• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Do a terhadap prestasi Kerja melalui Kualitas Kerja di Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kontribusi Do a terhadap prestasi Kerja melalui Kualitas Kerja di Perguruan Tinggi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

di Perguruan Tinggi

Ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. Chablullah Wibisono, MM-Rektor Universitas Batam

Pendahuluan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan doa tak kunjung dikabulkan. Diantaranya karena maksiat yang diperbuat, atau karena memakan makanan yang haram, Atau boleh jadi pula doa seseorang tak kunjung terkabul karena Allah Menghendaki untuk mengganti apa yang ia minta dengan yang lebih baik di surga dan akhirat kelak. Dari Abu Hurairah ia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." (HR Muslim, Ahmad dan Tirmidzi) "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a, apabila ia berdo'a kepada-Ku". (QS. Al-Baqarah 186).

Pada umumnya Kampus Perguruan Tinggi menyediakan Musholla dan mengadakan sholat berjamaah setiap Dzuhur dan Ashar

serta pegawainya rajin berdo’a setelah sholat, apakah do’anya memberi kontribusi terhadap prestasi kerja, kualitas kerja.? Fenomena

positif ini menarik untuk diteliti dengan variabel Do’a, Prestasi Kerja, Kualitas Kerja. Tentunya target tidak akan pernah tercapai

bila tidak disertai usaha yang optimal. Ibarat orang bercocok tanam, usaha itu adalah benihnya. Sedangkan doa adalah pupuknya. Jadi doa yang tidak disertai usaha sama saja seperti menebarkan pupuk tapi tak pernah menaburkan benih sehingga tidak akan pernah panen.Selain itu semua, yang paling penting bahwa doa itu adalah intinya ibadah (proses ritual). Sebagai hamba Allah tugas utamanya adalah beribadah kepada-Nya. Barang siapa yang baik ibadahnya akan senantiasa mendapatkan ridha- Nya. Siapa pun yang mendapatkan ridha-Nya akanbahagia hidupnya baik di dunia yang fana ini maupun nanti diakhirat yang kekal.Lalu kenapa banyak orang yang selalu berdoa dimasjid, dirumah tetapi seperti tidak memiliki kontribusi dengan amal usahanya, kualitas kerjanya dan prestasi kerjanya? Dengan fenomena positif ini menarik untuk diadakan Penelitian dengan judul “ Kontribusi Doa terhadap prestasi kerja melalui kualitas kerja karyawan di Perguruan Tinggi”. Variabel doa diukur dengan tiga dimensi yaitu Niat Berdo’a, Proses Ritual, Usaha Mengiringi Doa, sehinga maslahnya dapat dirumuskan sebagai berikut, Rumusan Masalah:

1. Apakah niat berdo’a memberi kontribusi terhadap kualitas kerja?

2. Apakah proses ritual memberi kontribusi terhadap kualitas kerja?

3. Apakah usaha mengiringi doa memberi kontribusi terhadap kualitas kerja?

4. Apakah niat berdo’a memberi kontribusi terhadap prestasi kerja?

5. Apakah proses ritual memberi kontribusi terhadap prestasi kerja?

6. Apakah usaha memberi kontribusi terhadap prestasi kerja?

7. Apakah kualitas kerja memberi kontribusi terhadap prestasi kerja?

Landasan Teori Teori Doa

Doa biasa diartikan dengan permohonan seorang hamba kepada Tuhan-nya, tata cara berdoa sudah diatur dalam Al Qur’an dan As Sunnah, penyimpangan terhadapnya dapat dikategorikan syirik dan bid’ah. Dzikir biasa diartikan dengan memuji asma Allah, sambil merenungkan kebesaran Allah SWT melalui arti asma Allah yang direnungkan dipikirkan sehingga mepunyai efek dzikir produktif yang dapat meningkatkan kinerja seorang muslim. Potensi doa, dzikir dan pikir adalah aset Illahiyah yang seharusnya dikelola dengan baik dalam perwujudan kerja prestatif atau amal shaleh (Tasmara, dalam Wibisono, 2002: 61). Allah SWT melimpahkan karunianya kepada manusia dengan dua potensi akbar ini. Sebuah limpahan yang tidak mungkin diberikan kepada makhluk apapun. Allah SWT menantang jin dan manusia untuk menundukkan cakrawala langit dan dijanjikan bahwa jin dan manusia tidak akan mampu kecuali apabila memiliki

Sulthon, seperti dalam Al Qur’an Surat Ar Rahmaan ayat 33. Potensi dzikir yang positif dan dibarengi dengan potensi pikir yang positif

maka hasilnya akan menjadi lebih besar. Sebaliknya walaupun potensi dzikirnya besar, tetapi tidak dibarengi dengan ilmu, pikir sebagai refleksi kemampuan diri, maka hasilnya akan menjadi kurang atau bertambah jauh dari tujuan.(Wibisono, 2002: 61)

(2)

Sebagai seorang muslim yang mempunyai penghayatan tinggi terhadap prestasi serta berkeyakinan bahwa kerja adalah ibadah maka setiap pribadi muslim seharusnya memiliki suatu goal bahwa hidup ini akan mempunyai nilai jika mampu menjadi rahmat bagi lingkungan dan alam sekitarnya (rahmatan lil alamin). “Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik, serta mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (Q.S. Al Anbiya: 9) “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. Sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap. Mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Q.S. As Sajadah: 16). Berdoa sebagai awal dari yang awal, dimaksudkan untuk memberikan arah agar setiap tindakan amal, memenuhi kriteria kesesuaian dan keseimbangan sebagaimana menjadi persyaratan kesalahan tersebut. Seringkali seseorang yang ditimpa musibah dan merasakan depresi yang amat berat dan menyebabkan pula kehilangan pelita dan cahaya Ilahi, hawanya hitam karena godaan setan, kemudian mengambil keputusan untuk mencari jalan pendek dengan jalan kemusyrikan. Doa adalah cahaya dan amal adalah terang. Arti dari doa adalah api dan amal adalah panasnya. Antara doa dan amal ikhtiar merupakan satu paket, satu tarikan nafas yang senyawa, tidak bisa dibelah secara parsial atau fragmentasi. Pepatah yang artinya, doa tanpa ikhtiar seperti busur tanpa anak panah.(Wibisono, 2002: 63)

Doa yang khusu’, akan mendorong perilaku yang positif antara peribatin dan perilaku itu, berdirilah “akal pikiran”. Dengan demikian, seluruh tindakan yang berada dalam peribatin dan perilaku manusia akan sangat dipengaruhi oleh cara berpikir yaitu proses mental batiniah yang melahirkan bayangan tentang diri sendiri, penilaian atau pemaknaan atas lingkungan serta hubungan emosi antara jiwa dan raga dalam hubungannya dengan alam. Dengan berdoa, berarti menunjukan kualitas dan kemampuan untuk mempersepsi diri sehingga mempunyai asumsi atas gambaran jiwa yang tidak lain adalah salah satu bagian dari proses berpikir itu sendiri (Tasmara, dalam Wibisono, 2002). Doa yang melahirkan optimisme itu, menggerakkan sikap diri yang gagah untuk berkinerja. Dia tidak takut dengan kesulitan, karena di dalam nuraninya ada keyakinan bahwa setelah kesulitan pastilah ada kemudahan, sebagaimana Firman Allah: ”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan..” (Q.S. Al Insyiraah: 5-6) “Berdoalah kepada Ku niscaya akan Aku perkenankan bagimu (Q.S.Al Mukmin: 60). “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampau batas. Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut tidak akan diterima dan harapan akan dikabulkan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al A’raaf: 55-56 :). “Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah Allah kepadanya.” (HR. At Tarmizi) “Doa itu adalah senjata orang yang beriman dan tiang agama dan cahaya dari semua langit dan bumi”(HR. Al Hakim) “Tidaklah seorang muslim menengadahkan wajahnya (memohon) kepada Allah sesuatu permohonan, melainkan akan dikabulkan-Nya permohonan itu. Atau dicepatkan-Nya memberikan atau disimpan-Nya untuk lain waktu” (HR. Imam Ahmad dan Al Hakim). “Sesungguhnya Tuhan Allah itu adalah hidup dan menawan, malu Dia dari hamba-Nya kalau hamba itu merendahkan tangannya, kalau tidak meletakkan-Nya kebaikan dalam tangan itu” (HR.Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim).(Wibisono, 2002: 65) Variabel doa dapat diturunkan menjadi tiga dimensi yaitu Niat Berdoa, Proses Ritual, Usaha mengiringi Doa.

Teori Kualitas Kerja

Dalam perspektif Islam, manusia adalah makhluk yang belum sempurna seutuhnya. Meski al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Kesempurnaan itu melekat pada manusia karena kondisi fisiologisnya yang membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Di tambah lagi, Tuhan memberikan kapasitas inteligensia (akal) kepada manusia sebagai makhluk pilihan-Nya. Proses penciptaan manusia pada dasarnya memiliki prinsip-prinsip dan tujuannya. Islam memandang manusia sebagai keseluruhan yang meliputi proses perkembangannya baik secara jasmani dan rohani. Oleh karena itu, memahami prinsip-prinsip Islam tentang manusia sesungguhnya membicarakan empat hal di antaranya: pertama, kejadian manusia menurut pandangan Islam dan tujuan hidupnya. Kedua, sifat-sifat semula manusia yang merupakan sebagian sifat-sifat Tuhan. Ketiga, manusia mengemban amanah sebagai khalifah dan terakhir adanya perjanjian antara Tuhan dan umat manusia.(Wibisono, 2011: 136)

Meskipun manusia bergerak dinamis empat hal di atas sesungguhnya menggambarkan kebebasan dan keterbatasan yang menyajikan hak dan kewajiban hidup manusia dengan pencipta dan makhluk lainnya. Dalam konteks inilah manusia mendapat ujian hidup apakah menjalaninya dengan sikap pasrah atau kreatif untuk memaknai kehidupan salah satunya dengan belajar dan bekerja. Ada perbedaan cara pandang antara filsafat Fatalisme (jabariyah) dengan filsafat free will (qadariyah) tentang manusia yang bebas. Teologi sunnatullah dengan filsafat Qadariyah serta orientasi duniawi di samping akhirat, juga membuat umat Islam produktif dalam bidang ekonomi dan peradaban (Nasution dalam Wibisono, 2011). Tauhid yang diajarkan di masyarakat umumnya tauhid rububiyah yang diajarkan oleh Asyariyah dan biasa disebut sebagai Ahlu Sunnah wal Jamaah. .(Wibisono, 2011: 136)

Tauhid rububiyah sering dituduh sebagai penyebab manusia yang berserah pada nasib, maka tauhid yang dianjurkan al-Qur’an adalah tauhid uluhiyah yang juga diajarkan Nabi Muhammad SAW. Tauhid uluhiyah mengajarkan bagaimana mengakui hanya Allah yang esa, sedangkan tauhid rububiyah ditengarai sebagai jalan yang menghilangkan motif kerja dan kinerja. Kualitas seseorang sembilan puluh persen ditentukan oleh sikap, dan sepuluh persen oleh ilmu pengetahuan. Sedangkan sikap dan perilaku ditentukan oleh nilai seperti ikhlas yang merupakan manifestasi dari sikap tauhid (Abdurrahim, dalam Muhammadiyah, dalam Wibisosno, 2011). Searah dengan uraian tersebut, Islam menilai kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan. Teologi terdapat dalam seperangkat kepercayaan mengenai kenyataan terakhir, mengenai alam dan kehendak supernatural, sehingga aspek lain dalam agama menjadi koheren. Ritual dan kegiatan spiritual menunjukkan ketaatan dalam persekutuan manusia dengan pencipta. Proses ritual akan sulit dipahami jika kegiatan itu berada di luar kerangka kepercayaan yang mengandung dalil bahwa ada suatu kekuatan yang besar yang harus disembah. .(Wibisono, 2011: 137)

Di samping aqidah, dalam Islam juga ada syariah dan akhlak. Pada dasarnya Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu aqidah, ibadah dan mu’amalat, di mana tiga bagian tadi satu sama lain saling berkaitan. Aqidah adalah sistem kepercayaan dan dasar bagi syariah dan akhlak. Tidak ada syariah dan akhlak Islam tanpa aqidah Islam (Anshari, dalam Wibisono, 2011). Ancok dalam Wibisono (2011)

(3)

menambahkan walaupun tak sepenuhnya sama, dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan aqidah, dimensi praktik agama disejajarkan dengan syariah dan dimensi pengamalan disejajarkan dengan akhlak. Dimensi keyakinan atau aqidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dalam teologi Islam, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, rasul, kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar. Aqidah sendiri pada dasarnya sudah tertanam dalam diri manusia sejak azali (pra-kelahiran). Aqidah akan terpelihara dengan baik apabila perjalanan hidup seseorang dihiasi dengan penanaman tauhid secara memadai. Sebaliknya, bila perjalanan hidup seseorang dihiasi pengingkaran terhadap iman dan Islam maka ketauhidan seseorang layak dipertanyakan. Oleh karena itu, agar aqidah seseorang terpelihara, maka seseorang harus mendapatkan penjelasan tentang aqidah itu dari sumber pokoknya al-Qur’an dan sunah. Dengan informasi yang benar tentang aqidah, maka janji manusia untuk mengakui kekuasaan Tuhan akan tetap terpelihara. Pada tahap ini saat ketauhidan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan tentang aqidah. .(Wibisono, 2011: 137)

Ketika seseorang menghadirkan dimensi keyakinan aqidahnya ke dalam kehidupannya, sering terjadi dalam pengamalan batinnya yang bersifat individual misalnya, ketika seorang muslim berdoa kepada Allah SWT, hatinya merasa dekat dan bergetar di hadapan Allah, merasa berdialog dan bermohon untuk berjanji sepenuh hati apabila doanya dikabulkan. Ketika seorang muslim melakukan ibadah maka akan merasa berhadapan, seolah-olah melihat Allah. Berpegang teguh terhadap ucapan dalam ibadah sama artinya menjaga perintah Allah SWT di luar ibadah. Begitu pula dengan berpuasa, sebagai perintah Allah SWT walaupun kondisi fisiknya lemah, dan tetap teguh pendirian maka efek puasa dapat meningkatkan energi spiritual untuk meningkatkan kinerja. Salah satu alasan mengapa kegagalan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup manusia kian terasa sulit adalah kurangnya keteguhan mereka dalam melakukan proses aktualisasi ajaran agama itu sendiri. Kondisi semacam ini, bisa dilihat dari tumbuhnya angka pengangguran yang tak terbendung dan menurunnya kualitas hidup manusia dalam jurang kemiskinan. Oleh karena itu, gagasan yang amat mendesak untuk menyelamatkan keadaan ini adalah perlunya membumikan motivasi spiritual. Upaya mewujudkannya seperti disarankan Moeslim Abdurrahman dalam bukunya Islam Transformatif yaitu dengan aktualisasi teologi kerja. Artinya, manusia pada dasarnya tidak sekadar memenuhi kebutuhan dasar fisik dan biologisnya. Tetapi secara teologis, bekerja bagi manusia merupakan aktualisasi harga dan harkat dirinya sebagai makhluk Tuhan Yang Mulia (Abdurrahman, dalam Wibisono, 2011: 138). Dengan nada kritis, Ia mengumpamakan binatang mencari makan karena dorongan rasa lapar dan haus. Sebaliknya, manusia bekerja karena mempunyai ikatan yang lebih luhur, sebab manusia dalam seluruh aspek kehidupannya berkelit dengan jaring-jaring makna yang melingkari kebudayaannya.

Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan tekun (hard worker) yang diiringi dengan multi kecakapan (smart worker). Mempunyai disiplin yang tinggi, produktif, kreatif, dan inovatif. Seorang muslim menyadari sepenuhnya, bahwa pekerjaan yang dilakukan didorong oleh kesadaran untuk melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Tuhan. Atau dengan kata lain, profesionalisme (bekerja dengan sepenuh hati) yang berlandaskan teologi kerja merupakan doktrin mu’amalat dalam kinerja karyawan. Berkaca dari etos kerja di dunia Barat dijelaskan bahwa munculnya istilah profesionalisme sekarang ini bukan sekadar tuntutan jaman, tapi buah karya dari berpikir reflektif Max Weber tentang etika Protestan di Eropa Barat abad XVII, khususnya dalam ajaran Calvinis. Weber membuktikan dalam kajiannya bahwa agama memberikan kekuatan bagi timbulnya etos berwirausaha. Jadi, bekerja sepenuh hati yang timbul dari motivasi tidak bersumber dari nilai konsumtif, melainkan oleh motivasi dari nilai kreatif yang disebut dengan etos karya. Ajaran di atas merupakan dasar dari apa yang disebut Weber “asketisme duniawi” yaitu bentuk pengabdian keagamaan yang dilaksanakan dengan bekerja keras untuk memenuhi tugas duniawi sebagai tugas suci seseorang yang merasa memperoleh panggilan dan menjadi orang terpilih (Rahardjo, dalam Wibisono, 2011:139). Ini selanjutnya menimbulkan proses rasionalisasi bahwa manusia bekerja tidak hanya didorong oleh kebutuhan psikologis tapi juga kebutuhan teologis untuk mencapai kebahagiaan.

Bagi Moeslim Abdurrahman (dalam Wibisono, 2011:139) tidak berarti dalam semua konteks sosial ekonomi, ajaran tersebut juga akan memberi pengaruh yang sama. Dalam kajian ilmu-ilmu sosial, yang mencoba melihat peranan atau pengaruh agama terhadap penumbuhan moral dan etika kerja, memang menunjukkan keadaan yang positif. Misalnya sikap puritan, kerja keras, hemat, menghargai waktu, kesediaan menunda kesenangan sesaat demi peningkatan prestasi, dan lain sebagainya. Persoalannya, yang menjadi tanda tanya besar Moeslim Abdurrahman adalah mampukah kita menciptakan kondisi bagi tumbuhnya benih-benih etika keagamaan semacam itu. Di sini khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia dewasa ini, dalam arti menghidupkan transedensi kerja dan sekaligus juga mencegah keterasingan dan dehumanisasi. Moeslim berasumsi bahwa hal itu dapat kita wujudkan, asal kita berani menonjolkan orientasi “kekhalifahan” daripada “kepahalaan”. Tujuannya untuk menumbuhkan kerja sebagai ibadah, dan kerja tidak hanya sebagai penyangga kehidupan (Abdurrahman, dalam Wibisono, 2011: 139). Jika dipahami secara seksama, maka orientasi kekhalifahan menunjuk pada karakter manusia sebagai makhluk yang bekerja. Karakter ini sesuai dengan posisi manusia yang merupakan duta Allah di muka bumi dan inilah yang mencirikan tujuan bekerja dan pengaruh motivasi spiritual dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Tidak diragukan lagi bahwa dalam pandangan Islam menumbuhkan etos kerja sebagai ibadah harus berfokus pada manusia.

Bekerja bagi seorang muslim merupakan bagian dari perintah agama yang harus dimaknai sebagai aktivitas muamalat kepada pencipta sehingga dalam bekerja menampilkan kinerja yang berkualitas agar mendapatkan hasil yang optimal. Setidaknya kisah sukses di zaman rasul perlu dijadikan tauladan, yakni bagaimana keuletan bekerja Khadijah dalam berniaga dengan menampilkan etos kerja yang produktif dan profesional dapat membantu dakwah Rasulullah. Namun di sisi lain lingkungan kerja perlu juga diperhatikan. Sehingga tercipta iklim kerja yang menyenangkan, ada kerja sama, toleransi dan semangat kebersamaan yang tinggi untuk mengembangkan usahanya. Seorang yang profesional memiliki etos kerja yang produktif dan kompetitif. Sehingga ia dapat memadukan antara etos kerja dan etos ilmu untuk meningkatkan taraf hidupnya. Jika hal ini sudah terpenuhi maka kepuasan kerja akan didapat seraya menunggu prestasi kerja berdasarkan penilaian kinerja. (Wibisono, 2011)

(4)

Prinsip pokok prestasi kerja yang religius harus tercermin dalam sistem produksi yang Islami, karena produksi berarti diciptakannya manfaat, seperti juga konsumsi adalah pemusnahan produksi. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorangpun dapat menciptakan benda. Dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang menjadi berguna disebut “dihasilkan”. Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa kesejahteraan ekonomi itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum yang menyangkut persoalan moral, pendidikan, agama dan lain-lainnya. Dalam ekonomi modern kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang. Seperti kata Pigou: “Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang”. Kesejahteraan ekonomi modern bersifat materialistis, maka perlu membatasi ruang lingkup pokok persoalan yang sama (Mannan, dalam Wibisono, 2013). Manusia sebagai khalifah Allah, telah diperintahkan untuk mengelola bumi guna kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi. Allah SWT berfirman: “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari (masa)” (QS. As Sajdah: 4). Sebagai konsekuensi atas kesempurnaan manusia sebagai makhluk maka manusia dituntut untuk berprestasi kerja . Kelebihan yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia adalah dalam rangka untuk mengabdi dan berprestasi kerja . Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam dan Kami telah memberikan kepada mereka kendaraan di darat dan di laut dan Kami telah memberikan kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami telah melebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan sebenar-benarnya lebih.”( QS. Al Isra’: 70).

Prestasi kerja yang religius mengandung unsur tanggung jawab amanah, inovasi dan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit dan bumi dan gunung-gunung, maka mereka enggan memilikinya dan merasa tidak sanggup, tetapi diembannya oleh manusia” (QS. Al Ahzab:72). Kemampuan manusia memanfaatkan potensi alam adalah menunjukkan kemampuan prestasi kerja manusia atas delegasi kekuasaan Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada manusia. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tundukkan angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya diwaktu sore sama dengan perjalanan sebulan pula. Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya dan sebagian dari jin ada yang bekerja dihadapannya (dibawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Para jin itu membuat apa yang dikehendaki Sulaiman dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku)” (QS. Saba’ ayat 12-13). Manusia sangat dianjurkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka kemudahannya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah. Selanjutnya manusia diperintahkan untuk menembus ruang angkasa dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologinya (Sulthon), agar manusia mengagumi ciptaan Allah SWT dalam rangka proses prestasi kerja yang religius. Prestasi kerja yang religius selalu melibatkan ilmu pengetahuan dan proses produksi, sehingga kualitas prestasi kerja yang religius tidak sama dengan yang biasa. (Wibisono: 2013)

Metodologi Penelitian Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2001: 20) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau aspek dari orang maupun obyek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai. Selanjutnya dinyatakan bahwa variabel adalah lambang (symbol) yang mempunyai nilai berupa angka. Jadi variabel merupakan suatu gejala atau sifat dari suatu obyek yang mempunyai variasi atau nilai yang berbeda dengan obyek yang lain yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Dalam penelitian ini variabel-variabelnya dibedakan menjadi variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang mempengaruhi, terdiri dari (X1) Niat Berdo’a, (X2) Proses Ritual, (X3) Usaha . Variabel lainnya adalah variabel terikat (dependent variable) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini ada dua variabel terikat yaitu variabel perantara (intervening variable) adalah (Y) Kualitas Kerja, dan variabel terikat (dependent variable) adalah (Z) Prestasi Kerja.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi merupakan kumpulan dari keseluruhan obyek yang akan diukur dalam penelitian (Cooper dan Schindler, 2003: 179). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di lingkungan Universitas Batam berjumlah 193 0rang.

Sampel

Sampel merupakan elemen populasi yang dipilih untuk mewakili populasi dalam penelitian (Cooper dan Schindler, 2003: 82). Dalam penelitian ini, besarnya sampel disesuaikan dengan model analisis yang digunakan yaitu Structural Equation Model (SEM). Berkaitan dengan hal tersebut, ukuran sampel untuk SEM yang menggunakan model estimasi maximum likelihood estimation (MLE) adalah 100-200 sampel (Ghozali, 2005: 17), atau sebanyak 5–10 kali jumlah parameter yang diestimasi. Dalam penelitian ini jumlah populasi 193, dihitung dengan Rumus Solvin yang diperoleh n = 193: (1+193.0,05²) = 130,19 dibulatkan = 131 responden

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Evaluasi atas Asumsi-asumsi SEM

Evaluasi atas asumsi-asumsi SEM didahului dengan evaluasi normalitas untuk mengetahui kenormalan data. Evaluasi terhadap normalitas data. Analisis normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dan dikumpulkan memiliki distribusi normal atau tidak. Untuk analisis normalitas data digunakan nilai kritisskweness dan nilai kurtosis. Analisis distribusi normalitas sangat diperlukan jika jumlah datanya (n) < 100 buah, namun demikian untuk ukuran sampel > 100 masih dipandang perlu uji normalitas. Jika data yang diperolehberdistribusi normal, maka memungkinkan dilaksanakan analisis parametrik. Untuk evaluasi normalitas dilakukan

(5)

uji skwenees dan uji kurtosis. Uji skweness digunakan untuk melihat kemencengan/kecondongan penyebaran data, sedangkan kurtosis untuk melihat keruncingan penyebaran data. Menurut Suharyadi (2003:117), data memiliki penyebaran yang menceng/condong bila nilai kritis (c.r.) untuk skweness besar dari ± 3,00.Data disebut memiliki penyebaran yang runcing bila nilai kritis (c.r.) untuk kurtosis> 3,00. Menurut Ferdinand (2006:97)data dapat dinyatakan menyebar normal jika nilai kritis (c.r) untuk skweness maupun kurtosis tidak lebih besar dari ± 2,58. Pada penelitian ini digunakan kriteria menurut Suharyadi.

Analisis Determinasi dengan SEM

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh Pemanfaatan Letak Geografis, Proses Ritual, Sumberdaya Organisasi, maupunKualitas KerjaterhadapPengembangan Wilayah, ditambah lagi dengan hipotesis yang dirumuskan pada Bab III, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modelling = SEM) yang merupakan sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan dilakukannya pengujian serangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan (Ferdinand, 2002; Solimun, 2004).

Gambar 2: Full Model Variabel (Standardized)

Berdasarkan gambar di atas dapat dilakukan analisis model pengukuran dengan parameter lamda, analisis model struktural, analisis determinasi, Goodness of fit untuk Kontribusi Doa terhadap prestasi kerja melalui kualitas kerja karyawan di Universitas Batam. Analisis Pengujian Model Pengukuran dengan Parameter Lamda (i)

Pengujian parameter yang dilakukan adalah pengujian parameter lamda (i). Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui validitas setiap indikator penelitian. Untuk pengujian parameter lamda (i) digunakan nilai standardized estimate(regression weight)

berupa loading factor. Apabila nilai standardized estimate(regression weight) (i) > 0,50, nilai CR > ttabel = 2,000, dan Probabiliy < =

0,05, maka loading factor parameter lamda (i) indikator tersebut dinyatakan signifikan (Ferdinand, Agusty, 2002:97). Hal ini berarti, indikator tersebut valid. Untuk keperluan pengujian parameter lamda tersebut ditampilkan Tabel 4.16 berikut yang memuat loading

factor/lamda (i), CR, Probability (P).

Tabel 3: Standardized Direct Effects

PROS USAH NIAT KUAL PRES

KUAL ,472 -,003 ,114 ,000 ,000

PRES -,015 -,080 ,097 ,984 ,000

Tabel 4: Regression Weight (Lamda) Indikator Doa, Prestasi Kerja, Kualitas Kerja

Estimate S.E. C.R. P Label

(6)

Estimate S.E. C.R. P Label

KUAL <--- NIAT ,135 ,149 ,903 ,366 par_6

KUAL <--- PROS ,850 1,012 ,840 ,401 par_24

PRES <--- NIAT ,092 ,068 1,351 ,177 par_1

PRES <--- KUAL ,784 ,082 9,507 *** par_2

PRES <--- USAH -,072 ,265 -,272 ,786 par_3

PRES <--- PROS -,022 ,454 -,048 ,961 par_4

Tabel 5: Standarized Regression Weight (Lamda) Indikator Doa, Prestasi Kerja, Kualitas Kerja Estimate KUAL <--- USAH -,003 KUAL <--- NIAT ,114 KUAL <--- PROS ,472 PRES <--- NIAT ,097 PRES <--- KUAL ,984 PRES <--- USAH -,080 PRES <--- PROS -,015

Dari tiga tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir semua indikator variabel latent ada yang memiliki standardized

estimate(regression weight) berupa loading factor atau lamda (i) > 0,50, nilai kritis C.R > 2,000serta memiliki probabilitas lebih kecil

dari 0,05 (***).Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang memiliki standar tersebut diatas, maka indikator variabel laten tersebut adalah valid/signifikan, namun yang tidak sesuai standar tersebut diatas maka indikator variabel laten tersebut adalah tidak valid/signifikan. Berdasarkan tiga tabel tersebut di atas dapat dianalisa determinasinya/ kontribusinya sebagai berikut:

a) Kontribusi variabel laten Niat Berdoa terhadap variabel laten Kualitas Kerja memiliki standardized estimate(regression

weight) sebesar 0,114 dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 0,903 pada probability= 0,366 Nilai

CR 0,366 < 2,00 dan Probability = 0,366 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten Niat Berdoa terhadap variabel laten Kualitas Kerja adalah positif tidak signifikan. Pemahaman niat dalam berdo’a oleh para pegawai dengan memahamkan Hadist dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang

hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, mka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

b) Kontribusi variabel laten Proses Ritual terhadap variabel laten Kualitas Kerja memiliki standardized estimate(regression

weight) sebesar 0,472, dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 0,840 pada probability =. Nilai CR

0,840 < 2,000 dan Probability = ,401 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten Proses Ritual terhadap variabel laten Kualitas Kerja adalah positif tidak signifikan. Proses ritual dalam berdoa harus khusu’, dilaksanakan sesuai Sunnah Rasulullah berdalil pada Al Qur’an dan Hadist agar proses ritual member kontribusi yang signifikan. Doa yang khusu’, akan mendorong perilaku yang positif antara peribatin dan perilaku itu, berdirilah “akal pikiran” (Wibsono: 2002)

c) Kontribusi variabel laten Usaha Mengiringi Doa terhadap variabel laten Kualitas Kerja memiliki standardized

estimate(regression weight)sebesar - 0,003dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar - 0,006 pada probability = 0,995 Nilai CR = - 0,006 < 2,000 dan Probability = 0,995 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten

Usaha terhadap variabel laten Kualitas Kerja adalah negatif tidak signifikan. Dengan berdoa, berarti menunjukan kualitas kerja dan kemampuan untuk mempersepsi diri sehingga mempunyai asumsi atas gambaran jiwa yang tidak lain adalah salah satu bagian dari proses berpikir itu sendiri (Wibisono, 2002), para pegawai terindikasi kurang dalam berusaha sehingga tidak dapt meningkatkan kualitas kerjanya.

d) Kontribusi variabel laten Niat Berdoa terhadap variabel laten Prestasi Kerja memiliki standardized estimate(regression weight) sebesar 0,097 dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 1,351 pada probability = 0,797. Nilai CR 1,351 < 2,000 dan Probability = 0,177 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten Niat Berdoa terhadap variabel laten Prestasi Kerja adalah positif tidak signifikan. Doa adalah cahaya dan amal adalah terang. Arti dari doa adalah api dan amal adalah panasnya.. Sebagai konsekuensi atas kesempurnaan manusia sebagai makhluk maka manusia dituntut untuk berprestasi kerja . Kelebihan yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia adalah dalam rangka untuk mengabdi dan berprestasi kerja . Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam dan Kami telah memberikan kepada mereka kendaraan di darat dan di laut dan Kami telah memberikan kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami telah melebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan sebenar-benarnya lebih.”( QS. Al Isra’: 70).

e) Kontribusi variabel laten Proses Ritual terhadap variabel laten Prestasi Kerja memiliki standardized estimate(regression

weight) sebesar - 0,015, dengan Cr (Critical ratio = -0,048 identik dengan nilai t-hitung) sebesar - 0,048 pada probability =

0,961. Nilai CR 0,048 < 2,000 dan Probability = 0,961 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten Proses Ritual terhadap variabel laten Prestasi Kerja adalah negatif tidak signifikan. Prestasi kerja yang religius mengandung unsur

(7)

tanggung jawab amanah, inovasi dan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontribusi proses ritual tidak boleh diabaikan dalam keterkaitannya dengan prestasi kerja, agar porses ritual (ibadah) dalam berdoa dapat member kontribusi dalam prestasi kerja maka perhatikan, Firma Allah SWT: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit dan bumi dan gunung-gunung, maka mereka enggan memilikinya dan merasa tidak sanggup, tetapi diembannya oleh manusia” (QS. Al Ahzab:72).

f) Kontribusi variabel laten Usaha Mengiringi Doa terhadap variabel laten Prestasi Kerja memiliki standardized

estimate(regression weight) sebesar - 0,080, dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar - 0,272 pada probability = 0,786. Nilai CR - 0,272 < 2,000 dan Probability = 0,786 > 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten

Usaha terhadap variabel laten Prestasi Kerja adalah negatif tidak signifikan. Antara doa dan amal ikhtiar merupakan satu paket, satu tarikan nafas yang senyawa, tidak bisa dibelah secara parsial atau fragmentasi. Pepatah yang artinya, doa tanpa ikhtiar seperti busur tanpa anak panah, niat berdoa yang dilakukan pegawai kurang maksimal untuk meningkatkan prestasi kerja. Manusia sangat dianjurkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka kemudahannya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah. Selanjutnya manusia diperintahkan untuk menembus ruang angkasa dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologinya (Sulthon), agar manusia mengagumi ciptaan Allah SWT dalam rangka proses prestasi kerja yang religius. Prestasi kerja yang religius selalu melibatkan ilmu pengetahuan dan proses produksi, sehingga kualitas prestasi kerja yang religius tidak sama dengan yang biasa.

g) Kontribusi variabel laten Kualitas Kerja terhadap variabel laten Prestasi Kerja memiliki standardized estimate(regression

weight) sebesar 0,984, dengan Cr (Critical ratio = 9,507 identik dengan nilai t-hitung) sebesar 9,507 pada probability = ***.

Nilai CR 9,507 > 2,000 dan Probability = *** < 0,05 menunjukkan bahwa kontribusi variabel laten Kualitas Kerja terhadap variabel laten Prestasi Kerja adalah positif signifikan. Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan tekun (hard worker) yang diiringi dengan multi kecakapan (smart worker). Mempunyai disiplin yang tinggi, produktif, kreatif, dan inovatif. Seorang muslim menyadari sepenuhnya, bahwa pekerjaan yang dilakukan didorong oleh kesadaran untuk melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Tuhan. Maka ketika seorang muslim berdoa kepada Allah SWT, hatinya merasa dekat dan bergetar di hadapan Allah, merasa berdialog dan bermohon untuk berjanji sepenuh hati apabila doanya dikabulkan. Kualitas kerjanya dipengaruhi oleh doanya sehingga mempunyai kontribusi positif terhadap prestasi kerjanya. Analisis Model Pengukuran dengan Determinasi/ Kontribusi

Berikut ini dilakukan analisis Model Pengukuran dengan koefisien Doa, Prestasi Kerja, Kualitas Kerja Proses Ritual. Analisis model pengukuran dengan determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan variabel eksogen terhadap variable endogen. Untuk analisis ini digunakan Square Multiple Correlation. Besarnya Square Multiple Correlationdapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7: Squared Multiple Correlations:

(Group number 1 - Default model)

Estimate

KUAL ,291

PRES ,953

Square Multiple Correlationyang nilainya masing-masing untuk Kualitas Kerja = 0,291, untuk Prestasi Kerja = 0, 953 sebagaimana

terlihat pada Tabel di atas. Menurut Ferdinand, 2002: 114 nilai Square Multiple Correlationuntuk variabel Kualitas Kerja R2 = 0,291

identik dengan R2 pada SPSS sebesar 0,291 maka besarnya Determinasi adalah nilai Square Multiple Correlation untuk variabel

Kualitas Kerja kali 100% = 0,291 x 100% = 29,10 %. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa perubahan Kualitas Kerja dipengaruhi

oleh Niat Berdo’a, Proses Ritual, dan Usaha Mengiringi Doa sebesar 29,10 %. Untuk Prestasi Kerja R2 = 0,953 maka besarnya

Determinasinya = 0,953 x 100% = 95,30 %. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa perubahan Prestasi Kerja dipengaruhi oleh Niat Berdo’a, Proses Ritual, dan Usaha Mengiringi Doa serta Kualitas Kerja sebesar 95,30 %.

Saran:

1. Dalam berdoa harus diniatkan karena Allah dilaksanakan dengan khusuk dan ikhlas 2. Lakukan proses berdoa sesuai tuntunan Sunnah Rasul

3. Doa dan usaha tidak bisa dipisahkan, setiap kali berdoa harus diiringi dengan doa, sesuai Firman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar. Rad: 11)

4. Dalam berdoa harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sesuai Sabda Rasulullah: “Wahai manusia, jika kamu memohon

kepada Allah ‘azza wa jalla, mohonlah langsung kehadirat-Nya dengan keyakinan yang penuh bahwa do’amu akan dikabulkan, karena Allah tidak akan mengabulkan do’a yang keluar dari hati yang lalai.” (H.R.Ahmad)

5. Agar Proses Ritual memberikan kontribusi positif signifikan terhadap Prestasi Kerja, lakukan dengan mengambil wudzu,

menghadap keblat kwmudian membaca membaca Asamul Husna, lalu kita ucapkan Kalimah Tauhid, yaitu pernyataan yang

mengekpresikan keimanan kita kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Kita nyatakan bahwa Allah. itu Maha Tunggal, Maha Berkuasa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan lain-lain.

6. Berdoa harus diiringi dengan usaha, sesuai Firman Allah: Bekerjalah (berusahalah) kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta

orang-orang beriman akan melihat pekerjaan (ikhtiar) mu itu…”(QS. At Taubah:105)

7. Kualitas Kerja agar selalu memberi kontribusi positif signifikan terhadap Prestasi Kerja yang religius dengan melibatkan ilmu pengetahuan dan proses produksi, sehingga kualitas prestasi kerja yang religius tidak sama dengan yang biasa.

(8)

Daftar Pustaka:

Cooper, R. Donald., & Pamela, S. Schindler. (2003). Business research methods. Eight Edition. New York: Mc. Graw-Hill/Irwin. Departemen Agama RI, 1994. Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Bumi Restu-Indonesia

Ferdinand, Augusty. (2002). Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Edisi 2. Semarang: BP. UNDIP Ferdinand, A.T. (2006). Metode penelitian manajemen. Semarang : BP Undip.

Ghozali, Imam (2005). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Jonathan, Sarwono, 2007, Analisis Jalur Untuk Bisnis dengan SPSS, Penerbit Andi, Yogyakarta

Solimun. (2002). Multivariate Analysis Structural Equation Modeling (SEM) Lisrel dan AMOS. Malang: Fakultas Mipa, Universitas Brawijaya

Solimun, 2006, Pemodelan Persamaan Struktural Pendekatan PLS dan SEM Aplikasi Software Smart PLS dan Amos, Undiknas Denpasar

Sugiyono (2001) Metode penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.

Suharyadi dan Purwanto. S.K, 2003, Statistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modern, Buku 1, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Wibisono, Chablullah, 2002, Desertasi “Pengaruh Motivasi Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Sub Sektor Industri Manufaktur di

Batamindo Batam” Universitas Airlangga-Surabaya- Indonesia

Wibisosno, Chablullah, 2011, ”Peran Motivasi Spiritual dan Etos Kerja Dalam Pemenuhan Kebutuhan Primer” Jurnal Ijtihad Vol.11 No.1, STAI Salatiga-Indonesia

Wibisono, Chablullah 2013, Pengaruh Motivasi Mu’amallat (Bekerja Dan Berproduksi, Kebutuhan Sekunder, Kebutuhan Primer) Terhadap Prestasi Kerja Yang Religius, Jurnal Ijtihad Vol.13, No 2, STAI Salatiga-Indonesia

Gambar

Gambar 2: Full Model Variabel (Standardized)
Tabel 5: Standarized Regression Weight (Lamda) Indikator Doa, Prestasi Kerja, Kualitas Kerja  Estimate  KUAL  &lt;---  USAH  -,003  KUAL  &lt;---  NIAT  ,114  KUAL  &lt;---  PROS  ,472  PRES  &lt;---  NIAT  ,097  PRES  &lt;---  KUAL  ,984  PRES  &lt;---  U

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Kajian ini, penyelidik ingin menentukan adakah pembinaan modul pengajaran kendiri lukisan berbantu komputer berpandukan Model Teras Cabang (Shaharom) melalui

Pendapat pertama (nasionalis Islam) didasarkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan sebaliknya kelompok kedua berpandangan bahwa Indonesia adalah

JULI - AGUSTUS 2003 PELATIHAN NETWORK SECURITY BPK - PT INDO CISC 45 Hackers-Crackers-Network Security Admin  Same Tools  Tergantung Niat  Hackers --&gt; Coba-coba. 

Pada periode 2026-2035 jumlah rumah tangga yang mendapatkan akses LPG, gas kota , dan biogas naik tetapi dengan laju yang lebih rendah dari periode sebelumnya,jumlah rumah tangga

Berdasarkan uraian di atas maka jenis hama yang ditemukan pada tanaman cabai merah dilokasi penelitian dalam jumlah yang banyak adalah hama perusak akar, batang

Menurut Supriyatna (dalam Saputri, Purwati &amp; Yusuf, 2018), beberapa permasalahan yang sering muncul pada remaja yang berhubungan dengan orien- tasi karir diantaranya:

Sederhananya, MPI atau ICC, selanjutnya disebut Mahkamah, dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga peradilan pidana internasional yang bersifat permanen dan independen