• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang memiliki potensi pasar yang besar untuk melakukan perdagangan internasional atau aktivitas ekonomi lainnya. Hal ini dapat dipahami karena banyak Negara di Asia Tenggara yang sedang berkembang dengan baik dan telah berpindah dari kebijakan ekonomi dan perdagangan yang semula melakukan Import Subsidiary Industri (ISI) menjadi Export-Oriented Industrialization (EOI). Lebih spesifik lagi yaitu Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil yaitu 5-6% per tahun sejak tahun 2005-2008 dan menimbang peran Indonesia yang tidak dapat diremehkan di ASEAN, menjadikan Indonesia sebagai suatu Negara yang menjanjikan di kawasan Asia Tenggara untuk dijadikan rekan dalam kerja sama ekonomi, terutama untuk Jepang yang memiliki ambisi untuk menembus pasar AEC jangka panjang. Jepang sebagai Negara tatanan dunia kedua, memiliki pertumbuhan ekonomi (GDP) per tahun yang mengalami penurunan, lebih tepatnya sejak tahun 2005 dari 1.3% menjadi -1% hingga tahun 20081

Kondisi perekonomian Jepang yang minus menuntut Jepang untuk mencari solusi agar perekonomiannya kembali menggeliat menuju ke arah positif. Jepang melihat Asia Tenggara sebagai ‘jalan keluar’ untuk permasalahan ekonomi tersebut, terlebih, Indonesia, dipandang sebagai pintu masuk yang menjanjikan

. Ditambah dengan adanya niatan Indonesia dan Negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk membentuk regionalisme ekonomi Asia Tenggara yaitu ASEAN Economic Community, menjadikan kawasan Asia Tenggara semakin menggiurkan untuk Negara di luar Asia Tenggara untuk melangsungkan perjanjian ekonomi dengan Negara Asia Tenggara, karena potensi pangsa pasar yang menjanjikan, khususnya disini yaitu Indonesia untuk Jepang.

1

The World Bank Group, GDP Growth (online), 2013,

<http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?page=1>, diakses 28 November 2013.

(2)

2

untuk Jepang guna menembus pasar Asia Tenggara untuk produk-produk buatan Jepang, maupun investasi Jepang di kawasan tersebut, mengingat peran Indonesia yang tidak dapat dianggap remeh di kawasan ASEAN.

Indonesia dan Jepang memiliki hubungan kerja sama di bidang ekonomi selama kurang lebih 50 tahun lamanya, sejak tahun 1958. Hubungan baik tersebut tertuang dalam berbagai macam bentuk kerja sama ekonomi, di antara lain, ODA (Official Development Assistance), FDI (Foreign Direct Investment) dan perdagangan bilateral. Berlandaskan hubungan ekonomi yang sudah lama tersebut, Indonesia dan Jepang sepakat untuk membuat sebuah perjanjian kemitraan ekonomi mengenai pembebasan tarif bea masuk barang komoditas dan produksi, tujuannya tidak lain adalah untuk saling memperkuat perekonomian kedua Negara melalui perdagangan bilateral2

IJEPA merupakan sebuah kesepakatan mengenai suatu kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang yang dilandasi oleh tiga pilar utama yaitu liberalisasi, fasilitasi investasi/perdagangan dan kerja sama. Kesepakatan kemitraan ekonomi ini merupakan kemitraan ekonomi bilateral kompleks yang pertama bagi Indonesia. Sebagai sebuah kesepakatan kemitraan ekonomi bilateral yang kompleks, lingkup perihal yang dicakup oleh IJEPA tidak hanya terbatas pada penghapusan tarif bea masuk produk antara dua Negara, tetapi juga membahas banyak perihal, diantaranya yaitu tentang investasi, perlindungan kekayaan intelektual, penataan iklim investasi yang lebih baik (promote investation climate) serta proyek pengadaan barang oleh pemerintah (government procurement). Tetapi jika ditelaah lagi, pada intinya, IJEPA adalah sebuah kesepakatan yang membuka akses pasar yang lebih besar lagi untuk produk jadi Jepang masuk ke pasar Indonesia dan demikian juga sebaliknya, tetapi barang . Kesepakatan itu tertuang dalam IJEPA (Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement) yang mulai dirundingkan sejak tahun 2004 dan disepakati pada tahun 2007 silam. Satu tahun kemudian yaitu pada bulan Juli 2008, IJEPA mulai diimplementasikan (entry to force).

2

SEA Fish for Justice Network, The Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (online), <

(3)

3

Indonesia yang masuk ke Jepang belum memiliki kualitas yang dapat disandingkan dengan Jepang. Mengingat Jepang dan Indonesia berada dalam posisi asimetris, dimana teknologi industri manufaktur Jepang lebih advanced dan mature, sedangkan Indonesia masih berada jauh di bawah Jepang, pada akhirnya di dalam IJEPA juga disepakati mengenai pilar cooperation, khususnya disini yaitu capacity building industri manufaktur yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan daya saing global produk Indonesia. Bagi Indonesia, capacity building memiliki arti penting, karena diharapkan dengan dilaksanakan capacity building industri manufaktur ini, produk Indonesia dapat menembus pasar Jepang yang terkenal dengan kontrol kualitas yang tinggi. Apabila produk Indonesia berhasil menembus pasar Jepang, itu artinya produk Indonesia tidak diragukan lagi kualitasnya dan oleh karena itu nantinya produk tersebut dapat menembus pasar Negara lain, yang juga berarti dapat berpotensi positif untuk kesejahteraan nasional Indonesia.

Capacity building industri manufaktur Indonesia dalam IJEPA tertuang melalui MIDEC (Manufacture Industries Development Center). MIDEC IJEPA merupakan sebuah pilar dari IJEPA itu sendiri yaitu pilar cooperation. MIDEC mencakup 13 sektor kegiatan ekonomi Indonesia yaitu metal working, mould & dies, welding, energi conservation, investment & industrial export promotion, small and medium-scale enterprises, automotive, electric, steel & steel products, textile, petro & oleo chemical, non ferrous, food & bevarages. Dalam implementasinya, MIDEC JIEPA difokuskan untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia dengan cara membangunan ketertinggalan berbagai industri penunjang, yaitu industri pembuat komponen serta penguatan berbagai fasilitas, seperti balai uji, sistem sertifikasi, pelatihan SDM, pengembangan standar, sistem sertifikasi dan penjaminan kualitas produk, peningkatan teknik produksi, peningkatan manajemen, program pelatihan manajemen SDM. Pemerintah Indonesia dan Jepang telah merancang beberapa program yang sudah dieksekusi dan diharapkan mencapai target selama 5 tahun ini (2008-2013), walaupun MIDEC memang dipahami secara umum sebagai kerja sama jangka panjang, tetapi MIDEC tetap memiliki target-target industri yang sudah disepakati oleh Indonesia dan Jepang untuk dicapai selama 5 tahun implementasi

(4)

4

IJEPA sejak memasuk entry to force. Dengan adanya MIDEC, diharapkan produk hasil manufaktur Indonesia dapat meningkat dari segi kualitas dan efisiensi manajemen industri, sehingga di masa mendatang, Indonesia dapat memperoleh banyak keuntungan.

Memasuki implementasi tahun ke-5, pada kuartal akhir 2013, Indonesia dan Jepang setuju untuk melakukan negosiasi ulang mengenai IJEPA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa beberapa program IJEPA sudah berjalan tetapi prosesnya sangat lambat, yang terlihat signifikan adalah pengiriman tenaga perawat dan pengasuh3. Sementara itu Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan bahwasanya MIDEC IJEPA yang memiliki area coverage yang besar untuk sektor kerja sama di bidang peningkatan kapasitas sebanyak 13 sektor hingga tahun 2013, hanya 5 sektor yang dirasakan sudah diimplementasikan secara baik yaitu; pengelasan, cetak dan potong metal, otomotif, elektronik, dan konservasi energi4

3

BS Butarbutar, ‘Indonesia Evaluasi Kerja Sama Ekonomi dengan Jepang’, Antara News (online), 4 Oktober 2013, <

atau dengan kata lain, belum optimal. Tahun 2013 adalah tahun ke-5 sejak IJEPA memasuk masa entry to force. Pada tahun ke-5 ini, sesuai dengan klausul yang terdapat di dalam IJEPA itu sendiri, merupakan masa peninjauan ulang/reviu terhadap apa saja yang sudah terlaksana dan bagaimana pelaksanaannya. Penting bagi Indonesia untuk benar-benar memperhatikan bidang industri manufaktur, khususnya klausul kerja sama yang terdapat di dalam IJEPA sebagai kompensasi pembukaan akses pasar Indonesia yang lebih besar terhadap produk Jepang.

Pernyataan dua Menteri tersebut mengundang pertanyaan dalam benak penulis yang telah tertuang di bagian rumusan masalah. Penulis akan menjawab rumusan masalah tersebut dengan cara melakukan tinjauan mendalam mengenai kepentingan Indonesia - Jepang, klausul kerjasama di dalam IJEPA serta implementasi kegiatan MIDEC IJEPA sejak entry to force 2008 hingga 2013 serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan MIDEC IJEPA.

http://www.antaranews.com/berita/398862/indonesia-evaluasi-kerja-sama-ekonomi-dengan-jepang>, diakses 28 November 2013.

4

R. Astria, C. Purwoko, dan R.S. Andria, ‘IJEPA brings non significant benefit to Indonesia’,

Bisnis.com (online), 18 December 2013, < http://m.bisnis.com/en/read/20131218/83/22683/ijepa-brings-non-significant-benefit-to-indonesia>, diakses 14 Maret 2014.

(5)

5 1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang sedemikian rupa, maka dapat ditarik 2 rumusan masalah, yaitu :

1. Bagaimana implementasi IJEPA dalam capacity building industri manufaktur melalui MIDEC di Indonesia?

2. Apa yang menjadi hambatan MIDEC IJEPA?

1.3 Landasan Konseptual Issue Linkage

Memahami bagaimana kerjasama internasional terjadi, dapat menggunakan beberapa cara, salah satunya adalah analisa melalui konsep Issue Linkage. Penulis memilih Issue Linkage sebagai landasan konseptual yang dapat menjelaskan dinamika dari implementasi MIDEC IJEPA. Issue Linkage adalah pola kerjasama dengan cara 'barter' isu. Sebuah kerjasama antara pihak-pihak dengan konflik kepentingan (tidak harus dalam konteks konfliktual) dapat tercapai dengan cara menghubungkan suatu ranah isu dengan isu lainnya sehingga masing-masing pihak akan mendapatkan apa yang diinginkan. Menurut Haas, Issue Linkage terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Tactical Linkage, Substantive Linkage dan Fragmented Linkage. Penulis akan menggunakan tactical linkage sebagai cara untuk memahami MIDEC IJEPA. Tactical Linkage adalah upaya untuk menghubungkan (barter) 2 isu atau lebih yang terlihat tidak memiliki hubungan apa-apa tetapi terikat sebagai proses perundingan dalam rangka untuk mencapai kesepakatan antara pihak yang berkepentingan dan keuntungan oleh pihak yang menjadi korban pola hubungan ketergantungan asimetris Menurut Haas, Tactical Linkage murni digunakan untuk mendapatkan keuntungan (quid pro quo) yang tidak akan didapatkan apabila negosiasi hanya terpaku pada satu isu saja.5

Untuk menganalisa issue linkage, dibutuhkan pemetaan siapa pihak yang menjadi linker, yaitu pihak yang memberikan penawaran suatu ranah isu untuk bisa 'dibarteri dengan ranah isu yang menjadi kepentingan pihak Linkee. Pihak

5 E. B. Haas, 'Why Collaborate? Issue Linkage and International Regimes', World Politics, vol. 32.

(6)

6 Linkee adalah pihak yang ditawari bentuk kompensasi oleh pihak linker yang umumnya kepentingan linkee akan bisa tereduksi dan tergantikan dengan adanya kompensasi. Selain itu, dibutuhkan juga pemetaan yang jelas mengenai kepentingan apa yang dibawa oleh kedua belah pihak.6

Globalisasi telah melahirkan sebuah fenomena baru yaitu meningkatnya intensitas interaksi antara bangsa dan manusianya di seluruh belahan dunia. Perpaduan antara interaksi dan globalisasi ini menciptakan kesempatan yang luar biasa untuk melakukan kegiatan perdagangan, khususnya di pasar yang sedang berkembang. Tetapi adanya kesempatan besar tersebut tidak ditemani dengan sebuah mekanisme global untuk saling berkoordinasi mengenai kebijakan/aturan perdagangan yang berujung pada lahirnya sebuah definisi keamanan yang baru, Jepang di dalam kerangka IJEPA merupakan linker yang memiliki kepentingan baik itu kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik terhadap Indonesia. Jepang dalam kerangka EPA nya secara umum menyebutkan bahwa EPA adalah sebuah instrumen kerja sama bilateral yang memiliki aspek fleksibilitas, tidak tertutup hanya untuk penurunan atau penghapusan tarif di bidang perdagangan saja, tetapi juga terbuka di bidang lain sesuai dengan negosiasi dua negara. Sedangkan Indonesia merupakan pihak linkee dari IJEPA, disini Indonesia menyadari IJEPA adalah sebuah kesempatan dan juga sebuah ancaman untuk industri domestik. Melihat aspek fleksibilitas di dalam EPA, Indonesia memperjuangkan pilar kerjasama, dimana Indonesia mengharapkan adanya peningkatan daya saing industri manufaktur Indonesia agar dapat mempenetrasi pasar Jepang yang penuh dengan hambatan non tarif. Jepang yang memiliki kepentingan besar pun menyetujui hal tersebut agar kesepakatan kemitraan segera tercapai. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia memperjuangkan aspek kerjasama dalam IJEPA merupakan tactical linkage, Indonesia menghubungkan ranah perdagangan bebas dengan pengembangan daya saing industri manufaktur melalui capacity building yang tertuang di dalam MIDEC.

Economic Diplomacy

6

Dr. N.P Mugasejati & A.H. Rais, MPP, IIS Monograph Series - Politik Kerjasama Internasional

(7)

7

yaitu economic security, mengingat betapa cepat dan luas globalisasi terjadi dan meningkatnya isu mengenai harga minyak mentah dan bahan baku produksi barang-barang. Dari sudut pandang ini, sebuah diplomasi ekonomi diperlukan untuk mencapai sebuah economic security. Definisi dari economic security adalah sebuah keamanan berdasarkan hubungan ekonomi internasional, sepertinya contohnya perdagangan barang dan jasa yang stabil, pergerakan kapital yang stabil, FDI yang lancar serta kesuksesan kegiatan bantuan pembangunan/utang-piutang oleh negara donor.7

Menurut Baine dan Woolcock, definisi dari diplomasi ekonomi adalah sebuah rangkaian kegiatan -termasuk metode dan proses untuk pembuatan kebijakan internasional- yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi lintas batas negara, termasuk di dalamnya yaitu mengenai ekspor, impor, investasi, utang-piutang, bantuan dan hal-hal yang berkaitan dengan migrasi, yang dilakukan oleh aktor baik negara maupun aktor non negara. Dengan kata lain, diplomasi ekonomi merupakan sebuah cara bagi aktor negara maupun aktor non negara untuk mencapai kepentingan ekonominya Menurut Baine dan Woolcock, secara umum diplomasi ekonomi terdiri dari 3 elemen8

1. Penggunaan pengaruh politik dan suatu pola hubungan :

Indikator pemenuhan elemen ini adalah terdapat klausul dalam perjanjian maupun tindakan yang mengisyaratkan adanya pengembangkan dan/atau klausul yang mempengaruhi kegiatan investasi dan perdagangan internasional guna menyempurnakan suatu pasar yang telah ada dan berfungsi atau untuk menangani kegagalan dalam suatu pasar serta untuk mengurangi pembiayaan dan resiko-resiko transaksi lintas batas negara

2. Penggunaan aset-aset ekonomi dan suatu pola hubungan

Indikator dari elemen ini yaitu adanya klausul yang berguna untuk meningkatkan biaya perang, dalam artian ketika suatu negara telah melakukan kegiatan ekonomi bersama dan negara-negara tersebut telah melakukan kegiatan investasi berupa infrastruktur keras seperti bangunan maupun infratruktur lunak

7

Baine, N. and S. Woolcock, (2003) The New Economic Diplomacy: Decision Making and Negotiation in International Economic Relations, Ashgate Publishing Ltd

8

(8)

8

seperti investasi yang lain, maka, negara-negara tersebut hanya akan menuai kerugian apabila mereka berperang, mengingat expense yang telah mereka keluarkan untuk investasi.

Selain itu dengan adanya aset ekonomi seuatu negara di negara lain, aset tersebut dapat difungsikan untuk memperkuat keuntungan bersama dari kerjasama dan memperkuat hubungan politik agar lebih stabil, termasuk di dalamnya yaitu perjanjian bilateral meliputi perdagangan dan investasi yang bertujuan untuk memperoleh suatu pola perdagangan di daerah yang spesifik.

3. Memperkuat iklim politik dan lingkungan ekonomi

politik

Indikator dari elemen ini adalah adanya klausul yang berhubungan dengan interaksi di tingkat multilateral melalui institusi internasional seperti WTO. Misal, WTO menjamin trend pasar bebas tetap menjadi agenda prioritas di lingkungan perdagangan internasional, agar negara-negara mau untuk saling membuka pasar satu sama lain.

IJEPA memenuhi 3 elemen diplomasi ekonomi tersebut. Terdapat klausul-klausul yang mengisyaratkan bahwa IJEPA merupakan sebuah alat/instrumen yang digunakan oleh Jepang untuk mencapai kepentingannya, dengan kata lain IJEPA adalah instrumen diplomasi ekonomi, untuk mengamankan pergerakan modal, perdagangan barang dan jasa serta aktivitas investasi Jepang di Indonesia. Penulis menjabarkan bagaimana IJEPA adalah taktik diplomasi ekonomi Jepang untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politik di Asia Tenggara pada bab berikutnya.

1.4 Argumen Utama

Implementasi IJEPA selama 5 tahun sejak 2008 hingga 2013 khususnya dalam sektor kerja sama, lebih spesifik lagi yaitu capacity building melalui MIDEC, belum maksimal. Hal ini dapat diketahui dari laporan studi yang dibuat oleh Kementerian Perindustrian. Sedangkan hambatan pelaksanaan MIDEC IJEPA adalah Jepang memiliki kepentingan besar, baik itu kepentingan ekonomi maupun politik untuk mendominasi Asia Tenggara dari segi pasar, investasi dan sebagai penjamin stabilitas politik serta keinginan untuk mengungguli Cina dan

(9)

9

Korea. Selain itu, Jepang juga berkepentingan untuk melindungi dan memperkuat basis produksi industri manufaktur milik Jepang yang beroperasi di Indonesia. Apabila Indonesia memiliki kemampuan untuk memproduksi barang dengan kualitas yang sama dengan Jepang, maka Jepang dapat kehilangan pasar dan investasi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Dengan kata lain, Jepang akan kehilangan akses pasar Asia Tenggara, mengingat dengan biaya produksi dan distribusi yang lebih murah.

1.5 Jangkauan Penelitian

Tinjauan mengenai implementasi IJEPA mengenai capacity building akan dibatasi dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Tahun 2008 adalah tahun ketika IJEPA memasuk waktu entry to force, setelah disepakati pada tahun 2007, sedangkan tahun 2013 merupakan tahun terkini penelitian ini ditulis dan sudah memenuhi jangka waktu evaluasi setiap 5 tahun sekali sesuai dengan apa yang tertuang dalam prinsip dasar IJEPA sejak kesepakatan ini memasuki waktu entry to force. Sedangkan dalam pembahasan, akan dibatasi dalam lingkup capacity building khususnya dalam sektor industri manufaktur yang bertujuan akhir meningkatkan daya saing global produk Indonesia. Penekanan penulis membatasi pembahasan dalam lingkup capacity building industri manufaktur dikarenakan bidang ini adalah bagian penting dari penghela ekonomi Indonesia di masa mendatang, oleh karenanya harus diberikan perhatian sedemikian rupa.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Dalam proses pengumpulan data, penulis akan menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan IJEPA-MIDEC seperti situs pemerintah Indonesia, situs pemerintah Jepang, situs World Bank dan situs lain yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari buku atau jurnal ilmiah baik berupa media cetak maupun digital.

(10)

10 Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penulis akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik ini terdiri dari tiga bagian yang berkesinambungan, yaitu reduksi data, organisasi data, dan interpretasi. Reduksi data meliputi manipulasi, integrasi, transformasi, dan mengambil benang merah dari data serta meringkas, coding, dan kategorisasi. Organisasi data ialah mengumpulkan informasi yang terkait dengan tema, mengkategorisasi informasi dalam kelompok yang lebih spesifik, dan menyampaikan hasilnya dalam berbagai bentuk. Sedangkan interpretasi ialah pengambilan keputusan dan mengidentifikasi pola, perkembangan, dan penjelasan.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, jangkauan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang penjelasan mengenai IJEPA. BAB III berisi tentang implementasi MIDEC IJEPA.

BAB IV berisi tentang hambatan kepentingan dalam MIDEC IJEPA BAB V berisi tentang kesimpulan penelitian yang menjawab rumusan masalah.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul ”Konsep

Memberikan saran dan kritik yang dapat berguna bagi manajemen rumah sakit sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan RSUD Panembahan Senopati Bantul dalam

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah Pertama, model pembelajaran hybrid learning dengan pendekatan problem based learning pada mata kuliah Pengantar Sosiologi di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pengembangan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gowa adalah strategi sebagai rencana adapaun

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa mata pelajara Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MI merupakan bagian dari kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama

Menurut penuntut umum, terdakwa selaku direktur utama IM2 telah menggunakan frekuensi 2.1 GHz yang merupakan frekuensi Primer dan ekslusif, akan tetapi dalam penggunakan frekuensi

Van De Vot menyatakan bahwa izin adalah apabila sikap batin si pembuat undang-undang terhadap perbuatan atau tingkah laku yang diatur dalam undang- undang itu sendiri