = jarak antar tumpuan (m)

(30)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 V = gaya lintang yang terjadi (kg)

(R.Segel, dkk, 1994 : 61) A Vmak s ´ ´ = 2 3 t (2.11)

Dimana : τ = tegangan geser ijin (kg/m2)

Vmaks = gaya lintang maksimal yang diijinkan (kg) A = luas penampang yang dibebani gaya lintang (m) (R.Segel, dkk, 1994 : 57)

2.4.5. Kontrol Perancah

Untuk memastikan apakah perancah benar-benar mampu menerima reaksi tumpuan dengan luas bidang A maka harus dikontrol tegangan tekan pada perancah.

Tegangan tekan tk

s

__ = R/A

tegangan tekan diatas harus diperiksa terhadap tegangan ijin tekan (tekuk) panjang perancah yang digunakan Lk

kontrol arah sumbu

λx = 3.5 x Lk/h (2.12)

λy = 3.5 x Lk/b (2.13)

syarat jika λ < 150 maka dipakai penahan lateral tekuk dimana : Lk = panjang tekuk (m)

h,b = dimensi perancah (m) (R.Segel, dkk, 1994 : 58)

(31)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 25

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Uraian Umum

Metode penelitian adalah langkah-langkah atau cara-cara penelitian suatu masalah, kasus, gejala, atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode penelitian digunakan sebagai dasar akan langkah-langkah berurutan yang didasarkan pada tujuan penelitian dan menjadi suatu perangkat yang digunakan untuk menarik kesimpulan, sehingga dapat diperoleh penyelesaian yang diharapkan untuk mencapai keberhasilan penelitian.

Data yang diperoleh dari penelitian yang menggambarkan suatu kondisi proyek tertentu disusun rapi dan dianalisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dan deskriptif. Analisis berarti data yang sudah ada diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan hasil akhir yang dapat disimpulkan. Deskriptif maksudnya memaparkan masalah-masalah yang sudah ada atau tampak.

3.2. Pengumpulan Data

Untuk mempermudah analisis diperlukan data-data yang berkaitan langsung dengan proyek tersebut. Data tersebut antara lain :

a. Gambar struktur proyek Hotel Red Dot Yogyakarta.

b. Data – data anggaran biaya bekisting PERI proyek Hotel Red Dot Yogyakarta menggunakan laporan progres PT. Beton Konstruksi Wijaksana

(32)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 c. Analisa pekerjaan untuk menentukan harga perencanaan anggaran biaya (RAB) bekisting konvensional akan menggunakan daftar harga satuan pekerjaan (HSP) wilayah Yogyakarta dari cipta karya/Pekerjaan Umum.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan data. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari kontraktor pelaksana meliputi laporan anggran biaya progres pelaksanaan fabrikasi bekisting PERI dan Gambar rencana proyek.

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian

Tahapan dalam analisis data merupakan urutan langkah yang dilaksanakan secara sistematis dan logis sesuai dasar teori permasalahan sehingga didapat analisis yang akurat untuk mencapai tujuan penulisan. Adapun tahap dan prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Tahap I (Tahap persiapan)

Langkah yang dilakukan yaitu merumuskan masalah penelitian, tujuan penelitian, menentukan metode yang digunakan dan menggali kepustakaan. Melakukan studi pustaka yaitu dengan membaca materi kuliah, buku-buku referensi, buku-buku Tugas Akhir, dan jurnal yang berhubungan dengan pembuatan laporan penelitian.

(33)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 2. Tahap II (Tahap Penentuan Obyek Penelitian)

Langkah yang dilakukan adalah :

1. Mengidentifikasi proyek yang akan diteliti

2. Melakukan proses perijinan kepada pelaksana atau pemilik proyek 3. Menentukan obyek pengamatan

3. Tahap III (Tahap pengumpulan data)

Langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data proyek yang dijadikan obyek penelitian, berupa data sekunder dari kontraktor pelaksana dan pengawas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek. Dari observasi diperoleh data sebagai berikut : - Gambar Rencana Proyek

- Data – data anggaran biaya bekisting PERI proyek Hotel Red Dot Yogyakarta menggunakan laporan progres PT. Beton Konstruksi Wijaksana

- menggunakan daftar harga satuan pekerjaan (HSP) wilayah Yogyakarta dari cipta karya

b. Untuk mendukung penelitian dilakukan wawancara langsung dengan pelaksana.

4. Tahap IV (Tahap analisis data)

Adapun langkah yang dilakukan adalah :

· menghitung jarak antar balok anak, balok melintang dan perancah dengan analisa kekuatan dan analisa kekakuan.

· Menghitung biaya kebutuhan material dan tenaga kerja yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan bekisting.

· Membandingkan analisis pekerjaan bekisting konvensional dan sistem PERI dasarkan analisa biaya konstruksi kontraktor serta penggunaan material pada implementasi proyek.

(34)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037 (Analisis data penelitian menggunakan bantuan komputer program MS. Excel).

5. Tahap V (Tahap pembahasan)

Langkah yang dilakukan adalah membahas hasil penelitian perbandingan penggunaan bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI.

(35)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

3.5.

Diagram Alir

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Mulai

Persiapan :

· Merumuskan masalah

· Menentukan tujuan penelitian

Survey Pustaka :

· Laporan progres dan gambar proyek · Studi literatur

Teknik Pengumpulan Data :

Mengumpulkan data sekunder yang dijadikan obyek penelitian dari kontraktor pelaksana dan pengawas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek pembangunan gedung yang menggunakan bekisting konvensional dan bekisting sistem PERI.

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Perhitungan dimensi dan volume bekisting

Tahap III

Analisa Biaya Bekisting

1. Biaya pembuatan pelat lantai beton menggunakan perancah kayu

2. Selisih biaya pembuatan pelat lantai menggunakan bekisting konvensional dengan bekisting sitem PERI

Tahap I

Tahap IV

Tahap V Tahap II

(36)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

30

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya pembuatan struktur bekisting pelat beton dengan membandingkan penggunaan konvensional dan penggunaan sistem PERI. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan maka dilakukan analisa biaya, dengan data-data sebagai berikut : 1. Spesifikasi Proyek

Nama Proyek : Pembangunan Hotel Red Dot

Lokasi : Jl. Laksamana Adi Sucipto, Yogyakarta

Fungsi Bangunan : Hotel

Jumlah Lantai : 7 lantai dan 1 basement

Luas Total Bangunan : ± 4562 m2

2. Data sekunder

Tabel 4.1 Data struktur pelat

No Uraian Keterangan

1 Pelat Beton bertulang

2 Tebal pelat 12 cm = 0,12 m

3 Tinggi antar lantai 3,4 m

4 Jumlah lantai 7

5 Volume pekerjaan pelat 1 lantai 461,96m3

6 Berat jenis beton bertulang 2400 kg/m3

(37)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Tabel 4.2 Daftar harga material dan upah

No Uraian Satuan Harga

1 Multiplex 16 mm 120 X 240 cm m3 Rp. 172,000.00

2 Balok kayu Borneo Super m3 Rp. 3,000,000.00

3 Kayu bambu ori batang Rp. 10,000.00

4 Papan kayu Borneo Super m3 Rp. 3,525,000.00

5 Paku kg Rp. 11,000.00

6 Tukang Kayu hari Rp. 33,000.00

7 Kepala Tukang Kayu hari Rp. 36,000.00

8 Pekerja hari Rp. 27,500.00

9 Mandor hari Rp. 37,000.00

Dalam penelitian ini kayu yang digunakan adalah kayu mahoni sebagai lapisan inti multiplex disamping kayu jati dan bambu petung. Uji karakteristik meliputi berat jenis, kuat tekan, kuat tarik dan kuat lentur balok utuh dimensi 5/5 dengan panjang 20cm untuk kuat tekan, 2,5/3 dengan panjang 50cm untuk kuat tarik dan 2,5/2,5 panjang 40cm untuk kuat lentur. Pengujian kuat lentur dan modulus elastis pada multiplex dengan dimensi 5/7 panjang 100cm. Dari hasil pengujian karakteristik bahan diperoleh sebagai berikut, berat jenis bambu 0,135 gr/cm, kayu jati 0,705 gr/cm dan kayu mahoni 0,631 gr/cm, untuk kuat tekan bambu diperoleh sebesar131,69 kg/cm2, kayu jati 423,85 kg/cm2, kayu mahoni 329,48 kg/cm2. Sementara untuk kuat tarik bambu sebesar 903,4 kg/cm2, kayu jati 442,18 kg/cm2, kayu mahoni 177,73 kg/cm2 dan untuk kuat lentur masing-masing didapatkan untuk bambu 414,54 kg/cm2, kayu jati 512,18 kg/cm2 dan kayu mahoni 329,49 kg/cm2. Kuat lentur rata-rata untuk multiplex sebesar 728,735 kg/cm2 dan untuk modulus elasti multiplex sebesar 602105,37 MPa.

materi referensi: http://sipilums.ac.id/index.php?option=c…

dari kutipan hasil penelitian diatas yang menyebutkan kuat lentur rata-rata multiplex sebesar 728,735 kg/cm2 bisa disimpulkan multiplex termasuk kuat kelas III pada Tabel 2.1 halaman 15.

(38)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Tabel 4.3 Data spesifikasi kayu

No Uraian Symbol Satuan Jenis kayu

Multiplex Balok kayu

1 Kuat kelas III II

2 Lebar B m 1,2 0,5

3 Tinggi H m 0.016 0,07

4 Panjang L m 2,4 4

5 Berat jenis rata-rata Bj Kg/m2 500 790

6 Tegangan lentur σ-lt Kg/m2 75 x 104 100 x 104 7 Tegangan tarik // = tegangan tekan// σ -tr // = σ-tk // Kg/m2 60 x 104 85 x 104 8 Tegangan tekan ┴ σ-tk┴ Kg/m2 15 x 104 25 x 104 9 Tegangan geser τ- Kg/m2 8 x 104 12 x 104 10 Modulus elastisitas E Kg/m2 80.000 x 104 100.000 x 104

4.2 .

Perhitungan Jarak-jarak antar Pemikul Bekisting dan

Perancah

Bekisting harus dianalisa agar mampu menahan beban yang diinginkan, serta untuk mengetahui jarak masing – masing bagian yang berguna untuk mencari kebutuhan akan bekisting tersebut.

4.2.1. Perhitungan jarak balok anak

(39)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Gambar 4.1 Penempatan Balok Anak a. Pembebanan pada papan bekisting

Beban beton = Bjbeton x tbeton x bmultiplex = 2400 x 0,12 x 1,2 = 345,6 kg/m

Beban kerja = Beban kerja x bmultiplex = 150 x 1,2 = 180 kg/m

Beban multiplex= Bjmultiplex x tmultiplex x bmultiplex = 500 x 0,016 x 1,2 = 9,6 kg/m

Jumlah beban merata pada multiplex tiap 1,2 m (q) = 535,2 kg/m

b. Jarak balok anak berdasarkan kekuatan

lt W M £

s

__ M = 1/8 qL2 = 1/8 x 535,2 x L2 = 66,9 L2 W = 1/6 b h2 = 1/6 x 1,2 x 0,0162 = 5,12 x 10-5 m3

Untuk semua tegangan-tegangan yang dipakai adalah tegangan ijin yang telah dikalikan dengan faktor-faktor pengaruh keadaan konstruksi (β) dan sifat muatan (γ). lt

s

=

s

xbxg lt __ = 75 x 104 x 5/6 x 5/4 = 781250 kg/m2 66,9 L2 ≤ 781250 x 5,12 x10-5 L ≤ 0,773245 m

c. Jarak balok anak berdasarkan lendutan

(40)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

EI qL f 4 384 5 . 2 =

Dan disyaratkan untuk defleksi maksimal adalah :

400 L fmaks = Jadi, EI qL4 384 5 . 2 400 L £ L3 ≤ Xq X EI 5 , 2 400 384 L3 2 , 535 5 , 2 400 10 096 , 4 10 8 384 8 7 x x x x x x -£ L ≤ 0.61719 m

Dari perhitungan diatas jarak antara balok anak dapat digunakan sebesar 0,6 m. untuk memastikan perhitungan yang dilakukan benar maka dilakukan kontrol reaksi perletakan dan kontrol gaya lintang.

d. Kontrol Reaksi Perletakan

Reaksi perletakan yang timbul dari papan bekisting (lebar 1,2 m) diatas bagian balok anak (lebar 0,05) adalah :

^ tk

s

=

s

tk__

^

x β x γ

= 15 x 104 x 5/6 x 5/4 = 156250 kg/m2

Abid ltk = bmultiplek x bbalok anak = 1,2 x 0,05 = 0,06 m2 Rmaks = ^ tk

s

x A bid ltk = 156250 x 0,06 = 9375 kg

(41)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Reaksi tumpuan terbesar yang terjadi dari tiga tumpuan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari pinggir yaitu sebesar :

R = 9/8 x q x L = 9/8 x 535,2 x 0,6 = 361,26 kg

Karena R = 361,26 kg ≤ Rmaks = 9375 kg maka multiplex aman digunakan.

e. Kontrol Gaya Lintang

A Vmak s ´ ´ = 2 3 t τ = τ – x β x γ = 8 x 104 x 5/6 x 5/4 = 83333.33 kg/m2 Amultiplex = b x h = 1,2 x 0,016 = 2,88 m2 83333.33 = 88 , 2 2 3 ´ ´Vmak s Vmaks = 160000 kg

Gaya lintang terbesar pada perletakan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari ujung sebesar :

V = 5/8 x q x L = 5/8 x 535,2 x 0,6

= 200,7 kg

Jadi, karena V = 200,7 kg ≤ Vmaks = 160000 kg maka multiplex aman digunakan. Jadi untuk papan bekisting menggunakan multiplex dengan kelas kuat kayu III yang ditumpu dengan balok anak kayu keruing dengan ukuran 0,05 x 0,07 m2 kelas kuat kayu II serta jarak antara balok anak 0,6 m aman untuk digunakan.

(42)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

4.2.2. Perhitungan jarak balok melintang

L = ?

Gambar 4.2 Penempatan Balok Melintang a. Pembebanan pada balok anak

Beban terbagi rata diatas balok anak per 0,6 m jarak balok anak adalah :

Beban beton = Bjbeton x tbeton x jarak = 2400 x 0,12 x 0,6 = 172,8 kg/m

Beban kerja = Beban kerja x jarak = 150 x 0,6 = 90 kg/m

Beban multiplex= Bjmultiplex x tmultiplex x jarak = 500 x 0,016 x 0,6 = 4,8 kg/m Berat sendiri = Bjbalok ank x tbalok ank x bbalok ank= 790 x 0,07 x 0,05 = 2,765 kg/m

Jumlah beban merata tiap 0,6 m jarak balok anak (q) = 270,365 kg/m

b. Jarak balok melintang berdasarkan kekuatan

lt W M £

s

__ M = 1/8 qL2 = 1/8 x 270,365 x L2 = 33,796 L2 W = 1/6 b h2 = 1/6 x 0,05 x 0,072 = 4,083 x 10-5 m3 lt

s

=

s

xbxg lt __ = 100 x 104 x 5/6 x 5/4 = 1041666.667 kg/m2

(43)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

33,796 L2 ≤ 1041666.667 x 4,083 x10-5

L ≤ 1,122 m

c. Jarak balok anak berdasarkan lendutan

Lendutan balok anak diatas tiga perletakan atau lebih adalah :

EI qL f 4 384 5 . 2 =

Dan disyaratkan untuk defleksi maksimal adalah :

400 L fmaks = Jadi, EI qL4 384 5 . 2 400 L £ L3 ≤ Xq X EI 5 , 2 400 384 L3 365 , 270 5 , 2 400 10 429 , 1 10 384 9 6 x x x x x -£ L ≤ 1,2705 m

Dari perhitungan diatas jarak antara balok melintang dapat digunakan sebesar 1 m. untuk memastikan perhitungan yang dilakukan benar maka dilakukan kontrol reaksi perletakan dan kontrol gaya lintang.

d. Kontrol Reaksi Perletakan

Reaksi perletakan yang timbul dari balok anak (lebar 0,05 m) diatas bagian balok melintang (lebar 0,05) adalah :

^ tk

s

=

s

tk__

^

x β x γ

= 25 x 104 x 5/6 x 5/4 = 260416,67 kg/m2

(44)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

= 0,05 x 0,05 = 0,0025 m2 Rmaks = Abidltk tk ^´ .

s

= 260416,67 x 0,0025 = 651,0417 kg

Reaksi tumpuan terbesar yang terjadi dari tiga tumpuan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari pinggir yaitu sebesar :

R = 9/8 x q x L = 9/8 x 270,365 x 1 = 304,161 kg

Karena R = 304,161 kg ≤ Rmaks = 651,0417 kg maka aman digunakan.

e. Kontrol Gaya Lintang

A Vmak s ´ ´ = 2 3 t τ = τ – x β x γ = 12 x 104 x 5/6 x 5/4 = 125000 kg/m2 Abalok anak = b x h = 0,05 x 0,07 = 0,0035 m2 125000 = 0035 , 0 2 3 ´ ´Vmak s Vmaks = 291,67 kg

Gaya lintang terbesar pada perletakan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari ujung sebesar :

V = 5/8 x q x L = 5/8 x 270,365 x 1

(45)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Jadi, karena V = 168,978 kg ≤ Vmaks = 291,67 kg maka aman digunakan.

Jadi untuk balok anak menggunakan kayu keruing dengan ukuran 0,05 x 0,07 m2

kelas kuat kayu II yang ditumpu dengan balok melintang kayu keruing dengan ukuran 0,05 x 0,07 m2 kelas kuat kayu II serta jarak antara balok melintang 1 m aman untuk digunakan.

4.2.3. Perhitungan jarak perancah bambu

L = ?

Gambar 4.3 Penempatan Perancah

a. Pembebanan pada balok melintang

Beban terbagi rata diatas balok melintang per 1 m jarak balok melintang adalah : Beban beton = Bjbeton x tbeton x jarak = 2400 x 0,12 x 1 = 288 kg/m

Beban kerja = Beban kerja x jarak = 150 x 1 = 150 kg/m

Beban multiplex= Bjmultiplex x tmultiplex x jarak = 500 x 0,016 x 1 = 8 kg/m Berat balok anak= Bjbalok ank x tbalok ank x jarak = 790 x 0,07 x 1 = 55,3 kg/m Berat sendiri = Bjb mlintang x tb mlintang x bb mlintang = 790 x 0,07 x 0,05 = 2,765 kg/m

(46)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

b. Jarak balok melintang berdasarkan kekuatan

lt W M £

s

__ M = 1/8 qL2 = 1/8 x 504,065 x L2 = 63,008 L2 W = 1/6 b h2 = 1/6 x 0,05 x 0,072 = 4,083 x 10-5 m3 lt

s

=

s

lt xbxg __ = 100 x 104 x 5/6 x 5/4 = 1041666.667 kg/m2 63,008 L2 ≤ 1041666.667 x 4,083 x10-5 L ≤ 0,822 m

c. Jarak balok anak berdasarkan lendutan

Lendutan balok anak diatas tiga perletakan atau lebih adalah :

EI qL f 4 384 5 . 2 =

Dan disyaratkan untuk defleksi maksimal adalah : 400 L fmaks = Jadi, EI qL4 384 5 . 2 400 L £ L3 ≤ Xq X EI 5 , 2 400 384 L3 065 , 504 5 , 2 400 10 429 , 1 10 384 9 6 x x x x x

(47)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

L ≤ 1,0287 m

Dari perhitungan diatas jarak antara perancah dapat digunakan sebesar 0,8 m. untuk memastikan perhitungan yang dilakukan benar maka dilakukan kontrol reaksi perletakan dan kontrol gaya lintang.

d. Kontrol Reaksi Perletakan

Reaksi perletakan yang timbul dari balok melintang (lebar 0,05 m) diatas bagian perancah bambu (diameter 0,08) adalah :

^ tk

s

=

s

tk__

^

x β x γ

= 25 x 104 x 5/6 x 5/4 = 260416,67 kg/m2

Abid ltk = bbalok melintang x diameterperancah = 0,05 x 0,08 = 0,004 m2 Rmaks = ^ tk

s

x A bid ltk = 260416,67 x 0,004 = 1041,67 kg

Reaksi tumpuan terbesar yang terjadi dari tiga tumpuan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari pinggir yaitu sebesar :

R = 9/8 x q x L

= 9/8 x 504,065 x 0,8 = 453,6585 kg

Karena R = 453,6585 kg ≤ Rmaks = 1041,67 kg maka aman digunakan.

e. Kontrol Gaya Lintang

A Vmak s ´ ´ = 2 3 t τ = τ – x β x γ

(48)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

= 12 x 104 x 5/6 x 5/4 = 125000 kg/m2 Abalok = b x h = 0,05 x 0,07 = 0,0035 m2 125000 = 0035 , 0 2 3 ´ ´Vmak s Vmaks = 291,67 kg

Gaya lintang terbesar pada perletakan atau lebih terletak pada tumpuan kedua dari ujung sebesar :

V = 5/8 x q x L

= 5/8 x 504,065 x 0,8 = 252,0325 kg

Jadi, karena V = 252,0325 ≤ Vmaks = 291,67 kg maka aman digunakan.

f. Kontrol Perancah

Untuk memastikan apakah perancah bambu benar-benar mampu menerima reaksi

tumpuan sebesar R = 453,6585 kg dengan luas bidang A = 1/4xº =1/4 x º x

(0,08)2 = 0,005 m2 maka harus dikontrol tegangan tekan pada perancah.

Tegangan tekan

tk

s

__ = R/A

= 453,6585/0,005 = 90252,49094 kg/m2

tegangan tekan diatas harus diperiksa terhadap tegangan ijin tekan (tekuk) panjang perancah yang digunakan Lk =3,4 m

Untuk perancah bambu : λx = λy λ= 4 x Lk/h

= 4 x 3,4/0,08 = 170

(49)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Karena λ =170 > 150 maka,

dipakai penahan lateral tekuk yang diletakkan ditengah perancah, maka panjang tekuknya menjadi Lk = 1,7 m,

λ= 4 x Lk/h = 4 x 1,7/0,08 = 85 < 150

Dari daftar III PKKI dengan didapatkan

tk

s

__ = 20 kg/cm2 = 200000 kg/m2. Karena tk

s

__ = 200000 kg/m2 > tk

s

= 90252,49094 kg/m2 maka perancah bambu

aman digunakan.

4.3 .

Perhitungan Kebutuhan Bekisting

Material yang dibutuhkan untuk pembuatan bekisting pelat setiap 15,66 m2 dengan ukuran 5,8 m x 2,7 m tebal pelat 0,12 m adalah sebagai berikut :

4.3.1. Perhitungan Kebutuhan Bekisting Konvensional

1. Multiplex ukuran 2,4 x 1,2 m tebal 0,016 m. luasan multiplex = 2,88 m2 Kebutuhan cetakan sisi samping :

1 lembar multiplex dipotong menjadi = (2,88 : (0,12x2,4)) = 10 lembar. Sehingga (2 x (5,8 + 2,7)) : (2,4 x 10) = 0,7 ≈ 1 lembar.

Kebutuhan cetakan sisi bawah :

L.pelat : L.multiplex = (15,66 : 2,88) = 5,438 ≈ 6 lembar. Total kebutuhan multiplex 6 + 1 = 7 lembar.

2. Balok anak ukuran 0,05 m x 0,07 m panjang kebutuhan 2,7 m jarak sumbu ke sumbu 0,6 m. Jenis kelas kuat kayu II dengan panjang 4 m.

(2,7: 0,6) + 1 = 5,5 ≈ 6 batang. V = (0,05 x 0,07 x 4 x 6) = 0,021 m3

3. Balok melintang ukuran 0,05 m x 0,07 m panjang kebutuhan 5,8 m jarak sumbu ke sumbu 1 m. Jenis kelas kuat kayu II dengan panjang 4 m.

(5,8 : 1) + 1 = 6,8 ≈ 7 batang.

(50)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

V = (0,05 x 0,07 x 4 x 11) = 0,0385 m3

4. Perancah bambu dengan diameter 0,08 m panjang kebutuhan 3,4 m jarak sumbu ke sumbu 0,8 m. Jenis bambu ori panjang 7 m.

Kebutuhan 1 baris = (2,7: 0,8) + 1 = 4,375 ≈ 5 buah.

Kebutuhan seluruhnya = 7 B.melintang x 5 buah = 35 buah. Kebutuhan bambu = 7 : 3,4 m = 2, 06 ≈ 2

= 35 : 2 = 17,5 ≈18 batang

5. Papan penahan tekuk = (5x5,8x0.02x0.1) + (7x2,7x0.02x0.1) = 0,0958 m3.

4.3.2. Perhitungan Kebutuhan Bekisting PERI

1. Plywood 90 x 180 cm x12 mm digunakan sebanyak 15,66 : 1.62 = 9,67 lembar 2. Girder sekunder dengan panjang 2,5 m dipasang dengan jarak 0,3 m sehingga

dibutuhkan 12 batang

3. Girder induk sebanyak 2 batang

(51)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

5

8

0

0

2

7

0

0

Keterangan : : perancah bambu 3,4 m (jarak sumbu kesumbu 0,8 m)

: balok anak 5/7 cm (jarak sumbu kesumbu 0.6 m) : balok melintang 5/7 cm (jarak sumbu kesumbu 1 m)

Gambar 4.4 Penempatan Balok Anak, Balok Melintang, dan Perancah Kayu

A

A

B

B

(52)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Keterangan : 1. Multiplex 2. Balok anak 3. Balok melintang 4. Perancah 5. Penahan tekuk

Gambar 4.5 Potongan A-A bekisting konvensional 1

2

3

4

(53)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Keterangan : 1. Multiplex 2. Balok anak 3. Balok melintang 4. Perancah 5. Penahan tekuk

Gambar 4.6 Potongan B-B bekisting konvensional 1

2 3

4

(54)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

5800

Keterangan : : balok suri 6/12 cm (jarak sumbu kesumbu 0,3 m)

: peri girder GT-24 (jarak sumbu kesumbu 1.2 m) : cross brace (jarak sumbu kesumbu 1.8 m)

Gambar 4.7 Penempatan balok suri, girder GT-24, dan cross brace

A

A

B

B

(55)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Keterangan : 1. Plywood 2. Balok suri 3. Peri girder GT-24 4. Head jack 5. Ladder frame 6. Main frame 7. Base jack

Gambar 4.8 Potongan A-A bekisting peri

1 2 3 4 5 6 7

(56)

commit to user

Ariesita Putri P I0106037

Keterangan : 1. Plywood 2. Balok suri 3. Peri girder GT-24 4. Head jack 5. Ladder frame 6. Cross brace 7. Main frame 8. Base jack

Gambar 4.9 Potongan B-B bekisting peri 1 7 6 5 4 3 2 8

Gambar

Gambar 1.1 Bekisting Konvensional
Grafik perbandingan tersebut adalah :
Tabel 2.1 Klasifikasi kayu di Indonesia  No  Kelas kuat  Berat jenis
Gambar 2.2 Contoh pembangunan sebuah steger sistem (F.Wigbout, 1997 hal 84)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rasa kuwatir iki tuwuh amarga rumangsa wedi lan ora kepenak atine marang kahanan tartamtu kang durung diweruhi kepriye pungkasane. Rasa kuwatir uga digambarake minangka

Eng Liang Tan, we are pleased to invite you to attend the Extraordinary of General Meeting of Shareholders (&#34;EGMS&#34;) ofPT Soho Global Health that will be held on:. Day/Date

SILA BAWA BERSAMA GAMBAR BERUKURAN PASPORT UNTUK KEGUNAAN BORANG PROFILE DAN SLIP PENDAFTARAN KOS.. PLEASE BRING ALONG PHOTOGRAPH (PASSPORT SIZE) FOR PROFILE FORM AND COURSE

Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Kecerdasan Jamak Dalam Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Di SMA Daarul Quran Bandung

Daun teh ( Camellia sinensis ) dan daun anting-anting ( Acalypha indica L ) diduga mengandung tanin, suatu senyawa yang dapat berfungsi sebagai antibiotik. Tujuan dari

Menurut (Dwidjoeputro, 1997:33)Salah satu faktor penting dalam menunjang pembelajaran biologi adalah lingkungan, karena lingkungan merupakan sebagai kesatuan ekosistem

SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu ( time- load ), beban mental

disebut dengan rapat rutin guna untuk membahas tentang keadaan kerukunan umat beragama, setiap pengurus yang terwakilkan dari masing-masing Agama saling memberi informasi