• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADDY FIELD ROLE IN PRESERVING WATER RESOURCES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PADDY FIELD ROLE IN PRESERVING WATER RESOURCES"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI LAHAN SAWAH DALAM PRESERVASI AIR

PADDY FIELD ROLE IN PRESERVING WATER RESOURCES

Robert L. Watung, S. H.Tala’ohu, dan F. Agus

Balai Penelitian Tanah, Bogor

ABSTRAK

Salah satu fungsi lahan sawah adalah kemampuannya untuk mempreservasi air (air yang sudah digunakan pada sawah dapat didaur ulang secara alami). Perkiraan jumlah air yang dipreservasi didasarkan pada neraca air yang ada pada sistem sawah. Lahan sawah menerima air dalam bentuk hujan serta irigasi, selanjutnya air yang keluar berbentuk aliran permukaan (runoff), penguapan dan evapotranspirasi, serta perkolasi. Air aliran permukaan dan aliran bawah permukaan (sub-surface flow) sebagiannya akan mencapai sungai serta bendungan dan dapat digunakan kembali untuk irigasi. Demikian pula air perkolasi mengisi kembali air tanah dan air tanah ini selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Metode replacement cost dipakai dalam penilaian fungsi sawah dalam preservasi air tanah. Luas lahan wilayah yang dinilai seluas 199.985 ha terletak di daerah aliran sungai Citarum. Lahan sawah di daerah aliran sungai Citarum mempreservasi air tanah sebesar 169.937.254 m3/tahun, sebagian dapat digunakan untuk irigasi dan sebagian untuk air minum. Jumlah tersebut apabila dinilai secara ekonomi setara dengan US$ 5.098.000/tahun untuk irigasi dan US$ 8.744.680/tahun untuk air minum. Alih fungsi lahan sawah menyebabkan berkurangnya salah satu fungsi lingkungan, yaitu fungsi preservasi air tanah.

ABSTRACT

One of the externalities role of paddy field is the capability of preserving water resources. Estimation of the amount of preserved water was done by using water balance appraisal in the paddy field system. Paddy fields receive rain and irrigation waters and release water in the forms of run off, sub surface flow, percolation and evapotranspiration. Part of run off and subsurface flow water can eventually reach river and dams and could be used again for various purposes including irrigation. Likewise, percolation water will recharge the aquifer and could be used again for drinking water and/or other purposes. The replacement cost method was used to estimate the role of 199,985 ha paddy field in Citarum River Basin, West Java (with

(2)

total area of about 700,000 ha). The paddy field is estimated to preserve about 170 million m3 ha-1, and this water can partially be used among others for irrigation or drinking water. Economic value for the water re-used for irrigation was equivalent to US $ 5,098,000 year-1 and for drinking water US$ 8,744,680 year-1. Paddy field conversion will result in reduction of this externality.

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu negara tropis, air merupakan salah satu sumber daya alam penting walaupun terkadang tidak mendapat banyak perhatian kecuali, apabila terdapat kelangkaan (kekeringan) ataupun berlimpah (banjir). Kelangkaan air bagi pertanian dapat disebabkan antara lain karena menciutnya areal pertanian menjadi areal urban dan industri. Sumber daya air tanah berkurang dan upaya mendapatkan sumber daya air baru terhenti karena alasan biaya dan lingkungan. Situasi ini di masa depan dapat merupakan ancaman serius bagi negara kita terutama bagi ketahanan pangan. Hal demikian sudah terjadi di Pakistan yang merupakan negara irigasi terbesar di dunia yang mengalami peningkatan kekeringan dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (IWMI, 2001).

Kebijakan yang kurang tepat terutama dalam penempatan berbagai kawasan industri pada area pertanian yang subur khususnya di lahan sawah merupakan ancaman bagi produksi padi. Hal ini terutama disebabkan karena produksi padi umumnya berasal dari lahan sawah, sehingga perubahan fungsi lahan sawah akan berakibat nyata terhadap ketahanan pangan. Hasil penelitian Wahyunto et al. (2001) mendapatkan bahwa selama periode tahun 1969 sampai tahun 2000 lahan sawah di Sub DAS Citarik berkurang 3% atau seluas 787 ha. Selain itu, selama kurun waktu 30 tahun paling sedikit 8% atau seluas 2.079 ha lahan hutan berubah menjadi area pertanian lahan kering dan perkebunan. Dibandingkan dengan Sub DAS lainnya dari DAS Citarum, Sub DAS Citarik yang terdapat di Kabupaten Sumedang dan Bandung merupakan areal yang mengalami perubahan penggunaan lahan, baik karena tekanan penduduk maupun faktor lainnya seperti perkembangan industri, jasa, dan properti.

Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Propinsi Jawa Barat, yang sebagian besar pemanfaatannya adalah untuk irigasi lahan sawah. Propinsi ini dihuni oleh sekitar 44 juta jiwa yang sebagian besar penduduknya bergantung di sektor pertanian, dan merupakan salah satu daerah penghasil padi yang secara nyata berkontribusi sebagai pemasok padi nasional (Biro Pusat Statistik, 2000).

Tiga buah waduk telah dibangun di sepanjang sungai Citarum yang mengalir dari Kabupaten Sumedang di bagian utara dan Kabupaten Bandung di selatan, bermuara ke pantai utara pulau Jawa. Waduk pertama adalah Saguling, kedua Cirata

(3)

dan yang ke tiga Jatiluhur berada di kabupaten Purwakarta merupakan salah satu sumber air minum bagi propinsi DKI Jaya melalui saluran induk Tarum Barat.

Selain kemampuannya dalam menghasilkan bahan pangan dan serat, lahan sawah mempunyai banyak fungsi atau manfaat. Fungsi lain lahan sawah yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian internasional adalah kemampuannya untuk pencegahan banjir, konservasi sumber daya air, pencegahan terjadinya longsor dan kemampuannya untuk pemanfaatan rekreasi (Yoshida, 2001).

Peranan air terutama dalam produksi pertanian sudah banyak diketahui, khususnya penggunaan air untuk kepentingan irigasi. Demikian juga untuk kepentingan lainnya seperti rumah tangga atau industri. Peran atau kontribusi lahan sawah dalam preservasi melalui proses infiltrasi dan perkolasi menyebabkan tersimpannya air dalam tanah. Pemanfaatan air tersebut belum banyak dievaluasi atau dinilai orang. Untuk itu, studi ini dilaksanakan dengan tujuan melakukan penilaian terhadap jumlah sumber daya air tanah di DAS Citarum sebagai akibat dari adanya lahan sawah dan selanjutnya dievaluasi secara ekonomi dengan menggunakan metode biaya pengganti (replacement cost method).

Nilai ataupun harga dari fungsi lahan sawah dalam preservasi air dan kontribusinya dalam konservasi tanah, menahan banjir, dan fungsi lainnya merupakan harga moneter nonmarket dari lahan sawah. Selanjutnya dengan pertimbangan non market value, lahan sawah, diharapkan memberikan apresiasi kepada pengguna khususnya penentu kebijakan untuk secara optimal memanfaatkan sumber daya alam yang ada sesuai dengan kemampuannya.

BAHAN DAN METODE Deskripsi umum

DAS Citarum dengan area sekitar 748.460 ha mempunyai tiga buah waduk, yaitu Saguling di selatan, Cirata di bagian tengah serta Jatiluhur dibagian utara. Ketiga waduk tersebut mempunyai peran yang sangat penting untuk industri karena merupakan sumber listrik bagi pulau Jawa dan Bali, selain untuk kepentingan perikanan dan pertanian. Bagian DAS yaitu di bagian hulu waduk Saguling mencakup area seluas 257.600 ha, bagian hulu waduk Cirata termasuk bagian hulu Saguling seluas 415.700 ha serta bagian hulu sub DAS Jatiluhur seluas 456.900 ha (Wahyunto, et al., 2002). Penggunaan tanah bervariasi dan didominasi oleh pertanian campuran (mixed farming) yang merupakan kombinasi tanaman semusim dan tahunan, pertanian lahan kering serta sawah. Curah hujan tahunan di daerah hulu yaitu di dataran Bandung bervariasi dari sekitar 1.700 mm di tengah Bandung plateau sampai 3.600

(4)

mm di bagian utara, dan sekitar 3000 mm di bagian selatan. Berdasarkan data sepuluh tahunan (1989-1998), curah hujan rata-rata di sekitar bagian Barat dataran Bandung mencapai 2097 mm (Pudjiadi, 1999).

Fungsi konservasi sumber daya air

Perhitungan serta prakiraan jumlah air yang dipreservasi didasarkan pada keseimbangan air yang ada di lahan sawah. Lahan sawah menerima air dalam bentuk hujan serta irigasi. Selanjutnya air yang keluar berbentuk aliran permukaan (run off), penguapan dan transpirasi (evapotranspirasi) serta perkolasi. Di dalam DAS yang baik, air perkolasi tersebut secara kontinyu akan mengalir dan mengisi waduk melalui aliran bawah tanah.

Air tanah yang dipreservasi ini merupakan salah satu fungsi eksternal dari sawah dan dapat dievaluasi menggunakan statistik dan penjelasan deskriptif. Beberapa metode yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi eksternal yaitu: damage cost avoided (DCA), substitute cost method (SCM) dan replacement cost method (RCM). Metode biaya pengganti digunakan untuk menaksir biaya pengganti yang disebabkan oleh lingkungan (ecosystems services) (Yabe, 2002; Matsumoto, 2002), termasuk diantaranya fungsi preservasi air.

Metode

Penilaian preservasi air menggunakan metode RCM dengan persamaan sebagai berikut:

WCr = (RO + LSS) x A x (Dc + Mc) Dimana:

WCr = biaya pengganti (replacement cost) dari irigasi dan hujan melalui sawah yang akhirnya mencapai sungai dan waduk (US$/tahun)

RO = jumlah air aliran permukaan tahunan berasal dari sawah dan berakhir di waduk (m3/tahun)

LSS = aliran air bawah tanah lateral (diasumsi 75%) sebagai bagian dari perkolasi dari sawah dan berakhir di waduk melalui aliran lateral (m3/tahun)

A = luas sawah (m2)

Dc = biaya penyusutan waduk untuk setiap unit air yang disimpan (US$/m3/tahun)

Mc = biaya pemeliharan waduk untuk setiap unit air yang disimpan (US$/m3/tahun)

(5)

Data yang diperlukan serta sumbernya:

Untuk mendapatkan data dan parameter-parameter yang digunakan dalam menilai preservasi air dari lahan sawah dilakukan melalui studi literatur dan survei lapangan untuk memperkirakan nilai tersebut. Data serta metode/sumber data dalam perkiraan nilai preservasi air disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data serta metode/sumber data dalam perkiraan nilai preservasi air di DAS Citarum

Data yang diperlukan Sumber/metode perkiraan Total volume air irigasi Studi literatur, data statistik Jumlah air yang melalui sawah dan akhirnya

mengalir ke sungai

Survei lapangan, studi literatur

Jumlah air tanah yang diperlukan (pertanian) Survei lapangan dan/atau perkiraan Biaya perawatan dan depresiasi dari waduk

dan bangunan irigasi

Perusahaan listrik tenaga air (PLTA)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan air irigasi padi sawah yang pernah dihitung oleh Fagi dan Sanusi (1983), berdasarkan rumus PB = ET + (S + P) – ER, dimana PB = kebutuhan air irigasi; ET = evapotranspirasi; S = limpasan air di bawah permukaan (seepage); P = perkolasi; dan, ER = curah hujan efektif. Kebutuhan air irigasi padi sawah dari tanam sampai pengisian gabah rata-rata 13 mm/hari. Jumlah kebutuhan air ini lebih banyak dari hasil penelitian lainnya. Untuk keperluan irigasi, Didiek (1998) mendapatkan jumlah air antara 535,5 sampai 735,8 mm selama kurang lebih 70 hari. Umumnya Perum Otorita Jatiluhur menyediakan air irigasi selama 11 bulan. Sembilan bulan dari penyediaan air itu digunakan untuk pertanaman padi dua kali dalam setahun, sisa waktu yang ada umumnya untuk penanaman palawija. Pola pertanaman padi dua kali dalam setahun dipilih untuk perhitungan penggunaan air untuk seluruh area DAS Citarum. Dengan asumsi ini, air irigasi yang tersedia selama 120 hari dalam setahun. Selain dari irigasi, untuk perhitungan air yang masuk ke lahan sawah berbentuk hujan diasumsikan sebesar 2.500 mm/tahun.

Air perkolasi merupakan air yang terinfiltrasi kemudian dapat mengalir sebagai rembesan (seepage) ataupun mengalir ke bagian bawah. Besarnya perkolasi menurut Fagi dan Sanusi (1993) adalah sebesar 10,3 mm/hari. Sedangkan evapotranspirasi sebesar 4 mm/hari. Dari studinya di dataran Bandung, Pudjiadi (1999) mendapatkan jumlah evapotranspirasi yang dihitung berdasarkan metode Penman, jumlah yang

(6)

evaportranspirasi di Korea adalah sebesar 3,35 mm/hari (Eom and Kang, 2001) lebih kecil dibandingkan dengan asumsi nilai evapotranspirasi untuk perhitungan ini yaitu sebesar 4 mm/hari. Asumsi ini disebabkan antara lain tingginya temperatur serta lama penyinaran matahari di Indonesia. Lama perkolasi secara umum adalah 110 hari untuk setiap musim tanam, walaupun di beberapa daerah terdapat padi yang dapat dipanen kurang dari 100 hari. Beberapa varietas padi dan umur panennya antara lain Mamberamo 115 hari, Cisantana, Widas, dan Ciherang antara 118-125 hari.

Dari perkiraan jumlah air yang terinfiltrasi selanjutnya berperkolasi menjadi air tanah, Kyun (2001) serta Eom and Kang (2001) memperkirakan sejumlah 45% yang menjadi air tanah. Pulawski (1974) dalam Pudjiadi (1999) dengan studi kapasitas infiltrasinya di beberapa daerah di dataran Bandung memperkirakan 40 – 85% air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah. Untuk perhitungan ini persentase air yang terinfiltrasi diasumsikan kurang lebih 55%, dan dari jumlah air yang terinfiltrasi tersebut sebagian besar (75%) mengalir kembali ke sungai. Sisanya sebanyak 25% merupakan bagian yang menjadi air tanah.

Data dan asumsi tersebut terlihat sederhana, walaupun dalam kenyataan di lapangan sangat kompleks dan merupakan suatu rangkaian yang saling berhubungan. Hal ini antara lain dikemukakan oleh Molden et al. (2001), cara penggunaan air di salah satu bagian dari DAS akan berakibat pada penggunaan air tersebut di bagian lain dari DAS. Oleh karena itu pengembangan dan pengelolaan DAS merupakan hal yang rumit. Walaupun demikian pendekatan dengan asumsi-asumsi yang umum tersebut diharapkan mendekati nilai sebenarnya.

Berdasarkan asumsi tersebut di atas neraca air untuk sawah di DAS Citarum dihitung dan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Neraca air pada lahan sawah di DAS Citarum

I t e m Kecepatan Lama Jumlah

mm/hari hari/tahun mm/tahun

Input: Irigasi 13 120 1.560 Hujan 2.500 Total 4.060 Output: Perkolasi 10,3 220 2.266

Mengalir kembali ke sungai 1.700

Air tanah 567

Evapotranspirasi 4 365 1.460

(7)

Selanjutnya biaya pengganti (replacement cost) untuk fungsi konservasi/ preservasi air tanah dihitung dengan biaya depresiasi waduk sebesar US$ 0,045/m3/tahun, sedangkan biaya pemeliharaan waduk US$ 0,003/m3/tahun. Biaya depresiasi dan pemeliharaan waduk berasal dari biaya rata-rata depresiasi dan pemeliharaan ketiga waduk. Asumsi harga air bersih dihitung dari harga air dibagi jumlah air yang disalurkan pada tahun 2000 di kota Bandung, yaitu sebesar US$ 0,1/m3 (Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2000) dengan kurs 1 US$ sebesar Rp.10.000.-.

Luas lahan sawah di DAS Citarum sebesar 199.985 ha dan area ini memberikan kontribusi terhadap air tanah. Selanjutnya diperhitungkan pula jumlah air tanah yang dikonsumsi oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari. Total biaya keseluruhan setelah perhitungan neraca air dan luas area sawah diketahui, ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah air serta biaya pengganti (replacement cost) air tanah di DAS Citarum

I t e m Jumlah

Jumlah air yang mengalir dari sawah kembali ke sungai (m3/tahun) 20.340

Jumlah air perkolasi yang menjadi air tanah (m3/tahun) 5.670

Luas lahan sawah (ha) 199.985

Volume air perkolasi yang menjadi air tanah (m3) 169.937.254

Volume air perkolasi yang mengalir ke sungai (m3) 4.066.694.975

Volume air tanah (m3/tahun) 169.937.254

Biaya depresiasi dam (US$/m3/tahun) 0,045

Biaya pemeliharaan dam (US$/m3/tahun) 0,003

Nilai konservasi air lahan sawah (US$/tahun) 5.098.118

Konsumsi domestik air di Saguling (m3/tahun) 49.300.000

Konsumsi domestik air di Jatiluhur (m3/tahun) 87.446.800

Penyimpanan air tanah total di Saguling (m3) 339.680.000

Asumsi total air tanah di Jatiluhur (m3) 602.513.773

Harga air minum (US$/m3) 0,10

Nilai konsumsi air perkolasi (US$/tahun) 8.744.680

Jumlah total konservasi air dari lahan sawah (US$/tahun) 13.842.798

Total nilai harga untuk fungsi konservasi air tanah setiap tahun adalah US$ 5.098.118. Dari jumlah ini ditambahkan penggunaan air untuk konsumsi penduduk sebesar US$ 8.744.680. Nilai ini akan bertambah apabila biaya keseluruhan dari instalasi air pompa/sumur, saluran utama, dan saluran penyalur ke pengguna ikut diperhitungkan.

(8)

KESIMPULAN

1. Kebijakan penempatan berbagai kawasan industri pada areal pertanian yang subur khususnya lahan sawah merupakan ancaman bagi produksi padi dan berdampak negatif pada lingkungan. Alih fungsi lahan sawah menyebabkan berkurangnya salah satu fungsi lingkungan yaitu sebagai pendaur ulang air. 2. Lahan sawah seluas 199.985 ha di DAS Citarum mempreservasi air tanah

169,937,254 m3/tahun. Nilai air tersebut dengan menggunakan replacement cost setara dengan US$ 5,098,000 untuk sebagian air yang digunakan kembali untuk irigasi dan US$ 8,744,700/tahun bila 87 juta m3 air tersebut (yang mengisi air tanah) digunakan kembali untuk air minum.

3. Fungsi preservasi air akan berkurang sejalan dengan konversi lahan sawah. Oleh sebab itu nilai eksternal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam konversi lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2000. Bandung City in Figures 2000. CV. Ramadhan. Bandung.

Biro Pusat Statistik. 2000. Statistical Year Book of Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Didiek, S.B. 1998. Alternative technique of water saving through intermittent irrigation system for rice crop. International Commision on Irrigation and Drainage. Volume II-A.31.p. 1-8 In Proceedings Water and Land Resources Development and Management for Sustainable Use. The Tenth Afro-Asian Regional Conference. Bali, 19-24 July 1998.

Eom, K.C., and K.K. Kang. 2001. Assessment of environmental multifunctions of rice paddy and upland farming in the Republic of Korea. p. 37-48. International Seminar on Multi-Functionality of Agriculture, 17-19 October 2001. JIRCAS, Tsukuba, Ibaraki, Japan.

Fagi, A.M. dan S.A. Sanusi. 1983. Meningkatkan efisiensi air irigasi dengan teknik budidaya tanaman pangan dan tehnik pengairan. Kumpulan Makalah Lokakarya Penelitian Padi, Cibogo, Bogor 22-24 Maret 1983. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. (Unpublished)

IWMI. 2001. Annual Report 2000-2001. Improving Water and Land Resources Management for Food, Livelihoods and Nature. Case Studies, Impacts and Outputs, Strategic Priorities 2000-2005. International Water Management Institute (IWMI), Colombo. Srilanka.

(9)

Kyun, Suh Dong. 2001. Social and economic evaluation of the multi-functional roles of paddy farming. Rural Development Administration, Farm Management Bureau, Republic of Korea. p. 151-168. International Seminar on Multi-functionality of Agriculture, 17-19 October 2001. JIRCAS, Tsukuba, Ibaraki, Japan. (Unpublished)

Matsumoto, R. 2002. Concept of Multifunctionality of Agriculture. Report of The Second Experts Meeting of the ASEAN-Japan Project on Multifunctionality of Paddy Farming and Its Effects in ASEAN member countries, 7-9 Agustus 2002. Hanoi, Vietnam. (Unpublished)

Molden, D.R., Sakthivadivel, and Jack Keller. 2001. Hydronomic Zones for Developing Basin Water Conservation Strategies. Research Report 56. IWMI, Colombo. Srilanka.

Pudjiadi 1999. Hydrogeological Investigation for Locating the Collector Well in Lagadar-Nanjung-Margaasih areas, West Java, Indonesia. PT. Pudjiadi Prestige Ltd. Jakarta.

Wahyunto, M. Zainal Abidin, Adi Priyono, dan Sunaryo. 2001. Studi perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah. hlm 39 - 63 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Wahyunto, H. Sastramihardja, W. Wahdini, W. Priatna, dan Soenaryo. 2003. Potensi kerawanan longsor pada wilayah lahan pertanian di daerah aliran sungai Citarum, Jawa Barat. hlm. 99 – 112 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Bogor, 2 Oktober dan Jakarta, 25 Oktober 2002. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Yabe, M. 2002. Introduction of Examples in Quantitative Analysis on

Multifunctionality. Report of The Second Experts Meeting of the ASEAN-Japan Project on Multifunctionality of Paddy Farming and Its Effects in ASEAN Member Countries, Hanoi, Vietnam 7-9 Agustus 2002. (Unpublished). Yoshida, K. 2001. An Economic Evaluation of the Multifunctional Roles of

Referensi

Dokumen terkait

unhe nibhana aasan nahin pyar mein dil sabhi jeet lete hain magar dil har ke jeetna aasan nahin zindagi mein to sabhi pyar karlete hain pyaar mein ise qurban karna aasan nahin. teri

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran berlangsung, analisis hasil belajar pengetahuan siswa

Program Studi Imu Komunikasi Universitas Terbuka (UT) sebagaimana program studi lainnya di UT melakukan sistem belajar jarak jauh, maka selain menggunakan yang utama bahan ajar cetak

Berdasarkan hasil dari penelitian khotbah Jumat berbahasa Jawa di Masjid Ageng, Jatinom, Kabupaten Klaten menunjukkan kekhasan atau register dalam isi ceramah berkaitan

PDI Perjuangan membentuk Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan beranggotakan PDI Perjuangan, PKB, partai Nasdem, partai Hanura, dan PKPI. Dari tabel tersebut

Kami sarankan Anda untuk menguji keta- hanan kimia pada kondisi operasi meng- gunakan media yang sebenarnya yang langsung kontak dengan belt.. Kami dengan senang hati akan memberi-

Berdasarkan atas penyusunan program dan kegiatan Komisi Anak dan PPSM, kami Berdasarkan atas penyusunan program dan kegiatan Komisi Anak dan PPSM, kami melihat pentingnya suatu